SlideShare a Scribd company logo
BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN
PELABUHAN BEBAS BATAM
BATAM CENTRE, PULAU BATAM
KOTAK POS 151; TELEPON (0778) 462047, 462048; FAKSIMILE (0778) 462240, 462456
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
PERATURAN
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
NOMOR 15 TAHUN 2012
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN DAN TARIF
PELAYANAN ALAT DAN PENUNJANG KEGIATAN KEPELABUHANAN
DI LINGKUNGAN PELABUHAN BATAM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengakomodir perubahan pola
pengelompokan tarif, serta dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan kepelabuhanan di pelabuhan Batam
khususnya pelayanan alat dan penunjang kegiatan
kepelabuhanan, maka dipandang perlu menyesuaikan
tarif pelayanan alat dan penunjang kegiatan
kepelabuhanan di lingkungan pelabuhan Batam;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan
Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4053), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan
SALINAN
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi
Undang-Undang menjadi Undang-Undang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4775);
2. Undang–Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4849 );
3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009, tentang
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang Berlaku pada Departemen Perhubungan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4227);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5070);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4757), sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun
2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 16, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5195);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5196);
7. Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2008 tentang
Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas;
8. Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2008 tentang
Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam;
9. Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan Nomor
149/Kpb/V.77, Menteri Keuangan Nomor 150/KMK/77
dan Menteri Perhubungan Nomor KM.119/Phb-77,
tentang Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan di
Pulau Batam;
10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 77 Tahun
2009 tentang Rencana Induk Pelabuhan Batam;
11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 tahun
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Pelabuhan Batam sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 47 Tahun
2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor KM 65 tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan Batam;
12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun
2011 tentang Terminal Khusus dan Terminal untuk
Kepentingan Sendiri;
13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.05/2012
tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam;
14. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 54 Tahun
2002 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut;
15. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 50 Tahun
2003 tentang Jenis, Struktur dan Golongan Tarif
Pelayanan Jasa Kepelabuhanan untuk Pelabuhan Laut
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor KM 72 Tahun 2005 tentang
Perubahan atas Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor KM 50 Tahun 2003 tentang Jenis, Struktur dan
Golongan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan untuk
Pelabuhan Laut;
16. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 39 Tahun
2004 tentang Mekanisme Penetapan Tarif dan
Formulasi Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa
Kepelabuhanan pada Pelabuhan yang diselenggarakan
oleh Badan Usaha Pelabuhan;
17. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 45 Tahun
2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jenis dan Tarif atas
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku
pada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut;
18. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 330 Tahun
2009 tentang Penetapan Pelabuhan Bebas pada
Kawasan Perdagangan Bebas di Batam, Bintan dan
Karimun;
19. Peraturan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2008
tentang Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan
Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2011 tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan Ketua Dewan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam;
20. Keputusan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor Kpts/6/DK/IX/2008
tentang Penetapan Personel Badan Pengusahaan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Keputusan Ketua Dewan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
Nomor Kpts 19/DK-BTM/X/2010 tentang Penetapan
Personel Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
21. Peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
Nomor 10 Tahun 2011 tentang Struktur Organisasi dan
Tata Kerja Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
22. Keputusan Kepala Kantor Pelabuhan Batam Nomor
04/KPTS/PL/6/2010 Tentang Penetapan Pembagian
Wilayah Kerja Operasional Kantor Pelabuhan Batam;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN
PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS
BATAM TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN TARIF
PELAYANAN ALAT DAN PENUNJANG KEGIATAN
KEPELABUHANAN DI LINGKUNGAN PELABUHAN BATAM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan:
1. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam, untuk selanjutnya disebut Badan Pengusahaan Batam, adalah
lembaga/instansi pemerintah pusat yang dibentuk oleh Dewan Kawasan
dengan tugas dan wewenang melaksanakan pengelolaan, pengembangan,
dan pembangunan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam;
2. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di
sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat
kapal bersandar, berlabuh, naik dan/atau turun penumpang, dan/atau
bongkar muat barang, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
pelayaran, dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat
perpindahan intra dan antar moda transportasi;
3. Pelabuhan Batam adalah pelabuhan yang berada di wilayah kerja Badan
Pengusahaan Batam dan diselenggarakan oleh Badan Pengusahaan
Batam, yang terdiri dari Terminal Umum, Terminal untuk Kepentingan
Sendiri, Terminal Khusus, dan Perairan Pelabuhan Batam;
4. Perairan Pelabuhan Batam adalah wilayah perairan berdasarkan batas
yang ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan, yaitu peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan batas wilayah Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, batas wilayah
berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Batam dan batas wilayah Daerah
Lingkungan Kerja Pelabuhan, dan Daerah Lingkungan Kepentingan
Pelabuhan yang ditetapkan Pemerintah;
5. Kepala Kantor Pelabuhan Laut adalah pimpinan pelabuhan di lingkungan
Badan Pengusahaan Batam;
6. Tarif Jasa Kepelabuhanan adalah penerimaan yang diperoleh atas
pelayanan jasa kapal, jasa barang, jasa pelayanan alat, dan jasa
penunjang kepelabuhanan di pelabuhan yang di selenggarakan oleh BP
Batam, yang terdiri dari Terminal Umum, Terminal untuk Kepentingan
Sendiri, Terminal Khusus, dan perairan pelabuhan Batam;
7. Terminal khusus yang selanjutnya disebut Tersus adalah terminal yang
terletak di luar Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan
Kepentingan (DLKp) pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan
terdekat untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha
pokoknya;
8. Terminal untuk kepentingan sendiri yang selanjutnya disebut TUKS adalah
terminal yang terletak dalam daerah lingkungan kerja (DLKr) dan daerah
lingkungan kepentingan (DLKp) pelabuhan yang merupakan bagian dari
palabuhan untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha
pokoknya;
9. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang
digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga mesin atau ditunda, termasuk
kendaraan air yang berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah
permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak
berpindah-pindah;
10. Kapal melakukan kegiatan niaga adalah kapal yang selama berkunjung di
pelabuhan melakukan kegiatan bongkar muat kargo berupa barang,
penumpang dan hewan, termasuk kapal Pemerintah, Tentara Nasional
Indonesia (TNI) atau Kepolisian Republik Indonesia (POLRI);
11. Kapal tidak melakukan kegiatan niaga adalah kapal yang selama
berkunjung di pelabuhan tidak melakukan kegiatan bongkar muat kargo
berupa barang, penumpang dan hewan, yaitu kapal dalam rangka kegiatan
bunker, mengambil perbekalan serta keperluan lain yang digunakan dalam
melanjutkan perjalanannya, menambah/mengganti anak buah kapal,
mendapat pertolongan dokter, pertolongan dalam kebakaran, tank cleaning
serta pembasmian hama (fumigasi);
12. Kapal lay-up adalah kapal yang dilabuhkan di tempat yang ditetapkan
sebagai area lay-up sesuai peraturan perundang-undangan dan tidak
dipergunakan dalam kegiatan pengangkutan kargo/penumpang, dengan
perlakuan ketentuan jumlah awak kapal berdasarkan klasifikasi kegiatan
lay-up nya (hot lay-up, semi cold stacking, cold stacking) dan disampaikan
sebagai kapal lay-up pada saat kedatangan kepada Syahbandar;
13. Terminaling adalah kapal yang bertindak sebagai terminal, dan berlabuh
secara tetap pada titik koordinat yang ditentukan;
14. Kapal Yacht dan sejenisnya adalah kapal yang dilengkapi secara khusus
untuk berekreasi/olahraga/melakukan perlombaan-perlombaan di laut, baik
yang digerakkan dengan pesawat pendorong, layar, atau pun dengan cara-
cara lain;
15. Angkutan Laut Luar Negeri adalah kegiatan angkutan laut dari pelabuhan
Indonesia ke pelabuhan luar negeri atau sebaliknya, termasuk melanjutkan
kunjungan antar pelabuhan di wilayah perairan laut Indonesia yang
diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut;
16. Angkutan Laut Dalam Negeri adalah kegiatan angkutan laut antar
pelabuhan yang dilakukan di wilayah Perairan Laut Indonesia di luar
ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 14 Pasal ini, yang
diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut;
17. Angkutan Laut Perintis adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di
wilayah Indonesia yang dilakukan dengan trayek tetap dan teratur, untuk
menghubungkan daerah terpencil dan belum berkembang;
18. Pelayaran Rakyat adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di
wilayah Indonesia dengan menggunakan kapal layar atau kapal layar
motor yang berukuran sampai dengan 400 (empat ratus) GT dan kapal
motor yang berukuran sampai dengan 35 (tiga puluh lima) GT;
19. Kapal Yang Melakukan Kegiatan Tetap adalah kapal yang melakukan
kegiatan secara tetap dan tinggal tetap di dalam daerah lingkungan kerja
dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan;
20. Pemanduan adalah kegiatan pandu dalam membantu Nakhoda agar olah
gerak kapal dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib dan lancar;
21. Penundaan adalah pekerjaan mendorong, mengawal, menjaga, menarik
atau mengandeng kapal yang berolah gerak, untuk bertambat ke atau
untuk melepas dari tambatan dermaga, breasting dolphin, pelampung dan
kapal lainnya dengan menggunakan kapal tunda;
22. Pengepilan adalah pekerjaan mengikat, melepas, menarik tali temali kapal
yang berolah gerak untuk bertambat ke atau untuk melepas dari dermaga,
breasting dolphin, pelampung dan kapal lainnya dengan menggunakan
atau tidak menggunakan motor kepil;
23. Peralatan bongkar muat mekanik adalah peralatan yang tersedia di
pelabuhan atau di stasiun pengiriman untuk menangani kargo seperti
crane darat (mobil crane), fork-lift, truck/truck trailer, truck crane, top-loader
primover trailer ;
24. Peralatan bongkar muat non mekanik adalah alat pokok penunjang
pekerjaan bongkar muat yang meliputi jala-jala lambung kapal (shipside
net), tali baja (wire sling), tali rami manila (rope sling), jala-jala baja (wire
net), jala-jala tali manila (rope net), gerobak dorong, palet;
25. Kargo adalah semua jenis barang/hewan muatan kapal yang
dibongkar/dimuat dari dan ke kapal yang diangkut dari pelabuhan asal ke
pelabuhan tujuan, dapat berupa angkutan antar pulau atau impor/ekspor;
26. Kargo dalam kemasan adalah barang yang menggunakan kemasan
petikemas (container), atau menggunakan pallet dan unitisasi;
27. Kargo tidak dalam kemasan adalah barang selain sebagaimana dimaksud
pada angka 25 Pasal ini dalam bentuk urai, antara lain berupa break bulk,
bag cargo, barang curah kering, barang curah cair dan hewan;
28. Gudang adalah merupakan suatu tempat atau bangunan beratap yang
diperuntukan untuk menimbun, menyimpan dan mengerjakan barang
dengan tujuan agar barang tersebut terhindar dari kerusakan dan
kehilangan karena ulah manusia, hewan, serangga maupun karena cuaca;
29. Gudang transito adalah gudang lini I (satu) dimana barang yang
dimasukan ke dalam gudang tersebut telah siap untuk diteruskan ke
tempat tujuan, baik untuk diekspor maupun diteruskan ke tempat
pemiliknya atau consignee dalam waktu yang tidak lama/sementara;
30. Throughput Fee adalah pungutan yang dikenakan terhadap setiap barang
curah yang dibongkar/dimuat melalui pipa yang melintas pada lokasi
terminal di dalam daerah lingkungan kerja daratan dan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan;
31. Roll On–Roll Off adalah moda dalam pengangkutan barang yang bisa
memuat/membongkar kargo masuk/keluar kapal dengan penggeraknya
sendiri, menggunakan kapal yang dilengkapi ramp door ;
32. Iklan adalah alat penting dalam pencapaian informasi suatu produk/jasa
kepada konsumen, melalui media:
- Billboard
- Neon boks
- Gerai.
Pasal 2
(1) Pembayaran nota pelayanan kepelabuhanan harus dilakukan selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal nota terbit pada bank mitra
yang ditunjuk;
(2) Apabila pengguna layanan lalai melakukan pelunasan nota pelayanan
kepelabuhanan, maka pelayanan kepelabuhanan dan pelayaran lainnya
akan ditangguhkan termasuk penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB);
(3) Pengajuan keberatan atas nota pelayanan kepelabuhanan dapat diterima
paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak penerbitan nota, dengan
menyampaikan surat keberatan yang menjelaskan keberatannya, dan
melampirkan copy nota dan data pendukung lainnya;
(4) Nilai tagihan pelayanan kepelabuhanan dalam mata uang rupiah per nota
tagihan minimal sebesar Rp50.000,- (lima puluh ribu rupiah);
(5) Nilai tagihan pelayanan kepelabuhanan dalam mata uang dollar Amerika
Serikat per nota tagihan minimal sebesar US$ 5,00 (lima Dollar Amerika
Serikat).
BAB II
PELAYANAN SEWA DAN IMBALAN PELAYANAN ALAT-ALAT MEKANIK
Pasal 3
(1) Penyedia layanan bongkar/muat yang mengoperasikan alat-alat mekanik
bongkar/muat dan alat bantu bongkar/muat milik Kantor Pelabuhan Laut
dan melakukan kegiatan di Terminal Umum, wajib membayar imbalan
pelayanan alat;
(2) Penyedia layanan bongkar/muat yang mengoperasikan alat-alat mekanik
bongkar/muat dan alat bantu bongkar/muat milik sendiri dan melakukan
kegiatan di Terminal Umum, wajib membayar imbalan pelayanan alat.
Pasal 4
Sewa alat-alat mekanik bongkar/muat dan alat bantu bongkar/muat dihitung
dengan satuan per jam.
Pasal 5
(1) Jam pemakaian sewa alat-alat mekanik bongkar/muat terhitung mulai jam
pemberangkatan alat-alat dari tempat penyimpanan, selama penggunaan
ditempat pekerjaan sampai jam kembali di tempat penyimpanan;
(2) Sewa pemakaian alat-alat mekanik bongkar/muat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling sedikit 4 (empat) jam ditambah dengan waktu
perjalanan pergi dan pulang dari atau ke tempat penyimpanan.
Pasal 6
(1) Tarif sewa alat-alat mekanik yang tercantum dalam Peraturan ini
merupakan pedoman untuk penetapan tarif yang disepakati bersama
antara penyedia layanan alat-alat mekanik bongkar/muat dengan pemakai
layanan;
(2) Sewa alat-alat mekanik yang belum ditetapkan tarifnya dalam Peraturan
ini, dapat ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyedia layanan
dengan pemakai layanan;
(3) Kantor Pelabuhan Laut dan/atau penyedia layanan alat-alat mekanik dapat
melakukan kesepakatan bersama mengenai tarif dengan satuan hitungan
sewa lainnya.
Pasal 7
Penyedia layanan bongkar/muat yang tidak mengoperasikan alat-alat mekanik
miliknya dan alat-alat tersebut berada di dalam daerah pelabuhan, dikenakan tarif
pelayanan penumpukan dengan perhitungan 250% (dua ratus lima puluh persen)
dari tarif dasar.
Pasal 8
(1) Waktu sewa alat-alat mekanik bongkar/muat dan alat bantu bongkar/muat
milik Kantor Pelabuhan Laut minimal 4 (empat) jam;
(2) Apabila sewa lebih dari 4 (empat) jam untuk selanjutnya dilakukan
pembulatan sebagai berikut:
a. kurang dari ½ (setengah) jam menjadi ½ (setengah) jam;
b. diatas ½ (setengah) jam sampai 1 (satu) menjadi 1 (satu) jam.
Pasal 9
Tarif sewa dan imbalan layanan alat-alat mekanik bongkar/muat dan alat bantu
bongkar/muat sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 Peraturan ini.
BAB III
PELAYANAN SEWA TANAH, RUANGAN, DAN BANGUNAN
Pasal 10
(1) Badan usaha atau orang perorangan yang berminat menyewa tanah,
ruangan atau bangunan di lingkungan Pelabuhan Batam wajib mengajukan
permohonan penggunaan tanah, ruangan atau bangunan kepada Kepala
Kantor Pelabuhan Laut;
(2) Permohonan penggunaan tanah, ruangan atau bangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melampirkan dokumen antara lain:
a. Surat permohonan;
b. Copy Kartu Identitas;
c. Copy Nomor Pokok Wajib Pajak;
d. Copy Keterangan domisili;
(3) Penggunaan tanah, ruangan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut dalam perjanjian sewa menyewa dengan Kantor
Pelabuhan Laut.
Pasal 11
Tarif sewa tanah di Pelabuhan Batam memperhatikan:
a. Harga dasar tanah, ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Batam
berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang berlaku;
b. Wilayah pelabuhan adalah seluruh wilayah (letak obyek pajak) yang
termasuk dalam lingkungan kerja Pelabuhan Batam.
Pasal 12
Tarif pengguna bagian-bagian lahan darat per m2
(meter persegi) per tahun
ditetapkan sebagai berikut:
a. Tarif sewa tanah sebesar 10% (sepuluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) yang berlaku;
b. Besaran NJOP akan ditinjau setiap tahun selama masa perjanjian sewa-
menyewa tanah.
Pasal 13
Tarif sewa ruangan/bangunan aset Pelabuhan Batam memperhatikan:
a. Harga dasar bangunan berdasarkan Biaya Perhitungan Sendiri (BPS) yang
ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Batam;
b. Tarif untuk ruangan/bangunan kantor sebesar 5% (lima persen) dari harga
Biaya Perhitungan Sendiri (BPS) bangunan per m2
(meter persegi) per
bulan yang ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Batam.
Pasal 14
Penggunaan rak pipa/area pelabuhan untuk meletakkan jalur pipa dikenakan tarif
sewa sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 Peraturan ini.
Pasal 15
Tarif iklan dan promosi barang/jasa sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3
Peraturan ini.
Pasal 16
Tarif sewa ruangan dan insidentil sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4
Peraturan ini.
BAB IV
PELAYANAN AIR BERSIH, LISTRIK, DAN SAMPAH/KEBERSIHAN
Pasal 17
(1) Tarif pungutan kebersihan di pelabuhan, dikenakan kepada Perusahaan
Bongkar/Muat, dan dibayarkan bersama-sama dengan pelayanan
dermaga;
(2) Besaran pungutan kebersihan di pelabuhan ditetapkan sebesar 25% (dua
puluh lima persen) dari tarif pelayanan dermaga sebagaimana tercantum
dalam Peraturan yang mengatur mengenai petunjuk pelaksanaan dan tarif
pelayanan barang.
Pasal 18
Tarif pelayanan air bersih untuk usaha di pelabuhan, dikenakan dalam mata uang
Rupiah (IDR).
Pasal 19
Pelayanan air bersih untuk usaha di pelabuhan dikenakan sesuai tarif yang berlaku
dari perusahaan penyedia air bersih, ditambah biaya pelayanan 20% (dua puluh
persen).
Pasal 20
Tarif pelayanan listrik untuk usaha di pelabuhan, dikenakan dalam mata uang
Rupiah (IDR).
Pasal 21
Pelayanan listrik untuk usaha di pelabuhan dikenakan sesuai tarif yang berlaku
dari perusahaan penyedia listrik, ditambah biaya pelayanan 20% (dua puluh
persen).
Pasal 22
Tarif pungutan kebersihan di pelabuhan, dikenakan terhadap setiap kegiatan
bongkar dan/atau muat pada terminal umum.
Pasal 23
Tarif pungutan kebersihan di pelabuhan, dikenakan dalam mata uang Rupiah
(IDR).
Pasal 24
(1) Pengelolaan kebersihan di areal Terminal Umum dapat dilaksanakan oleh
pihak ketiga melalui mekanisme lelang;
(2) Persyaratan dan ketentuan lelang pengelolaan kebersihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Kepala Kantor Pelabuhan Laut.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku,
a. Pasal 33 sampai dengan Pasal 35 Keputusan Ketua Otorita
Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor 19/KPTS/KA/IV/2004
tentang Tarif Jasa Kepelabuhanan di Lingkungan Pelabuhan Batam–
Rempang-Galang (Barelang);
b. Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam
Nomor 55/KPTS/KA/VII/2007 tentang Tarif Iklan, Promosi Barang & Jasa,
Shooting Film, Pemotretan, Sewa Ruangan, dan Tarif Insidentil Terminal
Domestik Sekupang–Batam;
c. Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam
Nomor 116/KPTS/KA/XII/2007 tentang Perubahan Pertama atas
Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam
Nomor 044/KPTS/KA/IV/2005 tentang Perubahan Dan Tambahan Surat
Keputusan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor
19/KPTS/KA/IV/2004 Tentang Tarif Jasa Kepelabuhanan di Lingkungan
Pelabuhan Batam–Rempang–Galang (Barelang).
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 26
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Batam
pada tanggal 12 Desember 2012
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN
KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
Salinan sesuai dengan aslinya DAN PELABUHAN BEBAS BATAM,
Karo. Sekretariat dan Protokol,
ttd
A.Gani Lasya MUSTOFA WIDJAJA
BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
BATAM CENTRE, PULAU BATAM
KOTAK POS 151; TELEPON (0778) 462047, 462048; FAKSIMILE (0778) 462240, 462456
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
PERATURAN
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
NOMOR 16 TAHUN 2012
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN DAN TARIF PELAYANAN KAPAL
DI LINGKUNGAN PELABUHAN BATAM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka penataan tarif untuk meningkatkan daya
saing pelabuhan Batam dan industri jasa maritim di Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, serta untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kepelabuhanan di
Pelabuhan Batam khususnya pelayanan kapal, maka
dipandang perlu menyesuaikan tarif pelayanan kapal di
lingkungan Pelabuhan Batam;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4775);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4849);
SALINAN
3. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang
Perkapalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4227);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4757) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 16,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5195);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009, tentang Jenis dan
Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku
pada Departemen Perhubungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 95, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4227);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5070);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5093);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang
Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5108) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010
tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5208);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 17, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5196);
10. Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2008 tentang Dewan
Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas;
11. Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2008 tentang Dewan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
12. Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan Nomor
149/Kpb/V.77, Menteri Keuangan Nomor 150/KMK/77 dan
Menteri Perhubungan Nomor KM.119/Phb-77 tentang
Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan di Pulau Batam;
13. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 77 Tahun 2009
tentang Rencana Induk Pelabuhan Batam;
14. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2011
tentang Terminal Khusus dan Terminal untuk Kepentingan
Sendiri;
15. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan Batam
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 47 Tahun 2011 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan
Batam;
16. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 53 Tahun 2001
tentang Pemanduan;
17. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.05/2012
tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam;
18. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 33 Tahun 2011
tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut;
19. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 54 Tahun 2002
tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut;
20. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 33 Tahun 2003
tentang Pemberlakuan Amandemen SOLAS 1974 tentang
Pengamanan Kapal dan Fasilitas Pelabuhan (International
Ship and Port Facility/I SPS Code) di Wilayah Indonesia;
21. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 50 Tahun 2003
tentang Jenis, Struktur dan Golongan Tarif Pelayanan Jasa
Kepelabuhanan untuk Pelabuhan Laut sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 72
Tahun 2005 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM 50 Tahun 2003 tentang Jenis,
Struktur dan Golongan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan
untuk Pelabuhan Laut;
22. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 39 Tahun 2004
tentang Mekanisme Penetapan Tarif dan Formulasi
Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan pada
Pelabuhan yang diselenggarakan oleh Badan Usaha
Pelabuhan;
23. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 45 tahun 2009
tentang Petunjukan Pelaksanaan Jenis dan Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut;
24. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 330 Tahun 2009
tentang Penetapan Pelabuhan Bebas pada Kawasan
Perdagang Bebas di Batam, Bintan dan Karimun;
25. Peraturan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam, sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir
dengan Peraturan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2011
tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Ketua Dewan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
26. Keputusan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam Nomor Kpts/6/DK/IX/2008 tentang
Penetapan Personel Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir dengan
Keputusan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam Nomor Kpts 19/DK-BTM/X/2010
tentang Penetapan Personel Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
27. Peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 10
Tahun 2011 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam;
28. Keputusan Kepala Kantor Pelabuhan Batam Nomor
4/KPTS/PL/6/2010 tentang Penetapan Pembagian Wilayah
Kerja Operasional Kantor Pelabuhan Batam.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN
PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN TARIF PELAYANAN
KAPAL DI LINGKUNGAN PELABUHAN BATAM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan:
1. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam,
untuk selanjutnya disebut Badan Pengusahaan Batam, adalah lembaga/instansi
pemerintah pusat yang dibentuk oleh Dewan Kawasan dengan tugas dan
wewenang melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
2. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik
dan/atau turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan pelayaran, dan kegiatan penunjang pelabuhan serta
sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi;
3. Pelabuhan Batam adalah pelabuhan yang berada di wilayah kerja Badan
Pengusahaan Batam dan diselenggarakan oleh Badan Pengusahaan Batam, yang
terdiri dari Terminal Umum, Terminal Untuk Kepentingan Sendiri, Terminal Khusus,
dan Perairan Pelabuhan Batam;
4. Perairan Pelabuhan Batam adalah wilayah perairan berdasarkan batas yang
ditetapkan peraturan perundang-undangan, yaitu peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan batas wilayah Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam, batas wilayah berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan
Batam dan batas wilayah daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan, dan daerah
Lingkungan Kepentingan Pelabuhan yang ditetapkan Pemerintah;
5. Kepala Kantor Pelabuhan Laut adalah pimpinan pelabuhan di lingkungan Badan
Pengusahaan Batam;
6. Tarif Pelayanan Kepelabuhanan adalah penerimaan yang diperoleh atas pelayanan
kapal, pelayanan barang, pelayanan alat, dan pelayanan penunjang
kepelabuhanan di pelabuhan yang diselenggarakan oleh Badan Pengusahaan
Batam, yang terdiri dari Terminal Umum, Terminal Untuk Kepentingan Sendiri,
Terminal Khusus, dan perairan pelabuhan Batam;
7. Terminal khusus yang selanjutnya disebut Tersus adalah terminal yang terletak di
luar daerah Lingkungan kerja (DLKr) dan daerah Lingkungan kepentingan (DLKp)
pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani
kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya;
8. Terminal untuk kepentingan sendiri yang selanjutnya disebut TUKS adalah terminal
yang terletak dalam daerah lingkungan kerja (DLKr) dan daerah lingkungan
kepentingan (DLKp) pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan untuk
melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya;
9. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakkan
dengan tenaga mekanik, tenaga mesin atau ditunda, termasuk kendaraan air yang
berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan air, serta alat apung dan
bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah;
10. Kapal melakukan kegiatan niaga adalah kapal yang selama berkunjung di
pelabuhan melakukan kegiatan bongkar muat kargo berupa barang, penumpang
dan hewan, termasuk kapal Pemerintah, Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau
Kepolisian Republik Indonesia (POLRI);
11. Kapal tidak melakukan kegiatan niaga adalah kapal yang selama berkunjung di
pelabuhan tidak melakukan kegiatan bongkar muat kargo berupa barang,
penumpang dan hewan, yaitu kapal dalam rangka kegiatan bunker, mengambil
perbekalan serta keperluan lain yang digunakan dalam melanjutkan perjalanannya,
menambah/mengganti anak buah kapal, mendapat pertolongan dokter, pertolongan
dalam kebakaran, tank cleaning serta pembasmian hama (fumigasi);
12. Kapal lay-up adalah kapal yang dilabuhkan di tempat yang ditetapkan sebagai area
lay-up sesuai peraturan perundang-undangan dan tidak dipergunakan dalam
kegiatan pengangkutan kargo/penumpang, dengan perlakuan ketentuan jumlah
awak kapal berdasarkan klasifikasi kegiatan lay-up nya (hot lay-up, semi cold
stacking, cold stacking) dan disampaikan sebagai kapal lay-up pada saat
kedatangan kepada syahbandar;
13. Terminaling, adalah kapal yang bertindak sebagai terminal, dan berlabuh secara
tetap pada titik koordinat yang ditentukan;
14. Kapal Yacht dan sejenisnya adalah kapal yang dilengkapi secara khusus untuk
melakukan rekreasi/olahraga atau melakukan perlombaan-perlombaan di laut, baik
yang digerakkan dengan pesawat pendorong, layar, atau dengan cara-cara lain;
15. Angkutan Laut Luar Negeri adalah kegiatan angkutan laut dari pelabuhan
Indonesia ke pelabuhan luar negeri atau sebaliknya, termasuk melanjutkan
kunjungan antar pelabuhan di wilayah perairan laut Indonesia yang
diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut;
16. Angkutan Laut Dalam Negeri adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan yang
dilakukan di wilayah Perairan Laut Indonesia di luar ketentuan sebagaimana
dimaksud pada angka 14 Pasal ini, yang diselenggarakan oleh perusahaan
angkutan laut;
17. Angkutan Laut Perintis adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di wilayah
Indonesia yang dilakukan dengan trayek tetap dan teratur, untuk menghubungkan
daerah terpencil dan belum berkembang;
18. Pelayaran Rakyat adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di wilayah
Indonesia dengan menggunakan kapal layar atau kapal layar motor yang
berukuran sampai dengan 400 (empat ratus) GT dan kapal motor yang berukuran
sampai dengan 35 (tiga puluh lima) GT;
19. Kapal yang melakukan kegiatan tetap adalah kapal yang melakukan kegiatan
secara tetap dan tinggal tetap di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah
lingkungan kepentingan pelabuhan;
20. Pemanduan adalah kegiatan pandu dalam membantu Nakhoda agar olah gerak
kapal dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib dan lancar;
21. Penundaan adalah pekerjaan mendorong, mengawal, menjaga, menarik atau
mengandeng kapal yang berolah gerak, untuk bertambat ke atau untuk melepas
dari tambatan dermaga, breasting dolphin, pelampung dan kapal lainnya dengan
menggunakan kapal tunda;
22. Pengepilan adalah pekerjaan mengikat, melepas, menarik tali temali kapal yang
berolah gerak untuk bertambat ke atau untuk melepas dari dermaga, breasting
dolphin, pelampung dan kapal lainnya dengan menggunakan atau tidak
menggunakan motor kepil;
23. Gross Tonage, selanjutnya disebut GT, adalah perhitungan volume semua ruang
yang terletak dibawah geladak kapal ditambah dengan volume ruangan tertutup
yang terletak diatas geladak ditambah dengan isi ruangan beserta semua ruangan
tertutup yang terletak diatas geladak paling atas (superstructure), tonase kotor
dinyatakan dalam ton yaitu suatu unit volume sebesar 100 (seratus) kaki kubik
yang setara dengan 2,83 (dua koma delapan tiga) kubik meter;
24. Etmal adalah satuan untuk menghitung lamanya kapal berada di pelabuhan;
25. Perbulan kalender adalah perhitungan bulan dihitung sejak tanggal 1 sampai
dengan tanggal berakhirnya bulan tersebut yaitu tanggal 30 atau 31, kecuali bulan
Februari sampai dengan tanggal 28 atau 29.
Pasal 2
(1) Pelayanan kapal yang berkunjung ke pelabuhan Batam harus memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan, diantaranya:
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan;
c. SOLAS 1974 (Safety Of Life At Sea);
d. Marpol 1983 (Marine Polution);
e. Konvensi internasional lainnya yang telah diratifikasi, serta ketentuan-
ketentuan yang berlaku dari Kementerian Perhubungan dan Badan
Pengusahaan Batam;
(2)
Perusahaan pelayaran/kapten kapal harus menyampaikan Pernyataan Umum
Kedatangan Kapal (General Declaration) selambat-lambatnya 24 (dua puluh
empat) jam sejak kedatangan kapal, dalam format yang disediakan ke Pusat
Pelayanan Administrasi Terpadu (PPAT), dengan alamat sebagai berikut:
Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Kantor Pelabuhan Batam
Jalan Yos Sudarso Nomor 3
Batu Ampar-Batam
Pasal 3
(1) Kapal Angkutan Laut Dalam Negeri dikenakan tarif pelayanan kapal dalam mata
uang Rupiah (IDR);
(2)
Kapal Angkutan Laut Luar Negeri yang menyinggahi satu atau beberapa pelabuhan
di Indonesia termasuk kapal perang negara lain, dikenakan tarif pelayanan kapal
dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (US$);
(3)
Kapal-kapal berbendera asing yang memiliki izin melakukan kegiatan angkutan laut
dalam negeri ditetapkan tarif pelayanan kepelabuhanan dalam Dollar Amerika
(US$);
(4)
Kapal-kapal angkutan laut berbendera Indonesia:
a. yang tidak melakukan kegiatan angkutan dari dan/atau ke luar negeri,
ditetapkan tarif pelayanan kepelabuhanan dalam Rupiah (IDR);
b. yang melakukan kegiatan angkutan dari dan/atau ke luar negeri, ditetapkan
tarif pelayanan kepelabuhanan dalam Dollar Amerika (US$).
Pasal 4
Kantor Pelabuhan Laut akan menerbitkan nota pelayanan kepelabuhanan dengan
syarat-syarat sebagai berikut:
a. Kapal yang berada di Pelabuhan Batam lebih dari 1 (satu) bulan sampai dengan 3
(tiga) bulan, nota pelayanan kepelabuhanannya akan diterbitkan setiap bulan;
b. Kapal yang berada di Pelabuhan Batam lebih dari 3 (tiga) bulan, nota pelayanan
kepelabuhanannya akan diterbitkan setiap 3 (tiga) bulan;
Pasal 5
(1) Pembayaran nota pelayanan kepelabuhanan harus dilakukan selambat-lambatnya
7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal nota terbit pada bank mitra yang ditunjuk;
(2) Apabila pengguna layanan lalai melakukan pelunasan nota pelayanan
kepelabuhanan, maka pelayanan kepelabuhanan dan pelayaran lainnya akan
ditangguhkan termasuk penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB);
(3) Pengajuan keberatan atas nota pelayanan kepelabuhanan dapat diterima paling
lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak penerbitan nota, dengan menyampaikan
surat keberatan yang menjelaskan keberatannya, dan melampirkan copy nota dan
data pendukung lainnya;
(4) Nilai tagihan pelayanan kepelabuhanan dalam mata uang rupiah per nota tagihan
minimal sebesar Rp.50.000,- (lima puluh ribu rupiah);
(5) Nilai tagihan pelayanan kepelabuhanan dalam mata uang dollar Amerika Serikat
per nota tagihan minimal sebesar US$ 5,00 (lima Dollar Amerika Serikat).
Pasal 6
(1) Pelayanan kapal meliputi:
a. Pelayanan Labuh;
b. Pelayanan Pandu;
c. Pelayanan Tunda;
d. Pelayanan Tambat;
e. Pelayanan Angkutan Laut Perintis;
f. Pelayanan Kapal Yacht;
(2) Pelayanan Air Bersih.
BAB II
PELAYANAN LABUH
Bagian Kesatu
Tarif Pelayanan Labuh
Pasal 7
(1) Tarif pelayanan labuh dikenakan terhadap setiap kapal yang berkunjung dan
menggunakan perairan pelabuhan di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah
lingkungan kepentingan pelabuhan;
(2) Kapal yang berkunjung ke pelabuhan dikenakan tarif pelayanan labuh per
kunjungan yang didasarkan pada GT kapal dengan berpedoman pada surat ukur
kapal atau surat ukur kapal sementara;
(3) Kapal yang berkunjung dan berada di pelabuhan untuk melakukan kegiatan lebih
dari 10 (sepuluh) hari, dikenakan tambahan tarif pelayanan labuh untuk setiap
masa 10 (sepuluh) hari berikutnya sebesar tarif perkunjungannya.
Pasal 8
Kapal yang berkunjung dalam rangka kegiatan niaga, dikenakan tarif labuh dengan
sistem perhitungan dari tarif dasar, sebagai berikut:
a. Kapal melakukan bongkar/muat kargo di terminal umum 100%
b. Kapal melakukan kegiatan Ship to Ship Transfer:
1. 1-10 hari 50%
2. Lebih dari 10 hari 100%
c. Kapal yang bertindak sebagai terminaling 25%
Pasal 9
Kapal penumpang yang berkunjung dalam rangka kegiatan angkutan penumpang,
dikenakan tarif labuh dengan sistem perhitungan dari tarif dasar, sebagai berikut:
a. Kurang dari 15 kunjungan per bulan, dihitung sesuai jumlah kunjungan 100%
b. Lebih dari 15 kunjungan per bulan, dihitung paling banyak 15
kunjungan setiap bulannya
100%
Pasal 10
Kapal yang berada di Tersus/TUKS dalam rangka kegiatan bongkar/muat,
repair/docking, atau standby, dikenakan tarif labuh dengan sistem perhitungan dari tarif
dasar, sebagai berikut:
a. 1-30 hari 100%
b.
31-180 hari 25%
c.
181-365 hari 50%
d.
Lebih dari 365 hari 100%
Pasal 11
Kapal yang berkunjung dalam rangka kegiatan bukan niaga, dikenakan tarif labuh
dengan sistem perhitungan dari tarif dasar, sebagai berikut:
a. Kapal yang berkunjung untuk kegiatan bunker, mengambil perbekalan serta
keperluan lain yang digunakan dalam melanjutkan perjalanannya,
menambah/mengganti anak buah kapal, mendapat pertolongan dokter, pertolongan
dalam kebakaran, tank cleaning, pembasmian hama serta kapal yang menunggu
muatan/waiting order:
1. 1-30 hari 25%
2. Lebih dari 30 hari 100%
b. Kapal yang berkunjung dalam rangka lay-up:
1. Di area yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan: 12,5%
2. Tidak di area yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan:
a. Sampai dengan 30 hari 25%
b. Lebih dari 30 hari 100%
c. Kapal jenis Rig/anjungan lepas pantai 150%
Pasal 12
Kapal pelayaran rakyat yang berkunjung ke pelabuhan dikenakan tarif pelayanan labuh
kapal niaga angkutan laut dalam negeri dengan sistem perhitungan dari tarif dasar,
sebagai berikut:
a. Kapal layar atau kapal layar motor yang berukuran sampai dengan 400
(empat ratus) GT dan kapal motor yang berukuran sampai dengan 35
(tiga puluh lima) GT
75%
b. Kapal pelayaran rakyat dengan ukuran diluar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 18
100%
Pasal 13
Kapal tangkapan, dikenakan tarif labuh dengan perhitungan sebagai berikut:
a. 1-90 hari 50%
b. Lebih dari 90 hari 100%
Pasal 14
(1) Kapal bangunan baru yang belum memiliki surat ukur kapal dikenakan tarif labuh
bukan niaga dalam mata uang IDR terhitung sejak kapal diluncurkan;
(2) Setelah surat ukur kapal diterbitkan oleh Syahbandar, maka kapal dikenakan tarif
labuh sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
Pasal 15
(1) Pemilik alat-alat apung berupa floating dock untuk kegiatan docking kapal/repair
harus mengajukan izin penetapan perairan kepada Syahbandar dan mempunyai
perjanjian kerjasama dengan Kantor Pelabuhan Laut;
(2) Alat-alat apung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan tarif labuh bukan
niaga dalam mata uang IDR yang diperhitungkan sebagaimana tercantum dalam
Pasal 4.
Bagian Kedua
Pembebasan Tarif Pelayanan Labuh
Pasal 16
Pembebasan tarif pelayanan labuh untuk kapal angkutan laut dalam negeri, diberikan
kepada:
a. kapal perang Republik Indonesia, kapal syahbandar, kapal navigasi, kapal patroli
kesatuan penjagaan laut dan pantai (KPLP), kapal Bea dan Cukai, kapal
penelitian, kapal Palang Merah, kapal pemerintah daerah, kapal Kepolisian Negara
Republik Indonesia (POLRI), kapal yang tidak bertindak sebagai kapal niaga serta
kapal yang melaksanakan tugas Search and Rescue (SAR);
b. kapal yang berlayar melintasi perairan pelabuhan;
c. kapal yang sesuai ketentuan instansi yang berwenang tidak wajib register;
d. kapal sedang diatas dock.
Pasal 17
Pembebasan tarif pelayanan labuh untuk kapal angkutan laut luar negeri, diberikan
kepada:
a. kapal yang berlayar melintasi perairan pelabuhan;
b. kapal sedang diatas dock.
Pasal 18
Tarif dasar pelayanan labuh untuk kapal angkutan laut dalam negeri sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 1 Peraturan ini.
Pasal 19
Tarif dasar pelayanan labuh untuk kapal angkutan laut luar negeri sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 2 Peraturan ini.
BAB III
PELAYANAN PANDU
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 20
Kapal yang berukuran 500 (lima ratus) GT atau lebih, wajib menggunakan layanan
pemanduan pada waktu berlayar di perairan wajib pandu.
Pasal 21
(1) Setiap kapal wajib pandu yang akan masuk atau meninggalkan perairan wajib
pandu Pelabuhan Batam, yaitu Batu Ampar, Sekupang, Kabil, dan Tanjung
Uncang, wajib mengajukan permintaan pandu secara tertulis kepada Pejabat
Urusan Kepanduan Kantor Pelabuhan Laut, dengan tembusan disampaikan
kepada Pengawas Pemanduan atau Syahbandar selambat-lambatnya 2 (dua) jam
sebelum kegiatan;
(2) Keterlambatan permintaan pandu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
jangka waktu lebih dari 2 (dua) jam dikenakan sanksi berupa denda dengan
perhitungan 20% (dua puluh persen) dari tarif dasar.
Pasal 22
(1) Kapal wajib pandu yang akan mengajukan pembatalan atau perubahan waktu
pemanduan memberitahukan kepada Kantor Pelabuhan Laut selambat-lambatnya
2 (dua) jam sebelum gerakan;
(2) Keterlambatan pembatalan atau perubahan waktu pemanduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu lebih dari 2 (dua) jam dikenakan sanksi
berupa denda dengan perhitungan 10% (sepuluh persen) dari tarif dasar.
Pasal 23
Pemberian dispensasi tanpa petugas pandu terhadap kapal yang dikenakan wajib pandu
dan berlayar di perairan wajib pandu dapat diberikan oleh Kantor Pelabuhan Laut atau
Syahbandar, dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh
nakhoda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 24
Apabila terjadi kecelakaan dalam proses pemanduan kapal yang mengakibatkan
rusaknya fasilitas dermaga atau rusaknya kapal lain di perairan bandar, maka nakhoda
atau petugas pandu harus membuat laporan dan berita acara kerusakan untuk proses
ganti rugi akibat kecelakaan tersebut.
Pasal 25
(1) Kapal wajib pandu harus melakukan gerakan tepat sejak petugas pandu naik di atas
kapal;
(2) Keterlambatan gerakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu
lebih dari 30 (tiga puluh) menit sampai dengan 1 (satu) jam dikenakan sanksi
berupa denda dengan perhitungan 10% (sepuluh persen) dari tarif dasar;
(3) Keterlambatan gerakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk jangka waktu
lebih dari 1 (satu) jam dikenakan sanksi berupa denda dengan perhitungan 100%
(seratus persen) dari tarif dasar.
Pasal 26
Pelayanan pemanduan untuk kapal konvoi 1 (satu) gerakan pemanduan yang dilakukan
oleh petugas pandu yang berada di atas kapal terdepan atau petugas pandu tetap
berada di atas kapal pandu/tunda, dikenakan tarif pelayanan pemanduan sebesar 100%
(seratus persen) dari tarif dasar terhadap masing-masing kapal konvoi.
Pasal 27
Kapal wajib pandu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 yang masuk ke atau keluar
dari dan/atau melakukan gerakan tersendiri di daerah perairan wajib pandu tanpa izin
dari pejabat yang berwenang, dikenakan tambahan tarif pelayanan pemanduan sebesar
200% (dua ratus persen) dari tarif dasar.
Pasal 28
Kapal yang menggunakan pelayanan pemanduan diluar batas perairan wajib pandu dan
perairan pandu luar biasa, dikenakan tarif pelayanan pemanduan pada perairan wajib
pandu pelabuhan terdekat dengan ketentuan biaya transportasi dan akomodasi
pemanduan menjadi beban pemakai layanan yang besarnya ditetapkan oleh Kepala
Kantor Pelabuhan Laut.
Pasal 29
Kapal kargo tertentu seperti kapal yang mengangkut liquified natural gas (LNG), liquid
petroleum gas (LPG) atau bertekanan tinggi (condensate) yang masuk ke atau keluar
dari dan/atau melakukan gerakan tersendiri di daerah perairan wajib pandu, dikenakan
tambahan tarif pelayanan pemanduan sebesar 100% (seratus persen) dari tarif dasar.
Pasal 30
Pengenaan tarif pelayanan pemanduan bagi kapal tunda yang menggandeng
tongkang/alat apung lainnya diatur sebagai berikut:
a. Tongkang/alat apung lainnya yang ditunda/dikawal/didorong/digandeng oleh kapal
tunda milik Kantor Pelabuhan Laut, dikenakan tarif pelayanan pemanduan sebesar
GT tongkang/alat apung yang bersangkutan, sedangkan penggunaan kapal tunda
tersebut dikenakan tarif pelayanan tunda yang berlaku sesuai dengan Peraturan
ini;
b. Tongkang/alat apung lainnya yang ditunda/dikawal/didorong/digandeng oleh kapal
tunda bukan milik Kantor Pelabuhan Laut, dikenakan tarif pelayanan pemanduan
sebesar GT kapal tunda ditambah GT tongkang/alat apung yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Tarif Pelayanan Pandu
Pasal 31
Tarif dasar pelayanan pemanduan adalah jumlah total tarif tetap per kapal per gerakan
ditambah dengan tarif variabel per GT per kapal per gerakan.
Pasal 32
Tarif dasar pelayanan pemanduan untuk kapal angkutan laut dalam negeri sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 3 Peraturan ini.
Pasal 33
Tarif dasar pelayanan pemanduan untuk kapal angkutan laut luar negeri sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 4 Peraturan ini.
Pasal 34
Besaran tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan Pasal 33, ditetapkan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Tarif pelayanan pemanduan pada waktu melayani masuk/keluar kapal di perairan
wajib pandu, dikenakan 100% (seratus persen) dari tarif dasar;
b. Tarif pelayanan pemanduan pada waktu melayani gerakan tersendiri di perairan
wajib pandu, dikenakan 75% (tujuh puluh lima persen) dari tarif dasar;
c. Tarif pelayanan pemanduan pada waktu melayani pemanduan kapal di luar batas
perairan wajib pandu dan di perairan pandu luar biasa, dikenakan 200% (dua ratus
persen) dari tarif dasar, ditambah biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28;
d. Apabila perhitungan biaya pemanduan kapal angkutan laut dalam negeri kurang
dari Rp.750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) per gerakan, maka biaya
pemanduan dikenakan biaya minimal, sebesar Rp.750.000,- (tujuh ratus lima puluh
ribu rupiah) per gerakan;
e. Apabila perhitungan biaya pemanduan kapal angkutan laut luar negeri kurang dari
US$ 175.00 (seratus tujuh puluh lima dollar Amerika Serikat) per gerakan, maka
biaya pemanduan dikenakan biaya minimal, sebesar US$ 175.00 (seratus tujuh
puluh lima dollar Amerika Serikat) per gerakan.
Pasal 35
Pelayanan pemanduan gerakan tersendiri didalam perairan wajib pandu untuk keperluan
shifting kapal pada pelabuhan tertentu yang jarak pelayanan pemanduannya melebihi
jarak pemanduan pada pelabuhan setempat dikenakan 75% (tujuh puluh lima persen)
dari tarif dasar.
Bagian Ketiga
Pembebasan Tarif Pelayanan Pandu
Pasal 36
Kapal angkutan laut dalam negeri yang dibebaskan dari tarif pelayanan pemanduan
yaitu:
a. kapal rumah sakit dalam keadaan perang;
b. kapal perang Republik Indonesia atau kapal negara Republik Indonesia untuk
tugas pemerintahan;
c. kapal yang mengujungi pelabuhan hanya dengan maksud meminta pertolongan
kemanusiaan dalam hal pengobatan atau penyelamatan terhadap bencana laut;
d. kapal yang berpindah dari tambatan atas perintah Superintendent dan atau atas
perintah Kepala Kantor Pelabuhan Laut untuk kepentingan operasional pelabuhan;
e. kapal yang menyeberang secara tetap dan teratur menyinggahi pelabuhan yang
sama lebih dari 1 (satu) kali dalam 24 (dua puluh empat) jam di perairan wajib
pandu tertentu.
Pasal 37
Kapal angkutan laut luar negeri yang dibebaskan dari tarif pelayanan pemanduan yaitu:
a. kapal rumah sakit dalam keadaan perang;
b. kapal yang mengunjungi pelabuhan hanya dengan maksud meminta pertolongan
kemanusiaan dalam hal pengobatan atau penyelamatan terhadap bencana laut;
c. kapal yang berpindah dari tambatan atas perintah otoritas pelabuhan untuk
kepentingan operasional pelabuhan.
Pasal 38
(1) Kapal-kapal yang mengalami kelambatan gerakan atas rekomendasi pandu karena
pasang surut, gangguan cuaca, atau kejadian luar biasa lainnya, dibebaskan dari
pembayaran tambahan tarif pelayanan pemanduan;
(2) Pembebasan pembayaran tambahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh Kepala Kantor Pelabuhan Laut.
BAB IV
PELAYANAN TUNDA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 39
(1) Zona operasi kapal tunda sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Loodsdienst Ordonantic Tahun 1927
dimana penggunaan kapal tunda atau waktu gerakan dihitung mulai dari atau
sampai batas pemanduan;
(2) Jam kerja efektif adalah waktu yang dihitung sejak kapal tunda mulai mendekati
kapal yang akan ditunda (walaupun belum menerima tali dari kapal tersebut),
sampai kapal tunda selesai melaksanakan penundaan (melepas tali kapal yang
ditunda/hingga saat kapal selesai sandar/in-position);
(3) Waktu rata-rata dari dan ke pangkalan adalah waktu rata-rata yang diperlukan
kapal mulai berangkat dari dan ke pangkalan.
Pasal 40
(1) Ketentuan penghitungan waktu rata-rata kapal tunda berangkat dan kembali ke
pangkalan di Pelabuhan Batam:
a. penetapan pangkalan kapal tunda:
1. Pelabuhan Batu Ampar;
2. Pelabuhan Kabil;
b. jam pemakaian kapal tunda dihitung selama menunda kapal ditambah waktu
rata-rata di kolam pelabuhan;
(2) Jam pemakaian kapal tunda dari pangkalan lain selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dihitung waktu rata-rata yang diperlukan kapal tunda sejak
berangkat dari pangkalan ke lokasi kerja/kapal;
(3) Perhitungan jarak aktual yaitu olah gerak ditambah jam pemakaian kapal tunda
selama menunda kapal, terhitung sejak mulai sampai dengan selesai.
Pasal 41
(1) Kantor Pelabuhan Batam menerbitkan tagihan langsung kepada agen/perusahaan
pelayaran atas pelayanan penundaan yang diberikan;
(2) Pembayaran tagihan atas pelayanan penundaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disetorkan ke rekening Badan Pengusahaan Batam.
Pasal 42
Pedoman keselamatan pelayaran dalam pelayanan penundaan bagi kapal dengan
panjang 70 (tujuh puluh) meter atau lebih yang berolah gerak di perairan wajib pandu,
diatur sebagai berikut:
a. kapal dengan panjang 70 (tujuh puluh) meter sampai dengan 100 (seratus) meter
dapat ditunda dengan 1 (satu) kapal tunda yang mempunyai daya minimal 800
(delapan ratus) PK;
b. kapal dengan panjang lebih dari 100 (seratus) meter sampai dengan 150 (seratus
lima puluh) meter, dapat ditunda 2 (dua) kapal tunda dengan jumlah daya 1.600
(seribu enam ratus) PK;
c. kapal dengan panjang lebih dari 150 (seratus lima puluh) sampai dengan 200 (dua
ratus) meter, dapat ditunda 2 (dua) kapal tunda dengan jumlah daya 3.400 (tiga
ribu empat ratus) PK;
d. kapal dengan panjang lebih dari 200 (dua ratus) meter sampai dengan 300 (tiga
ratus) meter, dapat ditunda 3 (tiga) kapal tunda dengan jumlah daya 5.000 (lima
ribu) PK;
e. kapal dengan panjang lebih dari 300 (tiga ratus) meter, dapat ditunda 3 (tiga) kapal
tunda dengan jumlah daya minimal 10.000 (sepuluh ribu) PK.
Bagian Kedua
Tarif Pelayanan Tunda
Pasal 43
Pengenaan tarif pelayanan penundaan kapal diperairan wajib pandu, ditetapkan sebagai
berikut:
a. Pemakaian kapal tunda dikenakan tarif pelayanan penundaan sebesar tarif dasar;
b. Pembatalan permintaan kapal tunda yang telah dikirim ke lokasi kapal, dikenakan
tarif pelayanan penundaan sesuai tarif dasar minimal untuk pemakaian 1 (satu)
jam.
Pasal 44
(1) Jam pemakaian kapal tunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dihitung sejak
kapal tunda tiba di lokasi kapal yang ditunda sampai dengan selesai menunda
ditambah jumlah jam keberangkatan dari dan kembali ke pangkalan;
(2) Jumlah jam keberangkatan dari pangkalan dan jam kembali ke pangkalan bagi
kapal tunda secara rata-rata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan
ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 5 Peraturan ini.
Pasal 45
Kapal tunda milik swasta dapat menunda kapal sebagai sarana bantu penundaan
apabila diperlukan dan wajib membayar sebesar 20% (dua puluh persen) dari tarif yang
berlaku dalam Peraturan ini.
Pasal 46
Penundaan kapal yang dilayani secara bersama-sama oleh kapal tunda milik Pelabuhan
Batam dan kapal tunda milik swasta, maka pendapatan pelayanan penundaannya
ditetapkan sebagai berikut:
a. dibagi berdasarkan perbandingan jumlah daya kuda (PK) dari masing-masing kapal
tunda yang digunakan; dan
b. operator kapal swasta wajib membayar pada Kantor Pelabuhan Laut dengan
besaran sesuai bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45.
Pasal 47
(1) Jam pemakaian kapal tunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 untuk
penggunaan kapal tunda kurang dari 1 (satu) jam dibulatkan dan dihitung menjadi 1
(satu) jam;
(2) Pembulatan untuk selebihnya:
a. kurang dari ½ (setengah) jam dihitung menjadi ½ (setengah) jam;
b. lebih dari ½ (setengah) jam dihitung menjadi 1 (satu) jam.
Pasal 48
Tarif dasar pelayanan penundaan adalah penjumlahan tarif tetap per kapal yang ditunda
per jam dengan tarif variabel per GT per kapal yang ditunda perjam.
Pasal 49
Tarif dasar pelayanan penundaan untuk kapal angkutan laut dalam negeri sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VI Peraturan ini.
Pasal 50
Tarif dasar pelayanan penundaan untuk kapal angkutan laut luar negeri sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VII Peraturan ini.
Pasal 51
Apabila perhitungan biaya penundaan kurang dari Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) per
gerakan, maka biaya penundaan dikenakan biaya minimal, sebesar Rp1.000.000,- (satu
juta rupiah) per gerakan.
Pasal 52
(1) Atas dasar pertimbangan keselamatan pelayaran di perairan bandar/kolam
pelabuhan terminal umum, setiap tongkang yang akan sandar diwajibkan
menggunakan tambahan 1 (satu) unit kapal tunda dan dikenakan tarif sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 atau Pasal 51;
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi tongkang yang
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1).
Pasal 53
Kapal dengan ukuran panjang kurang dari 70 (tujuh puluh) meter yang memerlukan
pelayanan penundaan dikenakan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 atau
Pasal 51.
BAB V
PELAYANAN TAMBAT
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 54
(1) Perusahaan pelayaran harus mengajukan permohonan pelayanan tambat paling
lambat 24 (dua puluh empat) jam sebelum pelaksanaan kegiatan bongkar/muat
dengan melampirkan:
a. Ships Particular (Surat Ukur Kapal)
b. Bill Of Loading (B/L) dan/atau Manifest;
c. Data Kegiatan bongkar/muat;
d. Stowage Plane;
(2) Perusahaan/agen pelayaran harus mengajukan pembatalan atau perubahan
permohonan pelayanan tambat pada terminal umum secara tertulis selambat-
lambatnya 6 (enam) jam sebelum waktu pelayanan yang telah ditetapkan;
(3) Kapal yang bertambat tanpa mengajukan permohonan tertulis, tanpa persetujuan
serta mengalami keterlambatan waktu pelaksanaan gerakan perubahan
posisi/geser, dikenakan sanksi administrasi sesuai ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71.
Pasal 55
Pelayanan tambat pada terminal umum diberikan kepada kapal yang pertama kali tiba di
perairan pelabuhan (First Come First Service) yang disesuaikan dengan penataan lay
out pelabuhan yang telah ditetapkan (bila tidak ada ruang dermaga, akan disandarkan
pada dermaga yang sedang tidak ada kegiatan).
Bagian Kedua
Waktu Pelayanan Tambat
Pasal 56
Pemberian waktu pelayanan tambat bagi kapal yang akan melaksanakan kegiatan
bongkar/muat pada terminal umum:
a. Disesuaikan dengan jumlah barang yang akan dibongkar/dimuat;
b. Diberikan tambahan waktu persiapan 4 (empat) jam untuk persiapan
bongkar/muat dan persiapan dokumen administrasi kapal.
Pasal 57
,
(1) Kapal diberikan waktu 4 (empat) jam untuk penerimaan muatan setelah selesai
bongkar/muat;
(2) Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kapal tidak dapat
melaksanakan pemuatan, maka kapal harus keluar untuk berlabuh/lego jangkar.
Pasal 58
(1) Perusahaan/agen pelayaran harus mengajukan perpanjangan waktu tambat
apabila belum tibanya barang yang akan dimuat akibat kelalaian pemilik
barang/cargodoring/stevedoring.
(2) Kantor Pelabuhan Laut akan memberikan perpanjangan waktu tambat dengan
pengenaan tambahan tarif sesuai waktu perpanjangan;
(3) Apabila perusahaan/agen pelayaran tidak mengajukan perpanjangan waktu tambat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dikenakan sanksi berupa denda
dengan perhitungan 200% (dua ratus persen) dari tarif dasar.
Pasal 59
(1) Perusahaan/agen pelayaran harus mengajukan pemberitahuan perubahan bagi
kapal yang terlambat atau lebih cepat bertambat dari waktu yang telah ditetapkan;
(2) Pemberitahuan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
selambat-lambatnya 2 (dua) jam setelah pelaksanaan tambat.
Pasal 60
(1) Perusahaan/agen pelayaran harus mengajukan perubahan penggunaan tambatan
pada terminal umum yang melebihi dari waktu yang telah ditetapkan;
(2) Pengajuan perubahan penggunaan tambatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan secara tertulis selambat-lambatnya 6 (enam) jam sebelum batas
waktu tambat berakhir.
Bagian Ketiga
Tarif Pelayanan Tambat
Pasal 61
(1) Tarif pelayanan tambat dikenakan terhadap setiap kapal yang bertambat pada
tambatan dermaga (beton, besi dan kayu), breasting dolphin/pelampung serta
kapal yang merapat pada kapal lain yang sedang sandar/tambat;
(2) Pengenaan tarif pelayanan tambat sebagaimana dimaksud ayat (1), didasarkan
pada GT kapal berpedoman pada surat ukur kapal dengan masa tambat
menggunakan satuan etmal.
Pasal 62
(1) Kapal yang bertambat di terminal umum diberi batas waktu yang ditetapkan oleh
Kepala Kantor Pelabuhan Laut berdasarkan kesepakatan dengan asosiasi
pengguna layanan terkait, berpedoman pada pola perhitungan jumlah muatan per
kapal dibagi loading/discharging rate.
(2) Kelebihan waktu tambat dari batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dikenakan tambahan tarif pelayanan tambat sebesar 100% (seratus persen) dari
tarif dasar.
Pasal 63
(1) Pelampung tambat/buoy milik swasta dapat digunakan sebagai fasilitas tambat
bouy pada perairan terminal umum apabila diperlukan;
(2) Penggunaan pelampung tambat/buoy sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan izin tertulis yang diberikan oleh Kepala Kantor Pelabuhan
Laut;
(3) Pemilik pelampung tambat/buoy sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
membayar sharing sebesar 20% (dua puluh persen) dari tarif yang berlaku
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan Pasal 67.
Pasal 64
(1) Kapal yang bertambat pada lebih dari satu jenis tambatan, yaitu tambatan dermaga
(beton, besi dan kayu) atau bertambat pada lambung kapal lain yang sedang
bertambat, perhitungan masa tambatnya didasarkan pada penjumlahan waktu dari
penggunaan beberapa tambatan (tidak termasuk waktu bertambat pada breasting
dolphin, pelampung dan pinggiran) dan dikenakan tarif tambatan tertinggi;
(2) Kapal yang bertambat pada lambung kapal lain yang sedang bertambat di terminal
umum, dikenakan tarif pelayanan tambat sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif
dasar sesuai tambatan yang dipergunakan;
(3) Kapal yang bertambat di terminal umum pada tambatan dermaga (beton, besi dan
kayu) yang dilengkapi breasting dolphin atau pelampung, dikenakan tarif pelayanan
tambat dermaga (beton, besi dan kayu).
Pasal 65
Tarif pelayanan tambat dihitung sekurang-kurangnya untuk ¼ (seperempat) etmal atau 6
(enam) jam dengan pembulatan sebagai berikut:
a. pemakaian tambat sampai dengan 6 (enam) jam dihitung ¼ (seperempat) etmal;
b. pemakaian tambat lebih dari 6 (enam) jam sampai dengan 12 (dua belas) jam
dihitung ½ (setengah) etmal;
c. pemakaian tambat lebih dari 12 (dua belas) jam sampai dengan 18 (delapan belas)
jam dihitung ¾ (tiga perempat) etmal;
d. pemakaian tambat lebih dari 18 (delapan belas) jam sampai dengan 24 (dua puluh
empat) jam dihitung 1 (satu) etmal.
Pasal 66
Tarif dasar pelayanan tambat untuk kapal angkutan laut dalam negeri adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 8 Peraturan ini.
Pasal 67
Tarif dasar pelayanan tambat untuk kapal angkutan laut luar negeri adalah sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 9 Peraturan ini.
Pasal 68
Terhadap kapal yang berkunjung ke terminal umum dalam rangka kegiatan niaga,
dikenakan tarif tambat dengan sistem perhitungan dari tarif dasar, sebagai berikut:
a. Kapal melakukan bongkar/muat kargo 100%
b. Kapal melakukan pengisian air 100%
Pasal 69
Terhadap kapal penumpang yang berkunjung dalam rangka kegiatan angkutan
penumpang, dikenakan tarif tambat di setiap terminal penumpang yang dikunjungi
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kurang dari 20 (dua puluh) kunjungan setiap bulan, dihitung sesuai
jumlah kunjungannya;
100%
b. Lebih dari 20 (dua puluh) kunjungan setiap bulan, dihitung hanya 20
(dua puluh) kunjungan saja setiap bulannya.
100%
Pasal 70
(1) Terhadap kapal yang berada di Tersus/TUKS dalam rangka kegiatan
bongkar/muat, repair/docking, standby, dikenakan tarif tambat dengan sistem
perhitungan dari tarif dasar, sebagai berikut:
a. 1–10 etmal 50%
b. 11–90 etmal 25%
c. 91–180 etmal 12.5%
d. Lebih dari 180 etmal 25%
(2) Kapal bangunan baru yang belum memiliki surat ukur kapal dikenakan tarif
pelayanan tambat 50% (lima puluh persen) dari tarif dasar dalam mata uang IDR
terhitung sejak kapal diluncurkan;
(3) Setelah surat ukur kapal diterbitkan oleh Syahbandar, maka kapal dikenakan tarif
pelayanan tambat sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
(4) Pembebasan tarif pelayanan tambat diberikan kepada kapal yang sedang diatas
dock.
Bagian Keempat
Sanksi Administrasi dan Tarif Tambahan
Pasal 71
Kapal yang berangkat tanpa menyelesaikan administrasi nota tagihan pelayanan
kepelabuhanan akan dikenakan sanksi berupa denda 100% (seratus persen) dari
seluruh etmal ditambah sanksi administrasi sebesar Rp500.000,- (lima ratus ribu rupiah)
untuk kapal pelayaran dalam negeri dan US$200 (dua ratus Dollar Amerika Serikat)
untuk kapal pelayaran luar negeri.
Pasal 72
Kapal Ro-Ro/tongkang/ferry yang bertambat pada tambatan umum, apabila
menggunakan rampdoor dikenakan tarif tambahan sebesar 25% (dua puluh lima persen)
dari tarif pelayanan tambat.
Pasal 73
(1) Kapal-kapal yang bertambat pada terminal umum harus sesuai dengan posisi yang
telah ditetapkan dengan toleransi penggunaan batas jarak maksimum 10 (sepuluh)
meter.
(2) Perubahan posisi pemakaian tambatan pada terminal umum harus diajukan oleh
perusahaan/agen pelayaran secara tertulis selambat-lambatnya 4 (empat) jam
setelah kapal tambat, atau 4 (empat) jam sebelum pelaksanaan perubahan
tambatan;
(3) Perubahan posisi/geser dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) jam dari shifting
order yang ditetapkan;
(4) Keterlambatan pengajuan pembatalan atau perubahan waktu/posisi tambat dan
pembatalan atau perubahan waktu tambat tanpa pemberitahuan tertulis,
perusahaan/agen pelayaran dikenakan sanksi sebesar ½ (setengah) etmal dari tarif
dasar;
(5) Keterlambatan pengajuan perpanjangan waktu tambat dan perubahan posisi
tambat, perusahaan/agen pelayaran dikenakan tambahan tarif pelayanan 100%
(seratus persen) dari tarif yang berlaku atas kelebihan waktu dan atau perubahan
posisi.
Pasal 74
(1) Perubahan rencana penggunaan tambatan kurang dari 6 (enam) jam dari rencana
tambat yang telah disetujui, perhitungan waktu tambat dikenakan terhitung sejak
waktu tambat yang disetujui;
(2) Perubahan rencana tambat lebih dari 6 (enam) jam dianggap sebagai pembatalan
penetapan tambahan semula, dengan tetap dikenakan perhitungan jam tambat ½
(setengah) etmal.
Pasal 75
(1) Kapal/tongkang angkutan barang regular ditetapkan dengan persyaratan sebagai
berikut:
a. melayani rute Batam–Singapura PP dalam rangka kegiatan niaga;
b. melakukan lebih dari 10 (sepuluh) kunjungan per bulan kalender ke terminal
umum;
c. diageni perusahaan pelayaran yang sama dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
berturut-turut;
(2) Kapal/tongkang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan ketentuan tarif
sebagai berikut:
a. tarif pelayanan labuh dan pelayanan tambat sebesar 50% (lima puluh persen)
dari tarif dasar;
b. tarif pelayanan tunda sebesar US$75 (tujuh puluh lima Dollar Amerika
Serikat) per kunjungan.
(3) Terhadap kapal pengganti tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a dan b, kecuali kapal dimaksud memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan c;
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) tidak berlaku bagi
kapal yang melayani angkutan Roll on-Roll off rute Batam-Singapura PP.

Pasal 76
Ketentuan tentang tata cara pelayanan kapal dan pelabuhan diatur lebih lanjut dalam
peraturan tentang standar operasional prosedur pelayanan pelabuhan.
BAB VI
PELAYANAN KAPAL ANGKUTAN LAUT PERINTIS
Pasal 77
(1) Kapal angkutan laut perintis dikenakan tarif pelayanan kepelabuhanan yang
berlaku untuk kapal pelayaran rakyat;
(2) Kapal angkutan laut perintis yang beroperasi tidak sesuai dengan trayeknya
dikenakan tarif pelayanan kapal niaga angkutan laut dalam negeri.
BAB VII
PELAYANAN KAPAL YACHT
Pasal 78
(1) Terminal yang ditetapkan untuk kegiatan sandar kapal yacht dan sejenisnya di
Pelabuhan Batam adalah:
a. Terminal Nongsa Point Marina di Nongsa;
b. Terminal Marina Water Front City di Teluk Senimba;
(2) Kapal yacht dan sejenisnya yang berbendera asing yang berkunjung ke Batam
harus dilengkapi Clearance Approval for Indonesian Territory (CAIT) dan Sailing
Registration Booklet dari Pemerintah Indonesia yang masih berlaku serta Surat Izin
Berlayar (Port Clearance) dari pelabuhan keberangkatan terakhir;
(3) Kapal yacht berbendera asing yang datang tanpa dilengkapi dokumen CAIT
/Booklet yang masih berlaku, diwajibkan mengurus CAIT dari instansi yang
berwenang;
(4) Kapal yacht yang datang tidak mempunyai Surat Izin Berlayar (SPB/ Port
Clearance) dari pelabuhan keberangkatan terakhir diwajibkan menyelesaikan
sesuai ketentuan yang berlaku di bidang kesyahbandaran;
(5) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, kapal
yacht diberi batas waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari untuk berada di
pelabuhan Batam, serta tidak dibenarkan berlayar ke perairan Indonesia lainnya.
Pasal 79
(1) Kapal yacht berbendera asing yang menyinggahi Pelabuhan Batam, dikenakan tarif
pelayanan kapal dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (US$);
(2) Kapal yacht berbendera Indonesia yang datang dari atau berangkat ke luar negeri
dikenakan tarif pelayanan kapal dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (US$);
(3) Kapal yacht berbendera Indonesia yang berlayar hanya di wilayah perairan dalam
negeri dikenakan tarif pelayanan kapal dalam mata uang Rupiah (IDR).
Pasal 80
(1) Tarif pelayanan labuh dan pelayanan tambat bagi kapal yacht dan sejenisnya
digabung menjadi satu tarif yang disebut sebagai Call Rates (tarif kunjungan),
dengan besaran sebagaimana tercantum dalam Lampiran 10 Peraturan ini;
(2) Pengenaan tarif pelayanan bagi kapal yacht sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada masa tambat (hari).
BAB VIII
PELAYANAN AIR BERSIH
Pasal 81
Tata cara pelaksanaan pelayanan air bersih oleh pihak swasta ke kapal-kapal yang
melakukan pengambilan air di daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan
kepentingan Pelabuhan Batam adalah sebagai berikut:
a. Perusahaan/agen pelayaran mengajukan permohonan kepada petugas Pelabuhan
Batam mengeni keperluan air bersih bagi kapalnya yang sedang berlabuh atau
melakukan kegiatan di daerah lingkungan perairan Batam;
b. Perusahaan swasta terlebih dahulu harus mendapatkan izin dari Kantor Pelabuhan
Laut sebelum melaksanakan pengiriman/pengisian air untuk kapal-kapal
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. Kantor Pelabuhan Laut tidak akan melayani pengisian air bersih di pelabuhan bagi
perusahaan/agen pelayaran maupun perusahaan swasta yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b;
d. Perusahaan swasta yang mempunyai sumber air bersih sendiri, dalam
melaksanakan pengiriman/pengisian air bersih ke kapal-kapal harus dilengkapi
dengan dokumen pendukung yang diterbitkan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan
yang menyatakan mutu dan kualitas air tersebut bersih;
e. Permintaan pelayanan air bersih di dermaga dilaksanakan dengan ketentuan
permintaan minimal 5 m3
(lima meter kubik);
f. Pembatalan permohonan pelayanan air bersih tanpa pemberitahuan terlebih
dahulu dikenakan tagihan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari total
permohonan, kecuali untuk pelayanan air dengan kapal supply dikenakan tagihan
sebesar 100% (seratus persen) dari total permohonan.
Pasal 82
(1) Tarif pelayanan air bersih untuk kapal dan usaha di pelabuhan, dikenakan dalam
mata uang Rupiah (IDR);
(2) Pelayanan air bersih untuk kapal dan usaha di pelabuhan dikenakan sesuai tarif
yang berlaku dari perusahaan penyedia air bersih, ditambah biaya pelayanan 20%
(dua puluh persen).
BAB IX
LAIN-LAIN
Pasal 83
Pembulatan GT kurang dari 1 (satu) GT dihitung menjadi 1 (satu) GT.
Pasal 84
Besaran tarif pelayanan kapal dalam Peraturan ini belum termasuk pajak-pajak yang
berlaku.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 85
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku,
a. Pasal 1 huruf a sampai dengan huruf o, Pasal 2 sampai dengan Pasal 14, Pasal 36
sampai dengan Pasal 38, Pasal 43 dan Pasal 44 ayat (1), (2) dan (3) Keputusan
Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor
19/KPTS/KA/IV/2004 tentang Tarif Jasa Kepelabuhanan di Lingkungan Pelabuhan
Batam-Rempang-Galang (Barelang);
b. Pasal 1 sampai dengan Pasal 7, Pasal 11, Pasal 12 sampai dengan Pasal 15
Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor
20/KPTS/KA/IV/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Operasional Kepelabuhanan
di Lingkungan Pelabuhan Batam-Rempang-Galang (Barelang);
c. Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor
044/KPTS/KA/IV/2005 tentang Perubahan Dan Tambahan Surat Keputusan Otorita
Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor 19/KPTS/KA/IV/2004 Tentang
Tarif Jasa Kepelabuhanan di Lingkungan Pelabuhan Batam-Rempang-Galang
(Barelang);
d. Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor
73/KPTS/KA/X/2006 tentang Perubahan dan Penambahan atas Surat Keputusan
Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor
20/KPTS/KA/IV/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Operasional Kepelabuhanan
di Lingkungan Pelabuhan Batam-Rempang-Galang (Barelang);
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 86
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Batam
pada tanggal 12 Desember 2012
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN
KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM,
ttd
MUSTOFA WIDJAJA
Salinan sesuai dengan aslinya
Karo. Sekretariat dan Protokol,
A. Gani Lasya
BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
BATAM CENTRE, PULAU BATAM
KOTAK POS 151; TELEPON (0778) 462047, 462048; FAKSIMILE (0778) 462240, 462456
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
PERATURAN
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
NOMOR 17 TAHUN 2012
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN DAN TARIF PELAYANAN BARANG
DI LINGKUNGAN PELABUHAN BATAM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengakomodir perubahan pola
pengelompokan tarif, serta dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan kepelabuhanan di Pelabuhan Batam
khususnya pelayanan barang, maka dipandang perlu
menyesuaikan petunjuk pelaksanaan dan tarif pelayanan
barang di lingkungan Pelabuhan Batam;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4775);
SALINAN
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4849);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4757) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 16,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5195);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009, tentang Jenis dan
Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
Berlaku pada Departemen Perhubungan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 95, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4227);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5070);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 17, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5196);
7. Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2008 tentang Dewan
Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas;
8. Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2008 tentang Dewan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
9. Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan Nomor
149/Kpb/V.77, Menteri Keuangan Nomor 150/KMK/77, dan
Menteri Perhubungan Nomor KM.119/Phb-77, tentang
Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan di Pulau Batam;
10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 77 Tahun 2009
tentang Rencana Induk Pelabuhan Batam;
11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan Batam
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 47 Tahun 2011 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan
Batam;
12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2011
tentang Terminal Khusus dan Terminal untuk Kepentingan
Sendiri;
13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.05/2012
tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam;
14. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 17 Tahun 2000
tentang Pedoman Penanganan Bahan/Barang Berbahaya
dalam Kegiatan Pelayaran di Indonesia;
15. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun 2002
tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat
Barang dari dan ke Kapal;
16. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 54 Tahun 2002
tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut;
17. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 50 Tahun 2003
tentang Jenis, Struktur dan Golongan Tarif Pelayanan Jasa
Kepelabuhanan untuk Pelabuhan Laut sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 72
Tahun 2005 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM 50 Tahun 2003 tentang Jenis,
Struktur dan Golongan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan
untuk Pelabuhan Laut;
18. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 39 Tahun 2004
tentang Mekanisme Penetapan Tarif dan Formulasi
Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan pada
Pelabuhan yang Diselenggarakan oleh Badan Usaha
Pelabuhan;
19. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 45 Tahun 2009
tentang Petunjuk Pelaksanaan Jenis dan Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut;
20. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 330 Tahun 2009
tentang Penetapan Pelabuhan Bebas pada Kawasan
Perdagangan Bebas di Batam, Bintan dan Karimun;
21. Peraturan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam, sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Peraturan Ketua Dewan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3
Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Ketua
Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Pengusahaan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
22. Keputusan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam Nomor Kpts/6/DK/IX/2008 tentang
Penetapan Personel Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam,
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Keputusan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam Nomor Kpts 19/DK-BTM/X/2010
tentang Penetapan Personel Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
23. Peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 10
Tahun 2011 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam;
24. Keputusan Kepala Kantor Pelabuhan Batam Nomor
4/KPTS/PL/6/2010 tentang Penetapan Pembagian Wilayah
Kerja Operasional Kantor Pelabuhan Batam;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN
PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN TARIF PELAYANAN
BARANG DI LINGKUNGAN PELABUHAN BATAM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan:
1. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam,
untuk selanjutnya disebut Badan Pengusahaan Batam, adalah lembaga/instansi
pemerintah pusat yang dibentuk oleh Dewan Kawasan dengan tugas dan
wewenang melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
2. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik
dan/atau turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan pelayaran, dan kegiatan penunjang pelabuhan serta
sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi;
3. Pelabuhan Batam adalah pelabuhan yang berada di wilayah kerja Badan
Pengusahaan Batam dan diselenggarakan oleh Badan Pengusahaan Batam, yang
terdiri dari Terminal Umum, Terminal untuk Kepentingan Sendiri, Terminal Khusus,
dan Perairan Pelabuhan Batam;
4. Perairan Pelabuhan Batam adalah wilayah perairan berdasarkan batas yang
ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan, yaitu peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan batas wilayah Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam, batas wilayah berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan
Batam dan batas wilayah Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan, dan Daerah
Lingkungan Kepentingan Pelabuhan yang ditetapkan Pemerintah;
5. Kepala Kantor Pelabuhan Laut adalah pimpinan pelabuhan di lingkungan Badan
Pengusahaan Batam;
6. Tarif Pelayanan Kepelabuhan adalah penerimaan yang diperoleh atas pelayanan
kapal, pelayanan barang, pelayanan alat, dan pelayanan penunjang
kepelabuhanan di pelabuhan yang di selenggarakan oleh Badan Pengusahaan
Batam, yang terdiri dari Terminal Umum, Terminal Untuk Kepentingan Sendiri,
Terminal Khusus, dan perairan pelabuhan Batam;
7. Terminal khusus yang selanjutnya disebut Tersus adalah terminal yang terletak di
luar Daerah Lingkungan kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan kepentingan (DLKp)
pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani
kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya;
8. Terminal untuk kepentingan sendiri yang selanjutnya disebut TUKS adalah terminal
yang terletak dalam daerah lingkungan kerja (DLKr) dan daerah lingkungan
kepentingan (DLKp) pelabuhan yang merupakan bagian dari palabuhan untuk
melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya;
9. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakkan
dengan tenaga mekanik, tenaga mesin atau ditunda, termasuk kendaraan air yang
berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan air, serta alat apung dan
bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah;
10. Kapal melakukan kegiatan niaga adalah kapal yang selama berkunjung di
pelabuhan melakukan kegiatan bongkar muat kargo berupa barang, penumpang
dan hewan, termasuk kapal pemerintah/Tentara Nasional Indonesia (TNI)/Kepolian
Negara Republik Indonesia (POLRI);
11. Kapal tidak melakukan kegiatan niaga adalah kapal yang selama berkunjung di
pelabuhan tidak melakukan kegiatan bongkar muat kargo berupa barang,
penumpang dan hewan, yaitu kapal dalam rangka kegiatan bunker, mengambil
perbekalan serta keperluan lain yang digunakan dalam melanjutkan perjalanannya,
menambah/mengganti anak buah kapal, mendapat pertolongan dokter, pertolongan
dalam kebakaran, tank cleaning serta pembasmian hama (fumigasi);
12. Kapal lay-up adalah kapal yang dilabuhkan di tempat yang ditetapkan sebagai area
lay-up sesuai peraturan perundang-undangan dan tidak dipergunakan dalam
kegiatan pengangkutan kargo/penumpang, dengan perlakuan ketentuan jumlah
awak kapal berdasarkan klasifikasi kegiatan lay-up nya (hot lay-up, semi cold
stacking, cold stacking) dan disampaikan sebagai kapal lay-up pada saat
kedatangan kepada syahbandar;
13. Terminaling adalah kapal yang bertindak sebagai terminal, dan berlabuh secara
tetap pada titik koordinat yang ditentukan;
14. Kapal Yacht dan sejenisnya adalah kapal yang dilengkapi secara khusus untuk
berekreasi/olah raga/melakukan perlombaan-perlombaan di laut, baik yang
digerakkan dengan pesawat pendorong, layar, ataupun dengan cara-cara lain;
15. Angkutan Laut Luar Negeri adalah kegiatan angkutan laut dari pelabuhan
Indonesia ke pelabuhan luar negeri atau sebaliknya, termasuk melanjutkan
kunjungan antar pelabuhan di wilayah perairan laut Indonesia yang
diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut;
16. Angkutan Laut Dalam Negeri adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan yang
dilakukan di wilayah Perairan Laut Indonesia di luar ketentuan sebagaimana
dimaksud pada angka 14 Pasal ini, yang diselenggarakan oleh perusahaan
angkutan laut;
17. Angkutan Laut Perintis adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di wilayah
Indonesia yang dilakukan dengan trayek tetap dan teratur, untuk menghubungkan
daerah terpencil dan belum berkembang;
18. Pelayaran Rakyat adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di wilayah
Indonesia dengan menggunakan kapal layar atau kapal layar motor yang
berukuran sampai dengan 400 (empat ratus) GT dan kapal motor yang berukuran
sampai dengan 35 (tiga puluh lima) GT;
19. Kapal yang melakukan kegiatan tetap adalah kapal yang melakukan kegiatan
secara tetap dan tinggal tetap di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah
lingkungan kepentingan pelabuhan;
20. Pemanduan adalah kegiatan pandu dalam membantu Nakhoda agar olah gerak
kapal dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib dan lancar;
21. Penundaan adalah pekerjaan mendorong, mengawal, menjaga, menarik atau
mengandeng kapal yang berolah gerak, untuk bertambat ke atau untuk melepas
dari tambatan dermaga, breasting dolphin, pelampung dan kapal lainnya dengan
menggunakan kapal tunda;
22. Pengepilan adalah pekerjaan mengikat, melepas, menarik tali temali kapal yang
berolah gerak untuk bertambat ke atau untuk melepas dari dermaga, breasting
dolphin, pelampung dan kapal lainnya dengan menggunakan atau tidak
menggunakan motor kepil;
23. Kargo adalah semua jenis barang/hewan muatan kapal yang dibongkar/dimuat dari
dan ke kapal yang diangkut dari pelabuhan asal ke pelabuhan tujuan, dapat berupa
angkutan antar pulau atau impor/ekspor;
24. Kargo dalam kemasan adalah barang yang menggunakan kemasan petikemas
(container), atau menggunakan pallet dan unitisasi;
25. Kargo tidak dalam kemasan adalah barang selain sebagaimana dimaksud pada
angka 23 Pasal ini dalam bentuk urai, antara lain berupa break bulk, bag cargo,
barang curah kering, barang curah cair dan hewan;
26. Gudang adalah merupakan suatu tempat atau bangunan beratap yang
diperuntukan untuk menimbun, menyimpan dan mengerjakan barang dengan
tujuan agar barang tersebut terhindar dari kerusakan dan kehilangan yang
diakibatkan oleh manusia, hewan, serangga maupun karena cuaca;
27. Gudang transito adalah gudang lini I (satu) dimana barang yang dimasukan ke
dalam gudang tersebut telah siap untuk diteruskan ke tempat tujuan, baik untuk
diekspor maupun diteruskan ke tempat pemiliknya atau consignee dalam waktu
yang tidak lama/sementara;
28. Throughput Fee adalah pungutan yang dikenakan terhadap setiap barang curah
yang dibongkar/dimuat melalui pipa yang melintas pada lokasi terminal di dalam
daerah lingkungan kerja daratan dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan;
29. Roll On-Roll Off adalah moda dalam pengangkutan barang yang bisa
memuat/membongkar kargo masuk/keluar kapal dengan penggeraknya sendiri,
menggunakan kapal yang dilengkapi ramp door;
30. Gross Tonage, selanjutnya disebut GT, adalah perhitungan volume semua ruang
yang terletak dibawah geladak kapal ditambah dengan volume ruangan tertutup
yang terletak diatas geladak ditambah dengan isi ruangan beserta semua ruangan
tertutup yang terletak diatas geladak paling atas (superstructure), tonase kotor
dinyatakan dalam ton yaitu suatu unit volume sebesar 100 (seratus) kaki kubik
yang setara dengan 2,83 (dua koma delapan tiga) kubik meter;
31. Container Freight Station yang selanjutnya disebut CFS adalah kawasan yang
digunakan untuk menimbun petikemas LCL, melaksanakan stuffing/unstuffing, dan
untuk menimbun break-bulk cargo yang akan di-stuffing ke petikemas atau di-
unstuffing dari petikemas;
32. Less than Container Load yang selanjutnya disebut LCL adalah petikemas yang
berisi muatan dari beberapa shiper dan penerimanya terdiri dari beberapa
consignee;
33. Full Container Load yang selanjutnya disebut FCL adalah petikemas yang berisi
muatan satu shiper dan penerimanya satu consignee.
Pasal 2
(1) Pembayaran nota pelayanan kepelabuhanan harus dilakukan selambat-lambatnya
7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal nota terbit pada bank mitra yang ditunjuk;
(2) Apabila pengguna layanan lalai melakukan pelunasan nota pelayanan
kepelabuhanan, maka pelayanan kepelabuhanan dan pelayaran lainnya akan
ditangguhkan termasuk penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB);
(3) Pengajuan keberatan atas nota pelayanan kepelabuhanan dapat diterima paling
lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak penerbitan nota, dengan menyampaikan
surat keberatan yang menjelaskan keberatannya, dan melampirkan copy nota dan
data pendukung lainnya;
(4) Nilai tagihan pelayanan kepelabuhanan dalam mata uang rupiah per nota tagihan
minimal sebesar Rp50.000,- (lima puluh ribu rupiah);
(5) Nilai tagihan pelayanan kepelabuhanan dalam mata uang dollar Amerika Serikat
per nota tagihan minimal sebesar US$5,00 (lima Dollar Amerika Serikat).
BAB II
PELAYANAN BONGKAR/MUAT BARANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
(1) Perusahaan Bongkar/Muat harus mengajukan secara tertulis permohonan kegiatan
bongkar/muat segera menerima informasi dari perusahaan/agen pelayaran tentang
rencana kedatangan kapal dan rencana sandar kapal;
(2) Permohonan kegiatan bongkar/muat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan menggunakan Formulir 1.B, dengan melampirkan persyaratan sebagai
berikut:
a. Surat penunjukan pelaksanaan bongkar/muat dari pemilik barang (kontrak
kerja bongkar/muat–stevedoring);
b. Copy Bill Of Loading;
c. Copy Manifest;
d. Jumlah dan jenis muatan, untuk penentuan peralatan bongkar/muat;
e. Jumlah buruh yang dibutuhkan sesuai dengan waktu yang ditentukan (sesuai
produktifitas bongkar/muat);
f. Kesiapan angkutan darat/jumlah truk yang disiapkan untuk pelaksanaan
angkutan darat ke gudang penerimaan.
(3) Persyaratan tambahan sebagai berikut:
a. Bila muatan termasuk barang berbahaya, Perusahaan Bongkar/Muat harus
mengajukan permohonan izin bongkar/muat barang berbahaya kepada
Syahbandar;
b. Bila muatan termasuk untuk tujuan ekspor, Perusahaan Bongkar/Muat harus
melampirkan Shipping Order/Shipping Instruction dengan menyebutkan
pelabuhan tujuan.
Pasal 4
Perusahaan Bongkar/Muat harus melaksanakan kegiatan bongkar/muat selama 24 (dua
puluh empat) jam.
Pasal 5
(1) Perusahaan pelayaran diberi waktu 2 (dua) jam setelah kegiatan bongkar/muat
selesai untuk penyelesaian administrasi dan kesiapan keberangkatan kapal;
(2) Apabila kapal masih menunggu muatan balik, maka kapal diberikan tenggang
waktu paling lama 4 (empat) jam;
(3) Apabila dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kapal tidak siap, maka
kapal harus keluar untuk lego jangkar.
Pasal 6
(1) Dermaga bukan sebagai tempat penumpukan barang/muatan;
(2) Perusahaan Bongkar/Muat harus mengajukan secara tertulis permohonan area
pembongkaran muatan sementara;
(3) Kantor Pelabuhan Laut memberikan izin penggunaan area pembongkaran muatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk paling lama 3 (tiga) jam, dan setelah
itu barang/muatan harus dibawa ke lokasi penumpukan atau lokasi pemilik;
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan
denda sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) per jam.
Bagian Kedua
Perusahaan Bongkar/Muat (PBM) dan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL)
Pasal 7
(1) Selambat-lambatnya 2 (dua) jam setelah kapal bersandar, PBM/EMKL harus
segera melaksanakan kegiatan sesuai fungsinya;
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan
sanksi berupa denda sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per 2 (dua) jam
keterlambatan.
Pasal 8
(1) PBM yang mengoperasikan Crane diwajibkan memakai alas kaki dengan ukuran
sebagai berikut:
Tebal : 5 cm (lima sentimeter)
Lebar : 2 x 40 cm (dua kali empat puluh sentimeter)
Panjang : 100 cm (seratus sentimeter)
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan
sanksi berupa denda sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per
pelanggaran.
Pasal 9
(1) PBM/EMKL dapat melakukan penumpukan stuffing dan/atau unstuffing kontainer di
gudang CFS;
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan
sanksi berupa denda sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per kontainer.
Pasal 10
(1) PBM/EMKL dalam melaksanakan kegiatan harus sesuai dengan standar
produktifitas yang telah ditetapkan di Pelabuhan Batam;
(2) Standar produktifitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan
kesepakatan dengan keputusan Kepala Kantor Pelabuhan Laut;
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan
sanksi berupa denda tambahan tarif pelayanan dermaga sebesar 200% (dua ratus
persen) dari tarif dasar.
Pasal 11
PBM harus menyediakan alat bantu pengaman bongkar/muat seperti jala-jala di lambung
kapal untuk kegiatan bongkar/muat barang jenis bag cargo (karung) seperti beras dan
semen non-pallet.
Pasal 12
Petugas pengawas bongkar/muat dari PBM dan wakilnya harus secara terus menerus
berada di daerah kerjanya untuk memantau kegiatan bongkar/muat dan berkoordinasi
dengan petugas Pelabuhan Laut bila terjadi hambatan.
Pasal 13
(1) PBM/EMKL dilarang menempatkan chassis atau chassis bermuatan di areal
pelabuhan;
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan
sanksi berupa penguncian roda dan denda sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima
puluh ribu rupiah) per unit.
Pasal 14
PBM/EMKL yang menyebabkan tumpahnya minyak dari alat bongkar/muat di atas
landasan dermaga dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus
lima puluh ribu rupiah) per m2
(meter persegi) per kejadian.
Pasal 15
Perusahaan pelayanan pelabuhan yang menyebabkan kerusakan instalasi di daerah
kerja pelabuhan dikenakan sanksi senilai biaya yang timbul atas kerusakan tersebut.
Pasal 16
(1) Parkir kendaraan kerja (truk dan trailler) harus pada tempat yang telah disediakan;
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan
sanksi berupa penguncian roda dan denda sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima
puluh ribu rupiah) per alat angkut/alat bongkar muat.
Pasal 17
PBM/EMKL yang melaksanakan kerja bongkar muat atau pengangkutan barang tanpa
izin tertulis dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh
ribu rupiah) per alat bongkar/muat.
Pasal 18
PBM dan EMKL yang melakukan kegiatan landing menggunakan rampdoor tongkang di
dermaga tanpa izin dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp1.000.000,- (satu juta
rupiah).
BAB III
PELAYANAN DERMAGA
Pasal 19
Tarif pelayanan dermaga dikenakan bagi setiap barang yang dibongkar/dimuat dari atau
ke kapal/tongkang yang bertambat di tambatan maupun yang tidak bertambat yang
lokasi kegiatannya berada di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan.
Pasal 20
Barang yang dimuat/dibongkar melalui dermaga ke maupun dari kapal/tongkang di
terminal umum dikenakan tarif pelayanan dermaga sebesar tarif dasar.
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff
Batam Port Official Tariff

More Related Content

What's hot

Kelembagaan Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL-T) - Penataan Organisasi Peng...
Kelembagaan Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL-T) - Penataan Organisasi Peng...Kelembagaan Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL-T) - Penataan Organisasi Peng...
Kelembagaan Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL-T) - Penataan Organisasi Peng...
Joy Irman
 
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...
Andes Asmuni
 
TATA CARA PENDAFTARAN BUM DESA DAN BUM DESA BERSAMA
TATA CARA PENDAFTARAN BUM DESA DAN BUM DESA BERSAMATATA CARA PENDAFTARAN BUM DESA DAN BUM DESA BERSAMA
TATA CARA PENDAFTARAN BUM DESA DAN BUM DESA BERSAMA
Teguh Kristyanto
 
Proses penyusunan strategi sanitasi kota (ssk) step by step
Proses penyusunan strategi sanitasi kota (ssk) step by stepProses penyusunan strategi sanitasi kota (ssk) step by step
Proses penyusunan strategi sanitasi kota (ssk) step by step
Joy Irman
 
Rencana Induk Persampahan (Master Plan)
Rencana Induk Persampahan (Master Plan)Rencana Induk Persampahan (Master Plan)
Rencana Induk Persampahan (Master Plan)
Joy Irman
 
Pedoman umum tata ruang perdesaan
Pedoman umum tata ruang perdesaanPedoman umum tata ruang perdesaan
Pedoman umum tata ruang perdesaan
Herman Purba
 
Strategi pengembangan dpp borobudur dieng dsktr
Strategi pengembangan dpp borobudur   dieng dsktrStrategi pengembangan dpp borobudur   dieng dsktr
Strategi pengembangan dpp borobudur dieng dsktr
awan putih
 
Kelembagaan Dalam Pengelolaan Air Limbah
Kelembagaan Dalam Pengelolaan Air LimbahKelembagaan Dalam Pengelolaan Air Limbah
Kelembagaan Dalam Pengelolaan Air Limbah
M Handoko
 
14. inspektorat-materi-pengawasan-desa
14. inspektorat-materi-pengawasan-desa14. inspektorat-materi-pengawasan-desa
14. inspektorat-materi-pengawasan-desa
sayaperempuan
 
Materi sosialisasi Saber Pungli dan Pengawasan
Materi sosialisasi Saber Pungli dan PengawasanMateri sosialisasi Saber Pungli dan Pengawasan
Materi sosialisasi Saber Pungli dan Pengawasan
Raden Andriansyah Sastradjumena
 
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) SampahRehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah
infosanitasi
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Penataan Ruang
 
Rencana Induk Persampahan (Master Plan)
Rencana Induk  Persampahan (Master Plan)Rencana Induk  Persampahan (Master Plan)
Rencana Induk Persampahan (Master Plan)
Joy Irman
 
TATA KELOLA PEMERINTAHAN DESA DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
TATA KELOLA PEMERINTAHAN DESA DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN BERKELANJUTANTATA KELOLA PEMERINTAHAN DESA DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
TATA KELOLA PEMERINTAHAN DESA DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
Siti Sahati
 
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang Persampahan
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang PersampahanKebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang Persampahan
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang Persampahan
Oswar Mungkasa
 
Optimalisasi dan efektifitas PAD (Pendapatan Asli Daerah)
Optimalisasi dan efektifitas PAD (Pendapatan Asli Daerah)Optimalisasi dan efektifitas PAD (Pendapatan Asli Daerah)
Optimalisasi dan efektifitas PAD (Pendapatan Asli Daerah)
Mohammad Ramadhan
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Penataan Ruang
 
Pedoman Penyusunan Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Pedoman Penyusunan Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Penyediaan Air MinumPedoman Penyusunan Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Pedoman Penyusunan Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
infosanitasi
 
Sk narasumber 2018
Sk narasumber 2018Sk narasumber 2018
Sk narasumber 2018
aim38
 

What's hot (20)

Kelembagaan Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL-T) - Penataan Organisasi Peng...
Kelembagaan Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL-T) - Penataan Organisasi Peng...Kelembagaan Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL-T) - Penataan Organisasi Peng...
Kelembagaan Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL-T) - Penataan Organisasi Peng...
 
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...
 
Sukasmanto ire potensi penyalahgunaan dana desa
Sukasmanto ire potensi penyalahgunaan dana desaSukasmanto ire potensi penyalahgunaan dana desa
Sukasmanto ire potensi penyalahgunaan dana desa
 
TATA CARA PENDAFTARAN BUM DESA DAN BUM DESA BERSAMA
TATA CARA PENDAFTARAN BUM DESA DAN BUM DESA BERSAMATATA CARA PENDAFTARAN BUM DESA DAN BUM DESA BERSAMA
TATA CARA PENDAFTARAN BUM DESA DAN BUM DESA BERSAMA
 
Proses penyusunan strategi sanitasi kota (ssk) step by step
Proses penyusunan strategi sanitasi kota (ssk) step by stepProses penyusunan strategi sanitasi kota (ssk) step by step
Proses penyusunan strategi sanitasi kota (ssk) step by step
 
Rencana Induk Persampahan (Master Plan)
Rencana Induk Persampahan (Master Plan)Rencana Induk Persampahan (Master Plan)
Rencana Induk Persampahan (Master Plan)
 
Pedoman umum tata ruang perdesaan
Pedoman umum tata ruang perdesaanPedoman umum tata ruang perdesaan
Pedoman umum tata ruang perdesaan
 
Strategi pengembangan dpp borobudur dieng dsktr
Strategi pengembangan dpp borobudur   dieng dsktrStrategi pengembangan dpp borobudur   dieng dsktr
Strategi pengembangan dpp borobudur dieng dsktr
 
Kelembagaan Dalam Pengelolaan Air Limbah
Kelembagaan Dalam Pengelolaan Air LimbahKelembagaan Dalam Pengelolaan Air Limbah
Kelembagaan Dalam Pengelolaan Air Limbah
 
14. inspektorat-materi-pengawasan-desa
14. inspektorat-materi-pengawasan-desa14. inspektorat-materi-pengawasan-desa
14. inspektorat-materi-pengawasan-desa
 
Materi sosialisasi Saber Pungli dan Pengawasan
Materi sosialisasi Saber Pungli dan PengawasanMateri sosialisasi Saber Pungli dan Pengawasan
Materi sosialisasi Saber Pungli dan Pengawasan
 
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) SampahRehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampah
 
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota
 
Rencana Induk Persampahan (Master Plan)
Rencana Induk  Persampahan (Master Plan)Rencana Induk  Persampahan (Master Plan)
Rencana Induk Persampahan (Master Plan)
 
TATA KELOLA PEMERINTAHAN DESA DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
TATA KELOLA PEMERINTAHAN DESA DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN BERKELANJUTANTATA KELOLA PEMERINTAHAN DESA DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
TATA KELOLA PEMERINTAHAN DESA DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN
 
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang Persampahan
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang PersampahanKebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang Persampahan
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang Persampahan
 
Optimalisasi dan efektifitas PAD (Pendapatan Asli Daerah)
Optimalisasi dan efektifitas PAD (Pendapatan Asli Daerah)Optimalisasi dan efektifitas PAD (Pendapatan Asli Daerah)
Optimalisasi dan efektifitas PAD (Pendapatan Asli Daerah)
 
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
 
Pedoman Penyusunan Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Pedoman Penyusunan Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Penyediaan Air MinumPedoman Penyusunan Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
Pedoman Penyusunan Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
 
Sk narasumber 2018
Sk narasumber 2018Sk narasumber 2018
Sk narasumber 2018
 

Viewers also liked

TARIF JASA ANGKUTAN PERAIRAN DAN KEPELABUHANAN
TARIF JASA ANGKUTAN PERAIRAN DAN KEPELABUHANANTARIF JASA ANGKUTAN PERAIRAN DAN KEPELABUHANAN
TARIF JASA ANGKUTAN PERAIRAN DAN KEPELABUHANANYannis Poerdianto
 
Peraturan kepala bp_batam_tentang_petunjuk_pelaksanaan_dan_tarif_pelayanan_ja...
Peraturan kepala bp_batam_tentang_petunjuk_pelaksanaan_dan_tarif_pelayanan_ja...Peraturan kepala bp_batam_tentang_petunjuk_pelaksanaan_dan_tarif_pelayanan_ja...
Peraturan kepala bp_batam_tentang_petunjuk_pelaksanaan_dan_tarif_pelayanan_ja..._R_ _K_
 
Peraturan Menteri Perhubungan Pm.6 tahun 2013 tentang Jenis, Struktur, dan Go...
Peraturan Menteri Perhubungan Pm.6 tahun 2013 tentang Jenis, Struktur, dan Go...Peraturan Menteri Perhubungan Pm.6 tahun 2013 tentang Jenis, Struktur, dan Go...
Peraturan Menteri Perhubungan Pm.6 tahun 2013 tentang Jenis, Struktur, dan Go...
Bayu Ardiansyah
 
KELAIKLAUTAN KAPAL DAN DOKUMENTASI KAPAL
KELAIKLAUTAN KAPAL DAN DOKUMENTASI KAPALKELAIKLAUTAN KAPAL DAN DOKUMENTASI KAPAL
KELAIKLAUTAN KAPAL DAN DOKUMENTASI KAPAL
Beny Jackson Maliota
 
Pembuatan cetakan dan metode lay up kapal FRP
Pembuatan cetakan dan metode lay up kapal FRPPembuatan cetakan dan metode lay up kapal FRP
Pembuatan cetakan dan metode lay up kapal FRP
septiarsamba
 
Defenisi kso
Defenisi ksoDefenisi kso
Defenisi kso
suryamuda
 
Proposal Penelitian Pengaruh Interval Waktu Pemberian Pupuk Cair Terhadap Per...
Proposal Penelitian Pengaruh Interval Waktu Pemberian Pupuk Cair Terhadap Per...Proposal Penelitian Pengaruh Interval Waktu Pemberian Pupuk Cair Terhadap Per...
Proposal Penelitian Pengaruh Interval Waktu Pemberian Pupuk Cair Terhadap Per...
Dhiarrafii Bintang Matahari
 
praktikum morfologi tumbuhan
praktikum morfologi tumbuhanpraktikum morfologi tumbuhan
praktikum morfologi tumbuhan
Al-kimia Esencias Florales
 
JURNAL PDP VOL 2 NO1 Benny Agus Setiono Fasilitas Pelabuhan
JURNAL PDP VOL 2 NO1 Benny Agus Setiono Fasilitas PelabuhanJURNAL PDP VOL 2 NO1 Benny Agus Setiono Fasilitas Pelabuhan
JURNAL PDP VOL 2 NO1 Benny Agus Setiono Fasilitas Pelabuhan
bennyagussetiono
 
What is Industrial Engineering
What is Industrial EngineeringWhat is Industrial Engineering
What is Industrial Engineering
Akhmad Hidayatno
 
Pp No.51 thn 2002 ttg Perkapalan
Pp No.51 thn 2002 ttg PerkapalanPp No.51 thn 2002 ttg Perkapalan
Pp No.51 thn 2002 ttg Perkapalan
Sei Enim
 
Hasil |Manajemen Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kabupaten Pacit...
Hasil |Manajemen Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kabupaten Pacit...Hasil |Manajemen Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kabupaten Pacit...
Hasil |Manajemen Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kabupaten Pacit...
Andi Mahardika
 
Keselamatan Pelayaran
Keselamatan PelayaranKeselamatan Pelayaran
Keselamatan Pelayaran
Bp Nafri
 

Viewers also liked (14)

TARIF JASA ANGKUTAN PERAIRAN DAN KEPELABUHANAN
TARIF JASA ANGKUTAN PERAIRAN DAN KEPELABUHANANTARIF JASA ANGKUTAN PERAIRAN DAN KEPELABUHANAN
TARIF JASA ANGKUTAN PERAIRAN DAN KEPELABUHANAN
 
Peraturan kepala bp_batam_tentang_petunjuk_pelaksanaan_dan_tarif_pelayanan_ja...
Peraturan kepala bp_batam_tentang_petunjuk_pelaksanaan_dan_tarif_pelayanan_ja...Peraturan kepala bp_batam_tentang_petunjuk_pelaksanaan_dan_tarif_pelayanan_ja...
Peraturan kepala bp_batam_tentang_petunjuk_pelaksanaan_dan_tarif_pelayanan_ja...
 
Peraturan Menteri Perhubungan Pm.6 tahun 2013 tentang Jenis, Struktur, dan Go...
Peraturan Menteri Perhubungan Pm.6 tahun 2013 tentang Jenis, Struktur, dan Go...Peraturan Menteri Perhubungan Pm.6 tahun 2013 tentang Jenis, Struktur, dan Go...
Peraturan Menteri Perhubungan Pm.6 tahun 2013 tentang Jenis, Struktur, dan Go...
 
KELAIKLAUTAN KAPAL DAN DOKUMENTASI KAPAL
KELAIKLAUTAN KAPAL DAN DOKUMENTASI KAPALKELAIKLAUTAN KAPAL DAN DOKUMENTASI KAPAL
KELAIKLAUTAN KAPAL DAN DOKUMENTASI KAPAL
 
Pembuatan cetakan dan metode lay up kapal FRP
Pembuatan cetakan dan metode lay up kapal FRPPembuatan cetakan dan metode lay up kapal FRP
Pembuatan cetakan dan metode lay up kapal FRP
 
Buku pedoman akademik 2013 2014
Buku pedoman akademik 2013 2014Buku pedoman akademik 2013 2014
Buku pedoman akademik 2013 2014
 
Defenisi kso
Defenisi ksoDefenisi kso
Defenisi kso
 
Proposal Penelitian Pengaruh Interval Waktu Pemberian Pupuk Cair Terhadap Per...
Proposal Penelitian Pengaruh Interval Waktu Pemberian Pupuk Cair Terhadap Per...Proposal Penelitian Pengaruh Interval Waktu Pemberian Pupuk Cair Terhadap Per...
Proposal Penelitian Pengaruh Interval Waktu Pemberian Pupuk Cair Terhadap Per...
 
praktikum morfologi tumbuhan
praktikum morfologi tumbuhanpraktikum morfologi tumbuhan
praktikum morfologi tumbuhan
 
JURNAL PDP VOL 2 NO1 Benny Agus Setiono Fasilitas Pelabuhan
JURNAL PDP VOL 2 NO1 Benny Agus Setiono Fasilitas PelabuhanJURNAL PDP VOL 2 NO1 Benny Agus Setiono Fasilitas Pelabuhan
JURNAL PDP VOL 2 NO1 Benny Agus Setiono Fasilitas Pelabuhan
 
What is Industrial Engineering
What is Industrial EngineeringWhat is Industrial Engineering
What is Industrial Engineering
 
Pp No.51 thn 2002 ttg Perkapalan
Pp No.51 thn 2002 ttg PerkapalanPp No.51 thn 2002 ttg Perkapalan
Pp No.51 thn 2002 ttg Perkapalan
 
Hasil |Manajemen Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kabupaten Pacit...
Hasil |Manajemen Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kabupaten Pacit...Hasil |Manajemen Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kabupaten Pacit...
Hasil |Manajemen Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kabupaten Pacit...
 
Keselamatan Pelayaran
Keselamatan PelayaranKeselamatan Pelayaran
Keselamatan Pelayaran
 

Similar to Batam Port Official Tariff

Pp 10 2012 kawasan bebas
Pp 10 2012 kawasan bebasPp 10 2012 kawasan bebas
Pp 10 2012 kawasan bebas
karomah95
 
PP No 2 Tahun 2009 (Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawa...
PP No 2 Tahun 2009 (Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawa...PP No 2 Tahun 2009 (Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawa...
PP No 2 Tahun 2009 (Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawa...
Hendie Cahya Maladewa
 
Perdirjen nomor hk_103-2-14-djpl-16_tentang_tata_cara_penerimaan,_penyetoran,...
Perdirjen nomor hk_103-2-14-djpl-16_tentang_tata_cara_penerimaan,_penyetoran,...Perdirjen nomor hk_103-2-14-djpl-16_tentang_tata_cara_penerimaan,_penyetoran,...
Perdirjen nomor hk_103-2-14-djpl-16_tentang_tata_cara_penerimaan,_penyetoran,...
DONALD VERNANDO RARUNG
 
Perda Kabupaten Nunukan tentang retribusi jasa kepelabuhanan
Perda Kabupaten Nunukan tentang retribusi jasa kepelabuhananPerda Kabupaten Nunukan tentang retribusi jasa kepelabuhanan
Perda Kabupaten Nunukan tentang retribusi jasa kepelabuhanan
Arifuddin Ali
 
Perka bkpm ri no 14 tahun 2015
Perka bkpm ri no 14 tahun 2015Perka bkpm ri no 14 tahun 2015
Perka bkpm ri no 14 tahun 2015
HusniMubarak25
 
Kepmen no. 488
Kepmen no. 488Kepmen no. 488
Kepmen no. 488
septianhanny
 
Perka bkpm ri no 15 tahun 2015
Perka bkpm ri no 15 tahun 2015Perka bkpm ri no 15 tahun 2015
Perka bkpm ri no 15 tahun 2015
HusniMubarak25
 
Sk umk-batam 2016
Sk umk-batam 2016Sk umk-batam 2016
Sk umk-batam 2016
David Lumempouw
 
Perka bkpm 13 tahun 2015
Perka bkpm 13 tahun 2015Perka bkpm 13 tahun 2015
Perka bkpm 13 tahun 2015
Andi Ismail
 
246413231 juknis-penyusunan-rip
246413231 juknis-penyusunan-rip246413231 juknis-penyusunan-rip
246413231 juknis-penyusunan-rip
Berry Adriano
 
juknis-penyusunan-rip
juknis-penyusunan-ripjuknis-penyusunan-rip
juknis-penyusunan-rip
Hartati Pakpahan
 
PMK Nomor 131 Tahun 2018.pdf
PMK Nomor 131 Tahun 2018.pdfPMK Nomor 131 Tahun 2018.pdf
PMK Nomor 131 Tahun 2018.pdf
CalvinBudiKusuma1
 
PMK Nomor 128/PMK.011/2010
PMK Nomor 128/PMK.011/2010PMK Nomor 128/PMK.011/2010
PMK Nomor 128/PMK.011/2010
Badan Kebijakan Fiskal
 
Pmk no 80 th 2010
Pmk no 80 th 2010Pmk no 80 th 2010
Pmk no 80 th 2010Lela Sari
 
Perpu 01 2000
Perpu 01 2000Perpu 01 2000
Perpu 01 2000
People Power
 
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN ...
 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN ... PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN ...
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN ...
iniPurwokerto
 
Perka bkpm ri no 17 tahun 2015
Perka bkpm ri no 17 tahun 2015Perka bkpm ri no 17 tahun 2015
Perka bkpm ri no 17 tahun 2015
HusniMubarak25
 
Peraturan gubernur sumatera barat no 35 2009
Peraturan gubernur sumatera barat no 35 2009Peraturan gubernur sumatera barat no 35 2009
Peraturan gubernur sumatera barat no 35 2009
rsd kol abundjani
 

Similar to Batam Port Official Tariff (20)

Pp 10 2012 kawasan bebas
Pp 10 2012 kawasan bebasPp 10 2012 kawasan bebas
Pp 10 2012 kawasan bebas
 
PP No 2 Tahun 2009 (Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawa...
PP No 2 Tahun 2009 (Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawa...PP No 2 Tahun 2009 (Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawa...
PP No 2 Tahun 2009 (Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawa...
 
Perdirjen nomor hk_103-2-14-djpl-16_tentang_tata_cara_penerimaan,_penyetoran,...
Perdirjen nomor hk_103-2-14-djpl-16_tentang_tata_cara_penerimaan,_penyetoran,...Perdirjen nomor hk_103-2-14-djpl-16_tentang_tata_cara_penerimaan,_penyetoran,...
Perdirjen nomor hk_103-2-14-djpl-16_tentang_tata_cara_penerimaan,_penyetoran,...
 
Perda Kabupaten Nunukan tentang retribusi jasa kepelabuhanan
Perda Kabupaten Nunukan tentang retribusi jasa kepelabuhananPerda Kabupaten Nunukan tentang retribusi jasa kepelabuhanan
Perda Kabupaten Nunukan tentang retribusi jasa kepelabuhanan
 
Perka bkpm ri no 14 tahun 2015
Perka bkpm ri no 14 tahun 2015Perka bkpm ri no 14 tahun 2015
Perka bkpm ri no 14 tahun 2015
 
Kepmen no. 488
Kepmen no. 488Kepmen no. 488
Kepmen no. 488
 
Perka bkpm ri no 15 tahun 2015
Perka bkpm ri no 15 tahun 2015Perka bkpm ri no 15 tahun 2015
Perka bkpm ri no 15 tahun 2015
 
Sk umk-batam 2016
Sk umk-batam 2016Sk umk-batam 2016
Sk umk-batam 2016
 
Perka bkpm 13 tahun 2015
Perka bkpm 13 tahun 2015Perka bkpm 13 tahun 2015
Perka bkpm 13 tahun 2015
 
246413231 juknis-penyusunan-rip
246413231 juknis-penyusunan-rip246413231 juknis-penyusunan-rip
246413231 juknis-penyusunan-rip
 
juknis-penyusunan-rip
juknis-penyusunan-ripjuknis-penyusunan-rip
juknis-penyusunan-rip
 
PMK Nomor 131 Tahun 2018.pdf
PMK Nomor 131 Tahun 2018.pdfPMK Nomor 131 Tahun 2018.pdf
PMK Nomor 131 Tahun 2018.pdf
 
PMK Nomor 128/PMK.011/2010
PMK Nomor 128/PMK.011/2010PMK Nomor 128/PMK.011/2010
PMK Nomor 128/PMK.011/2010
 
Undang undang bea cukai
Undang undang bea cukaiUndang undang bea cukai
Undang undang bea cukai
 
Pmk no 80 th 2010
Pmk no 80 th 2010Pmk no 80 th 2010
Pmk no 80 th 2010
 
Asean china fta
Asean   china ftaAsean   china fta
Asean china fta
 
Perpu 01 2000
Perpu 01 2000Perpu 01 2000
Perpu 01 2000
 
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN ...
 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN ... PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN ...
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN ...
 
Perka bkpm ri no 17 tahun 2015
Perka bkpm ri no 17 tahun 2015Perka bkpm ri no 17 tahun 2015
Perka bkpm ri no 17 tahun 2015
 
Peraturan gubernur sumatera barat no 35 2009
Peraturan gubernur sumatera barat no 35 2009Peraturan gubernur sumatera barat no 35 2009
Peraturan gubernur sumatera barat no 35 2009
 

Recently uploaded

Bab 1: Asas keusahawanan Modul UES 3012 kolej vokasional .pdf
Bab 1: Asas keusahawanan Modul UES 3012 kolej vokasional .pdfBab 1: Asas keusahawanan Modul UES 3012 kolej vokasional .pdf
Bab 1: Asas keusahawanan Modul UES 3012 kolej vokasional .pdf
NURMUHDFIRDAUSAMINUL
 
Pertemuan 6 Materi Kecerdasan Intelektual.ppt
Pertemuan 6 Materi Kecerdasan Intelektual.pptPertemuan 6 Materi Kecerdasan Intelektual.ppt
Pertemuan 6 Materi Kecerdasan Intelektual.ppt
MardhatilaFitriSopal
 
Ilmu PENGANTAR BISNIS creat riva dan teman teman.pptx
Ilmu PENGANTAR BISNIS creat riva dan teman teman.pptxIlmu PENGANTAR BISNIS creat riva dan teman teman.pptx
Ilmu PENGANTAR BISNIS creat riva dan teman teman.pptx
RamonaChasdiana
 
Proposal Bisnis Jasa Laundry Pakaian.ppt
Proposal Bisnis Jasa Laundry Pakaian.pptProposal Bisnis Jasa Laundry Pakaian.ppt
Proposal Bisnis Jasa Laundry Pakaian.ppt
muhamadrafiakbar
 
PREMIUM!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Pintu Dobel Minimalis di Denpasar.pdf
PREMIUM!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Pintu Dobel Minimalis di Denpasar.pdfPREMIUM!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Pintu Dobel Minimalis di Denpasar.pdf
PREMIUM!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Pintu Dobel Minimalis di Denpasar.pdf
FORTRESS
 
MOTIVASI KEWIRAUSAHAAN bahan ajar bagi UMKM.pptx
MOTIVASI KEWIRAUSAHAAN bahan ajar bagi UMKM.pptxMOTIVASI KEWIRAUSAHAAN bahan ajar bagi UMKM.pptx
MOTIVASI KEWIRAUSAHAAN bahan ajar bagi UMKM.pptx
MohMahsus1
 
STRATEGI PASAR dalam menjalankan bisnis pemasar
STRATEGI PASAR dalam menjalankan bisnis pemasarSTRATEGI PASAR dalam menjalankan bisnis pemasar
STRATEGI PASAR dalam menjalankan bisnis pemasar
rioeradeka
 
2 Depresiasi & Pelepasan Aset Tetap.pptx
2 Depresiasi &  Pelepasan Aset Tetap.pptx2 Depresiasi &  Pelepasan Aset Tetap.pptx
2 Depresiasi & Pelepasan Aset Tetap.pptx
NicolasBayu
 
ACCURATE ONLINE - MANUAL BOOK - CARA PENGGUNAAN.pdf
ACCURATE ONLINE - MANUAL BOOK - CARA PENGGUNAAN.pdfACCURATE ONLINE - MANUAL BOOK - CARA PENGGUNAAN.pdf
ACCURATE ONLINE - MANUAL BOOK - CARA PENGGUNAAN.pdf
Azvan Enginering
 
3 Kewajiban Lancar & Kewajiban Jangka Panjang.pptx
3 Kewajiban Lancar & Kewajiban Jangka Panjang.pptx3 Kewajiban Lancar & Kewajiban Jangka Panjang.pptx
3 Kewajiban Lancar & Kewajiban Jangka Panjang.pptx
NicolasBayu
 
Pengembangan Strategi Pemasaran UMKM Melalui Media Online pada Komunitas Ibu-...
Pengembangan Strategi Pemasaran UMKM Melalui Media Online pada Komunitas Ibu-...Pengembangan Strategi Pemasaran UMKM Melalui Media Online pada Komunitas Ibu-...
Pengembangan Strategi Pemasaran UMKM Melalui Media Online pada Komunitas Ibu-...
Habibatut Tijani
 
0818.0927.0089| Biaya Pembuatan Sertifikat Laik Fungsi di Bali| Duaznco Building
0818.0927.0089| Biaya Pembuatan Sertifikat Laik Fungsi di Bali| Duaznco Building0818.0927.0089| Biaya Pembuatan Sertifikat Laik Fungsi di Bali| Duaznco Building
0818.0927.0089| Biaya Pembuatan Sertifikat Laik Fungsi di Bali| Duaznco Building
MargionoPriadi
 
Project Bab 1 - Kelompok 1 Dari kami yang sudah membuat.pptx
Project Bab 1 - Kelompok 1 Dari kami yang sudah membuat.pptxProject Bab 1 - Kelompok 1 Dari kami yang sudah membuat.pptx
Project Bab 1 - Kelompok 1 Dari kami yang sudah membuat.pptx
abiddah0606
 

Recently uploaded (13)

Bab 1: Asas keusahawanan Modul UES 3012 kolej vokasional .pdf
Bab 1: Asas keusahawanan Modul UES 3012 kolej vokasional .pdfBab 1: Asas keusahawanan Modul UES 3012 kolej vokasional .pdf
Bab 1: Asas keusahawanan Modul UES 3012 kolej vokasional .pdf
 
Pertemuan 6 Materi Kecerdasan Intelektual.ppt
Pertemuan 6 Materi Kecerdasan Intelektual.pptPertemuan 6 Materi Kecerdasan Intelektual.ppt
Pertemuan 6 Materi Kecerdasan Intelektual.ppt
 
Ilmu PENGANTAR BISNIS creat riva dan teman teman.pptx
Ilmu PENGANTAR BISNIS creat riva dan teman teman.pptxIlmu PENGANTAR BISNIS creat riva dan teman teman.pptx
Ilmu PENGANTAR BISNIS creat riva dan teman teman.pptx
 
Proposal Bisnis Jasa Laundry Pakaian.ppt
Proposal Bisnis Jasa Laundry Pakaian.pptProposal Bisnis Jasa Laundry Pakaian.ppt
Proposal Bisnis Jasa Laundry Pakaian.ppt
 
PREMIUM!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Pintu Dobel Minimalis di Denpasar.pdf
PREMIUM!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Pintu Dobel Minimalis di Denpasar.pdfPREMIUM!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Pintu Dobel Minimalis di Denpasar.pdf
PREMIUM!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Pintu Dobel Minimalis di Denpasar.pdf
 
MOTIVASI KEWIRAUSAHAAN bahan ajar bagi UMKM.pptx
MOTIVASI KEWIRAUSAHAAN bahan ajar bagi UMKM.pptxMOTIVASI KEWIRAUSAHAAN bahan ajar bagi UMKM.pptx
MOTIVASI KEWIRAUSAHAAN bahan ajar bagi UMKM.pptx
 
STRATEGI PASAR dalam menjalankan bisnis pemasar
STRATEGI PASAR dalam menjalankan bisnis pemasarSTRATEGI PASAR dalam menjalankan bisnis pemasar
STRATEGI PASAR dalam menjalankan bisnis pemasar
 
2 Depresiasi & Pelepasan Aset Tetap.pptx
2 Depresiasi &  Pelepasan Aset Tetap.pptx2 Depresiasi &  Pelepasan Aset Tetap.pptx
2 Depresiasi & Pelepasan Aset Tetap.pptx
 
ACCURATE ONLINE - MANUAL BOOK - CARA PENGGUNAAN.pdf
ACCURATE ONLINE - MANUAL BOOK - CARA PENGGUNAAN.pdfACCURATE ONLINE - MANUAL BOOK - CARA PENGGUNAAN.pdf
ACCURATE ONLINE - MANUAL BOOK - CARA PENGGUNAAN.pdf
 
3 Kewajiban Lancar & Kewajiban Jangka Panjang.pptx
3 Kewajiban Lancar & Kewajiban Jangka Panjang.pptx3 Kewajiban Lancar & Kewajiban Jangka Panjang.pptx
3 Kewajiban Lancar & Kewajiban Jangka Panjang.pptx
 
Pengembangan Strategi Pemasaran UMKM Melalui Media Online pada Komunitas Ibu-...
Pengembangan Strategi Pemasaran UMKM Melalui Media Online pada Komunitas Ibu-...Pengembangan Strategi Pemasaran UMKM Melalui Media Online pada Komunitas Ibu-...
Pengembangan Strategi Pemasaran UMKM Melalui Media Online pada Komunitas Ibu-...
 
0818.0927.0089| Biaya Pembuatan Sertifikat Laik Fungsi di Bali| Duaznco Building
0818.0927.0089| Biaya Pembuatan Sertifikat Laik Fungsi di Bali| Duaznco Building0818.0927.0089| Biaya Pembuatan Sertifikat Laik Fungsi di Bali| Duaznco Building
0818.0927.0089| Biaya Pembuatan Sertifikat Laik Fungsi di Bali| Duaznco Building
 
Project Bab 1 - Kelompok 1 Dari kami yang sudah membuat.pptx
Project Bab 1 - Kelompok 1 Dari kami yang sudah membuat.pptxProject Bab 1 - Kelompok 1 Dari kami yang sudah membuat.pptx
Project Bab 1 - Kelompok 1 Dari kami yang sudah membuat.pptx
 

Batam Port Official Tariff

  • 1.
  • 2.
  • 3. BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM BATAM CENTRE, PULAU BATAM KOTAK POS 151; TELEPON (0778) 462047, 462048; FAKSIMILE (0778) 462240, 462456 KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM PERATURAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN TARIF PELAYANAN ALAT DAN PENUNJANG KEGIATAN KEPELABUHANAN DI LINGKUNGAN PELABUHAN BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengakomodir perubahan pola pengelompokan tarif, serta dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepelabuhanan di pelabuhan Batam khususnya pelayanan alat dan penunjang kegiatan kepelabuhanan, maka dipandang perlu menyesuaikan tarif pelayanan alat dan penunjang kegiatan kepelabuhanan di lingkungan pelabuhan Batam; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan SALINAN
  • 4. Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775); 2. Undang–Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849 ); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009, tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4227); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4757), sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5195); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5196); 7. Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2008 tentang Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; 8. Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2008 tentang Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
  • 5. 9. Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan Nomor 149/Kpb/V.77, Menteri Keuangan Nomor 150/KMK/77 dan Menteri Perhubungan Nomor KM.119/Phb-77, tentang Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan di Pulau Batam; 10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 77 Tahun 2009 tentang Rencana Induk Pelabuhan Batam; 11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan Batam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 47 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan Batam; 12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2011 tentang Terminal Khusus dan Terminal untuk Kepentingan Sendiri; 13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.05/2012 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; 14. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 54 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut; 15. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 50 Tahun 2003 tentang Jenis, Struktur dan Golongan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan untuk Pelabuhan Laut sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 72 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 50 Tahun 2003 tentang Jenis, Struktur dan Golongan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan untuk Pelabuhan Laut; 16. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 39 Tahun 2004 tentang Mekanisme Penetapan Tarif dan Formulasi Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan pada Pelabuhan yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Pelabuhan; 17. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 45 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut;
  • 6. 18. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 330 Tahun 2009 tentang Penetapan Pelabuhan Bebas pada Kawasan Perdagangan Bebas di Batam, Bintan dan Karimun; 19. Peraturan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; 20. Keputusan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor Kpts/6/DK/IX/2008 tentang Penetapan Personel Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor Kpts 19/DK-BTM/X/2010 tentang Penetapan Personel Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; 21. Peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 10 Tahun 2011 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; 22. Keputusan Kepala Kantor Pelabuhan Batam Nomor 04/KPTS/PL/6/2010 Tentang Penetapan Pembagian Wilayah Kerja Operasional Kantor Pelabuhan Batam; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN TARIF PELAYANAN ALAT DAN PENUNJANG KEGIATAN KEPELABUHANAN DI LINGKUNGAN PELABUHAN BATAM.
  • 7. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan: 1. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, untuk selanjutnya disebut Badan Pengusahaan Batam, adalah lembaga/instansi pemerintah pusat yang dibentuk oleh Dewan Kawasan dengan tugas dan wewenang melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; 2. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik dan/atau turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran, dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi; 3. Pelabuhan Batam adalah pelabuhan yang berada di wilayah kerja Badan Pengusahaan Batam dan diselenggarakan oleh Badan Pengusahaan Batam, yang terdiri dari Terminal Umum, Terminal untuk Kepentingan Sendiri, Terminal Khusus, dan Perairan Pelabuhan Batam; 4. Perairan Pelabuhan Batam adalah wilayah perairan berdasarkan batas yang ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan, yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan batas wilayah Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, batas wilayah berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Batam dan batas wilayah Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan, dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan yang ditetapkan Pemerintah; 5. Kepala Kantor Pelabuhan Laut adalah pimpinan pelabuhan di lingkungan Badan Pengusahaan Batam; 6. Tarif Jasa Kepelabuhanan adalah penerimaan yang diperoleh atas pelayanan jasa kapal, jasa barang, jasa pelayanan alat, dan jasa penunjang kepelabuhanan di pelabuhan yang di selenggarakan oleh BP Batam, yang terdiri dari Terminal Umum, Terminal untuk Kepentingan Sendiri, Terminal Khusus, dan perairan pelabuhan Batam;
  • 8. 7. Terminal khusus yang selanjutnya disebut Tersus adalah terminal yang terletak di luar Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya; 8. Terminal untuk kepentingan sendiri yang selanjutnya disebut TUKS adalah terminal yang terletak dalam daerah lingkungan kerja (DLKr) dan daerah lingkungan kepentingan (DLKp) pelabuhan yang merupakan bagian dari palabuhan untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya; 9. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga mesin atau ditunda, termasuk kendaraan air yang berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah; 10. Kapal melakukan kegiatan niaga adalah kapal yang selama berkunjung di pelabuhan melakukan kegiatan bongkar muat kargo berupa barang, penumpang dan hewan, termasuk kapal Pemerintah, Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Kepolisian Republik Indonesia (POLRI); 11. Kapal tidak melakukan kegiatan niaga adalah kapal yang selama berkunjung di pelabuhan tidak melakukan kegiatan bongkar muat kargo berupa barang, penumpang dan hewan, yaitu kapal dalam rangka kegiatan bunker, mengambil perbekalan serta keperluan lain yang digunakan dalam melanjutkan perjalanannya, menambah/mengganti anak buah kapal, mendapat pertolongan dokter, pertolongan dalam kebakaran, tank cleaning serta pembasmian hama (fumigasi); 12. Kapal lay-up adalah kapal yang dilabuhkan di tempat yang ditetapkan sebagai area lay-up sesuai peraturan perundang-undangan dan tidak dipergunakan dalam kegiatan pengangkutan kargo/penumpang, dengan perlakuan ketentuan jumlah awak kapal berdasarkan klasifikasi kegiatan lay-up nya (hot lay-up, semi cold stacking, cold stacking) dan disampaikan sebagai kapal lay-up pada saat kedatangan kepada Syahbandar; 13. Terminaling adalah kapal yang bertindak sebagai terminal, dan berlabuh secara tetap pada titik koordinat yang ditentukan; 14. Kapal Yacht dan sejenisnya adalah kapal yang dilengkapi secara khusus untuk berekreasi/olahraga/melakukan perlombaan-perlombaan di laut, baik yang digerakkan dengan pesawat pendorong, layar, atau pun dengan cara- cara lain; 15. Angkutan Laut Luar Negeri adalah kegiatan angkutan laut dari pelabuhan
  • 9. Indonesia ke pelabuhan luar negeri atau sebaliknya, termasuk melanjutkan kunjungan antar pelabuhan di wilayah perairan laut Indonesia yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut; 16. Angkutan Laut Dalam Negeri adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan yang dilakukan di wilayah Perairan Laut Indonesia di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 14 Pasal ini, yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut; 17. Angkutan Laut Perintis adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di wilayah Indonesia yang dilakukan dengan trayek tetap dan teratur, untuk menghubungkan daerah terpencil dan belum berkembang; 18. Pelayaran Rakyat adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di wilayah Indonesia dengan menggunakan kapal layar atau kapal layar motor yang berukuran sampai dengan 400 (empat ratus) GT dan kapal motor yang berukuran sampai dengan 35 (tiga puluh lima) GT; 19. Kapal Yang Melakukan Kegiatan Tetap adalah kapal yang melakukan kegiatan secara tetap dan tinggal tetap di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan; 20. Pemanduan adalah kegiatan pandu dalam membantu Nakhoda agar olah gerak kapal dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib dan lancar; 21. Penundaan adalah pekerjaan mendorong, mengawal, menjaga, menarik atau mengandeng kapal yang berolah gerak, untuk bertambat ke atau untuk melepas dari tambatan dermaga, breasting dolphin, pelampung dan kapal lainnya dengan menggunakan kapal tunda; 22. Pengepilan adalah pekerjaan mengikat, melepas, menarik tali temali kapal yang berolah gerak untuk bertambat ke atau untuk melepas dari dermaga, breasting dolphin, pelampung dan kapal lainnya dengan menggunakan atau tidak menggunakan motor kepil; 23. Peralatan bongkar muat mekanik adalah peralatan yang tersedia di pelabuhan atau di stasiun pengiriman untuk menangani kargo seperti crane darat (mobil crane), fork-lift, truck/truck trailer, truck crane, top-loader primover trailer ; 24. Peralatan bongkar muat non mekanik adalah alat pokok penunjang pekerjaan bongkar muat yang meliputi jala-jala lambung kapal (shipside net), tali baja (wire sling), tali rami manila (rope sling), jala-jala baja (wire net), jala-jala tali manila (rope net), gerobak dorong, palet; 25. Kargo adalah semua jenis barang/hewan muatan kapal yang dibongkar/dimuat dari dan ke kapal yang diangkut dari pelabuhan asal ke pelabuhan tujuan, dapat berupa angkutan antar pulau atau impor/ekspor;
  • 10. 26. Kargo dalam kemasan adalah barang yang menggunakan kemasan petikemas (container), atau menggunakan pallet dan unitisasi; 27. Kargo tidak dalam kemasan adalah barang selain sebagaimana dimaksud pada angka 25 Pasal ini dalam bentuk urai, antara lain berupa break bulk, bag cargo, barang curah kering, barang curah cair dan hewan; 28. Gudang adalah merupakan suatu tempat atau bangunan beratap yang diperuntukan untuk menimbun, menyimpan dan mengerjakan barang dengan tujuan agar barang tersebut terhindar dari kerusakan dan kehilangan karena ulah manusia, hewan, serangga maupun karena cuaca; 29. Gudang transito adalah gudang lini I (satu) dimana barang yang dimasukan ke dalam gudang tersebut telah siap untuk diteruskan ke tempat tujuan, baik untuk diekspor maupun diteruskan ke tempat pemiliknya atau consignee dalam waktu yang tidak lama/sementara; 30. Throughput Fee adalah pungutan yang dikenakan terhadap setiap barang curah yang dibongkar/dimuat melalui pipa yang melintas pada lokasi terminal di dalam daerah lingkungan kerja daratan dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan; 31. Roll On–Roll Off adalah moda dalam pengangkutan barang yang bisa memuat/membongkar kargo masuk/keluar kapal dengan penggeraknya sendiri, menggunakan kapal yang dilengkapi ramp door ; 32. Iklan adalah alat penting dalam pencapaian informasi suatu produk/jasa kepada konsumen, melalui media: - Billboard - Neon boks - Gerai. Pasal 2 (1) Pembayaran nota pelayanan kepelabuhanan harus dilakukan selambat- lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal nota terbit pada bank mitra yang ditunjuk; (2) Apabila pengguna layanan lalai melakukan pelunasan nota pelayanan kepelabuhanan, maka pelayanan kepelabuhanan dan pelayaran lainnya akan ditangguhkan termasuk penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB); (3) Pengajuan keberatan atas nota pelayanan kepelabuhanan dapat diterima paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak penerbitan nota, dengan menyampaikan surat keberatan yang menjelaskan keberatannya, dan melampirkan copy nota dan data pendukung lainnya; (4) Nilai tagihan pelayanan kepelabuhanan dalam mata uang rupiah per nota tagihan minimal sebesar Rp50.000,- (lima puluh ribu rupiah);
  • 11. (5) Nilai tagihan pelayanan kepelabuhanan dalam mata uang dollar Amerika Serikat per nota tagihan minimal sebesar US$ 5,00 (lima Dollar Amerika Serikat). BAB II PELAYANAN SEWA DAN IMBALAN PELAYANAN ALAT-ALAT MEKANIK Pasal 3 (1) Penyedia layanan bongkar/muat yang mengoperasikan alat-alat mekanik bongkar/muat dan alat bantu bongkar/muat milik Kantor Pelabuhan Laut dan melakukan kegiatan di Terminal Umum, wajib membayar imbalan pelayanan alat; (2) Penyedia layanan bongkar/muat yang mengoperasikan alat-alat mekanik bongkar/muat dan alat bantu bongkar/muat milik sendiri dan melakukan kegiatan di Terminal Umum, wajib membayar imbalan pelayanan alat. Pasal 4 Sewa alat-alat mekanik bongkar/muat dan alat bantu bongkar/muat dihitung dengan satuan per jam. Pasal 5 (1) Jam pemakaian sewa alat-alat mekanik bongkar/muat terhitung mulai jam pemberangkatan alat-alat dari tempat penyimpanan, selama penggunaan ditempat pekerjaan sampai jam kembali di tempat penyimpanan; (2) Sewa pemakaian alat-alat mekanik bongkar/muat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit 4 (empat) jam ditambah dengan waktu perjalanan pergi dan pulang dari atau ke tempat penyimpanan. Pasal 6 (1) Tarif sewa alat-alat mekanik yang tercantum dalam Peraturan ini merupakan pedoman untuk penetapan tarif yang disepakati bersama antara penyedia layanan alat-alat mekanik bongkar/muat dengan pemakai layanan; (2) Sewa alat-alat mekanik yang belum ditetapkan tarifnya dalam Peraturan ini, dapat ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyedia layanan dengan pemakai layanan; (3) Kantor Pelabuhan Laut dan/atau penyedia layanan alat-alat mekanik dapat melakukan kesepakatan bersama mengenai tarif dengan satuan hitungan sewa lainnya.
  • 12. Pasal 7 Penyedia layanan bongkar/muat yang tidak mengoperasikan alat-alat mekanik miliknya dan alat-alat tersebut berada di dalam daerah pelabuhan, dikenakan tarif pelayanan penumpukan dengan perhitungan 250% (dua ratus lima puluh persen) dari tarif dasar. Pasal 8 (1) Waktu sewa alat-alat mekanik bongkar/muat dan alat bantu bongkar/muat milik Kantor Pelabuhan Laut minimal 4 (empat) jam; (2) Apabila sewa lebih dari 4 (empat) jam untuk selanjutnya dilakukan pembulatan sebagai berikut: a. kurang dari ½ (setengah) jam menjadi ½ (setengah) jam; b. diatas ½ (setengah) jam sampai 1 (satu) menjadi 1 (satu) jam. Pasal 9 Tarif sewa dan imbalan layanan alat-alat mekanik bongkar/muat dan alat bantu bongkar/muat sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 Peraturan ini. BAB III PELAYANAN SEWA TANAH, RUANGAN, DAN BANGUNAN Pasal 10 (1) Badan usaha atau orang perorangan yang berminat menyewa tanah, ruangan atau bangunan di lingkungan Pelabuhan Batam wajib mengajukan permohonan penggunaan tanah, ruangan atau bangunan kepada Kepala Kantor Pelabuhan Laut; (2) Permohonan penggunaan tanah, ruangan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melampirkan dokumen antara lain: a. Surat permohonan; b. Copy Kartu Identitas; c. Copy Nomor Pokok Wajib Pajak; d. Copy Keterangan domisili; (3) Penggunaan tanah, ruangan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam perjanjian sewa menyewa dengan Kantor Pelabuhan Laut.
  • 13. Pasal 11 Tarif sewa tanah di Pelabuhan Batam memperhatikan: a. Harga dasar tanah, ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Batam berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang berlaku; b. Wilayah pelabuhan adalah seluruh wilayah (letak obyek pajak) yang termasuk dalam lingkungan kerja Pelabuhan Batam. Pasal 12 Tarif pengguna bagian-bagian lahan darat per m2 (meter persegi) per tahun ditetapkan sebagai berikut: a. Tarif sewa tanah sebesar 10% (sepuluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang berlaku; b. Besaran NJOP akan ditinjau setiap tahun selama masa perjanjian sewa- menyewa tanah. Pasal 13 Tarif sewa ruangan/bangunan aset Pelabuhan Batam memperhatikan: a. Harga dasar bangunan berdasarkan Biaya Perhitungan Sendiri (BPS) yang ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Batam; b. Tarif untuk ruangan/bangunan kantor sebesar 5% (lima persen) dari harga Biaya Perhitungan Sendiri (BPS) bangunan per m2 (meter persegi) per bulan yang ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Batam. Pasal 14 Penggunaan rak pipa/area pelabuhan untuk meletakkan jalur pipa dikenakan tarif sewa sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 Peraturan ini. Pasal 15 Tarif iklan dan promosi barang/jasa sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 Peraturan ini. Pasal 16 Tarif sewa ruangan dan insidentil sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4 Peraturan ini.
  • 14. BAB IV PELAYANAN AIR BERSIH, LISTRIK, DAN SAMPAH/KEBERSIHAN Pasal 17 (1) Tarif pungutan kebersihan di pelabuhan, dikenakan kepada Perusahaan Bongkar/Muat, dan dibayarkan bersama-sama dengan pelayanan dermaga; (2) Besaran pungutan kebersihan di pelabuhan ditetapkan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari tarif pelayanan dermaga sebagaimana tercantum dalam Peraturan yang mengatur mengenai petunjuk pelaksanaan dan tarif pelayanan barang. Pasal 18 Tarif pelayanan air bersih untuk usaha di pelabuhan, dikenakan dalam mata uang Rupiah (IDR). Pasal 19 Pelayanan air bersih untuk usaha di pelabuhan dikenakan sesuai tarif yang berlaku dari perusahaan penyedia air bersih, ditambah biaya pelayanan 20% (dua puluh persen). Pasal 20 Tarif pelayanan listrik untuk usaha di pelabuhan, dikenakan dalam mata uang Rupiah (IDR). Pasal 21 Pelayanan listrik untuk usaha di pelabuhan dikenakan sesuai tarif yang berlaku dari perusahaan penyedia listrik, ditambah biaya pelayanan 20% (dua puluh persen). Pasal 22 Tarif pungutan kebersihan di pelabuhan, dikenakan terhadap setiap kegiatan bongkar dan/atau muat pada terminal umum. Pasal 23 Tarif pungutan kebersihan di pelabuhan, dikenakan dalam mata uang Rupiah (IDR).
  • 15. Pasal 24 (1) Pengelolaan kebersihan di areal Terminal Umum dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga melalui mekanisme lelang; (2) Persyaratan dan ketentuan lelang pengelolaan kebersihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Kepala Kantor Pelabuhan Laut. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 25 Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, a. Pasal 33 sampai dengan Pasal 35 Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor 19/KPTS/KA/IV/2004 tentang Tarif Jasa Kepelabuhanan di Lingkungan Pelabuhan Batam– Rempang-Galang (Barelang); b. Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor 55/KPTS/KA/VII/2007 tentang Tarif Iklan, Promosi Barang & Jasa, Shooting Film, Pemotretan, Sewa Ruangan, dan Tarif Insidentil Terminal Domestik Sekupang–Batam; c. Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor 116/KPTS/KA/XII/2007 tentang Perubahan Pertama atas Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor 044/KPTS/KA/IV/2005 tentang Perubahan Dan Tambahan Surat Keputusan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor 19/KPTS/KA/IV/2004 Tentang Tarif Jasa Kepelabuhanan di Lingkungan Pelabuhan Batam–Rempang–Galang (Barelang). dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 26 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Batam pada tanggal 12 Desember 2012 KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS Salinan sesuai dengan aslinya DAN PELABUHAN BEBAS BATAM, Karo. Sekretariat dan Protokol, ttd A.Gani Lasya MUSTOFA WIDJAJA
  • 16. BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM BATAM CENTRE, PULAU BATAM KOTAK POS 151; TELEPON (0778) 462047, 462048; FAKSIMILE (0778) 462240, 462456 KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM PERATURAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN TARIF PELAYANAN KAPAL DI LINGKUNGAN PELABUHAN BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penataan tarif untuk meningkatkan daya saing pelabuhan Batam dan industri jasa maritim di Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, serta untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepelabuhanan di Pelabuhan Batam khususnya pelayanan kapal, maka dipandang perlu menyesuaikan tarif pelayanan kapal di lingkungan Pelabuhan Batam; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775); 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849); SALINAN
  • 17. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang Perkapalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4227); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4757) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5195); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009, tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4227); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5093); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5108) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5208); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5196); 10. Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2008 tentang Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; 11. Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2008 tentang Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
  • 18. 12. Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan Nomor 149/Kpb/V.77, Menteri Keuangan Nomor 150/KMK/77 dan Menteri Perhubungan Nomor KM.119/Phb-77 tentang Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan di Pulau Batam; 13. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 77 Tahun 2009 tentang Rencana Induk Pelabuhan Batam; 14. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2011 tentang Terminal Khusus dan Terminal untuk Kepentingan Sendiri; 15. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan Batam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 47 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan Batam; 16. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 53 Tahun 2001 tentang Pemanduan; 17. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.05/2012 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; 18. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 33 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut; 19. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 54 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut; 20. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 33 Tahun 2003 tentang Pemberlakuan Amandemen SOLAS 1974 tentang Pengamanan Kapal dan Fasilitas Pelabuhan (International Ship and Port Facility/I SPS Code) di Wilayah Indonesia; 21. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 50 Tahun 2003 tentang Jenis, Struktur dan Golongan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan untuk Pelabuhan Laut sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 72 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 50 Tahun 2003 tentang Jenis, Struktur dan Golongan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan untuk Pelabuhan Laut; 22. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 39 Tahun 2004 tentang Mekanisme Penetapan Tarif dan Formulasi Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan pada Pelabuhan yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Pelabuhan; 23. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 45 tahun 2009 tentang Petunjukan Pelaksanaan Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut; 24. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 330 Tahun 2009 tentang Penetapan Pelabuhan Bebas pada Kawasan Perdagang Bebas di Batam, Bintan dan Karimun;
  • 19. 25. Peraturan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir dengan Peraturan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; 26. Keputusan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor Kpts/6/DK/IX/2008 tentang Penetapan Personel Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir dengan Keputusan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor Kpts 19/DK-BTM/X/2010 tentang Penetapan Personel Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; 27. Peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 10 Tahun 2011 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; 28. Keputusan Kepala Kantor Pelabuhan Batam Nomor 4/KPTS/PL/6/2010 tentang Penetapan Pembagian Wilayah Kerja Operasional Kantor Pelabuhan Batam. MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN TARIF PELAYANAN KAPAL DI LINGKUNGAN PELABUHAN BATAM. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan: 1. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, untuk selanjutnya disebut Badan Pengusahaan Batam, adalah lembaga/instansi pemerintah pusat yang dibentuk oleh Dewan Kawasan dengan tugas dan wewenang melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; 2. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik dan/atau turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran, dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi;
  • 20. 3. Pelabuhan Batam adalah pelabuhan yang berada di wilayah kerja Badan Pengusahaan Batam dan diselenggarakan oleh Badan Pengusahaan Batam, yang terdiri dari Terminal Umum, Terminal Untuk Kepentingan Sendiri, Terminal Khusus, dan Perairan Pelabuhan Batam; 4. Perairan Pelabuhan Batam adalah wilayah perairan berdasarkan batas yang ditetapkan peraturan perundang-undangan, yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan batas wilayah Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, batas wilayah berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Batam dan batas wilayah daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan, dan daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan yang ditetapkan Pemerintah; 5. Kepala Kantor Pelabuhan Laut adalah pimpinan pelabuhan di lingkungan Badan Pengusahaan Batam; 6. Tarif Pelayanan Kepelabuhanan adalah penerimaan yang diperoleh atas pelayanan kapal, pelayanan barang, pelayanan alat, dan pelayanan penunjang kepelabuhanan di pelabuhan yang diselenggarakan oleh Badan Pengusahaan Batam, yang terdiri dari Terminal Umum, Terminal Untuk Kepentingan Sendiri, Terminal Khusus, dan perairan pelabuhan Batam; 7. Terminal khusus yang selanjutnya disebut Tersus adalah terminal yang terletak di luar daerah Lingkungan kerja (DLKr) dan daerah Lingkungan kepentingan (DLKp) pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya; 8. Terminal untuk kepentingan sendiri yang selanjutnya disebut TUKS adalah terminal yang terletak dalam daerah lingkungan kerja (DLKr) dan daerah lingkungan kepentingan (DLKp) pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya; 9. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga mesin atau ditunda, termasuk kendaraan air yang berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah; 10. Kapal melakukan kegiatan niaga adalah kapal yang selama berkunjung di pelabuhan melakukan kegiatan bongkar muat kargo berupa barang, penumpang dan hewan, termasuk kapal Pemerintah, Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau Kepolisian Republik Indonesia (POLRI); 11. Kapal tidak melakukan kegiatan niaga adalah kapal yang selama berkunjung di pelabuhan tidak melakukan kegiatan bongkar muat kargo berupa barang, penumpang dan hewan, yaitu kapal dalam rangka kegiatan bunker, mengambil perbekalan serta keperluan lain yang digunakan dalam melanjutkan perjalanannya, menambah/mengganti anak buah kapal, mendapat pertolongan dokter, pertolongan dalam kebakaran, tank cleaning serta pembasmian hama (fumigasi); 12. Kapal lay-up adalah kapal yang dilabuhkan di tempat yang ditetapkan sebagai area lay-up sesuai peraturan perundang-undangan dan tidak dipergunakan dalam kegiatan pengangkutan kargo/penumpang, dengan perlakuan ketentuan jumlah awak kapal berdasarkan klasifikasi kegiatan lay-up nya (hot lay-up, semi cold stacking, cold stacking) dan disampaikan sebagai kapal lay-up pada saat kedatangan kepada syahbandar; 13. Terminaling, adalah kapal yang bertindak sebagai terminal, dan berlabuh secara tetap pada titik koordinat yang ditentukan;
  • 21. 14. Kapal Yacht dan sejenisnya adalah kapal yang dilengkapi secara khusus untuk melakukan rekreasi/olahraga atau melakukan perlombaan-perlombaan di laut, baik yang digerakkan dengan pesawat pendorong, layar, atau dengan cara-cara lain; 15. Angkutan Laut Luar Negeri adalah kegiatan angkutan laut dari pelabuhan Indonesia ke pelabuhan luar negeri atau sebaliknya, termasuk melanjutkan kunjungan antar pelabuhan di wilayah perairan laut Indonesia yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut; 16. Angkutan Laut Dalam Negeri adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan yang dilakukan di wilayah Perairan Laut Indonesia di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 14 Pasal ini, yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut; 17. Angkutan Laut Perintis adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di wilayah Indonesia yang dilakukan dengan trayek tetap dan teratur, untuk menghubungkan daerah terpencil dan belum berkembang; 18. Pelayaran Rakyat adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di wilayah Indonesia dengan menggunakan kapal layar atau kapal layar motor yang berukuran sampai dengan 400 (empat ratus) GT dan kapal motor yang berukuran sampai dengan 35 (tiga puluh lima) GT; 19. Kapal yang melakukan kegiatan tetap adalah kapal yang melakukan kegiatan secara tetap dan tinggal tetap di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan; 20. Pemanduan adalah kegiatan pandu dalam membantu Nakhoda agar olah gerak kapal dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib dan lancar; 21. Penundaan adalah pekerjaan mendorong, mengawal, menjaga, menarik atau mengandeng kapal yang berolah gerak, untuk bertambat ke atau untuk melepas dari tambatan dermaga, breasting dolphin, pelampung dan kapal lainnya dengan menggunakan kapal tunda; 22. Pengepilan adalah pekerjaan mengikat, melepas, menarik tali temali kapal yang berolah gerak untuk bertambat ke atau untuk melepas dari dermaga, breasting dolphin, pelampung dan kapal lainnya dengan menggunakan atau tidak menggunakan motor kepil; 23. Gross Tonage, selanjutnya disebut GT, adalah perhitungan volume semua ruang yang terletak dibawah geladak kapal ditambah dengan volume ruangan tertutup yang terletak diatas geladak ditambah dengan isi ruangan beserta semua ruangan tertutup yang terletak diatas geladak paling atas (superstructure), tonase kotor dinyatakan dalam ton yaitu suatu unit volume sebesar 100 (seratus) kaki kubik yang setara dengan 2,83 (dua koma delapan tiga) kubik meter; 24. Etmal adalah satuan untuk menghitung lamanya kapal berada di pelabuhan; 25. Perbulan kalender adalah perhitungan bulan dihitung sejak tanggal 1 sampai dengan tanggal berakhirnya bulan tersebut yaitu tanggal 30 atau 31, kecuali bulan Februari sampai dengan tanggal 28 atau 29. Pasal 2 (1) Pelayanan kapal yang berkunjung ke pelabuhan Batam harus memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, diantaranya: a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
  • 22. b. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan; c. SOLAS 1974 (Safety Of Life At Sea); d. Marpol 1983 (Marine Polution); e. Konvensi internasional lainnya yang telah diratifikasi, serta ketentuan- ketentuan yang berlaku dari Kementerian Perhubungan dan Badan Pengusahaan Batam; (2) Perusahaan pelayaran/kapten kapal harus menyampaikan Pernyataan Umum Kedatangan Kapal (General Declaration) selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sejak kedatangan kapal, dalam format yang disediakan ke Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu (PPAT), dengan alamat sebagai berikut: Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Kantor Pelabuhan Batam Jalan Yos Sudarso Nomor 3 Batu Ampar-Batam Pasal 3 (1) Kapal Angkutan Laut Dalam Negeri dikenakan tarif pelayanan kapal dalam mata uang Rupiah (IDR); (2) Kapal Angkutan Laut Luar Negeri yang menyinggahi satu atau beberapa pelabuhan di Indonesia termasuk kapal perang negara lain, dikenakan tarif pelayanan kapal dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (US$); (3) Kapal-kapal berbendera asing yang memiliki izin melakukan kegiatan angkutan laut dalam negeri ditetapkan tarif pelayanan kepelabuhanan dalam Dollar Amerika (US$); (4) Kapal-kapal angkutan laut berbendera Indonesia: a. yang tidak melakukan kegiatan angkutan dari dan/atau ke luar negeri, ditetapkan tarif pelayanan kepelabuhanan dalam Rupiah (IDR); b. yang melakukan kegiatan angkutan dari dan/atau ke luar negeri, ditetapkan tarif pelayanan kepelabuhanan dalam Dollar Amerika (US$). Pasal 4 Kantor Pelabuhan Laut akan menerbitkan nota pelayanan kepelabuhanan dengan syarat-syarat sebagai berikut: a. Kapal yang berada di Pelabuhan Batam lebih dari 1 (satu) bulan sampai dengan 3 (tiga) bulan, nota pelayanan kepelabuhanannya akan diterbitkan setiap bulan; b. Kapal yang berada di Pelabuhan Batam lebih dari 3 (tiga) bulan, nota pelayanan kepelabuhanannya akan diterbitkan setiap 3 (tiga) bulan; Pasal 5 (1) Pembayaran nota pelayanan kepelabuhanan harus dilakukan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal nota terbit pada bank mitra yang ditunjuk; (2) Apabila pengguna layanan lalai melakukan pelunasan nota pelayanan kepelabuhanan, maka pelayanan kepelabuhanan dan pelayaran lainnya akan ditangguhkan termasuk penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB); (3) Pengajuan keberatan atas nota pelayanan kepelabuhanan dapat diterima paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak penerbitan nota, dengan menyampaikan
  • 23. surat keberatan yang menjelaskan keberatannya, dan melampirkan copy nota dan data pendukung lainnya; (4) Nilai tagihan pelayanan kepelabuhanan dalam mata uang rupiah per nota tagihan minimal sebesar Rp.50.000,- (lima puluh ribu rupiah); (5) Nilai tagihan pelayanan kepelabuhanan dalam mata uang dollar Amerika Serikat per nota tagihan minimal sebesar US$ 5,00 (lima Dollar Amerika Serikat). Pasal 6 (1) Pelayanan kapal meliputi: a. Pelayanan Labuh; b. Pelayanan Pandu; c. Pelayanan Tunda; d. Pelayanan Tambat; e. Pelayanan Angkutan Laut Perintis; f. Pelayanan Kapal Yacht; (2) Pelayanan Air Bersih. BAB II PELAYANAN LABUH Bagian Kesatu Tarif Pelayanan Labuh Pasal 7 (1) Tarif pelayanan labuh dikenakan terhadap setiap kapal yang berkunjung dan menggunakan perairan pelabuhan di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan; (2) Kapal yang berkunjung ke pelabuhan dikenakan tarif pelayanan labuh per kunjungan yang didasarkan pada GT kapal dengan berpedoman pada surat ukur kapal atau surat ukur kapal sementara; (3) Kapal yang berkunjung dan berada di pelabuhan untuk melakukan kegiatan lebih dari 10 (sepuluh) hari, dikenakan tambahan tarif pelayanan labuh untuk setiap masa 10 (sepuluh) hari berikutnya sebesar tarif perkunjungannya. Pasal 8 Kapal yang berkunjung dalam rangka kegiatan niaga, dikenakan tarif labuh dengan sistem perhitungan dari tarif dasar, sebagai berikut: a. Kapal melakukan bongkar/muat kargo di terminal umum 100% b. Kapal melakukan kegiatan Ship to Ship Transfer: 1. 1-10 hari 50% 2. Lebih dari 10 hari 100% c. Kapal yang bertindak sebagai terminaling 25%
  • 24. Pasal 9 Kapal penumpang yang berkunjung dalam rangka kegiatan angkutan penumpang, dikenakan tarif labuh dengan sistem perhitungan dari tarif dasar, sebagai berikut: a. Kurang dari 15 kunjungan per bulan, dihitung sesuai jumlah kunjungan 100% b. Lebih dari 15 kunjungan per bulan, dihitung paling banyak 15 kunjungan setiap bulannya 100% Pasal 10 Kapal yang berada di Tersus/TUKS dalam rangka kegiatan bongkar/muat, repair/docking, atau standby, dikenakan tarif labuh dengan sistem perhitungan dari tarif dasar, sebagai berikut: a. 1-30 hari 100% b. 31-180 hari 25% c. 181-365 hari 50% d. Lebih dari 365 hari 100% Pasal 11 Kapal yang berkunjung dalam rangka kegiatan bukan niaga, dikenakan tarif labuh dengan sistem perhitungan dari tarif dasar, sebagai berikut: a. Kapal yang berkunjung untuk kegiatan bunker, mengambil perbekalan serta keperluan lain yang digunakan dalam melanjutkan perjalanannya, menambah/mengganti anak buah kapal, mendapat pertolongan dokter, pertolongan dalam kebakaran, tank cleaning, pembasmian hama serta kapal yang menunggu muatan/waiting order: 1. 1-30 hari 25% 2. Lebih dari 30 hari 100% b. Kapal yang berkunjung dalam rangka lay-up: 1. Di area yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan: 12,5% 2. Tidak di area yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan: a. Sampai dengan 30 hari 25% b. Lebih dari 30 hari 100% c. Kapal jenis Rig/anjungan lepas pantai 150% Pasal 12 Kapal pelayaran rakyat yang berkunjung ke pelabuhan dikenakan tarif pelayanan labuh kapal niaga angkutan laut dalam negeri dengan sistem perhitungan dari tarif dasar, sebagai berikut: a. Kapal layar atau kapal layar motor yang berukuran sampai dengan 400 (empat ratus) GT dan kapal motor yang berukuran sampai dengan 35 (tiga puluh lima) GT 75% b. Kapal pelayaran rakyat dengan ukuran diluar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 18 100%
  • 25. Pasal 13 Kapal tangkapan, dikenakan tarif labuh dengan perhitungan sebagai berikut: a. 1-90 hari 50% b. Lebih dari 90 hari 100% Pasal 14 (1) Kapal bangunan baru yang belum memiliki surat ukur kapal dikenakan tarif labuh bukan niaga dalam mata uang IDR terhitung sejak kapal diluncurkan; (2) Setelah surat ukur kapal diterbitkan oleh Syahbandar, maka kapal dikenakan tarif labuh sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10. Pasal 15 (1) Pemilik alat-alat apung berupa floating dock untuk kegiatan docking kapal/repair harus mengajukan izin penetapan perairan kepada Syahbandar dan mempunyai perjanjian kerjasama dengan Kantor Pelabuhan Laut; (2) Alat-alat apung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan tarif labuh bukan niaga dalam mata uang IDR yang diperhitungkan sebagaimana tercantum dalam Pasal 4. Bagian Kedua Pembebasan Tarif Pelayanan Labuh Pasal 16 Pembebasan tarif pelayanan labuh untuk kapal angkutan laut dalam negeri, diberikan kepada: a. kapal perang Republik Indonesia, kapal syahbandar, kapal navigasi, kapal patroli kesatuan penjagaan laut dan pantai (KPLP), kapal Bea dan Cukai, kapal penelitian, kapal Palang Merah, kapal pemerintah daerah, kapal Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), kapal yang tidak bertindak sebagai kapal niaga serta kapal yang melaksanakan tugas Search and Rescue (SAR); b. kapal yang berlayar melintasi perairan pelabuhan; c. kapal yang sesuai ketentuan instansi yang berwenang tidak wajib register; d. kapal sedang diatas dock. Pasal 17 Pembebasan tarif pelayanan labuh untuk kapal angkutan laut luar negeri, diberikan kepada: a. kapal yang berlayar melintasi perairan pelabuhan; b. kapal sedang diatas dock. Pasal 18 Tarif dasar pelayanan labuh untuk kapal angkutan laut dalam negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 Peraturan ini. Pasal 19
  • 26. Tarif dasar pelayanan labuh untuk kapal angkutan laut luar negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 Peraturan ini. BAB III PELAYANAN PANDU Bagian Kesatu Umum Pasal 20 Kapal yang berukuran 500 (lima ratus) GT atau lebih, wajib menggunakan layanan pemanduan pada waktu berlayar di perairan wajib pandu. Pasal 21 (1) Setiap kapal wajib pandu yang akan masuk atau meninggalkan perairan wajib pandu Pelabuhan Batam, yaitu Batu Ampar, Sekupang, Kabil, dan Tanjung Uncang, wajib mengajukan permintaan pandu secara tertulis kepada Pejabat Urusan Kepanduan Kantor Pelabuhan Laut, dengan tembusan disampaikan kepada Pengawas Pemanduan atau Syahbandar selambat-lambatnya 2 (dua) jam sebelum kegiatan; (2) Keterlambatan permintaan pandu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu lebih dari 2 (dua) jam dikenakan sanksi berupa denda dengan perhitungan 20% (dua puluh persen) dari tarif dasar. Pasal 22 (1) Kapal wajib pandu yang akan mengajukan pembatalan atau perubahan waktu pemanduan memberitahukan kepada Kantor Pelabuhan Laut selambat-lambatnya 2 (dua) jam sebelum gerakan; (2) Keterlambatan pembatalan atau perubahan waktu pemanduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu lebih dari 2 (dua) jam dikenakan sanksi berupa denda dengan perhitungan 10% (sepuluh persen) dari tarif dasar. Pasal 23 Pemberian dispensasi tanpa petugas pandu terhadap kapal yang dikenakan wajib pandu dan berlayar di perairan wajib pandu dapat diberikan oleh Kantor Pelabuhan Laut atau Syahbandar, dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh nakhoda sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 24 Apabila terjadi kecelakaan dalam proses pemanduan kapal yang mengakibatkan rusaknya fasilitas dermaga atau rusaknya kapal lain di perairan bandar, maka nakhoda atau petugas pandu harus membuat laporan dan berita acara kerusakan untuk proses ganti rugi akibat kecelakaan tersebut. Pasal 25 (1) Kapal wajib pandu harus melakukan gerakan tepat sejak petugas pandu naik di atas kapal; (2) Keterlambatan gerakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu
  • 27. lebih dari 30 (tiga puluh) menit sampai dengan 1 (satu) jam dikenakan sanksi berupa denda dengan perhitungan 10% (sepuluh persen) dari tarif dasar; (3) Keterlambatan gerakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) jam dikenakan sanksi berupa denda dengan perhitungan 100% (seratus persen) dari tarif dasar. Pasal 26 Pelayanan pemanduan untuk kapal konvoi 1 (satu) gerakan pemanduan yang dilakukan oleh petugas pandu yang berada di atas kapal terdepan atau petugas pandu tetap berada di atas kapal pandu/tunda, dikenakan tarif pelayanan pemanduan sebesar 100% (seratus persen) dari tarif dasar terhadap masing-masing kapal konvoi. Pasal 27 Kapal wajib pandu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 yang masuk ke atau keluar dari dan/atau melakukan gerakan tersendiri di daerah perairan wajib pandu tanpa izin dari pejabat yang berwenang, dikenakan tambahan tarif pelayanan pemanduan sebesar 200% (dua ratus persen) dari tarif dasar. Pasal 28 Kapal yang menggunakan pelayanan pemanduan diluar batas perairan wajib pandu dan perairan pandu luar biasa, dikenakan tarif pelayanan pemanduan pada perairan wajib pandu pelabuhan terdekat dengan ketentuan biaya transportasi dan akomodasi pemanduan menjadi beban pemakai layanan yang besarnya ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelabuhan Laut. Pasal 29 Kapal kargo tertentu seperti kapal yang mengangkut liquified natural gas (LNG), liquid petroleum gas (LPG) atau bertekanan tinggi (condensate) yang masuk ke atau keluar dari dan/atau melakukan gerakan tersendiri di daerah perairan wajib pandu, dikenakan tambahan tarif pelayanan pemanduan sebesar 100% (seratus persen) dari tarif dasar. Pasal 30 Pengenaan tarif pelayanan pemanduan bagi kapal tunda yang menggandeng tongkang/alat apung lainnya diatur sebagai berikut: a. Tongkang/alat apung lainnya yang ditunda/dikawal/didorong/digandeng oleh kapal tunda milik Kantor Pelabuhan Laut, dikenakan tarif pelayanan pemanduan sebesar GT tongkang/alat apung yang bersangkutan, sedangkan penggunaan kapal tunda tersebut dikenakan tarif pelayanan tunda yang berlaku sesuai dengan Peraturan ini; b. Tongkang/alat apung lainnya yang ditunda/dikawal/didorong/digandeng oleh kapal tunda bukan milik Kantor Pelabuhan Laut, dikenakan tarif pelayanan pemanduan sebesar GT kapal tunda ditambah GT tongkang/alat apung yang bersangkutan. Bagian Kedua Tarif Pelayanan Pandu Pasal 31
  • 28. Tarif dasar pelayanan pemanduan adalah jumlah total tarif tetap per kapal per gerakan ditambah dengan tarif variabel per GT per kapal per gerakan. Pasal 32 Tarif dasar pelayanan pemanduan untuk kapal angkutan laut dalam negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 Peraturan ini. Pasal 33 Tarif dasar pelayanan pemanduan untuk kapal angkutan laut luar negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4 Peraturan ini. Pasal 34 Besaran tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan Pasal 33, ditetapkan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Tarif pelayanan pemanduan pada waktu melayani masuk/keluar kapal di perairan wajib pandu, dikenakan 100% (seratus persen) dari tarif dasar; b. Tarif pelayanan pemanduan pada waktu melayani gerakan tersendiri di perairan wajib pandu, dikenakan 75% (tujuh puluh lima persen) dari tarif dasar; c. Tarif pelayanan pemanduan pada waktu melayani pemanduan kapal di luar batas perairan wajib pandu dan di perairan pandu luar biasa, dikenakan 200% (dua ratus persen) dari tarif dasar, ditambah biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28; d. Apabila perhitungan biaya pemanduan kapal angkutan laut dalam negeri kurang dari Rp.750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) per gerakan, maka biaya pemanduan dikenakan biaya minimal, sebesar Rp.750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) per gerakan; e. Apabila perhitungan biaya pemanduan kapal angkutan laut luar negeri kurang dari US$ 175.00 (seratus tujuh puluh lima dollar Amerika Serikat) per gerakan, maka biaya pemanduan dikenakan biaya minimal, sebesar US$ 175.00 (seratus tujuh puluh lima dollar Amerika Serikat) per gerakan. Pasal 35 Pelayanan pemanduan gerakan tersendiri didalam perairan wajib pandu untuk keperluan shifting kapal pada pelabuhan tertentu yang jarak pelayanan pemanduannya melebihi jarak pemanduan pada pelabuhan setempat dikenakan 75% (tujuh puluh lima persen) dari tarif dasar. Bagian Ketiga Pembebasan Tarif Pelayanan Pandu Pasal 36 Kapal angkutan laut dalam negeri yang dibebaskan dari tarif pelayanan pemanduan yaitu: a. kapal rumah sakit dalam keadaan perang; b. kapal perang Republik Indonesia atau kapal negara Republik Indonesia untuk
  • 29. tugas pemerintahan; c. kapal yang mengujungi pelabuhan hanya dengan maksud meminta pertolongan kemanusiaan dalam hal pengobatan atau penyelamatan terhadap bencana laut; d. kapal yang berpindah dari tambatan atas perintah Superintendent dan atau atas perintah Kepala Kantor Pelabuhan Laut untuk kepentingan operasional pelabuhan; e. kapal yang menyeberang secara tetap dan teratur menyinggahi pelabuhan yang sama lebih dari 1 (satu) kali dalam 24 (dua puluh empat) jam di perairan wajib pandu tertentu. Pasal 37 Kapal angkutan laut luar negeri yang dibebaskan dari tarif pelayanan pemanduan yaitu: a. kapal rumah sakit dalam keadaan perang; b. kapal yang mengunjungi pelabuhan hanya dengan maksud meminta pertolongan kemanusiaan dalam hal pengobatan atau penyelamatan terhadap bencana laut; c. kapal yang berpindah dari tambatan atas perintah otoritas pelabuhan untuk kepentingan operasional pelabuhan. Pasal 38 (1) Kapal-kapal yang mengalami kelambatan gerakan atas rekomendasi pandu karena pasang surut, gangguan cuaca, atau kejadian luar biasa lainnya, dibebaskan dari pembayaran tambahan tarif pelayanan pemanduan; (2) Pembebasan pembayaran tambahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Kepala Kantor Pelabuhan Laut. BAB IV PELAYANAN TUNDA Bagian Kesatu Umum Pasal 39 (1) Zona operasi kapal tunda sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Loodsdienst Ordonantic Tahun 1927 dimana penggunaan kapal tunda atau waktu gerakan dihitung mulai dari atau sampai batas pemanduan; (2) Jam kerja efektif adalah waktu yang dihitung sejak kapal tunda mulai mendekati kapal yang akan ditunda (walaupun belum menerima tali dari kapal tersebut), sampai kapal tunda selesai melaksanakan penundaan (melepas tali kapal yang ditunda/hingga saat kapal selesai sandar/in-position); (3) Waktu rata-rata dari dan ke pangkalan adalah waktu rata-rata yang diperlukan kapal mulai berangkat dari dan ke pangkalan. Pasal 40 (1) Ketentuan penghitungan waktu rata-rata kapal tunda berangkat dan kembali ke pangkalan di Pelabuhan Batam: a. penetapan pangkalan kapal tunda:
  • 30. 1. Pelabuhan Batu Ampar; 2. Pelabuhan Kabil; b. jam pemakaian kapal tunda dihitung selama menunda kapal ditambah waktu rata-rata di kolam pelabuhan; (2) Jam pemakaian kapal tunda dari pangkalan lain selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dihitung waktu rata-rata yang diperlukan kapal tunda sejak berangkat dari pangkalan ke lokasi kerja/kapal; (3) Perhitungan jarak aktual yaitu olah gerak ditambah jam pemakaian kapal tunda selama menunda kapal, terhitung sejak mulai sampai dengan selesai. Pasal 41 (1) Kantor Pelabuhan Batam menerbitkan tagihan langsung kepada agen/perusahaan pelayaran atas pelayanan penundaan yang diberikan; (2) Pembayaran tagihan atas pelayanan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke rekening Badan Pengusahaan Batam. Pasal 42 Pedoman keselamatan pelayaran dalam pelayanan penundaan bagi kapal dengan panjang 70 (tujuh puluh) meter atau lebih yang berolah gerak di perairan wajib pandu, diatur sebagai berikut: a. kapal dengan panjang 70 (tujuh puluh) meter sampai dengan 100 (seratus) meter dapat ditunda dengan 1 (satu) kapal tunda yang mempunyai daya minimal 800 (delapan ratus) PK; b. kapal dengan panjang lebih dari 100 (seratus) meter sampai dengan 150 (seratus lima puluh) meter, dapat ditunda 2 (dua) kapal tunda dengan jumlah daya 1.600 (seribu enam ratus) PK; c. kapal dengan panjang lebih dari 150 (seratus lima puluh) sampai dengan 200 (dua ratus) meter, dapat ditunda 2 (dua) kapal tunda dengan jumlah daya 3.400 (tiga ribu empat ratus) PK; d. kapal dengan panjang lebih dari 200 (dua ratus) meter sampai dengan 300 (tiga ratus) meter, dapat ditunda 3 (tiga) kapal tunda dengan jumlah daya 5.000 (lima ribu) PK; e. kapal dengan panjang lebih dari 300 (tiga ratus) meter, dapat ditunda 3 (tiga) kapal tunda dengan jumlah daya minimal 10.000 (sepuluh ribu) PK. Bagian Kedua Tarif Pelayanan Tunda Pasal 43 Pengenaan tarif pelayanan penundaan kapal diperairan wajib pandu, ditetapkan sebagai berikut: a. Pemakaian kapal tunda dikenakan tarif pelayanan penundaan sebesar tarif dasar; b. Pembatalan permintaan kapal tunda yang telah dikirim ke lokasi kapal, dikenakan tarif pelayanan penundaan sesuai tarif dasar minimal untuk pemakaian 1 (satu) jam. Pasal 44
  • 31. (1) Jam pemakaian kapal tunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dihitung sejak kapal tunda tiba di lokasi kapal yang ditunda sampai dengan selesai menunda ditambah jumlah jam keberangkatan dari dan kembali ke pangkalan; (2) Jumlah jam keberangkatan dari pangkalan dan jam kembali ke pangkalan bagi kapal tunda secara rata-rata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 5 Peraturan ini. Pasal 45 Kapal tunda milik swasta dapat menunda kapal sebagai sarana bantu penundaan apabila diperlukan dan wajib membayar sebesar 20% (dua puluh persen) dari tarif yang berlaku dalam Peraturan ini. Pasal 46 Penundaan kapal yang dilayani secara bersama-sama oleh kapal tunda milik Pelabuhan Batam dan kapal tunda milik swasta, maka pendapatan pelayanan penundaannya ditetapkan sebagai berikut: a. dibagi berdasarkan perbandingan jumlah daya kuda (PK) dari masing-masing kapal tunda yang digunakan; dan b. operator kapal swasta wajib membayar pada Kantor Pelabuhan Laut dengan besaran sesuai bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45. Pasal 47 (1) Jam pemakaian kapal tunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 untuk penggunaan kapal tunda kurang dari 1 (satu) jam dibulatkan dan dihitung menjadi 1 (satu) jam; (2) Pembulatan untuk selebihnya: a. kurang dari ½ (setengah) jam dihitung menjadi ½ (setengah) jam; b. lebih dari ½ (setengah) jam dihitung menjadi 1 (satu) jam. Pasal 48 Tarif dasar pelayanan penundaan adalah penjumlahan tarif tetap per kapal yang ditunda per jam dengan tarif variabel per GT per kapal yang ditunda perjam. Pasal 49 Tarif dasar pelayanan penundaan untuk kapal angkutan laut dalam negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI Peraturan ini. Pasal 50 Tarif dasar pelayanan penundaan untuk kapal angkutan laut luar negeri sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII Peraturan ini. Pasal 51 Apabila perhitungan biaya penundaan kurang dari Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) per gerakan, maka biaya penundaan dikenakan biaya minimal, sebesar Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) per gerakan.
  • 32. Pasal 52 (1) Atas dasar pertimbangan keselamatan pelayaran di perairan bandar/kolam pelabuhan terminal umum, setiap tongkang yang akan sandar diwajibkan menggunakan tambahan 1 (satu) unit kapal tunda dan dikenakan tarif sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 atau Pasal 51; (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi tongkang yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1). Pasal 53 Kapal dengan ukuran panjang kurang dari 70 (tujuh puluh) meter yang memerlukan pelayanan penundaan dikenakan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 atau Pasal 51. BAB V PELAYANAN TAMBAT Bagian Kesatu Umum Pasal 54 (1) Perusahaan pelayaran harus mengajukan permohonan pelayanan tambat paling lambat 24 (dua puluh empat) jam sebelum pelaksanaan kegiatan bongkar/muat dengan melampirkan: a. Ships Particular (Surat Ukur Kapal) b. Bill Of Loading (B/L) dan/atau Manifest; c. Data Kegiatan bongkar/muat; d. Stowage Plane; (2) Perusahaan/agen pelayaran harus mengajukan pembatalan atau perubahan permohonan pelayanan tambat pada terminal umum secara tertulis selambat- lambatnya 6 (enam) jam sebelum waktu pelayanan yang telah ditetapkan; (3) Kapal yang bertambat tanpa mengajukan permohonan tertulis, tanpa persetujuan serta mengalami keterlambatan waktu pelaksanaan gerakan perubahan posisi/geser, dikenakan sanksi administrasi sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71. Pasal 55 Pelayanan tambat pada terminal umum diberikan kepada kapal yang pertama kali tiba di perairan pelabuhan (First Come First Service) yang disesuaikan dengan penataan lay out pelabuhan yang telah ditetapkan (bila tidak ada ruang dermaga, akan disandarkan pada dermaga yang sedang tidak ada kegiatan). Bagian Kedua Waktu Pelayanan Tambat Pasal 56 Pemberian waktu pelayanan tambat bagi kapal yang akan melaksanakan kegiatan
  • 33. bongkar/muat pada terminal umum: a. Disesuaikan dengan jumlah barang yang akan dibongkar/dimuat; b. Diberikan tambahan waktu persiapan 4 (empat) jam untuk persiapan bongkar/muat dan persiapan dokumen administrasi kapal. Pasal 57 , (1) Kapal diberikan waktu 4 (empat) jam untuk penerimaan muatan setelah selesai bongkar/muat; (2) Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kapal tidak dapat melaksanakan pemuatan, maka kapal harus keluar untuk berlabuh/lego jangkar. Pasal 58 (1) Perusahaan/agen pelayaran harus mengajukan perpanjangan waktu tambat apabila belum tibanya barang yang akan dimuat akibat kelalaian pemilik barang/cargodoring/stevedoring. (2) Kantor Pelabuhan Laut akan memberikan perpanjangan waktu tambat dengan pengenaan tambahan tarif sesuai waktu perpanjangan; (3) Apabila perusahaan/agen pelayaran tidak mengajukan perpanjangan waktu tambat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dikenakan sanksi berupa denda dengan perhitungan 200% (dua ratus persen) dari tarif dasar. Pasal 59 (1) Perusahaan/agen pelayaran harus mengajukan pemberitahuan perubahan bagi kapal yang terlambat atau lebih cepat bertambat dari waktu yang telah ditetapkan; (2) Pemberitahuan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) jam setelah pelaksanaan tambat. Pasal 60 (1) Perusahaan/agen pelayaran harus mengajukan perubahan penggunaan tambatan pada terminal umum yang melebihi dari waktu yang telah ditetapkan; (2) Pengajuan perubahan penggunaan tambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertulis selambat-lambatnya 6 (enam) jam sebelum batas waktu tambat berakhir. Bagian Ketiga Tarif Pelayanan Tambat Pasal 61 (1) Tarif pelayanan tambat dikenakan terhadap setiap kapal yang bertambat pada tambatan dermaga (beton, besi dan kayu), breasting dolphin/pelampung serta kapal yang merapat pada kapal lain yang sedang sandar/tambat; (2) Pengenaan tarif pelayanan tambat sebagaimana dimaksud ayat (1), didasarkan pada GT kapal berpedoman pada surat ukur kapal dengan masa tambat menggunakan satuan etmal. Pasal 62
  • 34. (1) Kapal yang bertambat di terminal umum diberi batas waktu yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelabuhan Laut berdasarkan kesepakatan dengan asosiasi pengguna layanan terkait, berpedoman pada pola perhitungan jumlah muatan per kapal dibagi loading/discharging rate. (2) Kelebihan waktu tambat dari batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dikenakan tambahan tarif pelayanan tambat sebesar 100% (seratus persen) dari tarif dasar. Pasal 63 (1) Pelampung tambat/buoy milik swasta dapat digunakan sebagai fasilitas tambat bouy pada perairan terminal umum apabila diperlukan; (2) Penggunaan pelampung tambat/buoy sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan izin tertulis yang diberikan oleh Kepala Kantor Pelabuhan Laut; (3) Pemilik pelampung tambat/buoy sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar sharing sebesar 20% (dua puluh persen) dari tarif yang berlaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan Pasal 67. Pasal 64 (1) Kapal yang bertambat pada lebih dari satu jenis tambatan, yaitu tambatan dermaga (beton, besi dan kayu) atau bertambat pada lambung kapal lain yang sedang bertambat, perhitungan masa tambatnya didasarkan pada penjumlahan waktu dari penggunaan beberapa tambatan (tidak termasuk waktu bertambat pada breasting dolphin, pelampung dan pinggiran) dan dikenakan tarif tambatan tertinggi; (2) Kapal yang bertambat pada lambung kapal lain yang sedang bertambat di terminal umum, dikenakan tarif pelayanan tambat sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif dasar sesuai tambatan yang dipergunakan; (3) Kapal yang bertambat di terminal umum pada tambatan dermaga (beton, besi dan kayu) yang dilengkapi breasting dolphin atau pelampung, dikenakan tarif pelayanan tambat dermaga (beton, besi dan kayu). Pasal 65 Tarif pelayanan tambat dihitung sekurang-kurangnya untuk ¼ (seperempat) etmal atau 6 (enam) jam dengan pembulatan sebagai berikut: a. pemakaian tambat sampai dengan 6 (enam) jam dihitung ¼ (seperempat) etmal; b. pemakaian tambat lebih dari 6 (enam) jam sampai dengan 12 (dua belas) jam dihitung ½ (setengah) etmal; c. pemakaian tambat lebih dari 12 (dua belas) jam sampai dengan 18 (delapan belas) jam dihitung ¾ (tiga perempat) etmal; d. pemakaian tambat lebih dari 18 (delapan belas) jam sampai dengan 24 (dua puluh empat) jam dihitung 1 (satu) etmal. Pasal 66 Tarif dasar pelayanan tambat untuk kapal angkutan laut dalam negeri adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran 8 Peraturan ini. Pasal 67
  • 35. Tarif dasar pelayanan tambat untuk kapal angkutan laut luar negeri adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran 9 Peraturan ini. Pasal 68 Terhadap kapal yang berkunjung ke terminal umum dalam rangka kegiatan niaga, dikenakan tarif tambat dengan sistem perhitungan dari tarif dasar, sebagai berikut: a. Kapal melakukan bongkar/muat kargo 100% b. Kapal melakukan pengisian air 100% Pasal 69 Terhadap kapal penumpang yang berkunjung dalam rangka kegiatan angkutan penumpang, dikenakan tarif tambat di setiap terminal penumpang yang dikunjungi dengan ketentuan sebagai berikut: a. Kurang dari 20 (dua puluh) kunjungan setiap bulan, dihitung sesuai jumlah kunjungannya; 100% b. Lebih dari 20 (dua puluh) kunjungan setiap bulan, dihitung hanya 20 (dua puluh) kunjungan saja setiap bulannya. 100% Pasal 70 (1) Terhadap kapal yang berada di Tersus/TUKS dalam rangka kegiatan bongkar/muat, repair/docking, standby, dikenakan tarif tambat dengan sistem perhitungan dari tarif dasar, sebagai berikut: a. 1–10 etmal 50% b. 11–90 etmal 25% c. 91–180 etmal 12.5% d. Lebih dari 180 etmal 25% (2) Kapal bangunan baru yang belum memiliki surat ukur kapal dikenakan tarif pelayanan tambat 50% (lima puluh persen) dari tarif dasar dalam mata uang IDR terhitung sejak kapal diluncurkan; (3) Setelah surat ukur kapal diterbitkan oleh Syahbandar, maka kapal dikenakan tarif pelayanan tambat sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); (4) Pembebasan tarif pelayanan tambat diberikan kepada kapal yang sedang diatas dock. Bagian Keempat Sanksi Administrasi dan Tarif Tambahan Pasal 71 Kapal yang berangkat tanpa menyelesaikan administrasi nota tagihan pelayanan kepelabuhanan akan dikenakan sanksi berupa denda 100% (seratus persen) dari seluruh etmal ditambah sanksi administrasi sebesar Rp500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk kapal pelayaran dalam negeri dan US$200 (dua ratus Dollar Amerika Serikat) untuk kapal pelayaran luar negeri. Pasal 72
  • 36. Kapal Ro-Ro/tongkang/ferry yang bertambat pada tambatan umum, apabila menggunakan rampdoor dikenakan tarif tambahan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari tarif pelayanan tambat. Pasal 73 (1) Kapal-kapal yang bertambat pada terminal umum harus sesuai dengan posisi yang telah ditetapkan dengan toleransi penggunaan batas jarak maksimum 10 (sepuluh) meter. (2) Perubahan posisi pemakaian tambatan pada terminal umum harus diajukan oleh perusahaan/agen pelayaran secara tertulis selambat-lambatnya 4 (empat) jam setelah kapal tambat, atau 4 (empat) jam sebelum pelaksanaan perubahan tambatan; (3) Perubahan posisi/geser dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) jam dari shifting order yang ditetapkan; (4) Keterlambatan pengajuan pembatalan atau perubahan waktu/posisi tambat dan pembatalan atau perubahan waktu tambat tanpa pemberitahuan tertulis, perusahaan/agen pelayaran dikenakan sanksi sebesar ½ (setengah) etmal dari tarif dasar; (5) Keterlambatan pengajuan perpanjangan waktu tambat dan perubahan posisi tambat, perusahaan/agen pelayaran dikenakan tambahan tarif pelayanan 100% (seratus persen) dari tarif yang berlaku atas kelebihan waktu dan atau perubahan posisi. Pasal 74 (1) Perubahan rencana penggunaan tambatan kurang dari 6 (enam) jam dari rencana tambat yang telah disetujui, perhitungan waktu tambat dikenakan terhitung sejak waktu tambat yang disetujui; (2) Perubahan rencana tambat lebih dari 6 (enam) jam dianggap sebagai pembatalan penetapan tambahan semula, dengan tetap dikenakan perhitungan jam tambat ½ (setengah) etmal. Pasal 75 (1) Kapal/tongkang angkutan barang regular ditetapkan dengan persyaratan sebagai berikut: a. melayani rute Batam–Singapura PP dalam rangka kegiatan niaga; b. melakukan lebih dari 10 (sepuluh) kunjungan per bulan kalender ke terminal umum; c. diageni perusahaan pelayaran yang sama dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan berturut-turut; (2) Kapal/tongkang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan ketentuan tarif sebagai berikut: a. tarif pelayanan labuh dan pelayanan tambat sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif dasar; b. tarif pelayanan tunda sebesar US$75 (tujuh puluh lima Dollar Amerika Serikat) per kunjungan. (3) Terhadap kapal pengganti tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b, kecuali kapal dimaksud memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan c;
  • 37. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) tidak berlaku bagi kapal yang melayani angkutan Roll on-Roll off rute Batam-Singapura PP. Pasal 76 Ketentuan tentang tata cara pelayanan kapal dan pelabuhan diatur lebih lanjut dalam peraturan tentang standar operasional prosedur pelayanan pelabuhan. BAB VI PELAYANAN KAPAL ANGKUTAN LAUT PERINTIS Pasal 77 (1) Kapal angkutan laut perintis dikenakan tarif pelayanan kepelabuhanan yang berlaku untuk kapal pelayaran rakyat; (2) Kapal angkutan laut perintis yang beroperasi tidak sesuai dengan trayeknya dikenakan tarif pelayanan kapal niaga angkutan laut dalam negeri. BAB VII PELAYANAN KAPAL YACHT Pasal 78 (1) Terminal yang ditetapkan untuk kegiatan sandar kapal yacht dan sejenisnya di Pelabuhan Batam adalah: a. Terminal Nongsa Point Marina di Nongsa; b. Terminal Marina Water Front City di Teluk Senimba; (2) Kapal yacht dan sejenisnya yang berbendera asing yang berkunjung ke Batam harus dilengkapi Clearance Approval for Indonesian Territory (CAIT) dan Sailing Registration Booklet dari Pemerintah Indonesia yang masih berlaku serta Surat Izin Berlayar (Port Clearance) dari pelabuhan keberangkatan terakhir; (3) Kapal yacht berbendera asing yang datang tanpa dilengkapi dokumen CAIT /Booklet yang masih berlaku, diwajibkan mengurus CAIT dari instansi yang berwenang; (4) Kapal yacht yang datang tidak mempunyai Surat Izin Berlayar (SPB/ Port Clearance) dari pelabuhan keberangkatan terakhir diwajibkan menyelesaikan sesuai ketentuan yang berlaku di bidang kesyahbandaran; (5) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, kapal yacht diberi batas waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari untuk berada di pelabuhan Batam, serta tidak dibenarkan berlayar ke perairan Indonesia lainnya. Pasal 79 (1) Kapal yacht berbendera asing yang menyinggahi Pelabuhan Batam, dikenakan tarif pelayanan kapal dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (US$); (2) Kapal yacht berbendera Indonesia yang datang dari atau berangkat ke luar negeri dikenakan tarif pelayanan kapal dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (US$); (3) Kapal yacht berbendera Indonesia yang berlayar hanya di wilayah perairan dalam negeri dikenakan tarif pelayanan kapal dalam mata uang Rupiah (IDR).
  • 38. Pasal 80 (1) Tarif pelayanan labuh dan pelayanan tambat bagi kapal yacht dan sejenisnya digabung menjadi satu tarif yang disebut sebagai Call Rates (tarif kunjungan), dengan besaran sebagaimana tercantum dalam Lampiran 10 Peraturan ini; (2) Pengenaan tarif pelayanan bagi kapal yacht sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada masa tambat (hari). BAB VIII PELAYANAN AIR BERSIH Pasal 81 Tata cara pelaksanaan pelayanan air bersih oleh pihak swasta ke kapal-kapal yang melakukan pengambilan air di daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan Pelabuhan Batam adalah sebagai berikut: a. Perusahaan/agen pelayaran mengajukan permohonan kepada petugas Pelabuhan Batam mengeni keperluan air bersih bagi kapalnya yang sedang berlabuh atau melakukan kegiatan di daerah lingkungan perairan Batam; b. Perusahaan swasta terlebih dahulu harus mendapatkan izin dari Kantor Pelabuhan Laut sebelum melaksanakan pengiriman/pengisian air untuk kapal-kapal sebagaimana dimaksud pada huruf a; c. Kantor Pelabuhan Laut tidak akan melayani pengisian air bersih di pelabuhan bagi perusahaan/agen pelayaran maupun perusahaan swasta yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b; d. Perusahaan swasta yang mempunyai sumber air bersih sendiri, dalam melaksanakan pengiriman/pengisian air bersih ke kapal-kapal harus dilengkapi dengan dokumen pendukung yang diterbitkan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan yang menyatakan mutu dan kualitas air tersebut bersih; e. Permintaan pelayanan air bersih di dermaga dilaksanakan dengan ketentuan permintaan minimal 5 m3 (lima meter kubik); f. Pembatalan permohonan pelayanan air bersih tanpa pemberitahuan terlebih dahulu dikenakan tagihan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari total permohonan, kecuali untuk pelayanan air dengan kapal supply dikenakan tagihan sebesar 100% (seratus persen) dari total permohonan. Pasal 82 (1) Tarif pelayanan air bersih untuk kapal dan usaha di pelabuhan, dikenakan dalam mata uang Rupiah (IDR); (2) Pelayanan air bersih untuk kapal dan usaha di pelabuhan dikenakan sesuai tarif yang berlaku dari perusahaan penyedia air bersih, ditambah biaya pelayanan 20% (dua puluh persen). BAB IX LAIN-LAIN Pasal 83
  • 39. Pembulatan GT kurang dari 1 (satu) GT dihitung menjadi 1 (satu) GT. Pasal 84 Besaran tarif pelayanan kapal dalam Peraturan ini belum termasuk pajak-pajak yang berlaku. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 85 Pada saat Peraturan ini mulai berlaku, a. Pasal 1 huruf a sampai dengan huruf o, Pasal 2 sampai dengan Pasal 14, Pasal 36 sampai dengan Pasal 38, Pasal 43 dan Pasal 44 ayat (1), (2) dan (3) Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor 19/KPTS/KA/IV/2004 tentang Tarif Jasa Kepelabuhanan di Lingkungan Pelabuhan Batam-Rempang-Galang (Barelang); b. Pasal 1 sampai dengan Pasal 7, Pasal 11, Pasal 12 sampai dengan Pasal 15 Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor 20/KPTS/KA/IV/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Operasional Kepelabuhanan di Lingkungan Pelabuhan Batam-Rempang-Galang (Barelang); c. Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor 044/KPTS/KA/IV/2005 tentang Perubahan Dan Tambahan Surat Keputusan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor 19/KPTS/KA/IV/2004 Tentang Tarif Jasa Kepelabuhanan di Lingkungan Pelabuhan Batam-Rempang-Galang (Barelang); d. Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor 73/KPTS/KA/X/2006 tentang Perubahan dan Penambahan atas Surat Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor 20/KPTS/KA/IV/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Operasional Kepelabuhanan di Lingkungan Pelabuhan Batam-Rempang-Galang (Barelang); dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 86 Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Batam pada tanggal 12 Desember 2012 KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM, ttd MUSTOFA WIDJAJA Salinan sesuai dengan aslinya Karo. Sekretariat dan Protokol, A. Gani Lasya
  • 40. BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM BATAM CENTRE, PULAU BATAM KOTAK POS 151; TELEPON (0778) 462047, 462048; FAKSIMILE (0778) 462240, 462456 KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM PERATURAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN TARIF PELAYANAN BARANG DI LINGKUNGAN PELABUHAN BATAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengakomodir perubahan pola pengelompokan tarif, serta dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan kepelabuhanan di Pelabuhan Batam khususnya pelayanan barang, maka dipandang perlu menyesuaikan petunjuk pelaksanaan dan tarif pelayanan barang di lingkungan Pelabuhan Batam; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4775); SALINAN
  • 41. 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849); 3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4757) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5195); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009, tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Perhubungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4227); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5196); 7. Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2008 tentang Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas; 8. Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2008 tentang Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; 9. Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan Nomor 149/Kpb/V.77, Menteri Keuangan Nomor 150/KMK/77, dan Menteri Perhubungan Nomor KM.119/Phb-77, tentang Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan di Pulau Batam; 10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 77 Tahun 2009 tentang Rencana Induk Pelabuhan Batam; 11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan Batam sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 47 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan Batam;
  • 42. 12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2011 tentang Terminal Khusus dan Terminal untuk Kepentingan Sendiri; 13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.05/2012 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; 14. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 17 Tahun 2000 tentang Pedoman Penanganan Bahan/Barang Berbahaya dalam Kegiatan Pelayaran di Indonesia; 15. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat Barang dari dan ke Kapal; 16. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 54 Tahun 2002 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut; 17. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 50 Tahun 2003 tentang Jenis, Struktur dan Golongan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan untuk Pelabuhan Laut sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 72 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 50 Tahun 2003 tentang Jenis, Struktur dan Golongan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan untuk Pelabuhan Laut; 18. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 39 Tahun 2004 tentang Mekanisme Penetapan Tarif dan Formulasi Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan pada Pelabuhan yang Diselenggarakan oleh Badan Usaha Pelabuhan; 19. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 45 Tahun 2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut; 20. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 330 Tahun 2009 tentang Penetapan Pelabuhan Bebas pada Kawasan Perdagangan Bebas di Batam, Bintan dan Karimun; 21. Peraturan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
  • 43. 22. Keputusan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor Kpts/6/DK/IX/2008 tentang Penetapan Personel Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Keputusan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor Kpts 19/DK-BTM/X/2010 tentang Penetapan Personel Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; 23. Peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 10 Tahun 2011 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; 24. Keputusan Kepala Kantor Pelabuhan Batam Nomor 4/KPTS/PL/6/2010 tentang Penetapan Pembagian Wilayah Kerja Operasional Kantor Pelabuhan Batam; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN TARIF PELAYANAN BARANG DI LINGKUNGAN PELABUHAN BATAM. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan: 1. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, untuk selanjutnya disebut Badan Pengusahaan Batam, adalah lembaga/instansi pemerintah pusat yang dibentuk oleh Dewan Kawasan dengan tugas dan wewenang melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam; 2. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik dan/atau turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran, dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi; 3. Pelabuhan Batam adalah pelabuhan yang berada di wilayah kerja Badan Pengusahaan Batam dan diselenggarakan oleh Badan Pengusahaan Batam, yang terdiri dari Terminal Umum, Terminal untuk Kepentingan Sendiri, Terminal Khusus, dan Perairan Pelabuhan Batam;
  • 44. 4. Perairan Pelabuhan Batam adalah wilayah perairan berdasarkan batas yang ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan, yaitu peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan batas wilayah Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, batas wilayah berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Batam dan batas wilayah Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan, dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan yang ditetapkan Pemerintah; 5. Kepala Kantor Pelabuhan Laut adalah pimpinan pelabuhan di lingkungan Badan Pengusahaan Batam; 6. Tarif Pelayanan Kepelabuhan adalah penerimaan yang diperoleh atas pelayanan kapal, pelayanan barang, pelayanan alat, dan pelayanan penunjang kepelabuhanan di pelabuhan yang di selenggarakan oleh Badan Pengusahaan Batam, yang terdiri dari Terminal Umum, Terminal Untuk Kepentingan Sendiri, Terminal Khusus, dan perairan pelabuhan Batam; 7. Terminal khusus yang selanjutnya disebut Tersus adalah terminal yang terletak di luar Daerah Lingkungan kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan kepentingan (DLKp) pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya; 8. Terminal untuk kepentingan sendiri yang selanjutnya disebut TUKS adalah terminal yang terletak dalam daerah lingkungan kerja (DLKr) dan daerah lingkungan kepentingan (DLKp) pelabuhan yang merupakan bagian dari palabuhan untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya; 9. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga mesin atau ditunda, termasuk kendaraan air yang berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah; 10. Kapal melakukan kegiatan niaga adalah kapal yang selama berkunjung di pelabuhan melakukan kegiatan bongkar muat kargo berupa barang, penumpang dan hewan, termasuk kapal pemerintah/Tentara Nasional Indonesia (TNI)/Kepolian Negara Republik Indonesia (POLRI); 11. Kapal tidak melakukan kegiatan niaga adalah kapal yang selama berkunjung di pelabuhan tidak melakukan kegiatan bongkar muat kargo berupa barang, penumpang dan hewan, yaitu kapal dalam rangka kegiatan bunker, mengambil perbekalan serta keperluan lain yang digunakan dalam melanjutkan perjalanannya, menambah/mengganti anak buah kapal, mendapat pertolongan dokter, pertolongan dalam kebakaran, tank cleaning serta pembasmian hama (fumigasi); 12. Kapal lay-up adalah kapal yang dilabuhkan di tempat yang ditetapkan sebagai area lay-up sesuai peraturan perundang-undangan dan tidak dipergunakan dalam kegiatan pengangkutan kargo/penumpang, dengan perlakuan ketentuan jumlah awak kapal berdasarkan klasifikasi kegiatan lay-up nya (hot lay-up, semi cold stacking, cold stacking) dan disampaikan sebagai kapal lay-up pada saat kedatangan kepada syahbandar; 13. Terminaling adalah kapal yang bertindak sebagai terminal, dan berlabuh secara tetap pada titik koordinat yang ditentukan; 14. Kapal Yacht dan sejenisnya adalah kapal yang dilengkapi secara khusus untuk berekreasi/olah raga/melakukan perlombaan-perlombaan di laut, baik yang digerakkan dengan pesawat pendorong, layar, ataupun dengan cara-cara lain;
  • 45. 15. Angkutan Laut Luar Negeri adalah kegiatan angkutan laut dari pelabuhan Indonesia ke pelabuhan luar negeri atau sebaliknya, termasuk melanjutkan kunjungan antar pelabuhan di wilayah perairan laut Indonesia yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut; 16. Angkutan Laut Dalam Negeri adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan yang dilakukan di wilayah Perairan Laut Indonesia di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 14 Pasal ini, yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut; 17. Angkutan Laut Perintis adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di wilayah Indonesia yang dilakukan dengan trayek tetap dan teratur, untuk menghubungkan daerah terpencil dan belum berkembang; 18. Pelayaran Rakyat adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di wilayah Indonesia dengan menggunakan kapal layar atau kapal layar motor yang berukuran sampai dengan 400 (empat ratus) GT dan kapal motor yang berukuran sampai dengan 35 (tiga puluh lima) GT; 19. Kapal yang melakukan kegiatan tetap adalah kapal yang melakukan kegiatan secara tetap dan tinggal tetap di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan; 20. Pemanduan adalah kegiatan pandu dalam membantu Nakhoda agar olah gerak kapal dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib dan lancar; 21. Penundaan adalah pekerjaan mendorong, mengawal, menjaga, menarik atau mengandeng kapal yang berolah gerak, untuk bertambat ke atau untuk melepas dari tambatan dermaga, breasting dolphin, pelampung dan kapal lainnya dengan menggunakan kapal tunda; 22. Pengepilan adalah pekerjaan mengikat, melepas, menarik tali temali kapal yang berolah gerak untuk bertambat ke atau untuk melepas dari dermaga, breasting dolphin, pelampung dan kapal lainnya dengan menggunakan atau tidak menggunakan motor kepil; 23. Kargo adalah semua jenis barang/hewan muatan kapal yang dibongkar/dimuat dari dan ke kapal yang diangkut dari pelabuhan asal ke pelabuhan tujuan, dapat berupa angkutan antar pulau atau impor/ekspor; 24. Kargo dalam kemasan adalah barang yang menggunakan kemasan petikemas (container), atau menggunakan pallet dan unitisasi; 25. Kargo tidak dalam kemasan adalah barang selain sebagaimana dimaksud pada angka 23 Pasal ini dalam bentuk urai, antara lain berupa break bulk, bag cargo, barang curah kering, barang curah cair dan hewan; 26. Gudang adalah merupakan suatu tempat atau bangunan beratap yang diperuntukan untuk menimbun, menyimpan dan mengerjakan barang dengan tujuan agar barang tersebut terhindar dari kerusakan dan kehilangan yang diakibatkan oleh manusia, hewan, serangga maupun karena cuaca; 27. Gudang transito adalah gudang lini I (satu) dimana barang yang dimasukan ke dalam gudang tersebut telah siap untuk diteruskan ke tempat tujuan, baik untuk diekspor maupun diteruskan ke tempat pemiliknya atau consignee dalam waktu yang tidak lama/sementara;
  • 46. 28. Throughput Fee adalah pungutan yang dikenakan terhadap setiap barang curah yang dibongkar/dimuat melalui pipa yang melintas pada lokasi terminal di dalam daerah lingkungan kerja daratan dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan; 29. Roll On-Roll Off adalah moda dalam pengangkutan barang yang bisa memuat/membongkar kargo masuk/keluar kapal dengan penggeraknya sendiri, menggunakan kapal yang dilengkapi ramp door; 30. Gross Tonage, selanjutnya disebut GT, adalah perhitungan volume semua ruang yang terletak dibawah geladak kapal ditambah dengan volume ruangan tertutup yang terletak diatas geladak ditambah dengan isi ruangan beserta semua ruangan tertutup yang terletak diatas geladak paling atas (superstructure), tonase kotor dinyatakan dalam ton yaitu suatu unit volume sebesar 100 (seratus) kaki kubik yang setara dengan 2,83 (dua koma delapan tiga) kubik meter; 31. Container Freight Station yang selanjutnya disebut CFS adalah kawasan yang digunakan untuk menimbun petikemas LCL, melaksanakan stuffing/unstuffing, dan untuk menimbun break-bulk cargo yang akan di-stuffing ke petikemas atau di- unstuffing dari petikemas; 32. Less than Container Load yang selanjutnya disebut LCL adalah petikemas yang berisi muatan dari beberapa shiper dan penerimanya terdiri dari beberapa consignee; 33. Full Container Load yang selanjutnya disebut FCL adalah petikemas yang berisi muatan satu shiper dan penerimanya satu consignee. Pasal 2 (1) Pembayaran nota pelayanan kepelabuhanan harus dilakukan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal nota terbit pada bank mitra yang ditunjuk; (2) Apabila pengguna layanan lalai melakukan pelunasan nota pelayanan kepelabuhanan, maka pelayanan kepelabuhanan dan pelayaran lainnya akan ditangguhkan termasuk penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB); (3) Pengajuan keberatan atas nota pelayanan kepelabuhanan dapat diterima paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak penerbitan nota, dengan menyampaikan surat keberatan yang menjelaskan keberatannya, dan melampirkan copy nota dan data pendukung lainnya; (4) Nilai tagihan pelayanan kepelabuhanan dalam mata uang rupiah per nota tagihan minimal sebesar Rp50.000,- (lima puluh ribu rupiah); (5) Nilai tagihan pelayanan kepelabuhanan dalam mata uang dollar Amerika Serikat per nota tagihan minimal sebesar US$5,00 (lima Dollar Amerika Serikat). BAB II PELAYANAN BONGKAR/MUAT BARANG Bagian Kesatu Umum Pasal 3 (1) Perusahaan Bongkar/Muat harus mengajukan secara tertulis permohonan kegiatan bongkar/muat segera menerima informasi dari perusahaan/agen pelayaran tentang rencana kedatangan kapal dan rencana sandar kapal;
  • 47. (2) Permohonan kegiatan bongkar/muat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan menggunakan Formulir 1.B, dengan melampirkan persyaratan sebagai berikut: a. Surat penunjukan pelaksanaan bongkar/muat dari pemilik barang (kontrak kerja bongkar/muat–stevedoring); b. Copy Bill Of Loading; c. Copy Manifest; d. Jumlah dan jenis muatan, untuk penentuan peralatan bongkar/muat; e. Jumlah buruh yang dibutuhkan sesuai dengan waktu yang ditentukan (sesuai produktifitas bongkar/muat); f. Kesiapan angkutan darat/jumlah truk yang disiapkan untuk pelaksanaan angkutan darat ke gudang penerimaan. (3) Persyaratan tambahan sebagai berikut: a. Bila muatan termasuk barang berbahaya, Perusahaan Bongkar/Muat harus mengajukan permohonan izin bongkar/muat barang berbahaya kepada Syahbandar; b. Bila muatan termasuk untuk tujuan ekspor, Perusahaan Bongkar/Muat harus melampirkan Shipping Order/Shipping Instruction dengan menyebutkan pelabuhan tujuan. Pasal 4 Perusahaan Bongkar/Muat harus melaksanakan kegiatan bongkar/muat selama 24 (dua puluh empat) jam. Pasal 5 (1) Perusahaan pelayaran diberi waktu 2 (dua) jam setelah kegiatan bongkar/muat selesai untuk penyelesaian administrasi dan kesiapan keberangkatan kapal; (2) Apabila kapal masih menunggu muatan balik, maka kapal diberikan tenggang waktu paling lama 4 (empat) jam; (3) Apabila dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kapal tidak siap, maka kapal harus keluar untuk lego jangkar. Pasal 6 (1) Dermaga bukan sebagai tempat penumpukan barang/muatan; (2) Perusahaan Bongkar/Muat harus mengajukan secara tertulis permohonan area pembongkaran muatan sementara; (3) Kantor Pelabuhan Laut memberikan izin penggunaan area pembongkaran muatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk paling lama 3 (tiga) jam, dan setelah itu barang/muatan harus dibawa ke lokasi penumpukan atau lokasi pemilik; (4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan denda sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) per jam.
  • 48. Bagian Kedua Perusahaan Bongkar/Muat (PBM) dan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL) Pasal 7 (1) Selambat-lambatnya 2 (dua) jam setelah kapal bersandar, PBM/EMKL harus segera melaksanakan kegiatan sesuai fungsinya; (2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per 2 (dua) jam keterlambatan. Pasal 8 (1) PBM yang mengoperasikan Crane diwajibkan memakai alas kaki dengan ukuran sebagai berikut: Tebal : 5 cm (lima sentimeter) Lebar : 2 x 40 cm (dua kali empat puluh sentimeter) Panjang : 100 cm (seratus sentimeter) (2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per pelanggaran. Pasal 9 (1) PBM/EMKL dapat melakukan penumpukan stuffing dan/atau unstuffing kontainer di gudang CFS; (2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per kontainer. Pasal 10 (1) PBM/EMKL dalam melaksanakan kegiatan harus sesuai dengan standar produktifitas yang telah ditetapkan di Pelabuhan Batam; (2) Standar produktifitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kesepakatan dengan keputusan Kepala Kantor Pelabuhan Laut; (3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi berupa denda tambahan tarif pelayanan dermaga sebesar 200% (dua ratus persen) dari tarif dasar. Pasal 11 PBM harus menyediakan alat bantu pengaman bongkar/muat seperti jala-jala di lambung kapal untuk kegiatan bongkar/muat barang jenis bag cargo (karung) seperti beras dan semen non-pallet. Pasal 12 Petugas pengawas bongkar/muat dari PBM dan wakilnya harus secara terus menerus berada di daerah kerjanya untuk memantau kegiatan bongkar/muat dan berkoordinasi dengan petugas Pelabuhan Laut bila terjadi hambatan.
  • 49. Pasal 13 (1) PBM/EMKL dilarang menempatkan chassis atau chassis bermuatan di areal pelabuhan; (2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi berupa penguncian roda dan denda sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) per unit. Pasal 14 PBM/EMKL yang menyebabkan tumpahnya minyak dari alat bongkar/muat di atas landasan dermaga dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) per m2 (meter persegi) per kejadian. Pasal 15 Perusahaan pelayanan pelabuhan yang menyebabkan kerusakan instalasi di daerah kerja pelabuhan dikenakan sanksi senilai biaya yang timbul atas kerusakan tersebut. Pasal 16 (1) Parkir kendaraan kerja (truk dan trailler) harus pada tempat yang telah disediakan; (2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan sanksi berupa penguncian roda dan denda sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) per alat angkut/alat bongkar muat. Pasal 17 PBM/EMKL yang melaksanakan kerja bongkar muat atau pengangkutan barang tanpa izin tertulis dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh ribu rupiah) per alat bongkar/muat. Pasal 18 PBM dan EMKL yang melakukan kegiatan landing menggunakan rampdoor tongkang di dermaga tanpa izin dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp1.000.000,- (satu juta rupiah). BAB III PELAYANAN DERMAGA Pasal 19 Tarif pelayanan dermaga dikenakan bagi setiap barang yang dibongkar/dimuat dari atau ke kapal/tongkang yang bertambat di tambatan maupun yang tidak bertambat yang lokasi kegiatannya berada di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan. Pasal 20 Barang yang dimuat/dibongkar melalui dermaga ke maupun dari kapal/tongkang di terminal umum dikenakan tarif pelayanan dermaga sebesar tarif dasar.