Sistematika Dokumen Rencana Induk Sistem Drainase PerkotaanJoy Irman
Dokumen tersebut membahas langkah-langkah dan sistematika dalam penyusunan Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan, mencakup pendahuluan, deskripsi wilayah studi, standar perencanaan, serta analisis dan perencanaan drainase. Dokumen ini memberikan panduan lengkap dalam menyusun rencana drainase kota.
Tata Cara Kerjasama SPAM oleh Effendi MansurH2O Management
“Si Vis Pacem Para Bellum” (Jika kau ingin damai, bersiaplah untuk perang)
Kelangkaan air akan menjadi sumber malapetaka ke depan jika kita tak mampu mengatasinya. Harga suatu barang dan jasa selalu mengikuti nilai ‘langka ini. Air sebagai sumber kehidupan merupakan asset yang vital bagi bertahan hidup manusia. Ataukah nanti akan terjadi perang dunia tiga berupa perang sumber daya air? Bagaimana kita dapat menyediakan hal yang paling esensial bagi publik ini?
Apakah ada skema pembiayaan non bank yang relevan dan fleksibel dalam implementasinya?
Makalah ini disusun atas kepedulian kami pada penyediaan infrastruktur dasar seperti air, listrik, sarana transportasi dengan skema investasi non bank yang bersifat longterm investment di atas 10 tahun. Kami ingin berbagi pengalaman dalam menyusun program-program yang bermanfaat untuk masyarakat luas dengan pola pembiayaan dari non bank, baik itu melalui Investor-Sponsor maupun Investor-Lender.
Kami telah menyusun perencanaan secara holistik dalam jangka panjang yang perlu didukung beberapa pihak terkait (stakeholder) agar terealisasi secara bertahap sesuai dengan rencana bisnis. Investasi Infrastruktur Skema KPBU di Tengah Defisit Anggaran Sebagai Kunci Pengembangan Daerah Indonesia.
Dokumen tersebut membahas tentang tata cara pemilihan lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah. TPA merupakan tempat terakhir pengelolaan sampah yang melakukan proses akhir pengembalian sampah ke lingkungan secara aman. Lokasi TPA ideal harus memenuhi kriteria geologi, hidrogeologi, hidrologi, dan tidak membahayakan sumber air serta jauh dari pemukiman. Dokumen ini juga menjelaskan parameter yang mempeng
Rencana Induk Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga. Modul B.1.1 Jenis, Muatan dan Ketentuan Teknis Rencana Induk.
Sistematika Dokumen Rencana Induk Sistem Drainase PerkotaanJoy Irman
Dokumen tersebut membahas langkah-langkah dan sistematika dalam penyusunan Rencana Induk Sistem Drainase Perkotaan, mencakup pendahuluan, deskripsi wilayah studi, standar perencanaan, serta analisis dan perencanaan drainase. Dokumen ini memberikan panduan lengkap dalam menyusun rencana drainase kota.
Tata Cara Kerjasama SPAM oleh Effendi MansurH2O Management
“Si Vis Pacem Para Bellum” (Jika kau ingin damai, bersiaplah untuk perang)
Kelangkaan air akan menjadi sumber malapetaka ke depan jika kita tak mampu mengatasinya. Harga suatu barang dan jasa selalu mengikuti nilai ‘langka ini. Air sebagai sumber kehidupan merupakan asset yang vital bagi bertahan hidup manusia. Ataukah nanti akan terjadi perang dunia tiga berupa perang sumber daya air? Bagaimana kita dapat menyediakan hal yang paling esensial bagi publik ini?
Apakah ada skema pembiayaan non bank yang relevan dan fleksibel dalam implementasinya?
Makalah ini disusun atas kepedulian kami pada penyediaan infrastruktur dasar seperti air, listrik, sarana transportasi dengan skema investasi non bank yang bersifat longterm investment di atas 10 tahun. Kami ingin berbagi pengalaman dalam menyusun program-program yang bermanfaat untuk masyarakat luas dengan pola pembiayaan dari non bank, baik itu melalui Investor-Sponsor maupun Investor-Lender.
Kami telah menyusun perencanaan secara holistik dalam jangka panjang yang perlu didukung beberapa pihak terkait (stakeholder) agar terealisasi secara bertahap sesuai dengan rencana bisnis. Investasi Infrastruktur Skema KPBU di Tengah Defisit Anggaran Sebagai Kunci Pengembangan Daerah Indonesia.
Dokumen tersebut membahas tentang tata cara pemilihan lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah. TPA merupakan tempat terakhir pengelolaan sampah yang melakukan proses akhir pengembalian sampah ke lingkungan secara aman. Lokasi TPA ideal harus memenuhi kriteria geologi, hidrogeologi, hidrologi, dan tidak membahayakan sumber air serta jauh dari pemukiman. Dokumen ini juga menjelaskan parameter yang mempeng
Rencana Induk Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah Tangga. Modul B.1.1 Jenis, Muatan dan Ketentuan Teknis Rencana Induk.
Kelembagaan Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL-T) - Penataan Organisasi Peng...Joy Irman
Dokumen tersebut membahas tentang kelembagaan pengelola sistem pengelolaan air limbah terpusat (SPAL-T) di Indonesia. Ia menjelaskan perlunya pembentukan lembaga pengelola SPAL-T, peran regulator dan operator, serta peran pemerintah daerah dalam pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan SPAL-T di wilayahnya. Dokumen ini juga memberikan daftar modul pelatihan mengenai kelembagaan dan pembiayaan
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...Andes Asmuni
Dokumen tersebut membahas arahan implementasi kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang di Provinsi Banten untuk mewujudkan tertib tata ruang. Dibahas pula tantangan pengendalian pemanfaatan ruang, instrumen pengendalian seperti peraturan zonasi dan perizinan, serta pelaksanaan pengawasan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
TATA CARA PENDAFTARAN BUM DESA DAN BUM DESA BERSAMATeguh Kristyanto
Buku tersebut membahas tentang tata cara pendaftaran BUM Desa dan BUM Desa Bersama menurut peraturan terbaru. Dibahas pula perkembangan registrasi BUM Desa dan BUM Desa Bersama serta simulasi pendaftaran untuk mempermudah pemahaman.
Proses penyusunan strategi sanitasi kota (ssk) step by stepJoy Irman
Dokumen tersebut menjelaskan proses penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK) yang meliputi identifikasi isu, perumusan visi dan misi, penetapan sistem dan zona sanitasi, perumusan strategi subsektor, penyiapan program dan kegiatan, konsultasi publik, dan finalisasi dokumen SSK.
Dokumen tersebut membahas tentang tata cara survei dan pengkajian penyusunan rencana induk penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan, mencakup survei wilayah studi, sumber timbulan sampah, komposisi dan karakteristik sampah, demografi, biaya, serta pengkajian hasil survei tersebut."
Dokumen tersebut membahas latar belakang penyusunan pedoman umum rencana tata ruang kawasan perdesaan berbasis masyarakat oleh Kementerian Dalam Negeri. Pedoman ini disusun untuk memfasilitasi pelaksanaan peraturan tentang pembangunan kawasan perdesaan berbasis masyarakat dan meningkatkan kapasitas perencanaan tata ruang perdesaan di pusat dan daerah. Dokumen ini juga menjelaskan metodologi penyus
Strategi pengembangan dpp borobudur dieng dsktrawan putih
Dokumen tersebut merupakan strategi pengembangan destinasi pariwisata Borobudur dan sekitarnya oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Dokumen ini membahas perwilayahan kawasan pariwisata Borobudur, profil daya tarik wisata, amenitas, pemasaran, industri pariwisata, kelembagaan, serta konsep dan rencana pengembangan Borobudur sebagai destinasi budaya berkelas dunia yang berkelanjutan.
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampahinfosanitasi
Dokumen ini membahas tentang rehabilitasi dan penutupan TPA secara permanen atau revitalisasi. Ia menjelaskan persyaratan umum dan teknis untuk penutupan permanen atau revitalisasi TPA, termasuk evaluasi kondisi fisik dan lingkungan TPA, perencanaan desain penutupan atau revitalisasi, dan prosedur rutin untuk pengelolaan pasca operasi. Dokumen ini bertujuan menyediakan pedoman untuk menutup atau merevitalisasi
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota - Batang Tubuh RDTR
Dokumen tersebut membahas tentang tata cara penyusunan rencana induk penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan yang meliputi pengumpulan data, evaluasi sistem yang ada, perencanaan penanganan sampah, program pengembangan, dan kriteria pelayanan."
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang PersampahanOswar Mungkasa
Dokumen tersebut membahas kebijakan dan strategi pembangunan bidang persampahan di Indonesia, termasuk pengurangan sampah, peningkatan peran masyarakat, dan peningkatan kualitas pengelolaan sampah."
Optimalisasi dan efektifitas PAD (Pendapatan Asli Daerah)Mohammad Ramadhan
Opad ditinjau dengan penerapan UU nomor 28 tahun 2010, mengingat banyak pemda yang belum menerapkan uu tersebut sebagai wujud kemandirian daerah sebagaimana ditujukannya penerbitan UU nomor 28 tahun 2010
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)Penataan Ruang
[Ringkasan]
Peraturan Daerah ini mengatur tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009-2029. Rencana ini menetapkan struktur dan pola ruang, kebijakan dan strategi pengembangan, serta pengelolaan ruang wilayah Provinsi DIY untuk mencapai pemanfaatan ruang yang bijaksana dan berkelanjutan dengan memperhatikan keterbatasan sumber daya alam.
Pedoman Penyusunan Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minuminfosanitasi
Pedoman ini memberikan panduan penyusunan studi kelayakan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Studi kelayakan bertujuan menilai kelayakan teknis, lingkungan, sosial, ekonomi, dan kelembagaan suatu proyek SPAM. Pedoman ini menjelaskan ruang lingkup, acuan hukum, jenis studi kelayakan, muatan studi, survei yang dibutuhkan, serta tata cara penyusunannya.
Keputusan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Klaten menunjuk narasumber dan moderator untuk dua kegiatan, yaitu Forum Musyawarah Tingkat Desa tentang Keluarga Berencana dan sosialisasi kesehatan reproduksi remaja.
Kelembagaan Sistem Pengelolaan Air Limbah (SPAL-T) - Penataan Organisasi Peng...Joy Irman
Dokumen tersebut membahas tentang kelembagaan pengelola sistem pengelolaan air limbah terpusat (SPAL-T) di Indonesia. Ia menjelaskan perlunya pembentukan lembaga pengelola SPAL-T, peran regulator dan operator, serta peran pemerintah daerah dalam pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan SPAL-T di wilayahnya. Dokumen ini juga memberikan daftar modul pelatihan mengenai kelembagaan dan pembiayaan
Arahan Implementasi Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Provinsi Banten ...Andes Asmuni
Dokumen tersebut membahas arahan implementasi kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang di Provinsi Banten untuk mewujudkan tertib tata ruang. Dibahas pula tantangan pengendalian pemanfaatan ruang, instrumen pengendalian seperti peraturan zonasi dan perizinan, serta pelaksanaan pengawasan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
TATA CARA PENDAFTARAN BUM DESA DAN BUM DESA BERSAMATeguh Kristyanto
Buku tersebut membahas tentang tata cara pendaftaran BUM Desa dan BUM Desa Bersama menurut peraturan terbaru. Dibahas pula perkembangan registrasi BUM Desa dan BUM Desa Bersama serta simulasi pendaftaran untuk mempermudah pemahaman.
Proses penyusunan strategi sanitasi kota (ssk) step by stepJoy Irman
Dokumen tersebut menjelaskan proses penyusunan Strategi Sanitasi Kota (SSK) yang meliputi identifikasi isu, perumusan visi dan misi, penetapan sistem dan zona sanitasi, perumusan strategi subsektor, penyiapan program dan kegiatan, konsultasi publik, dan finalisasi dokumen SSK.
Dokumen tersebut membahas tentang tata cara survei dan pengkajian penyusunan rencana induk penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan, mencakup survei wilayah studi, sumber timbulan sampah, komposisi dan karakteristik sampah, demografi, biaya, serta pengkajian hasil survei tersebut."
Dokumen tersebut membahas latar belakang penyusunan pedoman umum rencana tata ruang kawasan perdesaan berbasis masyarakat oleh Kementerian Dalam Negeri. Pedoman ini disusun untuk memfasilitasi pelaksanaan peraturan tentang pembangunan kawasan perdesaan berbasis masyarakat dan meningkatkan kapasitas perencanaan tata ruang perdesaan di pusat dan daerah. Dokumen ini juga menjelaskan metodologi penyus
Strategi pengembangan dpp borobudur dieng dsktrawan putih
Dokumen tersebut merupakan strategi pengembangan destinasi pariwisata Borobudur dan sekitarnya oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Dokumen ini membahas perwilayahan kawasan pariwisata Borobudur, profil daya tarik wisata, amenitas, pemasaran, industri pariwisata, kelembagaan, serta konsep dan rencana pengembangan Borobudur sebagai destinasi budaya berkelas dunia yang berkelanjutan.
Rehabilitasi dan Penutupan TPA (Tempat Pemrosesan Akhir) Sampahinfosanitasi
Dokumen ini membahas tentang rehabilitasi dan penutupan TPA secara permanen atau revitalisasi. Ia menjelaskan persyaratan umum dan teknis untuk penutupan permanen atau revitalisasi TPA, termasuk evaluasi kondisi fisik dan lingkungan TPA, perencanaan desain penutupan atau revitalisasi, dan prosedur rutin untuk pengelolaan pasca operasi. Dokumen ini bertujuan menyediakan pedoman untuk menutup atau merevitalisasi
Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/KotaPenataan Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No : 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota - Batang Tubuh RDTR
Dokumen tersebut membahas tentang tata cara penyusunan rencana induk penyelenggaraan prasarana dan sarana persampahan yang meliputi pengumpulan data, evaluasi sistem yang ada, perencanaan penanganan sampah, program pengembangan, dan kriteria pelayanan."
Kebijakan dan Strategi Pembangunan Bidang PersampahanOswar Mungkasa
Dokumen tersebut membahas kebijakan dan strategi pembangunan bidang persampahan di Indonesia, termasuk pengurangan sampah, peningkatan peran masyarakat, dan peningkatan kualitas pengelolaan sampah."
Optimalisasi dan efektifitas PAD (Pendapatan Asli Daerah)Mohammad Ramadhan
Opad ditinjau dengan penerapan UU nomor 28 tahun 2010, mengingat banyak pemda yang belum menerapkan uu tersebut sebagai wujud kemandirian daerah sebagaimana ditujukannya penerbitan UU nomor 28 tahun 2010
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)Penataan Ruang
[Ringkasan]
Peraturan Daerah ini mengatur tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009-2029. Rencana ini menetapkan struktur dan pola ruang, kebijakan dan strategi pengembangan, serta pengelolaan ruang wilayah Provinsi DIY untuk mencapai pemanfaatan ruang yang bijaksana dan berkelanjutan dengan memperhatikan keterbatasan sumber daya alam.
Pedoman Penyusunan Studi Kelayakan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minuminfosanitasi
Pedoman ini memberikan panduan penyusunan studi kelayakan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Studi kelayakan bertujuan menilai kelayakan teknis, lingkungan, sosial, ekonomi, dan kelembagaan suatu proyek SPAM. Pedoman ini menjelaskan ruang lingkup, acuan hukum, jenis studi kelayakan, muatan studi, survei yang dibutuhkan, serta tata cara penyusunannya.
Keputusan Kepala Dinas Sosial Kabupaten Klaten menunjuk narasumber dan moderator untuk dua kegiatan, yaitu Forum Musyawarah Tingkat Desa tentang Keluarga Berencana dan sosialisasi kesehatan reproduksi remaja.
keadaan kapal yang memenuhi persyaratan keselamatan kapal, pencegahan pencemaran perairan dari kapal, pengawakan, garis muat, pemuatan, kesejahteraan Awak Kapal dan kesehatan penumpang, status hukum kapal, manajemen keselamatan dan pencegahan pencemaran dari kapal, dan manajemen keamanan kapal untuk berlayar di perairan tertentu
Pembuatan cetakan dan metode lay up kapal FRPseptiarsamba
Dokumen ini membahas proses pembuatan cetakan dan metode lay up untuk kapal FRP. Metode yang dijelaskan adalah contact molding/hand lay up, vacuum bag, dan spray-up. Hand lay up melibatkan menuangkan resin ke serat secara manual untuk mencapai ketebalan yang diinginkan. Vacuum bag menggunakan pompa vacuum untuk menghilangkan udara dan mendapatkan komposit yang padat. Spray-up melibatkan penyemprotan serat dan resin secara bers
Dokumen tersebut membahas tentang Kerja Sama Operasi (KSO) antara PT Telkom Tbk dengan beberapa perusahaan swasta untuk membangun dan mengelola jaringan telekomunikasi. KSO ini dilakukan untuk memperluas jaringan telepon tanpa beban negara dengan investor membangun 2 juta sambungan telepon dalam 3 tahun. Namun, krisis ekonomi 1997 menyebabkan target pembangunan KSO belum tercapai dan pendanaan investor macet.
JURNAL PDP VOL 2 NO1 Benny Agus Setiono Fasilitas Pelabuhanbennyagussetiono
PERANAN FASILITAS PELABUHAN DALAM MENUNJANG KEGIATAN BONGKAR MUAT DI DIVISI TERMINAL JAMRUD
PT. PELABUHAN INDONESIA III (Persero) CABANG TANJUNG PERAK SURABAYA
1) Industrial Engineering is concerned with the integrated design, improvement and installation of systems comprising people, materials, equipment and energy.
2) It draws on specialized knowledge from various fields to specify, predict and evaluate system performance.
3) The three primary roles of Industrial Engineers are design, installation, and improvement of integrated systems.
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang perkapalan di Indonesia. Beberapa poin pentingnya adalah: (1) mengatur persyaratan kelaiklautan kapal termasuk keselamatan, awak kapal, dan dokumen yang diperlukan; (2) mengatur proses pengadaan, pembangunan, dan pengerjaan kapal sesuai standar; (3) mengatur pengukuran kapal untuk menentukan ukuran dan tonase berdasarkan metode internasional at
Hasil |Manajemen Operasional Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Kabupaten Pacit...Andi Mahardika
4. HASIL PRAKTEK KERJA LAPANG
4.1 Hasil Observasi, Wawancara dan Dokumentasi
4.1.1 Pengembangan dan Operasi PPP Tamperan
Pengembangan PPI Tamperan dimulai sejak tahun 2003 yang dibiayai dari dana APBN (Dekosentrasi), DAK Non DR (Dana Alokasi Khusus Non Dana Reboisasi), APBD Propinsi Jawa Timur, APBD Kabupaten Pacitan.
a. Operasional Tahap I (Opersional Minimal)
Agar dapat dioperasionalkan secara minimal, yaitu kolam pelabuhan dan dermaga serta fasilitas darat dapat dimanfaatkan kapal yang berukuran sampai 10 GT, maka pekerjaan yang dilaksanakan adalah:
1) Penyelesaian breakwater sisi kiri sepanjang 86,7 meter.
2) Pembangunan dermaga dengan konstruksi coison sepanjang 226 meter.
3) Pengerukan sebanyak 20.299 m³.
4) Fasilitas darat.
b. Operasional Tahap II (Operasional Penuh)
Pada operasional tahap II ini, yaitu kolam pelabuhan dan dermaga serta fasilitas darat dapat dimanfaatkan secara penuh kapal-kapal yang berukuran 30 GT – 100 GT, maka pekerjaan yang dilaksanakan berupa:
1) Penyelesaian breakwater sisi kanan sepanjang 247 meter.
2) Dermaga konstruksi coison sepanjang 143 meter.
3) Pengerukan kolam dengan volume 34.500 m³.
4) Fasilitas darat.
Dana yang diperlukan untuk operasional tahap II sebesar Rp 52,4 milyar. Kebutuhan dana ini akan direncanakan secara bertahap pada tahun anggaran 2008 sampai dengan tahun anggaran 2010 (Dinas Perikanan dan Kelautan Propinsi Jawa Timur, 2006).
4.1.2 Pelaksanaan Pembangunan (Revitalisasi) PPP Tamperan
Tingkat pembangunan PPP Tamperan saat ini masih 70%. Untuk itu pembangunan masih terus dilakukan agar ada peningkatan sarana dan prasarana pelabuhan. Sehingga bisa meningkatkan kegiatan operasional yang ada di pelabuhan. Langkah yang ditempuh dalam melakukan suatu pembangunan, pengadaan jasa atau fasilitas adalah sebagai berikut:
1) Membuat suatu usulan kegiatan yang berisi rencana pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh pelabuhan kepada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap.
2) Setelah disetujui maka akan pelabuhan akan mendapat Daftar Isian Kegiatan.
3) Setelah Daftar Isian Kegiatan diterima maka tahap pelaksanaan akan segera dilakukan.
4) Fasilitas yang sudah jadi akan diserahkan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan, kemudian diserahkan ke PPP.
5) Pelabuhan akan mengatur dan mengelola fasilitas berdasarkan PP Nomor 19 Tahun 2006 tentang tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berlaku di DKP sebagai acuan operasional.
4.1.3 Tingkat Manajemen Operasional PPP Tamperan
a. Produksi Perikanan Laut
Perkembangan jumlah produksi perikanan laut di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tamperan tahun 2008 dapat dilihat pada tabel berikut:
PP No 2 Tahun 2009 (Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, Dan Cukai Serta Pengawa...Hendie Cahya Maladewa
Peraturan Pemerintah ini mengatur perlakuan kepabeanan, perpajakan, dan cukai serta pengawasan atas pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan yang telah ditunjuk sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari kawasan bebas berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan hanya boleh dilakukan di pelabuhan atau bandar udara yang dit
Perda Kabupaten Nunukan tentang retribusi jasa kepelabuhananArifuddin Ali
Peraturan Daerah ini mengatur tentang retribusi pelayanan/jasa kepelabuhanan pada pelabuhan lokal, regional, internasional dan ASDP di Kabupaten Nunukan. Dokumen ini menjelaskan definisi istilah yang digunakan seperti daerah, bupati, dinas, badan, jasa, pelabuhan dan lainnya. Juga menjelaskan jenis-jenis pelabuhan seperti pelabuhan lokal, regional, internasional dan sungai/danau.
Keputusan Menteri Keuangan menetapkan Standar Prosedur Operasi Seleksi Kantor Akuntan Publik Pemeriksa Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Tahunan Badan Pemeriksa Keuangan. Standar prosedur tersebut digunakan sebagai acuan oleh tim seleksi dalam memilih 3 calon kantor akuntan publik yang akan memeriksa Badan Pemeriksa Keuangan dan diusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Keputusan Gubernur Kepulauan Riau menetapkan upah minimum kota Batam tahun 2016 sebesar Rp2.994.111 per bulan, berdasarkan rekomendasi Dewan Pengupahan Provinsi dan Walikota Batam. Keputusan ini menggantikan keputusan sebelumnya dan berlaku mulai 1 Januari 2016.
Dokumen ini memberikan panduan teknis tentang penyusunan Rencana Induk Pelabuhan yang mencakup tahapan penyusunan, sistematika penulisan, dan prosedur penetapan rencana induk pelabuhan sesuai peraturan perundang-undangan."
Peraturan Menteri Keuangan ini menetapkan tarif bea masuk untuk barang impor dari negara-negara ASEAN sesuai dengan perjanjian ATIGA. Tarif bea masuk tersebut ditetapkan pada Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini.
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Indonesia. Kawasan-kawasan ini ditetapkan untuk mendorong perdagangan internasional dan pembangunan daerah. Badan Pengusahaan dibentuk untuk mengelola kawasan-kawasan ini dan memberikan fasilitas kepada pengusaha.
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN DAN ...iniPurwokerto
Peraturan Daerah ini mengatur tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di Kabupaten Banyumas dengan menetapkan lokasi, waktu, ukuran dan bentuk sarana pedagang kaki lima, tata cara permohonan surat penempatan, dan masa berlaku surat penempatan.
Peraturan Gubernur ini mengatur tentang pedoman pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah di Provinsi Sumatera Barat. Pedoman ini mengacu pada peraturan perundang-undangan terkait pengelolaan keuangan daerah dan badan layanan umum daerah. Tujuannya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat melalui pengelolaan keuangan yang fleksibel berdasarkan prinsip ekonomi, produktivitas, dan praktik bisnis yang se
PREMIUM!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Pintu Dobel Minimalis di Denpasar.pdfFORTRESS
"PREMIUM!!! WA 0821 7001 0763 (FORTRESS) Pintu Dobel Minimalis di Denpasar; Pintu Double Besi Rumah Minimalis di Buleleng; Pintu Double Rumah Minimalis di Sawan; Pintu Dua Daun Minimalis di Abang; Pintu Garis Minimalis di Manggis.
FORTRESS adalah produk Pintu Baja Motif Kayu Sebuah terobosan inovasi terbaru sebagai alternatif pengganti pintu rumah konvensional yang mengunakan material baja sebagai bahan baku utamanya.
Tingkatkan Keamanan Rumah Anda dengan 13 Keunggulan Fortress Pintu Baja!
- Material Baja Berkualitas Tinggi.
- Finishing dengan Pola Serat Kayu Alami.
- Kusen Baja dengan Detail Architrave yang Anggun.
- Engsel Baja Tersembunyi dalam 4 Set.
- Sistem Penguncian 5 Titik dengan Kunci Utama.
- Sistem Keamanan A-B Lock dengan 7 Kunci Elektronik.
- Dilengkapi dengan Slot/Grendel untuk Penguncian Tambahan.
- Terdapat Lubang Pengintip.
- Pelindung Karet pada Kusen dan Daun Pintu.
- Lapisan Honeycomb Paper sebagai Penyerap Suara.
- Lapisan PE-Film untuk Perlindungan Tambahan.
- Dilengkapi dengan 6 Set Baut Pemasangan.
- Memiliki Ambang Pintu yang Kokoh.
Dapatkan keamanan yang tak tertandingi dengan Fortress Pintu Baja; solusi pintu yang kuat dan tahan lama untuk melindungi rumah Anda.
Hubungi Kami Segera (0821-7001-0763)
Head Office (Kantor Pusat) :
Jl. Raya Binong Jl. Kp. Cijengir No. 99; Rt.005/Rw.003; Binong; Kec. Curug; Kabupaten Tangerang; Banten 15810
Kantor Cabang JBS : (Solo; Pekanbaru; Surabaya; Lampung; Palembang; Kendari; Makassar; Balikpapan; Medan; Dan Kota Lainnya Menyusul)
Provinsi Bali Meliputi : Kab Badung-Mangupura; Kab Bangli; Kab Buleleng-Singaraja; Kab Gianyar; Kab Jembrana-Negara; Kab Karangasem-Amlapura; Kab Klungkung-Semarapura; Kab Tabanan; Kota Denpasar Dan Seluruh Kota Se-Indonesia.
#pintudobelminimalisdidenpasar #pintudoublebesirumahminimalisdibuleleng #pintudoublerumahminimalisdisawan #pintuduadaunminimalisdiabang #pintugarisminimalisdimanggis
Pintu Dobel Minimalis di Denpasar; Pintu Double Minimalis Motif Kayu di Busung Biu; Pintu Double Rumah Modern di Seririt; Pintu Dua Minimalis Terbaru di Bebandem; Pintu Hitam Minimalis di Rendang."
Pengembangan Strategi Pemasaran UMKM Melalui Media Online pada Komunitas Ibu-...Habibatut Tijani
Program Pengembangan Strategi Pemasaran UMKM Melalui Media Online di Kecamatan Sambikerep bertujuan untuk memberdayakan ibu-ibu PKK dan masyarakat sekitar dengan memberikan edukasi dan bimbingan dalam mempromosikan produk melalui media sosial. Program ini dirancang untuk meningkatkan keterampilan pemasaran digital, membantu mendaftarkan usaha ke marketplace, dan mengelola media online secara efektif. Dengan pendekatan teori jaringan sosial dan partisipatif aktif, program ini diharapkan dapat memperluas jangkauan pasar UMKM, meningkatkan penjualan, dan pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan ekonomi peserta dan komunitas secara keseluruhan.
0818.0927.0089| Biaya Pembuatan Sertifikat Laik Fungsi di Bali| Duaznco BuildingMargionoPriadi
"KAMI DUAZ&CO merupakan pengkaji teknis yang berpengalaman semenjak 2015 untuk melakukan audit bangunan, penyusunan kajian sertfikat laik fungsi (SLF) hingga proses permohonan penerbitan SLF Info Call 0818.0927.0089
Jasa Konsultan Sertifikat Laik Fungsi Bangunan di Duaznco Bali. Mendapatkan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) untuk bangunan adalah salah satu langkah penting dalam memastikan bahwa gedung yang telah dibangun memenuhi standar keselamatan dan fungsionalitas yang ditetapkan oleh pemerintah. Di Bali, Duaznco menawarkan jasa konsultasi profesional untuk membantu pemilik bangunan mendapatkan SLF dengan mudah dan cepat.
Mengapa Memilih Jasa Konsultan SLF Duaznco Bali?
Duaznco adalah perusahaan konsultan yang telah berpengalaman dalam membantu pemilik bangunan di Bali untuk mendapatkan Sertifikat Laik Fungsi. Ada beberapa alasan mengapa Duaznco menjadi pilihan yang tepat:
- Pengalaman dan Keahlian
Duaznco memiliki tim ahli yang berpengalaman dalam mengurus berbagai jenis bangunan, mulai dari perumahan, komersial, hingga industri.
- Layanan Profesional dan Terpercaya
Duaznco terkenal dengan layanan profesional yang terpercaya. Mereka memberikan solusi yang tepat dan cepat untuk memastikan bangunan Anda mendapatkan sertifikasi yang diperlukan tanpa kendala.
- Pendekatan yang Personal
Setiap proyek ditangani dengan pendekatan yang personal, di mana konsultasi dilakukan secara menyeluruh untuk memahami kebutuhan spesifik dari setiap klien.
Biaya Pembuatan Sertifikat Laik Fungsi di Duaznco Bali
Biaya pembuatan Sertifikat Laik Fungsi di Duaznco Bali bervariasi tergantung pada beberapa faktor, termasuk jenis bangunan, ukuran, dan kompleksitas proyek. Namun, secara umum, biaya ini mencakup beberapa komponen utama:
- Survey dan Inspeksi
Tahap awal ini melibatkan inspeksi menyeluruh oleh tim ahli untuk menilai kondisi bangunan dan memastikan bahwa semua persyaratan teknis terpenuhi.
- Penyusunan Laporan Teknis
Setelah inspeksi, tim akan menyusun laporan teknis yang mendetail mengenai kondisi bangunan dan rekomendasi perbaikan jika diperlukan. Laporan ini penting untuk proses pengajuan SLF.
- Pengurusan Administrasi
Proses administrasi melibatkan pengurusan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk pengajuan SLF ke instansi terkait.
- Konsultasi dan Pendampingan
Duaznco juga menyediakan layanan konsultasi dan pendampingan selama proses pengurusan SLF, termasuk bantuan dalam melakukan perbaikan yang diperlukan untuk memenuhi standar keselamatan dan fungsionalitas.
Info 0818.0927.0089
website https://duaznco.com/
Bali Office
Jl. Cokroaminoto No. 460, Ubung Kaja, Kec. Denpasar Utara, Denpasar, Bali 80116
Project Bab 1 - Kelompok 1 Dari kami yang sudah membuat.pptxabiddah0606
"Mie Gacoan" adalah sebuah merk dagang dari jaringan restaurant mie pedas No. 1 di Indonesia, yang menjadi anak perusahaan PT Pesta Pora Abadi. Nama "Gacoan" berasal dari bahasa Jawa yang berarti "jagoan" atau "andalan". Berdiri sejak awal tahun 2016, saat ini merk "Mie Gacoan" telah tumbuh menjadi market leader F&B terbesar di Indonesia. Mengusung konsep bersantap modern dengan harga yang affordable, kehadiran "Mie Gacoan" telah mendapatkan apresiasi luar biasa di setiap market dimana "Mie Gacoan" hadir untuk melayani puluhan ribu pelanggan setiap bulannya. Oleh karena itu, inovasi akan selalu dikedepankan agar "Mie Gacoan" tetap relevan dan menjadi pilihan terbaik bagi para customer loyal.
Project Bab 1 - Kelompok 1 Dari kami yang sudah membuat.pptx
Batam Port Official Tariff
1.
2.
3. BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN
PELABUHAN BEBAS BATAM
BATAM CENTRE, PULAU BATAM
KOTAK POS 151; TELEPON (0778) 462047, 462048; FAKSIMILE (0778) 462240, 462456
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
PERATURAN
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
NOMOR 15 TAHUN 2012
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN DAN TARIF
PELAYANAN ALAT DAN PENUNJANG KEGIATAN KEPELABUHANAN
DI LINGKUNGAN PELABUHAN BATAM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengakomodir perubahan pola
pengelompokan tarif, serta dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan kepelabuhanan di pelabuhan Batam
khususnya pelayanan alat dan penunjang kegiatan
kepelabuhanan, maka dipandang perlu menyesuaikan
tarif pelayanan alat dan penunjang kegiatan
kepelabuhanan di lingkungan pelabuhan Batam;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan
Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4053), sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan
SALINAN
4. Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi
Undang-Undang menjadi Undang-Undang (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 130,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4775);
2. Undang–Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4849 );
3. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009, tentang
Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang Berlaku pada Departemen Perhubungan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4227);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5070);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2007 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4757), sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun
2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 46 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 16, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5195);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5196);
7. Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2008 tentang
Dewan Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas;
8. Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2008 tentang
Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam;
5. 9. Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan Nomor
149/Kpb/V.77, Menteri Keuangan Nomor 150/KMK/77
dan Menteri Perhubungan Nomor KM.119/Phb-77,
tentang Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan di
Pulau Batam;
10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 77 Tahun
2009 tentang Rencana Induk Pelabuhan Batam;
11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 tahun
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Pelabuhan Batam sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 47 Tahun
2011 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor KM 65 tahun 2010 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan Batam;
12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun
2011 tentang Terminal Khusus dan Terminal untuk
Kepentingan Sendiri;
13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.05/2012
tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam;
14. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 54 Tahun
2002 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut;
15. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 50 Tahun
2003 tentang Jenis, Struktur dan Golongan Tarif
Pelayanan Jasa Kepelabuhanan untuk Pelabuhan Laut
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor KM 72 Tahun 2005 tentang
Perubahan atas Keputusan Menteri Perhubungan
Nomor KM 50 Tahun 2003 tentang Jenis, Struktur dan
Golongan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan untuk
Pelabuhan Laut;
16. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 39 Tahun
2004 tentang Mekanisme Penetapan Tarif dan
Formulasi Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa
Kepelabuhanan pada Pelabuhan yang diselenggarakan
oleh Badan Usaha Pelabuhan;
17. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 45 Tahun
2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jenis dan Tarif atas
Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku
pada Direktorat Jenderal Perhubungan Laut;
6. 18. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 330 Tahun
2009 tentang Penetapan Pelabuhan Bebas pada
Kawasan Perdagangan Bebas di Batam, Bintan dan
Karimun;
19. Peraturan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2008
tentang Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan
Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2011 tentang
Perubahan Ketiga atas Peraturan Ketua Dewan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam;
20. Keputusan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor Kpts/6/DK/IX/2008
tentang Penetapan Personel Badan Pengusahaan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Keputusan Ketua Dewan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
Nomor Kpts 19/DK-BTM/X/2010 tentang Penetapan
Personel Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
21. Peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
Nomor 10 Tahun 2011 tentang Struktur Organisasi dan
Tata Kerja Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
22. Keputusan Kepala Kantor Pelabuhan Batam Nomor
04/KPTS/PL/6/2010 Tentang Penetapan Pembagian
Wilayah Kerja Operasional Kantor Pelabuhan Batam;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN
PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS
BATAM TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN TARIF
PELAYANAN ALAT DAN PENUNJANG KEGIATAN
KEPELABUHANAN DI LINGKUNGAN PELABUHAN BATAM.
7. BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan:
1. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam, untuk selanjutnya disebut Badan Pengusahaan Batam, adalah
lembaga/instansi pemerintah pusat yang dibentuk oleh Dewan Kawasan
dengan tugas dan wewenang melaksanakan pengelolaan, pengembangan,
dan pembangunan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam;
2. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di
sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan
pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat
kapal bersandar, berlabuh, naik dan/atau turun penumpang, dan/atau
bongkar muat barang, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan
pelayaran, dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat
perpindahan intra dan antar moda transportasi;
3. Pelabuhan Batam adalah pelabuhan yang berada di wilayah kerja Badan
Pengusahaan Batam dan diselenggarakan oleh Badan Pengusahaan
Batam, yang terdiri dari Terminal Umum, Terminal untuk Kepentingan
Sendiri, Terminal Khusus, dan Perairan Pelabuhan Batam;
4. Perairan Pelabuhan Batam adalah wilayah perairan berdasarkan batas
yang ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan, yaitu peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan batas wilayah Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, batas wilayah
berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Batam dan batas wilayah Daerah
Lingkungan Kerja Pelabuhan, dan Daerah Lingkungan Kepentingan
Pelabuhan yang ditetapkan Pemerintah;
5. Kepala Kantor Pelabuhan Laut adalah pimpinan pelabuhan di lingkungan
Badan Pengusahaan Batam;
6. Tarif Jasa Kepelabuhanan adalah penerimaan yang diperoleh atas
pelayanan jasa kapal, jasa barang, jasa pelayanan alat, dan jasa
penunjang kepelabuhanan di pelabuhan yang di selenggarakan oleh BP
Batam, yang terdiri dari Terminal Umum, Terminal untuk Kepentingan
Sendiri, Terminal Khusus, dan perairan pelabuhan Batam;
8. 7. Terminal khusus yang selanjutnya disebut Tersus adalah terminal yang
terletak di luar Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan
Kepentingan (DLKp) pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan
terdekat untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha
pokoknya;
8. Terminal untuk kepentingan sendiri yang selanjutnya disebut TUKS adalah
terminal yang terletak dalam daerah lingkungan kerja (DLKr) dan daerah
lingkungan kepentingan (DLKp) pelabuhan yang merupakan bagian dari
palabuhan untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha
pokoknya;
9. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang
digerakkan dengan tenaga mekanik, tenaga mesin atau ditunda, termasuk
kendaraan air yang berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah
permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak
berpindah-pindah;
10. Kapal melakukan kegiatan niaga adalah kapal yang selama berkunjung di
pelabuhan melakukan kegiatan bongkar muat kargo berupa barang,
penumpang dan hewan, termasuk kapal Pemerintah, Tentara Nasional
Indonesia (TNI) atau Kepolisian Republik Indonesia (POLRI);
11. Kapal tidak melakukan kegiatan niaga adalah kapal yang selama
berkunjung di pelabuhan tidak melakukan kegiatan bongkar muat kargo
berupa barang, penumpang dan hewan, yaitu kapal dalam rangka kegiatan
bunker, mengambil perbekalan serta keperluan lain yang digunakan dalam
melanjutkan perjalanannya, menambah/mengganti anak buah kapal,
mendapat pertolongan dokter, pertolongan dalam kebakaran, tank cleaning
serta pembasmian hama (fumigasi);
12. Kapal lay-up adalah kapal yang dilabuhkan di tempat yang ditetapkan
sebagai area lay-up sesuai peraturan perundang-undangan dan tidak
dipergunakan dalam kegiatan pengangkutan kargo/penumpang, dengan
perlakuan ketentuan jumlah awak kapal berdasarkan klasifikasi kegiatan
lay-up nya (hot lay-up, semi cold stacking, cold stacking) dan disampaikan
sebagai kapal lay-up pada saat kedatangan kepada Syahbandar;
13. Terminaling adalah kapal yang bertindak sebagai terminal, dan berlabuh
secara tetap pada titik koordinat yang ditentukan;
14. Kapal Yacht dan sejenisnya adalah kapal yang dilengkapi secara khusus
untuk berekreasi/olahraga/melakukan perlombaan-perlombaan di laut, baik
yang digerakkan dengan pesawat pendorong, layar, atau pun dengan cara-
cara lain;
15. Angkutan Laut Luar Negeri adalah kegiatan angkutan laut dari pelabuhan
9. Indonesia ke pelabuhan luar negeri atau sebaliknya, termasuk melanjutkan
kunjungan antar pelabuhan di wilayah perairan laut Indonesia yang
diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut;
16. Angkutan Laut Dalam Negeri adalah kegiatan angkutan laut antar
pelabuhan yang dilakukan di wilayah Perairan Laut Indonesia di luar
ketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 14 Pasal ini, yang
diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut;
17. Angkutan Laut Perintis adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di
wilayah Indonesia yang dilakukan dengan trayek tetap dan teratur, untuk
menghubungkan daerah terpencil dan belum berkembang;
18. Pelayaran Rakyat adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di
wilayah Indonesia dengan menggunakan kapal layar atau kapal layar
motor yang berukuran sampai dengan 400 (empat ratus) GT dan kapal
motor yang berukuran sampai dengan 35 (tiga puluh lima) GT;
19. Kapal Yang Melakukan Kegiatan Tetap adalah kapal yang melakukan
kegiatan secara tetap dan tinggal tetap di dalam daerah lingkungan kerja
dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan;
20. Pemanduan adalah kegiatan pandu dalam membantu Nakhoda agar olah
gerak kapal dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib dan lancar;
21. Penundaan adalah pekerjaan mendorong, mengawal, menjaga, menarik
atau mengandeng kapal yang berolah gerak, untuk bertambat ke atau
untuk melepas dari tambatan dermaga, breasting dolphin, pelampung dan
kapal lainnya dengan menggunakan kapal tunda;
22. Pengepilan adalah pekerjaan mengikat, melepas, menarik tali temali kapal
yang berolah gerak untuk bertambat ke atau untuk melepas dari dermaga,
breasting dolphin, pelampung dan kapal lainnya dengan menggunakan
atau tidak menggunakan motor kepil;
23. Peralatan bongkar muat mekanik adalah peralatan yang tersedia di
pelabuhan atau di stasiun pengiriman untuk menangani kargo seperti
crane darat (mobil crane), fork-lift, truck/truck trailer, truck crane, top-loader
primover trailer ;
24. Peralatan bongkar muat non mekanik adalah alat pokok penunjang
pekerjaan bongkar muat yang meliputi jala-jala lambung kapal (shipside
net), tali baja (wire sling), tali rami manila (rope sling), jala-jala baja (wire
net), jala-jala tali manila (rope net), gerobak dorong, palet;
25. Kargo adalah semua jenis barang/hewan muatan kapal yang
dibongkar/dimuat dari dan ke kapal yang diangkut dari pelabuhan asal ke
pelabuhan tujuan, dapat berupa angkutan antar pulau atau impor/ekspor;
10. 26. Kargo dalam kemasan adalah barang yang menggunakan kemasan
petikemas (container), atau menggunakan pallet dan unitisasi;
27. Kargo tidak dalam kemasan adalah barang selain sebagaimana dimaksud
pada angka 25 Pasal ini dalam bentuk urai, antara lain berupa break bulk,
bag cargo, barang curah kering, barang curah cair dan hewan;
28. Gudang adalah merupakan suatu tempat atau bangunan beratap yang
diperuntukan untuk menimbun, menyimpan dan mengerjakan barang
dengan tujuan agar barang tersebut terhindar dari kerusakan dan
kehilangan karena ulah manusia, hewan, serangga maupun karena cuaca;
29. Gudang transito adalah gudang lini I (satu) dimana barang yang
dimasukan ke dalam gudang tersebut telah siap untuk diteruskan ke
tempat tujuan, baik untuk diekspor maupun diteruskan ke tempat
pemiliknya atau consignee dalam waktu yang tidak lama/sementara;
30. Throughput Fee adalah pungutan yang dikenakan terhadap setiap barang
curah yang dibongkar/dimuat melalui pipa yang melintas pada lokasi
terminal di dalam daerah lingkungan kerja daratan dan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan;
31. Roll On–Roll Off adalah moda dalam pengangkutan barang yang bisa
memuat/membongkar kargo masuk/keluar kapal dengan penggeraknya
sendiri, menggunakan kapal yang dilengkapi ramp door ;
32. Iklan adalah alat penting dalam pencapaian informasi suatu produk/jasa
kepada konsumen, melalui media:
- Billboard
- Neon boks
- Gerai.
Pasal 2
(1) Pembayaran nota pelayanan kepelabuhanan harus dilakukan selambat-
lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal nota terbit pada bank mitra
yang ditunjuk;
(2) Apabila pengguna layanan lalai melakukan pelunasan nota pelayanan
kepelabuhanan, maka pelayanan kepelabuhanan dan pelayaran lainnya
akan ditangguhkan termasuk penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB);
(3) Pengajuan keberatan atas nota pelayanan kepelabuhanan dapat diterima
paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak penerbitan nota, dengan
menyampaikan surat keberatan yang menjelaskan keberatannya, dan
melampirkan copy nota dan data pendukung lainnya;
(4) Nilai tagihan pelayanan kepelabuhanan dalam mata uang rupiah per nota
tagihan minimal sebesar Rp50.000,- (lima puluh ribu rupiah);
11. (5) Nilai tagihan pelayanan kepelabuhanan dalam mata uang dollar Amerika
Serikat per nota tagihan minimal sebesar US$ 5,00 (lima Dollar Amerika
Serikat).
BAB II
PELAYANAN SEWA DAN IMBALAN PELAYANAN ALAT-ALAT MEKANIK
Pasal 3
(1) Penyedia layanan bongkar/muat yang mengoperasikan alat-alat mekanik
bongkar/muat dan alat bantu bongkar/muat milik Kantor Pelabuhan Laut
dan melakukan kegiatan di Terminal Umum, wajib membayar imbalan
pelayanan alat;
(2) Penyedia layanan bongkar/muat yang mengoperasikan alat-alat mekanik
bongkar/muat dan alat bantu bongkar/muat milik sendiri dan melakukan
kegiatan di Terminal Umum, wajib membayar imbalan pelayanan alat.
Pasal 4
Sewa alat-alat mekanik bongkar/muat dan alat bantu bongkar/muat dihitung
dengan satuan per jam.
Pasal 5
(1) Jam pemakaian sewa alat-alat mekanik bongkar/muat terhitung mulai jam
pemberangkatan alat-alat dari tempat penyimpanan, selama penggunaan
ditempat pekerjaan sampai jam kembali di tempat penyimpanan;
(2) Sewa pemakaian alat-alat mekanik bongkar/muat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) paling sedikit 4 (empat) jam ditambah dengan waktu
perjalanan pergi dan pulang dari atau ke tempat penyimpanan.
Pasal 6
(1) Tarif sewa alat-alat mekanik yang tercantum dalam Peraturan ini
merupakan pedoman untuk penetapan tarif yang disepakati bersama
antara penyedia layanan alat-alat mekanik bongkar/muat dengan pemakai
layanan;
(2) Sewa alat-alat mekanik yang belum ditetapkan tarifnya dalam Peraturan
ini, dapat ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyedia layanan
dengan pemakai layanan;
(3) Kantor Pelabuhan Laut dan/atau penyedia layanan alat-alat mekanik dapat
melakukan kesepakatan bersama mengenai tarif dengan satuan hitungan
sewa lainnya.
12. Pasal 7
Penyedia layanan bongkar/muat yang tidak mengoperasikan alat-alat mekanik
miliknya dan alat-alat tersebut berada di dalam daerah pelabuhan, dikenakan tarif
pelayanan penumpukan dengan perhitungan 250% (dua ratus lima puluh persen)
dari tarif dasar.
Pasal 8
(1) Waktu sewa alat-alat mekanik bongkar/muat dan alat bantu bongkar/muat
milik Kantor Pelabuhan Laut minimal 4 (empat) jam;
(2) Apabila sewa lebih dari 4 (empat) jam untuk selanjutnya dilakukan
pembulatan sebagai berikut:
a. kurang dari ½ (setengah) jam menjadi ½ (setengah) jam;
b. diatas ½ (setengah) jam sampai 1 (satu) menjadi 1 (satu) jam.
Pasal 9
Tarif sewa dan imbalan layanan alat-alat mekanik bongkar/muat dan alat bantu
bongkar/muat sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 Peraturan ini.
BAB III
PELAYANAN SEWA TANAH, RUANGAN, DAN BANGUNAN
Pasal 10
(1) Badan usaha atau orang perorangan yang berminat menyewa tanah,
ruangan atau bangunan di lingkungan Pelabuhan Batam wajib mengajukan
permohonan penggunaan tanah, ruangan atau bangunan kepada Kepala
Kantor Pelabuhan Laut;
(2) Permohonan penggunaan tanah, ruangan atau bangunan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melampirkan dokumen antara lain:
a. Surat permohonan;
b. Copy Kartu Identitas;
c. Copy Nomor Pokok Wajib Pajak;
d. Copy Keterangan domisili;
(3) Penggunaan tanah, ruangan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur lebih lanjut dalam perjanjian sewa menyewa dengan Kantor
Pelabuhan Laut.
13. Pasal 11
Tarif sewa tanah di Pelabuhan Batam memperhatikan:
a. Harga dasar tanah, ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Batam
berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang berlaku;
b. Wilayah pelabuhan adalah seluruh wilayah (letak obyek pajak) yang
termasuk dalam lingkungan kerja Pelabuhan Batam.
Pasal 12
Tarif pengguna bagian-bagian lahan darat per m2
(meter persegi) per tahun
ditetapkan sebagai berikut:
a. Tarif sewa tanah sebesar 10% (sepuluh persen) dari Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) yang berlaku;
b. Besaran NJOP akan ditinjau setiap tahun selama masa perjanjian sewa-
menyewa tanah.
Pasal 13
Tarif sewa ruangan/bangunan aset Pelabuhan Batam memperhatikan:
a. Harga dasar bangunan berdasarkan Biaya Perhitungan Sendiri (BPS) yang
ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Batam;
b. Tarif untuk ruangan/bangunan kantor sebesar 5% (lima persen) dari harga
Biaya Perhitungan Sendiri (BPS) bangunan per m2
(meter persegi) per
bulan yang ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Batam.
Pasal 14
Penggunaan rak pipa/area pelabuhan untuk meletakkan jalur pipa dikenakan tarif
sewa sebagaimana tercantum dalam Lampiran 2 Peraturan ini.
Pasal 15
Tarif iklan dan promosi barang/jasa sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3
Peraturan ini.
Pasal 16
Tarif sewa ruangan dan insidentil sebagaimana tercantum dalam Lampiran 4
Peraturan ini.
14. BAB IV
PELAYANAN AIR BERSIH, LISTRIK, DAN SAMPAH/KEBERSIHAN
Pasal 17
(1) Tarif pungutan kebersihan di pelabuhan, dikenakan kepada Perusahaan
Bongkar/Muat, dan dibayarkan bersama-sama dengan pelayanan
dermaga;
(2) Besaran pungutan kebersihan di pelabuhan ditetapkan sebesar 25% (dua
puluh lima persen) dari tarif pelayanan dermaga sebagaimana tercantum
dalam Peraturan yang mengatur mengenai petunjuk pelaksanaan dan tarif
pelayanan barang.
Pasal 18
Tarif pelayanan air bersih untuk usaha di pelabuhan, dikenakan dalam mata uang
Rupiah (IDR).
Pasal 19
Pelayanan air bersih untuk usaha di pelabuhan dikenakan sesuai tarif yang berlaku
dari perusahaan penyedia air bersih, ditambah biaya pelayanan 20% (dua puluh
persen).
Pasal 20
Tarif pelayanan listrik untuk usaha di pelabuhan, dikenakan dalam mata uang
Rupiah (IDR).
Pasal 21
Pelayanan listrik untuk usaha di pelabuhan dikenakan sesuai tarif yang berlaku
dari perusahaan penyedia listrik, ditambah biaya pelayanan 20% (dua puluh
persen).
Pasal 22
Tarif pungutan kebersihan di pelabuhan, dikenakan terhadap setiap kegiatan
bongkar dan/atau muat pada terminal umum.
Pasal 23
Tarif pungutan kebersihan di pelabuhan, dikenakan dalam mata uang Rupiah
(IDR).
15. Pasal 24
(1) Pengelolaan kebersihan di areal Terminal Umum dapat dilaksanakan oleh
pihak ketiga melalui mekanisme lelang;
(2) Persyaratan dan ketentuan lelang pengelolaan kebersihan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Kepala Kantor Pelabuhan Laut.
BAB V
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 25
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku,
a. Pasal 33 sampai dengan Pasal 35 Keputusan Ketua Otorita
Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor 19/KPTS/KA/IV/2004
tentang Tarif Jasa Kepelabuhanan di Lingkungan Pelabuhan Batam–
Rempang-Galang (Barelang);
b. Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam
Nomor 55/KPTS/KA/VII/2007 tentang Tarif Iklan, Promosi Barang & Jasa,
Shooting Film, Pemotretan, Sewa Ruangan, dan Tarif Insidentil Terminal
Domestik Sekupang–Batam;
c. Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam
Nomor 116/KPTS/KA/XII/2007 tentang Perubahan Pertama atas
Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam
Nomor 044/KPTS/KA/IV/2005 tentang Perubahan Dan Tambahan Surat
Keputusan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor
19/KPTS/KA/IV/2004 Tentang Tarif Jasa Kepelabuhanan di Lingkungan
Pelabuhan Batam–Rempang–Galang (Barelang).
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 26
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Batam
pada tanggal 12 Desember 2012
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN
KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
Salinan sesuai dengan aslinya DAN PELABUHAN BEBAS BATAM,
Karo. Sekretariat dan Protokol,
ttd
A.Gani Lasya MUSTOFA WIDJAJA
16. BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
BATAM CENTRE, PULAU BATAM
KOTAK POS 151; TELEPON (0778) 462047, 462048; FAKSIMILE (0778) 462240, 462456
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
PERATURAN
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
NOMOR 16 TAHUN 2012
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN DAN TARIF PELAYANAN KAPAL
DI LINGKUNGAN PELABUHAN BATAM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka penataan tarif untuk meningkatkan daya
saing pelabuhan Batam dan industri jasa maritim di Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, serta untuk
meningkatkan kualitas pelayanan kepelabuhanan di
Pelabuhan Batam khususnya pelayanan kapal, maka
dipandang perlu menyesuaikan tarif pelayanan kapal di
lingkungan Pelabuhan Batam;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4775);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4849);
SALINAN
17. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 tentang
Perkapalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 Nomor 95, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4227);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4757) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 16,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5195);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009, tentang Jenis dan
Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku
pada Departemen Perhubungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 95, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4227);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5070);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5093);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang
Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5108) sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2011 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010
tentang Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5208);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 17, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5196);
10. Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2008 tentang Dewan
Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas;
11. Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2008 tentang Dewan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
18. 12. Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan Nomor
149/Kpb/V.77, Menteri Keuangan Nomor 150/KMK/77 dan
Menteri Perhubungan Nomor KM.119/Phb-77 tentang
Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan di Pulau Batam;
13. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 77 Tahun 2009
tentang Rencana Induk Pelabuhan Batam;
14. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2011
tentang Terminal Khusus dan Terminal untuk Kepentingan
Sendiri;
15. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan Batam
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 47 Tahun 2011 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan
Batam;
16. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 53 Tahun 2001
tentang Pemanduan;
17. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.05/2012
tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam;
18. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 33 Tahun 2011
tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Angkutan Laut;
19. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 54 Tahun 2002
tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut;
20. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 33 Tahun 2003
tentang Pemberlakuan Amandemen SOLAS 1974 tentang
Pengamanan Kapal dan Fasilitas Pelabuhan (International
Ship and Port Facility/I SPS Code) di Wilayah Indonesia;
21. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 50 Tahun 2003
tentang Jenis, Struktur dan Golongan Tarif Pelayanan Jasa
Kepelabuhanan untuk Pelabuhan Laut sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 72
Tahun 2005 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM 50 Tahun 2003 tentang Jenis,
Struktur dan Golongan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan
untuk Pelabuhan Laut;
22. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 39 Tahun 2004
tentang Mekanisme Penetapan Tarif dan Formulasi
Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan pada
Pelabuhan yang diselenggarakan oleh Badan Usaha
Pelabuhan;
23. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 45 tahun 2009
tentang Petunjukan Pelaksanaan Jenis dan Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Direktorat
Jenderal Perhubungan Laut;
24. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 330 Tahun 2009
tentang Penetapan Pelabuhan Bebas pada Kawasan
Perdagang Bebas di Batam, Bintan dan Karimun;
19. 25. Peraturan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam, sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir
dengan Peraturan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2011
tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Ketua Dewan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
26. Keputusan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam Nomor Kpts/6/DK/IX/2008 tentang
Penetapan Personel Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
sebagaimana telah diubah beberapakali terakhir dengan
Keputusan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam Nomor Kpts 19/DK-BTM/X/2010
tentang Penetapan Personel Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
27. Peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 10
Tahun 2011 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam;
28. Keputusan Kepala Kantor Pelabuhan Batam Nomor
4/KPTS/PL/6/2010 tentang Penetapan Pembagian Wilayah
Kerja Operasional Kantor Pelabuhan Batam.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN
PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN TARIF PELAYANAN
KAPAL DI LINGKUNGAN PELABUHAN BATAM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan:
1. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam,
untuk selanjutnya disebut Badan Pengusahaan Batam, adalah lembaga/instansi
pemerintah pusat yang dibentuk oleh Dewan Kawasan dengan tugas dan
wewenang melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
2. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik
dan/atau turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan pelayaran, dan kegiatan penunjang pelabuhan serta
sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi;
20. 3. Pelabuhan Batam adalah pelabuhan yang berada di wilayah kerja Badan
Pengusahaan Batam dan diselenggarakan oleh Badan Pengusahaan Batam, yang
terdiri dari Terminal Umum, Terminal Untuk Kepentingan Sendiri, Terminal Khusus,
dan Perairan Pelabuhan Batam;
4. Perairan Pelabuhan Batam adalah wilayah perairan berdasarkan batas yang
ditetapkan peraturan perundang-undangan, yaitu peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan batas wilayah Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam, batas wilayah berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan
Batam dan batas wilayah daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan, dan daerah
Lingkungan Kepentingan Pelabuhan yang ditetapkan Pemerintah;
5. Kepala Kantor Pelabuhan Laut adalah pimpinan pelabuhan di lingkungan Badan
Pengusahaan Batam;
6. Tarif Pelayanan Kepelabuhanan adalah penerimaan yang diperoleh atas pelayanan
kapal, pelayanan barang, pelayanan alat, dan pelayanan penunjang
kepelabuhanan di pelabuhan yang diselenggarakan oleh Badan Pengusahaan
Batam, yang terdiri dari Terminal Umum, Terminal Untuk Kepentingan Sendiri,
Terminal Khusus, dan perairan pelabuhan Batam;
7. Terminal khusus yang selanjutnya disebut Tersus adalah terminal yang terletak di
luar daerah Lingkungan kerja (DLKr) dan daerah Lingkungan kepentingan (DLKp)
pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani
kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya;
8. Terminal untuk kepentingan sendiri yang selanjutnya disebut TUKS adalah terminal
yang terletak dalam daerah lingkungan kerja (DLKr) dan daerah lingkungan
kepentingan (DLKp) pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan untuk
melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya;
9. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakkan
dengan tenaga mekanik, tenaga mesin atau ditunda, termasuk kendaraan air yang
berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan air, serta alat apung dan
bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah;
10. Kapal melakukan kegiatan niaga adalah kapal yang selama berkunjung di
pelabuhan melakukan kegiatan bongkar muat kargo berupa barang, penumpang
dan hewan, termasuk kapal Pemerintah, Tentara Nasional Indonesia (TNI) atau
Kepolisian Republik Indonesia (POLRI);
11. Kapal tidak melakukan kegiatan niaga adalah kapal yang selama berkunjung di
pelabuhan tidak melakukan kegiatan bongkar muat kargo berupa barang,
penumpang dan hewan, yaitu kapal dalam rangka kegiatan bunker, mengambil
perbekalan serta keperluan lain yang digunakan dalam melanjutkan perjalanannya,
menambah/mengganti anak buah kapal, mendapat pertolongan dokter, pertolongan
dalam kebakaran, tank cleaning serta pembasmian hama (fumigasi);
12. Kapal lay-up adalah kapal yang dilabuhkan di tempat yang ditetapkan sebagai area
lay-up sesuai peraturan perundang-undangan dan tidak dipergunakan dalam
kegiatan pengangkutan kargo/penumpang, dengan perlakuan ketentuan jumlah
awak kapal berdasarkan klasifikasi kegiatan lay-up nya (hot lay-up, semi cold
stacking, cold stacking) dan disampaikan sebagai kapal lay-up pada saat
kedatangan kepada syahbandar;
13. Terminaling, adalah kapal yang bertindak sebagai terminal, dan berlabuh secara
tetap pada titik koordinat yang ditentukan;
21. 14. Kapal Yacht dan sejenisnya adalah kapal yang dilengkapi secara khusus untuk
melakukan rekreasi/olahraga atau melakukan perlombaan-perlombaan di laut, baik
yang digerakkan dengan pesawat pendorong, layar, atau dengan cara-cara lain;
15. Angkutan Laut Luar Negeri adalah kegiatan angkutan laut dari pelabuhan
Indonesia ke pelabuhan luar negeri atau sebaliknya, termasuk melanjutkan
kunjungan antar pelabuhan di wilayah perairan laut Indonesia yang
diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut;
16. Angkutan Laut Dalam Negeri adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan yang
dilakukan di wilayah Perairan Laut Indonesia di luar ketentuan sebagaimana
dimaksud pada angka 14 Pasal ini, yang diselenggarakan oleh perusahaan
angkutan laut;
17. Angkutan Laut Perintis adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di wilayah
Indonesia yang dilakukan dengan trayek tetap dan teratur, untuk menghubungkan
daerah terpencil dan belum berkembang;
18. Pelayaran Rakyat adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di wilayah
Indonesia dengan menggunakan kapal layar atau kapal layar motor yang
berukuran sampai dengan 400 (empat ratus) GT dan kapal motor yang berukuran
sampai dengan 35 (tiga puluh lima) GT;
19. Kapal yang melakukan kegiatan tetap adalah kapal yang melakukan kegiatan
secara tetap dan tinggal tetap di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah
lingkungan kepentingan pelabuhan;
20. Pemanduan adalah kegiatan pandu dalam membantu Nakhoda agar olah gerak
kapal dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib dan lancar;
21. Penundaan adalah pekerjaan mendorong, mengawal, menjaga, menarik atau
mengandeng kapal yang berolah gerak, untuk bertambat ke atau untuk melepas
dari tambatan dermaga, breasting dolphin, pelampung dan kapal lainnya dengan
menggunakan kapal tunda;
22. Pengepilan adalah pekerjaan mengikat, melepas, menarik tali temali kapal yang
berolah gerak untuk bertambat ke atau untuk melepas dari dermaga, breasting
dolphin, pelampung dan kapal lainnya dengan menggunakan atau tidak
menggunakan motor kepil;
23. Gross Tonage, selanjutnya disebut GT, adalah perhitungan volume semua ruang
yang terletak dibawah geladak kapal ditambah dengan volume ruangan tertutup
yang terletak diatas geladak ditambah dengan isi ruangan beserta semua ruangan
tertutup yang terletak diatas geladak paling atas (superstructure), tonase kotor
dinyatakan dalam ton yaitu suatu unit volume sebesar 100 (seratus) kaki kubik
yang setara dengan 2,83 (dua koma delapan tiga) kubik meter;
24. Etmal adalah satuan untuk menghitung lamanya kapal berada di pelabuhan;
25. Perbulan kalender adalah perhitungan bulan dihitung sejak tanggal 1 sampai
dengan tanggal berakhirnya bulan tersebut yaitu tanggal 30 atau 31, kecuali bulan
Februari sampai dengan tanggal 28 atau 29.
Pasal 2
(1) Pelayanan kapal yang berkunjung ke pelabuhan Batam harus memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan, diantaranya:
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;
22. b. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan;
c. SOLAS 1974 (Safety Of Life At Sea);
d. Marpol 1983 (Marine Polution);
e. Konvensi internasional lainnya yang telah diratifikasi, serta ketentuan-
ketentuan yang berlaku dari Kementerian Perhubungan dan Badan
Pengusahaan Batam;
(2)
Perusahaan pelayaran/kapten kapal harus menyampaikan Pernyataan Umum
Kedatangan Kapal (General Declaration) selambat-lambatnya 24 (dua puluh
empat) jam sejak kedatangan kapal, dalam format yang disediakan ke Pusat
Pelayanan Administrasi Terpadu (PPAT), dengan alamat sebagai berikut:
Pusat Pelayanan Administrasi Terpadu Kantor Pelabuhan Batam
Jalan Yos Sudarso Nomor 3
Batu Ampar-Batam
Pasal 3
(1) Kapal Angkutan Laut Dalam Negeri dikenakan tarif pelayanan kapal dalam mata
uang Rupiah (IDR);
(2)
Kapal Angkutan Laut Luar Negeri yang menyinggahi satu atau beberapa pelabuhan
di Indonesia termasuk kapal perang negara lain, dikenakan tarif pelayanan kapal
dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (US$);
(3)
Kapal-kapal berbendera asing yang memiliki izin melakukan kegiatan angkutan laut
dalam negeri ditetapkan tarif pelayanan kepelabuhanan dalam Dollar Amerika
(US$);
(4)
Kapal-kapal angkutan laut berbendera Indonesia:
a. yang tidak melakukan kegiatan angkutan dari dan/atau ke luar negeri,
ditetapkan tarif pelayanan kepelabuhanan dalam Rupiah (IDR);
b. yang melakukan kegiatan angkutan dari dan/atau ke luar negeri, ditetapkan
tarif pelayanan kepelabuhanan dalam Dollar Amerika (US$).
Pasal 4
Kantor Pelabuhan Laut akan menerbitkan nota pelayanan kepelabuhanan dengan
syarat-syarat sebagai berikut:
a. Kapal yang berada di Pelabuhan Batam lebih dari 1 (satu) bulan sampai dengan 3
(tiga) bulan, nota pelayanan kepelabuhanannya akan diterbitkan setiap bulan;
b. Kapal yang berada di Pelabuhan Batam lebih dari 3 (tiga) bulan, nota pelayanan
kepelabuhanannya akan diterbitkan setiap 3 (tiga) bulan;
Pasal 5
(1) Pembayaran nota pelayanan kepelabuhanan harus dilakukan selambat-lambatnya
7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal nota terbit pada bank mitra yang ditunjuk;
(2) Apabila pengguna layanan lalai melakukan pelunasan nota pelayanan
kepelabuhanan, maka pelayanan kepelabuhanan dan pelayaran lainnya akan
ditangguhkan termasuk penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB);
(3) Pengajuan keberatan atas nota pelayanan kepelabuhanan dapat diterima paling
lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak penerbitan nota, dengan menyampaikan
23. surat keberatan yang menjelaskan keberatannya, dan melampirkan copy nota dan
data pendukung lainnya;
(4) Nilai tagihan pelayanan kepelabuhanan dalam mata uang rupiah per nota tagihan
minimal sebesar Rp.50.000,- (lima puluh ribu rupiah);
(5) Nilai tagihan pelayanan kepelabuhanan dalam mata uang dollar Amerika Serikat
per nota tagihan minimal sebesar US$ 5,00 (lima Dollar Amerika Serikat).
Pasal 6
(1) Pelayanan kapal meliputi:
a. Pelayanan Labuh;
b. Pelayanan Pandu;
c. Pelayanan Tunda;
d. Pelayanan Tambat;
e. Pelayanan Angkutan Laut Perintis;
f. Pelayanan Kapal Yacht;
(2) Pelayanan Air Bersih.
BAB II
PELAYANAN LABUH
Bagian Kesatu
Tarif Pelayanan Labuh
Pasal 7
(1) Tarif pelayanan labuh dikenakan terhadap setiap kapal yang berkunjung dan
menggunakan perairan pelabuhan di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah
lingkungan kepentingan pelabuhan;
(2) Kapal yang berkunjung ke pelabuhan dikenakan tarif pelayanan labuh per
kunjungan yang didasarkan pada GT kapal dengan berpedoman pada surat ukur
kapal atau surat ukur kapal sementara;
(3) Kapal yang berkunjung dan berada di pelabuhan untuk melakukan kegiatan lebih
dari 10 (sepuluh) hari, dikenakan tambahan tarif pelayanan labuh untuk setiap
masa 10 (sepuluh) hari berikutnya sebesar tarif perkunjungannya.
Pasal 8
Kapal yang berkunjung dalam rangka kegiatan niaga, dikenakan tarif labuh dengan
sistem perhitungan dari tarif dasar, sebagai berikut:
a. Kapal melakukan bongkar/muat kargo di terminal umum 100%
b. Kapal melakukan kegiatan Ship to Ship Transfer:
1. 1-10 hari 50%
2. Lebih dari 10 hari 100%
c. Kapal yang bertindak sebagai terminaling 25%
24. Pasal 9
Kapal penumpang yang berkunjung dalam rangka kegiatan angkutan penumpang,
dikenakan tarif labuh dengan sistem perhitungan dari tarif dasar, sebagai berikut:
a. Kurang dari 15 kunjungan per bulan, dihitung sesuai jumlah kunjungan 100%
b. Lebih dari 15 kunjungan per bulan, dihitung paling banyak 15
kunjungan setiap bulannya
100%
Pasal 10
Kapal yang berada di Tersus/TUKS dalam rangka kegiatan bongkar/muat,
repair/docking, atau standby, dikenakan tarif labuh dengan sistem perhitungan dari tarif
dasar, sebagai berikut:
a. 1-30 hari 100%
b.
31-180 hari 25%
c.
181-365 hari 50%
d.
Lebih dari 365 hari 100%
Pasal 11
Kapal yang berkunjung dalam rangka kegiatan bukan niaga, dikenakan tarif labuh
dengan sistem perhitungan dari tarif dasar, sebagai berikut:
a. Kapal yang berkunjung untuk kegiatan bunker, mengambil perbekalan serta
keperluan lain yang digunakan dalam melanjutkan perjalanannya,
menambah/mengganti anak buah kapal, mendapat pertolongan dokter, pertolongan
dalam kebakaran, tank cleaning, pembasmian hama serta kapal yang menunggu
muatan/waiting order:
1. 1-30 hari 25%
2. Lebih dari 30 hari 100%
b. Kapal yang berkunjung dalam rangka lay-up:
1. Di area yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan: 12,5%
2. Tidak di area yang ditetapkan oleh Kementerian Perhubungan:
a. Sampai dengan 30 hari 25%
b. Lebih dari 30 hari 100%
c. Kapal jenis Rig/anjungan lepas pantai 150%
Pasal 12
Kapal pelayaran rakyat yang berkunjung ke pelabuhan dikenakan tarif pelayanan labuh
kapal niaga angkutan laut dalam negeri dengan sistem perhitungan dari tarif dasar,
sebagai berikut:
a. Kapal layar atau kapal layar motor yang berukuran sampai dengan 400
(empat ratus) GT dan kapal motor yang berukuran sampai dengan 35
(tiga puluh lima) GT
75%
b. Kapal pelayaran rakyat dengan ukuran diluar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 18
100%
25. Pasal 13
Kapal tangkapan, dikenakan tarif labuh dengan perhitungan sebagai berikut:
a. 1-90 hari 50%
b. Lebih dari 90 hari 100%
Pasal 14
(1) Kapal bangunan baru yang belum memiliki surat ukur kapal dikenakan tarif labuh
bukan niaga dalam mata uang IDR terhitung sejak kapal diluncurkan;
(2) Setelah surat ukur kapal diterbitkan oleh Syahbandar, maka kapal dikenakan tarif
labuh sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
Pasal 15
(1) Pemilik alat-alat apung berupa floating dock untuk kegiatan docking kapal/repair
harus mengajukan izin penetapan perairan kepada Syahbandar dan mempunyai
perjanjian kerjasama dengan Kantor Pelabuhan Laut;
(2) Alat-alat apung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan tarif labuh bukan
niaga dalam mata uang IDR yang diperhitungkan sebagaimana tercantum dalam
Pasal 4.
Bagian Kedua
Pembebasan Tarif Pelayanan Labuh
Pasal 16
Pembebasan tarif pelayanan labuh untuk kapal angkutan laut dalam negeri, diberikan
kepada:
a. kapal perang Republik Indonesia, kapal syahbandar, kapal navigasi, kapal patroli
kesatuan penjagaan laut dan pantai (KPLP), kapal Bea dan Cukai, kapal
penelitian, kapal Palang Merah, kapal pemerintah daerah, kapal Kepolisian Negara
Republik Indonesia (POLRI), kapal yang tidak bertindak sebagai kapal niaga serta
kapal yang melaksanakan tugas Search and Rescue (SAR);
b. kapal yang berlayar melintasi perairan pelabuhan;
c. kapal yang sesuai ketentuan instansi yang berwenang tidak wajib register;
d. kapal sedang diatas dock.
Pasal 17
Pembebasan tarif pelayanan labuh untuk kapal angkutan laut luar negeri, diberikan
kepada:
a. kapal yang berlayar melintasi perairan pelabuhan;
b. kapal sedang diatas dock.
Pasal 18
Tarif dasar pelayanan labuh untuk kapal angkutan laut dalam negeri sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 1 Peraturan ini.
Pasal 19
26. Tarif dasar pelayanan labuh untuk kapal angkutan laut luar negeri sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 2 Peraturan ini.
BAB III
PELAYANAN PANDU
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 20
Kapal yang berukuran 500 (lima ratus) GT atau lebih, wajib menggunakan layanan
pemanduan pada waktu berlayar di perairan wajib pandu.
Pasal 21
(1) Setiap kapal wajib pandu yang akan masuk atau meninggalkan perairan wajib
pandu Pelabuhan Batam, yaitu Batu Ampar, Sekupang, Kabil, dan Tanjung
Uncang, wajib mengajukan permintaan pandu secara tertulis kepada Pejabat
Urusan Kepanduan Kantor Pelabuhan Laut, dengan tembusan disampaikan
kepada Pengawas Pemanduan atau Syahbandar selambat-lambatnya 2 (dua) jam
sebelum kegiatan;
(2) Keterlambatan permintaan pandu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
jangka waktu lebih dari 2 (dua) jam dikenakan sanksi berupa denda dengan
perhitungan 20% (dua puluh persen) dari tarif dasar.
Pasal 22
(1) Kapal wajib pandu yang akan mengajukan pembatalan atau perubahan waktu
pemanduan memberitahukan kepada Kantor Pelabuhan Laut selambat-lambatnya
2 (dua) jam sebelum gerakan;
(2) Keterlambatan pembatalan atau perubahan waktu pemanduan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu lebih dari 2 (dua) jam dikenakan sanksi
berupa denda dengan perhitungan 10% (sepuluh persen) dari tarif dasar.
Pasal 23
Pemberian dispensasi tanpa petugas pandu terhadap kapal yang dikenakan wajib pandu
dan berlayar di perairan wajib pandu dapat diberikan oleh Kantor Pelabuhan Laut atau
Syahbandar, dengan memperhatikan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh
nakhoda sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 24
Apabila terjadi kecelakaan dalam proses pemanduan kapal yang mengakibatkan
rusaknya fasilitas dermaga atau rusaknya kapal lain di perairan bandar, maka nakhoda
atau petugas pandu harus membuat laporan dan berita acara kerusakan untuk proses
ganti rugi akibat kecelakaan tersebut.
Pasal 25
(1) Kapal wajib pandu harus melakukan gerakan tepat sejak petugas pandu naik di atas
kapal;
(2) Keterlambatan gerakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk jangka waktu
27. lebih dari 30 (tiga puluh) menit sampai dengan 1 (satu) jam dikenakan sanksi
berupa denda dengan perhitungan 10% (sepuluh persen) dari tarif dasar;
(3) Keterlambatan gerakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk jangka waktu
lebih dari 1 (satu) jam dikenakan sanksi berupa denda dengan perhitungan 100%
(seratus persen) dari tarif dasar.
Pasal 26
Pelayanan pemanduan untuk kapal konvoi 1 (satu) gerakan pemanduan yang dilakukan
oleh petugas pandu yang berada di atas kapal terdepan atau petugas pandu tetap
berada di atas kapal pandu/tunda, dikenakan tarif pelayanan pemanduan sebesar 100%
(seratus persen) dari tarif dasar terhadap masing-masing kapal konvoi.
Pasal 27
Kapal wajib pandu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 yang masuk ke atau keluar
dari dan/atau melakukan gerakan tersendiri di daerah perairan wajib pandu tanpa izin
dari pejabat yang berwenang, dikenakan tambahan tarif pelayanan pemanduan sebesar
200% (dua ratus persen) dari tarif dasar.
Pasal 28
Kapal yang menggunakan pelayanan pemanduan diluar batas perairan wajib pandu dan
perairan pandu luar biasa, dikenakan tarif pelayanan pemanduan pada perairan wajib
pandu pelabuhan terdekat dengan ketentuan biaya transportasi dan akomodasi
pemanduan menjadi beban pemakai layanan yang besarnya ditetapkan oleh Kepala
Kantor Pelabuhan Laut.
Pasal 29
Kapal kargo tertentu seperti kapal yang mengangkut liquified natural gas (LNG), liquid
petroleum gas (LPG) atau bertekanan tinggi (condensate) yang masuk ke atau keluar
dari dan/atau melakukan gerakan tersendiri di daerah perairan wajib pandu, dikenakan
tambahan tarif pelayanan pemanduan sebesar 100% (seratus persen) dari tarif dasar.
Pasal 30
Pengenaan tarif pelayanan pemanduan bagi kapal tunda yang menggandeng
tongkang/alat apung lainnya diatur sebagai berikut:
a. Tongkang/alat apung lainnya yang ditunda/dikawal/didorong/digandeng oleh kapal
tunda milik Kantor Pelabuhan Laut, dikenakan tarif pelayanan pemanduan sebesar
GT tongkang/alat apung yang bersangkutan, sedangkan penggunaan kapal tunda
tersebut dikenakan tarif pelayanan tunda yang berlaku sesuai dengan Peraturan
ini;
b. Tongkang/alat apung lainnya yang ditunda/dikawal/didorong/digandeng oleh kapal
tunda bukan milik Kantor Pelabuhan Laut, dikenakan tarif pelayanan pemanduan
sebesar GT kapal tunda ditambah GT tongkang/alat apung yang bersangkutan.
Bagian Kedua
Tarif Pelayanan Pandu
Pasal 31
28. Tarif dasar pelayanan pemanduan adalah jumlah total tarif tetap per kapal per gerakan
ditambah dengan tarif variabel per GT per kapal per gerakan.
Pasal 32
Tarif dasar pelayanan pemanduan untuk kapal angkutan laut dalam negeri sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 3 Peraturan ini.
Pasal 33
Tarif dasar pelayanan pemanduan untuk kapal angkutan laut luar negeri sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 4 Peraturan ini.
Pasal 34
Besaran tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan Pasal 33, ditetapkan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Tarif pelayanan pemanduan pada waktu melayani masuk/keluar kapal di perairan
wajib pandu, dikenakan 100% (seratus persen) dari tarif dasar;
b. Tarif pelayanan pemanduan pada waktu melayani gerakan tersendiri di perairan
wajib pandu, dikenakan 75% (tujuh puluh lima persen) dari tarif dasar;
c. Tarif pelayanan pemanduan pada waktu melayani pemanduan kapal di luar batas
perairan wajib pandu dan di perairan pandu luar biasa, dikenakan 200% (dua ratus
persen) dari tarif dasar, ditambah biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28;
d. Apabila perhitungan biaya pemanduan kapal angkutan laut dalam negeri kurang
dari Rp.750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) per gerakan, maka biaya
pemanduan dikenakan biaya minimal, sebesar Rp.750.000,- (tujuh ratus lima puluh
ribu rupiah) per gerakan;
e. Apabila perhitungan biaya pemanduan kapal angkutan laut luar negeri kurang dari
US$ 175.00 (seratus tujuh puluh lima dollar Amerika Serikat) per gerakan, maka
biaya pemanduan dikenakan biaya minimal, sebesar US$ 175.00 (seratus tujuh
puluh lima dollar Amerika Serikat) per gerakan.
Pasal 35
Pelayanan pemanduan gerakan tersendiri didalam perairan wajib pandu untuk keperluan
shifting kapal pada pelabuhan tertentu yang jarak pelayanan pemanduannya melebihi
jarak pemanduan pada pelabuhan setempat dikenakan 75% (tujuh puluh lima persen)
dari tarif dasar.
Bagian Ketiga
Pembebasan Tarif Pelayanan Pandu
Pasal 36
Kapal angkutan laut dalam negeri yang dibebaskan dari tarif pelayanan pemanduan
yaitu:
a. kapal rumah sakit dalam keadaan perang;
b. kapal perang Republik Indonesia atau kapal negara Republik Indonesia untuk
29. tugas pemerintahan;
c. kapal yang mengujungi pelabuhan hanya dengan maksud meminta pertolongan
kemanusiaan dalam hal pengobatan atau penyelamatan terhadap bencana laut;
d. kapal yang berpindah dari tambatan atas perintah Superintendent dan atau atas
perintah Kepala Kantor Pelabuhan Laut untuk kepentingan operasional pelabuhan;
e. kapal yang menyeberang secara tetap dan teratur menyinggahi pelabuhan yang
sama lebih dari 1 (satu) kali dalam 24 (dua puluh empat) jam di perairan wajib
pandu tertentu.
Pasal 37
Kapal angkutan laut luar negeri yang dibebaskan dari tarif pelayanan pemanduan yaitu:
a. kapal rumah sakit dalam keadaan perang;
b. kapal yang mengunjungi pelabuhan hanya dengan maksud meminta pertolongan
kemanusiaan dalam hal pengobatan atau penyelamatan terhadap bencana laut;
c. kapal yang berpindah dari tambatan atas perintah otoritas pelabuhan untuk
kepentingan operasional pelabuhan.
Pasal 38
(1) Kapal-kapal yang mengalami kelambatan gerakan atas rekomendasi pandu karena
pasang surut, gangguan cuaca, atau kejadian luar biasa lainnya, dibebaskan dari
pembayaran tambahan tarif pelayanan pemanduan;
(2) Pembebasan pembayaran tambahan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh Kepala Kantor Pelabuhan Laut.
BAB IV
PELAYANAN TUNDA
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 39
(1) Zona operasi kapal tunda sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran dan Loodsdienst Ordonantic Tahun 1927
dimana penggunaan kapal tunda atau waktu gerakan dihitung mulai dari atau
sampai batas pemanduan;
(2) Jam kerja efektif adalah waktu yang dihitung sejak kapal tunda mulai mendekati
kapal yang akan ditunda (walaupun belum menerima tali dari kapal tersebut),
sampai kapal tunda selesai melaksanakan penundaan (melepas tali kapal yang
ditunda/hingga saat kapal selesai sandar/in-position);
(3) Waktu rata-rata dari dan ke pangkalan adalah waktu rata-rata yang diperlukan
kapal mulai berangkat dari dan ke pangkalan.
Pasal 40
(1) Ketentuan penghitungan waktu rata-rata kapal tunda berangkat dan kembali ke
pangkalan di Pelabuhan Batam:
a. penetapan pangkalan kapal tunda:
30. 1. Pelabuhan Batu Ampar;
2. Pelabuhan Kabil;
b. jam pemakaian kapal tunda dihitung selama menunda kapal ditambah waktu
rata-rata di kolam pelabuhan;
(2) Jam pemakaian kapal tunda dari pangkalan lain selain sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dihitung waktu rata-rata yang diperlukan kapal tunda sejak
berangkat dari pangkalan ke lokasi kerja/kapal;
(3) Perhitungan jarak aktual yaitu olah gerak ditambah jam pemakaian kapal tunda
selama menunda kapal, terhitung sejak mulai sampai dengan selesai.
Pasal 41
(1) Kantor Pelabuhan Batam menerbitkan tagihan langsung kepada agen/perusahaan
pelayaran atas pelayanan penundaan yang diberikan;
(2) Pembayaran tagihan atas pelayanan penundaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disetorkan ke rekening Badan Pengusahaan Batam.
Pasal 42
Pedoman keselamatan pelayaran dalam pelayanan penundaan bagi kapal dengan
panjang 70 (tujuh puluh) meter atau lebih yang berolah gerak di perairan wajib pandu,
diatur sebagai berikut:
a. kapal dengan panjang 70 (tujuh puluh) meter sampai dengan 100 (seratus) meter
dapat ditunda dengan 1 (satu) kapal tunda yang mempunyai daya minimal 800
(delapan ratus) PK;
b. kapal dengan panjang lebih dari 100 (seratus) meter sampai dengan 150 (seratus
lima puluh) meter, dapat ditunda 2 (dua) kapal tunda dengan jumlah daya 1.600
(seribu enam ratus) PK;
c. kapal dengan panjang lebih dari 150 (seratus lima puluh) sampai dengan 200 (dua
ratus) meter, dapat ditunda 2 (dua) kapal tunda dengan jumlah daya 3.400 (tiga
ribu empat ratus) PK;
d. kapal dengan panjang lebih dari 200 (dua ratus) meter sampai dengan 300 (tiga
ratus) meter, dapat ditunda 3 (tiga) kapal tunda dengan jumlah daya 5.000 (lima
ribu) PK;
e. kapal dengan panjang lebih dari 300 (tiga ratus) meter, dapat ditunda 3 (tiga) kapal
tunda dengan jumlah daya minimal 10.000 (sepuluh ribu) PK.
Bagian Kedua
Tarif Pelayanan Tunda
Pasal 43
Pengenaan tarif pelayanan penundaan kapal diperairan wajib pandu, ditetapkan sebagai
berikut:
a. Pemakaian kapal tunda dikenakan tarif pelayanan penundaan sebesar tarif dasar;
b. Pembatalan permintaan kapal tunda yang telah dikirim ke lokasi kapal, dikenakan
tarif pelayanan penundaan sesuai tarif dasar minimal untuk pemakaian 1 (satu)
jam.
Pasal 44
31. (1) Jam pemakaian kapal tunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dihitung sejak
kapal tunda tiba di lokasi kapal yang ditunda sampai dengan selesai menunda
ditambah jumlah jam keberangkatan dari dan kembali ke pangkalan;
(2) Jumlah jam keberangkatan dari pangkalan dan jam kembali ke pangkalan bagi
kapal tunda secara rata-rata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan
ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran 5 Peraturan ini.
Pasal 45
Kapal tunda milik swasta dapat menunda kapal sebagai sarana bantu penundaan
apabila diperlukan dan wajib membayar sebesar 20% (dua puluh persen) dari tarif yang
berlaku dalam Peraturan ini.
Pasal 46
Penundaan kapal yang dilayani secara bersama-sama oleh kapal tunda milik Pelabuhan
Batam dan kapal tunda milik swasta, maka pendapatan pelayanan penundaannya
ditetapkan sebagai berikut:
a. dibagi berdasarkan perbandingan jumlah daya kuda (PK) dari masing-masing kapal
tunda yang digunakan; dan
b. operator kapal swasta wajib membayar pada Kantor Pelabuhan Laut dengan
besaran sesuai bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45.
Pasal 47
(1) Jam pemakaian kapal tunda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 untuk
penggunaan kapal tunda kurang dari 1 (satu) jam dibulatkan dan dihitung menjadi 1
(satu) jam;
(2) Pembulatan untuk selebihnya:
a. kurang dari ½ (setengah) jam dihitung menjadi ½ (setengah) jam;
b. lebih dari ½ (setengah) jam dihitung menjadi 1 (satu) jam.
Pasal 48
Tarif dasar pelayanan penundaan adalah penjumlahan tarif tetap per kapal yang ditunda
per jam dengan tarif variabel per GT per kapal yang ditunda perjam.
Pasal 49
Tarif dasar pelayanan penundaan untuk kapal angkutan laut dalam negeri sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VI Peraturan ini.
Pasal 50
Tarif dasar pelayanan penundaan untuk kapal angkutan laut luar negeri sebagaimana
tercantum dalam Lampiran VII Peraturan ini.
Pasal 51
Apabila perhitungan biaya penundaan kurang dari Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) per
gerakan, maka biaya penundaan dikenakan biaya minimal, sebesar Rp1.000.000,- (satu
juta rupiah) per gerakan.
32. Pasal 52
(1) Atas dasar pertimbangan keselamatan pelayaran di perairan bandar/kolam
pelabuhan terminal umum, setiap tongkang yang akan sandar diwajibkan
menggunakan tambahan 1 (satu) unit kapal tunda dan dikenakan tarif sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 atau Pasal 51;
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi tongkang yang
memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1).
Pasal 53
Kapal dengan ukuran panjang kurang dari 70 (tujuh puluh) meter yang memerlukan
pelayanan penundaan dikenakan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 atau
Pasal 51.
BAB V
PELAYANAN TAMBAT
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 54
(1) Perusahaan pelayaran harus mengajukan permohonan pelayanan tambat paling
lambat 24 (dua puluh empat) jam sebelum pelaksanaan kegiatan bongkar/muat
dengan melampirkan:
a. Ships Particular (Surat Ukur Kapal)
b. Bill Of Loading (B/L) dan/atau Manifest;
c. Data Kegiatan bongkar/muat;
d. Stowage Plane;
(2) Perusahaan/agen pelayaran harus mengajukan pembatalan atau perubahan
permohonan pelayanan tambat pada terminal umum secara tertulis selambat-
lambatnya 6 (enam) jam sebelum waktu pelayanan yang telah ditetapkan;
(3) Kapal yang bertambat tanpa mengajukan permohonan tertulis, tanpa persetujuan
serta mengalami keterlambatan waktu pelaksanaan gerakan perubahan
posisi/geser, dikenakan sanksi administrasi sesuai ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 71.
Pasal 55
Pelayanan tambat pada terminal umum diberikan kepada kapal yang pertama kali tiba di
perairan pelabuhan (First Come First Service) yang disesuaikan dengan penataan lay
out pelabuhan yang telah ditetapkan (bila tidak ada ruang dermaga, akan disandarkan
pada dermaga yang sedang tidak ada kegiatan).
Bagian Kedua
Waktu Pelayanan Tambat
Pasal 56
Pemberian waktu pelayanan tambat bagi kapal yang akan melaksanakan kegiatan
33. bongkar/muat pada terminal umum:
a. Disesuaikan dengan jumlah barang yang akan dibongkar/dimuat;
b. Diberikan tambahan waktu persiapan 4 (empat) jam untuk persiapan
bongkar/muat dan persiapan dokumen administrasi kapal.
Pasal 57
,
(1) Kapal diberikan waktu 4 (empat) jam untuk penerimaan muatan setelah selesai
bongkar/muat;
(2) Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kapal tidak dapat
melaksanakan pemuatan, maka kapal harus keluar untuk berlabuh/lego jangkar.
Pasal 58
(1) Perusahaan/agen pelayaran harus mengajukan perpanjangan waktu tambat
apabila belum tibanya barang yang akan dimuat akibat kelalaian pemilik
barang/cargodoring/stevedoring.
(2) Kantor Pelabuhan Laut akan memberikan perpanjangan waktu tambat dengan
pengenaan tambahan tarif sesuai waktu perpanjangan;
(3) Apabila perusahaan/agen pelayaran tidak mengajukan perpanjangan waktu tambat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dikenakan sanksi berupa denda
dengan perhitungan 200% (dua ratus persen) dari tarif dasar.
Pasal 59
(1) Perusahaan/agen pelayaran harus mengajukan pemberitahuan perubahan bagi
kapal yang terlambat atau lebih cepat bertambat dari waktu yang telah ditetapkan;
(2) Pemberitahuan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
selambat-lambatnya 2 (dua) jam setelah pelaksanaan tambat.
Pasal 60
(1) Perusahaan/agen pelayaran harus mengajukan perubahan penggunaan tambatan
pada terminal umum yang melebihi dari waktu yang telah ditetapkan;
(2) Pengajuan perubahan penggunaan tambatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan secara tertulis selambat-lambatnya 6 (enam) jam sebelum batas
waktu tambat berakhir.
Bagian Ketiga
Tarif Pelayanan Tambat
Pasal 61
(1) Tarif pelayanan tambat dikenakan terhadap setiap kapal yang bertambat pada
tambatan dermaga (beton, besi dan kayu), breasting dolphin/pelampung serta
kapal yang merapat pada kapal lain yang sedang sandar/tambat;
(2) Pengenaan tarif pelayanan tambat sebagaimana dimaksud ayat (1), didasarkan
pada GT kapal berpedoman pada surat ukur kapal dengan masa tambat
menggunakan satuan etmal.
Pasal 62
34. (1) Kapal yang bertambat di terminal umum diberi batas waktu yang ditetapkan oleh
Kepala Kantor Pelabuhan Laut berdasarkan kesepakatan dengan asosiasi
pengguna layanan terkait, berpedoman pada pola perhitungan jumlah muatan per
kapal dibagi loading/discharging rate.
(2) Kelebihan waktu tambat dari batas waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
dikenakan tambahan tarif pelayanan tambat sebesar 100% (seratus persen) dari
tarif dasar.
Pasal 63
(1) Pelampung tambat/buoy milik swasta dapat digunakan sebagai fasilitas tambat
bouy pada perairan terminal umum apabila diperlukan;
(2) Penggunaan pelampung tambat/buoy sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan berdasarkan izin tertulis yang diberikan oleh Kepala Kantor Pelabuhan
Laut;
(3) Pemilik pelampung tambat/buoy sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
membayar sharing sebesar 20% (dua puluh persen) dari tarif yang berlaku
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 dan Pasal 67.
Pasal 64
(1) Kapal yang bertambat pada lebih dari satu jenis tambatan, yaitu tambatan dermaga
(beton, besi dan kayu) atau bertambat pada lambung kapal lain yang sedang
bertambat, perhitungan masa tambatnya didasarkan pada penjumlahan waktu dari
penggunaan beberapa tambatan (tidak termasuk waktu bertambat pada breasting
dolphin, pelampung dan pinggiran) dan dikenakan tarif tambatan tertinggi;
(2) Kapal yang bertambat pada lambung kapal lain yang sedang bertambat di terminal
umum, dikenakan tarif pelayanan tambat sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif
dasar sesuai tambatan yang dipergunakan;
(3) Kapal yang bertambat di terminal umum pada tambatan dermaga (beton, besi dan
kayu) yang dilengkapi breasting dolphin atau pelampung, dikenakan tarif pelayanan
tambat dermaga (beton, besi dan kayu).
Pasal 65
Tarif pelayanan tambat dihitung sekurang-kurangnya untuk ¼ (seperempat) etmal atau 6
(enam) jam dengan pembulatan sebagai berikut:
a. pemakaian tambat sampai dengan 6 (enam) jam dihitung ¼ (seperempat) etmal;
b. pemakaian tambat lebih dari 6 (enam) jam sampai dengan 12 (dua belas) jam
dihitung ½ (setengah) etmal;
c. pemakaian tambat lebih dari 12 (dua belas) jam sampai dengan 18 (delapan belas)
jam dihitung ¾ (tiga perempat) etmal;
d. pemakaian tambat lebih dari 18 (delapan belas) jam sampai dengan 24 (dua puluh
empat) jam dihitung 1 (satu) etmal.
Pasal 66
Tarif dasar pelayanan tambat untuk kapal angkutan laut dalam negeri adalah
sebagaimana tercantum dalam Lampiran 8 Peraturan ini.
Pasal 67
35. Tarif dasar pelayanan tambat untuk kapal angkutan laut luar negeri adalah sebagaimana
tercantum dalam Lampiran 9 Peraturan ini.
Pasal 68
Terhadap kapal yang berkunjung ke terminal umum dalam rangka kegiatan niaga,
dikenakan tarif tambat dengan sistem perhitungan dari tarif dasar, sebagai berikut:
a. Kapal melakukan bongkar/muat kargo 100%
b. Kapal melakukan pengisian air 100%
Pasal 69
Terhadap kapal penumpang yang berkunjung dalam rangka kegiatan angkutan
penumpang, dikenakan tarif tambat di setiap terminal penumpang yang dikunjungi
dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kurang dari 20 (dua puluh) kunjungan setiap bulan, dihitung sesuai
jumlah kunjungannya;
100%
b. Lebih dari 20 (dua puluh) kunjungan setiap bulan, dihitung hanya 20
(dua puluh) kunjungan saja setiap bulannya.
100%
Pasal 70
(1) Terhadap kapal yang berada di Tersus/TUKS dalam rangka kegiatan
bongkar/muat, repair/docking, standby, dikenakan tarif tambat dengan sistem
perhitungan dari tarif dasar, sebagai berikut:
a. 1–10 etmal 50%
b. 11–90 etmal 25%
c. 91–180 etmal 12.5%
d. Lebih dari 180 etmal 25%
(2) Kapal bangunan baru yang belum memiliki surat ukur kapal dikenakan tarif
pelayanan tambat 50% (lima puluh persen) dari tarif dasar dalam mata uang IDR
terhitung sejak kapal diluncurkan;
(3) Setelah surat ukur kapal diterbitkan oleh Syahbandar, maka kapal dikenakan tarif
pelayanan tambat sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);
(4) Pembebasan tarif pelayanan tambat diberikan kepada kapal yang sedang diatas
dock.
Bagian Keempat
Sanksi Administrasi dan Tarif Tambahan
Pasal 71
Kapal yang berangkat tanpa menyelesaikan administrasi nota tagihan pelayanan
kepelabuhanan akan dikenakan sanksi berupa denda 100% (seratus persen) dari
seluruh etmal ditambah sanksi administrasi sebesar Rp500.000,- (lima ratus ribu rupiah)
untuk kapal pelayaran dalam negeri dan US$200 (dua ratus Dollar Amerika Serikat)
untuk kapal pelayaran luar negeri.
Pasal 72
36. Kapal Ro-Ro/tongkang/ferry yang bertambat pada tambatan umum, apabila
menggunakan rampdoor dikenakan tarif tambahan sebesar 25% (dua puluh lima persen)
dari tarif pelayanan tambat.
Pasal 73
(1) Kapal-kapal yang bertambat pada terminal umum harus sesuai dengan posisi yang
telah ditetapkan dengan toleransi penggunaan batas jarak maksimum 10 (sepuluh)
meter.
(2) Perubahan posisi pemakaian tambatan pada terminal umum harus diajukan oleh
perusahaan/agen pelayaran secara tertulis selambat-lambatnya 4 (empat) jam
setelah kapal tambat, atau 4 (empat) jam sebelum pelaksanaan perubahan
tambatan;
(3) Perubahan posisi/geser dilakukan selambat-lambatnya 2 (dua) jam dari shifting
order yang ditetapkan;
(4) Keterlambatan pengajuan pembatalan atau perubahan waktu/posisi tambat dan
pembatalan atau perubahan waktu tambat tanpa pemberitahuan tertulis,
perusahaan/agen pelayaran dikenakan sanksi sebesar ½ (setengah) etmal dari tarif
dasar;
(5) Keterlambatan pengajuan perpanjangan waktu tambat dan perubahan posisi
tambat, perusahaan/agen pelayaran dikenakan tambahan tarif pelayanan 100%
(seratus persen) dari tarif yang berlaku atas kelebihan waktu dan atau perubahan
posisi.
Pasal 74
(1) Perubahan rencana penggunaan tambatan kurang dari 6 (enam) jam dari rencana
tambat yang telah disetujui, perhitungan waktu tambat dikenakan terhitung sejak
waktu tambat yang disetujui;
(2) Perubahan rencana tambat lebih dari 6 (enam) jam dianggap sebagai pembatalan
penetapan tambahan semula, dengan tetap dikenakan perhitungan jam tambat ½
(setengah) etmal.
Pasal 75
(1) Kapal/tongkang angkutan barang regular ditetapkan dengan persyaratan sebagai
berikut:
a. melayani rute Batam–Singapura PP dalam rangka kegiatan niaga;
b. melakukan lebih dari 10 (sepuluh) kunjungan per bulan kalender ke terminal
umum;
c. diageni perusahaan pelayaran yang sama dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
berturut-turut;
(2) Kapal/tongkang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan ketentuan tarif
sebagai berikut:
a. tarif pelayanan labuh dan pelayanan tambat sebesar 50% (lima puluh persen)
dari tarif dasar;
b. tarif pelayanan tunda sebesar US$75 (tujuh puluh lima Dollar Amerika
Serikat) per kunjungan.
(3) Terhadap kapal pengganti tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a dan b, kecuali kapal dimaksud memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan c;
37. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2) dan (3) tidak berlaku bagi
kapal yang melayani angkutan Roll on-Roll off rute Batam-Singapura PP.
Pasal 76
Ketentuan tentang tata cara pelayanan kapal dan pelabuhan diatur lebih lanjut dalam
peraturan tentang standar operasional prosedur pelayanan pelabuhan.
BAB VI
PELAYANAN KAPAL ANGKUTAN LAUT PERINTIS
Pasal 77
(1) Kapal angkutan laut perintis dikenakan tarif pelayanan kepelabuhanan yang
berlaku untuk kapal pelayaran rakyat;
(2) Kapal angkutan laut perintis yang beroperasi tidak sesuai dengan trayeknya
dikenakan tarif pelayanan kapal niaga angkutan laut dalam negeri.
BAB VII
PELAYANAN KAPAL YACHT
Pasal 78
(1) Terminal yang ditetapkan untuk kegiatan sandar kapal yacht dan sejenisnya di
Pelabuhan Batam adalah:
a. Terminal Nongsa Point Marina di Nongsa;
b. Terminal Marina Water Front City di Teluk Senimba;
(2) Kapal yacht dan sejenisnya yang berbendera asing yang berkunjung ke Batam
harus dilengkapi Clearance Approval for Indonesian Territory (CAIT) dan Sailing
Registration Booklet dari Pemerintah Indonesia yang masih berlaku serta Surat Izin
Berlayar (Port Clearance) dari pelabuhan keberangkatan terakhir;
(3) Kapal yacht berbendera asing yang datang tanpa dilengkapi dokumen CAIT
/Booklet yang masih berlaku, diwajibkan mengurus CAIT dari instansi yang
berwenang;
(4) Kapal yacht yang datang tidak mempunyai Surat Izin Berlayar (SPB/ Port
Clearance) dari pelabuhan keberangkatan terakhir diwajibkan menyelesaikan
sesuai ketentuan yang berlaku di bidang kesyahbandaran;
(5) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, kapal
yacht diberi batas waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari untuk berada di
pelabuhan Batam, serta tidak dibenarkan berlayar ke perairan Indonesia lainnya.
Pasal 79
(1) Kapal yacht berbendera asing yang menyinggahi Pelabuhan Batam, dikenakan tarif
pelayanan kapal dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (US$);
(2) Kapal yacht berbendera Indonesia yang datang dari atau berangkat ke luar negeri
dikenakan tarif pelayanan kapal dalam mata uang Dollar Amerika Serikat (US$);
(3) Kapal yacht berbendera Indonesia yang berlayar hanya di wilayah perairan dalam
negeri dikenakan tarif pelayanan kapal dalam mata uang Rupiah (IDR).
38. Pasal 80
(1) Tarif pelayanan labuh dan pelayanan tambat bagi kapal yacht dan sejenisnya
digabung menjadi satu tarif yang disebut sebagai Call Rates (tarif kunjungan),
dengan besaran sebagaimana tercantum dalam Lampiran 10 Peraturan ini;
(2) Pengenaan tarif pelayanan bagi kapal yacht sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
didasarkan pada masa tambat (hari).
BAB VIII
PELAYANAN AIR BERSIH
Pasal 81
Tata cara pelaksanaan pelayanan air bersih oleh pihak swasta ke kapal-kapal yang
melakukan pengambilan air di daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan
kepentingan Pelabuhan Batam adalah sebagai berikut:
a. Perusahaan/agen pelayaran mengajukan permohonan kepada petugas Pelabuhan
Batam mengeni keperluan air bersih bagi kapalnya yang sedang berlabuh atau
melakukan kegiatan di daerah lingkungan perairan Batam;
b. Perusahaan swasta terlebih dahulu harus mendapatkan izin dari Kantor Pelabuhan
Laut sebelum melaksanakan pengiriman/pengisian air untuk kapal-kapal
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. Kantor Pelabuhan Laut tidak akan melayani pengisian air bersih di pelabuhan bagi
perusahaan/agen pelayaran maupun perusahaan swasta yang tidak memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b;
d. Perusahaan swasta yang mempunyai sumber air bersih sendiri, dalam
melaksanakan pengiriman/pengisian air bersih ke kapal-kapal harus dilengkapi
dengan dokumen pendukung yang diterbitkan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan
yang menyatakan mutu dan kualitas air tersebut bersih;
e. Permintaan pelayanan air bersih di dermaga dilaksanakan dengan ketentuan
permintaan minimal 5 m3
(lima meter kubik);
f. Pembatalan permohonan pelayanan air bersih tanpa pemberitahuan terlebih
dahulu dikenakan tagihan sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari total
permohonan, kecuali untuk pelayanan air dengan kapal supply dikenakan tagihan
sebesar 100% (seratus persen) dari total permohonan.
Pasal 82
(1) Tarif pelayanan air bersih untuk kapal dan usaha di pelabuhan, dikenakan dalam
mata uang Rupiah (IDR);
(2) Pelayanan air bersih untuk kapal dan usaha di pelabuhan dikenakan sesuai tarif
yang berlaku dari perusahaan penyedia air bersih, ditambah biaya pelayanan 20%
(dua puluh persen).
BAB IX
LAIN-LAIN
Pasal 83
39. Pembulatan GT kurang dari 1 (satu) GT dihitung menjadi 1 (satu) GT.
Pasal 84
Besaran tarif pelayanan kapal dalam Peraturan ini belum termasuk pajak-pajak yang
berlaku.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 85
Pada saat Peraturan ini mulai berlaku,
a. Pasal 1 huruf a sampai dengan huruf o, Pasal 2 sampai dengan Pasal 14, Pasal 36
sampai dengan Pasal 38, Pasal 43 dan Pasal 44 ayat (1), (2) dan (3) Keputusan
Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor
19/KPTS/KA/IV/2004 tentang Tarif Jasa Kepelabuhanan di Lingkungan Pelabuhan
Batam-Rempang-Galang (Barelang);
b. Pasal 1 sampai dengan Pasal 7, Pasal 11, Pasal 12 sampai dengan Pasal 15
Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor
20/KPTS/KA/IV/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Operasional Kepelabuhanan
di Lingkungan Pelabuhan Batam-Rempang-Galang (Barelang);
c. Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor
044/KPTS/KA/IV/2005 tentang Perubahan Dan Tambahan Surat Keputusan Otorita
Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor 19/KPTS/KA/IV/2004 Tentang
Tarif Jasa Kepelabuhanan di Lingkungan Pelabuhan Batam-Rempang-Galang
(Barelang);
d. Keputusan Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor
73/KPTS/KA/X/2006 tentang Perubahan dan Penambahan atas Surat Keputusan
Ketua Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam Nomor
20/KPTS/KA/IV/2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Operasional Kepelabuhanan
di Lingkungan Pelabuhan Batam-Rempang-Galang (Barelang);
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 86
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Batam
pada tanggal 12 Desember 2012
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN
KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM,
ttd
MUSTOFA WIDJAJA
Salinan sesuai dengan aslinya
Karo. Sekretariat dan Protokol,
A. Gani Lasya
40. BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
BATAM CENTRE, PULAU BATAM
KOTAK POS 151; TELEPON (0778) 462047, 462048; FAKSIMILE (0778) 462240, 462456
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
PERATURAN
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
NOMOR 17 TAHUN 2012
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN DAN TARIF PELAYANAN BARANG
DI LINGKUNGAN PELABUHAN BATAM
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS
DAN PELABUHAN BEBAS BATAM,
Menimbang : a. bahwa dalam rangka mengakomodir perubahan pola
pengelompokan tarif, serta dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan kepelabuhanan di Pelabuhan Batam
khususnya pelayanan barang, maka dipandang perlu
menyesuaikan petunjuk pelaksanaan dan tarif pelayanan
barang di lingkungan Pelabuhan Batam;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Kepala Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 251, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4053)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 44
Tahun 2007 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2007 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4775);
SALINAN
41. 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4849);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor
107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4757) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 tentang
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 16,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5195);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2009, tentang Jenis dan
Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang
Berlaku pada Departemen Perhubungan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 95, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4227);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5070);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 17, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5196);
7. Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2008 tentang Dewan
Nasional Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas;
8. Keputusan Presiden Nomor 9 Tahun 2008 tentang Dewan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
9. Surat Keputusan Bersama Menteri Perdagangan Nomor
149/Kpb/V.77, Menteri Keuangan Nomor 150/KMK/77, dan
Menteri Perhubungan Nomor KM.119/Phb-77, tentang
Pembangunan dan Pengelolaan Pelabuhan di Pulau Batam;
10. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 77 Tahun 2009
tentang Rencana Induk Pelabuhan Batam;
11. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun 2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan Batam
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 47 Tahun 2011 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 65 Tahun
2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Pelabuhan
Batam;
42. 12. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2011
tentang Terminal Khusus dan Terminal untuk Kepentingan
Sendiri;
13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.05/2012
tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam;
14. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 17 Tahun 2000
tentang Pedoman Penanganan Bahan/Barang Berbahaya
dalam Kegiatan Pelayaran di Indonesia;
15. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun 2002
tentang Penyelenggaraan dan Pengusahaan Bongkar Muat
Barang dari dan ke Kapal;
16. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 54 Tahun 2002
tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut;
17. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 50 Tahun 2003
tentang Jenis, Struktur dan Golongan Tarif Pelayanan Jasa
Kepelabuhanan untuk Pelabuhan Laut sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 72
Tahun 2005 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor KM 50 Tahun 2003 tentang Jenis,
Struktur dan Golongan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan
untuk Pelabuhan Laut;
18. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 39 Tahun 2004
tentang Mekanisme Penetapan Tarif dan Formulasi
Perhitungan Tarif Pelayanan Jasa Kepelabuhanan pada
Pelabuhan yang Diselenggarakan oleh Badan Usaha
Pelabuhan;
19. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 45 Tahun 2009
tentang Petunjuk Pelaksanaan Jenis dan Tarif atas Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada
Direktorat Jenderal Perhubungan Laut;
20. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 330 Tahun 2009
tentang Penetapan Pelabuhan Bebas pada Kawasan
Perdagangan Bebas di Batam, Bintan dan Karimun;
21. Peraturan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam, sebagaimana telah diubah beberapa kali
terakhir dengan Peraturan Ketua Dewan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 3
Tahun 2011 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Ketua
Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam Nomor 3 Tahun 2008 tentang Badan Pengusahaan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
43. 22. Keputusan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam Nomor Kpts/6/DK/IX/2008 tentang
Penetapan Personel Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam,
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Keputusan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam Nomor Kpts 19/DK-BTM/X/2010
tentang Penetapan Personel Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
23. Peraturan Kepala Badan Pengusahaan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam Nomor 10
Tahun 2011 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam;
24. Keputusan Kepala Kantor Pelabuhan Batam Nomor
4/KPTS/PL/6/2010 tentang Penetapan Pembagian Wilayah
Kerja Operasional Kantor Pelabuhan Batam;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGUSAHAAN KAWASAN
PERDAGANGAN BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS BATAM
TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN DAN TARIF PELAYANAN
BARANG DI LINGKUNGAN PELABUHAN BATAM.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini, yang dimaksud dengan:
1. Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam,
untuk selanjutnya disebut Badan Pengusahaan Batam, adalah lembaga/instansi
pemerintah pusat yang dibentuk oleh Dewan Kawasan dengan tugas dan
wewenang melaksanakan pengelolaan, pengembangan, dan pembangunan
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam;
2. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya
dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan
ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik
dan/atau turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, yang dilengkapi
dengan fasilitas keselamatan pelayaran, dan kegiatan penunjang pelabuhan serta
sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi;
3. Pelabuhan Batam adalah pelabuhan yang berada di wilayah kerja Badan
Pengusahaan Batam dan diselenggarakan oleh Badan Pengusahaan Batam, yang
terdiri dari Terminal Umum, Terminal untuk Kepentingan Sendiri, Terminal Khusus,
dan Perairan Pelabuhan Batam;
44. 4. Perairan Pelabuhan Batam adalah wilayah perairan berdasarkan batas yang
ditetapkan melalui peraturan perundang-undangan, yaitu peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan batas wilayah Kawasan Perdagangan Bebas dan
Pelabuhan Bebas Batam, batas wilayah berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan
Batam dan batas wilayah Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan, dan Daerah
Lingkungan Kepentingan Pelabuhan yang ditetapkan Pemerintah;
5. Kepala Kantor Pelabuhan Laut adalah pimpinan pelabuhan di lingkungan Badan
Pengusahaan Batam;
6. Tarif Pelayanan Kepelabuhan adalah penerimaan yang diperoleh atas pelayanan
kapal, pelayanan barang, pelayanan alat, dan pelayanan penunjang
kepelabuhanan di pelabuhan yang di selenggarakan oleh Badan Pengusahaan
Batam, yang terdiri dari Terminal Umum, Terminal Untuk Kepentingan Sendiri,
Terminal Khusus, dan perairan pelabuhan Batam;
7. Terminal khusus yang selanjutnya disebut Tersus adalah terminal yang terletak di
luar Daerah Lingkungan kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan kepentingan (DLKp)
pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani
kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya;
8. Terminal untuk kepentingan sendiri yang selanjutnya disebut TUKS adalah terminal
yang terletak dalam daerah lingkungan kerja (DLKr) dan daerah lingkungan
kepentingan (DLKp) pelabuhan yang merupakan bagian dari palabuhan untuk
melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya;
9. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis apapun yang digerakkan
dengan tenaga mekanik, tenaga mesin atau ditunda, termasuk kendaraan air yang
berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan air, serta alat apung dan
bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah;
10. Kapal melakukan kegiatan niaga adalah kapal yang selama berkunjung di
pelabuhan melakukan kegiatan bongkar muat kargo berupa barang, penumpang
dan hewan, termasuk kapal pemerintah/Tentara Nasional Indonesia (TNI)/Kepolian
Negara Republik Indonesia (POLRI);
11. Kapal tidak melakukan kegiatan niaga adalah kapal yang selama berkunjung di
pelabuhan tidak melakukan kegiatan bongkar muat kargo berupa barang,
penumpang dan hewan, yaitu kapal dalam rangka kegiatan bunker, mengambil
perbekalan serta keperluan lain yang digunakan dalam melanjutkan perjalanannya,
menambah/mengganti anak buah kapal, mendapat pertolongan dokter, pertolongan
dalam kebakaran, tank cleaning serta pembasmian hama (fumigasi);
12. Kapal lay-up adalah kapal yang dilabuhkan di tempat yang ditetapkan sebagai area
lay-up sesuai peraturan perundang-undangan dan tidak dipergunakan dalam
kegiatan pengangkutan kargo/penumpang, dengan perlakuan ketentuan jumlah
awak kapal berdasarkan klasifikasi kegiatan lay-up nya (hot lay-up, semi cold
stacking, cold stacking) dan disampaikan sebagai kapal lay-up pada saat
kedatangan kepada syahbandar;
13. Terminaling adalah kapal yang bertindak sebagai terminal, dan berlabuh secara
tetap pada titik koordinat yang ditentukan;
14. Kapal Yacht dan sejenisnya adalah kapal yang dilengkapi secara khusus untuk
berekreasi/olah raga/melakukan perlombaan-perlombaan di laut, baik yang
digerakkan dengan pesawat pendorong, layar, ataupun dengan cara-cara lain;
45. 15. Angkutan Laut Luar Negeri adalah kegiatan angkutan laut dari pelabuhan
Indonesia ke pelabuhan luar negeri atau sebaliknya, termasuk melanjutkan
kunjungan antar pelabuhan di wilayah perairan laut Indonesia yang
diselenggarakan oleh perusahaan angkutan laut;
16. Angkutan Laut Dalam Negeri adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan yang
dilakukan di wilayah Perairan Laut Indonesia di luar ketentuan sebagaimana
dimaksud pada angka 14 Pasal ini, yang diselenggarakan oleh perusahaan
angkutan laut;
17. Angkutan Laut Perintis adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di wilayah
Indonesia yang dilakukan dengan trayek tetap dan teratur, untuk menghubungkan
daerah terpencil dan belum berkembang;
18. Pelayaran Rakyat adalah kegiatan angkutan laut antar pelabuhan di wilayah
Indonesia dengan menggunakan kapal layar atau kapal layar motor yang
berukuran sampai dengan 400 (empat ratus) GT dan kapal motor yang berukuran
sampai dengan 35 (tiga puluh lima) GT;
19. Kapal yang melakukan kegiatan tetap adalah kapal yang melakukan kegiatan
secara tetap dan tinggal tetap di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah
lingkungan kepentingan pelabuhan;
20. Pemanduan adalah kegiatan pandu dalam membantu Nakhoda agar olah gerak
kapal dapat dilaksanakan dengan selamat, tertib dan lancar;
21. Penundaan adalah pekerjaan mendorong, mengawal, menjaga, menarik atau
mengandeng kapal yang berolah gerak, untuk bertambat ke atau untuk melepas
dari tambatan dermaga, breasting dolphin, pelampung dan kapal lainnya dengan
menggunakan kapal tunda;
22. Pengepilan adalah pekerjaan mengikat, melepas, menarik tali temali kapal yang
berolah gerak untuk bertambat ke atau untuk melepas dari dermaga, breasting
dolphin, pelampung dan kapal lainnya dengan menggunakan atau tidak
menggunakan motor kepil;
23. Kargo adalah semua jenis barang/hewan muatan kapal yang dibongkar/dimuat dari
dan ke kapal yang diangkut dari pelabuhan asal ke pelabuhan tujuan, dapat berupa
angkutan antar pulau atau impor/ekspor;
24. Kargo dalam kemasan adalah barang yang menggunakan kemasan petikemas
(container), atau menggunakan pallet dan unitisasi;
25. Kargo tidak dalam kemasan adalah barang selain sebagaimana dimaksud pada
angka 23 Pasal ini dalam bentuk urai, antara lain berupa break bulk, bag cargo,
barang curah kering, barang curah cair dan hewan;
26. Gudang adalah merupakan suatu tempat atau bangunan beratap yang
diperuntukan untuk menimbun, menyimpan dan mengerjakan barang dengan
tujuan agar barang tersebut terhindar dari kerusakan dan kehilangan yang
diakibatkan oleh manusia, hewan, serangga maupun karena cuaca;
27. Gudang transito adalah gudang lini I (satu) dimana barang yang dimasukan ke
dalam gudang tersebut telah siap untuk diteruskan ke tempat tujuan, baik untuk
diekspor maupun diteruskan ke tempat pemiliknya atau consignee dalam waktu
yang tidak lama/sementara;
46. 28. Throughput Fee adalah pungutan yang dikenakan terhadap setiap barang curah
yang dibongkar/dimuat melalui pipa yang melintas pada lokasi terminal di dalam
daerah lingkungan kerja daratan dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan;
29. Roll On-Roll Off adalah moda dalam pengangkutan barang yang bisa
memuat/membongkar kargo masuk/keluar kapal dengan penggeraknya sendiri,
menggunakan kapal yang dilengkapi ramp door;
30. Gross Tonage, selanjutnya disebut GT, adalah perhitungan volume semua ruang
yang terletak dibawah geladak kapal ditambah dengan volume ruangan tertutup
yang terletak diatas geladak ditambah dengan isi ruangan beserta semua ruangan
tertutup yang terletak diatas geladak paling atas (superstructure), tonase kotor
dinyatakan dalam ton yaitu suatu unit volume sebesar 100 (seratus) kaki kubik
yang setara dengan 2,83 (dua koma delapan tiga) kubik meter;
31. Container Freight Station yang selanjutnya disebut CFS adalah kawasan yang
digunakan untuk menimbun petikemas LCL, melaksanakan stuffing/unstuffing, dan
untuk menimbun break-bulk cargo yang akan di-stuffing ke petikemas atau di-
unstuffing dari petikemas;
32. Less than Container Load yang selanjutnya disebut LCL adalah petikemas yang
berisi muatan dari beberapa shiper dan penerimanya terdiri dari beberapa
consignee;
33. Full Container Load yang selanjutnya disebut FCL adalah petikemas yang berisi
muatan satu shiper dan penerimanya satu consignee.
Pasal 2
(1) Pembayaran nota pelayanan kepelabuhanan harus dilakukan selambat-lambatnya
7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal nota terbit pada bank mitra yang ditunjuk;
(2) Apabila pengguna layanan lalai melakukan pelunasan nota pelayanan
kepelabuhanan, maka pelayanan kepelabuhanan dan pelayaran lainnya akan
ditangguhkan termasuk penerbitan Surat Persetujuan Berlayar (SPB);
(3) Pengajuan keberatan atas nota pelayanan kepelabuhanan dapat diterima paling
lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak penerbitan nota, dengan menyampaikan
surat keberatan yang menjelaskan keberatannya, dan melampirkan copy nota dan
data pendukung lainnya;
(4) Nilai tagihan pelayanan kepelabuhanan dalam mata uang rupiah per nota tagihan
minimal sebesar Rp50.000,- (lima puluh ribu rupiah);
(5) Nilai tagihan pelayanan kepelabuhanan dalam mata uang dollar Amerika Serikat
per nota tagihan minimal sebesar US$5,00 (lima Dollar Amerika Serikat).
BAB II
PELAYANAN BONGKAR/MUAT BARANG
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 3
(1) Perusahaan Bongkar/Muat harus mengajukan secara tertulis permohonan kegiatan
bongkar/muat segera menerima informasi dari perusahaan/agen pelayaran tentang
rencana kedatangan kapal dan rencana sandar kapal;
47. (2) Permohonan kegiatan bongkar/muat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diajukan menggunakan Formulir 1.B, dengan melampirkan persyaratan sebagai
berikut:
a. Surat penunjukan pelaksanaan bongkar/muat dari pemilik barang (kontrak
kerja bongkar/muat–stevedoring);
b. Copy Bill Of Loading;
c. Copy Manifest;
d. Jumlah dan jenis muatan, untuk penentuan peralatan bongkar/muat;
e. Jumlah buruh yang dibutuhkan sesuai dengan waktu yang ditentukan (sesuai
produktifitas bongkar/muat);
f. Kesiapan angkutan darat/jumlah truk yang disiapkan untuk pelaksanaan
angkutan darat ke gudang penerimaan.
(3) Persyaratan tambahan sebagai berikut:
a. Bila muatan termasuk barang berbahaya, Perusahaan Bongkar/Muat harus
mengajukan permohonan izin bongkar/muat barang berbahaya kepada
Syahbandar;
b. Bila muatan termasuk untuk tujuan ekspor, Perusahaan Bongkar/Muat harus
melampirkan Shipping Order/Shipping Instruction dengan menyebutkan
pelabuhan tujuan.
Pasal 4
Perusahaan Bongkar/Muat harus melaksanakan kegiatan bongkar/muat selama 24 (dua
puluh empat) jam.
Pasal 5
(1) Perusahaan pelayaran diberi waktu 2 (dua) jam setelah kegiatan bongkar/muat
selesai untuk penyelesaian administrasi dan kesiapan keberangkatan kapal;
(2) Apabila kapal masih menunggu muatan balik, maka kapal diberikan tenggang
waktu paling lama 4 (empat) jam;
(3) Apabila dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kapal tidak siap, maka
kapal harus keluar untuk lego jangkar.
Pasal 6
(1) Dermaga bukan sebagai tempat penumpukan barang/muatan;
(2) Perusahaan Bongkar/Muat harus mengajukan secara tertulis permohonan area
pembongkaran muatan sementara;
(3) Kantor Pelabuhan Laut memberikan izin penggunaan area pembongkaran muatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk paling lama 3 (tiga) jam, dan setelah
itu barang/muatan harus dibawa ke lokasi penumpukan atau lokasi pemilik;
(4) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan
denda sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) per jam.
48. Bagian Kedua
Perusahaan Bongkar/Muat (PBM) dan Ekspedisi Muatan Kapal Laut (EMKL)
Pasal 7
(1) Selambat-lambatnya 2 (dua) jam setelah kapal bersandar, PBM/EMKL harus
segera melaksanakan kegiatan sesuai fungsinya;
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan
sanksi berupa denda sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per 2 (dua) jam
keterlambatan.
Pasal 8
(1) PBM yang mengoperasikan Crane diwajibkan memakai alas kaki dengan ukuran
sebagai berikut:
Tebal : 5 cm (lima sentimeter)
Lebar : 2 x 40 cm (dua kali empat puluh sentimeter)
Panjang : 100 cm (seratus sentimeter)
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan
sanksi berupa denda sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per
pelanggaran.
Pasal 9
(1) PBM/EMKL dapat melakukan penumpukan stuffing dan/atau unstuffing kontainer di
gudang CFS;
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan
sanksi berupa denda sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) per kontainer.
Pasal 10
(1) PBM/EMKL dalam melaksanakan kegiatan harus sesuai dengan standar
produktifitas yang telah ditetapkan di Pelabuhan Batam;
(2) Standar produktifitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan
kesepakatan dengan keputusan Kepala Kantor Pelabuhan Laut;
(3) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan
sanksi berupa denda tambahan tarif pelayanan dermaga sebesar 200% (dua ratus
persen) dari tarif dasar.
Pasal 11
PBM harus menyediakan alat bantu pengaman bongkar/muat seperti jala-jala di lambung
kapal untuk kegiatan bongkar/muat barang jenis bag cargo (karung) seperti beras dan
semen non-pallet.
Pasal 12
Petugas pengawas bongkar/muat dari PBM dan wakilnya harus secara terus menerus
berada di daerah kerjanya untuk memantau kegiatan bongkar/muat dan berkoordinasi
dengan petugas Pelabuhan Laut bila terjadi hambatan.
49. Pasal 13
(1) PBM/EMKL dilarang menempatkan chassis atau chassis bermuatan di areal
pelabuhan;
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan
sanksi berupa penguncian roda dan denda sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima
puluh ribu rupiah) per unit.
Pasal 14
PBM/EMKL yang menyebabkan tumpahnya minyak dari alat bongkar/muat di atas
landasan dermaga dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus
lima puluh ribu rupiah) per m2
(meter persegi) per kejadian.
Pasal 15
Perusahaan pelayanan pelabuhan yang menyebabkan kerusakan instalasi di daerah
kerja pelabuhan dikenakan sanksi senilai biaya yang timbul atas kerusakan tersebut.
Pasal 16
(1) Parkir kendaraan kerja (truk dan trailler) harus pada tempat yang telah disediakan;
(2) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan
sanksi berupa penguncian roda dan denda sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima
puluh ribu rupiah) per alat angkut/alat bongkar muat.
Pasal 17
PBM/EMKL yang melaksanakan kerja bongkar muat atau pengangkutan barang tanpa
izin tertulis dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp. 250.000,- (dua ratus lima puluh
ribu rupiah) per alat bongkar/muat.
Pasal 18
PBM dan EMKL yang melakukan kegiatan landing menggunakan rampdoor tongkang di
dermaga tanpa izin dikenakan sanksi berupa denda sebesar Rp1.000.000,- (satu juta
rupiah).
BAB III
PELAYANAN DERMAGA
Pasal 19
Tarif pelayanan dermaga dikenakan bagi setiap barang yang dibongkar/dimuat dari atau
ke kapal/tongkang yang bertambat di tambatan maupun yang tidak bertambat yang
lokasi kegiatannya berada di dalam daerah lingkungan kerja dan daerah lingkungan
kepentingan pelabuhan.
Pasal 20
Barang yang dimuat/dibongkar melalui dermaga ke maupun dari kapal/tongkang di
terminal umum dikenakan tarif pelayanan dermaga sebesar tarif dasar.