contoh penulisan nomor skl pada surat kelulusan .pptx
Bahasa muna
1. Selain nama kerajaan/kabupaten/ pulau, Muna juga menjadi nama sebuah bahasa
yang digunakan suku bangsa Muna yang mendiami Pulau Muna, Pulau Buton dan
Pulau-pulau kecil di sekitar kedua pulau tersebut seperti Pulau Kadatua, Pulau
Siompu dan Pulau Talaga ( Kabupaten Buton ).
Dr Rene van den Berg, dosen linguistik di Darwin, Australia yang melakukan
penelitian Bahasa Muna menjelaskan bahwa sebaran wilayah yang masyarakatnya
menggunakan Bahasa Muna sebaagai bahasa tutur yang berada di daratan Pulau
Buton adalah wilayah Kecamatan Batauga , Lasalimu, kamaru, Kapontori,
Labuandiri, Lawele, laonti kambe-kambero, Bosuwa, Lawela ( Kabupaten Buton ),
Kecamatan Betoambari (Katobengke-Topa-Sulaa-Lawela), Kecamatan Bungi (
liabuku, palabusa,wonco, bungi ) , Kecamatan Kokalukuna ( Pulau Makasar) di Kota
Baubau serta di ex kerajaan Muna meliputi Kecamatan Kambowa, Kecamatan
Wakorumba dan Kecamatan Bonegunu Kabupaten Buton Utara, serta Kecamatan
Wakorsel, Maligano dan Kecamatan Pasir Putih Kabupaten Muna.
Belum ada yang dapat menjelaskan secara ilmiah mengapa Suku Muna yang
menggunakan bahasa muna yang awalnya menghuni Pulau Muna dapat tersebar
begitu luas di daratan Pulau Buton dan Pulau-Pulau disekitarnya ( ex Kesultanan
Buton). Sebagian sejarahwan Buton menulis bahwa luasnya sebaran wilayah yang
dihuni oleh Suku Muna di Pulau Buton hingga menguasai hampir seluruh Pulau
Buton adalah migrasi besar-besaran Suku Muna akibat tidak kondusifnya
Kerajaan Muna sehingga mencari perlindungan pada Kesultanan Buton yang lebih
aman.
Namun argumentasi para penulis sejarah Buton tersebut terbantahkan dengan
adanya fakta yang ditulis sendiri oleh orang buton dalam hikayat Mia patamiana.
Hikayat tersebut mengisahkan bahwa jauh sebelum kerajaan Buton terbentuk
Suku Muna telah menjadi penghuni Pulau Buton.
2. Fakta itu dapat dilihat dari setiap wilayah yang menjadi tempat pendaratan Mia
Patamiana, orang yang diakui sebagai orang yang memulai peradaban di Negeri
Buton masyarakatnya menggunakan bahasa muna sebagai bahasa tutur mereka.
Ini juga dijelaskan dalam hikayat Mia Patamiana dimana ketika sitamajo salah
seorang dari empat orang Mia Patamianaa mendarat di Kapontori mereka telah
menemukan masyarakat lokal yang menggunakan Bahasa Muna sebagai bahasa
komunikasi diantara mereka.
Demikian pula ketika armada Mia Patamiana lainnya ( Simalui, Sijawangkati dan )
mendarat disuatu wilayah seperti Kamaru, Lasalimu, Kadatua dan Topa mereka
selalu bertemu dengan penduduk lokal yang menggunakan bahasa Muna sebagaai
bahasa tutur mereka. Bukti kuat dari itu adalah sampai saat ini masyaarakat
diwilayah tersebut tetap menggunakan Bahasa Muna sebagai bahasa primer
mereka selain Bahasa Indonesia. Berdasarkan luas wilayah dan kuantitas
pengguna Bahasa Muna sebagai bahasa Tutur di Sulawesi tenggara, bahasa Muna
merupakan bahasa kedua penutur terbanyak setelah Bahsa Tolaki-Mekonggga.
Secara geografis penyebaran penutur kedua bahasa tersebut juga berbeda.
Bahasa Tolaki-Mekongga sebarannya di daratan Pulau Sulawesi Bagian Tenggara,
sedangkan Bahasa Muna Penuturnya tersebar di Kepulauan termasik dua pulau
besar yaitu Muna dan Pulau Buton.
Dr, Rene Van dengberg juga menemukan penutur bahasa Muna ternyata bukan
saja di tersebar di kepulauan Sulawesi bagian tenggara tetapi di sebagian Pulau
Ambon dan kepualauan Maluku Utara. Dr. Rene Van Denberg tidak menjelaskan
sejak kapan bahasa muna digunakan oleh maasyaarakat Pulau Ambon dan
Kepulauan Maluku Utara serta bagaimana proses penyebarannya.
3. Mungkin saja penyebaran bahasa Muna di Pulau Ambon dan Kepulauan Maluku
utara tersebut lakukan oleh La Ode Wuna Putra raja Muna VI Sugi Manuru.
Tradisi lisan masyarakat Muna menjelaskan bahwa salah seorang Putra Raja
Muna VI Sugimanuru yaitu La Ode Wuna yang berwujud Ular berkepala manusia
ketika diusir karena berulah yang dapat mencoreng kewibawaan ayahaandanya
sebagai Raja berlayar menuju Pulau Halmahera di Maluku Utara.
Dalam pelayaranya La Ode Wuna yang dikenal sakti menumpang pada dua buah
kelapa. Sesampainya di pantai Pulau Halmahera ( maluku Utara ), La Ode Wuna
kemudian menanam kelapa yang menjadi tumpangannya tersebut di pantai dimana
dia terdampar. Jadi ada kemungkinan La Ode Wuna dan pengikutnyalah yang
pertama menyebarkan bahasa Muna di Kepulauan Maluku/maluku Utara melalui
alkulturasi budaya.
“Bahasa Menunjukan Bangsa” demikian dikatakan JS. Badudu, seorang pakar
bahsa Indonesia yang terkenal pada masa Orde Baru karena mengeritik dialek
Presiden Suharto melafalkan kata makin dengan mangkin. Menurut JS. Badudu
kebesaran suatu bangsa dapat dilihat dari seberapa besar kecintaan bangsa itu
dengan bahasanya. Salah satu bentuk dari kecintaan tersebut adalah ditentukan
dengan kualitas dan kuantitas orang yanng menggunakan bahasa bangsa tersebut.
Mengapa JS. Badudu menekankan penggunaan bahasa dengan eksistensi suatu
bangsa? Hal ini terjawab dengan sejarah kolonialisme moderen di mana untuk
dapat menngifiltrasi suatu bangsa, maka hal pertama yang dilakukan bangsa
tersebut adalah menyebar luaskan penggunaan bahasanya pada bangsa yang
diincar untuk dijadikan koloninya. Dengan dipahaminya bahasa bangsanya pada
wilayah jajahannya maka semakin mempermudah transformasi nuday dan
idealismenya. Dengan pemahaman bahasa oleh suatu bangsa yang menjadi koloni
dari bangsa tersebut akan mempermudah komunikasi diantara mereka sehingga
informasi yang akan disampaikan dapat dengan mudah dimengerti.
4. Melihat begitu luasnya h penyebaran wilaya yang masyarakatnya menggunakan
bahasa muna sebagai bahasa tutur mereka di wilayah Sulawesi tenggara inklud
didalamnya ex kesultanan Buton, masihkah kita berpikir bahwa kerajaan Muna
berada dibawah kendali kesultanan Buton? Atau mungkin Kesultanan buton
berada di bawah Kerajaan Muna? atau mungkin bahasa resmi kesultanan Buton
adalah bahasa Muna?