Dokumen tersebut membahas peranan pers dalam proses demokratisasi di Indonesia, khususnya peristiwa revolusi Mei 1998 yang mengakhiri rezim otoriter Orde Baru. Pers berperan penting dalam melaporkan krisis ekonomi 1997 dan menyuarakan aspirasi rakyat, meskipun menghadapi tekanan pemerintah. Pemberitaan kritis pers menciptakan iklim yang mendukung revolusi rakyat untuk menggulingkan Soeharto.
Tema: Peranan Pers dalam Masyarakat
Mencakup:Peran Pers Dalam Masyarakat Demokrasi, Manfaat Pers dalam Masyarakat Demokrasi, Dampak penyalahgunaan kebebasan media massa/Pers, Dampak Penyalahgunaan Media massa, Bentuk Penyalahgunaan media massa, Upaya pemerintah dalam mengendalikan kebebasan pers
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan jurnalistik (mencari, memperoleh, mengolah, menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar dan lain-lain
Tema: Peranan Pers dalam Masyarakat
Mencakup:Peran Pers Dalam Masyarakat Demokrasi, Manfaat Pers dalam Masyarakat Demokrasi, Dampak penyalahgunaan kebebasan media massa/Pers, Dampak Penyalahgunaan Media massa, Bentuk Penyalahgunaan media massa, Upaya pemerintah dalam mengendalikan kebebasan pers
Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan jurnalistik (mencari, memperoleh, mengolah, menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar dan lain-lain
a journal from a study & discussion group from Social & Political Sciences Faculty in University of Indonesia, tho not everyone of Astina family is from the Same College.
1. Demokrasi sebagai dasar hidup berbangsa pada umumnya memberikan pengertian bahwa
adanya kesempatan bagi rakyat untuk ikut memberikan ketentuan dalam masalah-
masalah pokok yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan
pemerintah, oleh karena kebijakan tersebut menentukan kehidupannya. Dengan kata lain
dalam suatu negara demokrasi terdapat kebebasan-kebebasan masyarakat untuk
berpartisipasi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
Agar masyarakat dapat berperan serta dalam mempengaruhi proses pembuatan kebijakan
yang ditetapkan oleh pemerintah, maka perlu adanya sarana atau media yang akan
digunakan dalam partisipasi tersebut. Salah satu sarana yang dapat digunakan masyarakat
dalam partisipasi politik adalah pers.
Dalam proses demokratisasi faktor komunikasi dan media massa mempunyai fungsi
penyebaran informasi dan kontrol sosial. Pers merupakan media komunikasi antar pelaku
pembangunan demokrasi dan sarana penyampaian informasi dari pemerintah kepada
masyarakat maupun dari masyarakat kepada pemerintah secara dua arah. Komunikasi ini
diharapkan menimbulkan pengetahuan, pengertian, persamaan persepsi dan partisipasi
masyarakat sehingga demokrasi dapat terlaksana.
Sebagai lembaga sosial pers adalah sebuah wadah bagi proses input dalam sistem politik.
Diantara tugasnya pers berkewajiban membentuk kesamaan kepentingan antara
masyarakat dan negara sehingga wajar sekali apabila pers berfungsi sebagai jembatan
yang menghubungkan kepentingan pemerintah dan masyarakat. Untuk itu dibutuhkan
keterbukaan pers untuk secara baik dan benar dalam mengajukan kritik terhadap sasaran
yang manapun sejauh hal itu benar-benar berkaitan dengan proses input.
Demokrasi sering kali datang bersamaan dengan semacam gelombang revolusioner dari
mobilisasi rakyat, yakni gelombang pasang rakyat yang bersamanya berbagai unsur
masyarakat terbawa dalam suatu gelombang massa yang mencari identitasnya dengan
berbagai unjuk rasa. Mobilisasi yang demikian bisa saja episodik dan terkendali yang
mendesak agar dilakukan negosiasi-negosiasi untuk peralihan kearah demokrasi. Atau
mungkin juga berbentuk suatu gelombang massa yang sulit terbendung, seperti yang
pernah terjadi di Indonesia dimana terjadinya mobilisasi massa secara besar-besaran yang
dipelopori oleh mahasiswa untuk menumbangkan rezim pemerintahan yang otoriter dan
menciptakan demokrasi. Mobilisasi massa atau gerakan revolusioner yang terjadi di
Indonesia pada bulan Mei 1998, didukung oleh berbagai kalangan tak terlepas juga
dukungan dan peranan pers.
Ada banyak peranan yang dilakukan oleh pers dalam suatu negara dan dalam
mewujudkan demokrasi. Namun, agar pers mampu menjalankan peranannya terutama
dalam menunjang demokratisasi maka perlu adanya kebebasan pers dalam menjalankan
tugas serta fungsinya secara professional. Media masa yang bebas memberikan dasar bagi
pembatasan kekuasaan negara dan dengan demikian adanya kendali atas negara oleh
rakyat, sehingga menjamin hadirnya lembaga-lembaga politik yang demokratis sebagai
sarana yang paling efekif untuk menjalankan pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat itu. Apabila negara mengendalikan media massa maka terhambatnya cara
2. untuk memberitakan penyalahgunaan wewenang dan korupsi yang dilakukan oleh pejabat
negara.
Bagi suatu pemerintahan diktator kebenaran merupakan bahaya baginya, sebab kebenaran
akan membuka seluruh jaringan tipu dayanya. Berita-berita yang berasal dari foto
jurnalisme serta data dokumenter lainnya memang memiliki daya yang sangat kuat. Misi
pertama pers dalam suatu masyarakat yang demokrartis atau suatu masyarakat yang
sedang berjuang untuk menjadi demokratis adalah melaporkan fakta. Misi ini tidak akan
mudah dilaksanakan dalam suatu situasi ketidak adilan secara besar-besaran dan
pembagian yang terpolarisasi. Terkucilnya prospek kebebasan pers jelas merupakan
bagian dari redupnya prospek demokratisasi.
Perkembangan dan pertumbuhan media massa atau pers di Indonesia tidak dapat
dipisahkan dari perkembangan dan pertumbuhan sistem politik dinegara ini. Bahkan
sistem pers di Indonesia merupakan sub sistem dari sistem politik yang ada (Harsono
Suwardi, 1993 : 23)
Di negara dimana sistem persnya mengikuti sistem politik yang ada maka pers cenderung
bersikap dan bertindak sebagai “balancer” antara kekuatan yang ada. Tindakan atau sikap
ini bukan tanpa alasan mengingat pers di negara berkembang seperi di Indonesia
mempunyai banyak pengalaman bagaimana mereka mencoba mempertahankan
keberadaannya sebagai pers yang bebas dan bertanggung jawab.
Banyak pers yang khawatir bahwa keberadaannya akan sirna manakala mereka tidak
mengikuti sistem yang berlaku. Oleh karena itu guna mempertahankan keberadaannya,
pers tidak jarang memilih jalan tengah. Cara inilah yang sering mendorong pers itu
terpaksa harus bersikap mendua terhadap suatu masalah yang berkaitan dengan
kekuasaan. Dalam kaitan ini pulalah banyak pers di negara berkembang pada umumnya
termasuk di Indonesia lebih suka mengutamakan konsep stabilitas politik nasional
sebagai acuan untuk kelangsungan hidup pers itu sendiri.
Diawal kekuasaannya, rezim pemerintahan orde baru menghadapi Indonesia yang
traumatis. Suatu kondisi dimana kehidupan ekonomi, politik, sosial, budaya serta
psikologis rakyat yang baru tertimpa prahara. Politik satu kata yang tepat ketika itu
kemudian dijadikan formula orde baru, yakni pemulihan atau normalisasi secepatnya
harus dilakukan, jika tidak kondisi bangsa akan kian berlarut-larut dalam ketidak pastian
dan pembangunan nasional akan semakin tertunda.
Konsentrasi bangsa diarahkan untuk pembangunan nasional. Hampir seluruh sektor
dilibatkan serta seluruh segmen masyarakat dikerahkan demi mensukseskan
pembangunan nasional tersebut. Keterlibatan seluruh sektor maupun segmen masyarakat
tersebut agaknya sebanding dengan beban berat warisan Orde Lama yang ditimpakan
kepada Orde Baru. Pemerintah Orde Baru memprioritaskan trilogi pembangunannya
yakni stabilitas, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan sebagai kata kunci yang saling
berkait erat serta sebagai bagian doktrin negara.
Oleh karena pemerintah menitik beratkan pembaruan pada pembangunan nasional, maka
3. sektor demokrasi akhirnya terlantarkan. Hal ini mungkin terpaksa dilakukan oleh karena
sepeninggalan orde lama tidak satupun kekuatan non negara yang bisa dijadikan acuan
dan preferensi, serta seluruh yang tersisa mengidap kerentanan fungsi termasuk yang
melanda pers nasional. Deskripsi-deskripsi yang sering kali ditulis oleh para pemerhati
pers menyatakan bahwa kehidupan pers diawal-awal orde baru adalah sarat dengan
muatan represif, ketiadaan pers yang bebas, kehidupan pers yang ditekan dari segala
penjuru untuk dikuasai negara, wartawan bisa dibeli serta pers yang bisa dibredel
sewaktu-waktu.
Dalam sejarah demokratisasi di Indnesia, khususnya pada era orde baru yang mencapai
puncaknya pada peristiwa revolusi Mei 1998 yang ditandai dengan berakhirnya rezim
orde baru dan pengunduran diri presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, pers
mempunyai peranan yang sangat penting. Peranan tersebut tentunya tidak terlepas dari
kedala dan hambatan yang mereka alami karena rezim pemerintahan orde baru dikenal
sebagai rezim pemerintahan yang otoriter yang memasung hak masyarakat untuk
berbicara.
Diakui bahwa pers Indonesia adalah bagian tak terpisahkan dari gerakan reformasi atau
revolusi pada tahun 1998, yang mencapai momen bersejarah dengan pengunduran diri
Soeharto setelah berkuasa selama 32 tahun pada 21 Mei 1998. Meskipun pers bukanlah
pelopor gerakan revolusi itu, sulit dibayangkan bahwa gerakan revolusi yang dipelopori
mahasiswa itu akan terus bergulir tanpa pemberitaan dan dukungan gencar media di
Indonesia seperti pers.
Proses revolusi yang didahului oleh krisis ekonomi antara Agustus hingga September
1997 yang menyebabkan kemunduran dalam kehidupan dan kesejahteraan rakyat menjadi
faktor pemicu persatuan rakyat dalam kelompok aktifis demokrasi seperti mahasiswa,
kelompok intelektual dan bahkan kelompok politik yang terpinggirkan. Kekuasaan
presiden Soeharto yang mendekati absolut menyebabkan faktor pemersatu diluar
pemerintah bahkan menjadi semakin besar. Kondisi ini dipicu semakin keras oleh
peranan pers yang menyiarkan pemberitaan yang semakin kritis terhadap pemerintah
maupun penyajian opini publik mengenai kesalahan serta kelemahan kebijakan publik.
Seluruh gejolak yang terjadi dalam masyarakat ketika upaya menuntut pengunduran diri
Soeharto merupakan lahan peristiwa dan isu yang sulit untuk tidak diolah oleh pekerja
pers sebagai komoditi berita terlebih lagi krisis tersebut telah memperoleh pemberitaan
gencar dari media luar negeri.
Pemberitaan seputar krisis ekonomi khususnya yang terjadi di Jakarta dan sejumlah kota
besar di pulau Jawa telah menciptakan suatu lingkungan simbolik dimana masyarakat
disemua bagian wilayah Indonesia merasa krisis tersebut juga terjadi dilingkungan
dekatnya. Oleh karena itu eforia revolusi dengan cepat juga menjalar keberbagai daerah
yang ditandai maraknya aksi demo mahasiswa dan aksi protes masyarakat di kota-kota
kecil baik di Jawa maupun di luar Jawa.
Memang rezim penguasa berusaha keras untuk menekan pers agar tidak terlalu
4. membesarkan krisis yang terjadi, khususnya dimasa awal krisis ketika nilai rupiah mulai
semakin anjlok. Namun jurnalis seluruh media massa selalu menemukan celah-celah
dimana berita serta analisis krisis bisa disajikan. Krisis dalam tataran makro struktur
ekonomi-politik Orde Baru secara langsung mempengaruhi struktur hubungan kekuasaan
antar pelaku sosial yang terlibat dalam proses memproduksi teks disektor media.
Beberapa waktu sebelum Soeharto lengser pada medio 1998 terjadi semacam power
facum, dimana pihak pemilik perusahaan melepaskan diri dari intervensi yang dilakukan
dalam memproduksi berita. Dalam kondisi semacam itu inisiatif hampir sepenuhnya
ditangan jurnalis profesional. Seandainya para jurnalis sebagai aktor dengan kedudukan
profesional yang signifikan disektor industri media tidak menagambil alih inisiatif untuk
memproduksi teks pemberitaan seputar krisis dan mengemasnya sebagai teks yang
melemahkan legitimasi rezim Orde Baru tentunya akan sulit struktur politik ditanah air
bisa berubah dari struktur otoritarian menjadi struktur politik seperti yang ada saat
sekarang ini.
Menurut hemat penulis upaya yang dilakukan oleh pers untuk mewujudkan demokrasi di
tengah-tengah rezim pemerintah otoritarian yang senantiasa berusaha untuk
mempertahankan kekuasaan merupakan hal yang menarik untuk diteliti. Selain itu pers
merupakan lembaga sosial yang secara ideal nya bersifat netral, tidak untuk kepentingan
kelompok orang-orang tertentu melainkan untuk semua orang. Untuk mengetahui lebih
lanjut bagaimana peranan pers dalam proses demokratisasi di Indonesia, maka penulis
akan melakukan penelitian dengan judul “ Pers Dalam Demokratisasi di Indonesia,
Kajian Tentang Peranan Pers Dalam Peristiwa Revolusi Mei 1998”