Dalam KBBI, kata marhaban diartikan dengan “kata seru (afektif) untuk menyambut atau menghormati kedatangan tamu (yang berarti selamat datang)“.
Ini sama dengan ahlan wa sahlan yang juga diartikan dengan “selamat datang”.
Para ulama menggunakan kata marhaban untuk menyambut Ramadhan dan bukannya ahlan wa sahlan, karena ada perbedaan artinya.
Ahlan terambil dari kata "ahl atau ahlun" أهل)) yang artinya keluarga. Ada pun kata, 'Sahlan' berasal dari kata "sahala" (سهل) yang artinya mudah, gampang, ringan, atau tidak ada halangan sama sekali.
Sahala atau Sahl juga berarti dataran rendah karena mudah dilalui oleh para pejalan kaki, tidak seperti tanjakan tinggi.
2. • Dalam KBBI, kata marhaban diartikan dengan “kata seru (afektif) untuk
menyambut atau menghormati kedatangan tamu (yang berarti selamat
datang)“.
• Ini sama dengan ahlan wa sahlan yang juga diartikan dengan “selamat
datang”.
• Para ulama menggunakan kata marhaban untuk menyambut Ramadhan
dan bukannya ahlan wa sahlan, karena ada perbedaan artinya.
• Ahlan terambil dari kata "ahl atau ahlun" أهل
) ) yang artinya keluarga. Ada
pun kata, 'Sahlan' berasal dari kata "sahala" ()سهل yang artinya mudah,
gampang, ringan, atau tidak ada halangan sama sekali.
• Sahala atau Sahl juga berarti dataran rendah karena mudah dilalui oleh para
pejalan kaki, tidak seperti tanjakan tinggi.
• Menurut Prof. Quraish Shihab, Ahlan wa sahlan adalah ungkapan selamat datang
yang dicelahnya terdapat kalimah tersirat yaitu “(Anda berada di tengah) keluarga
dan (melangkahkan kaki di) dataran rendah yang mudah.
3. • Marhaban terambil dari kata rahb yang berarti luas dan lapang, sehingga
marhaban menggambarkan bahwa tamu yang dating disambut dan diterima
dengan dada lapang, penuh kegembiraan, serta dipersiapkan baginya ruangan
yang luas untuk melakukan apa saja yang diinginkannya.
• Marhaban ya Ramadhan, “Selamat Datang Ramadhan”, berarti “Kami
menyambutmu dengan penuh kegembiraan dan kami persiapkan untukmu
tempat yang luas agar engkau bebas melakukan apa saja, yang berkaitan dengan
upaya mengasah dan mengasuh jiwa kami”.
• Marhaban, kami bergembira dengan kedatanganmu, karena seperti sabda
Rasulullah SAW:
• َرمضان هاُّلك ُةنَّسال َتكون أن تيَّمأ تَّنلتم ُرمضان ما ُدالعبا ُميعل لو
"Seandainya umatku mengetahui [semua] keistimewaan Ramadan,
niscaya mereka mengharap agar semua bulan menjadi Ramadan.“ (HR.
Ibu Huzaimah)
• Marhaban ya Ramadhan, kami menyambutmu dan siap melakukan apa
saja demi memperoleh kemuliaan dan kebaikan.
4. • Ramadhan terambil dari akar kata yang berarti “membakar” atau
“mengasah”. Dinamai demikian karena pada bulan ini dosa-dosa manusia
pupus, habis terbakar, akibat kesadaran dan amal shalehnya.
• Atau disebut demikian karena bulan tersebut dijadikan sebagai waktu
untuk mengasah dan mengasuh jiwa manusia. Bulan Ramadhan juga
diibaratkan sebagai tanah subur yang siap ditaburi benih-benih kebaijikan.
• Semua orang dipersilahkan untuk menabur, kemudian pada waktunya
menuai hasil sesuai dengan benih yang ditanamnya. Bagi yang lalai. Tanah
dan garapannya hanya akan ditumbuhi rerumputan yang tidak berguna.
• ُشَطَعال َو ُع ْوُجال ِهِامَي ِ
ص ْنِم ُهُّظَح ٍمِئاَص َّبُر
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari
puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy)
5. • Berpuasa selama bulan Ramadhan adalah usaha manusia—sekuat
kemampuannya– untuk mencontoh Tuhan dalam sifat-sifatnya (Quraish Shihab,
1994:171).
• Tuhan tidak makan, bahkan memberi makan
• Tuhan tidak minum, bahkan memberi minum
• Tuhan tidak beranak atau diperanakan
• Manusia yang berpuasa berusaha mencontoh Tuhan—dari segi hukum puasa—
dalam ketiga hal tersebut. Karena ketiganya merupakan kebutuhan primer
manusia, yang bila mampu mengendalikannya maka kebutuhan-kebutuhan
lainnya akan mudah pula dikendalikan.
• Namun, dari segi hikmah dan tujuan puasa, seorang hamba mestinya mentoh
Tuhan dalam keseluruhan sifat-sifat-Nya.
• Kalau itu hakikat puasa, maka benih-benih yang ditabur adalah benih-benih yang
kepada “bersikap dan bersifat dengan sikap dan sifat Allah SWT, sehingga hal
tersebut dapat menghiasi diri, mewarnai tingkah laku serta mempengaruhi cara
berpikir seseorang.
• Allah Maha Berpengetahuan (Ya ‘Aliim), Maka Kaya dan Memberi Kekayaan (Ya
Ghanyyu Ya Mughni), Maha Pengasih (Ya Rahmaan) terhadap makhluk-makhluk-
Nya, Maha Damai (Ya Salaam) dan sebagainya.
6. • Perlu dicatat bahwa yang dimaksud dengan “hidup” bukan sekedar menarik
dan menghembuskan nafas. Tapi “hidup” adalah yang sejalan dengan hidup
Tuhan (Allah) serta sesuai dengan kemampuan manusia, yakni hidup dan
berkesinambungan yang melampaui batas-batas generasi, umat dan
bangsa.
• Hal ini akan dicapai melalui kerja keras tanpa henti. Bukankan Tuhan
“setiap saat dalam kesibukan?”
• ٍنَْأش يِف َوُه ٍم ْوَي َّلُك ۚ ِ
ض ْرَ ْ
اْل َو ِتا َاوَمَّسال يِف ْنَم ُهُلَأْسَي
Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap
waktu Dia dalam kesibukan (Q.S. Ar-Rahmaan: 29)
• Allah SWT hanya dapat dijangkau dengan berkreasi (amal sholeh);
bukankah Tuhan itu Khalaq (Maha Berkreasi)? Iqra bismi rabbikalladzii
khalaq
• Karya-karya besar Rasulullah SAW justru terjadi pada bulan Ramadhan
• Kemenangan dalam perang Badar (2 H/624 M)
• Keberhasilan menguasai kota Makkah/Futuh Makkah (8 H/630 M)
7. • Demikian pula umat Islam sepeninggal beliau:
• Kemenangan di Spanyol terjadi di bulan Ramadhan (91 H/710 M)
• Kemenangan menghadapi perang Salib (584 H/1888 H)
• Kemenangan melawan Tartar (658 H/1168 M)
• Dan banyak lagi, sampai proklamasi kemerdekaan Indonesia juga
dicapai pada bulan Ramadhan
• Jika demikian, tidak ada alas an untuk mengendorkan semangat
beribadah, semangat kerja dan aktivitas positif lainnya selama bulan
Ramadha