LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...Moh Masnur
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa) dan MANGGA (Mangifera indica) di AREAL PERSAWAHAN BALAI BENIH PALUR, DESA SONOBIJO, KEC. MOJOLABAN, KAB. SUKOHARJO, SURAKARTA”
Di dalam ini akan dijelaskan (1) pengendalian OPT secara kimiawi, (2) macam-macam pestisida, (3) peranan pestisida, (4) kelebihan, kekurangan, dan pengendalian pestisida, (5) klasifikasi pestisida, (6) formulasi pestisida, dan (7) cara menggunakan pestisida.
Maaf :-
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...UNESA
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Aklimatisasi anggrek dari in vitro ke in vivo dilakukan secara bertahap menggunakan community pot dengan media arang dan sabut kelapa, kemudian ditutup dengan plastik. Sebelum diaklimatisasi, planlet anggrek dikeluarkan dari botol dan dicuci hingga bersih sampai tidak ada media agar yang masih menempel pada akar.
2. Pada penyilangan (Anggrek Dendrobium melintir >< Anggrek Dendrobium sp.) anggrek disilangkan dengan sesamanya dengan menempelkan serbuk sari pada putik bunga anggrek dengan menggunakan tusuk gigi, kemudian diberi label yang berisi nama spesies jantan dan betina anggrek yang disilangkan dengan tanggal saat melakukan penyilangan.
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sa...Moh Masnur
LAPORAN PRAKTIKUM LAPANG “PENGAMATAN HAMA dan PENYAKIT TANAMAN PADI (Oryza sativa) dan MANGGA (Mangifera indica) di AREAL PERSAWAHAN BALAI BENIH PALUR, DESA SONOBIJO, KEC. MOJOLABAN, KAB. SUKOHARJO, SURAKARTA”
Di dalam ini akan dijelaskan (1) pengendalian OPT secara kimiawi, (2) macam-macam pestisida, (3) peranan pestisida, (4) kelebihan, kekurangan, dan pengendalian pestisida, (5) klasifikasi pestisida, (6) formulasi pestisida, dan (7) cara menggunakan pestisida.
Maaf :-
Laporan Praktikum Kultur Jaringan Tumbuhan: Aklimatisasi Anggrek Dendrobium s...UNESA
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:
1. Aklimatisasi anggrek dari in vitro ke in vivo dilakukan secara bertahap menggunakan community pot dengan media arang dan sabut kelapa, kemudian ditutup dengan plastik. Sebelum diaklimatisasi, planlet anggrek dikeluarkan dari botol dan dicuci hingga bersih sampai tidak ada media agar yang masih menempel pada akar.
2. Pada penyilangan (Anggrek Dendrobium melintir >< Anggrek Dendrobium sp.) anggrek disilangkan dengan sesamanya dengan menempelkan serbuk sari pada putik bunga anggrek dengan menggunakan tusuk gigi, kemudian diberi label yang berisi nama spesies jantan dan betina anggrek yang disilangkan dengan tanggal saat melakukan penyilangan.
Hama adalah organisme yang merusak tanaman dan secara ekonomik merugikan manusia. Hama yang menyerang tumbuhan antara lain tikus, walang sangit, wereng, tungau, dan ulat.
1. Bagaimana struktur benih Kedelai (Glycine max), Jagung (Zea mays), Kacang Tanah (Arachis hypogaea), dan Padi (Oryza sativa)?
2. Apa saja tipe perkecambahan benih Kedelai (Glycine max), Jagung (Zea mays), Kacang Tanah (Arachis hypogaea), dan Padi (Oryza sativa)?
Hama adalah organisme yang merusak tanaman dan secara ekonomik merugikan manusia. Hama yang menyerang tumbuhan antara lain tikus, walang sangit, wereng, tungau, dan ulat.
1. Bagaimana struktur benih Kedelai (Glycine max), Jagung (Zea mays), Kacang Tanah (Arachis hypogaea), dan Padi (Oryza sativa)?
2. Apa saja tipe perkecambahan benih Kedelai (Glycine max), Jagung (Zea mays), Kacang Tanah (Arachis hypogaea), dan Padi (Oryza sativa)?
1. 2
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Agroekosistem (EP) adalah ekosistem yang proses pembentukannya ada
campur tangan manusia dengan tujuan untuk meningkatkan produksi pertanian
dalam rangka memenuhi kebutuhan tuntutan manusia. Pertanian dapat juga
dipandang sebagai pemanenan energi matahari secara langsung atau tidak
langsung melalui pertumbuhan tanaman dan ternak. Agroekosistem dapat
dipandang sebagai sistem ekologi pada lingkungan pertanian.
Pendekatan pertanian berwawasan lingkungan adalah pendekatan yang
dimulai dengan pendekatan ekosistem. Pendekatan ekosistem pertanian
selanjutnya dikenal sebagai agroekosistem menekankan dua prinsip dasar akibat
penerapan teknologi. Agroekosistem berasal dari kata sistem, ekologi dan
agro. Sistem adalah suatu kesatuan himpunan komponen-komponen yang saling
berkaitan dan pengaruh-mempengaruhi sehingga di antaranya terjadi proses yang
serasi. Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik antara organisme
dengan lingkungannya. Sedangkan ekosistem adalah sistem yang terdiri dari
komponen biotik dan abiotik yang terlibat dalam proses bersama (aliran energi
dan siklus nutrisi). Pengertian Agro adalah pertanian dapat berarti
sebagai kegiatan produksi/industri biologis yang dikelola manusia dengan obyek
tanaman dan ternak. Pengertian lain dapat meninjau sebagai lingkungan buatan
untuk kegiatan budidaya tanaman dan ternak. Pertanian dapat juga dipandang
sebagai pemanenan energi matahari secara langsung atau tidak langsung melalui
2. 3
pertumbuhan tanaman dan ternak. Agroekosistem dapat dipandang sebagai sistem
ekologi pada lingkungan pertanian.
Pendekatan agroekosistem berusaha menanggulangi kerusakan lingkungan
akibat penerapan sistem pertanian yang tidak tepat dan pemecahan masalah
pertanian spesifik akibat penggunaan masukan teknologi (Sutanto,
2002). Masalah lingkungan serius di pedesaan dan pertanian antara lain
kerusakan hutan, meluasnya padang alang-alang, degradasi lahan dan menurunnya
lahan kritis, desertifikasi, serta menurunnya keanekaragaman. Masalah
lingkungan ini sebagai akibat adanya lapar lahan seiring meningkatnya populasi
penduduk, komersialisasi pertanian, masukan teknologi pertanian dan permintaan
konsumsi masyarakat.
Agroekosistem banyak macamnya. Salah satu diantaranya ialah
agroekosistem pertanaman semusim. Agroekosistem tanaman semusim penting
dipelajari sebagai pemahaman budidaya yang sering petani pedesaan lakukan.
Sebagai contoh ialah agroekosistem tanaman Cabai. Cabai banyak dibudidayakan
oleh petani dan menjadi salah satu komoditas pangan pokok di Indonesia.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui jenis dan fungsi agroekosistem
2. Untuk mengenal komponen ekosistem pertanian
3. Untuk menentukan keputusan pengelolaan agroekosistem
4. Untuk memberi kesempatan praktikan menjadi ahli di lahannya sendiri
3. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
Agroekosistem atau ekosistem pertanian merupakan suatu kesatuan
lingkungan pertanian yang tersusun dari komponen biotik dan abiotik yang saling
berinteraksi serta manusia dengan sistem sosialnya yang tidak dapat dipisahkan
dengan komponen-komponen tersebut. Pengertian ekosistem pertanian yang
paling sederhana dan mudah dimengerti oleh petani adalah hubungan timbal balik
antara komponen biotik dan abiotik serta manusia pada suatu lingkungan
pertanian (Luckman, 1982).
Analisis agroekosistem merupakan kegiatan terpenting dalam pengelolaan
hama dan penyakit terpadu, kegiatan ini dapat dianggap sebagai teknik
pengamatan terhadap hal yang mendasari petani dalam membuat keputusan-
keputusan pengelolaan lahan pertaniannya (Mangan, 2002).
Analisis agroekosistem merupakan salah satu kegiatan terpenting dalam
pengelolaan hama terpadu. Kegiatan AES dapat dianggap sebagai teknik
pengamatan terhadap hal yang mendasari petani dalam membuat keputusan
tentang pengelolaan lahan / kebunnya. Keputusan pengelolaan tersebut misalnya
kegiatan sanitasi, pemangkasan , pemupukan, teknik pengendalian. Kegiatan
AAES mengharuskan melakukan sejumlah pengamatan sejumlah faktor sebelum
membuat keputusan perlindungan tanaman. Faktor tersebut antara lain hama,
cuaca, penyakit, air, musuh alami, kondisi kebun, serangga netral dan gulma
(Sarwono, 2005).
4. 5
Komponen Agroekosistem adalah: Petani, Lahan pertanaman, Ternak dan
Manajemen/teknologi. Pendekatan agroekosistem dalam peternakan adalah
pengembangan peternakan dalam keterpaduan wilayah pertanian
spesifik. Dengan demikian pendekatan agroekosistem dalam pengelolaan
sumberdaya pakan adalah pengelolaan potensi dan pemanfaatannya dalam
keterpaduan wilayah pertanian dan pengembangan peternakan. Kepentingan
pendekatan agroekosistem adalah : 1) Keterpaduan komponen AES untuk
kepentingan ekonomis, 2) Keterpaduan komoditas untuk proses produksi hulu ke
hilir 3) Keterpaduan wilayah untuk kelestarian lingkungan hidup / sumberdaya
alam.
Dalam Rukmana (1997) sistematika tanaman cabai diklasifikasikan ke
dalam golongan sebagai berikut :
Kingdom: Plantae
Divisi: Spermatophyta
Kelas: Dicotiledonae
Ordo: Solanales
Famili: Solanaceae
Genus: Capsicum
Spesies: Capsicum annum L.
Tanaman cabai besar (Capsicum annum L.) merupakan salah satu jenis
tanaman sayuran yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Selain untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari, cabai juga banyak digunakan
sebagai bahan baku industri pangan dan farmasi yang menyebabkan komoditas
5. 6
ini memiliki potensi pemasaran, baik tujuan domestik maupun ekspor
(Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).
Tanaman cabai memiliki batang yang dapat dibedakan menjadi 2 macam
yaitu batang utama dan percabangan (batang skunder). Batang utama berwarna
coklat hijau dengan panjang antara 20-28 cm. Percabangan berwarna hijau dengan
panjang antara 5-7 cm. Daun tanaman ini terdiri dari alas tangkai, tulang dan
helaian daun. Panjang tangkai daun antara 2-5 cm, berwarna hijau tua. Helaian
daun bagian bawah berwarna hijau terang, sedangkan permukaan atasnya
berwarna hijau tua. Daun mencapai panjang 10-15 cm, lebar 4-5 cm. Bagian ujung
dan pangkal daun meruncing dengan tepi rata (Nawangsih, 2003).
Cabai dapat dengan mudah ditanam, baik di dataran rendah maupun tinggi.
Syarat agar tanaman cabai tumbuh baik adalah tanah berhumus (subur), gembur,
dan pH tanahnya antara 5-6. Cabai dikembangbiakkan dengan biji yang diambil
dari buah tua atau yang berwarna merah. Biji tersebut disemaikan terlebih dahulu
(Alteri, 1999).
Temperatur yang sesuai untuk pertumbuhannya antara 16-23OC. Temperatur
malam di bawah 16OC dan temperatur siang di atas 23OC menghambat
pembungaan. Cabai mengandung kurang lebih 1,5% (biasanya antara 0,1-1%)
rasa pedas. Rasa pedas tersebut terutama disebabkan oleh kandungan capsaicin
dan 8 dihidrocapsaicin (Lukmana, 2004). (FAO,2004).
6. 7
III. METODE PRAKTIKUM
A. Bahan dan Alat
Bahan tinjauan berupa pertanaman pangan tanaman cabai dengan alat yang
digunakan alat tulis, kertas manila, kamera, dan kantong plastik.
B. Prosedur Kerja
1. Mahasiswa dibagi dalam kelompok sesuai dengan pembagian dalam setiap
rombongan
2. Bahan dan alat dipersiapkan
3. Mahasiswa ditugaskan ke lapangan untuk mengamati komponen
agroekosistem, yang meliputi agroekosistem tanaman pangan
4. Keadaan umum agroekosistem yang telah diamati kemudian digambar
5. Hasil pengamatan dituliskan pada kertas manila
6. Serangga/hewan yang bertindak sebagai hama dan musuh alami, juga
tanaman/bagian tanaman yang bergejala sakit dikoleksikan.
7. Hasil pengamatan dipresentasikan
8. 9
B. Pembahasan
Praktikum yang kami lakukan ialah pengamatan di suatu lahan di daerah
Tambak Sogra, Sumbang yaitu tanaman cabai sebagai tanaman pokok untuk
diamati keadaan agroekosistem dan melakukan analisis agroekosistemnya.
Agroekosistem yang diamati seluas ± 150 m2 dengan. Waktu pengamatan yang
dilakukan pukul 13.00 WIB. Untuk perbedaan yang mempengaruhi tanaman cabai
dari tempat atau lokasi penanaman cabai itu sendiri sedikit berpengaruh terhadap
produktivitas tanaman cabai,karena tanaman cabai dapat tumbuh di daerah dataran
tinggi maupun rendah. Faktor yang mempengaruhi produksi tanaman cabai dapat
dilihat dari berbagai hal, salah satu contoh adalah faktor iklim. Faktor iklim sangat
mempengaruhi karna di Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki 2
musim yaitu musim hujan dan musim kemarau (Kartasapoetra, 1990).
Komponen biotik yang kami amati antara lain biotik flora dan fauna. Biotik
flora yaitu Cabai (Capsicum annum L.) sebagai tanaman pokoknya, tanaman lain
di sekitarnya yaitu tanaman tumapng sari Singkong (Manihot utilissima) dengan
Cabai (Capsicum annum L), Jagung (Zea mays), Pucuk Merah (Syzigium oleana),
dan Padi (Oryza sativa). Sedangkan biotik faunanya ialah hama Belalang
(Valanga nigricornis), Kutu daun (Aphid sp), dan dengan musuh alami yang
ditemukan yaitu Laba-laba (Araneus diadematus) dan Kumbang kukri (Cocinela
transversalis)
Hama Kutu daun (Aphid sp.) pada pertanaman cabai ini memiliki tingkat
serangan yang masuk kategori Berat (60%-80%) dan Belalang ringan (20%).
Didapatkan dari perhitungan intensitas serang yang memiliki rumus:
9. 10
Keterangan :
IS= Intensitas serangan
n = Jumlah daun rusak tiap kategori serangan
v = Nilai skala tiap kategori serangan
Z = Nilai skala kategori tertinggi kategori serangan
N = Jumlah daun yang diamati
Pertanaman cabai yang kami amati selain terdapat gejala serangan dari
hama, ada gejala lain yang kami kategorikan sebagai penyakit tanaman cabai.
Diantaranya yaitu Thrips (Thrips parvispinus Karny). Hama ini menyerang
tanaman dengan menghisap cairan permukaan bawah daun (terutama daun-daun
muda). Serangan ditandai dengan adanya bercak keperak - perakkan. Daun yang
terserang berubah warna menjadi coklat tembaga, mengeriting atau keriput dan
akhirnya mati. Pada serangan berat menyebabkan daun, tunas atau pucuk
menggulung ke dalam dan muncul benjolan seperti tumor, pertumbuhan tanaman
terhambat dan kerdil bahkan pucuk tanaman menjadi mati. Hama ini merupakan
vektor penyakit virus mosaik dan virus keriting. Pada musim kemarau
perkembangan hama sangat cepat, sehingga populasi lebih tinggi sedangkan pada
musim penghujan populasinya akan berkurang karena banyak thrips yang mati
akibat tercuci oleh air hujan. Gulma yang terdapat pada pertanaman cabai ini
cukup banyak karena keadaan kondisi lahan yang kita amati tidak sedang
dilakukan sanitasi oleh petani. Gulma yang terdapat yaitu Babandotan (Ageratum
10. 11
conyzoides), Putri malu (Mimora pudica), Rumput teki (Cyperus rotundus),
Bayam duri (Amarantus spinosus) dan Meniran (Phyllantus urinaria) Komponen
abiotik yang kami amati antara lain tanah, kelembaban, suhu, dan cuaca.
Pelengkap lainnya ialah wawancara terkait pengelolaan dan sistem tanam dari
pertanaman cabai ini. Berikut penjelasannya :
1. Tanah
Tanah yang kami amati berwarna coklat gelap, bertekstur gembur dan cukup
lembab. Dalam pertanaman cabai ini tanah dibentuk guludan setingi ±20 cm.
Dengan luas lahan 10 m x 15 terdapat 12 baris guludan. Hal tersebut serupa
dengan yang diungkapkan Sarwono (2005), bahwa pada saat tanman muda
membutuhkan kelembaban tanah yang cukup.Tanaman cabai tidak tahan terhadap
genangan air, tanah yang becek atau berdrainase buruk dan akan mengakibatkan
tanaman tumbuh kerdil, daun menguning. Kondisi yang seperti itu mendukung
untuk hama dan penyakit berkembang baik oleh karena itu dibentuk lah guludan.
Gambar 1.1 Tanah Agroekosistem Cabai
11. 12
2. Iklim
Suhu dan kelembaban yang kami amati dengan sebuah aplikasi Android
menunjukkan angka 30°C dengan kelembaban 70%. Cuaca pada saat pengamatan
awalnya cerah dengan suhu 30oC lalu berubah menjadi mendung dan hujan.
Senada dengan cuaca harian di daerah Purwokerto sedang mengalami musim
penghujan. Menurut Rukmana (1997), adalah tanaman yang tumbuh baik di
daerah beriklim panas dan lembab, dengan suhu optimum 18°C -30°C
berkelembaban udara 60% – 80% dan curah hujan 600 mm – 1250 mm per tahun.
Produksi dan pertumbuhan yang optimal untuk usaha petani cabai yang cocok
adalah pada saat musim kemarau (kering). Namun, tanaman ini dapat tumbuh
pada ketinggian 0-500 meter di atas permukaan laut. Didaerah dengan ketinggian
yang lebih tinggi tanaman cabai tetap dapat tumbuh dengan baik. Namun, waktu
panen sedikit lebih lama jika dibandingkan dengan penanaman yang dilakukan
didaerah yang dianjurkan.
Sistem pertanaman yang digunakan yaitu monokultur. Tanaman lain yang
terdapat pada lahan tersebut hanya sebagai tanaman pembatas dipinggir-pinggir
pertanaman. Hubungan tanaman lain dengan pertanaman cabai ini selain sebagai
pembatas ialah sebagai keanekaragaman dan menjaga keseimbangan ekosistem.
Sedangkan tumbuhan yang berupa gulma memang cukup berbahaya karena gulma
ini dapat sebagai inang dari hama maupun patogen. Oleh karena itu dari petaninya
sendiri pun sering melakukan sanitasi terhadap lahan pertanamannya.
Hubungan komponen abiotik terhadap biotiknya khususnya tanaman cabai
sebagai tanaman pokok saling berkaitan. Dengan kondisi yang lembab untuk
12. 13
pertanaman cabai itu cukup baik dalam mendukung pertumbuhan dan
perkembangannya. Walaupun sebenarnya tanaman ini lebih cocok pada dataran
rendah-sedang, tanaman ini mampu dengan mudah menyesuaikan diri dengan
keadaan lingkungannya.
13. 14
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Agroekosistem banyak macamnya, salah satunya ialah agroekosiste
pertanaman cabai. Analisis agroekositem ini berfungsi sebagai pengetahuan
keadaan ekosistem dan sebagai landasan keputusan tindakan yang akan
diambil.
2. Agroekosistem terdiri dari komponen biotik, abiotik, dan campur tangan
manusia sebagai manipulator.
3. Lahan yang kami survei dapat dikatakan agroekosistem karena terdapat
hubungan komponen biotik dan abiotiknya.
B. Saran
Pada saat praktikum analisis agroekosistem, praktikan harus mengamati
komponen – komponen agroekosistem yang ada di lapangan secara teliti, agar
hasil yang didapat sesuai dengan yang ada dilapangan dan bisa dibandingkan
dengan referensi. Serta perlu adanya pendampingan asisten sebagai pemandu agar
analisis yang dilakukan lebih jelas.