Berdasarkan hasil penelitian, angkot merupakan sumber utama emisi di Kota Bandung karena jumlah yang besar dan pola berhenti secara sembarangan. Untuk mengurangi hal ini, perlu ditentukan lokasi halte angkot secara optimal dengan mempertimbangkan isu gender dan kelancaran lalu lintas.
2. Dyota Condrorini, Benno Rahardyan, dan R. Driejana
Program Studi Teknik Lingkungan ITB, Jl. Ganesha No. 10 Bandung
Email: browncrowned@yahoo.com, rahardyan@yahoo.com,
driejana@indo.net.id
3. Angkot merupakan sarana transportasi utama di Bandung.
Angkot dapat mengangkut maupun menurunkan penumpang
kapan saja dan dimana saja, pola operasi seperti ini
menyebabkan kendaraan lain tidak dapat memprediksi kapan
dan dimana angkot akan berhenti, Sehingga dapat menimbulkan
kemacetan. Kondisi seperti ini mengakibatkan emisi yang
dihasilkan lebih besar dari kendaraan lain. Salah satu cara
mengatasi perilaku mengemudi yang tidak teratur ini adalah
dengan menyediakan lokasi perhentian tertentu. penyediaan
lokasi tertentu untuk tempat berhenti angkot. Karena itu, dalam
menentukan lokasi, sangat penting untuk mengetahui persepsi
dari penumpang dan tingkat kesadaran mereka.
Kata kunci: dampak perilaku angkot, persepsi penumpang,
tempat pemberhentian angkot.
4. Angkot merupakan salah satu bentuk transportasi umum
bentuk angkot adalah berupa sebuah mini van.Angkot yang
beroperasi sekarang dapat mengangkut lebih dari 14
penumpang, terkadang angkot berhenti dalam waktu lama
untuk menunggu penumpang hingga angkot penuh . Hasil
penelitian menunjukkan bahwa mode operasi kendaraan
mempengaruhi komposisi dari gas buang yang dihasilkan,
sehingga jika hal tersebut terjadi dengan frekuensi tinggi
akan meningkatkan pencemaran udara.
5. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka
ditentukan variabelvariabel penelitian yang kira-kira dapat
mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap suatu fasilitas. Pada
tanggal 8 Mei 2006 hingga seminggu sesudahnya dilkasanakan
suatu uji coba kuesioner. Uji coba dilakukan dengan menyebarkan
100 buah kuesioner kepada mahasiswa ITB. Hasil uji coba
menunjukkan tingkat reliabilitas kuesioner yang kecil sehingga
dilakukan beberpa revisi terhadap kuesioner. Uji coba kedua
dilakukan mulai dari tanggal 11 Agustus 2006 hingga 13 Agustus
2006. Dengan menyebarkan 50 buah kuesioner didapatkan nilai
reliabilitas yang cukup tinggi dari kuesioner sehingga kemudian
dilanjutkan dengan pengambilan data.
6.
7. 1. Persepsi masyarakat mengenai sumber emisi terbesar
2. Kebiasaan dalam memanfaatkan layanan angkot
3. Distribusi jawaban kelompok pertanyaan persepsi dan sikap
4. Hubungan antara atribut responden dan kebiasaan dalam
memanfaatkan layanan angkot dengan penerimaan halte angkot
5. Hubungan antara persepsi pencemaran udara dan persepsi mengenai
dampak dari perilaku angkot dengan penerimaan halte angkot
6. Permasalahan regulasi
7. Hubungan antara pengetahuan dan kesetujuan mengenai regulasi
dengan persepsi dan sikap mengenai tempat pemberhentian angkot
8. Jarak antar halte angkot
9. Hubungan antara atribut masyarakat dengan kemauan jarak antar
halte
10. Hubungan antara kebiasaan dalam menggunakan angkot dengan
kemauan jarak antar halte
8. Hasil pengumpulan data dan analisis diperoleh bahwa
masyarakat yang belum sepenuhnya menyadari bahwa angkot
merupakan sumber emisi terbesar di kota Bandung akibat
dari jumlah yang besar dan frekuensi akselerasi, deselerasi
dan berhenti yang tinggi. Untuk itu, dalam penentuan lokasi
halte, isu gender perlu dipertimbangkan serta perlu
ditentukan suatu lokasi yang optimal yang dapat mereduksi
gangguan kelancaran lalu lintas tetapi tidak menyusahkan
para pengguna angkot.
9. Perkins, Henry C. Air Pollution. Tokyo: McGrawHill
Kogakusha Ltd., 1974. Pace. Service Criteria and
Performance Guidelines for Fixed Route Service.
(Arlington Heights: February 1990), pg. 10.www.
pacebus.com.
BPS. Bandung Dalam Angka 2004, 2004.
Warpani, Suwardjoko P. Pengelolaan Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan. Bandung:Penerbit ITB, 2002.