2. 2
DAFTAR ISI
1.1 Definisi Kegagalan Bangunan................................................................................. 3
1.2 Penanggung Jawab Kegagalan Bangunan............................................................... 3
1.3 Penyebab Kegagalan Struktur Jembatan................................................................. 4
1.4 Contoh Kegagalan Struktur Jembatan yang pernah terjadi..................................... 9
1.5 Kesimpulan ........................................................................................................... 14
3. 3
1.1 Definisi Kegagalan Bangunan
Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 dan PP 29 Tahun 2000,
definisi kegagalan bangunan secara umum adalah merupakan keadaan
bangunan yang tidak berfungsi, baik secara keseluruhan maupun sebagian dari
segi teknis, manfaat, keselamatan dan kesehatan kerja dan atau keselamatan
umum, sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan atau pengguna jasa setelah
penyerahan akhir pekerjaan konstruksi.
Jembatan berfungsi sebagai prasarana untuk pergerakan arus lalu lintas.
Dengan demikian jembatan direncanakan agar dapat memberi pelayanan
terhadap perpindahan kendaraan dari suatu tempat ketempat lain dengan waktu
yang sesingkat mungkin dengan persyaratan nyaman dan aman (comfortable
and safe). Sehingga dapat dikatakan bahwa kecepatan (speed) adalah
merupakan faktor yang dapat dipakai sebagai indikator untuk menilai apakah
suatu jalan atau jembatan mengalami kegagalan fungsi bangunan atau tidak.
1.2 Penanggung Jawab Kegagalan Bangunan
Kegagalan bangunan dari segi tanggung jawab dapat dikenakan kepada
institusi maupun orang perseorangan, yang melibatkan keempat unsur yang
terkait yaitu :
a) menurut Undang-undang No. 18 Tahun 1999, Pasal 26, ketiga
unsur utama proyek yaitu: Perencana, Pengawas dan Kontraktor
(pembangun).
b) Menurut Pasal 27, jika disebabkan karena kesalahan pengguna
jasa atau bangunan dalam pengelolaan dan menyebabkan
4. 4
kerugian pihak lain, maka pengguna jasa atau bangunan wajib
bertanggung jawab dan dikenai ganti rugi.
1.3 Penyebab Kegagalan Struktur Jembatan
1. Kegagalan Perencana
Penyebab kegagalan perencana umumnya disebabkan oleh:
a) Tidak mengikuti TOR,
b) Terjadi penyimpangan dari prosedur baku, manual atau
peraturan yang berlaku,
c) Terjadi kesalahan dalam penulisan spesifikasi teknik,
d) Kesalahan atau Kurang profesionalnya perencana dalam
menafsirkan data perencanaan dan dalam menghitung kekuatan
rencana suatu komponen konstruksi,
e) Perencanaan dilakukan tanpa dukungan data penunjang
perencanaan yang cukup dan akurat,
f) Terjadi kesalahan dalam pengambilan asumsi besaran rencana
(misalnya beban rencana) dalam perencanaan,
g) Terjadi kesalahan perhitungan aritmatik,
h) Kesalahan gambar rencana.
2. Kegagalan Pengawas
Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan oleh :
a) Tidak melakukan prosedur pengawasan dengan benar,
b) Tidak mengikuti TOR,
5. 5
c) Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak sesuai
dengan spesifikasi,
d) Menyetujui proposal tahapan pembangunan yang tidak
didukung oleh metode konstruksi yang benar,
e) Menyetujui gambar rencana kerja yang tidak didukung
perhitungan teknis.
3. Kegagalan Pelaksana
Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan oleh :
a) Tidak mengikuti spesifikasi sesuai kontrak,
b) Salah mengartikan spesifikasi,
c) Tidak melaksanakan pengujian mutu dengan benar,
d) Tidak menggunakan material yang benar,
e) Salah membuat metode kerja,
f) Salah membuat gambar kerja,
g) Pemalsuan data profesi,
h) Merekomendasikan penggunaan peralatan yang salah.
4. Kegagalan Pengguna Bangunan
Penyebab kegagalan pengawas umumnya disebabkan oleh :
a) Penggunaan bangunan yang melebihi kapasitas rencana,
b) Penggunaan bangunan diluar dari peruntukan rencana,
c) Penggunaan bangunan yang tidak didukung dengan program
pemeliharaan yang sudah ditetapkan,
6. 6
d) Penggunaan bangunan yang sudah habis umur rencananya.
1) Bangunan Bawah
Pondasi adalah merupakan bagian yang paling penting dari
bangunan bawah struktur jembatan yang harus meneruskan beban
kendaraan serta bagian-bagian diatasnya ke lapisan tanah.
Kegagalan bangunan bawah (pilar atau abutmen) terjadi apabila
keruntuhan atau amblasnya bangunan bawah tersebut dan atau
terjadi keretakan struktural yang berpengaruh terhadap fungsi
struktur bangunan atas. Kegagalan pondasi dibagi sesuai dengan
jenis pondasi yaitu :
a. Pondasi langsung, kegagalan pada pondasi langsung secara fisik
dapat terjadi apabila struktur tersebut mengalami :
Amblas, berarti elevasi pondasi berada pada level yang
lebih rendah daripada elevasi rencana
Miring, berarti posisi pondasi langsung tersebut tidak
sesuai dengan posisi vertikal rencana
Puntir, berarti terjadinya suatu amblas yang disertai
posisi miring yang tidak beraturn
b. Pondasi sumuran, kegagalan pondasi sumuran secara fisik sama
dengan pondasi langsung.
c. Pondasi tiang pancang beton / baja, kegagalan pondasi tiang
pancang beton atau baja secara fisik dapat terjadi apabila
struktur tersebut mengalami :
7. 7
Amblas, berarti elevasi pondasi berada pada level yang
lebih rendah daripada elevasi rencana
Patah, yaitu kondisi dimana tidak ada kesatuan antara
tiang dan poor bangunan bawah yang mengakibatkan
tiang pancang tidak berfungsi atau tiang pancang beton
mengalmai retak struktural
2) Bangunan Atas
Kegagalan bangunan atas jembatan dapat dibagi sesuai dengan
jenis bangunan atas yaitu :
a. Retak Struktural
Unsur retak akan mempengaruhi kekuatan struktur adalah
lebarnya dan kedalaman retak yang terjadi. Lebar retak yang
berlebihan, disamping akan secara langsung mengurangi
kekuatan struktur juga akan memberikan peluang udara dan air
yang akan mengakibatkan terjadinya korosi yang pada akhirnya
juga mengurangi kekuatan struktur. Maka oleh karena itu lebar
maksimum dan kedalaman retak harus dibatasi. Besarnya
kedalaman maksimum retak yang diizinkan adalah proporsional
dengan tebal struktur itu sendiri.
b. Lendutan
Lendutan yang berlebihan, disamping akan mempengaruhi
kekuatan struktur juga mempunyai dampak psikologis bagi si
pengendara. Besarnya lendutan maksimum yang diizinkan
8. 8
adalah proporsional dengan bentang jembatan yang
bersangkutan.
c. Getaran / Goyangan
Amplitudo getaran harus dibatasi sedemikian rupa, baik
akibat angin maupun pergerakan lalu lintas disamping sehingga
masih memenuhi persyaratan baik dari segi stabilitas struktur
maupun dari kenyamanan si pengendara. Besarnya amplitudo
getaran maksimum yang diizinkan adalah proporsional dengan
bentang jembatan yang bersangkutan.
d. Kerusakan Lantai Kendaraan
Kerusakan lantai kendaraan berupa retak, terkelupas dan
atau pecah akan berpengaruh secara langsung terhadap riding
quality lantai kendaraan yang menyebabkan kenyamanan si
pengendara akan berkurang. Maka luas kerusakan dibatasi tidak
boleh melebihi angka yang dipersyaratkan yaitu persentase luas
yang rusak terhadap suatu luas segmen yang ditinjau.
e. Tumpuan (Bearing)
Kerusakan tumpuan pada derajat tertentu akan
mempengaruhi sistemn pendukungan tumpuan terhadap beban
yang pada akhirnya sistem distribusi beban berubah. Oleh sebab
itu tingkat kerusakan tumpuan ini harus dibatasi sehingga tidak
sampai merubah sistemn pembebanan original. Besarnya
9. 9
tingkat kerusakan maksimum yang diizinkan tergantung dari
jenis tumpuan itu sendiri.
f. Expansion Joint
Kerusakan expansion joint yang berupa robek atau
terkelupasnya joint sealantnya tidak terlalu berpengaruh
terhadap kekuatan struktur. Namun akan sangat berbahaya jika
lubang yang terjadi cukup besar yang dapat mengakibatkan
bhaya bagi kendaraan yang melaju dengan kecepatan tinggi.
Oleh karena itu tingkat kerusakan expansion joint ini harus
sedemikian rupa sehingga tidak membahayakan kepada
pengendara kendaraan.
1.4 Contoh Kegagalan Struktur Jembatan yang pernah terjadi
1. Akibat Perancangan
Contoh kegagalan struktur akibat kesalahan perancangan adalah pada
Jembatan Tacoma (The Tacoms Narrows Bridge) dimana konstruksi tidak
kaku. Jembatan Tacoma (The Tacoma Narrows Bridge) dibuka pada bulan
Juli 1940. Jembatan ini termasuk jenis jembatan gantung. Dengan gelegar
utama sepanjang 2800 feet sama dengan 854 meter. Jembatan Tacoma
adalah jembatan terpanjang ketiga di dunia. Kontraktor yang membuat
Jembatan tacoma saat itu memutuskan untuk meminimalkan pengeluaran
dengan membuat jembatan selebar 39 meter untuk mendukung dua jalur lalu
lintas.
10. 10
Kegagalan struktur Jembatan Narrows disebabkan oleh getaran
aeroelastik. Getaran aeroelastik adalah getaran yang timbul akibat interaksi
gaya aerodinamik dengan gaya inersia, kekakuan dan redaman struktur.
Untuk mengurangi efek dari getaran aeroelastik adalah dengan usaha
peredaman getaran struktur.
Hal ini tidak terdapat pada struktur Jembatan Tacoma Narrows.
Sehingga, ketika angin berhembus 40 mil per jam (64 km/jam), Jembatan
tacoma Narrows bergetar dimana bagian sisi kiri jalan turun, sisi kanan akan
naik dan sebaliknya, dengan bagian tengah yang tidak bergerak, secara
berulang-ulang sampai Jembatan Tacoma Narrows runtuh. Getaran ini
dikenal dengan getaran torsional modus juga merupakan efek dari getaran
aeroelastik.
Seperti yang sudah disebutkan diatas, untuk mencegah getaran
aeroelastik adalah dengan usaha peredaman struktur. Peredaman struktur itu
sendiri adalah dengan menambah berat dari struktur itu sendiri. Untuk
struktur Jembatan Tacoma Narrows sekarang beratnya 15% lebih berat dari
yang pertama, sehingga aman terhadap efek dinamis tekanan angin.
Jembatan Tacoma Narrows setelah di desain ulang, masih tetap
mempertahankan panjang gelegar utama sebesar 2800 feet. Gelegar utama
dibuat dari konstruksi rangka dan tingginya 33 feet, sedangkan jarak kabel
dibuat 60 feet.
11. 11
2. Akibat Pelaksanaan
Contoh kegagalan struktur akibat pelaksanaan yaitu pada
pembangunan jembatan Sungai Liong Bengkalis dimana kontraktor sebagai
pelaksana tidak memperhatikan kondisi tanah yang berada di bawah
konstruksi penopang jembatan.
Proyek pembangunan jembatan Sungai Liong bernilai milyaran rupiah
di Kabupaten Bengkalis amburadul. Pihak kontraktor pun dibuat pusing
melihat kondisi gelagar jembatan melengkung dan retak-retak. Padahal
kontraktor pelaksana merupakan perusahaan BUMN yang jelas sudah punya
banyak pengalaman mengerjakan pekerjaan tersebut. Kontraktor sebagai
pelaksana tidak memperhitungkan atau mengantisipasi kondisi tanah dasar
sungai yang dijadikan dasar untuk mendirikan stelling / begisting jembatan
tersebut, sehingga begisting tersebut tidak mampu menahan berat beton
sebelum beton tersebut mampu menahan beban dirinya sendiri.
3. Jembatan Kukar Runtuh
26 November 2011 bisa jadi tanggal yang suram dalam sejarah
konstruksi Indonesia. Salah satu hasil karya anak negri yang menjadi
kebanggaan Kabupaten Kutai Kartanegara itu ambruk dan hanya
menyisakan pilar kebingungan yang tanpa kekuatan lagi. Pelajaran yang
teramat mahal untuk dibayar.
Jembatan Kutai Kartanegara (Kukar) adalah jembatan yang melintas di
atas sungai Mahakam dan merupakan jembatan gantung dengan bentang
terpanjang di Indonesia. Bentang bebasnya atau area yang tergantung tanpa
12. 12
penyangga mencapai 270 meter dari total panjang jembatan yang mencapai
710 meter. Jembatan ini merupakan sarana penghubung antara Kota
Tenggarong dengan kecamatan Tenggarong Seberang yang menuju ke Kota
Samanrinda. Jembatan ini dibangun menyerupai Jembatan Golden gate
yang terdapat di San Fransisco.
Jembatn Kartanegara merupakan jembatan kedua yang dibangun
melintasi Sungai Mahakam setelah Jembatan Mahakan di Samarinda.
Jembatan ini mulai dibangun pada tahum 1995 dan selesai pada 2001
dengan kontraktor PT Hutama Karya yang menangani proyek pembangunan
jembatan tersebut. Jembatan tersebut runtuh saat dilakukan pekerjaan
pemeliharaan jembatan dan menyebabkan korban jiwa 21 orang dan
beberapa lainnya hilang. Di samping itu tentu saja menyebabkan arus
transportasi orang dan barang menjadi sangat terhambat dan mengakibatkan
terganggunya roda ekonomi pasca keruntuhan jembatan.
Kejadian tersebut menyisakan suatu pertanyaan penting yaitu penyebab
keruntuhan jembatan. Penyebab keruntuhan menjadi menarik untuk dibahas
yang mestinya tidak saja dari aspek teknis struktur jembatan, namun juga
dari aspek manajemen proyek.
Beberapa pendapat yang menyatakan penyebab keruntuhan yang cukup
relevan sebagai dasar dalam melakukan analisis :
Menteri PU (Ir. Djoko Kirmanto) : pertama, lepasnya penghubung
antara kabel vertikal (hanger dengan kabel penggantung utama. Kabel
penghubung semuanya lepas. Penyebab keduanya, adanya gaya tiba-
13. 13
tiba yang memeberikan muatan kabel melebihi kapasitas 200 ton.
Kesimpulan lain adalah seluruh komponen material bangunan jembatan
sesuai dengan standar hanya saja jembatan kurang terawat dengan baik.
UGM (Prof. Dr. Ir. Bambang Suhendro, MSc) : terjadi kegagalan geser
pada komponen sambungan kabel yang terjadi secara tiba-tiba. Ini
dapat disebabkan oleh penurunan kualitas material seiring berjalannya
waktu.
BPPT (Iskandar, Sudarmadi) : dugaan sementara difokuskan pada pin
clamping cable yang merupakan komponen kritis dari susunan hanger.
Hal ini diduga karena ada reduksi penampang pendukung yang berbeda
materialnya.
ITB (Bambang Budiono) : menduga hanger atau alat penyambung
terlepas atau putus dari kabel utama penyangga jembatan. Adanya
pergeseran jembatan telah diketahui hingga dilakukan perbaikan.
Namun, perbaikan tersebut tidak memperhitungkan beban apa yang
diperoleh ketika jembatan dalam masa perbaikan. Diperkirakan
runtuhnya jembatan disebabkan kurangnya perawatan.
Pakar konstruksi ITB (Iswandi Imran) : ada kesalahan saat para pekerja
melakukan perbaikan kabel hanger jembatan. Saat pengerjaan
pengencangan kabel hanger, ruas jalan jembatan Kukar tidak
dikosongkan seluruhnya. Hal ini menyebabkan over stress atau terjadi
kelebihan beban pada kabel hanger yang berakibat putusnya kabel.
Kemungkinan selanjutnya, terjadi kelelahan material (fatigue). Pada
14. 14
kondisi ini bahan bangunan sudah hilang kekuatannya dalam menahan
beban. Hal ini bisa disebabkan karena cacat material konstruksi
jembatan saat perencanaan 10 tahun lalu.
ITS (Priyo Suprobo) : ada dugaan kearah tidak sesuainya material yang
digunakan yang dapat saja disebabkan oleh adanya praktik KKN.
Dosen Teknik Sipil UPH (Wiryanto Dewobroto) : 3 hal mendasar itu
yaitu bagaimana tim konsultan bekerja di tahap awal, lalu material yang
digunakan untuk membangun dan sistem perawatan yang dilakukan.
Ada distribusi gaya akibat pengencangan kabel tarik yang
menyebabkan salah satu kabel mengalami over stress dan kabel lainnya
sebaliknya.
Ahli Fisika Unmul (Prof. Jamaluddin) : sewaktu jembatan ini baru
diresmikan, pernah memaparkan analisanya. Ia mengatakan, konstruksi
jembatan ini tidak memperhatikan teori dasar perubahan frekuensi
angin. Angin dapat berubah-ubah, dari frekuensi rendah ke tinggi.
Konstruksi jembatan tidak memperhatikan itu. Pertama kali
dioperasikan saja sudah retak-retak. Tampaknya tidak bisa sampai
sepuluh tahun umurnya.
1.5 KESIMPULAN
1. Kegagalan suatu konstruksi jembatan perlu disikapi mulai dari tahap pra
rencana, perencanaan maupun pelaksanaan pengawasan sampai dengan tahap
operasionalnya. Jembatan merupakan suatu konstruksi yang menerima beban
15. 15
bergerak selama umur konstruksi maka perlu dilakukan pemeliharaan secara
berkala pada tahap operasionalnya.
2. Menghindari terjadinya kegagalan atau keruntuhan konstruksi sehingga akan
berdampak luas terhadap perpindahan kendaraan dari suatu tempat ke tempat
lainnya, dimana tidak tercapainya persyaratan nyaman dan aman dalam
bertransportasi.
16. 16
REFERENSI
Poerwono, R. Ir., Diktat Kuliah Beton Fakultas Teknik Sipil ITS.
Portland Cement Association (F.C.A), Design and Controle of Concrete Mixture.
United State Department of Interior Bureau of Roelamation“ Concrete Manual “