Tiga kalimat:
Penelitian ini menguji pengaruh panjang sambungan lewatan pada balok beton bertulang terhadap kuat lenturnya, dengan variasi panjang sambungan 300 mm, 325 mm, dan 350 mm. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin panjang sambungan lewatan, semakin besar momen lentur yang dapat ditahan oleh balok. Pola retak yang terbentuk adalah retak lentur.
Dokumen tersebut membahas tentang beton dan kerusakan yang terjadi pada beton. Dijelaskan bahwa beton terdiri dari bahan aktif seperti semen dan air serta bahan pasif seperti pasir dan kerikil. Dibahas pula sifat-sifat beton sebelum dan sesudah mengeras serta berbagai kerusakan yang dapat terjadi seperti retak, terlepasnya bagian, dan patah beserta penyebabnya. Diakhiri dengan penj
Fantastic tutorial, shared with us by Dario Ilardi, of Grafica2d3d.com, I recommend to see.
The website is in Italian, but it is full of excellent tutorials, understandable in any language.
This great tutorial, explain, step by step, how to obtain, by using vray 2.0 for sketchup, a render, clear and clean as what we see in the picture below.
Dario say : " I'm experimenting with the use of brute force as a substitute of irradiance map and I must say that in terms of speed and quality impressed me positively "
Thanks so much Dario for this one, the result is really good !
Tiga kalimat:
Penelitian ini menguji pengaruh panjang sambungan lewatan pada balok beton bertulang terhadap kuat lenturnya, dengan variasi panjang sambungan 300 mm, 325 mm, dan 350 mm. Hasilnya menunjukkan bahwa semakin panjang sambungan lewatan, semakin besar momen lentur yang dapat ditahan oleh balok. Pola retak yang terbentuk adalah retak lentur.
Dokumen tersebut membahas tentang beton dan kerusakan yang terjadi pada beton. Dijelaskan bahwa beton terdiri dari bahan aktif seperti semen dan air serta bahan pasif seperti pasir dan kerikil. Dibahas pula sifat-sifat beton sebelum dan sesudah mengeras serta berbagai kerusakan yang dapat terjadi seperti retak, terlepasnya bagian, dan patah beserta penyebabnya. Diakhiri dengan penj
Fantastic tutorial, shared with us by Dario Ilardi, of Grafica2d3d.com, I recommend to see.
The website is in Italian, but it is full of excellent tutorials, understandable in any language.
This great tutorial, explain, step by step, how to obtain, by using vray 2.0 for sketchup, a render, clear and clean as what we see in the picture below.
Dario say : " I'm experimenting with the use of brute force as a substitute of irradiance map and I must say that in terms of speed and quality impressed me positively "
Thanks so much Dario for this one, the result is really good !
Studi ini bertujuan mengetahui pengaruh penambahan serat polypropylene (PP) terhadap kuat tekan dan tarik belah beton self compacting concrete (SCC). Serat PP ditambahkan dengan variasi 0%, 1,25%, 2,5%, 3,75%, dan 5% dari berat semen. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan 1,25% serat PP meningkatkan kuat tekan dan tarik belah SCC, sedangkan penambahan lebih dari 1,25% menurunkan kuatny
Dokumen tersebut membahas tentang kolom, balok, dan dinding yang digunakan pada bangunan berlantai dua atau lebih. Kolom berfungsi menopang beban dari atap dan meneruskannya ke pondasi, sedangkan balok dan dinding digunakan untuk menopang lantai. Dokumen ini juga menjelaskan jenis, perhitungan, dan proses pembangunan kolom, balok, dan dinding.
Dokumen ini membahas penelitian tentang kuat lentur balok komposit baja-beton pasca bakar pada berbagai suhu. Penelitian menunjukkan bahwa kuat lentur dan faktor kekakuan balok mengalami penurunan seiring kenaikan suhu dan lama pembakaran. Namun demikian, pada kondisi tertentu balok masih dapat difungsikan kembali asalkan deformasi pada beton tidak terlalu besar.
Makalah PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BRESING TAHAN TEKUKLoeky Palakka
1. Makalah ini membahas perencanaan struktur rangka baja dengan sistem bresing tahan tekuk (SRBTT) untuk gedung bertingkat. SRBTT dirancang untuk memiliki kapasitas tekan yang sama dengan kapasitas tariknya.
2. Dilakukan perencanaan struktur untuk gedung perkantoran 10 lantai dengan dua variasi, yaitu penggunaan faktor overstrength hanya pada elemen struktur portal bresing (SRBTT-1) dan
Modul kuliah ini membahas konstruksi struktur jembatan komposit dengan dan tanpa penggunaan perancah serta contoh soal perhitungan tegangan pada penampang komposit untuk kedua sistem tersebut.
Dokumen tersebut membahas analisis elastis penampang beton dan perhitungan lendutan pada struktur beton. Secara ringkas, dibahas mengenai penentuan modulus elastisitas dan rasio modular beton dan baja, transformasi penampang untuk analisis elastis, perhitungan momen inersia dan posisi sumbu netral, serta batasan maksimum lendutan yang diijinkan pada berbagai komponen struktur beton.
ANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdfnarayafiryal8
Industri batu bara telah menjadi salah satu penyumbang utama pencemaran udara global. Proses ekstraksi batu bara, baik melalui penambangan terbuka maupun penambangan bawah tanah, menghasilkan debu dan gas beracun yang dilepaskan ke atmosfer. Gas-gas tersebut termasuk sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), dan partikel-partikel halus (PM2.5) yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Selain itu, pembakaran batu bara di pembangkit listrik dan industri menyebabkan emisi karbon dioksida (CO2), yang merupakan penyebab utama perubahan iklim global dan pemanasan global.
Pencemaran udara yang disebabkan oleh industri batu bara juga memiliki dampak lokal yang signifikan. Di sekitar area penambangan, debu batu bara yang dihasilkan dapat mengganggu kesehatan masyarakat dan ekosistem lokal. Paparan terus-menerus terhadap debu batu bara dapat menyebabkan masalah pernapasan seperti asma dan bronkitis, serta berkontribusi pada penyakit paru-paru yang lebih serius. Selain itu, hujan asam yang disebabkan oleh emisi sulfur dioksida dapat merusak tanaman, air tanah, dan ekosistem sungai, mengancam keberlanjutan lingkungan di sekitar lokasi industri batu bara.
Studi ini bertujuan mengetahui pengaruh penambahan serat polypropylene (PP) terhadap kuat tekan dan tarik belah beton self compacting concrete (SCC). Serat PP ditambahkan dengan variasi 0%, 1,25%, 2,5%, 3,75%, dan 5% dari berat semen. Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan 1,25% serat PP meningkatkan kuat tekan dan tarik belah SCC, sedangkan penambahan lebih dari 1,25% menurunkan kuatny
Dokumen tersebut membahas tentang kolom, balok, dan dinding yang digunakan pada bangunan berlantai dua atau lebih. Kolom berfungsi menopang beban dari atap dan meneruskannya ke pondasi, sedangkan balok dan dinding digunakan untuk menopang lantai. Dokumen ini juga menjelaskan jenis, perhitungan, dan proses pembangunan kolom, balok, dan dinding.
Dokumen ini membahas penelitian tentang kuat lentur balok komposit baja-beton pasca bakar pada berbagai suhu. Penelitian menunjukkan bahwa kuat lentur dan faktor kekakuan balok mengalami penurunan seiring kenaikan suhu dan lama pembakaran. Namun demikian, pada kondisi tertentu balok masih dapat difungsikan kembali asalkan deformasi pada beton tidak terlalu besar.
Makalah PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN BRESING TAHAN TEKUKLoeky Palakka
1. Makalah ini membahas perencanaan struktur rangka baja dengan sistem bresing tahan tekuk (SRBTT) untuk gedung bertingkat. SRBTT dirancang untuk memiliki kapasitas tekan yang sama dengan kapasitas tariknya.
2. Dilakukan perencanaan struktur untuk gedung perkantoran 10 lantai dengan dua variasi, yaitu penggunaan faktor overstrength hanya pada elemen struktur portal bresing (SRBTT-1) dan
Modul kuliah ini membahas konstruksi struktur jembatan komposit dengan dan tanpa penggunaan perancah serta contoh soal perhitungan tegangan pada penampang komposit untuk kedua sistem tersebut.
Dokumen tersebut membahas analisis elastis penampang beton dan perhitungan lendutan pada struktur beton. Secara ringkas, dibahas mengenai penentuan modulus elastisitas dan rasio modular beton dan baja, transformasi penampang untuk analisis elastis, perhitungan momen inersia dan posisi sumbu netral, serta batasan maksimum lendutan yang diijinkan pada berbagai komponen struktur beton.
ANALISIS PENGARUH INDUSTRI BATU BARA TERHADAP PENCEMARAN UDARA.pdfnarayafiryal8
Industri batu bara telah menjadi salah satu penyumbang utama pencemaran udara global. Proses ekstraksi batu bara, baik melalui penambangan terbuka maupun penambangan bawah tanah, menghasilkan debu dan gas beracun yang dilepaskan ke atmosfer. Gas-gas tersebut termasuk sulfur dioksida (SO2), nitrogen oksida (NOx), dan partikel-partikel halus (PM2.5) yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Selain itu, pembakaran batu bara di pembangkit listrik dan industri menyebabkan emisi karbon dioksida (CO2), yang merupakan penyebab utama perubahan iklim global dan pemanasan global.
Pencemaran udara yang disebabkan oleh industri batu bara juga memiliki dampak lokal yang signifikan. Di sekitar area penambangan, debu batu bara yang dihasilkan dapat mengganggu kesehatan masyarakat dan ekosistem lokal. Paparan terus-menerus terhadap debu batu bara dapat menyebabkan masalah pernapasan seperti asma dan bronkitis, serta berkontribusi pada penyakit paru-paru yang lebih serius. Selain itu, hujan asam yang disebabkan oleh emisi sulfur dioksida dapat merusak tanaman, air tanah, dan ekosistem sungai, mengancam keberlanjutan lingkungan di sekitar lokasi industri batu bara.
PROGRAM PERCEPATAN PENINGKATAN TATA GUNA AIR IRIGASI 2024.pdf
Rujukan 1.pdf
1. KAJIAN PERBAIKAN KOLOM PANJANG DENGAN
METODE CONCRETE JACKETING MENGGUNAKAN
BAHAN FEROSEMEN TERHADAP PENINGKATAN
KAPASITAS KOLOM
Theoritical Review of Long Reinforced Column Patching by Concrete
Jacketing Method with Ferrocement Towards the Column Capacity
Enhancement
Tugas Akhir
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Gelar Sarjana S-1 Jurusan Teknik Sipil
Oleh
NGAKAN KOMANG INDRA DARMAWAN
F1A 015 095
JURUSAN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MATARAM
2020
4. 4
KAJIAN PERBAIKAN KOLOM PANJANG DENGAN METODE CONCRETE
JACKETING MENGGUNAKAN BAHAN FEROSEMEN TERHADAP PENINGKATAN
KAPASITAS KOLOM
Ngakan Komang Indra Darmawan1
, Ni Nyoman Kencanawati2
,
I Nyoman Merdana3
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Mataram
1
Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Universitas Mataram
2
Dosen Pembimbing Utama
3
Dosen Pembimbing Pendamping
Email ngakankomangindradarmawan@gmail.com
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mataram
ABSTRAK
Kolom adalah batang tekan vertikal yang meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke elevasi dibawahnya
hingga akhirnya sampai ke tanah melalui fondasi. Karena kolom merupakan komponen tekan, maka keruntuhan
pada suatu kolom dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan dan juga runtuh batas total
(ultimit total collapse) seluruh strukturnya (Nawy, 1998). Namum struktur juga dapat mengalami kegagalan fungsi
disebabkan beberapa faktor, oleh karena itu diperlukan upaya untuk mengembalikan fungsi struktur tersebut yang
salah satunya dengan jacketing. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh jacketing dengan ferosemen terhadap
kolom beton bertulang yang telah rusak.
Benda uji yang digunakan kolom beton bertulang dengan ukuran 120x120x1000 mm. Tulangan yang
digunakan berdiameter 10 mm sebagai tulangan utama dan 8 mm sebagai sengkang. Pengujian benda uji dilakukan
setelah kolom berumur 28 hari diuji menggunakan mesin uji tekan dan pada benda uji dipasangi dial gauge untuk
mendapatkan data lendutannya. Setelah rusak benda uji dijacketing menjadi ukuran 150x150x1000 mm dengan
menggunakan 3 variasi wiremesh yaitu 0,5 mm, 1 mm, 1,5 mm lalu diuji kembali.
Berdasarkan kapasitas kolom dalam menahan beban benda uji setelah jacketing memiliki kemampuan lebih
besar dengan presentase kenaikan kapasitas kolom sebesar 77% dibandingkan dengan benda uji original, serta rata-
rata sebesar 101% dibandingkan dengan benda uji rusak 60% sebelum jacketing. Berdasarkan lendutan benda uji
setelah jacketing mengalami presentase penurunan sebesar 42% dari 3,44 mm menjadi 2,01 mm dibandingkan
dengan benda uji original, sedangkan dibandingkan dengan benda uji rusak 60% sebelum jacketing mengalami
kenaikan dari 1,28 mm menjadi 2,01 mm namun dengan beban yang jauh berbeda.
Kata kunci : kolom, jacketing, ferosemen, lendutan
ABSTRACT
Columns are vertical compression rods that transmit loads from the upper elevation to the lower elevation to the
ground through the foundation. Because the column is a compressive component, a collapse in a column can cause the
floor to collapse and also the ultimate total collapse of the entire structure (Nawy, 1998). However, structures can also
have malfunction due to several factors, therefore we need efforts to restore the function of the structure, one of which
is by jacketing technique. This study aims to determine the effect of jacketing with ferrocement on damaged reinforced
concrete columns.
The test object used was reinforced concrete columns with a size of 120x120x1000 mm. The diameter of the
reinforcement used is 10 mm as the main reinforcement and 8 mm as the stirrup. Testing of the test object is carried out
after the 28 days old column is tested using a pressure testing machine and the test object is fitted with a dial gauge to
obtain deflection data. After being damaged, the test object is packed into a size of 150x150x1000 mm using 3
variations of wire mesh, namely 0.5 mm, 1 mm, 1.5 mm and then tested again.
Based on the capacity of the column in holding the load of the test object after jacketing it has a
greater ability with a percentage increase in column capacity by 77% compared to the original test object, and an
average of 101% compared to the test object damaged 60% before jacketing. Based on the deflection of the test object
after jacketing, the percentage decreased by 42% from 3,44 mm to 2,01 mm compared to the original test object,
whereas compared to the test object damaged 60% before jacketing increased from 1,28 mm to 2,01 mm but with a
much different load.
Keywords: column, jacketing, ferocement, deflection
5. 5
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Struktur beton bertulang merupakan
material umum yang digunakan pada berbagai
konstruksi bangunan, terdiri dari gabungan bahan
jenis beton dan baja tulangan. Beton bertulang
adalah material dari kolom yang tahan terhadap
tarikan dan tekanan, dimana beton itu sendiri tahan
terhadap tekan dan baja tulangan tersebut tahan
pada tarikan.
Namun beton bertulang juga dapat
mengalami suatu kegagalan fungsi yang
disebabkan oleh beberapa faktor antara lain
kesalahan konsep/desain, kesalahan pelaksanaan,
bencana alam (gempa bumi). Oleh karena itu
diperlukan upaya-upaya untuk mengembalikan
fungsi struktur beton bertulang tersebut dengan
metode-metode yang dapat dilakukan.
Di jaman yang sudah sangat berkembang
ini perkuatan struktur kolom beton bertulang sudah
mengalami kemajuan pesat yang dapat dibuktikan
dengan adanya bermacam inovasi model perkuatan
struktur yang sudah dipalikasikan pada berbagai
model bangunan yang ada di dunia. Macam-
macam model perkuatan struktur yang saat ini
sudah ada maupun yang sedang diteliti antara lain
adalah memperbesar dimensi beton (concrete
jacketing), menambah plat baja, dan melakukan
eksternal pretressing.
Dalam metode concrete jacketing terdapat
bermacam model bahan yang digunakan, salah
satunya yaitu ferosemen. Jika didefinisikan secara
sederhana ferosemen adalah suatu tipe elemen
struktur beton tipis (tanpa agregat kasar / batu
pecah / split) yang terbuat dari kawat jala
(wiremesh) dan mortar (campuran pasir, air dan
semen). Wiremesh adalah rangkaian kawat beton
berbentuk jaring-jaring dengan spasi tertentu yang
pada tiap titik pertemuannya dihubungkan dengan
diikat menggunakan kawat atau bisa juga dilas.
Dengan demikian untuk mempelajari lebih
lanjut tentang jacketing dengan ferosemen dan
pengaruhnya sebagai metode perkuatan, maka
dalam penelitian ini akan diambil satu metode
perkuatan yaitu concrete jacketing dengan bahan
ferosemen pada kolom beton bertulang yang
divariasikan menggunakan 3 jenis diameter
wiremesh yaitu 0,5 mm, 1 mm dan 1,5 mm.
Landasan Teori
Kolom
Kolom adalah batang tekan vertikal dari
rangka (frame) struktural yang memiliki fungsi
utama untuk menyalurkan beban dari struktur
menuju fondasi untuk kemudian disalurkan ke
tanah, sehingga suatu kolom harus mampu
menahan beban-beban dari balok, pelat lantai, dan
kolom itu sendiri. Karena kolom merupakan
komponen tekan, maka keruntuhan pada satu
kolom merupakan lokasi kritis yang dapat
menyebabkan collapse (runtuhnya) lantai yang
bersangkutan, dan juga runtuh batas total (ultimit
total collapse) seluruh lantainya. Keruntuhan
kolom struktural merupakan hal yang sangat
berarti ditinjau dari segi ekonomi maupun segi
manusiawi. Oleh karena itu dalam merencanakan
kolom perlu lebih waspada, yaitu dengan
memberikan kekuatan cadangan yang lebih tinggi
daripada yang dilakukan pada balok dan elemen
struktur horison lainnya.
Kolom Panjang
Berdasarkan kelangsingannya, kolom
dibedakan menjadi 2 yaitu kolom pendek dan
kolom panjang/langsing. Kolom pendek adalah
kolom yang tidak memiliki bahaya tekuk,
sementara sebaliknya terhadap kolom panjang.
Kolom panjang pada saat diberi beban akan
mengakibatkan adanya secondary momen
(tegangan pada satu sisi penampang lebih besar)
sehingga mengakibatkan lendutan meningkat dan
terjadilah kerusakan pada kolom. Terdapat
batasan untuk mengetahui suatu kolom apakah
termasuk kolom panjang atau pendek yaitu
dengan ukuran kelangsingan kolom dengan
rumus seperti berikut :
1. Sistem Tidak Bergoyang
! !"
!
≤ 34-12
!!!
!!!
…………………...(1)
2. Sistem Bergoyang
! !"
!
≤ 22……………………...……(2)
Kolom dengan Beban Sentris
Kapasitas beban sentris maksimum
diperoleh dengan menambah kontribusi beton
yaitu (Ag-Ast) 0,85 fc’ dan kontribusi baja
tulangan yaitu Ast fy, dimana Ag luas penampang
bruto dan Ast luas tulangan baja. Kapasitas beban
sentris maksimum yaitu:
Po = (Ag − Ast)0,85 fc
′
+ Ast fy ........................(3)
Pada kenyataannya, beban eksentrisitas
6. 6
sebesar nol sangat sulit terjadi dalam struktur
aktual. Hal tersebut disebabkan karena ketidak
tepatan ukuran kolom, tebal plat yang berbeda
dan ketidak sempurnaan lainnya. Batas
eksentrisitas minimal untuk kolom sengkang
dalam arah tegak lurus sumbu lentur adalah 10%
dari tebal kolom dan 5% untuk kolom bulat (E.G
Nawy, 1998).
Berdasarkan SNI 03-2847-2002 tentang
tata cara perencanaan beton untuk bangunan
gedung, kuat rencana kolom tidak boleh lebih
dari :
a. Kolom sengkang (pasal 12.3.(5(1)))
ϕPn = 0,80 ϕ (Ag – Ast) 0,85 f’c + Ast fy ........(4)
b. Kolom bulat (pasal 12.3.(5(1)))
ϕPn = 0,85 ϕ (Ag – Ast) 0,85 f’c + Ast fy...........(5)
Dengan faktor reduksi kekuatan ϕuntuk
kolom sengkang sebesar 0,65 dan ϕ untuk kolom
bulat 0,70. Persyaratan detail penulangan kolom
bualat antara lain :
a. Luas tulangan longitudinal komponen struktur
tekan tidak boleh kurang dari 0,01 ataupun
lebih dari 0,08 kali luas penampang bruto
(pasal 12.9(1)).
b. Jumlah tulangan longitudinal minimum adalah
4 untuk kolom persegi empat atau lingkaran, 3
untuk kolom sengkang segitiga dan 6 untuk
kolom pengikat spiral (pasal 12.9(2)).
c. Rasio penulangan spiral untuk fy ≤ 400 tidak
boleh kurang dari (pasal 12.9(3)) :
...........................(6)
Metode Perkuatan Struktur
Pada umumnya bangunan gedung
direncanakan dapat berfungsi selama masa layan
tertentu, namun selama masa layannya bangunan
rentan terhadap kerusakan akibat berbagai hal
antara lain :
1. Perubahan fungsi bangunan
2. Kesalahan pelaksanaan konstruksi
3. Desain yang keliaru
4. Material yang kurang baik
5. Faktor alam
Triwiyono (2005) menyatakan bahwa
perbaikan atau perkuatan struktur atau elemen-
elemen struktur diperlukan apabila terjadi
degradasi bahan yang berakibat tidak terpenuhi
lagi persyaratan-persyaratan yang bersifat teknik
yaitu : kekuatan (strength), kekakuan (stiffness),
stabilitas (stability) dan ketahanan terhadap kondisi
lingkungan (durability).
Beberapa metode perkuatan struktur yang
biasanya digunakan antara lain:
a. Plate Bonding
Metode ini dilakukan dengan melapisi atau
menambahkan plat baja pada permukaan konstruksi
beton, dengan tujuan menambah kapasitas geser
dari struktur yang diperkuat.
b. Reinforced Concrete Jacketing
Metode ini adalah metode yang paling
sering digunakan sebelum konstruksi dikerjakan,
dengan cara menambah tulangan pada beton dan
memperbesar dimensi/memperbesar selimut pada
suatu struktur beton.
c. FRP (Fiber Reinforcement Polymer)
Metode ini dilakukan dengan melapisi atau
menambahkan serat fiber polimer pada permukaan
konstruksi beton, dengan tujuan menambah kuat
tarik dari struktur yang diperkuat.
d. Ferrocement
Metode ini sama seperti metode Concrete
Jacketing, yang membedakan yaitu tulangan yang
digunakan pada saat pembesaran dimensi struktur
beton. Metode ini dilakukan dengan melapisi atau
menambahkan ferrocement pada permukaan
konstruksi beton. Ferrocement adalah sebuah
bentuk dari beton menggunakan lapisan kawat
(Wiremesh) dengan spasi yang kecil dan atau
batang berdiameter kecil yang di isi dengan mortar.
Analisa Kapasitas Perkuatan Kolom
Selain mendapatkan hasil kapasitas benda uji
melalui pengujian langsung, pada penelitian ini juga
akan menghitung kapasitas benda uji yang telat
diperkuat secara analitis dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Po = αfc′(Ag –Afm ) + Afm fyfm…….....(7)
Poconc = αfc′(Ag –Afm ) ………………...(8)
Pocore = αfc′(Acore –Afm ) ……….……...(9)
Ptest = Beban maksimum pada saat
pengujian langsung
Defleksi
Defleksi/lendutan adalah perubahan bentuk
pada kolom dalam arah lateral akibat adanya
pembebanan aksial yang diberikan pada batang
material. Deformasi pada kolom dapat dijelaskan
berdasarkan defleksi sesuai dengan bahan material,
dari posisinya sebelum mengalami pembebanan.
Defleksi diukur dari permukaan netral awal ke
posisi netral setelah terjadi deformasi.
y
c
c
g
f
f
A
A '
1
45
,
0
min ⎟
⎟
⎠
⎞
⎜
⎜
⎝
⎛
−
=
ρ
7. 7
Hal - hal yang mempengaruhi terjadinya
defleksi yaitu :
a. Kekakuan batang
b. Besarnya kecil gaya yang diberikan
c. Jenis tumpuan yang diberikan
d. Jenis beban yang terjadi pada batang
Jenis Kerusakan Pada Beton
Kerusakan yang terjadi umumnya dapat
dikelompokkan dalam tiga katagori yaitu:
1. Retak (cracks) adalah pecah pada beton dalam
garis-garis yang relatif panjang dan sempit,
retak ini dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab,
diantaranya evaporasi air dalam campuran
beton terjadi dengan cepat akibat cuaca yang
panas, kering atau berangin. Retak akibat
keadaan ini disebut plastic cracking, Bleeding
yang berlebihan pada beton, biasanya akibat
proses curing yang tidak sempurna. Retakan
bersifat dangkal dan saling berhubungan pada
seluruh permukaan pada plat, retak jenis ini
disebut crazing. Pergerakan struktur,
sambungan yang tidak baik pada pertemuan
kolom dengan balok atau plat, atau tanah yang
tidak stabil. Retakan bersifat dalam atau lebar,
retak jenis ini disebut random cracks Reaksi
antara alkali dan agregat, retakan yang
terbentuk sekitar 10 tahun atau lebih setelah
pengecoran dan selanjutnya menjadi lebih
dalam dan lebar, retakan saling berhubungan
satu sama lain
2. Voids adalah lubang-lubang yang relatif dalam
dan lebar pada beton. Void pada beton dapat
ditimbulkan oleh berbagai sebab: diantaranya
:Pemadatan yang dilakukan dengan vibrator
kurang baik, karena jarak antar bekisting
dengan tulangan atau jarak antar tulangan
terlalu sempit sehingga bagian mortar tidak
dapat mengisi rongga antara agregat kasar
dengan baik. Void yang terjadi berupa lubang-
lubang tidak teratur yang disebut honey
combing. Bocor pada bekisting yang
menyebabkan air atau pasta semen keluar, akan
lebih parah jika campuran banyak mengandung
air, atau banyak pasta semen atau gradasi
agregat yang kurang baik. Keadaan ini disebut
sand streaking
3. Scalling/spalling/erosion adalah kelupasan
dangkal pada permukaan, yang dapat
ditimbulkan oleh beberapa sebab, diantaranya:
Eksposisi yang berulang-ulang terhadap
pembekuan dan pencairan sehingga permukaan
terkelupas, keadaan ini disebut scalling
Melekatnya material pada permukaan bekisting
sehingga permukaan beton terlepas dalam
kepingan atau bongkah kecil, keadaan ini
disebut spalling Terlepasnya partikel-partikel
sehalus debu yang dapat terdiri dari semen yang
sangat halus atau agregat yang sangat halus,
terlepas akibat abrasi misalnya saat lantai
disapu, hal semacam ini disebut dusting.
Terdapatnya material organic dalam campuran,
kontaminasi yang reaktf atau korosi pada
tulangan dapat menimbulkan rongga pada beton
yang disebut sebagai popouts, juga dapat
disebabkan ekspansi agregat yang pourous
segera setelah pengecoran sampai setahun lebih
tergantung permeabilitas beton dan
ketidakstabilan volume agregat yang digunakan.
Disintegrasi beton pada titik-titik dimana
terdapat aliran air turbulen akibat pecahnya
gelembung-gelembung pada air, erosi seperti ini
sering disebut water cavitation. Erosi oleh air
dimana abrasi oleh benda-benda padat yang
tersuspensi dalam air terhadap permukaan beton
mengakibatkan disintegrasi beton sepanjang alur
aliran air.
Gambar 1 Retak Akibat Reaksi Alkali-Agregat
Gambar 2 Scalling
Gambar 3 Voids-Honey Combing
8. 8
METODOLOGI PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis hasil pengujian yang
dilakukan langsung di laboratorium. Pengujian
tekan dilakukan setelah pembuatan kolom panjang
original, setelah rusak lalu dijacketing dengan
bahan ferosemen lalu diuji kembali yang nanti
hasilnya akan dibandingkan.
Untuk lebih memperjelas proses pengujian
yang akan dilakukan, dalam penelitian ini
disajikan tahapan-tahapannya dalam bagan alir
penelitian (flowchart).
Rencana Benda Uji
Adapun benda uji original yang akan
dibuat sebagai berikut :
1. Ukuran benda uji 120x120x1000 mm
2. Mutu beton f’c = 17 MPa
3. Tulangan 4D10, dengan sengkang D8 -150
4. Tebal selimut beton 25 mm
5. Benda uji dibuat sebanyak 12 buah, 3 buah
benda uji kontrol diuji 100% dan 9 buah diuji
pembebanan 60% yang nantinya akan
diperbaiki.
Gambar 4 Rencana Ukuran Benda Uji
Set Pengujian
Pengujian benda uji kolom munggunakan
Loading Frame yang ada di Laboratorium Bahan
dan Struktur Jurusan Teknik Sipil Universitas
Mataram. Sebelum pengujian dilakukan, beberapa
persiapan yang perlu dilakukan, yaitu :
1. Menyiapkan Loading Frame, mengatur tinggi
sesuai benda uji
2. Meyiapkan Hydraulic Jack
3. Menyiapkan benda uji, diletakan seperti pada
Gambar 2
4. Memasangkan Load Cell diantara Hydraulic Jack
dan benda uji
5. Memasang Dial Gauge pada benda uji
Gambar 5 Sketsa Pengujian Benda Uji Kolom
Perbaikan Benda Uji (Jacketing)
Adapun langkah-langkah perbaikan benda uji :
1. Mempersiapkan wiremesh.
2. Membersihkan debu dari permukaan kolom.
3. Mengolesi lem Adibond dicampur semen sebagai
perekat antara beton lama dan beton baru.
4. Memplester tahap pertama 0,75 cm tiap sisi.
5. Mengolesi lagi lem Adibond sekaligus
membungkus kolom dengan Wiremesh.
9. 9
Gambar 6 Variasi Wiremesh
6. Memplester tahap kedua 0,75 cm tiap sisi.
7. Perawatan
Gambar 7 Sketsa Perbaikan Kolom (Jacketing)
Bagan Alir Penelitian
10. 10
0
500
1000
1500
2000
2500
0 100 200 300 400 500 600 700
Beban
(lbsx10)
Lendutan (0,01 mm)
"Dial
2 (BU
10)"
"Dial
2 (BU
11)"
"Dial
2 (BU
12)"
0
500
1000
1500
2000
2500
0 100 200 300
Beban
(lbsx10)
Lendutan (0,01 mm)
"""Dial
2 (BU
4)"""
"""Dial
2 (BU
5)"""
"""Dial
2 (BU
1)"""
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Tekan Kolom
Sebelum Jacketing
1. Uji Tekan Pembebanan 100% (Benda Uji
Kontrol)
Pengujian dilakukan pada 3 benda uji dan
diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 1 Hasil Uji Tekan Pembebanan 100%
Benda
Uji
Hasil Pembebanan
lbs x 10 pound kg ton
10 2080 20800 10400 10,4
11 1880 18800 9400 9,4
12 2040 20400 10200 10,2
Rata-rata hasil pembebanan maksimum
100% sebesar 2000 lbsx10 yang jika
dikonversikan ke satuan ton menjadi 10 ton.
Hasil dari pengujian ini dijadikan acuan untuk
melakukan pengujian rusak 60% dan nantinya
juga akan dibandingkan dengan pengujian
kapasitas benda uji setelah jacketing.
Gambar 8 Grafik Beban-Lendutan Benda Uji
Kontrol
2. Uji Tekan Pembebanan 60%
Tabel 2 Hasil Uji Tekan Pembebanan 60%
Benda Uji
Beban
kg ton
1 10700 10,7
2 10300 10,3
3 8200 8,2
4 7600 7,6
5 8600 8,6
6 9300 9,3
8 7800 7,8
Rata-Rata 8911,1 8,9
Hasil pengujian yang dilakukan berada diatas
nilai acuan yang didapat dari pengujian benda uji
kontrol, hal tersebut disebabkan karena pada saat
mencapai beban acuan belum ditemukan retakan,
sehingga pengujian dilanjutkan sampai
didapatkan retakan dengan rata-rata pembebanan
sebesar 8911,1 kg.
Gambar 9 Grafik Beban-Lendutan Pembebanan 60%
Uji Kapasitas Kolom Setelah Jacketing
Pengujian dilakukan setelah benda uji
dijacketing dengan 3 variasi wiremesh yang
pembagiannya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3 Hasil Uji Tekan Setelah Jacketing
Variasi
Wiremesh
Benda Uji
Beban
kg ton
0,5 mm
4 16800 16,8
6 - -
1 mm
3 18000 18
5 17500 17,5
8 15700 15,7
1,5 mm
1 18400 18,4
2 19500 19,5
Rata-Rata 17650,0 17,7
Dapat dikatakan bahwa semakin besar
diameter wiremesh yang digunakan pada saat
jacketing maka menghasilkan kapasitas kolom yang
lebih baik. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil
pengujian kolom setelah jacketing dimana
kemampuan menahan beban maksimum benda uji
lebih besar pada variasi wiremesh 1,5 mm dengan
beban terbesar 19500 kg, lalu wiremesh 1 mm
dengan beban terbesar 18000 kg dan wiremesh 0,5
11. 11
7600
9300
8200 8600
7800
10700 10300
16800
0
18000
17500
15700
18400
19500
0
5000
10000
15000
20000
25000
4 6 3 5 8 1 2
Beban
(Kg)
Variasi Wiremesh
"Sebelum
Jacketing
(Rusak
60%)"
Setelah
Jacketing
0,5 mm 1 mm 1,5 mm
mm dengan beban terbesar 16800 kg.
Lalu dari 3 hasil pengujian yang sudah
diperoleh, pertama dilakukan perbandingan antara
hasil rata-rata antara benda uji kontrol dan benda
uji setelah jacketing yang dimana kedua pengujian
tersebut sama-sama diuji hingga mencapai beban
maksimum. Perbandingan tersebut jika
dipresentasekan didapatkan hasil sebesar 77%
untuk kenaikan kapasitas kolom tersebut.
Selanjutnya perbndingan antara benda uji rusak
60% dengan benda uji setelah jacketing dapat
dilihat pada grafik dan tabel berikut :
Gambar 8 Grafik Perbandingan Kapasitas Benda
Uji
Tabel 4 Presentase Kenaikan Kapasitas Benda Uji
Var. No
Kapasitas
Sebelum
Jacketing
Rusak
60% (Kg)
Kapasitas
Setelah
Jacketing
(Kg)
Kenaikan
Kapasitas
Kolom
0,5
mm
4 7600 16800 121%
6 9300 - -
1
mm
3 8200 18000 120%
5 8600 17500 103%
8 7800 15700 101%
1,5
mm
1 10700 18400 72%
2 10300 19500 89%
Rata-Rata 8928,6 17650,0 101%
Perbandingan Hasil Kapasitas Benda Uji
Analisis dan Eksperimen
Setelah didapatkan hasil kapasitas benda uji
setelah jacketing dengan cara diuji langsung, hasil
tersebut kemudian akan dibandingkan dengan
kapasitas benda uji yang dihitung secara analitis
untuk melihat apakah hasil uji langsungnya berbeda
jauh atau tidak dengan hasil analitisnya.
Tabel 5 Perbandingan Hasil Kapasitas Benda Uji
Var. No.
Po Poconc Pocore Ptest
kN kN kN kN
0,5
mm
4 144,61 142,78 91,37 168
1
mm
3 158,65 152,92 97,84 180
5 154,40 148,67 95,12 175
8 139,11 133,38 85,34 157
1,5
mm
1 167,09 156,25 99,94 184
2 176,44 165,59 105,92 195
Dari hasil tabel diatas dapat dilihat terdapat
perbedaan antara hasil kapasitas benda uji analitis
dengan kapasitas benda uji eksperimen dimana
rumus analitis dapat dilihat pada persamaan (7)
sampai (9). Perbedaan hasil tersebut dapat terjadi
karena kurang telitinya pelaksanaan pengujian
seperti kondisi tumpuan yang kurang sempurna,
pemberian beban yang tidak merata, pembacaan data
yang kurang teliti maupun mutu beton yang tidak
seragam pada saat perbaikan benda uji tersebut.
Kurva Perbandingan Beban-Lendutan
Setelah uji tekan selesai dilakukan,
didapatkanlah data beban dan juga data lendutan
yang didapat dari dial gauge yang dipasang pada
benda uji, untuk mengetahui pemendekan pada
benda uji maka digunakan data lendutan dial 2 yang
dihitung rata-ratanya dari tiap-tiap beban
maksimumnya dan dibuatkan dalam bentuk tabel
sebagai berikut :
Tabel 5 Hasil Lendutan Dial 2
Var. No.
Lendutan Dial 2 Pemendekan (mm)
Kontrol
(100%)
Rusak
60%
Setelah
Jacketing
0,5
mm
4 - 0,07 0,17
6 - 2,43 -
1
mm
3 - 1,89 0,96
5 - 2,15 1,15
8 - 1,07 2,63
1,5
mm
1 - 1,15 2,64
2 - 0,20 4,49
-
10 3,85 - -
11 2,55 - -
12 3,92 - -
Rata-Rata 3,44 1,28 2,01
12. 12
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
0 100 200 300 400 500 600 700
Beban
(lbsx10)
Lendutan (0,01 mm)
"""Dial 2
(BU3)"""
"""Dial 2
(BU1)"""
"""Dial 2
(BU4)"""
Dial 2
(BU6/
Rusak60
%)
Dial 2
(BU 3/
Original)
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000110012001300
Beban
(lbsx10)
Lendutan (0,01 mm)
Dial
1
(BU
2)
Dial
1
(BU
8)
Dial
1
(BU
4)
Dari tabel diatas nilai lendutan mengalami
penurunan dimana benda uji kontrol mengalami
lendutan rata-rata sebesar 3,44 mm, sedangkan
benda uji setelah jacketing yang diuji maksimum
mengalami lendutan rata-rata sebesar 2,01 mm
yang dimana jika dipresentasekan penurunan yang
terjadi sebesar 42%. Sedangkan perbandingan
antara benda uji rusak 60% sebelum jacketing
dengan setelah jacketing rata-rata lendutannya
lebih besar pada benda uji setelah jacketing namun
beban yang diterima jauh lebih besar.
Gambar 9 Kurva Beban-Lendutan Dial 2
Dari kurva diatas, dial yang digunakan dial
tengah antara pengujian benda uji kontrol
(original), pembebanan 60% sebelum jacketing dan
pengujian setelah jacketing dengan 3 variasi
sehingga didapatlah model kurva beban-lendutan
diatas dengan 5 data. Pertama-tama pada kurva
diatas dapat dilihat pada benda uji sebelum
jacketing yaitu kurva antara original (merah) dan
rusak 60% (ungu) terbentuk kurva yang hampir
sama, dimana jika dilihat pada beban yang sama
untuk benda uji rusak 60% terjadi lendutan sebesar
2,43 mm pada beban sebesar 1860 lbsx10,
sedangkan untuk benda uji original terjadi lendutan
sebesar 2,32 mm pada beban yang sama. Hal itu
dikarenakan benda uji yang digunakan mendapat
perlakuan yang sama. Selanjutnya perbandingan
dilakukan di beban maksimum yang terjadi antara
benda uji sebelum jacketing original dan setelah
jacketing dengan 3 variasi wiremesh, dari model
kurva diatas dapat dilihat kurva benda uji original
(merah) terjadi lendutan sebesar 3,92 mm pada
beban maksimum sebesar 2040 lbsx10, yang
dibandingkan dengan kurva benda uji 4 setelah
jacketing dengan menggunakan variasi 0,5 mm
(hijau) terjadi lendutan sebesar 0,17 mm pada
beban maksimum sebesar 3360 lbsx10. Sehingga
dapat dikatakan benda uji setelah jacketing
terkekang lebih baik karena lendutan yang terjadi
lebih kecil dengan beban yang lebih besar
dibandingkan dengan benda uji sebelum jacketing.
Setelah itu perbandingan dilihat antara ketiga variasi
wiremesh yang digunakan, dari model kurva diatas
dapat dilihat kurva benda uji 4 dengan variasi
wiremesh 0,5 mm setelah mencapai beban
maksimum, lendutan yang terjadi terus semakin
membesar yang cukup signifikan seiring penurunan
beban dengan data lendutan akhir yang dibaca
sebesar 5,50 mm di beban 1860 lbsx10. Sedangkan
kurva benda uji 3 dengan variasi wiremesh 1 mm
(biru) setelah mencapai beban maksimum, lendutan
yang terjadi bertambah namun sedikit seiring
penurunan beban dengan data lendutan akhir yang
dibaca sebesar 1,95 mm di beban 2240 lbsx10.
Sementara kurva benda uji 1 dengan variasi
wiremesh 1,5 mm (kuning) model kurva lendutannya
hampir sama dengan benda uji 3 dengan data
lendutan akhir yang dibaca sebesar 2,51 mm di
beban 1800 lbsx10.
Jika dilihat dari beban maksimum, pada
kurva tersebut dapat dilihat benda uji sebelum
jacketing memiliki kecil dalam menahan beban
karena sudah runtuh di beban maksimum sebesar
2040 lbsx10 dibandingkan dengan benda uji setelah
jacketing yang runtuh di beban maksimum rata-rata
dari 3 benda uji yang ada di model kurva diatas
sebesar 3546,67 lbsx10. Untuk rara-rata beban
seluruh benda uji dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Pada model kurva beban-lendutan
selanjutnya digunakan dial 1 arah lateral (samping)
untuk menggambarkan displacement lateralnya yaitu
menggunakan benda uji 4 untuk variasi wiremesh 0,5
mm, benda uji 8 untuk variasi wiremesh 1 mm dan
benda uji 2 untuk variasi wiremesh 1,5 mm.
Gambar 10 Kurva Beban-Lendutan Dial 1
13. 13
Berdasarkan kurva diatas, dapat dilihat
pada benda uji 4 dengan variasi wiremesh 0,5 mm
mencapai beban maksimum sebesar 3360 lbsx10
dengan lendutan 0,56 mm dan terus meningkat
secara signifikan hingga mencapai lendutan
sebesar 11,82 mm dengan beban akhir yang dibaca
sebesar 1860 lbsx10. Kemudian benda uji 8 dengan
variasi wiremesh 1 mm mencapai beban
maksimum sebesar 3140 lbsx10 dengan lendutan
2,02 mm, namun berbeda dengan benda uji 4
lendutannya tidak konstan dimna terlihat
meningkat lalu menurun hingga mencapai 2,00 mm
dengan beban akhir yang dibaca sebesar 1640
lbsx10. Yang terakhir benda uji 2 dengan variasi
wiremesh 1,5 mm mencapai beban maksimum
sebesar 3900 lbsx10 dengan lendutan 2,87 mm,
lalu lendutan tidak konstan hingga mencapai 1,63
mm dengan beban akhir yang dibaca sebesar 2020
lbsx10.
Pola Retakan Benda Uji
Dalam hal ini pola retakan pertama akan
dilihat apakah terjadi dalam kondisi plastis atau
elastis dengan menentukan batas elastis tiap-tiap
benda uji terlebih dahulu dengan cara beban
maksimum dikalikan 40%. Untuk hasilnya dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 6 Kondisi Retakan Pertama Benda Uji
Var.
(mm)
No
Batas
Elastis
(Beban
Maks x
40%)
Retakan
Pertama
(lbsx10)
Ket.
0,5
4 1344 1160 Elastis
6 - - -
9 - - -
1
3 1440 1440 Elastis
5 1400 2220 Plastis
8 1256 1900 Plastis
1,5
1 1472 - -
2 1560 1820 Plastis
7 1336 1860 Plastis
Dari tabel diatas dapat dilihat pada benda uji
4 dengan variasi wiremesh 0,5 mm retakan
pertama muncul pada kondisi elastis, sedangkan
pada variasi wiremesh 1 mm dan 1,5 mm retakan
pertama muncul sebagian besar pada kondisi plastis.
Hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa pada variasi
wiremesh 0,5 mm benda uji memiliki ketahanan
lebih kecil dikarenakan retakan pertama terjadi pada
kondisi masih elastis dan lebih cepat dibandi benda
uji dengan variasi wiremesh yang lainnya.
Berikut sketsa pola retakan pada benda uji
setelah jacketing :
Gambar 7 Pola Retakan Benda Uji 4
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
a. Berdasarkan kapasitas benda uji antara kolom
original 100% dengan kolom setelah jacketing
didapatkan rata-rata presentase kenaikan
kapasitas kolom sebesar 77%, sedangkan
kapasitas benda uji antara kolom rusak 60%
sebelum jacketing dengan kolom setelah jacketing
didapatkan rata-rata presentase kenaikan
kapasitas kolom untuk seluruh benda uji sebesar
101%. Berdasarkan lendutannya untuk dial 2
(bagian tengah benda uji) antara kolom original
100% dengan kolom setelah jacketing rata-rata
lendutan seluruh benda uji mengalami penurunan
dari 3,44 mm dengan beban rata-rata ang diterima
sebesar 10000 kg menjadi 2,01 mm dengan beban
rata-rata yang diterima sebesar 17650 kg yang
dimana jika dipresentasekan penurunan yang
terjadi sebesar 42%, sedangkan antara kolom
rusak 60% sebelum jacketing dengan kolom
setelah jacketing rata-rata lendutan mengalami
kenaikan dari 1,28 mm namun dengan beban rata-
rata lebih kecil yaitu sebesar 8929 kg. Oleh
14. 14
karena itu dapat dikatakan bahwa jacketing
dengan bahan ferosemen pada kolom yang
rusak sangat mempengaruhi dalam perbaikan
maupun peningkatan kapasitas kolom tersebut
yang ditinjau dari perbedaan kemampuan benda
uji dalam menahan beban dan kemampuan
mengekang benda uji untuk meminimalisir
lendutan.
b. Secara general dari hasil penelitian ini
menunjukkan semakin besar diameter wiremesh
yang digunakan, semakin meningkat kapasitas
kolomnya. Hal tersebut dapat dilihat pada
kemampuan benda uji menahan beban
maksimum dimana variasi wiremesh 1,5 mm
mampu menahan beban maksimum terbesar
19500 kg, variasi wiremesh 1 mm mampu
menahan beban maksimum terbesar 18000 kg
dan variasi wiremesh 0,5 mm hanya mampu
menahan beban maksimum 16800 kg.
Saran
a. Briefing sebelum melakukan pengujian sangat
penting untuk meminimalisir kesalahan
pengambilan data.
b. Penggunaan kamera dan tripod untuk merekam
dial gauge sangat disarankan agar
pembacaannya lebih teliti.
c. Pada penelitian selanjutnya wiremesh yang
digunakan bisa lebih divariasikan ataupun
faktor yang dibahas bisa lebih luas lagi untuk
mendapatkan hasil yang lebih bervariasi,
sehingga pengetahuan terhadapa ferosemen ini
dapat lebih dalam lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah., 1999, Ferosemen Sebagai Alternatif
Material Untuk Memperkuat Kolom Beton
Bertulang.Tokyo:Tokyo Institute of
Technology.
Artiningsih, T.P., 2017, Kajian Penggunaan
Ferrocement Untuk Retrofit Kolom Beton
Bertulang Dengan Variasi Tingkat
Pembebanan.Bandung:Universitas Pakuan.
ASTM C 469-02, Standard Test Method For Static
Modulus of Elasticity and Poisson’s Ratio
of Concrete on Compression, United State:
Association of Standard Testing
Materials.Campion, M J., Philippe Josh.,
2000, Self Compacting Concrete Expanding
The Possibilities Of Concrete Design and
Placement, Concrete International.
Asroni, A., 2017, Teori dan Desain Balok Plat Beton
Bertulang Berdasarkan SNI 2847-
2013.Surakarta:Universitas Muhammadiyah
Press.
Badan Standarisasi Nasional., 1991, Metode
Pengujian Kuat Tarik Baja Beton.SNI 07-
2529-1991, Bandung: Departemen Pekerjaan
Umum.
Badan Standarisasi Nasional., 2000, Tata Cara
Pembuatan Rencana Campuran Beton
Normal.SNI 03-2834-2000.Bandung:
Departemen Pekerjaan Umum.
Badan Standarisasi Nasional., 2002, Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan
Gedung.SNI 03-2847-2002.Bandung:
Departemen Pekerjaan Umum.
Badan Standarisasi Nasional., 2011, Cara Uji Kuat
Tekan Beton dengan Benda Uji Silinder.SNI
1974:2011.Jakarta: Departemen Pekerjaan
Umum.
Badan Standarisasi Nasional., 2012, Tata Cara
Pemilihan Campuran Untuk Beton Normal,
Beton Berat, dan Beton Massa.SNI 03-7656-
2012.Bandung: Departemen Pekerjaan
Umum.
Badan Standarisasi Nasional., 2013, Persyaratan
Beton Struktural Untuk Bangunan
Gedung.SNI 2847-2013.Bandung:
Departemen Pekerjaan Umum.
Badan Standarisasi Nasional., 2014, Baja Tulangan
Beton.SNI 2052-2014.Jakarta: Departemen
15. 15
Pekerjaan Umum.
Kaish, A.B.M.A., Jamil, M., Raman, S.N., Zain,
M.F.M., 2014, Behaviour of Ferrocement
Jacketed Cylindrical Concrete Specimens
under Compression.Malaysia:Universiti
Kebangsaan Malaysia.
Mishra, G., 2014, The Constructor – Civil
Engineering Home.Retrieved 12 Agustus,
2019, from
http://theconstructor.org/structural-
engg/failure-modes-of-concrete-
columns/8933/
Mulyono., 2005, Teknologi Beton, Andi Offset,
Yogyakarta.
Ongko, W., 2018, Pengaruh Penggunaan Kawat
Loket pada Ferrocement Terhadap
Beton.Medan:Universitas Sumatera Utara.
Punmia, B.C, Ashok, K.J, and Arun, K.J., 2007,
Limit State Design of Reinforced
Concrete,Published By. Laxmi
Publications (P) LTD. New Delhi.
Penerbit: Firewall Media, 2007.
Setiawan, A., 2013, Perencanaan Struktur Baja
dengan Metode LRFD-Edisi
Kedua.Jakarta:Erlangga
Tjokrodimuljo, K., 2007, Teknologi Beton, Biro
Penerbit KMTS FT UGM, ISBN 978-979-
8219-23-8, Yogyakarta.
Triwiyono, A., 2000, Evaluasi dan Rehabilitasi
Struktur Beton.Buku Ajar Magister
Teknologi Bahan Bangunan Program
Pasca Sarjana UGM:Yogyakarta