PT. Pertamina Retail menjalankan kegiatan usahanya mempertimbangkan aspek lingkungan dan sosial, sedangkan semua kebijakan operasi dan produk tidak berdampak buruk bagi lingkungan dan masyarakat. CSR.
1. 1. Environment Ethics PT Pertamina Retail
PT. Pertamina Retail menjalankan kegiatan usahanya mempertimbangkan aspek lingkungan dan
sosial, sedangkan semua kebijakan operasi dan produk tidak berdampak buruk bagi lingkungan
dan masyarakat. CSR / TJSL PT. Pertamina Retail adalah bentuk tanggung jawab perusahaan
terhadap dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan dan kegiatan kepada masyarakat dan
lingkungan melalui perilaku yang transparan dan beretika. Dalam pelaksanaan kegiatan bisnis,
manajemen PT. Kebijakan CSR Ritel Pertamina / TJSL sebagai berikut:
1. Mempertimbangkan harapan semua pemangku kepentingan yang terkait dengan produk dan
lingkungan di sekitar STASIUN GAS yang dijalankan oleh perusahaan.
2. Berkomitmen untuk memberikan manfaat yang membangun bagi masyarakat dan
lingkungan.
3. Menerapkan kebijakan TJSL dalam implementasi bisnis perusahaan secara berkelanjutan.
4. Membangun interaksi sosial dan komunikasi dengan publik di lokasi di mana unit operasi
perusahaan berada.
Dalam hal mengintegrasikan program ke dalam kegiatan bisnis perusahaan program TJSL, maka
PT. Pertamina Retail berkomitmen untuk:
1. Mengatasi efek negatif dari operasi perusahaan melalui kepatuhan peraturan serta
menciptakan nilai baru bagi masyarakat dan lingkungan.
2. Memberikan manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan kepada masyarakat terutama di sekitar
area operasi perusahaan.
3. Meningkatkan reputasi perusahaan, efisiensi, pertumbuhan bisnis dan menerapkan mitigasi
risiko bisnis
Referensi : http://www.pertaminaretail.com/eng/CSR.aspx diakses pada tanggal 27 September
2018 jam 03.53 WIB
2. 2. Review Jurnal Internasional
Ecocriticism, Environmental Ethics, and a New Ecological Culture
by Platz, Norbert H. Cross / Cultures, suppl. Literature for Our Times ; Leiden Iss. 145, (2012):
63-83,410.
1. Introduction
In this essay I wish t? offer a tentative programme for the development of fruitful cooperation
between ecocriticism and Environmental Ethics. What could be envisaged as a result of this
cooperation would be the idea and ideal of a new ecological culture.
2. Definitions and the Programmes They Include
Let me first consider ecocriticism. An important statement made by Cheryll Glotfelty, the
founder of the American Association for Literature & Environment (AS LE), describes the focus
of ecocriticism in the following terms: "While in most literary theory 'the world' is synonymous
with society - the social sphere - ecocriticism expands the notion of 'the world' to include the
entire ecosphere."1
Environmental Ethics could be defined as "a set of principles, values or norms relating to the
ways in which we interact with our [natural] environment."5 If we look at this area of concern,
we can easily recognize that there are some striking characteristics which ecocriticism and
Environmental Ethics have in common.
i. Like ecocriticism, Environmental Ethics sprang from the Environmental crisis. '"
Environmental Ethics” is essentially a response to a range of Environmental problems which
collectively make up the ' Environmental crisis'."6 So, one could say that the Environmental
crisis has haunted literary critics and philosophers alike.
ii. Like ecocriticism, or even more strongly, Environmental Ethics insists on our critical
awareness of Environmental problems.
iii. Like ecocriticism, Environmental Ethics is working towards generating more caring attitudes
towards nature and the whole biosphere,
iv. Like ecocriticism, Environmental Ethics is deeply concerned with the question of human
survival on Earth.
So much for the common features. Let us now point out a couple of significant differences.
i. Obviously, Environmental Ethics does not deal with literary texts and works of art. As a
branch of 'applied philosophy', Environmental Ethics focuses more directly on human behaviour.
More precisely, it devotes attention to the ways in which humans interact with the physical
/natural environment, both as individuals in their everyday behaviour, on the one hand, and as
3. social groups such as governments or business companies (with their farreaching impacts), on
the other.
ii. Environmental Ethics aims to identify and address a wide range of Environmental problems
that have been caused by humans, and submit these problems to critical analysis. Its focus is the
Environmental crisis, not as fate but as a human product. Thus the claim is that human agents
ought to remedy Environmental damage or find instant or long-term remedial solutions to
Environmental mismanagement.
iii. As an 'applied science', Environmental Ethics has a deontic or prescriptive7 dimension. It is
geared to developing norms that can be used to change deficient human styles of behaviour.
Let me now introduce my third category, the new ecological culture. This is a term which seems
to be gaining increasing importance in Eastern European and Asian countries.8 In my view and
scheme, an ecological culture would be the result of an 'ecological enlightenment' to which both
ecocriticism and Environmental Ethics might contribute. I am drawing on Kant's well-known
definition of the philosophical 'enlightenment':
3. Interim Conclusions and Results
When comparing ecocriticism and Environmental Ethics, it becomes clear that both pursue
similar, if not identical, objectives. Both attempt to alert us to the precarious state of the
environment. Both envisage a thorough reconsideration and improvement of our relationship
with nature by focusing on recognizable patterns of human behaviour, as either reflected in texts
(or works of art) or amenable to philosophical discourse.
4. Agenda for a Fruitful Dialogue between Ecocriticism and Environmental Ethics
An additional aspect deserves mention. Environmental Ethics has reopened the debate about the
notion of 'value' and what has traditionally been called 'axiology' (the doctrine and theory of
value). Again there are two positions worth considering. On the one hand, the constructionist
outlook affirms that Environmental values are based on human interests and assessments, and
Environmental values thus result from cultural projections onto the natural world. On the other
hand, the ecocentric (or biocentric) school cherishes the notion of nature's intrinsic value(s). One
of the firm beliefs upheld by this latter school is that "the natural environment has its own
intrinsic value, independent of any value which we human beings attribute to it."27
Concerning the mass extinction of species, Environmental Ethics does not turn a blind eye to it
but, on the contrary, delineates the following diagnosis:
5. A New Ecological Culture
Since both ecocriticism and Environmental Ethics aim to assist in the birth of a society "which
could exist in some degree of harmony with the ecosystems" it inhabits,57 the creative synergy
of the two disciplines should be envisaged and utilized. Both disciplines could share a common
platform, in order to gain access to public and political awareness. Both might support each other
4. in working towards a new ecological society, which would be characterized by "new ways of
behaving, of getting and spending."58
Referensi :
1. Cameron, J.R "Do Future Generations Matter?" in Ethics and Environmental
Responsibility, ed. Dower, 57-78.
2. Platz, Norbert H. Ecocriticism, Environmental Ethics, and a New Ecological Culture Cross
/ Cultures, suppl. Literature for Our Times; Leiden Iss. 145, (2012): 63-83,410.
3. https://search.proquest.com/docview/1073646141/7960DF106D94424CPQ/4?accounti
d=34643 diakses pada tanggal 29 September 2018 jam 11.48 WIB
Kinerja Lingkungan Refinery Unit VI Balongan PT Pertamina (Persero)
Kinerja lingkungan RU VI Balongan tahun 2015 mencapai kinerja tertinggi berupa
penganugerahan Proper Emas dari Kementerian Lingkungan Hidup.
RU VI Balongan telah mendapatkan sertifikat ISO 14001 sejak tahun 2000. Mulai tahun
2010, Sertifikasi Sistem Manajemen dilakukan secara terintegrasi antara sistem manajemen ISO
9001:2008, ISO 14001:2004 dan OHSAS 18001:2007. Seluruh sertifikasi dijaga keefektifan dan
validitasnya melalui internal audit, surveillience audit, maupun resertifikasi. Berdasarkan
sertifikat SGS ID 10/1102954003, RU VI Balongan tersertifikasi sistem ISO 14001:2004 sejak 2
Desember 2013 s.d. 2 Desember 2016.
Efisiensi Energi tercermin dari status pemakaian energi RU VI Balongan seperti total pemakaian
energi sebesar 24.469 x 10 BTU, pemakaian energi untuk
produksi sebesar 24.453 x 10 BTU, pemakaian energi untuk fasilitas pendukung sebesar 15,89 x
10 BTU dan rasio hasil efisiensi energi dengan total pemakaian energi sebesar
1,211%.Pemakaian energi RU VI Balongan berdasarkan hasil benchmarking
RU VI berada pada posisi ke-8 dari 15 perusahaan sejenis skala internasional sebagaimana grafik
berikut :
Total limbah B3 sebesar 2.831,21 ton. Adapun Rasio hasil 3R terhadap total limbah B3 sebesar
13,35%. RU VI Balongan merupakan satu-satunya kilang di Indonesia yang memanfaatkan
mixed butane dari Unit POC sebagai feed Unit Catalytic Condensation dalam upaya
pengurangan limbah B3.
Dengan dilakukannya program ini, frekuensi penggantian katalis dalam 1 tahun dapat dikurangi
dari semula 2 kali menjadi hanya 1 kali. Artinya, setiap tahun terdapat potensi pengurangan
limbah spent catalyst dari 60 ton menjadi 30 ton. Selain itu juga berdampak
5. pada pengurangan biaya pemeliharaan penggantian katalis sebesar 50%. Hasil absolut program
ini yaitu menurunkan limbah b3 Spent Catalyst sebanyak 30 ton per tahun (% reduksi =
50% tiap tahun).
Intensitas Limbah B3 RU VI Balongan berada pada urutan ke-3 dari 15 perusahaan sejenis skala
internasional.
Efisiensi air dan penurunan beban pencemaran air tercermin dari, jumlah pemakaian air sebesar
9.814.820 m3, total pemakaian air untuk proses produksi sebesar 9.710.033,84 m3
,Total pemakaian air untuk fasilitas pendukung sebesar 104.786,16 m3
,Rasio hasil 3R air dengan total pemakaian air sebesar 2.937 % (dua ribu sembilan ratus tiga
puluh tujuh persen).
Intensitas air yang digunakan oleh RU VI Balongan pada peringkat ke-6 dari 15 perusahaan
sejenis skala internasional.
https://www.pertamina.com/Media/Upload/Files/SR-Pertamina-RU-VI-Balongan.pdf diakses
pada tanggal 29 September 2018 jam 11.39 WIB
Filosofi Lingkungan
Filsafat tradisional dibagi antara konsekuensial (atau teleologis) teori seperti utilitarianisme dan non-
konsekuensial (atau deontologis) teori seperti berbasis hak filosofi. Dengan demikian, kita dapat membagi
filosofi lingkungan antara antroposentris (berpusat pada manusia) dan ecocentric (bumi berpusat) sudut
pandang, yang umumnya dipandang sebagai dapat dibandingkan.
Filosofi lingkungan dalam bentuk modernnya dikembangkan pada akhir 1960-an, produk dari
kekhawatiran yang timbul dari berbagai penjuru: naturalis, ilmuwan, dan akademisi lainnya,
jurnalis,dan politisi. Rasa krisis dan malapetaka merasuki waktu, mencerminkan ketakutan
tentang Dingin Perang dan ancaman penghancuran nuklir; malaise ini membantu menelurkan
musik protes dan protes kontra-budaya tahun 1960-an. Pada tahun 1962, Rachel Carson
menerbitkan buku terlaris Silent Spring yang mendokumentasikan akumulasi pestisida
berbahaya dan racun kimia di seluruh jaring makanan planet. Pada tahun 1968 jurnal Sains
diterbitkan -The Tragedi dari Commons "oleh Garrett Hardin, yang berpendapat bahwa diri
manusia penarik dan populasi yang terus bertambah pasti akan bergabung untuk menguras
sumber daya dan merendahkan lingkungan. Di tahun yang sama best-seller lain, Paul Ehrlich's
Bom Penduduk, mengantisipasi ratusan juta kematian dalam beberapa dekade mendatang karena
kegagalan pasokan makanan untuk mengimbangi pertumbuhan yang terus meningkat populasi
global. Ehrlich juga mengklaim meramalkan kemerosotan yang akan segera terjadi dan dramatis
di AS. populasi dan harapan hidup, dan beberapa prediksi suram ini bergema diBatas to Growth:
Laporan untuk Proyek Club of Rome tentang Kesulitan Manusia (Meadows et al. 1974).
Pandangan ini diberi label dan digambarkan sebagai berikut :
6. - Kapitalis murni - pandangan dominan dalam akuntansi dan keuangan di mana satusatunya
tanggung jawab korporasi adalah untuk membuat uang untuk pemegang saham.
- Expedients - orang-orang dengan pandangan jangka panjang yang menyadari bahwa
kesejahteraan ekonomi dan stabilitas hanya dapat dicapai dengan penerimaan tanggung jawab
sosial tertentu.
- Pendukung kontrak sosial - suatu sikap yang perusahaan dan organisasi lain yang ada di akan
masyarakat dan karena itu bertanggung jawab untuk menghormati dan menanggapi masyarakat .
- Ekologi sosial - mereka yang peduli terhadap lingkungan sosial dan merasa bahwa karena
organisasi besar telah berpengaruh dalam menciptakan sosial dan lingkungan masalah yang
mereka juga harus berpengaruh dalam membantu memberantas masalah ini.
- Sosialis - yang merasa bahwa harus ada penyesuaian yang signifikan dalam kepemilikan dan
penataan masyarakat;
- Feminis radikal - mereka yang merasa bahwa ada sesuatu yang pada dasarnya salah dengan
konstruksi maskulin agresif yang memandu sistem sosial kita dan bahwa ada kebutuhan untuk
nilai-nilai yang lebih feminin seperti cinta, kasih sayang dan kerja sama.
- Ekologi yang mendalam - yang memegang bahwa manusia memiliki hak yang lebih besar
untuk eksistensi daripada bentuk lain dari kehidupan.
Diskusi dalam filsafat lingkungan telah menanamkan dorongan baru untukpertimbangan masalah
yang penting bagi filosofi arus utama. Salah satu contoh adalah perdebatan pluralisme moral,
penuh semangat dikejar sejak akhir 1980-an dalam etika lingkungan dan sekarang muncul
kembali sebagai isu utama dalam filsafat moral. Salah satu teoritikus moral abad ke-20, W. D.
Ross, menguraikan etika pluralistik di mana berbagai tugas moral seperti menepati janji,
perbaikan diri, dan bertindak secara adil tidak dapat direduksi menjadi satu tugas atau prinsip apa
pun (Ross 1930). Argumen asli Ross untuk pluralisme memanfaatkan intuisi tentang siapa kita.
Bahkan jika beberapa teori moral yang sistematis berdasarkan pada prinsip tunggal atau tugas
(atau satu set tugas tersebut) adalah untuk menghasilkan jawaban yang memuaskan untuk
masalah moral, Ross berpendapat bahwa sistem tersebut tidak akan cocok -Apa kita benar-benar
think‖ saat kami terlibat dalam refleksi moral. Menurut dia, apa yang benar-benar kita pikirkan
adalah bahwa kita memiliki banyak sumber kewajiban moral yang berbeda dan tidak dapat
direduksi.
Peran Pemangku Kepentingan
Dalam Bussiness Dictionary, pemangku kepentingan didefinisikan kelompok atau organisasi
yang memiliki kepentingan langsung atau tidak langsung dalam sebuah organisasi karena dapat
mempengaruhi atau dipengaruhi oleh tindakan organisasi, tujuan, dan kebijakan. Meskipun para
7. pelaku biasanya melegitimasi dirinya sebagai stakeholder, tetapi semua pemangku kepentingan
tidak sama dan memiliki kedudukan yang berbeda.
Contoh kegagalan proyek pengembangan perangkat lunak salah satunya dimulai pada proses
rekayasa kebutuhan, dan sejumlah sumber permasalahan tsb berasal dari pemangku kepentingan,
seperti kepedulian yang rendah terhadap proses rekayasa kebutuhan, pemahaman yang salah
tentang spesifikasi kebutuhan dan ketidakfahaman serta ketidakmampuan pemangku kepentingan
untuk menspesifikasikan kebutuhannya dengan baik.
Pemangku kepentingan dapat diklasifikasikan seperti berikut :
Pelanggan, seseorang atau organisasi yang meminta jasa pengembang untuk mengembangkan
perangkat lunak tsb. Termasuk pemilik modal (investor) atau pemilik sistem (system owner) dan
pengguna (user).
Pemilik Modal, seseorang atau sekelompok orang mendanai atau membiayai suatu proyek
pengembangan perangkat lunak.
Pemilik Sistem, seseorang atau kelompok orang yang berperan sebagai pemilik dari proses bisnis
yang direpresentasikan dalam sistem yang dibangun. Pemilik sistem mendapat keuntungan baik
secara langsung maupun tidak langsung dari pengoperasian sistem yang bersangkutan. Pemilik
sistem biasanya sekaligus penyedia dana atau pemilik modal dari proyek pengembang perangkat
lunak.
Pengguna (user), setiap orang secara langsung menggunakan atau mengoperasikan perangkat
lunak. Pengguna sering juga disebut operator.
Regulator, seorang atau suatu organisasi yang menetapkan aturan dan barasan baik dalam
pengembangan maupun pengoperasian perangkat lunak tsb.
Penyelia (Vendor), seorang atau sekelompok orang yang menyediakan teknologi atau jasa yang
digunakan bagi pengembangan atau pengoperasian perangkat lunak tsb.
Pengembang (Developer), sekelompok orang yang bertanggung jawab mengembangan
perangkat lunak. Termasuk didalamnya adalah manajer proyek, pemimpin tim, analis sistem,
programmer atau implementator dan penguji (tester),
Analis Sistem (System Analyst), seorang atau kelompok orang yang menyediakan teknologi atau
jasa yag digunakan bagi pengembangan atau pengoperasian perangkat lunak tsb.
Programmer, seorang atau sekelompok orang yang menyediakan teknologi atau jasa yang
digunakan bagi pengembangan atau pengoperasian perangkat lunak tsb.
Kemitraan
Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka
waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling
membesarkan.
Kemitraan adalah suatu rangkaian proses yg dimulai dengan mengenal calon mitranya,
mengetahui posisi keunggulan dan kelemahan usahanya, memulai membangun strategi,
melaksanakan dan terus menerus memonitor dan mengevaluasi sampai target sasaran tercapai.
8. Sehingga yang menjadi titik tolak kemitraan adalah memiliki dasar ETIKA BISNIS yang
dipahami bersama.
a. Proses Pengembangan Kemitraan
- Memulai membangun hubungan dengan calon mitra = memilih mitra yg tepat
- Mengerti kondisi bisnis pihak yang bermitra (kemampuan manajemen, penguasaan pasar,
teknologi, permodalan, SDM) = memudahkan penyusunan langkah/strategi
- Mengembangkan strategi dan menilai detail bisnis (strategi pesaran, strategi dsitribusi,
operasional, informasi)
- Mengembangkan program = rencana taktis dan strategi yang akan dilakukan dengan
mengkomunikasikan dengan orang yang terlibat
- Memulai pelaksanaan = memulai pelaksanaan kemitraan berdasarkan ketentuan yg disepakai -
Memonitor dan mengevaluasi
- Memonitor : agar terget yg ingin dicapai menjadi kenyataan
- Mengevaluasi : untuk perbaikan pelaksanaan berikutnya
b. Prinsip dalam membangun hubungan Membangun citra lembaga yg baik, diantaranya :
- Fokuskan kepada kualifikasi lembaga dan bukan hanya nama lembaga
- Berkaitan dengan apa yang kita tawarkan dan bukan apa yg kita dapatkan
- Mengembangkan kemampuan "mendengar"
- Mengembangkan kemampuan "bertanya" - Menepati janji, bukan mengobral janji
c. Prinsip Merawat Hubungan/Kemitraan :
- Menciptakan semangat saling memberi dan membagi informasi
- Setiap pihak membutuhkan layanan khusus
- Menangkap pesan implisit
- Melestarikan kontak
9. - Membuat sistem jaringan
- Lembaga harus ditampilkan dan dikenalkan
- Pihak lain akan melihat apa yang bisa kita berikan dan tawarkan dan bukannya apa yang bisa
kita dapatkan
- Menampilkan saat moment yang tepat
- Berusaha untuk hadir pada kegiatan jaringan
- Lembaga diperankan aktif
Keberhasilan Kemitraan, sangat ditentukan oleh :
1. adanya kepatuhan,
2. kepercayaan,
3. kebersamaan,
4. komitmen
5. kejujuran
Rekomendasi :
1. Memperkuat penegakan hukum atas pelanggaran pengelolaan lingkungan alam yang seringkali
berdampak buruk bagi sumber penghidupan dan nilai sosial budaya
2. Memberikan jaminan keamanan dari ancaman kekerasan dan intimidasi terkait konflik
lingkungan yang dialami oleh kelompok masyarakat tertentu.
3. Identifikasi struktur organisasi dimana peran dan tanggungjawab stakeholder
4. Petakan masing-masing jabatan/tanggung jawab di dalam organisasi ke dalam kelas-kelas
pemangku kepentingan
5. Tentukan ranking prioritas dari kelas-kelas pemangku kepentingan
6. Identifikasi keyperson untuk tiap-tiap kelas
7. Tentukan keyperson minimum yang dapat dilibatkan untuk meliput keseluruhan pengetahuan
tentang ranah sistem berdasarkan sumber daya yang ada
8. Dokumentasikan setiap kelas pemangku kepentingan dan turunannya serta karakteristik,
tanggung jawab dan lokasi fisik di dalam dokumen tertulis.
9. Adanya forum partnership berdampak positif dalam keberlanjutan suatu kemitraan
10. Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam pelaksanaan program kemitraan.
10. Daftar Pustaka
1. Hapzi Ali, 2018, Modul Business Ethics & GG Pusat Bahan Ajar dan eLearning, Universitas
Mercu Buana.
2. https://iseethics.files.wordpress.com/2013/01/brennan-andrew-what-is-environmental-
philosophy.pdf diakses pada tanggal 29 September 2018 jam 21.17 WIB
3. https://aristysaputri3.wordpress.com/analisis-perangkat-lunak-2/perspektif-pemangku-
kepentingan/ diakses pada tanggal 29 September 2018 jam 21.28 WIB