Fiqih adalah ilmu tentang hukum-hukum syara' yang bersifat praktis yang digali dari dalil-dalil yang terperinci. Syari'ah adalah hukum Islam yang berlaku abadi sepanjang masa, sedangkan fiqih adalah perumusan konkret syari'at Islam untuk diterapkan pada suatu kasus tertentu disuatu tempat dan disuatu masa. Ushul Fiqih berisi dalil-dalil global yang kemudian diterapkan dalam dalil
Dokumen tersebut membahas tentang hubungan antara syariat, fikih, dan hukum Islam. Syariat berasal dari ajaran Allah, fikih merupakan interpretasi ulama terhadap syariat berdasarkan ijtihad, sedangkan hukum Islam adalah peraturan yang mengikat bagi umat Islam. Dokumen ini juga membedah klasifikasi hukum Islam dalam bidang ibadah dan muamalah serta peranan akal dan wahyu dalam pembentukan hukum Islam di mana keduanya dip
Dokumen tersebut membahas tentang Syariah, Fikih, dan Hukum Islam. Syariah berasal dari Allah sebagai pedoman kehidupan umat Islam, Fikih merupakan interpretasi hukum Syariah oleh ulama berdasarkan ijtihad, sedangkan Hukum Islam adalah perundang-undangan yang lebih statis yang mengatur kehidupan umat Islam. Dokumen ini juga membahas tentang peranan akal dan wahyu dalam pembentukan hukum Islam, di mana wahyu
Teks tersebut membahas tentang hukum pidana dalam Islam khususnya hukuman hudud. Hukuman hudud merupakan hukuman yang bersumber langsung dari Alloh SWT seperti hukuman zina yang dikenakan 100 kali dera bagi pelaku laki-laki dan perempuan, serta hukuman bunuh bagi pelaku pembunuhan. Teks ini juga menjelaskan dasar-dasar hukum dan tujuan dari pemberlakuan hukuman tersebut dalam Islam
Fiqih adalah ilmu tentang hukum-hukum syara' yang bersifat praktis yang digali dari dalil-dalil yang terperinci. Syari'ah adalah hukum Islam yang berlaku abadi sepanjang masa, sedangkan fiqih adalah perumusan konkret syari'at Islam untuk diterapkan pada suatu kasus tertentu disuatu tempat dan disuatu masa. Ushul Fiqih berisi dalil-dalil global yang kemudian diterapkan dalam dalil
Dokumen tersebut membahas tentang hubungan antara syariat, fikih, dan hukum Islam. Syariat berasal dari ajaran Allah, fikih merupakan interpretasi ulama terhadap syariat berdasarkan ijtihad, sedangkan hukum Islam adalah peraturan yang mengikat bagi umat Islam. Dokumen ini juga membedah klasifikasi hukum Islam dalam bidang ibadah dan muamalah serta peranan akal dan wahyu dalam pembentukan hukum Islam di mana keduanya dip
Dokumen tersebut membahas tentang Syariah, Fikih, dan Hukum Islam. Syariah berasal dari Allah sebagai pedoman kehidupan umat Islam, Fikih merupakan interpretasi hukum Syariah oleh ulama berdasarkan ijtihad, sedangkan Hukum Islam adalah perundang-undangan yang lebih statis yang mengatur kehidupan umat Islam. Dokumen ini juga membahas tentang peranan akal dan wahyu dalam pembentukan hukum Islam, di mana wahyu
Teks tersebut membahas tentang hukum pidana dalam Islam khususnya hukuman hudud. Hukuman hudud merupakan hukuman yang bersumber langsung dari Alloh SWT seperti hukuman zina yang dikenakan 100 kali dera bagi pelaku laki-laki dan perempuan, serta hukuman bunuh bagi pelaku pembunuhan. Teks ini juga menjelaskan dasar-dasar hukum dan tujuan dari pemberlakuan hukuman tersebut dalam Islam
Makalah ini membahas tentang pemahaman hukum Islam, syariat dan fiqh serta hubungan antara ketiganya. Syariat Islam merujuk kepada hukum agama yang ditetapkan Allah melalui al-Quran dan sunnah nabi. Fikih Islam adalah hasil ijtihad ulama dalam menjelaskan hukum-hukum syariat. Sedangkan hukum Islam merujuk pada ketentuan-ketentuan hukum yang dihasilkan para fuqaha berdasarkan interpretasi terhadap syariat.
Makalah ini membahas tentang pemahaman hukum Islam, syariat dan fiqh serta hubungan antara ketiganya. Syariat Islam merujuk kepada hukum agama yang ditetapkan Allah melalui al-Quran dan sunnah nabi. Fikih Islam adalah hasil ijtihad ulama dalam menjelaskan hukum-hukum syariat. Sedangkan hukum Islam merujuk pada ketentuan-ketentuan hukum yang dihasilkan para fuqaha berdasarkan interpretasi terhadap syariat.
Makalah ini membahas tentang pemahaman hukum Islam, syariat dan fiqh serta hubungan antara ketiganya. Syariat Islam merujuk kepada hukum agama yang ditetapkan Allah melalui al-Quran dan sunnah, sedangkan fiqh Islam adalah hasil ijtihad ulama dalam menjabarkan syariat. Hukum Islam merujuk pada ketentuan-ketentuan yang dihasilkan dari ijtihad tersebut. Ketiga konsep ini saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain
Hukum Islam memiliki beberapa karakteristik khusus yang membedakannya dari hukum umum. Tiga karakteristik pentingnya adalah bersifat universal dan abadi, tidak memberatkan manusia, serta mengatur semua aspek kehidupan manusia untuk kemaslahatan mereka di dunia dan akhirat.
hubungan jarimah dan larangan syara' & Asas Legalitas.pptxAlimuddinLimun
Hubungan jarimah dengan larangan syara' adalah hubungan timbal balik antara perbuatan dan sanksi sesuai hukum Islam. Jarimah atau kejahatan akan mendapat sanksi berupa hukuman sesuai nash al-Quran dan Hadis. Prinsip asas legalitas dalam hukum pidana Islam menetapkan bahwa tidak ada hukuman tanpa adanya perbuatan melanggar larangan syara'.
Teks tersebut membahas hubungan antara Hukum Internasional Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam, khususnya mengenai upaya penyelarasan kedua sistem hukum tersebut dengan menggunakan konsep maslahah dalam hukum Islam dan teori margin apresiasi dalam Hukum HAM internasional agar kedua sistem hukum tidak bertentangan."
Pembunuhan dengan daya paksa ( overmach ) menurut islamRamdan Galau
Dokumen tersebut membahas tentang pembunuhan dengan adanya daya paksa menurut hukum Islam dan hukum pidana positif. Hukum Islam membagi pembunuhan menjadi tiga kategori berdasarkan niat pelaku, dan mengatur bahwa seseorang yang membunuh karena daya paksa dapat dibebaskan dari hukuman. Hukum pidana positif juga mengatur bahwa seseorang yang melakukan perbuatan karena daya paksa tidak dapat
1. Dokumen membahas pendapat Ahmad An-Na'im tentang reformasi hukum pidana Islam agar sesuai dengan Hak Asasi Manusia universal.
2. An-Na'im berpendapat bahwa syariah dapat direformasi dengan tetap berdasarkan sumber-sumber Islam tapi dengan interpretasi yang sesuai dengan masa kini untuk memelihara HAM.
3. Dokumen juga membahas bagaimana hukum pidana Islam sebenarnya melindungi HAM karena memperhatikan hak dan
Makalah ini membahas tentang pemahaman hukum Islam, syariat dan fiqh serta hubungan antara ketiganya. Syariat Islam merujuk kepada hukum agama yang ditetapkan Allah melalui al-Quran dan sunnah nabi. Fikih Islam adalah hasil ijtihad ulama dalam menjelaskan hukum-hukum syariat. Sedangkan hukum Islam merujuk pada ketentuan-ketentuan hukum yang dihasilkan para fuqaha berdasarkan interpretasi terhadap syariat.
Makalah ini membahas tentang pemahaman hukum Islam, syariat dan fiqh serta hubungan antara ketiganya. Syariat Islam merujuk kepada hukum agama yang ditetapkan Allah melalui al-Quran dan sunnah nabi. Fikih Islam adalah hasil ijtihad ulama dalam menjelaskan hukum-hukum syariat. Sedangkan hukum Islam merujuk pada ketentuan-ketentuan hukum yang dihasilkan para fuqaha berdasarkan interpretasi terhadap syariat.
Makalah ini membahas tentang pemahaman hukum Islam, syariat dan fiqh serta hubungan antara ketiganya. Syariat Islam merujuk kepada hukum agama yang ditetapkan Allah melalui al-Quran dan sunnah, sedangkan fiqh Islam adalah hasil ijtihad ulama dalam menjabarkan syariat. Hukum Islam merujuk pada ketentuan-ketentuan yang dihasilkan dari ijtihad tersebut. Ketiga konsep ini saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain
Hukum Islam memiliki beberapa karakteristik khusus yang membedakannya dari hukum umum. Tiga karakteristik pentingnya adalah bersifat universal dan abadi, tidak memberatkan manusia, serta mengatur semua aspek kehidupan manusia untuk kemaslahatan mereka di dunia dan akhirat.
hubungan jarimah dan larangan syara' & Asas Legalitas.pptxAlimuddinLimun
Hubungan jarimah dengan larangan syara' adalah hubungan timbal balik antara perbuatan dan sanksi sesuai hukum Islam. Jarimah atau kejahatan akan mendapat sanksi berupa hukuman sesuai nash al-Quran dan Hadis. Prinsip asas legalitas dalam hukum pidana Islam menetapkan bahwa tidak ada hukuman tanpa adanya perbuatan melanggar larangan syara'.
Teks tersebut membahas hubungan antara Hukum Internasional Hak Asasi Manusia dan Hukum Islam, khususnya mengenai upaya penyelarasan kedua sistem hukum tersebut dengan menggunakan konsep maslahah dalam hukum Islam dan teori margin apresiasi dalam Hukum HAM internasional agar kedua sistem hukum tidak bertentangan."
Pembunuhan dengan daya paksa ( overmach ) menurut islamRamdan Galau
Dokumen tersebut membahas tentang pembunuhan dengan adanya daya paksa menurut hukum Islam dan hukum pidana positif. Hukum Islam membagi pembunuhan menjadi tiga kategori berdasarkan niat pelaku, dan mengatur bahwa seseorang yang membunuh karena daya paksa dapat dibebaskan dari hukuman. Hukum pidana positif juga mengatur bahwa seseorang yang melakukan perbuatan karena daya paksa tidak dapat
1. Dokumen membahas pendapat Ahmad An-Na'im tentang reformasi hukum pidana Islam agar sesuai dengan Hak Asasi Manusia universal.
2. An-Na'im berpendapat bahwa syariah dapat direformasi dengan tetap berdasarkan sumber-sumber Islam tapi dengan interpretasi yang sesuai dengan masa kini untuk memelihara HAM.
3. Dokumen juga membahas bagaimana hukum pidana Islam sebenarnya melindungi HAM karena memperhatikan hak dan
Kompilasi Hukum Islam di Indonesia merupakan rangkuman pendapat hukum Islam dari berbagai kitab fiqh yang digunakan sebagai referensi di pengadilan agama. Kompilasi bertujuan menghimpun berbagai pendapat hukum tersebut ke dalam satu dokumen pedoman, meskipun secara yuridis tidak mengikat. Pembaharuan hukum Islam dapat dilakukan melalui pertimbangan maslahah.
Dokumen tersebut membahas tentang hukuman ta'zir dalam pandangan Umar bin Khattab. Ta'zir adalah hukuman yang bersifat mendidik untuk perbuatan yang belum ditentukan hukumannya oleh syara'. Umar menerapkan hukuman ta'zir untuk mendidik pelaku agar tobat dan tidak mengulangi perbuatannya, serta mempertimbangkan faktor pelaku dan lingkungannya dalam menentukan hukuman."
Dokumen tersebut membahas tentang pendapat Abdullahi Ahmad An-Na'im mengenai hukuman mati bagi pelaku riddah (murtad). Secara ringkas, riddah adalah keluarnya seseorang dari agama Islam kepada kekafiran dengan menyatakan atau melakukan sesuatu yang menyebabkannya dianggap kafir. Ada berbagai pendapat tentang hukuman bagi pelaku riddah antara mati atau tidak.
1. Pemikiran Abdullah Ahmed An-Naim mengenai Fiqh Jinayah adalah bahwa hukum pidana Islam yang diterapkan harus sesuai dengan standar konstitusional dan hak asasi manusia internasional dengan mempertimbangkan dua aspek yaitu masalah hukuman dan perlakuan terhadap narapidana serta prinsip legalitas tanpa diskriminasi.
2. An-Naim lahir di Sudan dan merupakan aktivis HAM internasional yang menekankan perlunya reformasi Islam yang le
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah: Dokumen tersebut membahas tentang pandangan fiqh jinayah Islam terhadap fenomena cybercrime dengan menjelaskan definisi cybercrime dan contoh kasusnya seperti kasus Bjorka dan sniffing serta sanksi hukum Islam bagi pelaku kejahatan seperti pencurian.
Dokumen tersebut membahas kontroversi sanksi riddah dalam perspektif fiqh jinayah. Terdapat perbedaan pendapat ulama tentang apakah riddah dihukumi mati atau tidak. Beberapa ulama mengkategorikan riddah sebagai hukuman mati, sedangkan ulama lain menyatakan riddah bukan hukuman mati. Dokumen ini juga membahas pengertian riddah, pendapat ulama tentang sanksi riddah, serta dalil-dalil Alq
Tulisan ini membahas upaya reformasi teori hukum pidana Islam yang dilakukan oleh para pemikir Muslim kontemporer. Beberapa teori yang diulas antara lain teori "double movement" Fazlur Rahman yang menekankan pendekatan sosiologis dalam memahami ayat-ayat hukum pidana, teori dekonstruksi syariat Abdullahi An-Na'im yang menyatakan bahwa syariat dapat direkonstruksi sesuai konteks sosial, dan teori "batas"
Pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah dalam perspektif fiqih jinayah dibahas dalam dokumen tersebut. Beberapa mazhab fiqih memiliki definisi berbeda tentang bughat, antara lain Malikiyyah yang mendefinisikannya sebagai penolakan taat kepada pemimpin yang sah, Hanafilah sebagai keluar dari ketaatan pemimpin yang sah, dan Syafi'iyyah sebagai ketidakpatuhan terhadap pemimpin neg
Fiqh jinayah membutuhkan pembaruan untuk menyesuaikan dengan perubahan masyarakat modern, seperti tantangan baru dalam hukum pidana, perkembangan teknologi, dan pemahaman baru akan hak asasi manusia. Namun, pembaruan harus tetap berlandaskan prinsip-prinsip Islam dan mempertimbangkan tantangan implementasi ke masyarakat serta pengimplementasian yang efektif.
Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas implikasi hukum pidana Islam terhadap pembaruan hukum pidana nasional Indonesia dengan tujuan meningkatkan kemaslahatan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 serta menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Teks tersebut membahas tentang ketentuan umum tindak pidana pencurian dalam fiqih jinayah. Terdapat tiga unsur utama pencurian menurut hukum Islam, yaitu pengambilan secara diam-diam, barang yang diambil berupa harta, dan nilai barang melebihi nisab. Sanksi potong tangan dijatuhkan bila unsur-unsur tersebut terpenuhi berdasarkan dalil Al-Quran dan hadis.
Dokumen ini membahas tentang pencurian dalam hukum Islam dan hukum positif. Pencurian didefinisikan sebagai mengambil harta orang lain secara diam-diam tanpa izin. Hukuman untuk pencurian dalam hukum Islam adalah potong tangan, sedangkan dalam hukum positif Indonesia menggunakan sistem pidana penjara atau denda. Terdapat perbedaan pendapat mazhab tentang nilai minimal harta yang dicuri untuk menerapkan hukuman pot
Paper ini bertujuan untuk menganalisis pencemaran udara akibat pabrik aspal. Analisis ini akan fokus pada emisi udara yang dihasilkan oleh pabrik aspal, dampak kesehatan dan lingkungan dari emisi tersebut, dan upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi pencemaran udara
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...nasrudienaulia
Dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Talcott Parsons, konsep struktur sosial sangat erat hubungannya dengan kulturalisasi. Struktur sosial merujuk pada pola-pola hubungan sosial yang terorganisir dalam masyarakat, termasuk hierarki, peran, dan institusi yang mengatur interaksi antara individu. Hubungan antara konsep struktur sosial dan kulturalisasi dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pola Interaksi Sosial: Struktur sosial menentukan pola interaksi sosial antara individu dalam masyarakat. Pola-pola ini dipengaruhi oleh norma-norma budaya yang diinternalisasi oleh anggota masyarakat melalui proses sosialisasi. Dengan demikian, struktur sosial dan kulturalisasi saling memengaruhi dalam membentuk cara individu berinteraksi dan berperilaku.
2. Distribusi Kekuasaan dan Otoritas: Struktur sosial menentukan distribusi kekuasaan dan otoritas dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat juga memengaruhi bagaimana kekuasaan dan otoritas didistribusikan dalam struktur sosial. Kulturalisasi memainkan peran dalam melegitimasi sistem kekuasaan yang ada melalui nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat.
3. Fungsi Sosial: Struktur sosial dan kulturalisasi saling terkait dalam menjalankan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat. Nilai-nilai budaya dan norma-norma yang terinternalisasi membentuk dasar bagi pelaksanaan fungsi-fungsi sosial yang diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan stabilitas dalam masyarakat.
Dengan demikian, konsep struktur sosial dalam teori fungsionalisme kulturalisasi Parsons tidak dapat dipisahkan dari kulturalisasi karena keduanya saling berinteraksi dan saling memengaruhi dalam membentuk pola-pola hubungan sosial, distribusi kekuasaan, dan pelaksanaan fungsi-fungsi sosial dalam masyarakat.
Teori Fungsionalisme Kulturalisasi Talcott Parsons (Dosen Pengampu : Khoirin ...
4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf
1. HUKUMAN QISHAS DALAM FIQH JINAYAH DAN
RELEVANSINYA DALAM KONTEKS HUKUM MODERN
Guna Memenui Tugas Ujian Akhir Semester
Mata Kuliah Fiqh Jinayah
Dosen Pengampu: Dr. Khoirul Anwar, M.Ag
Disusun Oleh:
Nama: Ambar Setiani
NIM: 33020210030
Abstract: Qiṣāṣ in the terminology of Islamic law is a retaliation applied in cases of
killing (qiṣāṣ fī an-nafs) and of uncritical wounding (qiṣāṣ fī mā dūn an- nafs). Is it now
relevance or not to exercise qiṣāṣ in order to prevent such cases? Nowadays, the debate
on this issue continues to flourish, which is apparently hard to concur for those who
involve in this debate stand on two different grounds, namely religious belief vs
humanistic perspective. Be that as it may, one cannot deny the fact that while qiṣhāṣ
constitutes one of Islamic doctrines that every moslem uphold, the application of
qiṣhāṣ itself seems to have greater effects on the society with which they can maintain
proper human rights.
Abstrak: Qisas dalam terminology hukum Islam adalah hukuman mati
yangdiberlakukan dalam kasus pembunuhan dan pada hasus yang lainnya. Apakah
pemberlakuan qisas pada saat sekarang masih relevan sehingga memiiki emampian
unuk menjegah terjadinya kasus sejenis. Perdebatan tentang human qisas terus
beranjut, paling tidak terdapat dua pendapat yang berbeda dengan dasar pemikiran dan
sudut pandanag yang berbdeda yaitu perspektif keyakian keagamaan dan perspektif
kemanusiaan (humanism).Seseorang tidak dapat menafikan wahwa qisas disamping
merupakan doktrin agama dan dijujung tinggi oleh umat Islam, qisas juga dirasalan
memeiliki efek yang lebih besar bagi masyarakat dan dengan hukuman qisas itu
masyarakat dalam memelihara hak- haknya engan baik.
2. Pendahuluan
Fiqh jinayah merupakan kajian ilmu hukum Islam yang berbicara tentang
kriminalitas. Dalam istilah yang lebih popular saat ini fiqh jinayah disebut sebagai
hukum pidana Islam. Secara etimologis, fiqih berasal dari kata هقف هقفي yang berarti
faham atau memahami ucapan secara baik, secara terminologis, fiqih didefisinikan
oleh wahab al-Zuhali dan Umar Sulaiman dengan mengutip definisi Al-Syafi’i
yaitu ilmu tentang hukum-hukum syariah yang bersifat amaliah yang digali dan
ditemukan dari dalil-dalil yang terperinci. Jadi, fiqih adalah ilmu tentang hukum-
hukum syari’ah yang bersifat praktis dan merupakan hasil mujtahid terhadap dalil-
dalil yang terperinci baik yang terdapat dalam Al-Qur’an maupun hadist.1
Adapun istilah Jinayah yang juga berasal dari bahasa arab dari kata ينجي
ية وجنا جنيا
–
جنى yang berarti melakukan dosa, itulah arti kata jinayah secara
etimonologis. Sedangkan secara terminologis jinayah didefinisikan dengan semua
perbuatan yang dilarang dan mengandung kemadaratan terhadap jiwa atau terhadap
selain jiwa, dan wajib dijatuhi hukum qishash atau membayar denda. Sedangkan
menurut istilah, jinayah pelanggaran terhadap badan yang didalamnya diwajibkan
qishash atau diyat. Jinayah juga bermaknakan sanksi-sanksi yang dijatuhkan atas
penganiyaan atas badan. Dengan demikian tindak penganiyaan itu sendiri dan
sanksi yang dijatuhkan atas penganiyaan badan disebut dengan jinayah.2
Jadi dapat disimpulkan bahwa fiqh jinayah adalah segala ketentuan hukum
mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang
mukallaf (orang yang dapat dibebani kewajiban), sebagai hasil dari pemahaman
atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al-Quran dan hadits. Tindak kriminal
yang dimaksud, adalah tindakan-tindakan kejahatan yang mengganggu
ketentraman umum serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan yang
bersumber dari Al-quran dan hadis.3
1
Irfan, N. (2022). Fiqh jinayah. Amzah.
2
Gunawan, H. (2017). Kitab Undang-Undang Fikih Jinayah (KUFJ). Jurnal El-Qanuniy:
Jurnal Ilmu-Ilmu Kesyariahan Dan Pranata Sosial, 3(2), 141-154.
3
Ali, H. Z. (2023). Hukum Pidana Islam. Sinar Grafika.
3. Pembahasan
Jinayah sendiri meliputi beberapa hukum, yaitu membunuh orang, melukai,
memotong anggota tubuh dan menghilangkan manfaat badan, misalnya
menghilangkan salah satu pancaindra. Pembunuhan dan penganiayaan sendiri
termasuk dalam perbuatan keji. Dalam Islam hukuman terhadap pelaku
pembunuhan dan penganiayaan disebut qisas. Qisas adalah memberikan perlakuan
yang sama kepada pelaku sebagaimana ia melakukannya terhadap korban.
Pengertian qishah sendiri berasal dari kata “qasasa’ yang artinya setimpal atau
sebanding. Hukuman ini dikenakan untuk menjaga keadilan dan keamanan sosial,
serta untuk menjamin hak-hak orang lain terlindungi dari tindak kejahatan. Selain
itu qishas juga dianggap sebagai bentuk tanggung jawab sosial yang harus diemban
oleh masyarakat muslim dalam menjaga kedamaian dan kesejahteraan.
Abdurrahman Madjrie dan Fauzan alAnshari mendefenisikan qisas sebagai
hukuman yang mengseimbangkan antara perbuatan dan pembelaan sehingga dapat
menjamin keselamatan jiwa dan kesempurnaan anggota badan manusia. Ini
menunjukkan bahwa hukuman itu sendiri mempunyai sifat keadilan dan
kesempurnaan karena telah memberi keseimbangan pada setiap pelaku, apabila
membunuh maka ia akan dibunuh, apabila melukai maka dia akan dilukai.
Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman:
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qiṣhāṣ
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang
merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa
yang mendapat suatu pema’afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema’afkan)
4. mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma’af) membayar
(diyat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian
itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat.Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”.4
Dari ayat di atas dapat disimpulkan bahwa qisas merupakan hukuman pokok
terhadap pelaku pembunuhan dan penganiayaan, qisas dapat diganti dengan
hukuman diyat apabila ada pemberian maaf oleh pihak korban, baik korban sendiri
maupun keluarga korban. Menurut Ibnu Rusyd pemberian maaf itu mesti dari
seluruh atau sebagian wali korban dengan syarat bahwa pemberi amnesti itu sudah
balig dan tamyiz, karena amnesti merupakan tindakan otentik yang tidak bisa
dilakukan oleh anak kecil dan orang gila.5
Namun di dalam Islam sendiri hukuman qishas tidak dapat dijatuhkan
secara sembarangan dan harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Ada
beberapa syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi sebelum hukuman qishas
dijatuhkan, seperti adanya bukti yang cukup dan adanya pengakuan dari pelaku
kejahataan. Pada hukum modern saat ini cenderung menerapkan hukuman yang
lebih proporsional dan memiliki tujuan rehabilitasi dan pemulihan bukan hanya
pembalasan. Hukuman qishas tak lain hanya bertujuan untuk memberikan balasan
pada pelaku kejahatan tanpa mempertimbangkan faktor-faktor seperti kondisi
mental maupun faktor sosial yang dapat mempengaruhi perilaku pelaku.
Pertanyaannya adalah apakah relevan untuk memberlakuan hukuman qisas
untuk saat ini? Dalam menyikapi hal tersebut, ada yang setuju dan sekaligus juga
ada yang menentang. Bagi yang setuju dengan qisas sebagai sanksi dari
pelanggaran serius bukanya tanpa alasan. Alasannya adalah penggunaan hukuman
qisas akan sangat efektif dalam mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan yang
dapat dikualifikasikan kejahatan yang berat. Kecuali itu, hukuman qisas memiliki
tingkat efektif yang lebih tinggi dari hukuman lainnya karena memiliki efek yang
4
Darussamin, Z. (2014). QIṢĀṢ DALAM ISLAM DAN RELEVANSINYA DENGAN MASA
KINI. Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum, 48(1).
5
Ibnu Rusyd, Bidāyat al-Mujtahid, (Jakarta: Pustaka Aman, t.t.), hlm. 67.
5. menakutkan disamping juga lebih hemat. Hukuman qisas akan menyebabkan orang
mengurungkan niatnya untuk melakukan tindak pidana, sehingga bisa dijadikan
sebagai alat untuk prevensi umum maupun prevensi khusus sekaligus pembelajaran
bagi khalayak akan arti pentingnya menjaga hak-hak sesama dan tidak
melanggarnya. Masyarakat menginginkan keadilan, di mana bagi seorang
pembunuh sepantasnnya di bunuh pula.Ini terbukti dengan adanya idiom di dalam
masyarakat yang mengatakan “hutang budi dibayar budi dan hutang nyawa dibayar
nyawa”.
Bagi mereka yang menolak hukum qishas beranggapan bahwa qishas
melanggar hak asasi manusia. Hukum qishas melanggar tujuan syari’ah yakni; hifź
an-nafs. Hidup dan kehidupan adalah anugerah dan karunia yang diberikan Allah
kepada manusia, dan hanya Allah sendiri yang bisa mengambilnya. Allah
berfirman; “Allah yang menciptakan mati dan hidup untuk menguji kamu,siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia mahaperkasa, maha pengampun”.6
Perdebatan tersebut muncul karena qisas akan melibatkan dua ranah yang
mempunyai karakter dan kecenderungan gerak yang berbeda dan diperbedakan,
yakni ranah vertikal independen (keimanan) dan ranah horizontal (sosial
humaniora).
Relevansi hukum qishas para jumhur ulama menetapkan qishah sebagai
balasan terhadap tindak pidana pembunuhan dan penganiayaan. Dasar yang mereka
gunakan terdapat di dalam Al-Qur’an maupun hadis secara eksplisit. Dalam
menyikapi hal ini terdapat pro-kontra pada kalangan ulama terhadap pemberlakuan
qishas, karena berkaitan dengan keimanan dan rasa kemanusiaan. Unsur dalam
beragama sendiri adalah adanya keyakinan, oleh karena itu semua yang berkaitan
dengan agama kecenderungan logis bukan rasional. Ketaatan terhadap segala
bentuk sacral merupakan wujud dari tingkat keimanan seseorang.7
6
Q.S. al-Mulk: 2.
7
Ratno Lukito, Islamic Law and Adat Encounter: The Experience of Indonesia, (Jakarta: INIS,
1998), hlm. 18.
6. Diakui bahwa pemberlakuan qishas dalam Islam tidak terlepas dari tradisi
dan budaya masyarakat Arab pra-Islam. Mereka hidup dengan berperadaban
nomaden berperilaku penuh dengan kekerasan dan pendendam. Membunuh adalah
sesuatu yang wajar bagi mereka. Akan tetapi ada aturan yang berlaku, bagi siapa
yang membunuh dia akan diqisas atau dibunuh. Ketika seorang hamba dibunuh
maka mereka meminta ganti bunuh orang merdeka dan ketika seorang wanita
dibunuh maka mereka meminta ganti bunuh laki-laki. Hal ini sejalan dengan sabab
nuzul ayat qisas dengan melakukan sedikit modifikasi.8
Ketentuan hukum yang pada mulanya diperuntukkan kepada masyarakat
Arab muslim pada saat itu dan tidak pada masyarakat muslim non-Arab, juga
dituntut untuk memberlakukan hukum qisas-diyat. Hal ini karena kesamaan
teologis yang dianut oleh bangsa Arab dengan non-Arab dan semestinya
menyamakan segala sisinya secara total, baik dimensi sakral maupun profane dari
agama Islam-Arab.9
Tentunya berbeda dengan pertimbangan agama (keimanan)
yang bergerak pada spirit manusia baik sebagai individu maupun bagian tak
terpisahkan dalam masyarakat. Hukum qisas-diyat merupakan ketentuan yang
secara eksplisi dijelaskan dalam al-Qur`an dan hadis. Dan oleh karena itu harus
dipatuhi oleh seluruh penganutnya tanpa di batasi wilayah geografis dan masa
tertentu. Qisas adalah jalan untuk mendidik semua umat dan bangsa-bangsa di
dunia, meninggalkan hukuman qisas berarti memberi angin segar kepada orang-
orang jahat dan membuat mereka berani membunuh seenaknya, sebab hukuman
penjara ternyata tidak berhasil mencegah sebagian besar orang untuk melakukan
pembunuhan bahkan mereka merasa lebih baik hidup di penjara daripada di rumah
sendiri.10
Alasan lain yang memperkuat hukum qisas berlaku untuk semua masyarakat
muslim, yaitu legalitas hukum, penghargaan terhadap kehidupan, hukuman
8
Wahbah az-Zuhaily, Tafsir al-Munīr, (Beirut: Dār al-Fikr al-Mu’așir, t.t.), I: 105.
9
Lihat Ratno Lukito, Islamic Law and Adat Encounter, hlm. 40.
10
Ahmad Musthofa al-Maraghi, Terjemah Tafsir al-Maraghi, (Bandung: Rosda 54 .Bandung,
1987), hlm. 74
7. kausalitas, dan nilai ta’dib dan ta’lim.11
Berkaitan dengan pendapat yang
menyatakan hukum qisas melanggar hak asasi manusia dibantah oleh M. Rasyid
Ridha. Beliau menyatakan bahwa adanya hukum qisas menekankan pentingnya
pemeliharaan kehidupan sehingga pembalasan merupakan hal yang diperlukan
sebagai sarananya. Oleh karena apabila setiap pelaku pembunuhan diganjar dengan
hukuman qisas, dengan sendirinya ia akan terkekang untuk melakukan
pembunuhan.
Hukuman qisas bukanlah pembalasan untuk menyakiti maupun untuk
melampiaskan balas dendam, tetapi hukuman ini lebih tinggi, yaitu untuk
kelangsungan kehidupan di jalan kehidupan, bahkan qishas sendiri merupakan
jaminan kehidupan. Allah SWT berfirman: “Dan dalam qisas itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu hai orang-orang yang berakal supaya kamu
bertakwa”.12
Jaminan kelangsungan hidup di dalam qishas dari berhentinya para
penjahat melakukan kejahatan, karena orang yang yakin bahwa ia harus
menyerahkan hidupnya untuk membayar kehidupan orang yang dibunuhnya, maka
sudah sepantasnya ia merenungkan, memikirkan dan menimbang-nimbang.
Kehidupan dalam qishas ini juga bersumber dari terobatinya hati keluarga yang
terbunuh apapabila si pembunuh itu dibalas dengan pembunuhan pula. Ini untuk
mengobati hati dari dendam dan keinginan untuk melakukan serangan. Serangan
yang tidak hanya terhenti pada batas tertentu saja, seperti pada Arab hingga
berlanjut menjadi peperangan yang sengit selama empat puluh tahun, seperti yang
terjadi dalam perang Basus yang terkenal di kalangan mereka, dan seperti yang kita
lihat dalam realita hidup kita sekarang di mana kehidupan mengalir di tempat dan
pembantaian dendam keluarga dari generasi ke generasi dengan tiada yang
menghentikannya.13
Selain itu terdapat qishas dalam Hukum Positif di Indonesia. Indonesia
adalah negara dengan mayoritas penduduknya muslim yang seharusnya
11
Abdurrahman Madjrie dan Fauzan al-Anshari, Qisash; Pembalasan yang Hak, hlm. 21.
12
1 QS. al-Baqarah: 179.
13
M. Sayyid Quthub, Fī Źilâl al-Qur’ân (Beirut: Dâr asy- Syuruq, 1992), hlm. 294.
8. memberlakukan hukum qishas, namun fakta menunjukkan Indonesia tidak
memberlakukan hukum qishas. Sebabnya adalah karena negara Indonesia tidak
menjadikan hukum Islam sebagai dasar hukumnya, maka dengan sendirinya qishas
tidak dapat dilaksanakan. Berbeda keadaannya apabila negara ini menyatakan
dalam konstitusinya hukum Islam sebagai dasar hukumnya, maka qishas wajib
dilaksanakan. Karena pelaksanaan hukum qisas melibatkan negara dan tidak bisa
dilaksanakan secara perorangan.14
Sekalipun Indonesia tidak mencantumkan qishas
dalam perundang-undangannya, namun Indonesia menerapkan hukuman mati
dalam hukum positifnya. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
dijelaskan tentang kejahatan-kejahatan yang dapat dijatuhi hukuman mati, yaitu;
pertama, pasal 104, tentang perbuatan makar terhadap presiden dan wakil presiden;
kedua, pasal 111 ayat 2, tentang membujuk negara asing untuk bermusuhan atau
berperang dengan RI; ketiga, pasal 124 ayat 3, tentang membantu musuh waktu
perang; keempat, pasal 140 ayat 3, tentang makar terhadap raja atau kepala negara-
negara sahabat yang direncanakan dan berakibat mati; kelima, pasal 340, tentang
pembunuhan berencana; keenam, pasal 365 ayat 4, tentang pencurian dengan
kekerasan yang mengakibatkan luka berat atau mati; ketujuh, pasal 444, tentang
pembajakan di laut, pesisir dan sungai yang mengakibatkan kematian.15
Perbedaan antara pidana mati dalam KUHP dengan qishas dalam hukum
pidana Islam yaitu, pidana mati dalam KUHP masuk dalam jenis pidana pokok,
sedangkan qisas alam hukum pidana Islam termasuk jenis pidana pokok (așliyyah)
tetapi memungkinkan pidana pengganti (diyat), yang berhak menentukan hukuman
mati dalam KUHP hanyalah hakim, sedangkan qishas di samping hakim juga ahli
waris korban, tujuan pidana mati dalam KUHP bersifat retribution dan prevensi,
sedangkan qihsas dalam hukum pidana Islam bersifat reformation, deterrence,
keimanan, dan pemeliharaan, dan pidana mati dalam KUHP merupakan pidana
14
Abdurrahman Madjrie dan Fauzan al-Anshari, Qishâsh; Pembalasan yang Hak, hlm. 41.
15
Lihat R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Bogor: Politeia, 1980), hlm. 93-257.
9. pokok yang bersifat khusus (hanya kepentingan pelaku), sedangkan qishas dalam
hukum pidana Islam adalah untuk kepentingan korban dan keluarga korban.16
Pemberlakuan pidana mati khususnya terhadap pelaku pembunuhan dalam
hukum positif Indonesia masih perlu dipertahankan, meskipun terdapat pro dan
kontra. Pertimbangannya terutama untuk menumbuhkan rasa keadilan dan
ketentraman masyarakat. Masyarakat menginginkan keadilan, di mana bagi seorang
pembunuh sepantasnnya di bunuh pula. Ini terbukti dengan adanya idiom didalam
masyarakat yang mengatakan “Hutang budi dibayar budi dan hutang nyawa dibayar
nyawa”. Alasan lainnya adalah bahwa pidana mati dapat menjadi alat represif yang
kuat bagi pemerintah untuk melindungi ketentraman dan ketertiban hukum
masyarakat. Apalagi jika pelaksanaan eksekusi dilakukan di depan umum
diharapkan timbulnya rasa takut yang lebih besar untuk berbuat kejahatan.17
Penutup
Qisas merupakan hukuman dengan memberikan akibat yang sama pada
seseorang yang menghilangkan nyawa, melukai atau menghilangkan anggota badan
orang lain seperti apa yang telah diperbuatnya. Kalau membunuh si pelaku mesti
dibunuh dan kalau melukai si pelaku mesti dilukai. Hukum qisas dalam sistem
pemidanaan Islam dapat diidentifikasi sebagai bentuk adopsi hukum Islam atas
praktek masyarakat Arab pra-Islam. Al-Qur’an maupun praktek Nabi boleh jadi
telah memperkenalkan beberapa modifikasi terhadap praktek hukuman ini, akan
tetapi ide utama dari prinsip-prinsip yang mendasarinya tidaklah bersifat baru dan
telah lama dipraktekkan jauh sebelum munculnya Islam. Dewasa ini, penggunaan
hukuman qisas dipandang sangat relevan dalam mencegah terjadinya kejahatan-
kejahatan yang dapat dikualifikasikan kejahatan yang berat, meskipun terjadi pro
dan kotra dalam masalah tersebut. Qisas merupakan ajaran agama, namun
pelaksanaannya melibatkan negara. Maka oleh karena itu pelaksanaanya sulit
16
Tata cara pelaksanaan mati dalam hukum positif Indonesia diatur 70 berdasarkan Penetapan
Presiden RI No. 2 Tahun 1964. Lebih lanjut baca R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana,
(Bogor: Politeia, 1980), hlm. .349-354.
17
R. Tresna, Azas-Azas Hukum Pidana, hlm. 27
11. DAFTAR PUSTAKA
Al-Maraghi, A. M. (1987). Tafsir Al-Maraghi. Bandung: Rosda.
Darussamin. (2014). Qisas Dalam Islam dan Relevansinya Pada Masa Kini. Jurnal Ilmu
Syariah dab Hukum, 48.
H., G. (2017). Kitab Undang-undang Fiqh Jinayah. El-Qanuniy: Jurnal Ilmu-ilmu
Kesyariahan dan Pranata Sosial, 141-154.
H.Z., A. (2023). Hukum Pidana Islam. Sinar Grafika.
Lukito, R. (1998). Islamic Law and Adat Encounter. Jakarta: INIS.
Soesilo, L. R. (1987). Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Bogor: Politeia.