SlideShare a Scribd company logo
1
HUKUM PIDANA (AL-‘UQUBAT) DAN HUKUMAN (AL-HUDUD)
An Nisaa Darwisy Fitrada
33020210152
UIN Salatiga
Abstrac: Ta'zir is a part of ‘uqubat (punishment) in Islamic criminal law against something
jarimah (error) or in the form of immorality that has been committed by someone. There are
several forms of at uqubat in Islamic criminal law: first; jarimah hudud, second; jarimah diyat
or qisas, and third; jarimah ta'zir. Ta'zir is a predetermined punishment for jarimah ta'zir. The
forms are various, but the determination is left to the authorized party, namely the legislative
body or the judge. Ta'zir is a punishment that is educational in nature for sin (immorality)
whose punishment has not been determined by syara ', so it must be determined by waliyu amri
or the government, because there are no clear texts mentioned by the shari'a in the Al-Qur'an
and Al -Hadits. Jarimah ta'zir can be divided into two parts, namely: first; jarimah ta'zir, which
is confusing the rights of Allah, and secondly; jarimah ta'zir, which is confusing to individual
or human rights. The purpose of the sentence is determined to cleanse, shape and improve the
perpetrators of disobedience and as a form of protection for the community.
Abstrak: Ta'zir adalah bagian dari 'uqubat (hukuman) dalam hukum pidana Islam terhadap
sesuatu jarimah (kesalahan) atau berupa maksiat yang dilakukan oleh seseorang. Ada beberapa
bentuk at uqubat dalam hukum pidana Islam: pertama; jarimah hudud, kedua; jarimah diyat
atau qisas, dan ketiga; jarimah ta'zir. Ta'zir adalah hukuman yang telah ditentukan untuk
jarimah ta'zir. Bentuknya bermacam-macam, namun penetapannya diserahkan kepada pihak
yang berwenang yaitu lembaga legislatif atau hakim. Ta’zir adalah hukuman yang bersifat
mendidik bagi perbuatan dosa (maksiat) yang hukumannya belum ditentukan oleh syara’,
sehingga harus ditentukan oleh waliyu amri atau pemerintah, karena tidak ada nas yang jelas
disebutkan oleh syariat dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits. Jarimah ta'zir dapat dibagi menjadi
dua bagian, yaitu: pertama; jarimah ta'zir, yaitu mengacaukan hak-hak Allah, dan kedua;
jarimah ta'zir, yang membingungkan individu atau hak asasi manusia. Tujuan pemidanaan
ditentukan untuk membersihkan, membentuk dan memperbaiki pelaku kemaksiatan dan
sebagai bentuk perlindungan bagi masyarakat.
Kata kunci: Ta'zir, Hukum, Pidana, Islam
2
PENDAHULUAN
Ta’zir adalah bagian dari ‘uqubat (hukuman) dalam hukum pidana Islam atau balasan
terhadap sesuatu jarimah (kesalahan) berupa maksiat yang telah dilakukan oleh seseorang. Ada
beberapa bentuk ‘uqubat dalam hukum pidana Islam: pertama; jarimah hudud, kedua; jarimah
diyat atau qisas, dan ketiga; jarimah ta’zir.
Ta’zir adalah hukuman yang telah ditentukan untuk jarimah ta’zir. Bentuknya
bermacam – macam, tetapi penentuannya diserahkan kepada pihak pemerintah atau yang
berwenang, yaitu lembaga legislative atau hakim (waliyul amri atau imam). Menurut Al-
Mawardi: “ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa (maksiat) yang
hukumannya belum ditetapkan oleh syara’”.1
Penegakan suatu hukum di sebuah Negara, khususnya Negara Islam, harus sesuai
dengan kehendak syari’ sebagai penentu suatu hukum, yaitu Allah (SWT) dan Rasul-Nya Nabi
Muhammad (SAW). Ketika hukuman tersebut tidak disebutkan atau ditentukan oleh syari’,
baik itu dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, maka waliyul amri atau pemerintah sebagai
perpanjangan tangan atau khalifah Allah (SWT) dan Rasul-Nya, mereka harus menetapkan
hukum tersebut sesuai dengan kehendak syari’.
Dengan itu, sehingga hukum ini bisa ditegakkan dengan sebenarnya dan bisa membawa
kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat pada umumnya dan bagi penganut agama
Islam khususnya. selanjutnya menjadi sebuah Negara yang berada dibawah naungan Allah dan
Rasul-Nya, yaitu Negara yang diridhai oleh keduanya, karena hukum yang detgakkan tersebut
sesuai dengan kehendaknya.
Tujuan Penelitian
Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui pemikiran atau sudut pandang
mengenai Hukum Pidana (Al-‘Uqubat) dan Hukuman (Al-Hudud)
Metode Penelitian
Adapun metode penelitian ini dilakukan dalam dua tahap:2
1. Metode Pengumpulan Data (Library Research)
Studi Kepustakaan (Library Research) yaitu, untuk mencari data skunder
dengan mempelajari peraturan-peraturan yang telah ada dan berbagai literatur –
1
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Piadana Islam, cet. 6., (Bulan Bnitang: Jakarta, 2005), hlm. 268- 270.
2
Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Gramedia, Jakarta,1997).hal.34
3
literatur berupa buku- buku dan makalah, artikel, jurnal dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penelitian ini.
2. Pendekatan Penelitian (Field Research)
Pendekatan Penelitian (Field Research) Dari segi pendekatan penelitian juga
menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis/empiris yakni pendekatan
terhadap masalah dengan melihat norma-norma/ ketentuan hukum yang
berlaku, kemudian dihubungkan dengan fakta-fakta yang ada dari permasalahan
yang akan diteliti.3
PEMBAHASAN
A. Tindak Pidana dan Masyarakat
Dapat diyakini bahwa semakin tinggi peradaban manusia, syetan semakin
memainkan perannya. Orang menjadi “zhalim” (aniaya) dan “jahl” (bodoh). (QS.
33:72),bukannya terus mengikuti petunjuk yang diberikan oleh sang pencipta melalui
Rasul dan Nabi-Nya sepanjang masa. Tak peduli betapun murni dan barunya suatu
masyarakat tertentu, tindak pidana akan tetap dilakukan meskipun ada tingkat
perbedaannya. Oleh karena itu kita sangat perlu meneliti masalah – masalah criminal
ini dan sebab – sabab yang mempengaruhinya, mempelajari orang – orang yang
melakukan tindak pidana ini juga sifat kejiwaannya, untuk mencegah meningkatnya
kriminalitas pada masa yang akan datang.
Dimanpun juga, masyarakat perlu disalahkan, demikian pula tatanan
kelembagaan sosial, para pemimpin serta anggota masyarakat yang membantu dan
merangsang timbulnya suatu tindak pidana tertentu. Ibn Hazam Ketika membahas
tentang keadaan seorang lelaki yang tiada berdaya, didorong oleh laparnya, lalu
memakan bangkai, daging basah atau babi yang diharamkan dalam islam, berkata:
“Haram hukumnya bagi muslim menyantap makanan yang haram ini sekalipun
dalam keadaan tak berdaya, apabila tetangganya yang muslim atau Dzimami atau para
anggota masyarakat memiliki makanan dan minuman halal dari yang mereka perlukan,
karena orang – orang berlebih itu diwajibkan untuk memberi makan mereka yang
lapar. Dalam keadaan demikian, dia para tetangganya yang kaya. Lalu dia harus
berjuang dalam upayanya memperoleh makanan dan dia terbunuh maka pembununya
3
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni, thn 1994), hal.
101.
4
akan menghadapi Hukum Qiyash. Dia akan dianggap sebagai orang yang
memberontak (baghi)”.4
Orang yang menghalangi saudaranya dari memperoleh haknya yang halal akan
dianggap sebagai seorang pemberontak. Dengan alasan inilah Abu Bakar memerangi
mereka yang menolak yang membayar zakat.
Apabila masyarakat hak individu para anggotanya, makai a harus ditegur karena
Al-Qur’an mengatakan:
“Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan
yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu
Kembali kepada perintah Allah”.5
Dalam islam, masyarakat lebih diutamakan diatas perorangan dan karenanya
kepentingan masyarakat yang lebih didahulukan bukan sebaliknya. Oleh sebab itu
setiap keriminal yang dilakukan mengganggu kedamaian ketentraman masyarakat akan
dianggap sebagai kejahatan terhadap allah, sang pencipta. Sebagaimana telah kita
ketahui, masyarakat tak berhak zhalim pribadi anggotanya jika kepentingan para
individu itu tidak menimbulkan ancaman terhadap hak – hak orang lain ataupun
masyarakat.
Dengan latar belakang ini Syari’at tidak setuju dengan teori sistematik atau
pengujian untuk menentukan masalah abnormalitas dan kriminalitas. Menurut teori
sistematis tersebut, “tak ada Tindakan yang dapat disebut kriminal jika pada saat
Tindakan tesebut, pelakunya mengalami kekacauan mental atau adanya dorongan tak
terhenti yang benar – benar tidak tertahankan sehingga menyebabkan hilangnya
keseimbangan mental atauoun emosi”.
Ketika Ali bin Abi Thalib berkata kepada Umar bin Khattab: “Apakah engkau
mengetahui terhadap siapakah kebaikan atau kejahatan tidak dicatat, dan tidak
bertanggung jawab atas apa yang dilakukan: orang yang gila sampai dia waras; anak –
anak sampai dia baligh (puber); dan orang yang tidur sampai dia bangun”. (Riwayat
Bukhari) Syari’at juga sependapat dengan pandangan tersebut bahwa taka da Tindakan
yang dapat disebut criminal bila pada waktu perbuatan itu dijalankan, pelakunya
mengalami gangguan mental, tetapi juga tidak menyama – ratakan
(menggeneralisasikan) dan menganggap setiap Tindakan criminal sebagai kekacauan
4
Ibn Hazam, Al-Muhalla, jil. VI, hlm. 159
5
QS. 49 / Al-Hujarat: 9
5
mental atau setiap perbuatan jahat semata – mata merupan bentuk dorongan batin yang
tak terkendalikan. Kejahatan dan dosa sering merupakan penjelmaan dari sifat
mementingkan diri sendiri, tamak, nafsu membalas dendam, perbutan berlebihan dan
keangkuhan yang terdapat pada manusia.
Tak diragukan lagi, kesedian berbuat baik merupakan suatu kebaikan yang ideal
asalkan ia tidak membuka jalan untuk menggoda dan merangsang meluasnya kerusuhan
di dunia (Fasad bil Ardh). Tingkat kejahatan jelas akan menigkat bila tak ada alat yang
menjeraknnya yang dijalankan oleh para pengelola urusan masyarakat. Pada abad ke-
20 kita telah melihat bahwa berbagai Tindakan pidana sangat mengganggu apa yang
disebut dunia yang “beradab”. Tak aneh bahwa orang tidak dapat bergerak dengan
bebas tanpa rasa takut dijalan – jalan kota besar dibarat pada waktu senja dimana para
pencopet, pencuri, dan pelaku – pelaku kejahatan dimasyarakat berkeliaran
menghalangi orang – orang dari kalangan yang mendasar untuk bergerak di “Bumi
Allah”! Tahun lalu, penulis menghadiri suatu kompetisi di New York, kemudian
berjalan mengelilingi Amerika Serikat. Penulis disarankan oleh kawan – kawan agar
tidak membawa uang yang banyak juga jangan pergi dengan kantong kosong. Setelah
bertanya – tanya, penulis diberitahukan bahwa kalau membawa uang yang bayak juga
jangan pergi denga kantong yang kosong. Setelah bertanya – tanya, penulis
diberitahukan bahwa kalau membawa uang banyak, seorang penjahat mungkin akan
menghadanya dan merampas segala sesuatu yang dibawa tetapi jika dia gagal
memperoleh sedikitpun barang yang berharga, niscaya bisa jadi dia akan menyerangnya
karena kecewa dan nekad.
Dr. James Seth telah berkata teori hukuman dan saling ketergantungan sekali –
kali tidaklah saling menutup. Menurutnya, berdasarkan sifat kebajikan manusia dan
kepribadiannya, maka “criminal harus diyakinkan dengan hukuman yang adil”. Tetapi
pertanyaanya adalah “bagaimana anda akan menyakinkan Tindak criminal yang telah
dilakukan oleh seorang bandit yang parah, bertindak seperti orang yang ingin
membunuh, perampok yang bersenjata, dan terus melakukan pencurian disertai
hukuman yang adil. Ada hukum allah yang harus disadarinya sejak masa kanak –
kanaknya dalam sebuah keluarga muslim. Huku “Hadd” yang menjerakan yang dia
lihat dan dia dengar akan menyadarkan betapa besarnya resiko atas perbuatan criminal
yang dilakukan. Tetapai kalau syaitan, musuh yang nyata bagi manusia (Aduwum Al-
Mubin), telah meyakinkan lebih daripada “adilnya hukuman”, lantas bagaimana
seseorang dapat menghentikan yang lainnya agar tidak terjebak dalam perangkap yang
6
sama lagi. Menurut para pemikir terkemuka seperti Hejel, hukuman itu sendiri
cenderung untuk mengubah si pelanggar.
Syarat islam telah menetapkan dua macam hukuman, dan orang diarahkan agar
mengajari, memperbaiki dan mendidik diriya sendiri agar tidak melakukan suatu tindak
pidana serupa, serta memberi kesempatan untuk memulihkan dirinya sebagai seorang
anggota masyarakat yang baik dan tidak merugikan. Bentuk hukuman yang ringan ini
disebut “Ta’dzir”, berarti memberi rasa malu atau aib atas perbuatan criminal yang telah
dilakukan terhadap suatu anggota masyarakat; atau dengan kata lain terhadap
masyarakat itu sendiri. Ta’dzir tetap merupakan pertimbangan bagi hakim (Qadhi) yang
shaleh dan terpelajar apakah ia dalam bentuk cambukan dimuka umum, dibuang atau
dipenjarakan atau bahkan diperingatkan dan ditegur agar menjadi lebih baik pada masa
berikutnya.
Terhadap perilaku kriminal Hukum Syaria’at tidak mengenal penjara yang
nyaman didalam rumah, makan yang vaik dan enak, perlengkapan rumah, pesawat
televisi da radio serta lapangan untuk berolahraga.
B. Hudud dan Ta’dzirat
Hukuman Hadd hanya diberikan apabila pelanggaran atas hak – hak
masyarakat.
Kata “Hudud” merupakan kata jamak Bahasa arab “Hadd” yang berarti
pencegah, penegakan atau larangan, dan karenanya ia merupakan suatu peraturan yang
bersifat membatasi atau mencegah atau undang – undang dari allah berkenan dengan
hal – hal yang boleh (halal) dan terlarang (haram).
Hudud allah tersebut terbagi menjadi dua kategori yaitu, Pertama peraturan
yang menjelaskan kepada manusia berhubungan dengan makanan, minuman,
perkawinan, perceraian, dan lain – lain yang diperbolehkan dan yang dilarang. Kedua
hukuman – hukuman yang ditetapkan atau diputuskan agar dikenakan kepada seseorang
yang melakukan hal yang terlarang untuk dikerjakan.
Dalam hukum islam, kata “Hudud” dibatasi untuk hukuman karena tindak
pidana yang disebutkan oleh Al-Quranulkarim atau Sunnah Nabi SAW, sedangkan
hukuman lain ditetapkan dengan pertimbangan Qadhi atau penguasa yang disebut
“Ta’dzir” (mempermalukan pelaku pidana). Sedangkan kata umum untuk hukuman
“Uqubah” berasal dari “Aqb” yang artinya “suatu hal yang datang setelah yang
lainnya”, karena hukuman dikekan setelah pelanggaran atas batas – batas ditetapkan
7
oleh hukum illahi. Inilah sebabnya ketetapan hukuman dalam islam disebut “al-
Uqubaat” sebagaimana telah disebutkan diatas.
Kita harus mencamkan dalam hati bahwa semua pelanggaran dan
pembangkangan atas ketetapan – ketetapan illahi secara umum tidak dapat dihukum
karena hukuman itu hanya dapat dikenakan dalam kasus – kasus adanya pemerkosaan
atau pelanggaran atas hak – hak masyarakat atau orang lain. Sebagai contoh, jika
seseorang meninggalkan shalat, tidak mengerjakan puasa atau tidak menunaikan ibadah
haji pada saat dia mampu, mereka tak dapat mengeluarkan hak – hak si miskin dari
hartanya, yang merupakan sedekah sekaligus juga “pajak” dari yang kaya kepada fakir
miskin, maka dia akan dihukum sesuai dengan pelanggaran tersebut.
Nabi SAW telah menunjuk para pertugas untuk mengumpulkan zakat dan
diterimanya di “Bait Al-Maal” (Perbendaharaan), maka hal ini menunjukkan bahwa
pengumpulannya merupakan suatu kewajiban negara islam. Sejarah Islam mencatat
bahwa Ketika beberapa suku arab tertentu menolak membayar zakat, maka khalifah abu
bakar mengirim tentara untuk memerangi mereka, karena suku (kelompok masyarakat)
yang tidak memberikan zakat sama dengan memberontak terhadap negara islam dan
melanggar hak – hak kaum papa.
Tindak pidana yang dapat dihukum dalam Syari’at ini merupakan hal yang
mempengaruhi masyarakat. Al-Quranulkarim telah memerincikan, yaitu pembunuhan
(Qatl), Pembegalan atau perampokan (Hirabah), pencurian (Sariqah), perzinahan
(Zina), dan tuduhan zina (Qadzaf), kami akan membahas tindak – tindak pidana ini dan
hukumannya dengan terperinci, tetapi patut dipahami bahwa Al-Quranulkarim telah
menetapkan suatu ketentuan umum bagi hukuman karena pelangaran – pelanggaran
dalam ayat berikut: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa,
maka barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas
(tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang – orang yang zhalim”.6
Prinsip mulia ini sangat penting serta ditetapkan baik kepada pribadi yang
melaksanakan pelanggaran terhadap orang lain maupun juga pelanggaran yang
dilakukan terhadap masyarakat. Terdapat sejumlah al-qur’an yang berhubungan dengan
hukuman terhadap para pelanggar sebagai petunjuk bagi ummah: “Dan apabila kamu
menghukum maka bukanlah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang
ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang baik
6
QS. 42/Asy-Syura: 40
8
untuk orang – orang yang sabar”. (QS. 16: 126). “Dan barangsiapa membalas seimbang
dengan penganiayaan yang pernah ia derita kemudian ia dianiaya (lagi), pasti allah akan
menolongnya”. (QS. 22: 60). “Maka barangsiapa yang menyerang kamu, maka
seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu”. (QS. 2: 194).
Dalam ayat yang dikutip diatas serta ayat – ayat al-qur’anlain yang sama,
ditetapkan suatu ketentuan bagi perorangan yang dilanggar, yaitu pertama – tama
sebaiknya dia berusaha memaafkan penyerangannya asalkan dia, si penyerang, menjadi
baik (bertaubat) dengan maaf yang diberikan. Berdasarkan ayat tersebut apabila
hukuman atas kejahatan ditimpakan. Setiap undang – undang tentang hukuman yang
bertujuan memperbaiki harus didasarkan pada prinsip ini. Ada satu point menarik untuk
diingat yaitu, pada umumnya al-qur’an menggunakan kata yang sama untuk hukuman
serta tindak pidana. Dengan demikian, dalam QS. Al-Syura: 40, baik kejahatan maupun
hukumannya disebut “Syyi’ah”: dalam QS. Al-Nahl: 21, serta QS. Al-Hajj: 60, kata
yang digunakan berasal dari “Uqubah; serta dalam QS. Al-Baqarah: 194, kata yang
digunakan yaitu “I’tida”. Penggunaan kata yang sama untuk kejahatan dalam perkara
pidana dan hukumannya menunjukkan bahwa hukuman itu sendiri meskipun
dibenarkan berdasarkan keadaannya, tetapi sesungguhnya ia tidak lain daripada
kejahatan yang diperlukan.
Maka dari itu kaum muslimin diminta agar memperoleh hak – haknya baik
dalam urusan pribadi maupun kemasyarakatan melalui proses penetapan hukum atas
masalah itu oleh hakim yang berwenang, bukan dengan main hakim sendiri. Apabila
tidak demikian, mereka akan termasuk pada para pelaku penganiayaan (zhalimun).
Dalam pertahanan pribadi juga demikian, mereka harus berlaku adil dalam
menggunakan jumlah pertahanan yang diperlukan. Tetapi dalam semua kasus mereka,
mereka tidak boleh menuntut ganti rugi yang lebih besar dari pada luka yang
dideritanya. Paling banyak yang dapat mereka lakukan yaitu menuntut balas/ganti rugi
yang sama, yaitu kerugian yang sama dengan kerugian yang telah mereka timbulkan,
tidak lebih dari itu.
Namun bentuk yang ideal yaitu tidak menuntut balas sama sekali melainkan
berdamai dan memaafkan sehingga membuat si pelanggar/pelaku menjadi sadar dengan
sesungguhnya atas akibat dari serangan itu sepanjang hal tersebut tidak bertentangan
dengan kepentingan masyarakat umum dan tidak mencederai masyarakat itu secara
keseluruhan. Sedangkan dalam kasus yang terakhir ini, maka hukuman yang
menjerakan harus dikenakan. Al-Qur’an menganjurkan jalan kebaikan: “Dan tidaklah
9
sama kebaikkan dengan kejahatan. Tidaklah kejahatan itu dengan cara lebih baik,
maka dengan demikian orang yang antaramu dan dia (tadinya) ada permusnahan
seoalah – olah telah menjadi teman yang sangat setia”.7
Namun kebaikan semacam ini hanya akan diberikan oleh orang yang melatih
kesabaran, penyantun dan mengekang dirinya sendiri, orang yang benar – benar
memiliki jiwa besar. (QS. 41:34). Maka mereka akan memperoleh ganjaran dua kali
dari Allah, penciptanya, sebab mereka telah menghindari serta berusaha mencegah
kejahatan dengan kebaikan (QS. 28:54). Dalam Al-Qur’an surat Al-Mu’minun (23)
ayat 96, kaum muslimin secara khusus diperintahkan agar menolah kejahatan dengan
cara yang terbaik (QS. 23:96).
Dengan demikian kaum muslimin diajarkan agar menjadi orang yang sabar
(Shabirun), namun juga mereka diperintahkan untuk mencegah terulangnya tindak
pidana tersebut dengan mengambil Langkah pencegahan dan kewajiban usaha baik
secara fisik maupun moral. Bentuk akhlak yang terbaik yaitu mengubah kebencian
menjadi persahabatan dengan maaf dan cinta kasih, sebab Al-Quran menyartakan:
“Maka barang siapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas
(tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang – orang yang zalim”.
(QS. 42:40).
Pada saat menafsirkan ayat tersebut, Yusuf Ali berkata dengan tepat bahwa
“perbaikkan kesalahan yang aktif ini, baik dengan cara fisik, moral ataupu spiritual
yang diperintahkan sebagai yang lebih baik yaitu suatu antithese terhadap ajaran yang
hewani, ketika engkau terpengaruh atas kelancangan tersebut, dan membalas juga
kepada yang lain. Cara ini tidak akan menindak melainkan meningkatkan pelanggaran.
Hal tersebut tidak akan dilaksanakan kecuali oleh orang – orang pengecut dan hanya
dijejali oleh kemunafikan, atau orang yang ingin memperbudak yang lainnya
menghilangkan haknya untuk mempertahankan diri. Ajaran menawarkan kelancangan
yang lain Ketika seseorang diserang oleh orang lain terdapat dalam Matius (5:30) dan
Lukas (6:29) meskipun tidak harus dipercaya bahwa ketentuan yang melawan hakikat
serta tidak dapat dipraktikkan ini (konon) diajarkan oleh Nabi Isa.
Hukuman atas Tindakan pidana dapat dibagi menjadi empat yaitu sebagai
berikut:
7
QS. 41/Fushshilat: 34
10
1. Hukuman Fisik yang meliputi hukuman mati, potong tangan, dicambuk, dan
dirajam sampai mati.
2. Membatasi kebebasan, meliputi hukuman penjara, atau mengrim si terhukum
ke pembuangan/diasingkan.
3. Membayar denda.
4. Pengiriman yang diberikan oleh Qodhi (hakim).
Selain hukuman yang ditetapkan bagi berbagai tindak pidana tersebut, terdapa
beberapa cara lain yang membuat pelaku criminal tersebut merasa bahwa dia telah
melakukan suatu kesalahan yang besar. Misalnya seorang laki – laki yang telah
dinyatakan salah karena tuduhan zina yang palsu (Qadzaf) akan dicabut haknya untuk
memberikan kesaksian (syahadah) (tidak boleh menjadi saksi).
C. Pencegahan Hukuman Hadd dalam Kasus yang Meragukan
Nabi Muhammad SAW telah memberikan ketentuan dasar dalam sebuah hadist:
“Hindarkanlah memberikan hukuman Hadd sejauh yang dapat engkau lakukan, bila
terdapat adanya keraguan”.8
Apabila ketentuan tersebut ditetapkan, niscaya ia akan mengurangi jumlah
hukuman Hadd di negeri – negeri muslim seperti Saudi Arabia. Apabila terdapat unsur
yang meragukan untuk memperkuat dakwaan yang dituduhkan dalam kasus pencurian
(sariqah), maka ditetapkanlah hukuman yang lebih ringan dengan Ta’dzir karena
keraguan tersebut berhubungan dengan kriteria/persyaratan (hukuman Hadd) bukan
diyakinkan sepenuhnya. Sedangkan dalam kasus perzinahan, kalau terdapat sedikit
keraguan, maka bahkan tak akan dijatuhkan hukuman Hadd sama sekali.
Dalam kasus tersebut, si tertuduh tak akan dikenakan hukuman Hadd secara
serta-merta. Dalam suatu negara Islam, setiap pribadi berhak mendapatkan jaminan
sosial melalui perbendaharaan negara yang disebut “Bait Al-Mal” ditempat
dikumpulkannya dana sosial dari berbagai sumber termasuk kewajiban mengumpulkan
zakat. Jika seseorang warga negara didorong oleh keadaan yang memaksa karena tidak
dapat memperoleh nafkah untuk diri dan keluarga karena tiadanya kesempatan atau
tidak mendapatkan santunan dari dana bait Al-Mal, maka masyarakat tersebut akan
dianggap bersalah dan tidak akan dijatuhkan hukuman Hadd kepada si tertuduh. Hal
8
H.R. Bukhari
11
tersebut sesuai dengan keputusan khalifah Umar bin Khattab yang tidak mengenakan
hukuman Hadd kepada tertuduh pencurian pada masa paceklik di Madinah.
Bahkan proses hukuman semata dalam Syari’at sebenarnya membatasi jumlah
hukuman Hadd. Menurut Mazhab Maliki, tertuduh dalam kasus pencurian, harus
dibawa kehadapan Qodhi. Dalam Mazhab Hanafi, diisyaratkan bahwa si pengadu yang
hartanya dicuri menuntut bahwa Qodhi harus menjatuhkan hukuman Hadd potong
tangan kepada tertuduh. Tetapi apabila si pengadu memaafkan tertuduh dan merelakan
hartanya, maka hukuman Hadd tidak dapat dijatuhkan, tetapi hukuman Ta’dzir dapat
dikenakan padanya.
Paling tidak, tertuduh akan diperlakukan melalui hukuman cambuk yang lebih
ringan, denda, penjara atau hanya peringatan apabila Qodhi merasa cukup memadai.
Dalam Mazhab Hanafi, jika orang yang hartanya meminta Qodhi agar menganggap
hartanya yang dicuri itu sebagai pemberian kepada si tertuduh, maka hukuman had
potong tangan tidak bisa diterapkan. Sedangkan Mazhab Maliki dan Syafi’I berbeda
pendapat dalam hal tersebut dan berkata saling setelah hakim pengadilan diminta oleh
si pengadu agar mempertimbangkan dijatuhkannya hukuman hadd, maka ia tidak lagi
merupakan pertimbangan si pengadu dan dia tidak bisa campur tangan lagi pada tahap
berikutnya. Mereka mendasarkan alasannya pada kasus yang diputuskan oleh
Rasuluallah SAW sendiri.
Faktor lain dalam menetapkan hukuman Hadd yaitu dituntut adanya dua orang
saksi yang sudah dewasa, jujur dan berakhlak mulia. Tidak selalu mudah mendapatkan
saksi semacam itu yang ada pada peristiwa criminal. Tetapi apabila tertuduh mengakui
perbuatannya, maka hukuman akan dijatuhkan setimpal. Bahkan dalam hal tersebut,
Imam Abu Yusuf dari Mazhab Hanafi dan Imam Ahmad bin Hanbal berkata bahwa
diperlakukan dua atau tiga kali pengakuan sebelum diyakini (kebenaran
pengakuannya).
Dalam kasus tidak terpenuhinya persyaratan semacam ini namun ada beberapa
bukti yang meyakinkan, maka hukum ta’dzir yang diterapkan, bukan hukuman Hadd.
Selain itu kalau barang yang dicuri itu berupa makanan, buah – buahan, rumput, atau
pepohonan hutan, maka hukuman Hadd juga tidak dapat diterapkan sama sekali.
Hukuman Hadd dijatuhkan dalam tujuh perkara berikut ini:
1. Hukuman yang dituntut karena malakukan pembunuhan (dengan sengaja),
penganiayaan sampai mati, atau mengakibatkan cacat tubuh.
2. Hukuman bagi pencuri dengan potong tangan.
12
3. Hukuman bagi pezina: dirajam sampai mati, bagi orang yang telah menikah ;
dan dicambuk seratus kali bagi orang yang belum pernah menikah.
4. Hukuman bagi orang memfutnah (menuduh tanpa bukti) berupa delapan kali
cambukan.
5. Hukuman mati bagi yang murtad (keluar dari islam).
6. Hukuman cambuk sebanyak delapan puluh kali karena mabuk (minum –
minuman keras).
7. Hukuman bagi perampok atau pembegal (Qata’ Al-Thaliq), dengan dibunuh
(hukuman mati), potong tangan dari kaki bersilang, atau dibuang atau dipenjara,
berdasarkan beratnya tindak pidana yang dilakukannya.
Selain dari kasus – kasus tersebut, maka diterapkannya hukuman ta’dzir.
D. Ta’dzir: Pengertian dan Aplikasinya
Ta’dzir secara harfiah berarti menghinakan pelaku criminal karena tindak
pidananya yang memalukan.
Dalam Ta’dzir, hukuman tersebut tidak diterapkan dengan ketentuan (dari Allah
dari Rasul-Nya), dan Qodhi diperkenankan untuk mempertimbangkan baik bentuk
hukuman yang akan dikenakan maupun kadarnya. Bentuk hukuman dengan
kebijaksanaan untuk dipertimbangkan baik bentuk hukuman yang akan dikenakan
maupun kadarnya. Bentuk hukuman dengan kebijaksanaan tersebut diberikan dengan
pertimbangan khusus tentang berbagai faktor yang mempengaruhi perubahan sosial
dalam peradaban manusia dan bervariasi berdasarkan pada keanekaragaman metode
yang dipergunakan pengadilan ataupun jenis tindak pidana yang dapat ditunjukkan
dalam undang – undang. Pelanggaran yang dapat dihukum dengan metode ini yaitu
yang mengganggu kehidupan dan harta orang serta kedamaian dan ketentraman
masyarakat.
Tatanan umum hukum pidana kaum muslim (Al-Siyasati Al-Shara’i) masa kini
didasarkan pada prinsip – prinsip Ta’dzirani. Dengan kata lain, Ta’dzirat membentuk
pertimbangan hukuman yang dikenakan oleh hakim itu sendiri. Baik untuk pelanggaran
yang hukumannya tidak ditentukan, ataupun bagi prasangka yang dilakukan terhadap
tetangga seseorang. Hukuman tersebut dapat berupa cambukan, kurungan penjara,
denda, peringatan. Ringkasnya, “Ta’dzir” dapat didefinisikan sebagai berikut:
13
“Hukuman yang mendidik karena pelanggaran (dosa yang dilakukan) (namun) tidak
ada ketetapan Hadd ataupun Kaffarah didalamnya”.9
E. Pengecualian Dalam Tanggung Jawab Hukuman
Ali bin Abi Thalib pernah berkata Umar bin Khatab: “Apakah engkau tahu
bahwa tidaklah dicatat perbutan baik atau buruk, dan tidak pula dituntut tanggung jawab
atas apa yang dilakukan, karena hal berikut:
1. Orang yang gila sampai tidak sadar.
2. Anak – anak sampai dia mencapai usia puber.
3. Orang yang tidur sampai dia bangun”. (Riwayat Imam Bukhari)
Berdasarkan riwayat diatas kita dapat mengetahui tanggung jawab hukum atau
tindak pidana dalam syariat.
Tanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukan dibebankan kepada pelaku
kejahatan itu sendiri. Ayah, ibu saudara atau kerabatnya yang lain tidak dapat
mengambil alih/menjalankan hukuman karena kejahatan yang dilakukan sebagaimana
yang telah terjadi pada masa jahiliyah, sebelum islam. Al-Quranulkarim menjelaskan
bahwa tidak seorangpun yang akan memiliki beban orang lain (QS. 6: 124).
Tanggung jawab Bersama itu hanya akan dapat dipikul oleh keluarga tersebut
dalam hal pembayaran hutang darah (Diyat) atau kerusakan karena suatu kejahatan.
Dalam hal ini, si pelaku, demikian pula kerabatnya dari pihak ayah, secara Bersama
akan bertanggung jawab untuk membayar “Diyat” (hutang darah) atau kerusakan fisik
yang diakibatkan oleh kejahatannya.
Ali bin Abi Thalib telah meninggalkan “wasiyyah” terkenal yang menjelaskan
tentang hal ini lebih lanjut. Ketika Ali bin Abi Thalib mengalami luka – luka karena
Tindakan Abd Ali-Rahman bin Muljim (yang ingin membunuhnya), Ali lalu
memanggil putranya ke pembaringannya menjelang ajalnya dan berkata kepada
mereka: “Jangan bunuh siapapun kecuali orang yang membunuhku. Tetapi tunggu:
seanfainya aku mati karena pukulannya, maka balaskanlah satu pukulan dengan satu
pukulan. Dan jangan mengundangi kejahatan, karena aku pernah mendengar
Rasuluallah SAW bersabda: “Berhati – hatilah atas pengudungan sekalipun andaikan
ia adalah seekor anjing yang berpenyakitan”..10
9
M.J. Syethna, Socity and the Criminal, op. cit., merupakan motto yang ditempatkan pada halaman pertama
buku tersebut.
10
Ibid, hlm. 190.
14
F. Pertanggungjawaban Kejahatan
Seorang anak tidak akan dikenakan hukuman Hadd karena kejahatan yang
dilakukakannya. Karena tidak ada tanggung jawab hukum atas seorang anak yang
berusia berapapun sampai dia mencapai umur puber. Qodhi hanya akan tetap berhak
untuk menegur kesalahannya atau menetapkan beberapa pembatasan baginya yang
akan membantu memperbaikinya dan menghentikannya dari membuat kesalahan lagi
dimasa yang akan datang. Menurut Abu Zaid Al-Qayrawani, seorang Ulama Mazhab
Maliki, tetap tidak akan ada hukuman Hadd bagi anak – anak kecil bahkan juga dalam
hal tuduhan zina yang palsu (Qadzaf) atau justru si anak sendiri yang melakukannya.
Kalau seseorang melakukan Tindakan pidana dalam keadaan sakit saraf (gila),
maka dia tidak akan dihukum. Imam Abu Yusuf berkata bahwa “Hukuman Hadd dapat
dikenakan kepada tertuduh setelah dia mengakuinya, jika tidak perjelaslah bahwa dia
tidak gila, atau mengalami gangguan mental. Apabila ternyata dia bebas dari
kekurangan semacam itu, maka dia harus menjalankan hukuman yang berlaku”. Oleh
karena itu, Hakim sangat perlu meyakinkan dirinya sendiri dengan pikiran yang jernih
atas perkara kriminal itu sebelumnya dia menyatakan keputusannya.
Prinsip yang sama juga diterapkan kalau seseorang mengigau, bejalan dalam
keadaan sedang tidur. Meskipun dia tampaknya awas, namun dia tetap tertidur dan
berjalan. Jika seseorang melakukan suatu perkara pidana dalam keadaan itu, maka
secara hukum dia tidak bertanggung jawab.
Seandainya suatu kejahatan dilakukan dalam keadaan dipaksa. Tidak aka nada
tuntutan hukum atas hak tersebut asalkan terbukti benarnya, sesuai dengan sebuah
hadist yang menyatakan bahwa Nabi SAW telah bersabda: “Ummatku akan dimaafkan
atas kejahatan yang dilakukan dalam keadaan dipaksa, keliru, atau karena lupa”. Tidak
ada hukuman yang akan dikenakan atas kejahatan yang dilakukan dalam keadaan
pikiran yang sedemikian itu.11
11
Ibid, hlm. 192
15
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Piadana Islam, cet. 6., (Bulan Bnitang: Jakarta, 2005), hlm.
268- 270.
Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Gramedia, Jakarta,1997).hal.34
Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni,
thn 1994), hal. 101.
Ibn Hazam, Al-Muhalla, jil. VI, hlm. 159
QS. 49 / Al-Hujarat: 9
QS. 42/Asy-Syura: 40
QS. 41/Fushshilat: 34
H.R. Bukhari
M.J. Syethna, Socity and the Criminal, op. cit., merupakan motto yang ditempatkan pada
halaman pertama buku tersebut.

More Related Content

Similar to 26.33020210152_AN NISAA DARWISY FITRADA.pdf

Presentasi sej pemikiran islam
Presentasi   sej pemikiran islamPresentasi   sej pemikiran islam
Presentasi sej pemikiran islamNi'matul Kediri
 
main hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukummain hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukum
nidaulhasanah9
 
Presentasi Hukum, HAM dan Demokrasi Islam
Presentasi Hukum, HAM dan Demokrasi IslamPresentasi Hukum, HAM dan Demokrasi Islam
Presentasi Hukum, HAM dan Demokrasi Islam
Rizqy Putra
 
4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf
4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf
4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
31. 33020210164_ M Alif Syaifulloh.pdf
31. 33020210164_ M Alif Syaifulloh.pdf31. 33020210164_ M Alif Syaifulloh.pdf
31. 33020210164_ M Alif Syaifulloh.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
Jenayah Dalam Islam (Pendidikan Syariah Islamiah)
Jenayah Dalam Islam (Pendidikan Syariah Islamiah)Jenayah Dalam Islam (Pendidikan Syariah Islamiah)
Jenayah Dalam Islam (Pendidikan Syariah Islamiah)
najwanabila
 
kelompok 10_Pembaharuan fiqih jinayah 1.pptx
kelompok 10_Pembaharuan fiqih jinayah 1.pptxkelompok 10_Pembaharuan fiqih jinayah 1.pptx
kelompok 10_Pembaharuan fiqih jinayah 1.pptx
RINIRISDAYANTI0125
 
Makalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptx
Makalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptxMakalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptx
Makalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptx
Mfatanj
 
hubungan jarimah dan larangan syara' & Asas Legalitas.pptx
hubungan jarimah dan larangan syara' & Asas Legalitas.pptxhubungan jarimah dan larangan syara' & Asas Legalitas.pptx
hubungan jarimah dan larangan syara' & Asas Legalitas.pptx
AlimuddinLimun
 
Fiqh kel 2
Fiqh kel 2Fiqh kel 2
Fiqh kel 2
Ltfltf
 
BAB VII HAM.pptx
BAB VII HAM.pptxBAB VII HAM.pptx
BAB VII HAM.pptx
ViltaRamadilAzhuri
 
Bahan makalah tujuan dan fungsi hukum islam
Bahan makalah tujuan dan fungsi hukum islamBahan makalah tujuan dan fungsi hukum islam
Bahan makalah tujuan dan fungsi hukum islam
SholehKhuddin
 
Memahami syariat islam kelompok 4
Memahami syariat islam kelompok 4Memahami syariat islam kelompok 4
Memahami syariat islam kelompok 4
NaufalArdiana
 
Bab 3 ham kls x retno
Bab 3 ham kls x   retnoBab 3 ham kls x   retno
Bab 3 ham kls x retno
Hendrastuti Retno
 
LTM MPK Agama Islam kelas Y : Tujuan Syariah Islam
LTM MPK Agama Islam kelas Y : Tujuan Syariah IslamLTM MPK Agama Islam kelas Y : Tujuan Syariah Islam
LTM MPK Agama Islam kelas Y : Tujuan Syariah Islam
Amphie Yuurisman
 
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)Marhamah Saleh
 
PPT Fikih Jinayah. Kelompok 1.pptx
PPT Fikih Jinayah. Kelompok 1.pptxPPT Fikih Jinayah. Kelompok 1.pptx
PPT Fikih Jinayah. Kelompok 1.pptx
RINIRISDAYANTI0125
 
Poto copian pemahaman studi hukum islam
Poto copian pemahaman studi hukum islamPoto copian pemahaman studi hukum islam
Poto copian pemahaman studi hukum islamNur Alfiyatur Rochmah
 

Similar to 26.33020210152_AN NISAA DARWISY FITRADA.pdf (20)

Presentasi sej pemikiran islam
Presentasi   sej pemikiran islamPresentasi   sej pemikiran islam
Presentasi sej pemikiran islam
 
main hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukummain hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukum
 
Presentasi Hukum, HAM dan Demokrasi Islam
Presentasi Hukum, HAM dan Demokrasi IslamPresentasi Hukum, HAM dan Demokrasi Islam
Presentasi Hukum, HAM dan Demokrasi Islam
 
4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf
4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf
4. 33020210030_AMBAR SETIANI.pdf
 
31. 33020210164_ M Alif Syaifulloh.pdf
31. 33020210164_ M Alif Syaifulloh.pdf31. 33020210164_ M Alif Syaifulloh.pdf
31. 33020210164_ M Alif Syaifulloh.pdf
 
Jenayah Dalam Islam (Pendidikan Syariah Islamiah)
Jenayah Dalam Islam (Pendidikan Syariah Islamiah)Jenayah Dalam Islam (Pendidikan Syariah Islamiah)
Jenayah Dalam Islam (Pendidikan Syariah Islamiah)
 
kelompok 10_Pembaharuan fiqih jinayah 1.pptx
kelompok 10_Pembaharuan fiqih jinayah 1.pptxkelompok 10_Pembaharuan fiqih jinayah 1.pptx
kelompok 10_Pembaharuan fiqih jinayah 1.pptx
 
HAM
HAMHAM
HAM
 
Makalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptx
Makalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptxMakalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptx
Makalah Kelompok 2_Ushul Fiqih.pptx
 
hubungan jarimah dan larangan syara' & Asas Legalitas.pptx
hubungan jarimah dan larangan syara' & Asas Legalitas.pptxhubungan jarimah dan larangan syara' & Asas Legalitas.pptx
hubungan jarimah dan larangan syara' & Asas Legalitas.pptx
 
Fiqh kel 2
Fiqh kel 2Fiqh kel 2
Fiqh kel 2
 
BAB VII HAM.pptx
BAB VII HAM.pptxBAB VII HAM.pptx
BAB VII HAM.pptx
 
Bahan makalah tujuan dan fungsi hukum islam
Bahan makalah tujuan dan fungsi hukum islamBahan makalah tujuan dan fungsi hukum islam
Bahan makalah tujuan dan fungsi hukum islam
 
Memahami syariat islam kelompok 4
Memahami syariat islam kelompok 4Memahami syariat islam kelompok 4
Memahami syariat islam kelompok 4
 
Bab 3 ham kls x retno
Bab 3 ham kls x   retnoBab 3 ham kls x   retno
Bab 3 ham kls x retno
 
LTM MPK Agama Islam kelas Y : Tujuan Syariah Islam
LTM MPK Agama Islam kelas Y : Tujuan Syariah IslamLTM MPK Agama Islam kelas Y : Tujuan Syariah Islam
LTM MPK Agama Islam kelas Y : Tujuan Syariah Islam
 
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
Presentasi Fiqh 13 (Hudud)
 
PPT Fikih Jinayah. Kelompok 1.pptx
PPT Fikih Jinayah. Kelompok 1.pptxPPT Fikih Jinayah. Kelompok 1.pptx
PPT Fikih Jinayah. Kelompok 1.pptx
 
Poto copian pemahaman studi hukum islam
Poto copian pemahaman studi hukum islamPoto copian pemahaman studi hukum islam
Poto copian pemahaman studi hukum islam
 
Karakteristik hukum islam
Karakteristik hukum islamKarakteristik hukum islam
Karakteristik hukum islam
 

More from RINIRISDAYANTI0125

kelompok 8_Riddah.pptx
kelompok 8_Riddah.pptxkelompok 8_Riddah.pptx
kelompok 8_Riddah.pptx
RINIRISDAYANTI0125
 
35. 33020210178_Muhammad Ichdal Umam.pdf
35. 33020210178_Muhammad Ichdal Umam.pdf35. 33020210178_Muhammad Ichdal Umam.pdf
35. 33020210178_Muhammad Ichdal Umam.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf
34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf
34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
33. 33020210170_Apriliana M.pdf
33. 33020210170_Apriliana M.pdf33. 33020210170_Apriliana M.pdf
33. 33020210170_Apriliana M.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
29. 33020210160_Farah Nur Umayah.pdf
29. 33020210160_Farah Nur Umayah.pdf29. 33020210160_Farah Nur Umayah.pdf
29. 33020210160_Farah Nur Umayah.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
28. 33020210156_Adam Ibnu Pratama .pdf
28. 33020210156_Adam Ibnu Pratama .pdf28. 33020210156_Adam Ibnu Pratama .pdf
28. 33020210156_Adam Ibnu Pratama .pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
27. 33020210154_Dimas Danendra.pdf
27. 33020210154_Dimas Danendra.pdf27. 33020210154_Dimas Danendra.pdf
27. 33020210154_Dimas Danendra.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
25. 33020210150_Az Zahra Alfi Fadhila.pdf
25. 33020210150_Az Zahra Alfi Fadhila.pdf25. 33020210150_Az Zahra Alfi Fadhila.pdf
25. 33020210150_Az Zahra Alfi Fadhila.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
24. 33020210149_AGNADIA PUTRI.pdf
24. 33020210149_AGNADIA PUTRI.pdf24. 33020210149_AGNADIA PUTRI.pdf
24. 33020210149_AGNADIA PUTRI.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
23.33020210146_SANG SAKA NUSWANTARA.pdf
23.33020210146_SANG SAKA NUSWANTARA.pdf23.33020210146_SANG SAKA NUSWANTARA.pdf
23.33020210146_SANG SAKA NUSWANTARA.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
22. 33020210144_DEVI SRI MUNTAYAH.pdf
22. 33020210144_DEVI SRI MUNTAYAH.pdf22. 33020210144_DEVI SRI MUNTAYAH.pdf
22. 33020210144_DEVI SRI MUNTAYAH.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
21. 33020210143_Laily Nursita Hasna.pdf
21. 33020210143_Laily Nursita Hasna.pdf21. 33020210143_Laily Nursita Hasna.pdf
21. 33020210143_Laily Nursita Hasna.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
20. 33020210135_Chindy Rosiana M.pdf
20. 33020210135_Chindy Rosiana M.pdf20. 33020210135_Chindy Rosiana M.pdf
20. 33020210135_Chindy Rosiana M.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
19. 33020210126_Rizki Agustin.pdf
19. 33020210126_Rizki Agustin.pdf19. 33020210126_Rizki Agustin.pdf
19. 33020210126_Rizki Agustin.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
16. 33020210117_Brelyandiosa.pdf
16. 33020210117_Brelyandiosa.pdf16. 33020210117_Brelyandiosa.pdf
16. 33020210117_Brelyandiosa.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
15.33020210116_Sri Nur Arifah.pdf
15.33020210116_Sri Nur Arifah.pdf15.33020210116_Sri Nur Arifah.pdf
15.33020210116_Sri Nur Arifah.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
14. 33020210096_M. Fi'lal Khoirot.pdf
14. 33020210096_M. Fi'lal Khoirot.pdf14. 33020210096_M. Fi'lal Khoirot.pdf
14. 33020210096_M. Fi'lal Khoirot.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
13. 3302021091_ARUM MAHDANI.pdf
13. 3302021091_ARUM MAHDANI.pdf13. 3302021091_ARUM MAHDANI.pdf
13. 3302021091_ARUM MAHDANI.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
12_33020210078_Fathin N Fawaida.pdf
12_33020210078_Fathin N Fawaida.pdf12_33020210078_Fathin N Fawaida.pdf
12_33020210078_Fathin N Fawaida.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 
11.33020210066_Rosita Fitriani.pdf
11.33020210066_Rosita Fitriani.pdf11.33020210066_Rosita Fitriani.pdf
11.33020210066_Rosita Fitriani.pdf
RINIRISDAYANTI0125
 

More from RINIRISDAYANTI0125 (20)

kelompok 8_Riddah.pptx
kelompok 8_Riddah.pptxkelompok 8_Riddah.pptx
kelompok 8_Riddah.pptx
 
35. 33020210178_Muhammad Ichdal Umam.pdf
35. 33020210178_Muhammad Ichdal Umam.pdf35. 33020210178_Muhammad Ichdal Umam.pdf
35. 33020210178_Muhammad Ichdal Umam.pdf
 
34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf
34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf
34. 33020210176_Isvianta Lasyiva.pdf
 
33. 33020210170_Apriliana M.pdf
33. 33020210170_Apriliana M.pdf33. 33020210170_Apriliana M.pdf
33. 33020210170_Apriliana M.pdf
 
29. 33020210160_Farah Nur Umayah.pdf
29. 33020210160_Farah Nur Umayah.pdf29. 33020210160_Farah Nur Umayah.pdf
29. 33020210160_Farah Nur Umayah.pdf
 
28. 33020210156_Adam Ibnu Pratama .pdf
28. 33020210156_Adam Ibnu Pratama .pdf28. 33020210156_Adam Ibnu Pratama .pdf
28. 33020210156_Adam Ibnu Pratama .pdf
 
27. 33020210154_Dimas Danendra.pdf
27. 33020210154_Dimas Danendra.pdf27. 33020210154_Dimas Danendra.pdf
27. 33020210154_Dimas Danendra.pdf
 
25. 33020210150_Az Zahra Alfi Fadhila.pdf
25. 33020210150_Az Zahra Alfi Fadhila.pdf25. 33020210150_Az Zahra Alfi Fadhila.pdf
25. 33020210150_Az Zahra Alfi Fadhila.pdf
 
24. 33020210149_AGNADIA PUTRI.pdf
24. 33020210149_AGNADIA PUTRI.pdf24. 33020210149_AGNADIA PUTRI.pdf
24. 33020210149_AGNADIA PUTRI.pdf
 
23.33020210146_SANG SAKA NUSWANTARA.pdf
23.33020210146_SANG SAKA NUSWANTARA.pdf23.33020210146_SANG SAKA NUSWANTARA.pdf
23.33020210146_SANG SAKA NUSWANTARA.pdf
 
22. 33020210144_DEVI SRI MUNTAYAH.pdf
22. 33020210144_DEVI SRI MUNTAYAH.pdf22. 33020210144_DEVI SRI MUNTAYAH.pdf
22. 33020210144_DEVI SRI MUNTAYAH.pdf
 
21. 33020210143_Laily Nursita Hasna.pdf
21. 33020210143_Laily Nursita Hasna.pdf21. 33020210143_Laily Nursita Hasna.pdf
21. 33020210143_Laily Nursita Hasna.pdf
 
20. 33020210135_Chindy Rosiana M.pdf
20. 33020210135_Chindy Rosiana M.pdf20. 33020210135_Chindy Rosiana M.pdf
20. 33020210135_Chindy Rosiana M.pdf
 
19. 33020210126_Rizki Agustin.pdf
19. 33020210126_Rizki Agustin.pdf19. 33020210126_Rizki Agustin.pdf
19. 33020210126_Rizki Agustin.pdf
 
16. 33020210117_Brelyandiosa.pdf
16. 33020210117_Brelyandiosa.pdf16. 33020210117_Brelyandiosa.pdf
16. 33020210117_Brelyandiosa.pdf
 
15.33020210116_Sri Nur Arifah.pdf
15.33020210116_Sri Nur Arifah.pdf15.33020210116_Sri Nur Arifah.pdf
15.33020210116_Sri Nur Arifah.pdf
 
14. 33020210096_M. Fi'lal Khoirot.pdf
14. 33020210096_M. Fi'lal Khoirot.pdf14. 33020210096_M. Fi'lal Khoirot.pdf
14. 33020210096_M. Fi'lal Khoirot.pdf
 
13. 3302021091_ARUM MAHDANI.pdf
13. 3302021091_ARUM MAHDANI.pdf13. 3302021091_ARUM MAHDANI.pdf
13. 3302021091_ARUM MAHDANI.pdf
 
12_33020210078_Fathin N Fawaida.pdf
12_33020210078_Fathin N Fawaida.pdf12_33020210078_Fathin N Fawaida.pdf
12_33020210078_Fathin N Fawaida.pdf
 
11.33020210066_Rosita Fitriani.pdf
11.33020210066_Rosita Fitriani.pdf11.33020210066_Rosita Fitriani.pdf
11.33020210066_Rosita Fitriani.pdf
 

Recently uploaded

tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptxtugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
d2spdpnd9185
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
agusmulyadi08
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
DataSupriatna
 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
gloriosaesy
 
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 BandungBahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Galang Adi Kuncoro
 
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           xKoneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
johan199969
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
kinayaptr30
 
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaanPermainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
DEVI390643
 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdfTugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
muhammadRifai732845
 
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
astridamalia20
 
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdfLaporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
UmyHasna1
 
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdfINDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
NurSriWidyastuti1
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
SurosoSuroso19
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
PURWANTOSDNWATES2
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
lindaagina84
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
Dedi Dwitagama
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Fathan Emran
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
EkoPutuKromo
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
nawasenamerta
 
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
AgusRahmat39
 

Recently uploaded (20)

tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptxtugas  modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
tugas modul 1.4 Koneksi Antar Materi (1).pptx
 
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
PI 2 - Ratna Haryanti, S. Pd..pptx Visi misi dan prakarsa perubahan pendidika...
 
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdfNUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
NUMERASI KOMPETENSI PENDIDIK TAHAP CAKAP DAN MAHIR.pdf
 
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdfLaporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
Laporan Piket Guru untuk bukti dukung PMM.pdf
 
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 BandungBahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
Bahan Sosialisasi PPDB_1 2024/2025 Bandung
 
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           xKoneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt           x
Koneksi Antar Materi Modul 1.4.ppt x
 
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docxRUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
RUBRIK OBSERVASI KINERJA KEPALA SEKOLAH.docx
 
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaanPermainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
Permainan Wiwi Wowo aksi nyata berkebhinekaan
 
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdfTugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
Tugas Mandiri 1.4.a.4.3 Keyakinan Kelas.pdf
 
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptxSOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
SOSIALISASI PPDB TAHUN AJARAN 2024-2025.pptx
 
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdfLaporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
Laporan Kegiatan Pramuka Tugas Tambahan PMM.pdf
 
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdfINDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
INDIKATOR KINERJA DAN FOKUS PERILAKU KS.pdf
 
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptxRANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
RANCANGAN TINDAKAN AKSI NYATA MODUL 1.4.pptx
 
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERILAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
LAPORAN EKSTRAKURIKULER SEKOLAH DASAR NEGERI
 
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docxINSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
INSTRUMEN PENILAIAN PRAKTIK KINERJA KS Dok Rating Observasi (1).docx
 
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.pptKOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
KOMITMEN MENULIS DI BLOG KBMN PB PGRI.ppt
 
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar PAI dan Budi Pekerti Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docxForm B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
Form B1 Rubrik Observasi Presentasi Visi Misi -1.docx
 
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptxBab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
Bab 3 Sejarah Kerajaan Hindu-Buddha.pptx
 
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
ppt-menghindari-marah-ghadab-membiasakan-kontrol-diri-dan-berani-membela-kebe...
 

26.33020210152_AN NISAA DARWISY FITRADA.pdf

  • 1. 1 HUKUM PIDANA (AL-‘UQUBAT) DAN HUKUMAN (AL-HUDUD) An Nisaa Darwisy Fitrada 33020210152 UIN Salatiga Abstrac: Ta'zir is a part of ‘uqubat (punishment) in Islamic criminal law against something jarimah (error) or in the form of immorality that has been committed by someone. There are several forms of at uqubat in Islamic criminal law: first; jarimah hudud, second; jarimah diyat or qisas, and third; jarimah ta'zir. Ta'zir is a predetermined punishment for jarimah ta'zir. The forms are various, but the determination is left to the authorized party, namely the legislative body or the judge. Ta'zir is a punishment that is educational in nature for sin (immorality) whose punishment has not been determined by syara ', so it must be determined by waliyu amri or the government, because there are no clear texts mentioned by the shari'a in the Al-Qur'an and Al -Hadits. Jarimah ta'zir can be divided into two parts, namely: first; jarimah ta'zir, which is confusing the rights of Allah, and secondly; jarimah ta'zir, which is confusing to individual or human rights. The purpose of the sentence is determined to cleanse, shape and improve the perpetrators of disobedience and as a form of protection for the community. Abstrak: Ta'zir adalah bagian dari 'uqubat (hukuman) dalam hukum pidana Islam terhadap sesuatu jarimah (kesalahan) atau berupa maksiat yang dilakukan oleh seseorang. Ada beberapa bentuk at uqubat dalam hukum pidana Islam: pertama; jarimah hudud, kedua; jarimah diyat atau qisas, dan ketiga; jarimah ta'zir. Ta'zir adalah hukuman yang telah ditentukan untuk jarimah ta'zir. Bentuknya bermacam-macam, namun penetapannya diserahkan kepada pihak yang berwenang yaitu lembaga legislatif atau hakim. Ta’zir adalah hukuman yang bersifat mendidik bagi perbuatan dosa (maksiat) yang hukumannya belum ditentukan oleh syara’, sehingga harus ditentukan oleh waliyu amri atau pemerintah, karena tidak ada nas yang jelas disebutkan oleh syariat dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits. Jarimah ta'zir dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: pertama; jarimah ta'zir, yaitu mengacaukan hak-hak Allah, dan kedua; jarimah ta'zir, yang membingungkan individu atau hak asasi manusia. Tujuan pemidanaan ditentukan untuk membersihkan, membentuk dan memperbaiki pelaku kemaksiatan dan sebagai bentuk perlindungan bagi masyarakat. Kata kunci: Ta'zir, Hukum, Pidana, Islam
  • 2. 2 PENDAHULUAN Ta’zir adalah bagian dari ‘uqubat (hukuman) dalam hukum pidana Islam atau balasan terhadap sesuatu jarimah (kesalahan) berupa maksiat yang telah dilakukan oleh seseorang. Ada beberapa bentuk ‘uqubat dalam hukum pidana Islam: pertama; jarimah hudud, kedua; jarimah diyat atau qisas, dan ketiga; jarimah ta’zir. Ta’zir adalah hukuman yang telah ditentukan untuk jarimah ta’zir. Bentuknya bermacam – macam, tetapi penentuannya diserahkan kepada pihak pemerintah atau yang berwenang, yaitu lembaga legislative atau hakim (waliyul amri atau imam). Menurut Al- Mawardi: “ta’zir adalah hukuman yang bersifat pendidikan atas perbuatan dosa (maksiat) yang hukumannya belum ditetapkan oleh syara’”.1 Penegakan suatu hukum di sebuah Negara, khususnya Negara Islam, harus sesuai dengan kehendak syari’ sebagai penentu suatu hukum, yaitu Allah (SWT) dan Rasul-Nya Nabi Muhammad (SAW). Ketika hukuman tersebut tidak disebutkan atau ditentukan oleh syari’, baik itu dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, maka waliyul amri atau pemerintah sebagai perpanjangan tangan atau khalifah Allah (SWT) dan Rasul-Nya, mereka harus menetapkan hukum tersebut sesuai dengan kehendak syari’. Dengan itu, sehingga hukum ini bisa ditegakkan dengan sebenarnya dan bisa membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi masyarakat pada umumnya dan bagi penganut agama Islam khususnya. selanjutnya menjadi sebuah Negara yang berada dibawah naungan Allah dan Rasul-Nya, yaitu Negara yang diridhai oleh keduanya, karena hukum yang detgakkan tersebut sesuai dengan kehendaknya. Tujuan Penelitian Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui pemikiran atau sudut pandang mengenai Hukum Pidana (Al-‘Uqubat) dan Hukuman (Al-Hudud) Metode Penelitian Adapun metode penelitian ini dilakukan dalam dua tahap:2 1. Metode Pengumpulan Data (Library Research) Studi Kepustakaan (Library Research) yaitu, untuk mencari data skunder dengan mempelajari peraturan-peraturan yang telah ada dan berbagai literatur – 1 Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Piadana Islam, cet. 6., (Bulan Bnitang: Jakarta, 2005), hlm. 268- 270. 2 Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Gramedia, Jakarta,1997).hal.34
  • 3. 3 literatur berupa buku- buku dan makalah, artikel, jurnal dan dokumen lain yang berhubungan dengan penelitian ini. 2. Pendekatan Penelitian (Field Research) Pendekatan Penelitian (Field Research) Dari segi pendekatan penelitian juga menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis/empiris yakni pendekatan terhadap masalah dengan melihat norma-norma/ ketentuan hukum yang berlaku, kemudian dihubungkan dengan fakta-fakta yang ada dari permasalahan yang akan diteliti.3 PEMBAHASAN A. Tindak Pidana dan Masyarakat Dapat diyakini bahwa semakin tinggi peradaban manusia, syetan semakin memainkan perannya. Orang menjadi “zhalim” (aniaya) dan “jahl” (bodoh). (QS. 33:72),bukannya terus mengikuti petunjuk yang diberikan oleh sang pencipta melalui Rasul dan Nabi-Nya sepanjang masa. Tak peduli betapun murni dan barunya suatu masyarakat tertentu, tindak pidana akan tetap dilakukan meskipun ada tingkat perbedaannya. Oleh karena itu kita sangat perlu meneliti masalah – masalah criminal ini dan sebab – sabab yang mempengaruhinya, mempelajari orang – orang yang melakukan tindak pidana ini juga sifat kejiwaannya, untuk mencegah meningkatnya kriminalitas pada masa yang akan datang. Dimanpun juga, masyarakat perlu disalahkan, demikian pula tatanan kelembagaan sosial, para pemimpin serta anggota masyarakat yang membantu dan merangsang timbulnya suatu tindak pidana tertentu. Ibn Hazam Ketika membahas tentang keadaan seorang lelaki yang tiada berdaya, didorong oleh laparnya, lalu memakan bangkai, daging basah atau babi yang diharamkan dalam islam, berkata: “Haram hukumnya bagi muslim menyantap makanan yang haram ini sekalipun dalam keadaan tak berdaya, apabila tetangganya yang muslim atau Dzimami atau para anggota masyarakat memiliki makanan dan minuman halal dari yang mereka perlukan, karena orang – orang berlebih itu diwajibkan untuk memberi makan mereka yang lapar. Dalam keadaan demikian, dia para tetangganya yang kaya. Lalu dia harus berjuang dalam upayanya memperoleh makanan dan dia terbunuh maka pembununya 3 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni, thn 1994), hal. 101.
  • 4. 4 akan menghadapi Hukum Qiyash. Dia akan dianggap sebagai orang yang memberontak (baghi)”.4 Orang yang menghalangi saudaranya dari memperoleh haknya yang halal akan dianggap sebagai seorang pemberontak. Dengan alasan inilah Abu Bakar memerangi mereka yang menolak yang membayar zakat. Apabila masyarakat hak individu para anggotanya, makai a harus ditegur karena Al-Qur’an mengatakan: “Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu Kembali kepada perintah Allah”.5 Dalam islam, masyarakat lebih diutamakan diatas perorangan dan karenanya kepentingan masyarakat yang lebih didahulukan bukan sebaliknya. Oleh sebab itu setiap keriminal yang dilakukan mengganggu kedamaian ketentraman masyarakat akan dianggap sebagai kejahatan terhadap allah, sang pencipta. Sebagaimana telah kita ketahui, masyarakat tak berhak zhalim pribadi anggotanya jika kepentingan para individu itu tidak menimbulkan ancaman terhadap hak – hak orang lain ataupun masyarakat. Dengan latar belakang ini Syari’at tidak setuju dengan teori sistematik atau pengujian untuk menentukan masalah abnormalitas dan kriminalitas. Menurut teori sistematis tersebut, “tak ada Tindakan yang dapat disebut kriminal jika pada saat Tindakan tesebut, pelakunya mengalami kekacauan mental atau adanya dorongan tak terhenti yang benar – benar tidak tertahankan sehingga menyebabkan hilangnya keseimbangan mental atauoun emosi”. Ketika Ali bin Abi Thalib berkata kepada Umar bin Khattab: “Apakah engkau mengetahui terhadap siapakah kebaikan atau kejahatan tidak dicatat, dan tidak bertanggung jawab atas apa yang dilakukan: orang yang gila sampai dia waras; anak – anak sampai dia baligh (puber); dan orang yang tidur sampai dia bangun”. (Riwayat Bukhari) Syari’at juga sependapat dengan pandangan tersebut bahwa taka da Tindakan yang dapat disebut criminal bila pada waktu perbuatan itu dijalankan, pelakunya mengalami gangguan mental, tetapi juga tidak menyama – ratakan (menggeneralisasikan) dan menganggap setiap Tindakan criminal sebagai kekacauan 4 Ibn Hazam, Al-Muhalla, jil. VI, hlm. 159 5 QS. 49 / Al-Hujarat: 9
  • 5. 5 mental atau setiap perbuatan jahat semata – mata merupan bentuk dorongan batin yang tak terkendalikan. Kejahatan dan dosa sering merupakan penjelmaan dari sifat mementingkan diri sendiri, tamak, nafsu membalas dendam, perbutan berlebihan dan keangkuhan yang terdapat pada manusia. Tak diragukan lagi, kesedian berbuat baik merupakan suatu kebaikan yang ideal asalkan ia tidak membuka jalan untuk menggoda dan merangsang meluasnya kerusuhan di dunia (Fasad bil Ardh). Tingkat kejahatan jelas akan menigkat bila tak ada alat yang menjeraknnya yang dijalankan oleh para pengelola urusan masyarakat. Pada abad ke- 20 kita telah melihat bahwa berbagai Tindakan pidana sangat mengganggu apa yang disebut dunia yang “beradab”. Tak aneh bahwa orang tidak dapat bergerak dengan bebas tanpa rasa takut dijalan – jalan kota besar dibarat pada waktu senja dimana para pencopet, pencuri, dan pelaku – pelaku kejahatan dimasyarakat berkeliaran menghalangi orang – orang dari kalangan yang mendasar untuk bergerak di “Bumi Allah”! Tahun lalu, penulis menghadiri suatu kompetisi di New York, kemudian berjalan mengelilingi Amerika Serikat. Penulis disarankan oleh kawan – kawan agar tidak membawa uang yang banyak juga jangan pergi dengan kantong kosong. Setelah bertanya – tanya, penulis diberitahukan bahwa kalau membawa uang yang bayak juga jangan pergi denga kantong yang kosong. Setelah bertanya – tanya, penulis diberitahukan bahwa kalau membawa uang banyak, seorang penjahat mungkin akan menghadanya dan merampas segala sesuatu yang dibawa tetapi jika dia gagal memperoleh sedikitpun barang yang berharga, niscaya bisa jadi dia akan menyerangnya karena kecewa dan nekad. Dr. James Seth telah berkata teori hukuman dan saling ketergantungan sekali – kali tidaklah saling menutup. Menurutnya, berdasarkan sifat kebajikan manusia dan kepribadiannya, maka “criminal harus diyakinkan dengan hukuman yang adil”. Tetapi pertanyaanya adalah “bagaimana anda akan menyakinkan Tindak criminal yang telah dilakukan oleh seorang bandit yang parah, bertindak seperti orang yang ingin membunuh, perampok yang bersenjata, dan terus melakukan pencurian disertai hukuman yang adil. Ada hukum allah yang harus disadarinya sejak masa kanak – kanaknya dalam sebuah keluarga muslim. Huku “Hadd” yang menjerakan yang dia lihat dan dia dengar akan menyadarkan betapa besarnya resiko atas perbuatan criminal yang dilakukan. Tetapai kalau syaitan, musuh yang nyata bagi manusia (Aduwum Al- Mubin), telah meyakinkan lebih daripada “adilnya hukuman”, lantas bagaimana seseorang dapat menghentikan yang lainnya agar tidak terjebak dalam perangkap yang
  • 6. 6 sama lagi. Menurut para pemikir terkemuka seperti Hejel, hukuman itu sendiri cenderung untuk mengubah si pelanggar. Syarat islam telah menetapkan dua macam hukuman, dan orang diarahkan agar mengajari, memperbaiki dan mendidik diriya sendiri agar tidak melakukan suatu tindak pidana serupa, serta memberi kesempatan untuk memulihkan dirinya sebagai seorang anggota masyarakat yang baik dan tidak merugikan. Bentuk hukuman yang ringan ini disebut “Ta’dzir”, berarti memberi rasa malu atau aib atas perbuatan criminal yang telah dilakukan terhadap suatu anggota masyarakat; atau dengan kata lain terhadap masyarakat itu sendiri. Ta’dzir tetap merupakan pertimbangan bagi hakim (Qadhi) yang shaleh dan terpelajar apakah ia dalam bentuk cambukan dimuka umum, dibuang atau dipenjarakan atau bahkan diperingatkan dan ditegur agar menjadi lebih baik pada masa berikutnya. Terhadap perilaku kriminal Hukum Syaria’at tidak mengenal penjara yang nyaman didalam rumah, makan yang vaik dan enak, perlengkapan rumah, pesawat televisi da radio serta lapangan untuk berolahraga. B. Hudud dan Ta’dzirat Hukuman Hadd hanya diberikan apabila pelanggaran atas hak – hak masyarakat. Kata “Hudud” merupakan kata jamak Bahasa arab “Hadd” yang berarti pencegah, penegakan atau larangan, dan karenanya ia merupakan suatu peraturan yang bersifat membatasi atau mencegah atau undang – undang dari allah berkenan dengan hal – hal yang boleh (halal) dan terlarang (haram). Hudud allah tersebut terbagi menjadi dua kategori yaitu, Pertama peraturan yang menjelaskan kepada manusia berhubungan dengan makanan, minuman, perkawinan, perceraian, dan lain – lain yang diperbolehkan dan yang dilarang. Kedua hukuman – hukuman yang ditetapkan atau diputuskan agar dikenakan kepada seseorang yang melakukan hal yang terlarang untuk dikerjakan. Dalam hukum islam, kata “Hudud” dibatasi untuk hukuman karena tindak pidana yang disebutkan oleh Al-Quranulkarim atau Sunnah Nabi SAW, sedangkan hukuman lain ditetapkan dengan pertimbangan Qadhi atau penguasa yang disebut “Ta’dzir” (mempermalukan pelaku pidana). Sedangkan kata umum untuk hukuman “Uqubah” berasal dari “Aqb” yang artinya “suatu hal yang datang setelah yang lainnya”, karena hukuman dikekan setelah pelanggaran atas batas – batas ditetapkan
  • 7. 7 oleh hukum illahi. Inilah sebabnya ketetapan hukuman dalam islam disebut “al- Uqubaat” sebagaimana telah disebutkan diatas. Kita harus mencamkan dalam hati bahwa semua pelanggaran dan pembangkangan atas ketetapan – ketetapan illahi secara umum tidak dapat dihukum karena hukuman itu hanya dapat dikenakan dalam kasus – kasus adanya pemerkosaan atau pelanggaran atas hak – hak masyarakat atau orang lain. Sebagai contoh, jika seseorang meninggalkan shalat, tidak mengerjakan puasa atau tidak menunaikan ibadah haji pada saat dia mampu, mereka tak dapat mengeluarkan hak – hak si miskin dari hartanya, yang merupakan sedekah sekaligus juga “pajak” dari yang kaya kepada fakir miskin, maka dia akan dihukum sesuai dengan pelanggaran tersebut. Nabi SAW telah menunjuk para pertugas untuk mengumpulkan zakat dan diterimanya di “Bait Al-Maal” (Perbendaharaan), maka hal ini menunjukkan bahwa pengumpulannya merupakan suatu kewajiban negara islam. Sejarah Islam mencatat bahwa Ketika beberapa suku arab tertentu menolak membayar zakat, maka khalifah abu bakar mengirim tentara untuk memerangi mereka, karena suku (kelompok masyarakat) yang tidak memberikan zakat sama dengan memberontak terhadap negara islam dan melanggar hak – hak kaum papa. Tindak pidana yang dapat dihukum dalam Syari’at ini merupakan hal yang mempengaruhi masyarakat. Al-Quranulkarim telah memerincikan, yaitu pembunuhan (Qatl), Pembegalan atau perampokan (Hirabah), pencurian (Sariqah), perzinahan (Zina), dan tuduhan zina (Qadzaf), kami akan membahas tindak – tindak pidana ini dan hukumannya dengan terperinci, tetapi patut dipahami bahwa Al-Quranulkarim telah menetapkan suatu ketentuan umum bagi hukuman karena pelangaran – pelanggaran dalam ayat berikut: “Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barangsiapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang – orang yang zhalim”.6 Prinsip mulia ini sangat penting serta ditetapkan baik kepada pribadi yang melaksanakan pelanggaran terhadap orang lain maupun juga pelanggaran yang dilakukan terhadap masyarakat. Terdapat sejumlah al-qur’an yang berhubungan dengan hukuman terhadap para pelanggar sebagai petunjuk bagi ummah: “Dan apabila kamu menghukum maka bukanlah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang baik 6 QS. 42/Asy-Syura: 40
  • 8. 8 untuk orang – orang yang sabar”. (QS. 16: 126). “Dan barangsiapa membalas seimbang dengan penganiayaan yang pernah ia derita kemudian ia dianiaya (lagi), pasti allah akan menolongnya”. (QS. 22: 60). “Maka barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu”. (QS. 2: 194). Dalam ayat yang dikutip diatas serta ayat – ayat al-qur’anlain yang sama, ditetapkan suatu ketentuan bagi perorangan yang dilanggar, yaitu pertama – tama sebaiknya dia berusaha memaafkan penyerangannya asalkan dia, si penyerang, menjadi baik (bertaubat) dengan maaf yang diberikan. Berdasarkan ayat tersebut apabila hukuman atas kejahatan ditimpakan. Setiap undang – undang tentang hukuman yang bertujuan memperbaiki harus didasarkan pada prinsip ini. Ada satu point menarik untuk diingat yaitu, pada umumnya al-qur’an menggunakan kata yang sama untuk hukuman serta tindak pidana. Dengan demikian, dalam QS. Al-Syura: 40, baik kejahatan maupun hukumannya disebut “Syyi’ah”: dalam QS. Al-Nahl: 21, serta QS. Al-Hajj: 60, kata yang digunakan berasal dari “Uqubah; serta dalam QS. Al-Baqarah: 194, kata yang digunakan yaitu “I’tida”. Penggunaan kata yang sama untuk kejahatan dalam perkara pidana dan hukumannya menunjukkan bahwa hukuman itu sendiri meskipun dibenarkan berdasarkan keadaannya, tetapi sesungguhnya ia tidak lain daripada kejahatan yang diperlukan. Maka dari itu kaum muslimin diminta agar memperoleh hak – haknya baik dalam urusan pribadi maupun kemasyarakatan melalui proses penetapan hukum atas masalah itu oleh hakim yang berwenang, bukan dengan main hakim sendiri. Apabila tidak demikian, mereka akan termasuk pada para pelaku penganiayaan (zhalimun). Dalam pertahanan pribadi juga demikian, mereka harus berlaku adil dalam menggunakan jumlah pertahanan yang diperlukan. Tetapi dalam semua kasus mereka, mereka tidak boleh menuntut ganti rugi yang lebih besar dari pada luka yang dideritanya. Paling banyak yang dapat mereka lakukan yaitu menuntut balas/ganti rugi yang sama, yaitu kerugian yang sama dengan kerugian yang telah mereka timbulkan, tidak lebih dari itu. Namun bentuk yang ideal yaitu tidak menuntut balas sama sekali melainkan berdamai dan memaafkan sehingga membuat si pelanggar/pelaku menjadi sadar dengan sesungguhnya atas akibat dari serangan itu sepanjang hal tersebut tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat umum dan tidak mencederai masyarakat itu secara keseluruhan. Sedangkan dalam kasus yang terakhir ini, maka hukuman yang menjerakan harus dikenakan. Al-Qur’an menganjurkan jalan kebaikan: “Dan tidaklah
  • 9. 9 sama kebaikkan dengan kejahatan. Tidaklah kejahatan itu dengan cara lebih baik, maka dengan demikian orang yang antaramu dan dia (tadinya) ada permusnahan seoalah – olah telah menjadi teman yang sangat setia”.7 Namun kebaikan semacam ini hanya akan diberikan oleh orang yang melatih kesabaran, penyantun dan mengekang dirinya sendiri, orang yang benar – benar memiliki jiwa besar. (QS. 41:34). Maka mereka akan memperoleh ganjaran dua kali dari Allah, penciptanya, sebab mereka telah menghindari serta berusaha mencegah kejahatan dengan kebaikan (QS. 28:54). Dalam Al-Qur’an surat Al-Mu’minun (23) ayat 96, kaum muslimin secara khusus diperintahkan agar menolah kejahatan dengan cara yang terbaik (QS. 23:96). Dengan demikian kaum muslimin diajarkan agar menjadi orang yang sabar (Shabirun), namun juga mereka diperintahkan untuk mencegah terulangnya tindak pidana tersebut dengan mengambil Langkah pencegahan dan kewajiban usaha baik secara fisik maupun moral. Bentuk akhlak yang terbaik yaitu mengubah kebencian menjadi persahabatan dengan maaf dan cinta kasih, sebab Al-Quran menyartakan: “Maka barang siapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang – orang yang zalim”. (QS. 42:40). Pada saat menafsirkan ayat tersebut, Yusuf Ali berkata dengan tepat bahwa “perbaikkan kesalahan yang aktif ini, baik dengan cara fisik, moral ataupu spiritual yang diperintahkan sebagai yang lebih baik yaitu suatu antithese terhadap ajaran yang hewani, ketika engkau terpengaruh atas kelancangan tersebut, dan membalas juga kepada yang lain. Cara ini tidak akan menindak melainkan meningkatkan pelanggaran. Hal tersebut tidak akan dilaksanakan kecuali oleh orang – orang pengecut dan hanya dijejali oleh kemunafikan, atau orang yang ingin memperbudak yang lainnya menghilangkan haknya untuk mempertahankan diri. Ajaran menawarkan kelancangan yang lain Ketika seseorang diserang oleh orang lain terdapat dalam Matius (5:30) dan Lukas (6:29) meskipun tidak harus dipercaya bahwa ketentuan yang melawan hakikat serta tidak dapat dipraktikkan ini (konon) diajarkan oleh Nabi Isa. Hukuman atas Tindakan pidana dapat dibagi menjadi empat yaitu sebagai berikut: 7 QS. 41/Fushshilat: 34
  • 10. 10 1. Hukuman Fisik yang meliputi hukuman mati, potong tangan, dicambuk, dan dirajam sampai mati. 2. Membatasi kebebasan, meliputi hukuman penjara, atau mengrim si terhukum ke pembuangan/diasingkan. 3. Membayar denda. 4. Pengiriman yang diberikan oleh Qodhi (hakim). Selain hukuman yang ditetapkan bagi berbagai tindak pidana tersebut, terdapa beberapa cara lain yang membuat pelaku criminal tersebut merasa bahwa dia telah melakukan suatu kesalahan yang besar. Misalnya seorang laki – laki yang telah dinyatakan salah karena tuduhan zina yang palsu (Qadzaf) akan dicabut haknya untuk memberikan kesaksian (syahadah) (tidak boleh menjadi saksi). C. Pencegahan Hukuman Hadd dalam Kasus yang Meragukan Nabi Muhammad SAW telah memberikan ketentuan dasar dalam sebuah hadist: “Hindarkanlah memberikan hukuman Hadd sejauh yang dapat engkau lakukan, bila terdapat adanya keraguan”.8 Apabila ketentuan tersebut ditetapkan, niscaya ia akan mengurangi jumlah hukuman Hadd di negeri – negeri muslim seperti Saudi Arabia. Apabila terdapat unsur yang meragukan untuk memperkuat dakwaan yang dituduhkan dalam kasus pencurian (sariqah), maka ditetapkanlah hukuman yang lebih ringan dengan Ta’dzir karena keraguan tersebut berhubungan dengan kriteria/persyaratan (hukuman Hadd) bukan diyakinkan sepenuhnya. Sedangkan dalam kasus perzinahan, kalau terdapat sedikit keraguan, maka bahkan tak akan dijatuhkan hukuman Hadd sama sekali. Dalam kasus tersebut, si tertuduh tak akan dikenakan hukuman Hadd secara serta-merta. Dalam suatu negara Islam, setiap pribadi berhak mendapatkan jaminan sosial melalui perbendaharaan negara yang disebut “Bait Al-Mal” ditempat dikumpulkannya dana sosial dari berbagai sumber termasuk kewajiban mengumpulkan zakat. Jika seseorang warga negara didorong oleh keadaan yang memaksa karena tidak dapat memperoleh nafkah untuk diri dan keluarga karena tiadanya kesempatan atau tidak mendapatkan santunan dari dana bait Al-Mal, maka masyarakat tersebut akan dianggap bersalah dan tidak akan dijatuhkan hukuman Hadd kepada si tertuduh. Hal 8 H.R. Bukhari
  • 11. 11 tersebut sesuai dengan keputusan khalifah Umar bin Khattab yang tidak mengenakan hukuman Hadd kepada tertuduh pencurian pada masa paceklik di Madinah. Bahkan proses hukuman semata dalam Syari’at sebenarnya membatasi jumlah hukuman Hadd. Menurut Mazhab Maliki, tertuduh dalam kasus pencurian, harus dibawa kehadapan Qodhi. Dalam Mazhab Hanafi, diisyaratkan bahwa si pengadu yang hartanya dicuri menuntut bahwa Qodhi harus menjatuhkan hukuman Hadd potong tangan kepada tertuduh. Tetapi apabila si pengadu memaafkan tertuduh dan merelakan hartanya, maka hukuman Hadd tidak dapat dijatuhkan, tetapi hukuman Ta’dzir dapat dikenakan padanya. Paling tidak, tertuduh akan diperlakukan melalui hukuman cambuk yang lebih ringan, denda, penjara atau hanya peringatan apabila Qodhi merasa cukup memadai. Dalam Mazhab Hanafi, jika orang yang hartanya meminta Qodhi agar menganggap hartanya yang dicuri itu sebagai pemberian kepada si tertuduh, maka hukuman had potong tangan tidak bisa diterapkan. Sedangkan Mazhab Maliki dan Syafi’I berbeda pendapat dalam hal tersebut dan berkata saling setelah hakim pengadilan diminta oleh si pengadu agar mempertimbangkan dijatuhkannya hukuman hadd, maka ia tidak lagi merupakan pertimbangan si pengadu dan dia tidak bisa campur tangan lagi pada tahap berikutnya. Mereka mendasarkan alasannya pada kasus yang diputuskan oleh Rasuluallah SAW sendiri. Faktor lain dalam menetapkan hukuman Hadd yaitu dituntut adanya dua orang saksi yang sudah dewasa, jujur dan berakhlak mulia. Tidak selalu mudah mendapatkan saksi semacam itu yang ada pada peristiwa criminal. Tetapi apabila tertuduh mengakui perbuatannya, maka hukuman akan dijatuhkan setimpal. Bahkan dalam hal tersebut, Imam Abu Yusuf dari Mazhab Hanafi dan Imam Ahmad bin Hanbal berkata bahwa diperlakukan dua atau tiga kali pengakuan sebelum diyakini (kebenaran pengakuannya). Dalam kasus tidak terpenuhinya persyaratan semacam ini namun ada beberapa bukti yang meyakinkan, maka hukum ta’dzir yang diterapkan, bukan hukuman Hadd. Selain itu kalau barang yang dicuri itu berupa makanan, buah – buahan, rumput, atau pepohonan hutan, maka hukuman Hadd juga tidak dapat diterapkan sama sekali. Hukuman Hadd dijatuhkan dalam tujuh perkara berikut ini: 1. Hukuman yang dituntut karena malakukan pembunuhan (dengan sengaja), penganiayaan sampai mati, atau mengakibatkan cacat tubuh. 2. Hukuman bagi pencuri dengan potong tangan.
  • 12. 12 3. Hukuman bagi pezina: dirajam sampai mati, bagi orang yang telah menikah ; dan dicambuk seratus kali bagi orang yang belum pernah menikah. 4. Hukuman bagi orang memfutnah (menuduh tanpa bukti) berupa delapan kali cambukan. 5. Hukuman mati bagi yang murtad (keluar dari islam). 6. Hukuman cambuk sebanyak delapan puluh kali karena mabuk (minum – minuman keras). 7. Hukuman bagi perampok atau pembegal (Qata’ Al-Thaliq), dengan dibunuh (hukuman mati), potong tangan dari kaki bersilang, atau dibuang atau dipenjara, berdasarkan beratnya tindak pidana yang dilakukannya. Selain dari kasus – kasus tersebut, maka diterapkannya hukuman ta’dzir. D. Ta’dzir: Pengertian dan Aplikasinya Ta’dzir secara harfiah berarti menghinakan pelaku criminal karena tindak pidananya yang memalukan. Dalam Ta’dzir, hukuman tersebut tidak diterapkan dengan ketentuan (dari Allah dari Rasul-Nya), dan Qodhi diperkenankan untuk mempertimbangkan baik bentuk hukuman yang akan dikenakan maupun kadarnya. Bentuk hukuman dengan kebijaksanaan untuk dipertimbangkan baik bentuk hukuman yang akan dikenakan maupun kadarnya. Bentuk hukuman dengan kebijaksanaan tersebut diberikan dengan pertimbangan khusus tentang berbagai faktor yang mempengaruhi perubahan sosial dalam peradaban manusia dan bervariasi berdasarkan pada keanekaragaman metode yang dipergunakan pengadilan ataupun jenis tindak pidana yang dapat ditunjukkan dalam undang – undang. Pelanggaran yang dapat dihukum dengan metode ini yaitu yang mengganggu kehidupan dan harta orang serta kedamaian dan ketentraman masyarakat. Tatanan umum hukum pidana kaum muslim (Al-Siyasati Al-Shara’i) masa kini didasarkan pada prinsip – prinsip Ta’dzirani. Dengan kata lain, Ta’dzirat membentuk pertimbangan hukuman yang dikenakan oleh hakim itu sendiri. Baik untuk pelanggaran yang hukumannya tidak ditentukan, ataupun bagi prasangka yang dilakukan terhadap tetangga seseorang. Hukuman tersebut dapat berupa cambukan, kurungan penjara, denda, peringatan. Ringkasnya, “Ta’dzir” dapat didefinisikan sebagai berikut:
  • 13. 13 “Hukuman yang mendidik karena pelanggaran (dosa yang dilakukan) (namun) tidak ada ketetapan Hadd ataupun Kaffarah didalamnya”.9 E. Pengecualian Dalam Tanggung Jawab Hukuman Ali bin Abi Thalib pernah berkata Umar bin Khatab: “Apakah engkau tahu bahwa tidaklah dicatat perbutan baik atau buruk, dan tidak pula dituntut tanggung jawab atas apa yang dilakukan, karena hal berikut: 1. Orang yang gila sampai tidak sadar. 2. Anak – anak sampai dia mencapai usia puber. 3. Orang yang tidur sampai dia bangun”. (Riwayat Imam Bukhari) Berdasarkan riwayat diatas kita dapat mengetahui tanggung jawab hukum atau tindak pidana dalam syariat. Tanggung jawab atas tindak pidana yang dilakukan dibebankan kepada pelaku kejahatan itu sendiri. Ayah, ibu saudara atau kerabatnya yang lain tidak dapat mengambil alih/menjalankan hukuman karena kejahatan yang dilakukan sebagaimana yang telah terjadi pada masa jahiliyah, sebelum islam. Al-Quranulkarim menjelaskan bahwa tidak seorangpun yang akan memiliki beban orang lain (QS. 6: 124). Tanggung jawab Bersama itu hanya akan dapat dipikul oleh keluarga tersebut dalam hal pembayaran hutang darah (Diyat) atau kerusakan karena suatu kejahatan. Dalam hal ini, si pelaku, demikian pula kerabatnya dari pihak ayah, secara Bersama akan bertanggung jawab untuk membayar “Diyat” (hutang darah) atau kerusakan fisik yang diakibatkan oleh kejahatannya. Ali bin Abi Thalib telah meninggalkan “wasiyyah” terkenal yang menjelaskan tentang hal ini lebih lanjut. Ketika Ali bin Abi Thalib mengalami luka – luka karena Tindakan Abd Ali-Rahman bin Muljim (yang ingin membunuhnya), Ali lalu memanggil putranya ke pembaringannya menjelang ajalnya dan berkata kepada mereka: “Jangan bunuh siapapun kecuali orang yang membunuhku. Tetapi tunggu: seanfainya aku mati karena pukulannya, maka balaskanlah satu pukulan dengan satu pukulan. Dan jangan mengundangi kejahatan, karena aku pernah mendengar Rasuluallah SAW bersabda: “Berhati – hatilah atas pengudungan sekalipun andaikan ia adalah seekor anjing yang berpenyakitan”..10 9 M.J. Syethna, Socity and the Criminal, op. cit., merupakan motto yang ditempatkan pada halaman pertama buku tersebut. 10 Ibid, hlm. 190.
  • 14. 14 F. Pertanggungjawaban Kejahatan Seorang anak tidak akan dikenakan hukuman Hadd karena kejahatan yang dilakukakannya. Karena tidak ada tanggung jawab hukum atas seorang anak yang berusia berapapun sampai dia mencapai umur puber. Qodhi hanya akan tetap berhak untuk menegur kesalahannya atau menetapkan beberapa pembatasan baginya yang akan membantu memperbaikinya dan menghentikannya dari membuat kesalahan lagi dimasa yang akan datang. Menurut Abu Zaid Al-Qayrawani, seorang Ulama Mazhab Maliki, tetap tidak akan ada hukuman Hadd bagi anak – anak kecil bahkan juga dalam hal tuduhan zina yang palsu (Qadzaf) atau justru si anak sendiri yang melakukannya. Kalau seseorang melakukan Tindakan pidana dalam keadaan sakit saraf (gila), maka dia tidak akan dihukum. Imam Abu Yusuf berkata bahwa “Hukuman Hadd dapat dikenakan kepada tertuduh setelah dia mengakuinya, jika tidak perjelaslah bahwa dia tidak gila, atau mengalami gangguan mental. Apabila ternyata dia bebas dari kekurangan semacam itu, maka dia harus menjalankan hukuman yang berlaku”. Oleh karena itu, Hakim sangat perlu meyakinkan dirinya sendiri dengan pikiran yang jernih atas perkara kriminal itu sebelumnya dia menyatakan keputusannya. Prinsip yang sama juga diterapkan kalau seseorang mengigau, bejalan dalam keadaan sedang tidur. Meskipun dia tampaknya awas, namun dia tetap tertidur dan berjalan. Jika seseorang melakukan suatu perkara pidana dalam keadaan itu, maka secara hukum dia tidak bertanggung jawab. Seandainya suatu kejahatan dilakukan dalam keadaan dipaksa. Tidak aka nada tuntutan hukum atas hak tersebut asalkan terbukti benarnya, sesuai dengan sebuah hadist yang menyatakan bahwa Nabi SAW telah bersabda: “Ummatku akan dimaafkan atas kejahatan yang dilakukan dalam keadaan dipaksa, keliru, atau karena lupa”. Tidak ada hukuman yang akan dikenakan atas kejahatan yang dilakukan dalam keadaan pikiran yang sedemikian itu.11 11 Ibid, hlm. 192
  • 15. 15 DAFTAR PUSTAKA Ahmad Hanafi, Asas-asas Hukum Piadana Islam, cet. 6., (Bulan Bnitang: Jakarta, 2005), hlm. 268- 270. Koentjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Gramedia, Jakarta,1997).hal.34 Sunaryati Hartono, Penelitian Hukum Indonesia Pada Akhir Abad ke-20, (Bandung: Alumni, thn 1994), hal. 101. Ibn Hazam, Al-Muhalla, jil. VI, hlm. 159 QS. 49 / Al-Hujarat: 9 QS. 42/Asy-Syura: 40 QS. 41/Fushshilat: 34 H.R. Bukhari M.J. Syethna, Socity and the Criminal, op. cit., merupakan motto yang ditempatkan pada halaman pertama buku tersebut.