Makalah Peradilan Agama di Indonesia Tentang Peradilan Agama Setelah lahirnya...AZA Zulfi
Makalah ini disajikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Peradilan Agama Islam di Indonesia dan cocok untuk para pencari materi di lingkungan Peradilan Agama
Makalah Peradilan Agama di Indonesia Tentang Peradilan Agama Setelah lahirnya...AZA Zulfi
Makalah ini disajikan untuk memenuhi tugas mata kuliah Peradilan Agama Islam di Indonesia dan cocok untuk para pencari materi di lingkungan Peradilan Agama
Sistem Pemerintahan Pada Masa Rasulullah SAW dan Khulafaur RasyidinIzzatul Ulya
Islam merupakan agama yang mengatur dimensi hubungan antara manusia dan Tuhan dan antara manusia dengan manusia. Untuk itu, hubungan antara agama dan negara dalam Islam telah menjadi teladan. Sejarah dalam Islam juga telah mencatat peristiwa-peristiwa penting, salah satunya adalah yang berkaitan dengan persoalan ketatanegaraan.
Pada Masa Rasulullah, beliau telah memberikan gambaran utama mengenai konsep bernegara, yaitu dengan dibentuknya madinah. Peristiwa ini dianggap sebagai penyajian kepada manusia mengenai tatanan social-politik yang mengenai system pendelegasian. Wujud historis terpenting mengenai peristiwa ini adalah piagam madinah yang juga dapat dikatakan sebagai konstitusi pertama kali.
Setelah itu, muncullah Khulafa ar-Rasyidin, yakni empat orang khalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan setelah Nabi Muhammad wafat. Terkait system pemerintahan maupun ketatanegaraan ini pun sangat dinamis. Perkembangan mengenai ketatanegaraan dianggap semakin berkembang pesat. Terbukti dengan banyaknya kontribusi-kontribusi khalifah, seperti adanya perluasan wilayah, dhiwan, dan lain-lain.
Dengan mengetahui beberapa peristiwa di atas, maka kita dapat melihat bahwa Islam telah memberikan ruang. Peristiwa-peristiwa di ataspun bukan hanya sekadar cerita, namun juga dapat dijadikan sebagai contoh dan pelajaran bagi kehidupan bernegara saat ini. Untuk itu penting bagi kita mengetahui bagaimana ketatanegaraan pada masa Rasulullah dan Khulafa ar-Rasyidin. Dari latar belakang inilah kami menyusun dan akan membahas lebih lanjut mengenai topic tersebut.
penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu-isu hukum yang dihadapi
Sistem Pemerintahan Pada Masa Rasulullah SAW dan Khulafaur RasyidinIzzatul Ulya
Islam merupakan agama yang mengatur dimensi hubungan antara manusia dan Tuhan dan antara manusia dengan manusia. Untuk itu, hubungan antara agama dan negara dalam Islam telah menjadi teladan. Sejarah dalam Islam juga telah mencatat peristiwa-peristiwa penting, salah satunya adalah yang berkaitan dengan persoalan ketatanegaraan.
Pada Masa Rasulullah, beliau telah memberikan gambaran utama mengenai konsep bernegara, yaitu dengan dibentuknya madinah. Peristiwa ini dianggap sebagai penyajian kepada manusia mengenai tatanan social-politik yang mengenai system pendelegasian. Wujud historis terpenting mengenai peristiwa ini adalah piagam madinah yang juga dapat dikatakan sebagai konstitusi pertama kali.
Setelah itu, muncullah Khulafa ar-Rasyidin, yakni empat orang khalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan setelah Nabi Muhammad wafat. Terkait system pemerintahan maupun ketatanegaraan ini pun sangat dinamis. Perkembangan mengenai ketatanegaraan dianggap semakin berkembang pesat. Terbukti dengan banyaknya kontribusi-kontribusi khalifah, seperti adanya perluasan wilayah, dhiwan, dan lain-lain.
Dengan mengetahui beberapa peristiwa di atas, maka kita dapat melihat bahwa Islam telah memberikan ruang. Peristiwa-peristiwa di ataspun bukan hanya sekadar cerita, namun juga dapat dijadikan sebagai contoh dan pelajaran bagi kehidupan bernegara saat ini. Untuk itu penting bagi kita mengetahui bagaimana ketatanegaraan pada masa Rasulullah dan Khulafa ar-Rasyidin. Dari latar belakang inilah kami menyusun dan akan membahas lebih lanjut mengenai topic tersebut.
penelitian hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu-isu hukum yang dihadapi
1. Karakteristik Hukum Islam
Juli 7, 2010
tags: Hukum Islam, Karakteristik Hukum, Penerapan hukum Islam
Untuk membedakan antara hukum Islam dengan hukum umum, maka hukum Islam memiliki
beberapa karakteristik tertentu.Diantaranya:
1. Penerapan hukum Islam bersifat universal
Nash-nash al-Qur’an tampil dalam bentuk prinsip-prinsip dasar yang universal dan ketetapan
hukum yang bersifat umum. Ia tidak berbicara mengenai bagian-bagian kecil, rincian-rincian
secara detail (Yusuf al-Qardhawi, 1993: 24) Oleh karena itu, ayat-ayat al-Qur’an sebagai
petunjuk yang universal dapat dimengerti dan diterima oleh semua umat di dunia ini tanpa harus
diikat oleh tempat dan waktu.
2. Hukum yang ditetapkan oleh al-Qur’an tidak memberatkan
Di dalam al-Qur’an tidak satupun perintah Allah yang memberatkan hamba-Nya. Jika Tuhan
melarang manusia mengerjakan sesuatu, maka dibalik larangan itu akan ada hikmahnya.
Walaupun demikian manusia masih diberi kelonggaran dalam hal-hal tertentu (darurat).
Contohnya memakan bangkai adalah hal yang terlarang, namun dalam keadaan terpaksa, yaitu
ketika tidak ada makanan lain, dan jiwa akan terancam, maka tindakan seperti itu diperbolehkan
sebatas hanya memenuhi kebutuhan saat itu. Hal ini berarti bahwa hukum Islam bersifat elastis
dan dapat berubah sesuai dengan persoalan waktu dan tempat.
3. Menetapkan hukum bersifat realistis
Hukum Islam ditetapkan berdasarkan realistis dalam hal ini harus berpandangan riil dalam segala
hal. Menghayalkan perbuatan yang belum terjadi lalu menetapkan suatu hukum tidak
diperbolehkan. Dengan dugaan ataupun sangkaan-sangkaan tidak dapat dijadikan dasar dalam
penetapan hukum. Said Ramadhan menjelaskan bahwa hukum Islam mengandung method of
realism (Said Ramadhan, 1961: 57)
4. Menetapkan hukum berdasarkan musyawarah sebagai bahan pertimbangan
Hal ini yang terlihat dalam proses diturunkannya ayat-ayat al-Qur’an yang menggambarkan
kebijaksanaan Tuhan dalam menuangkan isi yang berupa hukum Islam ke dalam wadahnya yang
berupa masyarakat (Anwar Marjono, 1987: 126)
5. Sanksi didapatkan di dunia dan di akhirat.
Undang-undang produk manusia memberikan sanksi atas pelanggaran terhadap hukum-hukumnya.
Hanya saja sanksi itu selamanya hanya diberikan di dunia, berbeda halnya dengan
hukum Islam yang memberi sanksi di dunia dan di akhirat. Sanksi di akhirat selamanya lebih
2. berat daripada yang di dunia. Karena itu, orang yang beriman merasa mendapatkan dorongan
kejiwaan yang kuat untuk melaksanakan hukum-hukum-Nya dan mengikuti perintah serta
menjauhi-larangan-larangan-Nya (Muh. Yusuf Musa, 1998: 167)
Hukum yang disandarkan pada agama bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan individu dan
masyarakat. Tidak diragukan lagi ini adalah tujuan yang bermanfaat hanya saja ia bermaksud
membangun masyarakat ideal yang bersih dari semua apa yang bertentangan dengan agama dan
moral.
Begitu juga ia tidak hanya bermaksud untuk membangun masyarakat yang sehat saja, tetapi ia
juga bertujuan untuk membahagiakan individu, masyarakat, dan seluruh umat manusia di dunia
dan di akhirat.
T.M. Hasbi Ash-Shiddiqy mengemukakan tiga ciri-ciri khas hukum Islam yaitu: taqamul,
wasathiyah, dan harakah.
EFINISI DAN KARAKTERISTIK HUKUM DALAM PARADIGMA HUKUM ISLAM
DEFINISI DAN KARAKTERISTIK HUKUM DALAM PARADIGMA HUKUM ISLAM
I. PENDAHULUAN
Berbicara Hukum dalam paradigm Hukum Islam teringat Syeh Ahmad Bin Abdul Latif
dalam tasnif kitab ushul fiqihnya “al hukmu huwa khithobullahi alladzi yataallaku bi afalil
mukallifin” artinya: Hukum adalah kithob Allah yang berhubungan dengan perbuatan seorang
mukallaf. Mukalaf adalah seorang Muslim, akil,baliq. ketika seseorang sudah masuk mukallaf
maka dia akan di kenai Hukum Allah yang berkenaan denganya.
Dan esensi dari hukum islam adalah untuk mengatur semua aspek kehidupan
manusia,dalam mencapai kehidupan yang baik di dunia dan di akhirat kelak.Agar segala
ketentuan (hukum)yang terkadung dalam syari’at islam tersebut bisa diamalkan oleh manusia,
Maka manusia harus bisa memahami segala ketentuan yang di kehendaki oleh Allah SWT yang
terdapat dalam syari’at Islam.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Definisi Hukum Dalam Paradigm Hukum Islam.
B. Karakteristik Hukum Dalam Paradiga Hukum Islam.
3. III. TUJUAN PEMBAHASAN
Dalam makalah bertujuan agar seorang muslim bisa menjadi muslim yang fundamental dan
berkualitas islamnya, dan bisa menjalankan hukum islam dikehidupan sehari-harinya.
IV. PEMBAHASAN
A. Definisi Hukum Dalam Paradigm Hukum Islam.
Hukum islam adalah hukum yang bersumber dari dan menjadi bagian agama islam.
Sebagai system hukum ia mempunyai beberapa istilah kunci yang perlu dijelaskan lebih dahulu,
sebab kadangkala membingungkan, kalau tidak diketahui persis maknanya. Yang dimaksud
adalah istilah-istilah.[1] (1) hukum (2) hukm dan ahkam (3) sari’ah atau syariat. (4) fiqih atau
fiqh dan beberapa kata lain yang berkaitan dengan istilah-istilah tersebut.
Jika kita berbicara hukum secara sederhana segera terlintas dalam piiran kita peraturan-peraturan
seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu masyarakat, baik
peraturan atau norma itu berkenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat maupun
peraturan atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan ditegakkan oleh penguasa. Disamping
itu, ada konsepsi hukum lain diantaranya adalah konsepsi hukum islam. Dasar dan kerangka
hukumnya ditetapkan oleh Allah, tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia lain
dan benda dalam masyarakat, tetapi juga hubungan-hubungan lainya, karena manusia yang hidup
dalam masyarakat itu mempunyai berbagai hubungan. Hubungan-hubungan itu, seperti telah
terulang disinggung dimuka, adalah hubungan manusia dengan tuhan, hubungan manusia dengan
dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia yang lain, dan hubungan manusia dengan
benda dalam masyarakat serta alam sekitarnya seperangkat ukuran tingkah laku yang di dalam
bahasa arab ,disebut hukmun jama’nya ahkam.
B. Karakteristik Hukum islam
Dari uraian di atas dapat di tandai ciri-ciri (utama)hukum Islam,[2] yakni: (1) merupakan
bagian dan bersumber dari agama Islam. (2) mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat di
pisahkan dari iman atau aqkidah dan kesusilaan atau akhlak Islam. (3)mempunyai dua istilah
kunci yakni: (a) syari’at dan (b) fiqih.Syariat terdiri dari wahyu Allah dan Sunnah Nabi
Muhamad, fiqih adalah pemahaman dan hasil pemahaman manusia tentang syari’ah. (4) terdiri
4. dari dua bidang utama yakni: (a) ibadah dan (b) muammalah dalam arti yang luas.Ibadah
bersifat tertutup karna telah sempurna dan muammalah dalam arti kusus dan lua bersifat terbuka
untuk dikembangkan oleh manusia yang memahami syari’at dari masa ke masa. (5) stukturnya
berlapis,terdiri dari: (a) nas atau teks Alqur’an. (b) Sunah Nabi Muhamad (untuk syari’at). (c)
hasil ijtihad manusia yang mempunyai syarat tentang wahyu dan sunnah, (d) pelaksanaan dalam
praktik baik. (e) berupa keputusan hakim,maupun berupa amalan- amalan umat islam dalam
masyarakat (untik fiqih). (6) mendahulukan kewajiban dari hak,amal dari pahala. (7) dapat
dibagi menjadi: (a) hukum taklifi atau hukum taklif yakni al-ahkam al-khamsah yang terdiri
dari lima kaidah,lima jenis hukum, lima kategori hukum, yakni ja’iz, sunnat, makruh, wajib, dan
haram, dan (b) hukum wadh’I yang mengandung sebab, syarat, halangan terjadi atau
terwujudnya hubungan hukum.
Dalam bukunya Filsafat Hukum Islam,T.M.Hasbi Ash Shiddeqy ( 1975:156-212), menyebut
cirri-ciri khas kash hukum islam. (8) berwatak universal,berlaku abadi untuk umat Islam di mana
pun mereka berada, tidak terbatas pada umat Islam di suatu tempat atau Negara pada sutu masa
saja. (9) menghormati martabat manusia sebagai kersatuan jiwa dan rag, rohani dan jasmani
saerta memelihara kemulian manusia dan kemanusiaan secara keseluruhan. (10) plaksanaanya
dalam praktik digerakkan oleh iman (akidah) dan akhlak umat Islam.
C. Tujuan Hukum Islam melarang perbuatan yang pada dasarnya merusak kehidupan manusia.
Sekalipun perbuatan itu disenangi oleh manusia atau sekalipun umpanya perbuatanya itu
dilakukan hanya oleh seseorang tanpa merugikan orang lain, Sperti seseorang minum minuman
yang memabukkan (khamr.Dalam pandangan Islam perbuatan orang itu tetep dularang, Karna
dapat merusak akalnya yang seharusnya ia pelihara, Walaupun ia membeli minuman tersebut
dengan uangnya sendiri dan di minum di rumahmya sendiri tanpa mengganggu orang lain.[3]
Demikian juga hubungan seksual-di luar nikah (zina), perbuatan tersebut mutlak di larang
siapapun yang melakukanya, Walaupun mereka melakukunya dengan sama suka, tanpa paksaan
dan tidak merugikan orang lain.
Islam mengajarkan agar dalam hidup bermasyarakat ditegakkan keadilan dan ikhsan. Keadilan
yang harus ditegakkan mencakup keadilan terhadap diri pribadi, Keadilan Hukum keadilan
sosial,-dan keadilan dunia.[4]
5. V. KESIMPULAN
Tujuan diturunkanya hukum islam adalah untuk kepentingan,kebahagiaan,kesejahteraan, dan
keselamatan umat manusia di dunia dan di akhirat kelak.
VI. PENUTUP
Sebagai penutup penulis tahu diri makalah ini hanya menjelaskan sebagian kecil dari
Hukum dalam paradigma Islam,dan kiranya perlu kita tela’ah lagi secara kaaffah, Sehingga kita
tahu essensi dari Hukun islam itu sendiri, dan semoga dengan makalah ini kita bisa menjadi
muslim yang fundamental.Amiiin.
DAFTAR PUSTAKA
Daud Ali Mohammad,Hukum Islam ,Jakarta:Rajawali pers,2009.
Usman Suparman, Hukum Islam,Jakarta:Gaya media pratama,2001.
[1] Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, hal :58
[2] Ibid, hal:60
[3] Suparman Usman, Huku, Islam, hal :65
[4] Ibid, hal: 66
KARAKTERISTIK HUKUM ISLAM
I. PENDAHULUAN
Hukum pada intinya merupakan suatu aturan yang mengikat pada tiap diri seseorang
sebagai kontrol, dan dengan kontrol itu diharapkan seseorang tidak akan melakukan
perbuatan yang melanggar batas dan nantinya akan merugikan orang lain. Hukum itu sendiri
muncul karena pada dasarnya setiap diri manusia memiliki dua sifat yang cenderung
bertentangan. Yang satu selalu ingin melakukan kebaikan karena memang manusia pada
6. dasarnya memiliki nurani yang bersih namun pada sisi yang lain manusia juga tak terlepas
dari “nafsu ” memiliki keinginan untuk berbuat sesuatu (makan, minum, berbuat
kemaksiatan, dll) . Untuk itu, perlu adanya sebuah pembatas sebagai kontrol agar terciptanya
sebuah ketenteraman dan kemaslahatan dalam sebuah masyarakat.
Dalam hal ini yang menjadi persoalan dasar adalah hukum yang pernah diterapkan
dalam sebuah masyarakat itu beragam. Kita ambil contoh saja hukum Islam dan hukum
positif yang mana keduanya sama-sama mengikat. Dan tentu prinsip dari masing-masing
hukum itu berbeda pula. Hukum positif tidak diperbolehkan menembus pada aspek privat,
yakni hal-hal yang tidak berimplikasi pada publik. Sedangkan hukum Islam sebaliknya,
yakni mengatur hal-hal yang demikian. Misalkan, setiap orang Islam harus melaksanakan
sholat fardhu. Tentu apabila ada orang yang tidak melaksanakannya tidak akan dihukum
melalui pengadilan sebagai lembaga eksekusi hukum positif.
II. LATAR BELAKANG MASALAH
Menanggapi dari pendahuluan tadi, pemakalah akan mengulas bagaimana sebenarnya
karakteristik dari hukum Islam yang membedakan dengan hukum lainnya itu, mengapa
hukum Islam mengatur sampai pada aspek moral pada setiap insan. Padahal hukum positif
tidak mengikat sampai hal yang sekecil itu.
III. PEMBAHASAN
A. Hukum Islam Bersifat Sempurna dan Universal
Allah adalah Tuhan yang Mahasempurna, maka hukum yang Dia buat harus
sempurna pula. Karena apabila tidak, tentu berdampak pada persepsi manusia. Mereka akan
meragukan kepercayaannya mengenai adanya Tuhan di alam ini. Dalam asma’ul husna
disebutkan bahwa Ia memiliki sifat باطن ,ظاهر ,أخر ,اول , yang pertama, dan terakhir, yang dhohir
dan batin. Jadi Ia juga memiliki hukum yang berlaku sepanjang zaman. Bukan hanya
7. mengatur pada aspek legal kemasyarakatan tetapi juga mengatur kepentingan-kepentingan
ukhrawi.[1] Hal ini bisa dipahami melalui kata ظاهر , kita bisa memaknai bahwasanya hukum
yang bersifat dhohir adalah hukum yang mengikat/mengatur tentang keduniaan. Dan bisa
dikatakan cakupan hukum yang dhohir sama dengan hukum positif yang biasa diberlakukan
bagi warga negara. Yang kedua kata باطن , kita bisa memaknai bahwasanya hukum yang
bersifat batin adalah hukum yang mengatur pada aspek ukhrawi. Dan inilah yang tidak
dimiliki oleh hukum positif lainnya.
Dalam bukunya Dr. Muhammad Muslehuddin (1991 : 48), Jackson telah
mengungkapkan :
Hukum Islam menemukan sumber utamanya pada kehendak Allah
sebagaimana diwahyukan kepada Nabi Muhammad. Ia menciptakan sebuah
masyarakat mukmin, walaupun mereka mungkin terdiri atas berbagai suku dan
berada di wilayah-wilayah yang amat jauh terpisah. Agama, tidak seperti
nasionalisme atau geografi, merupakan suatu kekuatan kohesif utama. Negara itu
sendiri berada di bawah (subordinate) Al-Qur’an, yang memberikan ruang gerak
sempit bagi pengundangan tambahan, tidak untuk dikritik maupun perbedaan
pendapat. Dunia ini dipandang hanya sebagai ruang depan bagi orang lain dan
sesuatu yang lebih baik bagi orang yang beriman. Al-Qur’an juga menentukan
aturan-aturan bagi tingkah laku menghadapi orang-orang lain maupun masyarakat
untuk menjamin sebuah transisi yang aman. Tidak mungkin memisahkan teori-teori
politik atau keadilan dari ajaran-ajaran Nabi, yang menegakkan aturan-aturan
tingkah laku, mengenai kehidupan beragama, keluarga, sosial, dan politik. Ini
menimbulkan hukum tentang kewajiban-kewajiban daripada hak-hak, kewajiban
moral yang mengikat individu, dari mana tidak (ada otoritas bumi yang) bisa
membebastugaskannya, dan orang-orang yang tidak mentaatinya akan merugikan
kehidupan masa mendatangnya.
Dari ungkapan Jackson di atas, telah jelas bahwa Islam menentukan aturan-aturan
tingkah laku mengenai hal-hal yang bersifat legal kemasyarakatan/publik, yang diungkapkan
pada kalimat : “ajaran-ajaran Nabi, yang menegakkan aturan-aturan tingkah laku, mengenai
kehidupan beragama, keluarga, sosial, dan politik”. Dan yang kedua, mengenai aspek
moral/individu, yang diungkapkan pada kalimat terakhir. Inilah ciri utama yang dimiliki
hukum Islam yang tidak ada bandingannya.
8. Yang kedua hukum Islam itu bersifat universal. Mencakup seluruh manusia ini tanpa
ada batasnya. Tidak dibatasi pada negara tertentu, benua, daratan, atau lautan. Seperti halnya
pada ajaran-ajaran nabi sebelumnya.[2] Misalkan, Nabi Musa hanya mencakup pada kawasan
Mesir dan sekitarnya, Nabi Isa mencakup pada kawasan Israel, dan lain sebagainya. Ini
didasarkan pada Al-Qur’an yang memberikan bukti bahwa hukum Islam tersebut ditujukan
kepada seluruh manusia di muka bumi. Allah berfirman :
Artinya : “Dan Kami (Allah) tidak mengutus kamu (Muhammad), melainkan kepada
umat manusia seluruhnya, untuk membawa berita gembira dan berita peringatan. Akan tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (As-Saba’ : 28)
Artinya : “Dan Kami (Allah) tidak mengutus kamu (Muhammad) kecuali untuk
menjadi rahmat bagi seluruh alam.” (Al-Anbiyya’ : 107)
B. Dinamis dan Elastis
Hukum Islam bersifat dinamis yang berarti mampu menghadapi perkembangan sesuai
dengan tuntutan waktu dan tempat.[3] Atau bisa dikatakan sangat cocok untuk diterapkan
pada setiap zaman. Mungkin ada beberapa orang yang berasumsi bahwa kedinamisan suatu
hukum itu tidak mungkin terjadi. Pada dasarnya sesuatu di alam ini akan berubah, begitu juga
sebuah hukum yang sudah pasti bisa berubah sewaktu-waktu. Untuk itu, sifat dinamis ini
harus dikaitkan dengan sifat elastis (luwes). Lalu bagaimana sifat elastis pada hukum Islam
ini dapat kita lihat? Dalam Islam, kita kenal dengan sebutan ijtihad yang mana menurut Iqbal
di sebut dengan “prinsip gerak dalam Islam”.[4] Ijtihad ini memungkinkan bagi orang Islam
untuk menyesuaikan hukum yang ada pada masa Rasul (saat hukum Islam diciptakan)
dengan keadaan sekarang yang terjadi di lingkungannya. Inilah yang disebut dengan
keelastisan hukum Islam.
9. Sifat dinamis dan elastis ini dapat kita lihat pada kehidupan sehari-hari. Sebagai
contohnya adalah jual beli yang sesuai dengan syariat Islam. Pada masa Rasulullah, jual beli
dilakukan dengan saling tatap muka, artinya antara si penjual dan si pembeli saling bertemu
untuk melakukan akad. Tetapi pada zaman sekarang ini, jual beli bahkan tanpa hadirnya
salah satu orang tersebut bisa dilakukan seperti di Swalayan, Plaza, Mall, dan sebagainya.
Nah, dari persoalan ini bagaimana kedudukan hukum Islam menanggapi sistem seperti ini
agar jual beli itu sesuai dengan syari’at Islam. Untuk itu, perlu adanya hukum asal/nash yang
menerangkan jual beli. Diantaranya Q.S. Al-Baqarah : 275 dan 282, An-Nisa’ : 29, Al-
Jum’ah : 9.
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
Prinsip dihalalkannya jual beli dari ayat-ayat tersebut adalah adanya kerelaan antara
kedua belah pihak, bukan termasuk riba, tidak dilakukan pada waktu Jum’at, dan sebagainya.
Fathurrahman Djamil mengatakan bahwa “Ijab dan Qabul dalam jual beli adalah untuk
menunjukkan prinsip an taradhin. Ketika prinsip tersebut terpenuhi, meski tanpa lafal ijab
dan qabul seperti ketika masuk plaza, maka hukumnya sah.”
C. Sistematis
Hukum Islam memiliki sifat yang sistematis, artinya bahwa hukum Islam itu
mencerminkan sejumlah ajaran yang sangat bertalian. Beberapa diantaranya saling
berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Contohnya saja wajibnya hukum shalat tidak
terpisahkan dengan wajibnya hukum zakat. Itu menunjukkan bahwa Islam tidak hanya
mengajarkan aspek kebatinan saja yang mengutamakan hal-hal ukhrawi tetapi juga
diperintahkan untuk mencapai aspek keduniaan.[5] Al-Qur’an menyebutkan :
اعمل لدنياك كانك تعيش ابدا واعمل لاخرتك كأنك تموت غدا
10. Artinya : “Bekerjalah kamu untuk kepentingan duniawimu seakan-akan kamu akan
hidup selamanya dan bekerjalah kamu untuk kepentingan ukhrawimu seakan-akan kamu
akan mati besok.”
Fathurrahman Djamil mengungkapkan bahwa “hukum Islam senantiasa berhubungan
satu dengan yang lainnya. Hukum Islam tidak bisa dilaksanakan apabila diterapkan hanya
sebagian dan ditinggalkan sebagian yang lain.” Seperti halnya ayat di atas, kita dapat
menganalisa bahwa apabila kita hanya selalu beribadah untuk mencapai akhirat dengan
mengabaikan hal-hal keduniaan, pasti pencapaian tersebut tidak akan terwujud. Karena untuk
menuju kehidupan akhirat itu tentu kita harus menjalani kehidupan dunia ini.
D. Memperhatikan Aspek Kemanusiaan dan Moral
Manusia merupakan mahluk sosial di mana ia tidak dapat hidup sendiri tanpa adanya
bantuan orang lain. Untuk itu sifat tolong menolong merupakan hal yang wajib bagi setiap
insan. Dalam hukum Islam dikenal dengan istilah ta’awun, zakat, infaq, waqaf, dan sedekah
yang kesemuanya itu merupakan wujud kemanusiaan yang sangat dijunjung tinggi oleh nilai-nilai
hukum Islam.[6] Ayat-ayat hukum yang menunjukkan bahwa kewajiban manusia untuk
saling tolong-menolong di jelaskan pada ayat berikut :
وتعاونوا على البر والتقوى ولا تعاونوا على الاثم والعدوان
Artinya : “Bertolonglah-tolonglah kamu atas kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu
tolong-menolong atas (perbuatan) dosa dan permusuhan.
Sedangkan mengenai hukum diwajibkannya zakat, dijelaskan dalam surat At-Taubah
ayat 60, berbunyi :
Artinya : “Sesungguhnya shodaqoh (zakat) itu diberikan kepada orang-orang fakir,
orang-orang miskin, pengurus zakat, para muallaf, hamba sahaya, orang-orang yang
11. berhutang, untuk memperjuangkan agama Allah (sabilillah), dan Ibnu sabil. Sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Yang kedua adalah aspek moral, untuk membentuk suatu interaksi sosial
kemanusiaan tentu manusia harus memiliki aspek moral (akhlaq) yang baik. Karena untuk
mewujudkan pergaulan yang sehat, akhlaqlah yang menjadi pondasi utama. Bila akhlaq itu
sudah terkontaminasi dengan keburukan dan kemaksiatan, maka tidak akan mewujudkan
suatu pergaulan sosial yang baik dan nantinya juga dapat berimbas pada pelanggaran aturan-aturan
hukum positif. Dalam Al-Qur’an disebutkan :
Artinya :”Sesungguhnya pada (diri) Rasulullah itu terdapat suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
serta banyak mengingat kepada Allah.” (Q.S. Al-Ahzab : 21)
IV. KESIMPULAN
Dilihat dari berbagai karakteristik hukum Islam yang telah dipaparkan di atas, dapat
disimpulkan bahwa aspek moral (privat) pada hukum Islam yang mengikat pada setiap diri
insan itu bertujuan untuk kepentingan akhirat mereka. Berbeda dengan hukum positif yang
hanya mengedepankan aspek legal. Ini disebabkan, hukum positif hanya bertujuan untuk
menciptakan masyarakat yang aman dan tenteram dalam berkehidupan. Namun, hukum
Islam mengatur kedua hal tersebut.
V. PENUTUP
Demikianlah makalah yang dapat kami paparkan, semoga dapat bermanfaat bagi kita
semua. Kami yakin dalam pemaparan materi makalah ini masih ada banyak kekurangan.
12. Untuk itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah kami yang selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Muslehuddin, Muhammad, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis Studi Perbandingan
Sistem Hukum Islam, Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1991
Djamil, Fathurrahman, Filsafat Hukum Islam, Ciputat : Logos Wacana Ilmu, 1997
Usman, Suparman, Hukum Islam, (Jakarta : Gaya Media Pratama), .hal 64
Filsafat Hukum Islam, Jakarta, Proyek Pembinaan dan Sarana Perguruan Tinggi Agama/IAIN
Jakarta Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama
RI, 1987
[1] Dr. Muhammad Muslehuddin, Filsafat Hukum Islam dan Pemikiran Orientalis Studi
Perbandingan Sistem Hukum Islam, (Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1991), hal 47
[2] DR. H. Fathurrahman Djamil, M.A., Filsafat Hukum Islam, (Ciputat : Logos Wacana
Ilmu, 1997), hal 49
[3] Prof.. Dr. H. Suparman Usman, S.H., Hukum Islam, (Jakarta : Gaya Media Pratama),
.hal 64
[4] DR. H. Fathurrahman Djamil, M.A., Op. Cit., hal 48
[5] Ibid., hal 51
[6] Filsafat Hukum Islam, Jakarta, Proyek Pembinaan dan Sarana Perguruan Tinggi
Agama/IAIN Jakarta Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen
Agama RI, 1987, hal 98