SlideShare a Scribd company logo
Persamaan Gelombang Schrödinger 23
BAB 3
Persamaan Gelombang Schrödinger
Schrödinger menyatakan bahwa perilaku elektron, termasuk tingkat-tingkat energi
elektron yang diskrit dalam atom, mengikuti suatu persamaan diferensial untuk
gelombang, yang kemudian dikenal sebagai persamaan Schrödinger. Persamaan ini
biasanya tidak dibahas secara mendalam jika membicarakan masalah material, lebih-
lebih pada buku ajar tingkat sarjana. Daniel D Pollock membahas hal ini lebih
mendalam dalam bukunya, namun ada satu langkah yang dihilangkan dalam
mengintroduksi operator momentum maupun energi. Di sini kita akan mencoba
menelusurinya dalam pembahasan yang agak terurai namun tetap sederhana.
3.1. Fungsi Hamilton
Jika gelombang dapat mewakili elektron maka energi gelombang dan energi partikel
elektron yang diwakilinya haruslah sama. Sebagai partikel, satu elektron mempunyai
energi total yang terdiri dari energi potensial dan energi kinetik. Seperti kita ketahui,
energi potensial merupakan fungsi posisi x (dengan referensi koordinat tertentu) dan
kita sebut Ep(x), sedangkan energi kinetik adalah Ek = ½mv2
dengan m adalah massa
elektron dan v adalah kecepatannya. Energi total electron sebagai partikel menjadi E
= Ep + Ek
)(
2
2
xE
mv
E p+= atau )(
2
2
xE
m
p
E p+= (3.1)
di mana p = mv adalah momentum elektron.
Jika kita pandang persamaan (3.1) ini sebagai persamaan matematis biasa, kita dapat
menuliskannya sebagai
)(
2
),(
2
xE
m
p
xpHE p+=≡ (3.2)
H(p,x) adalah sebuah fungsi yang disebut fungsi Hamilton (dari William Rowan
Hamilton 1805 – 1865; matematikawan Irlandia), dengan p dan x adalah peubah-
peubah bebas.[4]. Turunan parsial fungsi ini terhadap p dan x masing-masing adalah
m
p
p
xpH
=
∂
∂ ),(
dan
dx
xdE
x
xpH p )(),(
=
∂
∂
(3.3)
Kalau kita memandang (3.1) kembali sebagai suatu persamaan besaran fisika dengan
p dan x adalah momentum dan posisi¸ maka kita peroleh
dt
dx
v
m
p
p
xpH
e ===
∂
∂ ),(
dan (3.4.a)
24 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material
dt
dp
dt
dv
mxF
x
xE
x
xpH p
===
∂
∂
−=
∂
∂
− )(
)(),(
(3.4.b)
Jadi turunan H(p,x) terhadap p memberikan turunan x terhadap t dan turunan H(p,x)
terhadap x memberikan turunan p terhadap t; dan kita pahami bahwa p di sini
adalah momentum, suatu besaran fisis dan bukan lagi hanya sebuah peubah-bebas
seperti dalam fungsi Hamilton.
Dalam relasi fisik, vdtdx =/ adalah kecepatan, dan Fdtdp =/ adalah gaya. Dengan
demikian maka fungsi Hamilton, yang menetapkan hubungan antara peubah-peubah
bebas p dan x untuk memperoleh E, dapat kita gunakan untuk menggantikan
hubungan-hubungan fisik mengenai momentum, kecepatan, dan gaya yang biasa
kita nyatakan sebagai : mvp ==== ;
m
p
dt
dx
v ======== ;
dt
dp
dt
dv
m
dt
xd
mF ============
2
2
Perhatikan: sekali lagi p dan x dalam fungsi Hamilton adalah peubah-peubah
sedangkan p dan x dalam persamaan fisis adalah momentum dan posisi.
3.2. Fungsi Hamilton dalam Mekanika Kuantum
Dalam mekanika kuantum, elektron dinyatakan sebagai gelombang. Jika fungsi
Hamilton dapat diterapkan untuk elektron sebagai partikel, maka ia harus dapat
diterapkan pula untuk elektron sebagai gelombang. Hal ini akan kita lihat sebagai
berikut.
• Peubah p pada fungsi Hamilton, harus diganti dengan operator momentum
agar jika dioperasikan terhadap suatu fungsi gelombang dapat menyatakan
momentum elektron yang tidak lagi dipandang sebagai partikel melainkan
sebagai gelombang.
• E pada fungsi Hamilton, harus diganti dengan operator energi yang jika
beroperasi pada fungsi gelombang dari electron akan memberikan energi.
• Peubah x yang akan menentukan posisi elektron sebagai partikel, akan
terkait dengan posisi elektron sebagai gelombang sehingga peubah ini tidak
berubah pada fungsi gelombang dari elektron. Dalam kaitan ini perlu kita
ingat bahwa jika elektron kita pandang sebagai partikel maka momentum
dan posisi mempunyai nilai-nilai yang akurat. Jika elektron kita pandang
sebagai gelombang, maka kita dibatasi oleh prinsip ketidakpastian
Heisenberg.
Operator Momentum dan Operator Energi. Kita akan mencoba menelusuri
operator-operator yang diperlukan ini dengan memperhatikan bentuk fungsi
gelombang komposit, yaitu persamaan (2.5)
)(
0
])()[( 00 xktj
n
xktj
eAeu nn −ω∆−ω∆








= ∑
Jika fungsi ini kita turunkan terhadap t kita peroleh
Persamaan Gelombang Schrödinger 25
)(
00
])()[(
)(
0
])()[(
00
00
xktj
n
xktj
xktj
n
xktj
n
eAje
eAej
t
u
nn
nn
−ω∆−ω∆
−ω∆−ω∆
ω








+








ω∆=
∂
∂
∑
∑
yang dapat disederhanakan menjadi
)(
0
])()[(
0
0
00 xktj
n
xktjn
eAej
t
u nn −ω∆−ω∆








ω
ω∆
ω=
∂
∂
∑ (3.5.a)
Dalam selang sempit k∆ maka 1/ 0 ≈ωωn ; dan jika ruas kiri dan kanan (3.5.a)
dikalikan dengan h dan mengingat bahwa energi ω= hE maka kita akan
memperoleh
jEuuju
t
=ω=
∂
∂
)( 0hh atau Euu
t
j =
∂
∂
− h (3.5.b)
E adalah energi total elektron. Akan tetapi jika kita melihat (3.5.b) sebagai suatu
persamaan matematik biasa maka kita dapat mengatakan bahwa E merupakan
sebuah operator yang beroperasi pada fungsi gelombang u dan
t
jE
∂
∂
−≡ h (3.5.c)
Jika u kita turunkan terhadap x.
)(
)(
)(
0
])()[(
0
0
)(
00
])()[(
)(
0
])()[(
00
00
00
xktj
n
xktjn
xktj
n
xktj
xktj
n
xktj
n
eAe
k
k
jk
eAjke
eAekj
x
u
nn
nn
nn
−ω∆−ω∆
−ω∆−ω∆
−ω∆−ω∆








−=
−








+








∆−=
∂
∂
∑
∑
∑
Untuk 1/ 0 ≈kkn , jika ruas kiri dan kanan kita kalikan dengan h akan kita peroleh
jpuukju
x
−=−=
∂
∂
)( 0hh atau puu
x
j =
∂
∂
h (3.5.d)
Seperti halnya untuk E pada (3.5.b), p pada (3.3.5.d) kita pandang sebagai operator
x
jp
∂
∂
≡ h (3.5.e)
Dengan demikian kita mendapatkan operator untuk E pada (3.5.c) dan p pada
(3.5.e).
26 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material
Jika fungsi gelombang kita sebut Ψ dan mengoperasikan H(p,x) pada fungsi
gelombang ini, maka
Ψ=Ψ ExpH ),( atau Ψ=Ψ








+ ExE
m
p
p )(
2
2
;
Dengan memasukkan operator p akan kita peroleh
Ψ=Ψ





+





∂
∂
−





∂
∂
− ExE
x
j
x
j
m
p )(
2
1
hh atau
Ψ=Ψ+
∂
Ψ∂
− ExE
xm
p )(
2 2
22
h
(3.6)
Inilah persamaan Schrödinger untuk satu dimensi. Untuk tiga dimensi, persamaan
Schrödinger itu menjadi
Ψ=Ψ+Ψ∇− EzyxE
m
p ),,(
2
2
2
h
(3.7)
3.3. Persamaan Schrödinger Bebas-waktu
Aplikasi persamaan Schrödinger dalam banyak hal akan berkaitan dengan energi
potensial, yaitu besaran yang merupakan fungsi posisi dan tidak merupakan fungsi
waktu. Perhatian kita tidak tertuju pada keberadaan elektron dari waktu ke waktu,
melainkan tertuju pada kemungkinan dia berada dalam selang waktu yang cukup
panjang. Jadi jika faktor waktu dapat dipisahkan dari fungsi gelombang, maka hal
itu akan menyederhanakan persoalan. Kita tinjau kasus satu dimensi dan menuliskan
persamaan gelombang sebagai )()(),( tTxtx ψ=Ψ . Jika persamaan gelombang ini
kita masukkan ke persamaan (3.6) dan kedua ruas kita bagi dengan )()( tTxψ kita
memperoleh
t
tT
tT
jxE
x
x
xm
p
∂
∂
−=+
∂
ψ∂
ψ
−
)(
)(
1
)(
)(
)(
1
2 2
22
h
h
(3.8)
Ruas kiri dari (3.8) merupakan fungsi x saja sedangkan ruas kanan merupakan
fungsi t saja. Karena kedua ruas merupakan fungsi dengan peubah yang berbeda
maka kedua ruas harus sama dengan suatu nilai konstan khusus, yang biasa disebut
eigenvalue.
Kita lihat lebih dahulu ruas kanan, yang akan memberikan persamaan Schrödinger
satu dimensi yang tergantung waktu:
konstan
)(
)(
1
==
∂
∂
− a
t
tT
tT
jh (3.8.a)
Mengingat bentuk gelombang yang mewakili elektron adalah (2.5)
Persamaan Gelombang Schrödinger 27
xjktjxktj
eeAtxSeAtxSu 0000
0
)(
0 ),(),( −ω−ω
==
sedangkan ),( txS adalah
xkj
n
tj nn
eetxS )()(
),( ∆−ω∆
∑=
maka kita dapat mengambil bentuk T(t) sebagai tj
etBtT ω
= )()( untuk kita masukkan
ke (3.8.a), dan kita akan memperoleh
E
etB
etBj
j
t
etB
etB
ja
tj
tj
tj
tj
=ω=
ω
−=
∂
∂
−=
ω
ω
ω
ω
hh
h
)(
)(
)(
)(
1
(3.8.b)
Jadi konstanta a pada (3.8.a) adalah energi total elektron, E. Jika demikian halnya
maka ruas kiri (3.8) juga harus sama dengan E, sehingga dapat kita tuliskan sebagai
ExE
x
x
xm
p =+
∂
ψ∂
ψ
− )(
)(
)(
1
2 2
22
h
atau
( ) 0)()(
)(
2 2
22
=ψ−+
∂
ψ∂
xxEE
x
x
m
p
h
(3.9)
Inilah persamaan Schrödinger satu dimensi yang bebas-waktu.
Untuk tiga dimensi persamaan itu menjadi
( ) 0),,(
2
2
2
=Ψ−+Ψ∇ zyxEE
m
p
h
(3.9.a)
Perlu kita sadari bahwa adanya persamaan Schrödinger bebas-waktu bukanlah
berarti bahwa elektron atau partikel yang ingin kita pelajari dengan mengaplikasikan
persamaan ini adalah partikel yang bebas-waktu. Partikel tersebut memiliki
kecepatan gerak, dan kecepatan adalah turunan terhadap waktu dari posisi. Oleh
karena itu dalam memberi arti pada penurunan matematis dari persamaan
Schrödinger bebas-waktu, dalam hal-hal tertentu kita perlu mempertimbangkan
masalah waktu, sesuai dengan logika.
Dengan persamaan Schrödinger bebas-waktu (3.9) atau (3.9.a) fungsi gelombang
yang dilibatkan dalam persamaan ini juga fungsi gelombang bebas-waktu, Ψ(x).
Dari bentuk gelombang komposit untuk electron (2.5)
)(
0
00
),( xktj
eAtxSu −ω
= dengan xkj
n
tj nn
eetxS )()(
),( ∆−ω∆
∑=
kita dapat mengambil bentuk Ψ(x) sebagai jkx
exAx −
=Ψ )()( , dengan A(x) adalah
selubung paket gelombang, untuk mencari solusi persamaan Schrödinger.
28 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material
Persamaan Schrödinger adalah persamaan gelombang dan yang kita maksudkan
adalah gelombang sebagai representasi elektron atau partikel. Mencari solusi
persamaan Schrödinger adalah untuk memperoleh fungsi gelombang yang
selanjutnya digunakan untuk melihat bagaimana perilaku atau keadaan elektron.
Hubungan antara momentum p dan energi E dengan besaran-besaran gelombang (k,
ω, f, λ) adalah
λ
=
λ
π
==
h
kp
2
hh hfE =ω= h
3.4. Fungsi Gelombang
Persamaan Schrödinger adalah persamaan diferensial parsial dengan Ψ adalah
fungsi gelombang, dengan pengertian bahwa
dzdydx*
ΨΨ (3.10)
adalah probabilitas keberadaan elektron pada waktu t tertentu dalam volume dx dy
dz di sekitar titik (x, y, z); *
Ψ adalah konjugat dari Ψ . Jadi persamaan Schrödinger
tidak menentukan posisi elektron melainkan memberikan probabilitas bahwa ia akan
ditemukan di sekitar posisi tertentu. Kita juga tidak dapat mengatakan secara pasti
bagaimana elektron bergerak sebagai fungsi waktu karena posisi dan momentum
elektron dibatasi oleh prinsip ketidakpastian Heisenberg.
Dalam kasus satu dimensi dengan bentuk gelombang
jkx
eA
x
kx
x −∆
=Ψ 0
/2)sin(2
)( dan jkx
ekA
kx
kx
x +
∆
∆
∆
=Ψ 0
*
/2)(
/2)sin(
)(
maka
2
2
0
* )2/sin(





 ∆
=ΨΨ
x
kx
A (3.11)
Apa yang berada dalam tanda kurung pada (3.11) adalah selubung paket gelombang
yang merupakan fungsi x sedangkan A0 memiliki nilai konstan. Jadi selubung paket
gelombang itulah yang menentukan probabilitas keberadaan elektron.
Persyaratan Fungsi Gelombang. Fungsi gelombang )(xΨ hasil solusi persamaan
Schrödinger harus memenuhi beberapa persyaratan agar ia mempunyai arti fisis.
Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut.
• Elektron sebagai suatu yang nyata harus ada di suatu tempat. Oleh karena itu
fungsi gelombang (untuk satu dimensi) harus memenuhi 1*
=ΨΨ∫
∞
∞−
dx .
• Fungsi gelombang )(xΨ , harus kontinyu sebab jika terjadi ketidak-
kontinyuan hal itu dapat ditafsirkan sebagai rusaknya elektron, suatu hal
yang tidak dapat diterima.
Persamaan Gelombang Schrödinger 29
• Turunan fungsi gelombang terhadap posisi, dxd /Ψ , juga harus kontinyu.
Kita telah melihat bahwa turunan fungsi gelombang terhadap posisi terkait
dengan momentum elektron sebagai gelombang. Oleh karena itu persyaratan
ini dapat diartikan sebagai persayaratan kekontinyuan momentum.
• Fungsi gelombang harus bernilai tunggal dan terbatas sebab jika tidak akan
berarti ada lebih dari satu kemungkinan keberadaan elektron.
• Fungsi gelombang tidak boleh sama dengan nol di semua posisi sebab
kemungkinan keberadaan elektron haruslah nyata, betapapun kecilnya.
3.5. Aplikasi Persamaan Schrödinger - Tinjauan Satu Dimensi
3.5.1. Elektron-bebas
Yang dimaksud dengan elektron-bebas adalah elektron yang tidak mendapat
pengaruh luar sehingga energi potensialnya nol. Dengan V(x) = 0 persamaan
Schrödinger menjadi
0)(
)(
2 2
22
=ψ+
∂
ψ∂
xE
x
x
m
h
(3.12)
Solusi persamaan Schrödinger satu dimensi ini bisa kita duga berbentuk
sx
Aex =ψ )( . (Bandingkan solusi dugaan ini dengan persamaan paket gelombang di
bab sebelumnya, yaitu persamaan (2.9) sxxjk
t
exAexAu )()( 0
== −
). Jika solusi
dugaan ini kita masukkan ke (3.12) akan kita peroleh persamaan karakteristik yang
memberikan nilai s:
22
2
dengan,
2
hh
mE
j
mE
js =αα±=±= dan fungsi gelombang
yang kita cari adalah xjxj
eAeAx α−α
+=ψ 21)( . α tidak lain adalah bilangan
gelombang, k, dengan nilai
2
2
h
mE
k =α= (3.13)
Jadi solusi yang kita peroleh dapat kita tuliskan sebagai
jkxjkx
eAeAx −
+=ψ 21)( (3.14)
Ruas kanan persamaan (3.14) terdiri dari dua suku, gelombang maju dan gelombang
mundur. Hal ini tentu tidak kita tafsirkan bahwa kita memperoleh dua elektron, satu
bergerak ke kiri dan satu bergerak ke kanan, melainkan bahwa probabilitas
keberadaan elektron ditentukan oleh ψψ* yang mempunyai nilai nyata.
Persamaan (3.13) memberikan hubungan antara energi elektron, E, dan bilangan
gelombang k yaitu
m
k
E
2
22
h
= (3.15)
30 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material
3.5.2. Pantulan Elektron
Dalam percobaan Davisson dan Germer berkas elektron dengan energi tertentu
ditembakkan pada permukaan kristal tunggal. Terjadinya pantulan mudah dipahami
jika kita bayangkan elektron sebagai partikel. Namun pantulan berkas elektron oleh
permukaan kristal ternyata mencapai nilai maksimum pada sudut tertentu, dan hal
ini diterangkan melalui gejala pantulan gelombang.
Elektron adalah partikel bermuatan. Oleh karena itu pantulan elektron tidak hanya
terjadi pada waktu ia membentur permukaan fisik (kristal pada percobaan Davisson
dan Germer), tetapi juga akan terjadi jika ia bertemu dengan suatu daerah yang
mendapat pengaruh medan listrik. Elektron yang bergerak bebas di suatu daerah
yang tidak mendapat pengaruh medan listrik, hanya memiliki energi kinetik; ia akan
berubah arah atau terpantul jika ia bertemu daerah yang mendapat pengaruh medan
listrik. Kita katakan bahwa di perbatasan kedua daerah itu elektron bertemu dinding
potensial.
Jika kita pandang elektron sebagai gelombang, dalam peristiwa pantulan seperti
tersebut di atas, seluruh komponen paket gelombang mengalami peristiwa pantulan
sehingga gelombang pantulan juga merupakan paket gelombang. Sebagaimana telah
kita pelajari, “posisi” elektron dibatasi oleh lebar paket gelombang. Dengan
demikian maka dalam melihat peristiwa pantulan elektron, sesungguhnya kita
berhadapan dengan selubung paket gelombang.
3.5.3. Elektron Bertemu Dinding Potensial
Kita bayangkan sebuah elektron-bebas bergerak ke arah x positif dan di suatu titik (x
= 0) ia memasuki daerah yang mendapat pengaruh medan potensial., artinya mulai
dari x = 0 ke arah positif, energi potensialnya tidak lagi nol. Kita katakan bahwa
elektron bertemu dinding potensial di x = 0. Keadaan ini kita gambarkan seperti
pada Gb.3.1. untuk kasus satu dimensi. Perlu
kita sadari, walaupun kita membayangkan
elektron bergerak ke kanan, kita tetap akan
menggunakan persamaan Schrödinger yang
bebas-waktu untuk melihat kemungkinan
keberadaan elektron di daerah I dan II pada
Gb.3.1.
Energi potensial Ep(x) untuk x < 0 (daerah I)
bernilai nol. Solusi persamaan Schrödinger untuk x < 0 ini adalah solusi untuk
elektron-bebas yang telah kita bahas yaitu
xjkxjk
eAeAx 11
211 )( +=ψ −
dengan
21
2
h
mE
k = (3.16)
Untuk x > 0 (daerah II), solusi yang akan kita peroleh mirip bentuknya dengan (3.5)
hanya berbeda nilai k, yaitu
xjkxjk
eBeBx 22
212 )( +=ψ −
(3.17)
Gb.3.1. Dinding potensial.
0 x
Ep(x)=0 Ep(x)=V
I II V
Persamaan Gelombang Schrödinger 31
dengan )(
2
22 VE
m
k −=
h
Walaupun kita akan menyelesaikan persamaan yang bebas-waktu namun kita akan
mempertimbangkan hal yang terkait dengan waktu dalam melihat persamaan (3.17)
ini. Sesuai logika, jika elektron berasal dari daerah I, maka ketika ia sampai di
daerah II ia haruslah bergerak ke kanan dan oleh karena itu fungsi gelombang di
daerah II haruslah gelombang maju, dan tidak mungkin gelombang mundur. Hal ini
berarti bahwa nilai B1 pada (3.17) haruslah nol.
Perbandingan amplitudo B2 dan A2 terhadap amplitudo gelombang maju di daerah I
yaitu A1 akan memberikan gambaran keadaan elektron. Dengan menerapkan
persyaratan kekontinyuan gelombang di x = 0, yaitu )0()0( 21 ψ=ψ dan
dx
d
dx
d )0()0( 21 ψ
=
ψ
kita peroleh
1
21
1
1
2 2
A
kk
k
A
B
−
= ;
21
21
1
2
kk
kk
A
A
−
+
= (3.18)
Jika E > V maka nilai 2k adalah nyata seperti halnya 1k akan tetapi 12 kk < . Oleh
karena itu 10
1
2 <<
A
B
dan 10
1
2 <<
A
A
. Amplitudo gelombang maju di daerah II lebih
kecil dari amplitudo gelombang maju di daerah I sedangkan amplitudo gelombang
mundur di daerah I juga lebih kecil dari gelombang maju di daerah I, sedangkan
jumlah amplitudo gelombang maju dan gelombang mundur di daerah I sama dengan
amplitudo gelombang maju di daerah II. Keadaan ini kita tafsirkan bahwa pada saat
elektron bertemu dinding potensial, ada kemungkinan bahwa elektron dipantulkan.
Kesimpulan ini berbeda dengan pernyataan dalam analisa klasik yang secara pasti
akan mengatakan bahwa elektron akan berada di daerah II karena E > V .
Jika E < V , bilangan gelombang di daerah II adalah
222
)(2
kj
EVm
k ′±=
−
−=
h
.
Dalam bentuk eksponensial, solusi untuk daerah II menjadi
xkxk
eBeBx 22
212 )(
′−′
+=ψ (3.19)
Suku pertama (3.19) menuju tak hingga jika x makin besar. Secara fisis hal ini tak
dapat diterima sehingga kita tidak akan meninjaunya, jadi kita buat B1 = 0 sehingga
fungsi gelombang di daerah II menjadi
xk
eBx 2
22 )(
′−
=ψ (3.20)
Fungsi gelombang yang berbentuk fungsi eksponensial dengan eksponen negatif ini
menunjukkan bahwa amplitudo gelombang menurun secara eksponensial. Makin
32 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material
besar V dibandingkan terhadap E akan semakin besar 2k′ dan semakin cepat pula ψ2
menuju nol.
Walaupun nilainya semakin kecil, tetapi probabilitas keberadaan elektron di daerah
II tetap ada. Hal ini berbeda dengan pengertian klasik yang akan mengatakan bahwa
tidak mungkin elektron mencapai daerah II karena VE < .
Jika V makin besar menuju ∞ maka ∞=′2k . Untuk x = 0, maka (3.20) menjadi
22 )( Bx =ψ dan ∞=′−=ψ
′− xk
eBkdxxd 2
222 /)( . Hal ini tak dapat kita terima maka haruslan
02 =B , sehingga 0)(2 =ψ x . Hal ini kita tafsirkan bahwa jika dinding potensial
sangat tinggi maka elektron akan dipantulkan dan kemungkinan elektron berada di
daerah II hampir tidak ada.
3.5.4. Elektron Berada Dalam Sumur Potensial
Pembahasan masalah ini dilakukan oleh Daniel D. Pollock dalam buku jilid
pertamanya [1]. Di sub-bab ini kita akan mencoba memahaminya melalui
pendekatan yang lebih sederhana.
Sumur potensial adalah daerah yang tidak mendapat pengaruh potensial sedangkan
daerah mendapat pengaruh potensial. Hal ini berarti bahwa elektron, selama ia
berada berada dalam sumur potensial, merupakan elektron-bebas. Kita katakan
bahwa elektron terjebak di sumur potensial, dan kita anggap bahwa dinding
potensial sangat tinggi menuju ∞, atau kita katakan sumur potensial sangat dalam.
Gb.3.2. menggambarkan keadaan ini secara dua dimensi. Daerah I dan daerah III
adalah daerah-daerah dengan V = ∞, sedangkan di daerah II, yaitu antara 0 dan L,
V = 0. Kita katakan bahwa lebar sumur potensial ini adalah L.
Pada sumur potensial yang dalam, daerah I dan III adalah daerah dimana
kemungkinan keberadaan elektron bisa dianggap nol, 0)(1 =ψ x dan 0)(3 =ψ x .
Solusi persamaan Schrödinger untuk daerah II adalah solusi untuk elektron-bebas
)( 22
212
xjkxjk
eBeBx +=ψ −
(3.21)
Persyaratan kekontinyuan di x = 0 mengharuskan
211212 0)0()0( BBBB −=→=ψ=+=ψ
dan persyaratan kekontinyuan di L mengharuskan
0)0()( 3
L
2
L
12
22
=ψ=+=ψ − jkjk
eBeBL , sehingga
0 L
I II III
ψ1 ψ2 ψ3
Ep=0Ep=∞ Ep=∞
Gb.3.2. Elektron dalam sumur potensial (daerah II).
x
Persamaan Gelombang Schrödinger 33
( )
0)Lsin(2
2
2
)(
22
LL
2
LL
22
22
22
==







 +−
=
+−=ψ
−
−
kjB
j
ee
jB
eeBL
jkjk
jkjk
(3.22)
Persamaan (3.22) mengharuskan π= nk L2 atau
L
n
k
π
=2 (dengan n bilangan bulat),
sehingga fungsi gelombang di daerah II menjadi
x
n
jB
j
ee
jBx
xjkxjk
L
sin2
2
2)( 222
22
π
=







 +−
=ψ
−
(3.23)
Probabilitas keberadaan elektron di daerah II ini adalah sebanding dengan
L
sin
L
sin4)()( 222
22
*
2
π
=
π
=ψψ
n
Kx
n
Bxx (3.24)
Untuk n = 1, fungsi ini bernilai nol di Ldan0 == xx , dan maksimum di 2L/x = .
Untuk n = 2, nilai nol terjadi di x = 0, L/2, dan L. Untuk n = 3, nilai nol terjadi di x =
0, L/3, 2L/3, dan L; dan seterusnya, seperti terlihat pada Gb.3.3. Selain di x = 0,
jumlah titik simpul gelombang, yaitu titik di mana fungsinya bernilai nol, sama
dengan nilai n.
Gb.3.3. Probabilitas keberadaan electron dalam sumur potensial.
Karena di daerah II V = 0, maka 2
2 /2 hmEk = atau mkE 2/2
2
2
h= . Dengan
memasukkan nilai k2 kita peroleh energi elektron:
22
2
222
L2L2





 π
=
π
=
n
mm
n
E
hh
(3.25)
Kita lihat di sini bahwa energi elektron mempunyai nilai-nilai tertentu yang diskrit,
yang ditentukan oleh bilangan bulat n. Nilai diskrit ini terjadi karena pembatasan
yang harus dialami oleh ψ2, yaitu bahwa ia harus berada dalam sumur potensial. Ia
harus bernilai nol di batas-batas dinding potensial dan hal itu akan terjadi bila lebar
sumur potensial L sama dengan bilangan bulat kali setengah panjang gelombang.
Jika tingkat energi untuk n = 1 kita sebut tingkat energi yang pertama, maka tingkat
0 x L
ψ
ψ*
ψ
ψ
0 L
a). n =1 b). n =2 c). n =3
12
2
2 4
8
4
E
mL
h
E ==
2
2
1
8mL
h
E = 12
2
3 9
8
9
E
mL
h
E ==
0
4
0 3.16
ψ*
ψ
ψ
0 L
0
0 3.16
0
4
0 3.16
34 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material
energi yang kedua pada n = 2, tingkat energi yang ketiga pada n = 3 dan seterusnya.
Jika kita kaitkan dengan bentuk gelombangnya, dapat kita katakan bahwa tingkat-
tingkat energi tersebut sesuai dengan jumlah titik simpul gelombang.
Dengan demikian maka diskritisasi energi elektron terjadi secara wajar melalui
pemecahan persamaan Schödinger. Hal ini berbeda dari pendekatan Bohr yang harus
membuat postulat mengenai momentum sudut yang harus diskrit agar kuantisasi
energi terjadi.
Persamaan (3.25) memperlihatkan bahwa selisih energi antara satu tingkat dengan
tingkat berikutnya, misalnya antara n = 1 dan n = 2, berbanding terbalik dengan
kwadrat lebar sumur potensial. Makin lebar sumur ini, makin kecil selisih energi
tersebut, artinya tingkat-tingkat energi semakin rapat. Untuk L sama dengan satu
satuan misalnya, selisih energi untuk n=2 dan n=1 adalah mhEE 8/3 2
12 =− dan jika
L 10 kali lebih lebar maka selisih ini menjadi mhEE 8/03,0 2
12 =− . (Gb.3.4).
Gb.3.4. Pengaruh lebar sumur .
Jadi makin besar L maka perbedaan nilai tingkat-tingkat energi akan semakin kecil
dan untuk L yang lebar maka tingkat-tingkat energi tersebut akan akan sangat rapat
sehingga mendekati kontinyu.
3.5.5. Elektron Di Dalam Sumur Potensial Dangkal
Kita tidak akan membahas hal ini secara rinci akan tetapi dengan pengertian yang
kita peroleh pada pembahasan mengenai elektron yang bertemu dengan dinding
potensial (sub-bab 3.5.3) kita akan mengerti kondisi berikut ini. Jika V tidak tinggi
akan tetapi tetap masih EV > maka fungsi gelombang di luar sumur berupa fungsi
eksponensial yang menurun menuju nol. Hal ini diperlihatkan pada Gb.3.5.
Gb.3.5. Pengaruh kedalaman sumur pada probabilitas keberadaan elektron.
Di x = 0 dan x = L amplitudo gelombang tidak lagi nol dan demikian juga
probabilitas keberadaan elektronnya. Selain itu penurunan amplitudo akan makin
lambat jika sumur potensial makin dangkal. Hal ini berarti bahwa makin dangkal
0 L
c)
ψ*
ψ
E
0 L
b)
ψ*
ψ
E
0 L
a)
ψ*
ψ
V
E
0 L 0 L′
V
n = 3
n = 2
n = 1
Persamaan Gelombang Schrödinger 35
sumur potensial makin besar kemungkinan kita menemukan elektron di luar sumur,
seperti diperlihatkan secara berturut-turut oleh Gb.3.5.a, b, dan c.
3.5.6. Dinding Potensial Tipis Antara Dua Sumur Potensial
Situasi yang menarik adalah jika sumur potensial mempunyai dinding yang tidak
terlalu tebal, misalnya a. Dengan perkataan lain sumur potensial ini berdekatan
dengan sumur lain dan di antara keduanya terdapat dinding
potensial dinding V yang tipis. Situasi seperti ini
diperlihatkan oleh Gb.3.6. Di luar dinding, probabilitas
keberadaan elektron tidak nol. Dalam kasus ini kita masih
memiliki probabilitas menemukan elektron di sumur lain
tersebut walaupun energinya lebih rendah dari dinding
potensial. Gejala ini disebut penembusan elektron pada
dinding potensial (electron tunneling).
3.5.7. Dua Sumur Potensial Tumpang-Tindih
Jika dua sumur potensial tumpang-tindih, kedua sumur ini akan membentuk satu
sumur yang lebih lebar. Akibatnya adalah tingkat-tingkat energi akan lebih banyak,
sebagaimana disebutkan dalam pembahasan mengenai pengaruh lebar sumur. Hal
ini diperlihatkan pada Gb.3.7.
Gb.3.7. Dua sumur potensial tumpang-tindih.
3.6. Elektron Dalam Sumur Potensial Tiga Dimensi
Kita akan melihat keadaan yang agak mendekati kenyataan, yaitu elektron yang
terjebak dalam sumur potensial tiga dimensi. Sumur ini dibatasi oleh dinding
potensial di arah sumbu x, y, z, dan akan lebih tepat jika kita sebut kotak potensial,
seperti terlihat pada Gb.3.7. Elektron terjebak di dalam kotak potensial ini dan kita
mengambil nilai V = 0 di dalam kotak dan V = ∞ di luar kotak.
Karena V = 0, persamaan Schrödinger tiga dimensi yang bebas-waktu di dalam
kotak menjadi
Gb.3.7. Sumur tiga dimensi.
x
z
y
Lx
Ly
Lz
sumur-1 sumur-2
ψ*
ψ
sumur-1 sumur-2
ψ*
ψ
Gb.3.6. Sumur potensial
berdinding tipis.
0 L
a
ψ*
ψ
36 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material
0
2 2
2
2
2
2
22
=ψ+








∂
ψ∂
+
∂
ψ∂
+
∂
ψ∂
E
zyxm
h
(3.26)
dengan ψ adalah fungsi dari x, y, dan z. Kita akan melihat fungsi ini dalam bentuk
peubah terpisah )()()(),,( zZyYxXzyx =ψ . Hal ini tidak selalu dapat terjadi, akan
tetapi kita mengambil langkah ini agar persamaan yang tidak mudah dipecahkan ini
menjadi agak sederhana. Jika turunan kedua fungsi ini kita masukkan ke (3.26)
kemudian kedua ruas dibagi dengan ),,( zyxψ , dan dikalikan dengan 2
/2 hm maka
akan kita peroleh
E
m
z
zZ
zZy
yY
yYx
xX
xX 22
2
2
2
2
2
2)(
)(
1)(
)(
1)(
)(
1
h
−=
∂
∂
+
∂
∂
+
∂
∂
(3.27)
Setiap suku di ruas kiri hanya merupakan fungsi dari satu peubah dan berbeda satu
sama lain; jumlah ketiganya sama dengan suatu nilai konstan. Hal ini hanya akan
terjadi jika masing-masing suku juga sama dengan suatu nilai konstan. Jadi
xE
m
x
xX
xX 22
2
2)(
)(
1
h
−=
∂
∂
;
yE
m
y
yY
yY 22
2
2)(
)(
1
h
−=
∂
∂
; (3.28)
zE
m
z
zZ
zZ 22
2
2)(
)(
1
h
−=
∂
∂
dengan Ex, Ey, dan Ez adalah nilai-nilai konstan dan zyx EEEE ++= . Salah satu
persamaan dari (3.28) dapat kita tuliskan sebagai
0)(
2)(
22
2
=+
∂
∂
xXE
m
x
xX
x
h
(3.29)
Persamaan ini adalah persamaan diferensial linier homogen orde kedua yang telah
pernah kita temui pada waktu kita membahas elektron yang terjebak dalam sumur
potensial satu dimensi. Dengan cara pemecahan yang serupa, kita dapatkan
2
x
22
L8m
hn
E x
x = dan 2
y
22
L8m
hn
E
y
y = ; 2
z
22
L8m
hn
E z
z = (3.30)
dengan nx, ny, dan nz adalah bilangan-bilangan bulat.
Energi total elektron adalah








++=++=
z
2
y
2
x
22
LLL8
zyx
zyx
nnn
m
h
EEEE (3.31)
Persamaan Gelombang Schrödinger 37
Persamaan (3.31) menunjukkan bahwa energi elektron ditentukan oleh tiga macam
bilangan bulat yang kita sebut bilangan kuantum, yaitu zyx nnn ,, .
Bentuk fungsi gelombang dalam kotak potensial adalah
zyx L
π
sin
L
π
sin
L
π
sinψ
znynxn
K zyx
= (3.32)
Jika kotak potensial berbentuk kubus,
LLLL === zyx , maka
( )222
2
2
L8
zyxzyx nnn
m
h
EEEE ++=++= (3.33)
Pada persamaan (3.33) terlihat bahwa makin kecil ukuran kotak potensial, makin
jauh jarak antara satu tingkat energi dengan tingkat energi berikutnya. Tetapi pada
kotak potensial yang besar, misalnya elektron dalam metal, tingkat-tingkat energi
energi yang berurutan menjadi sangat berdekatan sehingga mereka dapat dianggap
membentuk spektrum tingkat energi yang kontinyu. Hal ini diperlihatkan pada
Gb.3.8.
Gb.3.8. Tingkat-tingkat energi elektron dalam kotak potensial.
3.8. Degenerasi
Persamaan (3.33) menunjukkan bahwa energi tergantung dari )( 222
zyx nnn ++ . Hal ini
berarti bahwa semua status yang ditentukan oleh semua nilai nx, ny, dan nz yang
memberikan jumlah nilai yang sama akan memberikan nilai energi yang sama pula.
Akan tetapi setiap perubahan nilai nx, ny, dan nx akan memberikan fungsi gelombang
yang berbeda. Jadi satu tingkat energi mungkin berkaitan dengan beberapa fungsi
gelombang. Jika hal ini terjadi kita katakan bahwa terjadi degenerasi. Orde
degenerasi suatu tingkat energi ditentukan oleh berapa banyak fungsi gelombang
yang berbeda pada tingkat energi tersebut. Contoh untuk enam tingkat energi dari
kotak potensial kubus diberikan pada Tabel 3.1.
3E1
6E1
9E1
11E1
E1
Kotak Potensial
kecil
Kotak Potensial
besar
12E1
dE
38 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material
Tabel 3.1. Tingkat Energi dan Degenerasi Dalam Kotak Potensial Kubus. [3].
22
1 L8/ mhE =
Energi Kombinasi nx, ny, dan nz Degenerasi
3 E1 (1,1,1) 1
6 E1 (2,1,1) (1,2,1) (1,1,2) 3
9 E1 (2,2,1) (2,1,2) (1,2,2) 3
11 E1 (3,1,1) (1,3,1) (1,1,3) 3
12 E1 (2,2,2) 1
14 E1 (1,2,3) (3,2,1) (2,3,1)
(1,3,2) (2,1,3) (3,1,2)
6

More Related Content

What's hot

Contoh Soal Persamaan Schrodinger dan penyelesaiannya
Contoh Soal Persamaan Schrodinger dan penyelesaiannyaContoh Soal Persamaan Schrodinger dan penyelesaiannya
Contoh Soal Persamaan Schrodinger dan penyelesaiannya
AyuShaleha
 
sifat gelombang pada materi dan mekanika kuantum
sifat gelombang pada materi dan mekanika kuantumsifat gelombang pada materi dan mekanika kuantum
sifat gelombang pada materi dan mekanika kuantumEndang Manik
 
Mekanika hamilton
Mekanika hamiltonMekanika hamilton
Mekanika hamilton
Barep Prakoso
 
Artikel Mekanika Lagrangian Feni Fitriyani/M0213034
Artikel Mekanika Lagrangian Feni Fitriyani/M0213034Artikel Mekanika Lagrangian Feni Fitriyani/M0213034
Artikel Mekanika Lagrangian Feni Fitriyani/M0213034Nur Latifah
 
Mekanika lagrangean
Mekanika lagrangeanMekanika lagrangean
Mekanika lagrangean
Barep Prakoso
 
Mekanika lagrange
Mekanika lagrangeMekanika lagrange
Mekanika lagrange
Riyan Supriadi Supriadi
 
Mekanika II
Mekanika IIMekanika II
Mekanika II
adnavi
 
Mekanika lagrange
Mekanika lagrangeMekanika lagrange
Mekanika lagrange
Fachry Dwi Agung
 
Sumur potensial persegi tak terhingga
Sumur potensial persegi tak terhinggaSumur potensial persegi tak terhingga
Sumur potensial persegi tak terhinggaFani Diamanti
 
Mekanika Lagrange
Mekanika LagrangeMekanika Lagrange
Mekanika Lagrange
Fachrul Rozi
 
Visualisasi orbital atom hidrogen (skripsi lengkap wahab abdullah)
Visualisasi orbital atom hidrogen (skripsi lengkap wahab abdullah)Visualisasi orbital atom hidrogen (skripsi lengkap wahab abdullah)
Visualisasi orbital atom hidrogen (skripsi lengkap wahab abdullah)
Wahab Abdullah
 
Mekanika lagrangian
Mekanika lagrangianMekanika lagrangian
Mekanika lagrangianReza Aditya
 
Mekanika (lagrangian)
Mekanika (lagrangian)Mekanika (lagrangian)
Mekanika (lagrangian)
Ridwan Alharies
 
Contoh soal fisika kuantum
Contoh soal fisika kuantumContoh soal fisika kuantum
Contoh soal fisika kuantumramainoei
 
Dinamika lagrange
Dinamika lagrangeDinamika lagrange
Dinamika lagrange
Desy Anggreani
 
Persamaan lagrange
Persamaan lagrangePersamaan lagrange
Persamaan lagrange
Toni bukan TNI
 

What's hot (19)

Contoh Soal Persamaan Schrodinger dan penyelesaiannya
Contoh Soal Persamaan Schrodinger dan penyelesaiannyaContoh Soal Persamaan Schrodinger dan penyelesaiannya
Contoh Soal Persamaan Schrodinger dan penyelesaiannya
 
sifat gelombang pada materi dan mekanika kuantum
sifat gelombang pada materi dan mekanika kuantumsifat gelombang pada materi dan mekanika kuantum
sifat gelombang pada materi dan mekanika kuantum
 
Mekanika hamilton
Mekanika hamiltonMekanika hamilton
Mekanika hamilton
 
Artikel Mekanika Lagrangian Feni Fitriyani/M0213034
Artikel Mekanika Lagrangian Feni Fitriyani/M0213034Artikel Mekanika Lagrangian Feni Fitriyani/M0213034
Artikel Mekanika Lagrangian Feni Fitriyani/M0213034
 
Mekanika lagrangean
Mekanika lagrangeanMekanika lagrangean
Mekanika lagrangean
 
Atom hidrogen-final-doc2
Atom hidrogen-final-doc2Atom hidrogen-final-doc2
Atom hidrogen-final-doc2
 
Mekanika lagrange
Mekanika lagrangeMekanika lagrange
Mekanika lagrange
 
Mekanika II
Mekanika IIMekanika II
Mekanika II
 
Mekanika lagrange
Mekanika lagrangeMekanika lagrange
Mekanika lagrange
 
Sumur potensial persegi tak terhingga
Sumur potensial persegi tak terhinggaSumur potensial persegi tak terhingga
Sumur potensial persegi tak terhingga
 
Mekanika Lagrange
Mekanika LagrangeMekanika Lagrange
Mekanika Lagrange
 
Visualisasi orbital atom hidrogen (skripsi lengkap wahab abdullah)
Visualisasi orbital atom hidrogen (skripsi lengkap wahab abdullah)Visualisasi orbital atom hidrogen (skripsi lengkap wahab abdullah)
Visualisasi orbital atom hidrogen (skripsi lengkap wahab abdullah)
 
Mekanika lagrangian
Mekanika lagrangianMekanika lagrangian
Mekanika lagrangian
 
Mekanika (lagrangian)
Mekanika (lagrangian)Mekanika (lagrangian)
Mekanika (lagrangian)
 
Agustius dian n. m0213002
Agustius dian n. m0213002Agustius dian n. m0213002
Agustius dian n. m0213002
 
Contoh soal fisika kuantum
Contoh soal fisika kuantumContoh soal fisika kuantum
Contoh soal fisika kuantum
 
Dinamika lagrange
Dinamika lagrangeDinamika lagrange
Dinamika lagrange
 
Persamaan lagrange
Persamaan lagrangePersamaan lagrange
Persamaan lagrange
 
Dinamika lagrange
Dinamika lagrangeDinamika lagrange
Dinamika lagrange
 

Similar to 1. persamaan schrodinger

Fisika kuantum
Fisika kuantumFisika kuantum
Fisika kuantumkeynahkhun
 
Fisika kuantum edit
Fisika kuantum editFisika kuantum edit
Fisika kuantum edit
Fauzan Amir
 
Fisika kuantum 2
Fisika kuantum 2Fisika kuantum 2
Fisika kuantum 2keynahkhun
 
2_Persamaan_Gerak.pptx
2_Persamaan_Gerak.pptx2_Persamaan_Gerak.pptx
2_Persamaan_Gerak.pptx
HanifEka2210
 
Mekanika 2
Mekanika 2Mekanika 2
Mekanika 2
adnavi
 
Msknsnshuuushshshshhshsgsyshsjsjjsjsjsnsshhs
MsknsnshuuushshshshhshsgsyshsjsjjsjsjsnsshhsMsknsnshuuushshshshhshsgsyshsjsjjsjsjsnsshhs
Msknsnshuuushshshshhshsgsyshsjsjjsjsjsnsshhs
AndilDwithoma
 
Model matematika suspensi motor
Model matematika suspensi motorModel matematika suspensi motor
Model matematika suspensi motor
Raful Al Khawarizmi
 
Ayunan matematis-baru1
Ayunan matematis-baru1Ayunan matematis-baru1
Ayunan matematis-baru1
Posoagoes Rom
 
Mekanika kuantum
Mekanika kuantumMekanika kuantum
Mekanika kuantum
SMA Negeri 9 KERINCI
 
Fisika Kuantum1.pptx
Fisika Kuantum1.pptxFisika Kuantum1.pptx
Fisika Kuantum1.pptx
MuhammadIkhsan38954
 
Diferensial Parsial
Diferensial ParsialDiferensial Parsial
Diferensial Parsial
Rose Nehe
 
Mekanika lagrangian (miftah alfi yasin/M0213056)
Mekanika lagrangian (miftah alfi yasin/M0213056)Mekanika lagrangian (miftah alfi yasin/M0213056)
Mekanika lagrangian (miftah alfi yasin/M0213056)
miftah0412
 
Makalah osilator harmonik
Makalah osilator harmonikMakalah osilator harmonik
Makalah osilator harmonik
bestricabebest
 
Pendinginan atom dengan laser sampai ke limit doppler
Pendinginan atom dengan laser sampai ke limit dopplerPendinginan atom dengan laser sampai ke limit doppler
Pendinginan atom dengan laser sampai ke limit dopplereli priyatna laidan
 
Model-model Energi dalam Zat Padat
Model-model Energi dalam Zat PadatModel-model Energi dalam Zat Padat
Model-model Energi dalam Zat PadatRisdawati Hutabarat
 

Similar to 1. persamaan schrodinger (20)

Fisika kuantum
Fisika kuantumFisika kuantum
Fisika kuantum
 
Fisika kuantum edit
Fisika kuantum editFisika kuantum edit
Fisika kuantum edit
 
Fisika kuantum 2
Fisika kuantum 2Fisika kuantum 2
Fisika kuantum 2
 
2_Persamaan_Gerak.pptx
2_Persamaan_Gerak.pptx2_Persamaan_Gerak.pptx
2_Persamaan_Gerak.pptx
 
Mekanika 2
Mekanika 2Mekanika 2
Mekanika 2
 
Pdp jadi
Pdp jadiPdp jadi
Pdp jadi
 
Msknsnshuuushshshshhshsgsyshsjsjjsjsjsnsshhs
MsknsnshuuushshshshhshsgsyshsjsjjsjsjsnsshhsMsknsnshuuushshshshhshsgsyshsjsjjsjsjsnsshhs
Msknsnshuuushshshshhshsgsyshsjsjjsjsjsnsshhs
 
Model matematika suspensi motor
Model matematika suspensi motorModel matematika suspensi motor
Model matematika suspensi motor
 
Chapter ii
Chapter iiChapter ii
Chapter ii
 
Ayunan matematis-baru1
Ayunan matematis-baru1Ayunan matematis-baru1
Ayunan matematis-baru1
 
Rumus-rumus untuk IPhO
Rumus-rumus untuk IPhORumus-rumus untuk IPhO
Rumus-rumus untuk IPhO
 
Mekanika kuantum
Mekanika kuantumMekanika kuantum
Mekanika kuantum
 
Fisika Kuantum1.pptx
Fisika Kuantum1.pptxFisika Kuantum1.pptx
Fisika Kuantum1.pptx
 
Diferensial Parsial
Diferensial ParsialDiferensial Parsial
Diferensial Parsial
 
Mekanika lagrangian (miftah alfi yasin/M0213056)
Mekanika lagrangian (miftah alfi yasin/M0213056)Mekanika lagrangian (miftah alfi yasin/M0213056)
Mekanika lagrangian (miftah alfi yasin/M0213056)
 
Makalah osilator harmonik
Makalah osilator harmonikMakalah osilator harmonik
Makalah osilator harmonik
 
Xi kinematika
Xi kinematikaXi kinematika
Xi kinematika
 
Pendinginan atom dengan laser sampai ke limit doppler
Pendinginan atom dengan laser sampai ke limit dopplerPendinginan atom dengan laser sampai ke limit doppler
Pendinginan atom dengan laser sampai ke limit doppler
 
Model-model Energi dalam Zat Padat
Model-model Energi dalam Zat PadatModel-model Energi dalam Zat Padat
Model-model Energi dalam Zat Padat
 
Dinamika lagrange
Dinamika lagrangeDinamika lagrange
Dinamika lagrange
 

Recently uploaded

RANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptx
RANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptxRANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptx
RANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptx
muhammadiswahyudi12
 
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
HADIANNAS
 
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptxTUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
indahrosantiTeknikSi
 
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdfTUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
jayakartalumajang1
 
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdfDaftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
Tsabitpattipeilohy
 
Metode Clayperon (Persamaan Tiga Momen) untuk balok menerus.pptx
Metode Clayperon (Persamaan Tiga Momen) untuk balok menerus.pptxMetode Clayperon (Persamaan Tiga Momen) untuk balok menerus.pptx
Metode Clayperon (Persamaan Tiga Momen) untuk balok menerus.pptx
ssuser2537c0
 
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
rhamset
 
NADIA FEBIANTI TUGAS PPT(GAMMA APP).pptx
NADIA FEBIANTI TUGAS PPT(GAMMA APP).pptxNADIA FEBIANTI TUGAS PPT(GAMMA APP).pptx
NADIA FEBIANTI TUGAS PPT(GAMMA APP).pptx
nadiafebianti2
 
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
AdityaWahyuDewangga1
 
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong dCOOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
delphijean1
 
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASASURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
AnandhaAdkhaM1
 

Recently uploaded (11)

RANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptx
RANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptxRANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptx
RANGKAIAN LISTRIK MATERI 7 ANALISIS MESH.pptx
 
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
Power Point TEMA 7 SUB TEMA 3 Pembelajaran 2
 
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptxTUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
TUGAS UJI KOMPETENSI-INDAH ROSANTI-AHLI UTAMA MANAJEMEN KONSTRUKSI.pptx
 
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdfTUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
TUGAS pelaksana pekerjaan jalan jenjang empat 4 .pptx -.pdf
 
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdfDaftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
Daftar Lembaga Penyedia Jasa Linkungan.pdf
 
Metode Clayperon (Persamaan Tiga Momen) untuk balok menerus.pptx
Metode Clayperon (Persamaan Tiga Momen) untuk balok menerus.pptxMetode Clayperon (Persamaan Tiga Momen) untuk balok menerus.pptx
Metode Clayperon (Persamaan Tiga Momen) untuk balok menerus.pptx
 
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
436102098-0-K3-Elevator-Dan-Eskalator.ppt
 
NADIA FEBIANTI TUGAS PPT(GAMMA APP).pptx
NADIA FEBIANTI TUGAS PPT(GAMMA APP).pptxNADIA FEBIANTI TUGAS PPT(GAMMA APP).pptx
NADIA FEBIANTI TUGAS PPT(GAMMA APP).pptx
 
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
1. Paparan Penjelasan Permen PUPR 08 Tahun 2023.pdf
 
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong dCOOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
COOLING TOWER petrokimia gresik okdong d
 
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASASURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA SURVEY REKAYASA
 

1. persamaan schrodinger

  • 1. Persamaan Gelombang Schrödinger 23 BAB 3 Persamaan Gelombang Schrödinger Schrödinger menyatakan bahwa perilaku elektron, termasuk tingkat-tingkat energi elektron yang diskrit dalam atom, mengikuti suatu persamaan diferensial untuk gelombang, yang kemudian dikenal sebagai persamaan Schrödinger. Persamaan ini biasanya tidak dibahas secara mendalam jika membicarakan masalah material, lebih- lebih pada buku ajar tingkat sarjana. Daniel D Pollock membahas hal ini lebih mendalam dalam bukunya, namun ada satu langkah yang dihilangkan dalam mengintroduksi operator momentum maupun energi. Di sini kita akan mencoba menelusurinya dalam pembahasan yang agak terurai namun tetap sederhana. 3.1. Fungsi Hamilton Jika gelombang dapat mewakili elektron maka energi gelombang dan energi partikel elektron yang diwakilinya haruslah sama. Sebagai partikel, satu elektron mempunyai energi total yang terdiri dari energi potensial dan energi kinetik. Seperti kita ketahui, energi potensial merupakan fungsi posisi x (dengan referensi koordinat tertentu) dan kita sebut Ep(x), sedangkan energi kinetik adalah Ek = ½mv2 dengan m adalah massa elektron dan v adalah kecepatannya. Energi total electron sebagai partikel menjadi E = Ep + Ek )( 2 2 xE mv E p+= atau )( 2 2 xE m p E p+= (3.1) di mana p = mv adalah momentum elektron. Jika kita pandang persamaan (3.1) ini sebagai persamaan matematis biasa, kita dapat menuliskannya sebagai )( 2 ),( 2 xE m p xpHE p+=≡ (3.2) H(p,x) adalah sebuah fungsi yang disebut fungsi Hamilton (dari William Rowan Hamilton 1805 – 1865; matematikawan Irlandia), dengan p dan x adalah peubah- peubah bebas.[4]. Turunan parsial fungsi ini terhadap p dan x masing-masing adalah m p p xpH = ∂ ∂ ),( dan dx xdE x xpH p )(),( = ∂ ∂ (3.3) Kalau kita memandang (3.1) kembali sebagai suatu persamaan besaran fisika dengan p dan x adalah momentum dan posisi¸ maka kita peroleh dt dx v m p p xpH e === ∂ ∂ ),( dan (3.4.a)
  • 2. 24 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material dt dp dt dv mxF x xE x xpH p === ∂ ∂ −= ∂ ∂ − )( )(),( (3.4.b) Jadi turunan H(p,x) terhadap p memberikan turunan x terhadap t dan turunan H(p,x) terhadap x memberikan turunan p terhadap t; dan kita pahami bahwa p di sini adalah momentum, suatu besaran fisis dan bukan lagi hanya sebuah peubah-bebas seperti dalam fungsi Hamilton. Dalam relasi fisik, vdtdx =/ adalah kecepatan, dan Fdtdp =/ adalah gaya. Dengan demikian maka fungsi Hamilton, yang menetapkan hubungan antara peubah-peubah bebas p dan x untuk memperoleh E, dapat kita gunakan untuk menggantikan hubungan-hubungan fisik mengenai momentum, kecepatan, dan gaya yang biasa kita nyatakan sebagai : mvp ==== ; m p dt dx v ======== ; dt dp dt dv m dt xd mF ============ 2 2 Perhatikan: sekali lagi p dan x dalam fungsi Hamilton adalah peubah-peubah sedangkan p dan x dalam persamaan fisis adalah momentum dan posisi. 3.2. Fungsi Hamilton dalam Mekanika Kuantum Dalam mekanika kuantum, elektron dinyatakan sebagai gelombang. Jika fungsi Hamilton dapat diterapkan untuk elektron sebagai partikel, maka ia harus dapat diterapkan pula untuk elektron sebagai gelombang. Hal ini akan kita lihat sebagai berikut. • Peubah p pada fungsi Hamilton, harus diganti dengan operator momentum agar jika dioperasikan terhadap suatu fungsi gelombang dapat menyatakan momentum elektron yang tidak lagi dipandang sebagai partikel melainkan sebagai gelombang. • E pada fungsi Hamilton, harus diganti dengan operator energi yang jika beroperasi pada fungsi gelombang dari electron akan memberikan energi. • Peubah x yang akan menentukan posisi elektron sebagai partikel, akan terkait dengan posisi elektron sebagai gelombang sehingga peubah ini tidak berubah pada fungsi gelombang dari elektron. Dalam kaitan ini perlu kita ingat bahwa jika elektron kita pandang sebagai partikel maka momentum dan posisi mempunyai nilai-nilai yang akurat. Jika elektron kita pandang sebagai gelombang, maka kita dibatasi oleh prinsip ketidakpastian Heisenberg. Operator Momentum dan Operator Energi. Kita akan mencoba menelusuri operator-operator yang diperlukan ini dengan memperhatikan bentuk fungsi gelombang komposit, yaitu persamaan (2.5) )( 0 ])()[( 00 xktj n xktj eAeu nn −ω∆−ω∆         = ∑ Jika fungsi ini kita turunkan terhadap t kita peroleh
  • 3. Persamaan Gelombang Schrödinger 25 )( 00 ])()[( )( 0 ])()[( 00 00 xktj n xktj xktj n xktj n eAje eAej t u nn nn −ω∆−ω∆ −ω∆−ω∆ ω         +         ω∆= ∂ ∂ ∑ ∑ yang dapat disederhanakan menjadi )( 0 ])()[( 0 0 00 xktj n xktjn eAej t u nn −ω∆−ω∆         ω ω∆ ω= ∂ ∂ ∑ (3.5.a) Dalam selang sempit k∆ maka 1/ 0 ≈ωωn ; dan jika ruas kiri dan kanan (3.5.a) dikalikan dengan h dan mengingat bahwa energi ω= hE maka kita akan memperoleh jEuuju t =ω= ∂ ∂ )( 0hh atau Euu t j = ∂ ∂ − h (3.5.b) E adalah energi total elektron. Akan tetapi jika kita melihat (3.5.b) sebagai suatu persamaan matematik biasa maka kita dapat mengatakan bahwa E merupakan sebuah operator yang beroperasi pada fungsi gelombang u dan t jE ∂ ∂ −≡ h (3.5.c) Jika u kita turunkan terhadap x. )( )( )( 0 ])()[( 0 0 )( 00 ])()[( )( 0 ])()[( 00 00 00 xktj n xktjn xktj n xktj xktj n xktj n eAe k k jk eAjke eAekj x u nn nn nn −ω∆−ω∆ −ω∆−ω∆ −ω∆−ω∆         −= −         +         ∆−= ∂ ∂ ∑ ∑ ∑ Untuk 1/ 0 ≈kkn , jika ruas kiri dan kanan kita kalikan dengan h akan kita peroleh jpuukju x −=−= ∂ ∂ )( 0hh atau puu x j = ∂ ∂ h (3.5.d) Seperti halnya untuk E pada (3.5.b), p pada (3.3.5.d) kita pandang sebagai operator x jp ∂ ∂ ≡ h (3.5.e) Dengan demikian kita mendapatkan operator untuk E pada (3.5.c) dan p pada (3.5.e).
  • 4. 26 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material Jika fungsi gelombang kita sebut Ψ dan mengoperasikan H(p,x) pada fungsi gelombang ini, maka Ψ=Ψ ExpH ),( atau Ψ=Ψ         + ExE m p p )( 2 2 ; Dengan memasukkan operator p akan kita peroleh Ψ=Ψ      +      ∂ ∂ −      ∂ ∂ − ExE x j x j m p )( 2 1 hh atau Ψ=Ψ+ ∂ Ψ∂ − ExE xm p )( 2 2 22 h (3.6) Inilah persamaan Schrödinger untuk satu dimensi. Untuk tiga dimensi, persamaan Schrödinger itu menjadi Ψ=Ψ+Ψ∇− EzyxE m p ),,( 2 2 2 h (3.7) 3.3. Persamaan Schrödinger Bebas-waktu Aplikasi persamaan Schrödinger dalam banyak hal akan berkaitan dengan energi potensial, yaitu besaran yang merupakan fungsi posisi dan tidak merupakan fungsi waktu. Perhatian kita tidak tertuju pada keberadaan elektron dari waktu ke waktu, melainkan tertuju pada kemungkinan dia berada dalam selang waktu yang cukup panjang. Jadi jika faktor waktu dapat dipisahkan dari fungsi gelombang, maka hal itu akan menyederhanakan persoalan. Kita tinjau kasus satu dimensi dan menuliskan persamaan gelombang sebagai )()(),( tTxtx ψ=Ψ . Jika persamaan gelombang ini kita masukkan ke persamaan (3.6) dan kedua ruas kita bagi dengan )()( tTxψ kita memperoleh t tT tT jxE x x xm p ∂ ∂ −=+ ∂ ψ∂ ψ − )( )( 1 )( )( )( 1 2 2 22 h h (3.8) Ruas kiri dari (3.8) merupakan fungsi x saja sedangkan ruas kanan merupakan fungsi t saja. Karena kedua ruas merupakan fungsi dengan peubah yang berbeda maka kedua ruas harus sama dengan suatu nilai konstan khusus, yang biasa disebut eigenvalue. Kita lihat lebih dahulu ruas kanan, yang akan memberikan persamaan Schrödinger satu dimensi yang tergantung waktu: konstan )( )( 1 == ∂ ∂ − a t tT tT jh (3.8.a) Mengingat bentuk gelombang yang mewakili elektron adalah (2.5)
  • 5. Persamaan Gelombang Schrödinger 27 xjktjxktj eeAtxSeAtxSu 0000 0 )( 0 ),(),( −ω−ω == sedangkan ),( txS adalah xkj n tj nn eetxS )()( ),( ∆−ω∆ ∑= maka kita dapat mengambil bentuk T(t) sebagai tj etBtT ω = )()( untuk kita masukkan ke (3.8.a), dan kita akan memperoleh E etB etBj j t etB etB ja tj tj tj tj =ω= ω −= ∂ ∂ −= ω ω ω ω hh h )( )( )( )( 1 (3.8.b) Jadi konstanta a pada (3.8.a) adalah energi total elektron, E. Jika demikian halnya maka ruas kiri (3.8) juga harus sama dengan E, sehingga dapat kita tuliskan sebagai ExE x x xm p =+ ∂ ψ∂ ψ − )( )( )( 1 2 2 22 h atau ( ) 0)()( )( 2 2 22 =ψ−+ ∂ ψ∂ xxEE x x m p h (3.9) Inilah persamaan Schrödinger satu dimensi yang bebas-waktu. Untuk tiga dimensi persamaan itu menjadi ( ) 0),,( 2 2 2 =Ψ−+Ψ∇ zyxEE m p h (3.9.a) Perlu kita sadari bahwa adanya persamaan Schrödinger bebas-waktu bukanlah berarti bahwa elektron atau partikel yang ingin kita pelajari dengan mengaplikasikan persamaan ini adalah partikel yang bebas-waktu. Partikel tersebut memiliki kecepatan gerak, dan kecepatan adalah turunan terhadap waktu dari posisi. Oleh karena itu dalam memberi arti pada penurunan matematis dari persamaan Schrödinger bebas-waktu, dalam hal-hal tertentu kita perlu mempertimbangkan masalah waktu, sesuai dengan logika. Dengan persamaan Schrödinger bebas-waktu (3.9) atau (3.9.a) fungsi gelombang yang dilibatkan dalam persamaan ini juga fungsi gelombang bebas-waktu, Ψ(x). Dari bentuk gelombang komposit untuk electron (2.5) )( 0 00 ),( xktj eAtxSu −ω = dengan xkj n tj nn eetxS )()( ),( ∆−ω∆ ∑= kita dapat mengambil bentuk Ψ(x) sebagai jkx exAx − =Ψ )()( , dengan A(x) adalah selubung paket gelombang, untuk mencari solusi persamaan Schrödinger.
  • 6. 28 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material Persamaan Schrödinger adalah persamaan gelombang dan yang kita maksudkan adalah gelombang sebagai representasi elektron atau partikel. Mencari solusi persamaan Schrödinger adalah untuk memperoleh fungsi gelombang yang selanjutnya digunakan untuk melihat bagaimana perilaku atau keadaan elektron. Hubungan antara momentum p dan energi E dengan besaran-besaran gelombang (k, ω, f, λ) adalah λ = λ π == h kp 2 hh hfE =ω= h 3.4. Fungsi Gelombang Persamaan Schrödinger adalah persamaan diferensial parsial dengan Ψ adalah fungsi gelombang, dengan pengertian bahwa dzdydx* ΨΨ (3.10) adalah probabilitas keberadaan elektron pada waktu t tertentu dalam volume dx dy dz di sekitar titik (x, y, z); * Ψ adalah konjugat dari Ψ . Jadi persamaan Schrödinger tidak menentukan posisi elektron melainkan memberikan probabilitas bahwa ia akan ditemukan di sekitar posisi tertentu. Kita juga tidak dapat mengatakan secara pasti bagaimana elektron bergerak sebagai fungsi waktu karena posisi dan momentum elektron dibatasi oleh prinsip ketidakpastian Heisenberg. Dalam kasus satu dimensi dengan bentuk gelombang jkx eA x kx x −∆ =Ψ 0 /2)sin(2 )( dan jkx ekA kx kx x + ∆ ∆ ∆ =Ψ 0 * /2)( /2)sin( )( maka 2 2 0 * )2/sin(       ∆ =ΨΨ x kx A (3.11) Apa yang berada dalam tanda kurung pada (3.11) adalah selubung paket gelombang yang merupakan fungsi x sedangkan A0 memiliki nilai konstan. Jadi selubung paket gelombang itulah yang menentukan probabilitas keberadaan elektron. Persyaratan Fungsi Gelombang. Fungsi gelombang )(xΨ hasil solusi persamaan Schrödinger harus memenuhi beberapa persyaratan agar ia mempunyai arti fisis. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut. • Elektron sebagai suatu yang nyata harus ada di suatu tempat. Oleh karena itu fungsi gelombang (untuk satu dimensi) harus memenuhi 1* =ΨΨ∫ ∞ ∞− dx . • Fungsi gelombang )(xΨ , harus kontinyu sebab jika terjadi ketidak- kontinyuan hal itu dapat ditafsirkan sebagai rusaknya elektron, suatu hal yang tidak dapat diterima.
  • 7. Persamaan Gelombang Schrödinger 29 • Turunan fungsi gelombang terhadap posisi, dxd /Ψ , juga harus kontinyu. Kita telah melihat bahwa turunan fungsi gelombang terhadap posisi terkait dengan momentum elektron sebagai gelombang. Oleh karena itu persyaratan ini dapat diartikan sebagai persayaratan kekontinyuan momentum. • Fungsi gelombang harus bernilai tunggal dan terbatas sebab jika tidak akan berarti ada lebih dari satu kemungkinan keberadaan elektron. • Fungsi gelombang tidak boleh sama dengan nol di semua posisi sebab kemungkinan keberadaan elektron haruslah nyata, betapapun kecilnya. 3.5. Aplikasi Persamaan Schrödinger - Tinjauan Satu Dimensi 3.5.1. Elektron-bebas Yang dimaksud dengan elektron-bebas adalah elektron yang tidak mendapat pengaruh luar sehingga energi potensialnya nol. Dengan V(x) = 0 persamaan Schrödinger menjadi 0)( )( 2 2 22 =ψ+ ∂ ψ∂ xE x x m h (3.12) Solusi persamaan Schrödinger satu dimensi ini bisa kita duga berbentuk sx Aex =ψ )( . (Bandingkan solusi dugaan ini dengan persamaan paket gelombang di bab sebelumnya, yaitu persamaan (2.9) sxxjk t exAexAu )()( 0 == − ). Jika solusi dugaan ini kita masukkan ke (3.12) akan kita peroleh persamaan karakteristik yang memberikan nilai s: 22 2 dengan, 2 hh mE j mE js =αα±=±= dan fungsi gelombang yang kita cari adalah xjxj eAeAx α−α +=ψ 21)( . α tidak lain adalah bilangan gelombang, k, dengan nilai 2 2 h mE k =α= (3.13) Jadi solusi yang kita peroleh dapat kita tuliskan sebagai jkxjkx eAeAx − +=ψ 21)( (3.14) Ruas kanan persamaan (3.14) terdiri dari dua suku, gelombang maju dan gelombang mundur. Hal ini tentu tidak kita tafsirkan bahwa kita memperoleh dua elektron, satu bergerak ke kiri dan satu bergerak ke kanan, melainkan bahwa probabilitas keberadaan elektron ditentukan oleh ψψ* yang mempunyai nilai nyata. Persamaan (3.13) memberikan hubungan antara energi elektron, E, dan bilangan gelombang k yaitu m k E 2 22 h = (3.15)
  • 8. 30 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material 3.5.2. Pantulan Elektron Dalam percobaan Davisson dan Germer berkas elektron dengan energi tertentu ditembakkan pada permukaan kristal tunggal. Terjadinya pantulan mudah dipahami jika kita bayangkan elektron sebagai partikel. Namun pantulan berkas elektron oleh permukaan kristal ternyata mencapai nilai maksimum pada sudut tertentu, dan hal ini diterangkan melalui gejala pantulan gelombang. Elektron adalah partikel bermuatan. Oleh karena itu pantulan elektron tidak hanya terjadi pada waktu ia membentur permukaan fisik (kristal pada percobaan Davisson dan Germer), tetapi juga akan terjadi jika ia bertemu dengan suatu daerah yang mendapat pengaruh medan listrik. Elektron yang bergerak bebas di suatu daerah yang tidak mendapat pengaruh medan listrik, hanya memiliki energi kinetik; ia akan berubah arah atau terpantul jika ia bertemu daerah yang mendapat pengaruh medan listrik. Kita katakan bahwa di perbatasan kedua daerah itu elektron bertemu dinding potensial. Jika kita pandang elektron sebagai gelombang, dalam peristiwa pantulan seperti tersebut di atas, seluruh komponen paket gelombang mengalami peristiwa pantulan sehingga gelombang pantulan juga merupakan paket gelombang. Sebagaimana telah kita pelajari, “posisi” elektron dibatasi oleh lebar paket gelombang. Dengan demikian maka dalam melihat peristiwa pantulan elektron, sesungguhnya kita berhadapan dengan selubung paket gelombang. 3.5.3. Elektron Bertemu Dinding Potensial Kita bayangkan sebuah elektron-bebas bergerak ke arah x positif dan di suatu titik (x = 0) ia memasuki daerah yang mendapat pengaruh medan potensial., artinya mulai dari x = 0 ke arah positif, energi potensialnya tidak lagi nol. Kita katakan bahwa elektron bertemu dinding potensial di x = 0. Keadaan ini kita gambarkan seperti pada Gb.3.1. untuk kasus satu dimensi. Perlu kita sadari, walaupun kita membayangkan elektron bergerak ke kanan, kita tetap akan menggunakan persamaan Schrödinger yang bebas-waktu untuk melihat kemungkinan keberadaan elektron di daerah I dan II pada Gb.3.1. Energi potensial Ep(x) untuk x < 0 (daerah I) bernilai nol. Solusi persamaan Schrödinger untuk x < 0 ini adalah solusi untuk elektron-bebas yang telah kita bahas yaitu xjkxjk eAeAx 11 211 )( +=ψ − dengan 21 2 h mE k = (3.16) Untuk x > 0 (daerah II), solusi yang akan kita peroleh mirip bentuknya dengan (3.5) hanya berbeda nilai k, yaitu xjkxjk eBeBx 22 212 )( +=ψ − (3.17) Gb.3.1. Dinding potensial. 0 x Ep(x)=0 Ep(x)=V I II V
  • 9. Persamaan Gelombang Schrödinger 31 dengan )( 2 22 VE m k −= h Walaupun kita akan menyelesaikan persamaan yang bebas-waktu namun kita akan mempertimbangkan hal yang terkait dengan waktu dalam melihat persamaan (3.17) ini. Sesuai logika, jika elektron berasal dari daerah I, maka ketika ia sampai di daerah II ia haruslah bergerak ke kanan dan oleh karena itu fungsi gelombang di daerah II haruslah gelombang maju, dan tidak mungkin gelombang mundur. Hal ini berarti bahwa nilai B1 pada (3.17) haruslah nol. Perbandingan amplitudo B2 dan A2 terhadap amplitudo gelombang maju di daerah I yaitu A1 akan memberikan gambaran keadaan elektron. Dengan menerapkan persyaratan kekontinyuan gelombang di x = 0, yaitu )0()0( 21 ψ=ψ dan dx d dx d )0()0( 21 ψ = ψ kita peroleh 1 21 1 1 2 2 A kk k A B − = ; 21 21 1 2 kk kk A A − + = (3.18) Jika E > V maka nilai 2k adalah nyata seperti halnya 1k akan tetapi 12 kk < . Oleh karena itu 10 1 2 << A B dan 10 1 2 << A A . Amplitudo gelombang maju di daerah II lebih kecil dari amplitudo gelombang maju di daerah I sedangkan amplitudo gelombang mundur di daerah I juga lebih kecil dari gelombang maju di daerah I, sedangkan jumlah amplitudo gelombang maju dan gelombang mundur di daerah I sama dengan amplitudo gelombang maju di daerah II. Keadaan ini kita tafsirkan bahwa pada saat elektron bertemu dinding potensial, ada kemungkinan bahwa elektron dipantulkan. Kesimpulan ini berbeda dengan pernyataan dalam analisa klasik yang secara pasti akan mengatakan bahwa elektron akan berada di daerah II karena E > V . Jika E < V , bilangan gelombang di daerah II adalah 222 )(2 kj EVm k ′±= − −= h . Dalam bentuk eksponensial, solusi untuk daerah II menjadi xkxk eBeBx 22 212 )( ′−′ +=ψ (3.19) Suku pertama (3.19) menuju tak hingga jika x makin besar. Secara fisis hal ini tak dapat diterima sehingga kita tidak akan meninjaunya, jadi kita buat B1 = 0 sehingga fungsi gelombang di daerah II menjadi xk eBx 2 22 )( ′− =ψ (3.20) Fungsi gelombang yang berbentuk fungsi eksponensial dengan eksponen negatif ini menunjukkan bahwa amplitudo gelombang menurun secara eksponensial. Makin
  • 10. 32 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material besar V dibandingkan terhadap E akan semakin besar 2k′ dan semakin cepat pula ψ2 menuju nol. Walaupun nilainya semakin kecil, tetapi probabilitas keberadaan elektron di daerah II tetap ada. Hal ini berbeda dengan pengertian klasik yang akan mengatakan bahwa tidak mungkin elektron mencapai daerah II karena VE < . Jika V makin besar menuju ∞ maka ∞=′2k . Untuk x = 0, maka (3.20) menjadi 22 )( Bx =ψ dan ∞=′−=ψ ′− xk eBkdxxd 2 222 /)( . Hal ini tak dapat kita terima maka haruslan 02 =B , sehingga 0)(2 =ψ x . Hal ini kita tafsirkan bahwa jika dinding potensial sangat tinggi maka elektron akan dipantulkan dan kemungkinan elektron berada di daerah II hampir tidak ada. 3.5.4. Elektron Berada Dalam Sumur Potensial Pembahasan masalah ini dilakukan oleh Daniel D. Pollock dalam buku jilid pertamanya [1]. Di sub-bab ini kita akan mencoba memahaminya melalui pendekatan yang lebih sederhana. Sumur potensial adalah daerah yang tidak mendapat pengaruh potensial sedangkan daerah mendapat pengaruh potensial. Hal ini berarti bahwa elektron, selama ia berada berada dalam sumur potensial, merupakan elektron-bebas. Kita katakan bahwa elektron terjebak di sumur potensial, dan kita anggap bahwa dinding potensial sangat tinggi menuju ∞, atau kita katakan sumur potensial sangat dalam. Gb.3.2. menggambarkan keadaan ini secara dua dimensi. Daerah I dan daerah III adalah daerah-daerah dengan V = ∞, sedangkan di daerah II, yaitu antara 0 dan L, V = 0. Kita katakan bahwa lebar sumur potensial ini adalah L. Pada sumur potensial yang dalam, daerah I dan III adalah daerah dimana kemungkinan keberadaan elektron bisa dianggap nol, 0)(1 =ψ x dan 0)(3 =ψ x . Solusi persamaan Schrödinger untuk daerah II adalah solusi untuk elektron-bebas )( 22 212 xjkxjk eBeBx +=ψ − (3.21) Persyaratan kekontinyuan di x = 0 mengharuskan 211212 0)0()0( BBBB −=→=ψ=+=ψ dan persyaratan kekontinyuan di L mengharuskan 0)0()( 3 L 2 L 12 22 =ψ=+=ψ − jkjk eBeBL , sehingga 0 L I II III ψ1 ψ2 ψ3 Ep=0Ep=∞ Ep=∞ Gb.3.2. Elektron dalam sumur potensial (daerah II). x
  • 11. Persamaan Gelombang Schrödinger 33 ( ) 0)Lsin(2 2 2 )( 22 LL 2 LL 22 22 22 ==         +− = +−=ψ − − kjB j ee jB eeBL jkjk jkjk (3.22) Persamaan (3.22) mengharuskan π= nk L2 atau L n k π =2 (dengan n bilangan bulat), sehingga fungsi gelombang di daerah II menjadi x n jB j ee jBx xjkxjk L sin2 2 2)( 222 22 π =         +− =ψ − (3.23) Probabilitas keberadaan elektron di daerah II ini adalah sebanding dengan L sin L sin4)()( 222 22 * 2 π = π =ψψ n Kx n Bxx (3.24) Untuk n = 1, fungsi ini bernilai nol di Ldan0 == xx , dan maksimum di 2L/x = . Untuk n = 2, nilai nol terjadi di x = 0, L/2, dan L. Untuk n = 3, nilai nol terjadi di x = 0, L/3, 2L/3, dan L; dan seterusnya, seperti terlihat pada Gb.3.3. Selain di x = 0, jumlah titik simpul gelombang, yaitu titik di mana fungsinya bernilai nol, sama dengan nilai n. Gb.3.3. Probabilitas keberadaan electron dalam sumur potensial. Karena di daerah II V = 0, maka 2 2 /2 hmEk = atau mkE 2/2 2 2 h= . Dengan memasukkan nilai k2 kita peroleh energi elektron: 22 2 222 L2L2       π = π = n mm n E hh (3.25) Kita lihat di sini bahwa energi elektron mempunyai nilai-nilai tertentu yang diskrit, yang ditentukan oleh bilangan bulat n. Nilai diskrit ini terjadi karena pembatasan yang harus dialami oleh ψ2, yaitu bahwa ia harus berada dalam sumur potensial. Ia harus bernilai nol di batas-batas dinding potensial dan hal itu akan terjadi bila lebar sumur potensial L sama dengan bilangan bulat kali setengah panjang gelombang. Jika tingkat energi untuk n = 1 kita sebut tingkat energi yang pertama, maka tingkat 0 x L ψ ψ* ψ ψ 0 L a). n =1 b). n =2 c). n =3 12 2 2 4 8 4 E mL h E == 2 2 1 8mL h E = 12 2 3 9 8 9 E mL h E == 0 4 0 3.16 ψ* ψ ψ 0 L 0 0 3.16 0 4 0 3.16
  • 12. 34 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material energi yang kedua pada n = 2, tingkat energi yang ketiga pada n = 3 dan seterusnya. Jika kita kaitkan dengan bentuk gelombangnya, dapat kita katakan bahwa tingkat- tingkat energi tersebut sesuai dengan jumlah titik simpul gelombang. Dengan demikian maka diskritisasi energi elektron terjadi secara wajar melalui pemecahan persamaan Schödinger. Hal ini berbeda dari pendekatan Bohr yang harus membuat postulat mengenai momentum sudut yang harus diskrit agar kuantisasi energi terjadi. Persamaan (3.25) memperlihatkan bahwa selisih energi antara satu tingkat dengan tingkat berikutnya, misalnya antara n = 1 dan n = 2, berbanding terbalik dengan kwadrat lebar sumur potensial. Makin lebar sumur ini, makin kecil selisih energi tersebut, artinya tingkat-tingkat energi semakin rapat. Untuk L sama dengan satu satuan misalnya, selisih energi untuk n=2 dan n=1 adalah mhEE 8/3 2 12 =− dan jika L 10 kali lebih lebar maka selisih ini menjadi mhEE 8/03,0 2 12 =− . (Gb.3.4). Gb.3.4. Pengaruh lebar sumur . Jadi makin besar L maka perbedaan nilai tingkat-tingkat energi akan semakin kecil dan untuk L yang lebar maka tingkat-tingkat energi tersebut akan akan sangat rapat sehingga mendekati kontinyu. 3.5.5. Elektron Di Dalam Sumur Potensial Dangkal Kita tidak akan membahas hal ini secara rinci akan tetapi dengan pengertian yang kita peroleh pada pembahasan mengenai elektron yang bertemu dengan dinding potensial (sub-bab 3.5.3) kita akan mengerti kondisi berikut ini. Jika V tidak tinggi akan tetapi tetap masih EV > maka fungsi gelombang di luar sumur berupa fungsi eksponensial yang menurun menuju nol. Hal ini diperlihatkan pada Gb.3.5. Gb.3.5. Pengaruh kedalaman sumur pada probabilitas keberadaan elektron. Di x = 0 dan x = L amplitudo gelombang tidak lagi nol dan demikian juga probabilitas keberadaan elektronnya. Selain itu penurunan amplitudo akan makin lambat jika sumur potensial makin dangkal. Hal ini berarti bahwa makin dangkal 0 L c) ψ* ψ E 0 L b) ψ* ψ E 0 L a) ψ* ψ V E 0 L 0 L′ V n = 3 n = 2 n = 1
  • 13. Persamaan Gelombang Schrödinger 35 sumur potensial makin besar kemungkinan kita menemukan elektron di luar sumur, seperti diperlihatkan secara berturut-turut oleh Gb.3.5.a, b, dan c. 3.5.6. Dinding Potensial Tipis Antara Dua Sumur Potensial Situasi yang menarik adalah jika sumur potensial mempunyai dinding yang tidak terlalu tebal, misalnya a. Dengan perkataan lain sumur potensial ini berdekatan dengan sumur lain dan di antara keduanya terdapat dinding potensial dinding V yang tipis. Situasi seperti ini diperlihatkan oleh Gb.3.6. Di luar dinding, probabilitas keberadaan elektron tidak nol. Dalam kasus ini kita masih memiliki probabilitas menemukan elektron di sumur lain tersebut walaupun energinya lebih rendah dari dinding potensial. Gejala ini disebut penembusan elektron pada dinding potensial (electron tunneling). 3.5.7. Dua Sumur Potensial Tumpang-Tindih Jika dua sumur potensial tumpang-tindih, kedua sumur ini akan membentuk satu sumur yang lebih lebar. Akibatnya adalah tingkat-tingkat energi akan lebih banyak, sebagaimana disebutkan dalam pembahasan mengenai pengaruh lebar sumur. Hal ini diperlihatkan pada Gb.3.7. Gb.3.7. Dua sumur potensial tumpang-tindih. 3.6. Elektron Dalam Sumur Potensial Tiga Dimensi Kita akan melihat keadaan yang agak mendekati kenyataan, yaitu elektron yang terjebak dalam sumur potensial tiga dimensi. Sumur ini dibatasi oleh dinding potensial di arah sumbu x, y, z, dan akan lebih tepat jika kita sebut kotak potensial, seperti terlihat pada Gb.3.7. Elektron terjebak di dalam kotak potensial ini dan kita mengambil nilai V = 0 di dalam kotak dan V = ∞ di luar kotak. Karena V = 0, persamaan Schrödinger tiga dimensi yang bebas-waktu di dalam kotak menjadi Gb.3.7. Sumur tiga dimensi. x z y Lx Ly Lz sumur-1 sumur-2 ψ* ψ sumur-1 sumur-2 ψ* ψ Gb.3.6. Sumur potensial berdinding tipis. 0 L a ψ* ψ
  • 14. 36 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material 0 2 2 2 2 2 2 22 =ψ+         ∂ ψ∂ + ∂ ψ∂ + ∂ ψ∂ E zyxm h (3.26) dengan ψ adalah fungsi dari x, y, dan z. Kita akan melihat fungsi ini dalam bentuk peubah terpisah )()()(),,( zZyYxXzyx =ψ . Hal ini tidak selalu dapat terjadi, akan tetapi kita mengambil langkah ini agar persamaan yang tidak mudah dipecahkan ini menjadi agak sederhana. Jika turunan kedua fungsi ini kita masukkan ke (3.26) kemudian kedua ruas dibagi dengan ),,( zyxψ , dan dikalikan dengan 2 /2 hm maka akan kita peroleh E m z zZ zZy yY yYx xX xX 22 2 2 2 2 2 2)( )( 1)( )( 1)( )( 1 h −= ∂ ∂ + ∂ ∂ + ∂ ∂ (3.27) Setiap suku di ruas kiri hanya merupakan fungsi dari satu peubah dan berbeda satu sama lain; jumlah ketiganya sama dengan suatu nilai konstan. Hal ini hanya akan terjadi jika masing-masing suku juga sama dengan suatu nilai konstan. Jadi xE m x xX xX 22 2 2)( )( 1 h −= ∂ ∂ ; yE m y yY yY 22 2 2)( )( 1 h −= ∂ ∂ ; (3.28) zE m z zZ zZ 22 2 2)( )( 1 h −= ∂ ∂ dengan Ex, Ey, dan Ez adalah nilai-nilai konstan dan zyx EEEE ++= . Salah satu persamaan dari (3.28) dapat kita tuliskan sebagai 0)( 2)( 22 2 =+ ∂ ∂ xXE m x xX x h (3.29) Persamaan ini adalah persamaan diferensial linier homogen orde kedua yang telah pernah kita temui pada waktu kita membahas elektron yang terjebak dalam sumur potensial satu dimensi. Dengan cara pemecahan yang serupa, kita dapatkan 2 x 22 L8m hn E x x = dan 2 y 22 L8m hn E y y = ; 2 z 22 L8m hn E z z = (3.30) dengan nx, ny, dan nz adalah bilangan-bilangan bulat. Energi total elektron adalah         ++=++= z 2 y 2 x 22 LLL8 zyx zyx nnn m h EEEE (3.31)
  • 15. Persamaan Gelombang Schrödinger 37 Persamaan (3.31) menunjukkan bahwa energi elektron ditentukan oleh tiga macam bilangan bulat yang kita sebut bilangan kuantum, yaitu zyx nnn ,, . Bentuk fungsi gelombang dalam kotak potensial adalah zyx L π sin L π sin L π sinψ znynxn K zyx = (3.32) Jika kotak potensial berbentuk kubus, LLLL === zyx , maka ( )222 2 2 L8 zyxzyx nnn m h EEEE ++=++= (3.33) Pada persamaan (3.33) terlihat bahwa makin kecil ukuran kotak potensial, makin jauh jarak antara satu tingkat energi dengan tingkat energi berikutnya. Tetapi pada kotak potensial yang besar, misalnya elektron dalam metal, tingkat-tingkat energi energi yang berurutan menjadi sangat berdekatan sehingga mereka dapat dianggap membentuk spektrum tingkat energi yang kontinyu. Hal ini diperlihatkan pada Gb.3.8. Gb.3.8. Tingkat-tingkat energi elektron dalam kotak potensial. 3.8. Degenerasi Persamaan (3.33) menunjukkan bahwa energi tergantung dari )( 222 zyx nnn ++ . Hal ini berarti bahwa semua status yang ditentukan oleh semua nilai nx, ny, dan nz yang memberikan jumlah nilai yang sama akan memberikan nilai energi yang sama pula. Akan tetapi setiap perubahan nilai nx, ny, dan nx akan memberikan fungsi gelombang yang berbeda. Jadi satu tingkat energi mungkin berkaitan dengan beberapa fungsi gelombang. Jika hal ini terjadi kita katakan bahwa terjadi degenerasi. Orde degenerasi suatu tingkat energi ditentukan oleh berapa banyak fungsi gelombang yang berbeda pada tingkat energi tersebut. Contoh untuk enam tingkat energi dari kotak potensial kubus diberikan pada Tabel 3.1. 3E1 6E1 9E1 11E1 E1 Kotak Potensial kecil Kotak Potensial besar 12E1 dE
  • 16. 38 Sudaryatno S, Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material Tabel 3.1. Tingkat Energi dan Degenerasi Dalam Kotak Potensial Kubus. [3]. 22 1 L8/ mhE = Energi Kombinasi nx, ny, dan nz Degenerasi 3 E1 (1,1,1) 1 6 E1 (2,1,1) (1,2,1) (1,1,2) 3 9 E1 (2,2,1) (2,1,2) (1,2,2) 3 11 E1 (3,1,1) (1,3,1) (1,1,3) 3 12 E1 (2,2,2) 1 14 E1 (1,2,3) (3,2,1) (2,3,1) (1,3,2) (2,1,3) (3,1,2) 6