Para pelaku pariwisata Indonesia seyogyanya melakukan perencanaan yang matang dan terarah untuk menjawab tantangan sekaligus menangkap peluang yang akan “ bersliweran ” atau lalu lalang di kawasan kita. Pemanfaatan peluang harus dilakukan melalui pendekatan “ re-positioning ” keberadaan masing-masing kegiatan pariwisata dimulai dari sejak investasi, promosi, pembuatan produk pariwisata, penyiapan jaringan pemasaran internasional, dan penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas. Kesemuanya ini harus disiapkan untuk memenuhi standar internasional sehingga dapat lebih kompetitif dan menarik, dibandingkan dengan kegiatan yang serupa dari negara-negara disekitar Indonesia.
Materi dalam Talkshow : Menata Pariwisata Berkelanjutan Ramah Anak dalam Agenda Pemulihan Sektor Travel & Tourism Pasca Pandemi Covid-19. Tujuan penyelenggaraan kegiatan ini adalah sebagai refleksi upaya perlindungan anak di wilayah pariwisata yang selama ini telah dilakukan, serta agenda kedepan yang ingin dicapai oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan beradap, melalui pembangunan jiwa dan raga yang berbudaya dimulai dari diri pribadi yang berbudaya hingga Pemimpin yang berbudaya, dimulai dari Kampung Budaya hingga dengan Negara yang ber budaya.Dari sini akan tercipta Peradaban INDONESIA yang Beradab.
Para pelaku pariwisata Indonesia seyogyanya melakukan perencanaan yang matang dan terarah untuk menjawab tantangan sekaligus menangkap peluang yang akan “ bersliweran ” atau lalu lalang di kawasan kita. Pemanfaatan peluang harus dilakukan melalui pendekatan “ re-positioning ” keberadaan masing-masing kegiatan pariwisata dimulai dari sejak investasi, promosi, pembuatan produk pariwisata, penyiapan jaringan pemasaran internasional, dan penyiapan sumber daya manusia yang berkualitas. Kesemuanya ini harus disiapkan untuk memenuhi standar internasional sehingga dapat lebih kompetitif dan menarik, dibandingkan dengan kegiatan yang serupa dari negara-negara disekitar Indonesia.
Materi dalam Talkshow : Menata Pariwisata Berkelanjutan Ramah Anak dalam Agenda Pemulihan Sektor Travel & Tourism Pasca Pandemi Covid-19. Tujuan penyelenggaraan kegiatan ini adalah sebagai refleksi upaya perlindungan anak di wilayah pariwisata yang selama ini telah dilakukan, serta agenda kedepan yang ingin dicapai oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia.
Mewujudkan tatanan masyarakat yang adil dan beradap, melalui pembangunan jiwa dan raga yang berbudaya dimulai dari diri pribadi yang berbudaya hingga Pemimpin yang berbudaya, dimulai dari Kampung Budaya hingga dengan Negara yang ber budaya.Dari sini akan tercipta Peradaban INDONESIA yang Beradab.
4. 5. & 6. Geografi Pariwisata - Peran Kajian Geografi Dalam Kegiatan Kepari...Irwan Haribudiman
Modal Kepariwisataan Dalam Sudut Pandang Geografi
Pariwisata dapat dijadikan sebagai tulang punggung atau sektor unggulan mengingat Indonesia memiliki beberapa keunikan, antara lain:
keragaman dan keindahan alamnya
keragaman suku dan adat istiadatnya
keragaman seni dan hasil kerajinan rakyat, dan lain sebagainya.
Studi Kasus Pariwisata Pokdarwis Dieng PandawaRumba .
Merupakan salah satu tugas dari mata kuliah PK5106 Kepranataan dalam Kepariwisataan Magister Perencanaan Pariwisata ITB 2019. Diupload agar dapat bermanfaat dan mendapatkan masukan apabila diperlukan.
tentang teori sistem kepariwisataan yang telah berkembang di dunia dan sistem kepariwisataan berdasarkan UU 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan PP No. 50 Tahun 2011 tentang Ripparnas Tahun 2010-2025.
Menurut Pearce ada 6 komponen peran geografi pariwisata :
1) Pola keruangan penawaran (spatial patterns of supply)
2) Pola keruangan permintaan (spatial patterns of demand)
3) Geografi tempat-tempat wisata (the geography of resort)
4) Geografi dan aliran wisatawan (tourist movement and flows)
5) Dampak pariwisata (the impact of tourism)
6) Model-model keruangan pariwisata (models tourism space)
Data tersebut dapat diperoleh melalui survei instansional, survei lapangan, interpretasi citra dan peta, sedangkan penyajiannya dapat berupa peta dan tabel disesuaikan dengan skala perencanaan.
Lembaga Desa Wisata Sebagai Penyempuranaan Desa MandiriDanielWinata7
Mazhab historismus dipandang sebagai advokat
nasionalis baik di bidang ekonomi maupun masyarakat.
Kemudian fenomena dari Mazhab inilah yang dianggap
´EDJLDQµ GDUL SHUMDODQDQ VXDWX QHJDUD 2OHK NDUHQD LWX
pemikiran dan penelitian ekonomi harus berpijak pada
perspektif sejarah, sehingga perumusan kebijakan sejalan
dengan realitas dunia nyata, bukan ide-ide yang tidak realistis.
Menurut Mazhab Historismus, kemajuan ekonomi harus
dilihat dari sudut pandang sejarah. Fenomena ekonomi adalah
produk sampingan dari periode sejarah dan perkembangan
ekonomi secara umum. Sepanjang akhir abad ke-19 dan awal
abad ke-20, mazhab teori ekonomi ini didominasi di Jerman.
Kritik terhadap karya klasik mengarah pada
pembentukan Mazhab Historismus (Adam Smith, David
Ricardo, dll.). Jerman memunculkan historisisme, sedangkan
Inggris mendirikan sekolah klasik. Kontradiksi ini diakibatkan
oleh kenyataan bahwa teori klasik yang dikemukakan tidak
dapat memberikan solusi atas persoalan yang dialami Jerman
pada saat itu (abad ke-19). Mazhab Historismus percaya bahwa
karena filsafat klasik mengikuti metodologi deduktif, itu terlalu
abstrak.
Mazhab historismus menggunakan pendekatan induktif,
yaitu berpijak pada perspektif kesejarahan (historical), oleh
karena itu mazhab ini dikenal dengan mazhab sejarah. Aliran
historismus mengatakan bahwa dengan pendekatan ini, setiap
Mazhab historismus dipandang sebagai advokat
nasionalis baik di bidang ekonomi maupun masyarakat.
Kemudian fenomena dari Mazhab inilah yang dianggap
´EDJLDQµ GDUL SHUMDODQDQ VXDWX QHJDUD 2OHK NDUHQD LWX
pemikiran dan penelitian ekonomi harus berpijak pada
perspektif sejarah, sehingga perumusan kebijakan sejalan
dengan realitas dunia nyata, bukan ide-ide yang tidak realistis.
Menurut Mazhab Historismus, kemajuan ekonomi harus
dilihat dari sudut pandang sejarah. Fenomena ekonomi adalah
produk sampingan dari periode sejarah dan perkembangan
ekonomi secara umum. Sepanjang akhir abad ke-19 dan awal
abad ke-20, mazhab teori ekonomi ini didominasi di Jerman.
Kritik terhadap karya klasik mengarah pada
pembentukan Mazhab Historismus (Adam Smith, David
Ricardo, dll.). Jerman memunculkan historisisme, sedangkan
Inggris mendirikan sekolah klasik. Kontradiksi ini diakibatkan
oleh kenyataan bahwa teori klasik yang dikemukakan tidak
dapat memberikan solusi atas persoalan yang dialami Jerman
pada saat itu (abad ke-19). Mazhab Historismus percaya bahwa
karena filsafat klasik mengikuti metodologi deduktif, itu terlalu
abstrak.
Mazhab historismus menggunakan pendekatan induktif,
yaitu berpijak pada perspektif kesejarahan (historical), oleh
karena itu mazhab ini dikenal dengan mazhab sejarah. Aliran
historismus mengatakan bahwa dengan pendekatan ini, setiap
Mazhab historismus dipandang sebagai advokat
nasionalis baik di bidang ekonomi maupun masyarakat.
Kemudian fenomena dari Mazhab inilah yang dianggap
´EDJLDQµ GDUL SHUMDODQDQ VXDWX QHJDUD 2OHK NDUHQD LWX
pemikiran dan penelitian ekonomi harus berpijak
4. 5. & 6. Geografi Pariwisata - Peran Kajian Geografi Dalam Kegiatan Kepari...Irwan Haribudiman
Modal Kepariwisataan Dalam Sudut Pandang Geografi
Pariwisata dapat dijadikan sebagai tulang punggung atau sektor unggulan mengingat Indonesia memiliki beberapa keunikan, antara lain:
keragaman dan keindahan alamnya
keragaman suku dan adat istiadatnya
keragaman seni dan hasil kerajinan rakyat, dan lain sebagainya.
Studi Kasus Pariwisata Pokdarwis Dieng PandawaRumba .
Merupakan salah satu tugas dari mata kuliah PK5106 Kepranataan dalam Kepariwisataan Magister Perencanaan Pariwisata ITB 2019. Diupload agar dapat bermanfaat dan mendapatkan masukan apabila diperlukan.
tentang teori sistem kepariwisataan yang telah berkembang di dunia dan sistem kepariwisataan berdasarkan UU 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan dan PP No. 50 Tahun 2011 tentang Ripparnas Tahun 2010-2025.
Menurut Pearce ada 6 komponen peran geografi pariwisata :
1) Pola keruangan penawaran (spatial patterns of supply)
2) Pola keruangan permintaan (spatial patterns of demand)
3) Geografi tempat-tempat wisata (the geography of resort)
4) Geografi dan aliran wisatawan (tourist movement and flows)
5) Dampak pariwisata (the impact of tourism)
6) Model-model keruangan pariwisata (models tourism space)
Data tersebut dapat diperoleh melalui survei instansional, survei lapangan, interpretasi citra dan peta, sedangkan penyajiannya dapat berupa peta dan tabel disesuaikan dengan skala perencanaan.
Lembaga Desa Wisata Sebagai Penyempuranaan Desa MandiriDanielWinata7
Mazhab historismus dipandang sebagai advokat
nasionalis baik di bidang ekonomi maupun masyarakat.
Kemudian fenomena dari Mazhab inilah yang dianggap
´EDJLDQµ GDUL SHUMDODQDQ VXDWX QHJDUD 2OHK NDUHQD LWX
pemikiran dan penelitian ekonomi harus berpijak pada
perspektif sejarah, sehingga perumusan kebijakan sejalan
dengan realitas dunia nyata, bukan ide-ide yang tidak realistis.
Menurut Mazhab Historismus, kemajuan ekonomi harus
dilihat dari sudut pandang sejarah. Fenomena ekonomi adalah
produk sampingan dari periode sejarah dan perkembangan
ekonomi secara umum. Sepanjang akhir abad ke-19 dan awal
abad ke-20, mazhab teori ekonomi ini didominasi di Jerman.
Kritik terhadap karya klasik mengarah pada
pembentukan Mazhab Historismus (Adam Smith, David
Ricardo, dll.). Jerman memunculkan historisisme, sedangkan
Inggris mendirikan sekolah klasik. Kontradiksi ini diakibatkan
oleh kenyataan bahwa teori klasik yang dikemukakan tidak
dapat memberikan solusi atas persoalan yang dialami Jerman
pada saat itu (abad ke-19). Mazhab Historismus percaya bahwa
karena filsafat klasik mengikuti metodologi deduktif, itu terlalu
abstrak.
Mazhab historismus menggunakan pendekatan induktif,
yaitu berpijak pada perspektif kesejarahan (historical), oleh
karena itu mazhab ini dikenal dengan mazhab sejarah. Aliran
historismus mengatakan bahwa dengan pendekatan ini, setiap
Mazhab historismus dipandang sebagai advokat
nasionalis baik di bidang ekonomi maupun masyarakat.
Kemudian fenomena dari Mazhab inilah yang dianggap
´EDJLDQµ GDUL SHUMDODQDQ VXDWX QHJDUD 2OHK NDUHQD LWX
pemikiran dan penelitian ekonomi harus berpijak pada
perspektif sejarah, sehingga perumusan kebijakan sejalan
dengan realitas dunia nyata, bukan ide-ide yang tidak realistis.
Menurut Mazhab Historismus, kemajuan ekonomi harus
dilihat dari sudut pandang sejarah. Fenomena ekonomi adalah
produk sampingan dari periode sejarah dan perkembangan
ekonomi secara umum. Sepanjang akhir abad ke-19 dan awal
abad ke-20, mazhab teori ekonomi ini didominasi di Jerman.
Kritik terhadap karya klasik mengarah pada
pembentukan Mazhab Historismus (Adam Smith, David
Ricardo, dll.). Jerman memunculkan historisisme, sedangkan
Inggris mendirikan sekolah klasik. Kontradiksi ini diakibatkan
oleh kenyataan bahwa teori klasik yang dikemukakan tidak
dapat memberikan solusi atas persoalan yang dialami Jerman
pada saat itu (abad ke-19). Mazhab Historismus percaya bahwa
karena filsafat klasik mengikuti metodologi deduktif, itu terlalu
abstrak.
Mazhab historismus menggunakan pendekatan induktif,
yaitu berpijak pada perspektif kesejarahan (historical), oleh
karena itu mazhab ini dikenal dengan mazhab sejarah. Aliran
historismus mengatakan bahwa dengan pendekatan ini, setiap
Mazhab historismus dipandang sebagai advokat
nasionalis baik di bidang ekonomi maupun masyarakat.
Kemudian fenomena dari Mazhab inilah yang dianggap
´EDJLDQµ GDUL SHUMDODQDQ VXDWX QHJDUD 2OHK NDUHQD LWX
pemikiran dan penelitian ekonomi harus berpijak
Strategi Penilaian dan ketahanan desa wisata di tengah kondisi kebiasaan baru...Akademi Desa 4.0
Materi Kuliah Online #40 Jumat 18 September 2020, disampaikan oleh Anggi Januar Pratama dari Sustainable Tourism Policy Professional, Swisscontact Indonesia
Paparan ripparda Bapak Tazbir SH MHum,Rencana Induk Pembangunan Pariwisata Daerah (RIPPDA) DIY 2012),Tour operator di jogja, Tour operator di Yogya, Tour operator di jogjakarta, Tour operator di Yogyakarta,
Pariwisata Maritim Berbasis Masyarakat di Kabupaten BintanShahril Budiman Png
Community Based Tourism atau Pariwisata Berbasis Masyarakat menjadi primadona didalam pola pengembangan kepariwisataan didaerah. peran serta dari masyarakat didalam prose pengembangan pariwisata di daerah menjadi motor penting pergerakan.
3. LATAR BELAKANG
Persaingan antar lembaga di desa.
Persaingan antar desa wisata
Tidak ada pedoman dan
payung hukum
mengembangkan desa
wisata
Pembiayaan dan
keberlangsungan
desa wisata
Rusaknya lingkungan dan
budaya akibat aktivitas wisata
Masyarakat hanya jadi
penonton, dimonopoli
kelompok tertentu
Peran para
Stakeholder belum
diatur termasuk
jaminan dan legalitas
hukum
4. DEFINISI
DESA WISATA suatu bentuk integrasi antara potensi
daya tarik wisata alam, wisata budaya, dan wisata
hasil buatan manusia dalam satu kawasan tertentu
dengan didukung oleh atraksi, akomodasi, dan
fasilitas lainnya sesuai dengan kearifan lokal
masyarakat
WISATA DESA merupakan bentuk kegiatan wisata yang
membawa wisatawan pada pengalaman untuk melihat
dan mengapresiasi keunikan kehidupan dan tradisi
masyarakat di pedesaan dengan segala potensinya
DESA WISATA WISATA DESA
Definisi Desa wisata merupakan fungsional bukan spasial, artinya
desa wsata juga ada di Kota.
6. Diagram Penetapan Desa Wisata
Pokmas, BUMDES,
Pihak lain melalui
Kades/lurah
KADES/LURAH CAMAT
DINAS PAR
KELENGKAPAN
DIPENUHI
DI NILAI
PRAKTISI
AKADEMISI
DINAS PAR
BUPATI/WALIKOTA/GUBERNUR
7. Tahapan Pencanangan
Pokmas, BUMDES,
Pihak lain melalui
Kades/lurah
KADES/LURAH
CAMAT
DINAS PAR
Syarat administrasi :
a. data profil wilayah;
b. potensi wisata yang akan dikembangkan;
c. data pengunjung Desa Wisata;
d. kelembagaan calon Pengelola Desa Wisata;
e. kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah; dan
f. rencana mitigasi bencana.
BUPATI/WALIKOTA
Syarat teknis, seluruh persyaratan administrasi
ditambah :
a. Rencana mitigasi bencana
b. Rencana Pengembangan Desa Wisata
c.q
8. BATASAN WILAYAH DAN TIPE
Batasan wilayah desa wisata:
• Keseluruhan wilayah desa adalah desa wisata (Desa Wisata A);
• beberapa dusun/RW saja dalam suatu desa yang memiliki potensi
kepariwisataan (Desa Wisata B);
• Diantara beberapa desa dalam sebuah kawasan (Desa Wisata C);
• Cluster (Desa Wisata D).
Desa Wisata A
DTW
POKMAS
USPAR
FASILITAS
Desa Wisata B
DUSUN
III
DUSUN
IV
DUSUN I
DUSUN
II
DTW USPAR
9. BATASAN WILAYAH DAN TIPE
Desa Wisata C
DESA A
DESA D
DESA C
DESA B
Desa Wisata D
DESA A
DESA D
DESA C
DESA B
DUSUN 1 DUSUN 2
DUSUN 3 DUSUN 4
10. USAHA di DESA WISATA
• Makan Minum
• Akomodasi
• Hiburan rekreasi
• DTW
• Kawasan Pariwisata
• Transportasi Wisata
• Perjalanan Wisata
• MICE
• Pramuwisata
• Wisata Tirta
• Informasi Pariwisata
• Konsultan
• Spa
Diperbolehkan asalkan
mencerminkan tradisi dan
kearifan lokal
• pembatasan jenis usaha tertentu
yang dianggap bertentangan
dengan nilai-nilai budaya masyarakat
Desa wisata dan/ atau jenis usaha
yang tidak sesuai dengan konsep
Desa Wisata yang ditetapkan
• pembatasan skala usaha
pariwisata dalam rangka
memberikan perlindungan bagi
pengusaha pariwisata skala mikro,
kecil, menengah
• Setiap usaha pariwisata di Desa
Wisata wajib mendaftarkan Usaha
Jasa Wisatanya pada Pemerintah
Kabupaten/Kota sesuai ketentuan
berlaku
11. KELEMBAGAAN/PENGELOLA
Satu desa wisata hanya boleh di kelola oleh 1 pengelola, Kelembagaan pengelola desa
wisata dapat berbentuk :
a. koperasi;
b. perkumpulan lembaga usaha dengan akta notaris;
c. pokdarwis
d. Bum Des.
Tugas:
1. Mengatur dan mengelola Desa Wisata (Kegiatan
Atraksi, Pendaftaran Usaha, Sarpras, fasilitas dan
keamanan);
2. Membina Uspar;
3. Kerjasama dan Kemitraan dengan pihak Ketiga;
4. Koordinasi dengan Pemerintah:
Masa bakti pengelola Desa Wisata adalah
4 (empat) tahun dan dapat dipilih kembali
12. BORANG PENCANANGAN
N
O
SYARAT TEKNIS PENILAIAN KETERAN
GAN
ADA TIDAK
1 Deliniasi wilayah yang akan diusulkan
menjadi Desa Wisata
2 Data profil wilayah
3 Potensi wisata yang akan dikembangkan
4 Data pengunjung Desa Wisata
5 Kelembagaan calon PengelolaDesa
Wisata
6 Kesesuaian dengan rencana tata ruang
wilayah (struktur ruang dan pola ruang
pada RTRW kabupaten / kota)
7 Rencana mitigasi bencana
8 Rencana pengembangan Desa Wisata
15. TAHAPAN PENILAIAN
DINAS PAR
PRAKTISI
AKADEMISI
DINAS PAR
a. sosialisasi kepada
masyarakat yang memuat
pengetahuan
rencana dan
pembangunan Desa
Wisata;
b. inventarisasi dan
penggalian potensi daya
tarik wisata yang
harus di pertahankan;
c. manajemen pemasaran
pariwisata; dan
d. penilaian kelayakan
Penilaian meliputi:
a. atraksi wisata yang paling menarik dan atraktif di
Desa.
b. kondisi geografis Desa menyangkut masalah-
masalah jumlah rumah, jumlah penduduk,
karakteristik dan luas wilayah desa yang berkaitan
dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu
Desa;
c. sistem kepercayaan dan kemasyarakatan yang
merupakan aspek khusus pada komunitas sebuah
Desa;
d. ketersediaan infrastruktur meliputi fasilitas dan
pelayanan transportasi, fasilitas listrik, air bersih,
drainase, pengolahan limbah, telepon dan
sebagainya; dan
e. perkembangan jumlah pengunjung Desa Wisata;
f. rencana kelembagaan pengelola Desa Wisata;
16. TUGAS DAN FUNGSI TIM PENILAI
a. melakukan evaluasi
penetapan Desa Wisata
sebagai dasar
pertimbangan penetapan
klasifikasi penilaian setiap 4
(empat) tahun sekali.
b. melakukan kunjungan
lapangan, sarasehan, kajian
dalam rangka menilai,
mengawasi dan mengevaluasi,
serta membina Desa Wisata.
c. menyusun rekomendasi
terhadap pemecahan
masalah dan
pengembangan potensi
Desa Wisata.
a.memberikan pertimbangan
dan arahan pengelolaan
Desa Wisata;
b.menilai setiap usulan
penetapan Desa Wisata;
c. melakukan
monitoring dan
evaluasi terhadap
pengelolaan Desa
Wisata.
17. PENILAIAN DAN KLASIFIKASI
Penilaian dengan memverifikasi dan menilai 23
pertanyaan pada lampiran pergub 53 tahun 2019
No INDIKATOR SKOR
/NILAI
Keterangan
1 Atraksi wisata
Memiliki paket wisata yang menjadi ciri khas daerah di Desa Wisata (sosial budaya,
kesenian, heritage, aksesoris khas daerah, sejarah, batik, lingkungan, budaya, kuliner,
ecotourism)
a. Tidak Mempunyai paket wisata ( skor 0)
b. Mempunyai 1-3 paket wisata ( skor 1);
c. Mempunyai 4-6 paket wisata (skor 2);
d. Mempunyai 7-9 paket wisata (skor 3);
e. Mempunyai >9 paket wisata (skor 4).
Memiliki makanan lokal desa Wisata sebagai sajian wisatawan
a. Tidak Mempunyai makanan lokal desa (skor 0)
b. Mempunyai 1 makanan lokal desa ( skor 1);
c. Mempunyai 2 makanan lokal desa (skor 2);
d. Mempunyai 3 makanan lokal desa (skor 3);
e. Mempunyai >4 makanan lokal desa (skor 4).
18. KLASIFIKASI DESA WISATA
• Nilai Desa Wisata = jumlah total skor
• Klasifikasi Desa Wisata :
Desa Wisata Rintisan dengan Nilai 24-48
Desa Wisata Berkembang dengan nilai 49-73
Desa Wisata maju dengan nilai 74-96
Klasifikasi Desa Wisata ditetapkan dengan
Keputusan Kepala Dinas
Evaluasi dilakukan tiap 4 tahun sekali sejak
tanggal penetapan
19. PENETAPAN DESA WISATA
Pasal 11
Gubernur menetapkan sebuah desa/kelurahan menjadi Desa
Wisata setelah dilakukan penilaian dengan memperhatikan
hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.
Pasal 12
Gubernur menetapkan desa/kelurahan menjadi Desa Wisata
lintas Kabupaten/Kota dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah
dengan Keputusan Gubernur.
Berlaku mutatis mudandis artinya, desa
yang berada dalam satu wilayah
kabupaten ditetapkan oleh bupati/ walikota
20. JENIS DAN KRITERIA
Jenis Desa Wisata berdasarkan basis pengembangan:
• Alam > sumber daya alam
• Budaya > tradisi budaya dan kearifan lokal
• Hasil Buatan > kreasi atau kreatifitas manusia
• Perpaduan > perpaduan antar basis
Uraian Rintisan Berkembang Maju
Daya Tarik Masih potensi
dikembangkan
Daya Tarik sudah
terintegrasi baik
Destinasi sudah dikenal
Sarana Prasarana
dan Fasilitas
Pariwisata
Terbatas Perlu dikembangkan
untuk pelayanan
Sudah memadai
Kunjungan
Wisatawan
Mulai dikunjungi Sudah dikenal Secara rutin dikunjungi
Masyarakat Sadar wisata Ikut dalam aktifitas
ekonomi sektor
pariwisata
Tercipta pengembangan
kapasitas SDM, usaha
pariwisata, Kelembagaan,
Produk
Usaha Pariwisata Potensi usaha
pariwisata tumbuh
Usaha pariwisata
berkembang
Pengembangan inovasi
produk
Kriteria Desa Wisata (Berdasakan nilai skor saat penilaian)
21. BANTUAN KE DESA WISATA
100 Desa Wisata
Pertahun
5 Desa Wisata Maju
10 Desa
Berkembang
85 Desa Wisata
Rintisan
1 desa wisata
hanya sekali
mendapatkan
bantuan
dalam 5 tahun
MEKANISME PENYALURAN MELALUI BANKEU KE PEMDES (Bukan Ke Pokmas)
Artinya bantuan nanti menjadi aset pemdes dan perlu kerjasama dengan BUMDES
bila akan digunakan oleh pokmas
Pemerintah (Prov/Kab/Kota/Desa) wajib mengalokasikan anggaran dalam
rangka pemberdayaan Desa Wisata mulai dari pencanangan, penilaian,
penetapan, hingga pengembangan Desa Wisata sesuai dengan kemampuan
keuangan daerah
22. SIAPA YANG DIBANTU?
a.Desa Wisata yang mengusulkan proposal
bantuan;
b.Desa Wisata yang sudah ditetapkan kembali oleh
SK Bupati;
24. Bentuk Bantuan
Fasilitas umum untuk kebutuhan wisatawan
1) Penataan lahan parkir; (masuk disarpras perdesaan)
2) Pembangunan/Renovasi Sarana Ibadah di daya tarik wisata
3) Pembangunan/Renovasi Toilet;
4) Pembangunan Shelter istirahat/Gazebo;
5) Jalan lingkungan di dalam Daya Tarik Wisata (DTW) pada desa
wisata atau jalan menuju daya tarik desa wisata (lokasi tidak
tumpah tindih dengan penganggaran yang lain); (masuk disarpras
perdesaan)
6) Jalur pedestrian;
7) Pembangunan gedung pertemuan untuk Meeting, Incentive,
Convention and Exhibition (MICE) Wisatawan;
8) Tempat Pengolahan sampah sementara di lingkungan Daya Tarik
Wisata (DTW);
9) Sarana untuk disabilitas;
10)Pos kesehatan untuk wisatawan
25. Bentuk Bantuan
Fasilitas pariwisata
1) Kios usaha kreatif dan kuliner;
2) Tourist Information Center (TIC);
3) Bangunan untuk wisatawan sesuai tema desa wisata (tempat
workshop);
4) Gardu pandang;
5) Panggung terbuka untuk atraksi hiburan;
6) Tempat istirahat crew;
7) Tambatan Kapal wisata;
8) Penunjuk arah ke Daya Tarik Wisata dan desa wisata;
9) Loket;
10)Peta Daya Tarik Wisata (bahan permanen);
11)Penanda Desa Wisata.
Peralatan dan perlengkapan pendukung atraksi, amenitas dan
aksesibilitas wisatawan
1) Peralatan keselamatan untuk Daya Tarik Wisata Minat Khusus;
2) Sarana transportasi lokal/khusus;
3) Peralatan dan perlengkapan pendukung atraksi wisata;
26. Bentuk Bantuan
Penataan lansekap kawasan wisata di desa wisata
1) Penataan lansekap kawasan wisata di desa wisata
2) Penataan camping ground
3) Pembuatan Talud pada Daya Tarik Wisata di Desa Wisata (masuk
disarpras perdesaan)
4) Pagar Pembatas pada Daya Tarik Wisata di Desa Wisata (masuk
disarpras perdesaan)
Penataan Daya Tarik Wisata
1) Taman;
2) Arena outbond;
3) Pembuatan arena permainan;
4) Kursi Taman;
5) Wahana Wisata.
27. Larangan
• Disimpan dengan maksud dibungakan;
• Dipinjamkan kepada pihak lain;
• Membiayai kegiatan yang bukan menjadi prioritas pemberian Dana
keuangan untuk pengembangan desa wisata, misalnya studi banding, karya
wisata (study tour), kegiatan atau peringatan hari besar/keagamaan,
kegiatan camping/kemah;
• Membayar iuran kegiatan yang diselenggarakan oleh desa, kecamatan,
kabupaten, kota, atau pihak lainnya;
• Membayar bonus atau transportasi rutin;
• Menanam saham;
• Konsumsi harian;
• Pengadaan barang atau jasa yang tidak sesuai dan tidak mendukung
program prioritas;
• Hadiah lomba;
• Membiayai keperluan yang sudah dibiayai oleh pihak lain (double
accounting).
28. Syarat Administrasi…..1
a. Surat Permohonan Bantuan oleh kepala desa diketahui oleh camat
dan kepala dinas yang membidangi pariwisata kabupaten/kota
setempat ditujukan kepada Gubernur Jawa Tengah cq Dinas
Kepemudaan Olahraga dan Pariwisata;
b. Proposal usulan oleh oleh kepala desa dan diketahui Camat dan
Dinas yang membidangi Pariwisata di Kabupaten/Kota, yang berisi:
c. Gambar Teknis dan RAB untuk usulan Bantuan Fisik;
d. Spesifikasi Teknis dan RAB untuk usulan Bantuan Sarana dan
Prasarana;
e. Foto rencana Lokasi/letak penempatan bantuan;
f. Denah peta lokasi penempatan
g. FC Bukti kepemilikan tanah/aset lokasi yang akan dibangun wajib aset
milik desa;
h. Surat Pernyataan Kepala Desa bertanggung jawab sepenuhnya atas
kebenaran informasi dan validitas data dalam proposal usulan dan
lampirannya
29. Syarat Administrasi…..2
a. Data jumlah kunjungan wisatawan di desa wisata di tanda tangani
ketua pengelola desa wisata;
b. Data Usaha Pariwisata di desa wisata di tanda tangani ketua pengelola
desa wisata;
c. Daftar Paket Wisata di desa wisata;
d. Data Daya Tarik Wisata di desa wisata;
e. Peraturan Tentang Pembentukan BUMDES