1. BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu rektal lebih dari 380C)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (diluar rongga kepala). Menurut Consensus Statement
on Febrile Seizures (1980) kejang demam ini biasanya terjadi bayi atau anak-anak antara umur 3 bulan
dan 5 tahun yang berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial
atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi yang berumur kurang dari 4
minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa demam.
Faktor resiko kejang demam yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang
demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus,
anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama kira kira 33%
anak akan mengalami satu kali rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9 % anak mengalami recurensi 3
kali atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah
demam timbul, temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat
keluarga epilepsi.
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan infeksi
saluran pernafasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang
tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat
menyebabkan kejang.
Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak.
Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun.
Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini
namun pendapat yang dominan saat ini kejang pada kejang demam tidak menyebabkan akibat buruk
atau kerusakan pada otak namun kita tetap berupaya untuk menghentikan kejang secepat mungkin.
Dan bagi beberapa orang tua, kejang demam pada anak sering menimbulkan fobia tersendiri. Keyakinan
untuk segera menurunkan panas ketika anak demam sudah melekat erat dalam benak orang tua.
Demam diidentikkan dengan penyakit, sehingga saat demam berhasil diturunkan, orangtua merasa lega
karena menganggap penyakit akan segera pergi bersama turunnya panas badan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini antara lain:
2. 1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi kejang demam
2. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi kejang demam
3. Mahasiswa mampu menjelaskan tanda dan gejala kejang demam
4. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosa banding kejang demam
5. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi kejang demam
6. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi kejang demam
7. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan diagnostik kejang demam
8. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis kejang demam
9. Mahasiswa mampu menjelaskan penanganan kejang demam
10. Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan kejang demam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
KONSEP KEJANG DEMAM PADA ANAK
A. DEFINISI
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu rektal lebih dari 380C)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (diluar rongga kepala). Menurut Consensus Statement
on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya
terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti
adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. (Kapita Selekta jilid 2).
Kejang demam ini secara umum dapat dibagi dalam dua jenis yaitu :
- Simple febrile seizures : kejang menyeluruh yang berlangsung <>
3. - Complex febrile seizures / complex partial seizures : kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian
tubuh), berlangsung > 15 menit, dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).
B. ETIOLOGI
Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan infeksi
saluran pernafasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang
tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat
menyebabkan kejang. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam adalah :
1. Usia
2. Riwayat kejang demam dalam keluarga
3. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif normal
4. Riwayat demam yang sering
5. Kejang pertama adalah complex febrile seizure
C. TANDA DAN GEJALA
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan
yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat; misalnya tonsilitis, otitis
media akut, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama
sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik , tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti, anak tidak
memberi reaksi apapun untuk sejanak tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun
dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf.
Adapun salah satu pedoman dalam membuat diagnosa kejang demam yang sederhana antara lain dapat
memakai beberapa kriteria sebagai berikut:
1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
4. 2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
3. Kejang bersifat umum
4. Kejang timbul dalam 16 jam petama setelah timbulnya demam
5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya satu minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan
kelainan
7. Frekuensi kejang bangkitan dalam satu tahun tidak melebihi 4 kali
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari tujuh criteria tersebut (modifikasi
Livingstone) digolongkan pada epilepsy yang diprovokasi oleh demam. Kejang kelompok dua ini
mempunyai dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan
faktor pencetus saja.
Gejala Umum:
1. Tidak sadar
2. Kedua tangan dan kaki kejang-kejang
3. Terjadi selama 1-2 menit
Gejala tidak umum:
1. Kaku atau gerakan terjadi di sebagian tubuh (Tangan atau kaki sisi kiri/ kanan tubuh)
2. Berlangsung > 15 menit
D. Diagnosa Banding
5. Infeksi pada SSP seperti: meningitis ensefalitis, epilepsy, abses otak dll.
Tabel Diagnosa Banding
No
Kriteri Banding
Kejang Demam
Epilepsi
Meningitis Ensefalitis
1.
Demam
Pencetusnya demam
Tidak berkaitan dengan demam
Salah satu gejalanya demam
1.
Kelainan Otak
(-)
(+)
(+)
2.
Kejang berulang
(-)
(+)
6. (+)
3.
Penurunan kesadaran
(-)
(-)
(+)
Ket (-): tidak ada
5. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan energi yang didapat dari
metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu
adalah oksidasi dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui system
kardiovaskuler.
Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membrane yang terdiri dari permukaan dalam
yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionic. Dalam keaadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
rendah. Sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan yg sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh:
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
7. 2. Rangsangan yg datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya.
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan
kebutuhan oksigen akan meningkat 20%.
Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan
dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium
maupun ion natrium melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membrane sel
sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Tiap anak
mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung tinggi rendahnya ambang kejang seseorang
anak akan menderita kejang pada kenaikan suhu tertentu. Pada anak dengan ambang kejang yang
rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38oC sedangkan anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang
baru terjadi bila suhu mencapai 40oC atau lebih. Dari kenyataab ini dapat disimpulkan bahwa
berulangnya kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah sehingga
dalam penanggulangannya perlu memperhatikan pada tingkat suhu berapa pasien menderita kejang.
Kejang demam yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gajala
sisa. Tetapi kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya
kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia,
hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut
jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkan makain meningkatnya
aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas
adalah faktor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama.
Faktor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga
meninggikan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron
otak.
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung
lama dapat menjadi “matang” dikemukakan hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
Karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga
terjadi epilepsi.
6. Komplikasi
8. Kemungkinan komplikasi hemiparesis dapat terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama yaitu
yang berlangsung lebih dari setengah jam, baik yang bersifat umum atau fokal.
Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, retardasi mental dapat terjadi
dengan kemungkinan 5 kali lebih besar. Sedangkan komplikasi lain yang dapat mungkin terjadi meskipun
jarang terjadi antara lain:
* Anak jatuh atau tersedak
* Epilepsi (hanya 2%)
* Kejang demam berulang
7. Pemeriksaan Diagnostik
Setelah penanganan akut kejang demam, sumber demam perlu diteliti. Dalam sebuah penelitian,
sumber demam pada kejang demam antara lain infeksi virus (tersering), otitis media, tonsilitis, ISK,
gastroenteritis, infeksi paru2 (saluran napas bagian bawah), meningitis, dan pasca imunisasi.
Beberapa pemeriksaan lanjutan hanya diperlukan jika didapatkan karakteristik khusus pada anak.
(1) Pungsi lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang
belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam
pertama pada bayi (usia <>
* Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)
* Mengalami complex partial seizure
9. * Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya)
* Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)
* Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam
setelah kejang demam adalah normal.
* Kejang pertama setelah usia 3 tahun
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput otak,
atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang
demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu
pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan untuk dilakukan.
(2) EEG (electroencephalogram)
EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini
tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit
(kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang
demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang
tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang
abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya
kejang demam atau risiko epilepsi.
(3) Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium, atau gula
darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan
untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.
(4) Neuroimaging
Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI kepala.
Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.
10. 8. Prognosis
Dengan penanggulangan yang tepat dan cepat prognosisnya baik dan tidak perlu menyebabkan
kematian. Angka kejadian kejang demam epilepsy berbeda-beda tergantung dari cara penelitiannya;
misalnya Lumbantobing (1975) mendapatkan 6%, sedangkan Living stone (1954) dari golongan kejang
demam sederhana mendapatkan 2,9% yang menjadi epilepsi, dan golongan epilepsy yang diprovokasi
oleh demam ternyata 97% menjadi epilepsy.
Risiko yang akan dihadapi oleh seorang anak sesudah menderita kejang demam tergantung dari factor:
1. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
2. kelainan dalam perkembangan atau kelainan saraf sebelum anak menderita kejang demam
3. kejang yang berlangsung lama atau kejang fokal
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor tersebut diatas, maka dikemudian hari akan mengalami
serangan kejang demam tanpa demam sekitar 13%, disbanding bila hanya terdapat 1 batau tidak sama
sekali factor tersebut diatas, serangan kejang tanpa demam hanya 2-3% saja.
Hemiparesis biasannya terjadi pada pasien yang mengalami kejang lama (berlangsung lebih dari 30
menit) baik bersifat umum atau fokal. Kelumpuhannya sesuai kejang fokal yang terjadi. Mula-mula
kelumpuhan bersifat flaksid, tetapi setelah 2 minggu timbul spasitas.
Dari suatu penelitian terdapat 431 pasien dengan kejang demam sederhana, tidak terdapat kelainan
pada IQ.tetapi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan
atau kelaianan neurologist akan didapat IQ yang lebih rendah disbanding dengan saudaranya. Jika
kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, retardasi mental akan terjadi 5 kali
lebih besar.
9. Penanganan
11. Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam
mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk
menghindari bahaya tersedak.
2. Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris, karena justru
benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.
3. Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.
4. Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus.
5. Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan
terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih
berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan
secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit .
6. Setelah kejang berakhir (jika <>
Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poin-poin di atas adalah
sebagai berikut :
1. Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat
2. Pemberian oksigen melalui face mask
3. Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah terpasang
selang infus 0,2 mg/kg per infus
4. Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
5. Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti kemungkinan
hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang mengalami
kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan .