SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
BAB I 
PENDAHULUAN 
A. Latar belakang masalah 
Sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) dan (2) UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan 
Daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan Otonomi Daerah dapat dihapus dan 
digabung dengan daerah lain, dan Daerah Otonom dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu 
daerah jika dipandang sesuai dengan perkembangan daerah. Munculnya gejala, bahkan 
kenyataan akan adanya pemekaran dan pembentukan Kabupaten, Kota, dan Propinsi baru di 
Indonesia menuntut perlunya segera ditetapkan syarat-syarat dan kriteria yang menjadi 
pertimbangan di dalam pembentukan dan pemekaran daerah. 
Memasuki akhir dekade 1990-an Indonesia mengalami perubahan sosial politik yang 
bermuara kepada pilihan melaksanakan desentralisasi sebagai salah satu modal utama 
pembangunan Indonesia. Hal ini ditandai dengan pemberlakuan UU 22/1999tentang Otonomi 
Daerah yang kemudian dirubah menjadi UU 32/2004. Rencana Pembangunan Jangka Menengah 
Nasional (RPJMN) 2004-2009 menempatkan revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi 
daerah ini sebagai satu prioritas dalam pembangunan nasional.Semangat otonomi daerah itu 
sendiri salah satunya bermuara kepada keinginan daerah untuk memekarkan diri yang kemudian 
diatur dalam PP 129/2000 tentang Persyaratan Pembentukan, dan Kriteria Pemekaran, 
Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Dalam prakteknya, pemekaran daerah jauh lebih 
mendapat perhatian dibandingkan penghapusan ataupun penggabungan daerah. Dalam PP 
tersebut, daerah berhak mengajukan usulan pemekaran terhadap daerahnya selama telah 
memenuhi syarat teknis, administratif, dan fisik1 dengan tujuan untuk mensejahterakan 
masyarakat yang ada di wilayahnya.Pemekaran daerah dalam tatanan filosofis dimaksudkan 
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (pasal 2 PP 129/2000). Argumentasi untuk ini 
didasarkan atas beberapa dimensi. Pemekaran akan mempersingkat rentang kendali antara 
pemerintah dan masyarakat, khususnya pada wilayah-wilayah yang belum terjangkau oleh 
fasilitas pemerintahan. Pemekaran daerah juga diaspirasikan untuk memperbaiki pemerataan 
pembangunan. Berdasarkan pengalaman di masa lalu, daerah-daerah yang terbangun hanya 
daerah yang berdekatan dengan ibu kota pemerintahan daerah. Pemekaran memungkinkan 
sumber daya mengalir ke daerah yang masih belum berkembang. 
B. Rumusan masalah 
Berdasarkan latar belakang seperti yang telah diuraikan di atas maka dapat kami 
simpulkan rumusan masalah sebagai berikut: 
1. Apa yang dimaksud dengan pemekaran daerah itu? 
2. Bagaimana pemekaran daerah di Indonesia? 
3. Pedoman penilaian apa untuk dapat menjalankan pemekaran daerah? 
4. Dampak apa saja yang timbul seiring dengan pemekaran daerah? 
5. Bagaimana langkah yang bisa diambil untuk mencegah gelombang pemekaran daerah yang 
sangat pesat?
BAB II 
PEMBAHASAN 
A. Pengertian pemekaran daerah 
Pemekaran daerah berarti pengembangan dari satu daerah otonom menjadi dua atau lebih 
daerah otonom. Pemekaran daerah dilandasi oleh Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang 
Pemerintahan Daerah, pada pasal 5 ayat 2 dinyatakan daerah dapat dimekarkan menjadi lebih 
dari satu daerah, namun setelah UU no.22 tahun 1999 diganti dengan Undang-undang nomor 32 
tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, maka materi pemekaran wilayah tercantum pada pasal 
4 ayat 3 dan ayat 4, namun istilah yang dipakai adalah Pemekaran Daerah. 
Dalam UU no 32 tahun 2004 tersebut pada pasal 4 ayat 3 dinyatakan: Pembentukan 
daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan 
atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Sedangkan dalam Pasal 4 ayat 
4 dalam UU tersebut dinyatakan:Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih 
sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia 
penyelenggaraan pemerintahan. 
B. Pemekaran daerah di Indonesia 
Jumlah penduduk Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan dengan laju yang cukup 
tinggi. Jumlah penduduk 15 tahun sebelum Indonesia merdeka sekitar 60 juta jiwa menjadi 97 
juta jiwa 30 tahun kemudian. Berturut-turut pada tahun 1971, 1981 dan 2005 menjadi 119 juta 
jiwa, 147 juta jiwa dan 230 juta jiwa [4,7]. Dengan menggunakan ukuran jumlah penduduk 
sebuah kota sebanyak 500.000 jiwa secara teoritis pada tahun 2005 wilayah Indonesia dapat 
dibagi dalam 460 daerah otonom (kabupaten dan kota). Angka tersebut akan bertahan paling 
tidak sampai tahun 2050, dengan asumsi masing masing daerah otonom tersebut berkembang 
secara merata menjadi kota metropolis dengan jumlah penduduk mendekati angka satu juta jiwa. 
Jumlah penduduk minimal sebagai persyaratan pemekaran daerah otonom tingkat 
kabupaten dan kota dipandang lebih realistis dibanding dengan menggunakan jumlah kecamatan 
seperti diatur dalam PP nomor 129 tahun 2000. Hasil kajian terhadap 24 daerah otonom baru 
hasil pemekaran tahun 2003-2004 dapat ditunjukkan bahwa hanya dua daerah otonom(8%) 
memiliki jumlah penduduk di atas 500.000 jiwa, delapan daerah otonom (33%) berpenduduk di 
bawah 100.000jiwa (satu di antaranya hanya berpenduduk 11.000 jiwa), sedang daerah otonom 
lainnya (69%) berpenduduk antara100.000 – 500.000 jiwa. Fakta tersebut diduga memberikan 
kontribusi terhadap rendahnya pencapaian tujuan otonomi daerah. 
Luas daratan Indonesia terdiri dari wilayah daratan dengan ketinggian antara 0-25 mdpl 
(28%),antara 26-100 mdpl(24%), antara 101-500 mdpl (23%), antara 501-1000 mdpl (16%) dan 
dengan ketinggian di atas 1000 mdpl (9%). Fakta tersebut memperlihatkan bahwa luas daratan 
Indonesia yang relatif paling baik untuk pengembangan permukiman perkotaan (di luar 
kehutanan, perikanan, pariwisata dan beberapa jenis perkebunan) hanya sekitar 50% yaitu pada 
wilayah dengan ketinggian kurang dari 100 mdpl.Berdasarkan hasil perkiraan jumlah ideal 
daerah otonom sebanyak 460 kabupaten dan kota maka secara rata rata satu kabupaten/kota akan 
memiliki wilayah daratan rata rata seluas 4150 km2 atau rata rata efektif seluas 2075 
km2.Penerapan persyaratan luas wilayah menurut PP nomor 129 tahun 2000 terhadap jumlah 
daerah otonom hasil pemekaran menghasilkan data luas daerah otonom baru yang beragam yaitu 
13% memiliki luas di atas 4150 km2, 8% memiliki luas260 km2, 50% memiliki luas 1000-4000 
km2 dan 29% memiliki luas antara 300-1000 km2.Dari segi luas wilayah, kurang dari 50% 
jumlah daerah pemekaran yang memenuhi kriteria ideal, 37% di bawah ideal dan 13% di atas 
ideal. Hal ini akan menimbulkan implikasi terhadap (1) efektifitas pencapaian tujuan otonomi
daerah bagi daerah otonom yang sangat luas dan (2) daerah otonom yang luasnya relatif sempit 
akan menghadapi persoalan keterbatasan tanah dibanding dengan kecepatan pengembangan 
wilayahnya. 
C. Pedoman penilaian pemekaran/pembentukan kabupaten/kota/propinsi (pelaksanaan PP 
no. 129 tahun 2000) 
Dalam PP No. 129 tahun 2000 tersebut diuraikan bahwa pembentukan, pemekaran, 
penghapusan, dan penggabungan daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan 
masyarakat; karena pembentukan, pemekaran, penghapusan, dan penggabungan daerah 
dilakukan atas dasar pertimbangan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, 
meningkatkan kehidupan berdemokrasi, meningkatkan pengelolaan potensi wilayah, dan 
meningkatkan keamanan dan ketertiban. 
Dalam PP 129 tahun 2000 tercantum syarat-syarat pembentukan daerah dengan aspek 
penilaian sebagai berikut : 
1. Kemampuan Ekonomi; 
2. Potensi Daerah; 
3. Sosial Budaya; 
4. Sosial Politik; 
5. Jumlah Penduduk; 
6. Luas Daerah; 
7. Pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah. 
Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, selaku departemen teknis, selalu 
diminta untuk memberikan masukan sebagai pertimbangan lain yang memungkinkan 
terselenggaranya otonomi daerah (sebagaimana tercantum dalam butir g. [pasal 3 PP No. 
129/2000] di atas) dan/atau masukan lain sebagai pertimbangan teknis untuk menyempurnakan 
syarat-syarat pembentukan daerah. Untuk menjaga konsistensi penilaian 
pembentukan/pemekaran daerah, perlu disusun Pedoman Penilaian Pembentukan/Pemekaran 
Daerah yang ditekankan pada aspek teknis yang mencakup bidang penataan ruang dan 
permukiman serta prasarana wilayah, dengan senantiasa memperhatikan jiwa dan semangat PP 
No. 129 tahun 2000. 
Peninjauan dari aspek tata ruang, permukiman dan prasarana wilayah dimaksudkan untuk 
: 
1. Mewujudkan daerah yang mampu berkembang secara mandiri; 
2. Menjaga keseimbangan perkembangan daerah antara daerah baru dengan daerah induknya; 
3. Menghindari dampak negatif sosial dan lingkungan akibat adanya pemekaran daerah; 
4. Meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana yang optimal (yang dapat melayani seluruh 
wilayah). 
5. Dengan adanya penilaian dari aspek tata ruang, permukiman dan prasarana wilayah, diharapkan 
daerah yang akan dimekarkan nantinya akan cepat berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip 
pembangunan yang berkelanjutan. 
D. Dampak yang ditimbulkan karena pemekaran daerah yang pesat di indonesia. 
Dampak dari pemekaran daerah yang cukup pesat ini adalah: 
(1) kesulitan keuangan dan pembiayaan pembangunan 
(2) pelayanan publik yang masih sama dan belum membaik 
(3) kesejahteraan rakyat yang masih belum baik 
(4) sumber daya aparat pemerintah merupakan residu dari daerah induk.
Selain yang disebutkan diatas permasalahan lain ialah jumlah pemerintah daerah baru di 
Indonesia berkembang sangat fantastis dan cenderung ‘berlebihan’. Berapa jumlah provinsi di 
Indonesia? Dahulu, pertanyaan ini akan mudah untuk dijawab yaitu 27 provinsi termasuk Timor 
Timur. Namun, sejak adanya UU No 22/1999 dan UU No 25/1999 yang mengatur tentang 
otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, makin sulit untuk menjawab pertanyaan tadi. Hal ini 
dapat dimaklumi karena masyarakat bingung dengan pesatnya peningkatan jumlah pemerintah 
daerah baru. Pada 2001, kabupaten/kota di Indonesia berjumlah 336 (di luar DKI Jakarta) dengan 
30 provinsi (bertambah empat provinsi baru). Jumlah ini meningkat hingga awal 2004 terdapat 
32 provinsi dengan 434 kabupaten/kota. 
Tak dapat dipungkiri bahwa pemekaran pemerintah daerah ini telah menimbulkan 
tekanan terhadap APBN karena adanya sejumlah dana yang harus ditransfer kepada pemerintah 
daerah baru. Kondisi ini memberikan pesan kepada pemerintah pusat untuk membuat kriteria 
yang jelas dan tegas dalam menyetujui pemekaran pemerintah daerah baru. 
Berhubungan dengan kriteria tersebut, pemerintahan Presiden Gus Dur pada akhir 2000 
telah mengeluarkan PP No 129/2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, 
Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Dalam PP tersebut dinyatakan bahwa daerah dapat 
dibentuk atau dimekarkan jika memenuhi syarat-syarat, Namun, kriteria yang disampaikan oleh 
presiden tersebut dirasakan kurang bersifat operasional misalnya dalam bentuk standardisasi 
berapa besar nilai setiap indikator, sehingga suatu daerah layak untuk dimekarkan. Selain itu, 
prosedur pemekaran berdasarkan hasil penelitian oleh daerah yang ingin dimekarkan tersebut, 
mengandung potensi yang besar pula untuk suatu ‘tindakan manipulasi’. 
Sudah menjadi rahasia umum, dengan adanya pemekaran pemerintah daerah, maka akan 
timbul posisi dan jabatan baru. Dan ini berimplikasi lebih jauh lagi dengan munculnya sistem 
birokrasi baru yang lebih besar dibandingkan sebelumnya. Posisi dan jabatan ini tentunya tidak 
terlepas dari adanya aliran dana dari pemerintah pusat (APBN) kepada pemerintah daerah. 
Motivasi untuk membentuk daerah baru tidak terlepas dari adanya jaminan dana transfer 
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dalam era desentralisasi ini, bentuk dana 
transfer ini dikenal sebagai dana perimbangan yang terdiri dari dana alokasi umum (DAU), dana 
alokasi khusus (DAK), serta dana bagi hasil baik bagi hasil pajak maupun bagi hasil sumber daya 
alam.Komponen terbesar dalam dana transfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah adalah 
DAU. Dampak dari adanya pemekaran daerah terhadap alokasi DAU dan akhirnya membebani 
APBN sebenarnya lebih bersifat tidak langsung. Hal ini dikarenakan DAU yang dialokasikan 
didasarkan pada perhitungan daerah induk dan baru kemudian dibagikan berdasarkan proporsi 
tertentu antara daerah induk dan daerah pemekaran. 
Akan tetapi, hal ini menyebabkan adanya kepastian daerah menerima DAU ini, secara 
politis memberikan motivasi untuk memekarkan daerah. Tentunya sebagai daerah baru, 
penerimaan DAU tersebut lebih diarahkan pada pembangunan prasarana pemerintah seperti 
kantor pemerintahan, rumah dinas, serta pengeluaran lain yang berkaitan dengan belanja 
pegawai.Pengeluaran yang berkaitan dengan aparatur pemerintahan ini jelas memiliki pengaruh 
yang sedikit kepada masyarakat sekitar. Penyediaan barang publik kepada masyarakat tentunya 
akan menjadi berkurang dikarenakan pada tahun-tahun awal pemekaran daerah, pembangunan 
lebih difokuskan pada pembangunan sarana pemerintahan. Karena itu, aliran DAU kepada 
daerah pemekaran, menjadi opportunity loss terhadap penyediaan infrastruktur dan pelayanan 
publik kepada masyarakat. Jumlah ini tentunya tidaklah sedikit. 
Pada 2003, daerah hasil pemekaran 2002 sebanyak 22 kabupaten/kota baru telah 
menerima DAU Rp1,33 triliun. Jumlah ini terus meningkat pada APBN 2004, 40 daerah hasil 
pemekaran 2003, telah menerima DAU Rp2,6 triliun. Jumlah DAU daerah pemekaran ini 
tentunya juga akan mengurangi jumlah DAU yang diterima daerah induk sehingga memiliki 
potensi yang besar pula terjadinya degradasi pada pelayanan publik dan penyediaan infrastruktur 
kepada masyarakat. Dampak yang lebih luas dari hal ini adalah adanya kemungkinan beban
APBN bertambah dengan adanya intervensi yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat dalam 
membangun daerah pemekaran ini.Salah satu bentuk pengeluaran langsung oleh pemerintah 
pusat kepada daerah pemekaran ini dimanifestasikan dalam bentuk DAK nondana reboisasi. 
Salah satu jenis dari DAK non-DR digunakan untuk membiayai pembangunan prasarana 
pemerintahan hasil pemekaran. Pada 2003, APBN harus menyalurkan dana Rp88 miliar hanya 
untuk membangun prasarana pemerintahan daerah pemekaran atau setiap daerah pemekaran akan 
mendapatkan dana sebesar Rp4 miliar.Jumlah itu terus bertambah pada APBN 2004 menjadi 
Rp228 miliar. Terlihat jelas bahwa setiap ada pemekaran daerah, beban APBN akan semakin 
bertambah besar. Apalagi jika daerah yang dimekarkan tersebut adalah provinsi. Fakta telah 
menunjukkan setiap ada pemekaran provinsi, maka akan diikuti pula dengan pemekaran 
kabupaten/kota. 
E. Mengendalikan gelombang pemekaran daerah 
Gelombang pemekaran daerah yang tidak terkendali ini berpotensi mengakibatkan defisit 
atau ancaman ‖kebangkrutan nasional‖ baik secara politik, ekonomi, kultur, teknis, dan keamanan 
nasional. Temuan lain di lapangan28 menunjukan bahwa proses dan pasca pemekaran daerah 
berdampak pada munculnya gejala politik uang yang menyedot dana APBD daerah induk, 
penguatan identitas elite lokal/etnis/agama/wilayah yang menggerus nasionalisme, dan semakin 
banyak yang kalah pilkada cenderung semakin banyak pula rencana mengusulkan pemekaran 
daerah. Daerah pemekaran baru menyebabkan terjadi split data kependudukan di daerah baru dan 
daerah induk. Konsekuensinya terjadi kerepotan pembiayaan penyelenggaraan pilkada/pemilu. 
Muncul sengketa tapal batas dan sengketa lokasi ibu kota. Terjadi involusi politik atau merasa 
semakin berkuasa tetapi sebenarnya makin mengecilnya lahan kewenangan politiknya. 
Memberatkan APBD daerah induk dan APBN yang harus menyediakan dana pendamping untuk 
daerah baru. 
Oleh karena itu, memang sudah sepantasnya pemekaran daerah dikendalikan atau 
dihentikan sementara. Pemerintah pusat dan daerah tidak memiliki grand design for territorial 
reform. Pemerintah hanya mengandalkan UU 32/2004 dan PP 78/2007 yang longgar. Ditambah 
lagi banyaknya pintu usulan pemekaran, yakni pintu Depdagri, DPR, dan DPD.Menghentikan 
total pemekaran daerah adalah belum mungkin sebab harus mencabut dan merevisi UU 32/2004 
dan PP 78/2007. Pelarangan pemekaran berarti melanggar kebebasan, hak asasi, dan aspirasi 
yang dijamin konstitusi. Pelarangan itu dengan sangat mudah dipatahkan dengan pengajuan 
review ke MK atau MA. 
Dalam perspektif politik dan kebijakan, meminjam pemikiran Peter Schroeder (2004), 
ada dua strategi politik untuk menahan atau menghambat laju pemekaran daerah. 
Pertama, tindakan politik pengambangan dan Kedua, deregulasi kebijakan pemekaran 
daerah.Tindakan politik pengambangan itu dilakukan dengan cara menangguhkan usulan 
pemekaran. Syaratnya ada komitmen untuk itu, siap menjadi kurang populer, dan siap 
menanggung resiko untuk tidak dipilih kembali. Di level daerah hal ini bisa dilakukan oleh 
Bupati/Walikota, DPRD kabupaten/kota, Gubernur, DPRD Provinsi. Di level pusat hal ini bisa 
dilakukan oleh Depdagri, DPOD, DPR, dan DPD. Kampus atau lembaga penelitian yang 
mengerjakan studi kelayakan daerah baru mesti juga siap menyatakan bahwa memang daerah itu 
belum layak untuk dimekarkan. Konsekuensinya siap untuk dijauhi rakyat dan menjadi tidak 
populer. 
Deregulasi kebijakan pemekaran daerah dilakukan dengan cara merevisi kembali PP 
78/2007. Substansi yang perlu direvisi adalah memperpanjang masa persiapan pemekaran, 
mensinkronkan kerja penanganan pemekaran daerah, dan pentingnya penyampaian laporan 
berkala kemajuan sebagai bentuk monitoring bersama.
BAB III 
PENUTUP 
A. Kesimpulan 
Pembentukan, pemekaran, penghapusan, dan penggabungan daerah dilakukan atas dasar 
pertimbangan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan kehidupan 
berdemokrasi, meningkatkan pengelolaan potensi wilayah, dan meningkatkan keamanan dan 
ketertiban. 
Dalam PP 129 tahun 2000 tercantum syarat-syarat pembentukan daerah dengan aspek 
penilaian sebagai berikut : a. Kemampuan Ekonomi, b. Potensi Daerah, c. Sosial Budaya, d. 
Sosial Politik, e. Jumlah Penduduk, f. Luas Daerah, g. Pertimbangan lain yang memungkinkan 
terselenggaranya Otonomi Daerah. 
Permasalahan yang timbul seiring dengan pemekaran daerah adalah: 
(1) kesulitan keuangan dan pembiayaan pembangunan 
(2) pelayanan publik yang masih sama dan belum membaik 
(3) kesejahteraan rakyat yang masih belum baik 
(4) sumber daya aparat pemerintah merupakan residu dari daerah induk. 
Selain itu, terdapat juga persoalan pasca pemekaran seperti konflik akibatpengalihan 
rencana lokasi bangunan kantor pemda, prioritas pembangunan fisik untuk pusat kabupaten/kota 
versus untuk rakyat, ketidakpuasan wilayah tertentu yang tidak dilibatkan dalam pemekaran, 
serta sengketa tapal batas wilayah induk dan pemekaran. 
DAFTAR PUSTAKA 
Ida, Laode. 2005.Permasalahan Pemekaran Daerah di Indonesia.Media 
Indonesia. Jakarta. 
Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-undang No. 22/1999 tentang 
Pemerintahan Daerah (www.indonesia,go.id) 
Ratnawati, Tri. 2005. Pemekaran Wilayah dan Alternatif Pemecahan Wilayah : 
Revisi Mendasar Terhadap PP 129 Tahun 2000. Jakarta : Yayasan Harkat 
Bangsa. 
www.wikipedia.com

More Related Content

What's hot

Format baru otonomi daerah
Format baru otonomi daerahFormat baru otonomi daerah
Format baru otonomi daerahAgung Jatmiko
 
Format baru otonomi daerah
Format baru otonomi daerahFormat baru otonomi daerah
Format baru otonomi daerahAgung Jatmiko
 
PKN - Otonomi Daerah
PKN - Otonomi DaerahPKN - Otonomi Daerah
PKN - Otonomi Daerahtioprayogi
 
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerahPaper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerahfuji kurniawan
 
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer MalangMakalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer MalangAulia Hamunta
 
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan PencapaianDesentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan PencapaianIsnu Rahadi Wiratama
 
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...Researcher Syndicate68
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerahPuzo L
 
Perimbangan Kekuasaan di Indonesia
Perimbangan Kekuasaan di IndonesiaPerimbangan Kekuasaan di Indonesia
Perimbangan Kekuasaan di IndonesiaHIA Class.
 

What's hot (16)

Format baru otonomi daerah
Format baru otonomi daerahFormat baru otonomi daerah
Format baru otonomi daerah
 
Format baru otonomi daerah
Format baru otonomi daerahFormat baru otonomi daerah
Format baru otonomi daerah
 
PKN - Otonomi Daerah
PKN - Otonomi DaerahPKN - Otonomi Daerah
PKN - Otonomi Daerah
 
Makalah otonomi daerah lengkap
Makalah otonomi daerah lengkapMakalah otonomi daerah lengkap
Makalah otonomi daerah lengkap
 
perkembangan otonomi daerah
perkembangan otonomi daerahperkembangan otonomi daerah
perkembangan otonomi daerah
 
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerahPaper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
Paper dampak positif dan negatif dari otonomi daerah
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
otonomi daerah
otonomi daerahotonomi daerah
otonomi daerah
 
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer MalangMakalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
Makalah Desentralisasi dan Otonomi Daerah. FISIP Unmer Malang
 
06 otonomi daerah 1
06 otonomi daerah 106 otonomi daerah 1
06 otonomi daerah 1
 
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan PencapaianDesentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
 
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah  dinamika dan probl...
Pelayanan publik di era desentralisasi dan otonomi daerah dinamika dan probl...
 
PERKEMBANGAN PENGATURAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DARI MASA KE MASA
PERKEMBANGAN PENGATURAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DARI MASA KE MASAPERKEMBANGAN PENGATURAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DARI MASA KE MASA
PERKEMBANGAN PENGATURAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DARI MASA KE MASA
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
Makalah pelaksanaan otonomi daerah STIP WUNA
Makalah pelaksanaan otonomi daerah STIP WUNA Makalah pelaksanaan otonomi daerah STIP WUNA
Makalah pelaksanaan otonomi daerah STIP WUNA
 
Perimbangan Kekuasaan di Indonesia
Perimbangan Kekuasaan di IndonesiaPerimbangan Kekuasaan di Indonesia
Perimbangan Kekuasaan di Indonesia
 

Viewers also liked

Viewers also liked (17)

P1121132687
P1121132687P1121132687
P1121132687
 
Makalah permasalahan anak tk 1
Makalah permasalahan anak tk 1Makalah permasalahan anak tk 1
Makalah permasalahan anak tk 1
 
Avances de office
Avances de officeAvances de office
Avances de office
 
New Catalog
New CatalogNew Catalog
New Catalog
 
Intership certi
Intership certiIntership certi
Intership certi
 
Medivator DSD 201 AIR TANK LEAKS
Medivator DSD 201 AIR TANK LEAKSMedivator DSD 201 AIR TANK LEAKS
Medivator DSD 201 AIR TANK LEAKS
 
SCIENTIFIC METHOD song
SCIENTIFIC METHOD songSCIENTIFIC METHOD song
SCIENTIFIC METHOD song
 
marketing pessoal
marketing pessoalmarketing pessoal
marketing pessoal
 
Alimentos para crecer
Alimentos para crecerAlimentos para crecer
Alimentos para crecer
 
Alertgy™ whitepaper
Alertgy™ whitepaperAlertgy™ whitepaper
Alertgy™ whitepaper
 
1ciclo projecto 1e2_anos
1ciclo projecto 1e2_anos1ciclo projecto 1e2_anos
1ciclo projecto 1e2_anos
 
Introdução à óptica geométrica 1
Introdução à óptica geométrica 1Introdução à óptica geométrica 1
Introdução à óptica geométrica 1
 
The world needs all kinds of minds
The world needs all kinds of mindsThe world needs all kinds of minds
The world needs all kinds of minds
 
El acento ortográfico
El acento ortográficoEl acento ortográfico
El acento ortográfico
 
Construção de uma luneta a baixo custo
Construção de uma luneta a baixo custoConstrução de uma luneta a baixo custo
Construção de uma luneta a baixo custo
 
Protocolo Empresarial | Breve Apresentação
Protocolo Empresarial | Breve ApresentaçãoProtocolo Empresarial | Breve Apresentação
Protocolo Empresarial | Breve Apresentação
 
Modulo 8 e 9 historia A 12ºano
Modulo 8 e 9 historia A 12ºanoModulo 8 e 9 historia A 12ºano
Modulo 8 e 9 historia A 12ºano
 

Similar to OPTIMALKAN PEMEKARAN DAERAH

Makalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaranMakalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaranWarnet Raha
 
Pemekaran wilayah
Pemekaran wilayahPemekaran wilayah
Pemekaran wilayahLisa SYP
 
otonomi daerah [Autosaved].pptx
otonomi daerah [Autosaved].pptxotonomi daerah [Autosaved].pptx
otonomi daerah [Autosaved].pptxHamidMukhlis1
 
Kesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kota
Kesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kotaKesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kota
Kesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kotaArdiyanto Maksimilianus
 
158065 id-memahami-penataan-ruang-wilayah-propinsi
158065 id-memahami-penataan-ruang-wilayah-propinsi158065 id-memahami-penataan-ruang-wilayah-propinsi
158065 id-memahami-penataan-ruang-wilayah-propinsiYKN
 
Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahAhmad Tien
 
Ms.PowerPoint Pkn - Otonomi Daerah kls IX
Ms.PowerPoint Pkn - Otonomi Daerah kls IXMs.PowerPoint Pkn - Otonomi Daerah kls IX
Ms.PowerPoint Pkn - Otonomi Daerah kls IXFrancisca Paramitha
 
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal perwujudan kinerja pemerint...
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal  perwujudan kinerja pemerint...Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal  perwujudan kinerja pemerint...
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal perwujudan kinerja pemerint...Researcher Syndicate68
 
Perekonomian Indonesia
Perekonomian IndonesiaPerekonomian Indonesia
Perekonomian Indonesiadwifebri10
 

Similar to OPTIMALKAN PEMEKARAN DAERAH (20)

Makalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaranMakalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaran
 
Makalah pemekaran
Makalah pemekaranMakalah pemekaran
Makalah pemekaran
 
Makalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaranMakalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaran
 
Makalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaranMakalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaran
 
Pemekaran wilayah
Pemekaran wilayahPemekaran wilayah
Pemekaran wilayah
 
Pemekaran wilayah
Pemekaran wilayahPemekaran wilayah
Pemekaran wilayah
 
Makalah pemekaran
Makalah pemekaranMakalah pemekaran
Makalah pemekaran
 
Makalah masalah dan potensi daerah
Makalah masalah dan potensi daerahMakalah masalah dan potensi daerah
Makalah masalah dan potensi daerah
 
otonomi daerah [Autosaved].pptx
otonomi daerah [Autosaved].pptxotonomi daerah [Autosaved].pptx
otonomi daerah [Autosaved].pptx
 
Kesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kota
Kesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kotaKesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kota
Kesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kota
 
Makalah otonomo daerah
Makalah otonomo daerahMakalah otonomo daerah
Makalah otonomo daerah
 
Makalah pelaksanaan otonomi daerah
Makalah pelaksanaan otonomi daerahMakalah pelaksanaan otonomi daerah
Makalah pelaksanaan otonomi daerah
 
158065 id-memahami-penataan-ruang-wilayah-propinsi
158065 id-memahami-penataan-ruang-wilayah-propinsi158065 id-memahami-penataan-ruang-wilayah-propinsi
158065 id-memahami-penataan-ruang-wilayah-propinsi
 
Otonomi Daerah
Otonomi DaerahOtonomi Daerah
Otonomi Daerah
 
Makalah pelaksanaan otonomi daerah
Makalah pelaksanaan otonomi daerahMakalah pelaksanaan otonomi daerah
Makalah pelaksanaan otonomi daerah
 
Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerah
 
Ms.PowerPoint Pkn - Otonomi Daerah kls IX
Ms.PowerPoint Pkn - Otonomi Daerah kls IXMs.PowerPoint Pkn - Otonomi Daerah kls IX
Ms.PowerPoint Pkn - Otonomi Daerah kls IX
 
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal perwujudan kinerja pemerint...
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal  perwujudan kinerja pemerint...Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal  perwujudan kinerja pemerint...
Implementasi kebijakan standar pelayanan minimal perwujudan kinerja pemerint...
 
Makalah
MakalahMakalah
Makalah
 
Perekonomian Indonesia
Perekonomian IndonesiaPerekonomian Indonesia
Perekonomian Indonesia
 

More from Septian Muna Barakati (20)

Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
Kti eni safitri AKBID YKN RAHA Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
Kti eni safitri AKBID YKN RAHA
 
Kti hikmat AKBID YKN RAHA
Kti hikmat AKBID YKN RAHA Kti hikmat AKBID YKN RAHA
Kti hikmat AKBID YKN RAHA
 
Kti niski astria AKBID YKN RAHA
Kti niski astria AKBID YKN RAHA Kti niski astria AKBID YKN RAHA
Kti niski astria AKBID YKN RAHA
 
Kti ikra AKBID YKN RAHA
Kti ikra AKBID YKN RAHA Kti ikra AKBID YKN RAHA
Kti ikra AKBID YKN RAHA
 
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
Kti sartiawati AKBID YKN RAHA
 
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
Kti jayanti sakti AKBID YKN RAHA
 
Dokomen polisi
Dokomen polisiDokomen polisi
Dokomen polisi
 
Dokumen perusahaan
Dokumen perusahaanDokumen perusahaan
Dokumen perusahaan
 
Dokumen polisi 3
Dokumen polisi 3Dokumen polisi 3
Dokumen polisi 3
 
Dosa besar
Dosa besarDosa besar
Dosa besar
 
Ekosistem padang lamun
Ekosistem padang lamunEkosistem padang lamun
Ekosistem padang lamun
 
Faktor faktor yang mempengaruhi penduduk
Faktor faktor yang mempengaruhi pendudukFaktor faktor yang mempengaruhi penduduk
Faktor faktor yang mempengaruhi penduduk
 
E
EE
E
 
Faktor
FaktorFaktor
Faktor
 
Fho...................
Fho...................Fho...................
Fho...................
 
555555555555555 (2)
555555555555555 (2)555555555555555 (2)
555555555555555 (2)
 
99 nama allah swt beserta artinya
99 nama allah swt beserta artinya99 nama allah swt beserta artinya
99 nama allah swt beserta artinya
 
10 impact of global warming
10 impact of global warming10 impact of global warming
10 impact of global warming
 
10 dampak pemanasan global
10 dampak pemanasan global10 dampak pemanasan global
10 dampak pemanasan global
 
5 w 1h penyakit hiv
5 w 1h  penyakit hiv5 w 1h  penyakit hiv
5 w 1h penyakit hiv
 

Recently uploaded

PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...Kanaidi ken
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfCandraMegawati
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Abdiera
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxssuser50800a
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CAbdiera
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggeraksupriadi611
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxmawan5982
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1udin100
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSovyOktavianti
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxIrfanAudah1
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxssuser35630b
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAAndiCoc
 

Recently uploaded (20)

PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
PELAKSANAAN + Link2 Materi Pelatihan "Teknik Perhitungan & Verifikasi TKDN & ...
 
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdfContoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
Contoh Laporan Observasi Pembelajaran Rekan Sejawat.pdf
 
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
Modul Ajar Biologi Kelas 11 Fase F Kurikulum Merdeka [abdiera.com]
 
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptxKontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
Kontribusi Islam Dalam Pengembangan Peradaban Dunia - KELOMPOK 1.pptx
 
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase CModul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
Modul Ajar Pendidikan Pancasila Kelas 5 Fase C
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru PenggerakAksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
Aksi Nyata Modul 1.1 Calon Guru Penggerak
 
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docxTugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
Tugas 1 ABK di SD prodi pendidikan guru sekolah dasar.docx
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
Dampak Pendudukan Jepang.pptx indonesia1
 
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptxSesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
Sesi 1_PPT Ruang Kolaborasi Modul 1.3 _ ke 1_PGP Angkatan 10.pptx
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptxRefleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
Refleksi Mandiri Modul 1.3 - KANVAS BAGJA.pptx.pptx
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptxBab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
Bab 7 - Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial.pptx
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKAMODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
MODUL AJAR MATEMATIKA KELAS 6 KURIKULUM MERDEKA
 

OPTIMALKAN PEMEKARAN DAERAH

  • 1. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) dan (2) UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, daerah yang tidak mampu menyelenggarakan Otonomi Daerah dapat dihapus dan digabung dengan daerah lain, dan Daerah Otonom dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah jika dipandang sesuai dengan perkembangan daerah. Munculnya gejala, bahkan kenyataan akan adanya pemekaran dan pembentukan Kabupaten, Kota, dan Propinsi baru di Indonesia menuntut perlunya segera ditetapkan syarat-syarat dan kriteria yang menjadi pertimbangan di dalam pembentukan dan pemekaran daerah. Memasuki akhir dekade 1990-an Indonesia mengalami perubahan sosial politik yang bermuara kepada pilihan melaksanakan desentralisasi sebagai salah satu modal utama pembangunan Indonesia. Hal ini ditandai dengan pemberlakuan UU 22/1999tentang Otonomi Daerah yang kemudian dirubah menjadi UU 32/2004. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 menempatkan revitalisasi proses desentralisasi dan otonomi daerah ini sebagai satu prioritas dalam pembangunan nasional.Semangat otonomi daerah itu sendiri salah satunya bermuara kepada keinginan daerah untuk memekarkan diri yang kemudian diatur dalam PP 129/2000 tentang Persyaratan Pembentukan, dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Dalam prakteknya, pemekaran daerah jauh lebih mendapat perhatian dibandingkan penghapusan ataupun penggabungan daerah. Dalam PP tersebut, daerah berhak mengajukan usulan pemekaran terhadap daerahnya selama telah memenuhi syarat teknis, administratif, dan fisik1 dengan tujuan untuk mensejahterakan masyarakat yang ada di wilayahnya.Pemekaran daerah dalam tatanan filosofis dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (pasal 2 PP 129/2000). Argumentasi untuk ini didasarkan atas beberapa dimensi. Pemekaran akan mempersingkat rentang kendali antara pemerintah dan masyarakat, khususnya pada wilayah-wilayah yang belum terjangkau oleh fasilitas pemerintahan. Pemekaran daerah juga diaspirasikan untuk memperbaiki pemerataan pembangunan. Berdasarkan pengalaman di masa lalu, daerah-daerah yang terbangun hanya daerah yang berdekatan dengan ibu kota pemerintahan daerah. Pemekaran memungkinkan sumber daya mengalir ke daerah yang masih belum berkembang. B. Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang seperti yang telah diuraikan di atas maka dapat kami simpulkan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan pemekaran daerah itu? 2. Bagaimana pemekaran daerah di Indonesia? 3. Pedoman penilaian apa untuk dapat menjalankan pemekaran daerah? 4. Dampak apa saja yang timbul seiring dengan pemekaran daerah? 5. Bagaimana langkah yang bisa diambil untuk mencegah gelombang pemekaran daerah yang sangat pesat?
  • 2. BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian pemekaran daerah Pemekaran daerah berarti pengembangan dari satu daerah otonom menjadi dua atau lebih daerah otonom. Pemekaran daerah dilandasi oleh Undang-undang nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, pada pasal 5 ayat 2 dinyatakan daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, namun setelah UU no.22 tahun 1999 diganti dengan Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah, maka materi pemekaran wilayah tercantum pada pasal 4 ayat 3 dan ayat 4, namun istilah yang dipakai adalah Pemekaran Daerah. Dalam UU no 32 tahun 2004 tersebut pada pasal 4 ayat 3 dinyatakan: Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. Sedangkan dalam Pasal 4 ayat 4 dalam UU tersebut dinyatakan:Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan. B. Pemekaran daerah di Indonesia Jumlah penduduk Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan dengan laju yang cukup tinggi. Jumlah penduduk 15 tahun sebelum Indonesia merdeka sekitar 60 juta jiwa menjadi 97 juta jiwa 30 tahun kemudian. Berturut-turut pada tahun 1971, 1981 dan 2005 menjadi 119 juta jiwa, 147 juta jiwa dan 230 juta jiwa [4,7]. Dengan menggunakan ukuran jumlah penduduk sebuah kota sebanyak 500.000 jiwa secara teoritis pada tahun 2005 wilayah Indonesia dapat dibagi dalam 460 daerah otonom (kabupaten dan kota). Angka tersebut akan bertahan paling tidak sampai tahun 2050, dengan asumsi masing masing daerah otonom tersebut berkembang secara merata menjadi kota metropolis dengan jumlah penduduk mendekati angka satu juta jiwa. Jumlah penduduk minimal sebagai persyaratan pemekaran daerah otonom tingkat kabupaten dan kota dipandang lebih realistis dibanding dengan menggunakan jumlah kecamatan seperti diatur dalam PP nomor 129 tahun 2000. Hasil kajian terhadap 24 daerah otonom baru hasil pemekaran tahun 2003-2004 dapat ditunjukkan bahwa hanya dua daerah otonom(8%) memiliki jumlah penduduk di atas 500.000 jiwa, delapan daerah otonom (33%) berpenduduk di bawah 100.000jiwa (satu di antaranya hanya berpenduduk 11.000 jiwa), sedang daerah otonom lainnya (69%) berpenduduk antara100.000 – 500.000 jiwa. Fakta tersebut diduga memberikan kontribusi terhadap rendahnya pencapaian tujuan otonomi daerah. Luas daratan Indonesia terdiri dari wilayah daratan dengan ketinggian antara 0-25 mdpl (28%),antara 26-100 mdpl(24%), antara 101-500 mdpl (23%), antara 501-1000 mdpl (16%) dan dengan ketinggian di atas 1000 mdpl (9%). Fakta tersebut memperlihatkan bahwa luas daratan Indonesia yang relatif paling baik untuk pengembangan permukiman perkotaan (di luar kehutanan, perikanan, pariwisata dan beberapa jenis perkebunan) hanya sekitar 50% yaitu pada wilayah dengan ketinggian kurang dari 100 mdpl.Berdasarkan hasil perkiraan jumlah ideal daerah otonom sebanyak 460 kabupaten dan kota maka secara rata rata satu kabupaten/kota akan memiliki wilayah daratan rata rata seluas 4150 km2 atau rata rata efektif seluas 2075 km2.Penerapan persyaratan luas wilayah menurut PP nomor 129 tahun 2000 terhadap jumlah daerah otonom hasil pemekaran menghasilkan data luas daerah otonom baru yang beragam yaitu 13% memiliki luas di atas 4150 km2, 8% memiliki luas260 km2, 50% memiliki luas 1000-4000 km2 dan 29% memiliki luas antara 300-1000 km2.Dari segi luas wilayah, kurang dari 50% jumlah daerah pemekaran yang memenuhi kriteria ideal, 37% di bawah ideal dan 13% di atas ideal. Hal ini akan menimbulkan implikasi terhadap (1) efektifitas pencapaian tujuan otonomi
  • 3. daerah bagi daerah otonom yang sangat luas dan (2) daerah otonom yang luasnya relatif sempit akan menghadapi persoalan keterbatasan tanah dibanding dengan kecepatan pengembangan wilayahnya. C. Pedoman penilaian pemekaran/pembentukan kabupaten/kota/propinsi (pelaksanaan PP no. 129 tahun 2000) Dalam PP No. 129 tahun 2000 tersebut diuraikan bahwa pembentukan, pemekaran, penghapusan, dan penggabungan daerah bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat; karena pembentukan, pemekaran, penghapusan, dan penggabungan daerah dilakukan atas dasar pertimbangan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan kehidupan berdemokrasi, meningkatkan pengelolaan potensi wilayah, dan meningkatkan keamanan dan ketertiban. Dalam PP 129 tahun 2000 tercantum syarat-syarat pembentukan daerah dengan aspek penilaian sebagai berikut : 1. Kemampuan Ekonomi; 2. Potensi Daerah; 3. Sosial Budaya; 4. Sosial Politik; 5. Jumlah Penduduk; 6. Luas Daerah; 7. Pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, selaku departemen teknis, selalu diminta untuk memberikan masukan sebagai pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah (sebagaimana tercantum dalam butir g. [pasal 3 PP No. 129/2000] di atas) dan/atau masukan lain sebagai pertimbangan teknis untuk menyempurnakan syarat-syarat pembentukan daerah. Untuk menjaga konsistensi penilaian pembentukan/pemekaran daerah, perlu disusun Pedoman Penilaian Pembentukan/Pemekaran Daerah yang ditekankan pada aspek teknis yang mencakup bidang penataan ruang dan permukiman serta prasarana wilayah, dengan senantiasa memperhatikan jiwa dan semangat PP No. 129 tahun 2000. Peninjauan dari aspek tata ruang, permukiman dan prasarana wilayah dimaksudkan untuk : 1. Mewujudkan daerah yang mampu berkembang secara mandiri; 2. Menjaga keseimbangan perkembangan daerah antara daerah baru dengan daerah induknya; 3. Menghindari dampak negatif sosial dan lingkungan akibat adanya pemekaran daerah; 4. Meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana yang optimal (yang dapat melayani seluruh wilayah). 5. Dengan adanya penilaian dari aspek tata ruang, permukiman dan prasarana wilayah, diharapkan daerah yang akan dimekarkan nantinya akan cepat berkembang sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan. D. Dampak yang ditimbulkan karena pemekaran daerah yang pesat di indonesia. Dampak dari pemekaran daerah yang cukup pesat ini adalah: (1) kesulitan keuangan dan pembiayaan pembangunan (2) pelayanan publik yang masih sama dan belum membaik (3) kesejahteraan rakyat yang masih belum baik (4) sumber daya aparat pemerintah merupakan residu dari daerah induk.
  • 4. Selain yang disebutkan diatas permasalahan lain ialah jumlah pemerintah daerah baru di Indonesia berkembang sangat fantastis dan cenderung ‘berlebihan’. Berapa jumlah provinsi di Indonesia? Dahulu, pertanyaan ini akan mudah untuk dijawab yaitu 27 provinsi termasuk Timor Timur. Namun, sejak adanya UU No 22/1999 dan UU No 25/1999 yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, makin sulit untuk menjawab pertanyaan tadi. Hal ini dapat dimaklumi karena masyarakat bingung dengan pesatnya peningkatan jumlah pemerintah daerah baru. Pada 2001, kabupaten/kota di Indonesia berjumlah 336 (di luar DKI Jakarta) dengan 30 provinsi (bertambah empat provinsi baru). Jumlah ini meningkat hingga awal 2004 terdapat 32 provinsi dengan 434 kabupaten/kota. Tak dapat dipungkiri bahwa pemekaran pemerintah daerah ini telah menimbulkan tekanan terhadap APBN karena adanya sejumlah dana yang harus ditransfer kepada pemerintah daerah baru. Kondisi ini memberikan pesan kepada pemerintah pusat untuk membuat kriteria yang jelas dan tegas dalam menyetujui pemekaran pemerintah daerah baru. Berhubungan dengan kriteria tersebut, pemerintahan Presiden Gus Dur pada akhir 2000 telah mengeluarkan PP No 129/2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah. Dalam PP tersebut dinyatakan bahwa daerah dapat dibentuk atau dimekarkan jika memenuhi syarat-syarat, Namun, kriteria yang disampaikan oleh presiden tersebut dirasakan kurang bersifat operasional misalnya dalam bentuk standardisasi berapa besar nilai setiap indikator, sehingga suatu daerah layak untuk dimekarkan. Selain itu, prosedur pemekaran berdasarkan hasil penelitian oleh daerah yang ingin dimekarkan tersebut, mengandung potensi yang besar pula untuk suatu ‘tindakan manipulasi’. Sudah menjadi rahasia umum, dengan adanya pemekaran pemerintah daerah, maka akan timbul posisi dan jabatan baru. Dan ini berimplikasi lebih jauh lagi dengan munculnya sistem birokrasi baru yang lebih besar dibandingkan sebelumnya. Posisi dan jabatan ini tentunya tidak terlepas dari adanya aliran dana dari pemerintah pusat (APBN) kepada pemerintah daerah. Motivasi untuk membentuk daerah baru tidak terlepas dari adanya jaminan dana transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dalam era desentralisasi ini, bentuk dana transfer ini dikenal sebagai dana perimbangan yang terdiri dari dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), serta dana bagi hasil baik bagi hasil pajak maupun bagi hasil sumber daya alam.Komponen terbesar dalam dana transfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah adalah DAU. Dampak dari adanya pemekaran daerah terhadap alokasi DAU dan akhirnya membebani APBN sebenarnya lebih bersifat tidak langsung. Hal ini dikarenakan DAU yang dialokasikan didasarkan pada perhitungan daerah induk dan baru kemudian dibagikan berdasarkan proporsi tertentu antara daerah induk dan daerah pemekaran. Akan tetapi, hal ini menyebabkan adanya kepastian daerah menerima DAU ini, secara politis memberikan motivasi untuk memekarkan daerah. Tentunya sebagai daerah baru, penerimaan DAU tersebut lebih diarahkan pada pembangunan prasarana pemerintah seperti kantor pemerintahan, rumah dinas, serta pengeluaran lain yang berkaitan dengan belanja pegawai.Pengeluaran yang berkaitan dengan aparatur pemerintahan ini jelas memiliki pengaruh yang sedikit kepada masyarakat sekitar. Penyediaan barang publik kepada masyarakat tentunya akan menjadi berkurang dikarenakan pada tahun-tahun awal pemekaran daerah, pembangunan lebih difokuskan pada pembangunan sarana pemerintahan. Karena itu, aliran DAU kepada daerah pemekaran, menjadi opportunity loss terhadap penyediaan infrastruktur dan pelayanan publik kepada masyarakat. Jumlah ini tentunya tidaklah sedikit. Pada 2003, daerah hasil pemekaran 2002 sebanyak 22 kabupaten/kota baru telah menerima DAU Rp1,33 triliun. Jumlah ini terus meningkat pada APBN 2004, 40 daerah hasil pemekaran 2003, telah menerima DAU Rp2,6 triliun. Jumlah DAU daerah pemekaran ini tentunya juga akan mengurangi jumlah DAU yang diterima daerah induk sehingga memiliki potensi yang besar pula terjadinya degradasi pada pelayanan publik dan penyediaan infrastruktur kepada masyarakat. Dampak yang lebih luas dari hal ini adalah adanya kemungkinan beban
  • 5. APBN bertambah dengan adanya intervensi yang harus dilakukan oleh pemerintah pusat dalam membangun daerah pemekaran ini.Salah satu bentuk pengeluaran langsung oleh pemerintah pusat kepada daerah pemekaran ini dimanifestasikan dalam bentuk DAK nondana reboisasi. Salah satu jenis dari DAK non-DR digunakan untuk membiayai pembangunan prasarana pemerintahan hasil pemekaran. Pada 2003, APBN harus menyalurkan dana Rp88 miliar hanya untuk membangun prasarana pemerintahan daerah pemekaran atau setiap daerah pemekaran akan mendapatkan dana sebesar Rp4 miliar.Jumlah itu terus bertambah pada APBN 2004 menjadi Rp228 miliar. Terlihat jelas bahwa setiap ada pemekaran daerah, beban APBN akan semakin bertambah besar. Apalagi jika daerah yang dimekarkan tersebut adalah provinsi. Fakta telah menunjukkan setiap ada pemekaran provinsi, maka akan diikuti pula dengan pemekaran kabupaten/kota. E. Mengendalikan gelombang pemekaran daerah Gelombang pemekaran daerah yang tidak terkendali ini berpotensi mengakibatkan defisit atau ancaman ‖kebangkrutan nasional‖ baik secara politik, ekonomi, kultur, teknis, dan keamanan nasional. Temuan lain di lapangan28 menunjukan bahwa proses dan pasca pemekaran daerah berdampak pada munculnya gejala politik uang yang menyedot dana APBD daerah induk, penguatan identitas elite lokal/etnis/agama/wilayah yang menggerus nasionalisme, dan semakin banyak yang kalah pilkada cenderung semakin banyak pula rencana mengusulkan pemekaran daerah. Daerah pemekaran baru menyebabkan terjadi split data kependudukan di daerah baru dan daerah induk. Konsekuensinya terjadi kerepotan pembiayaan penyelenggaraan pilkada/pemilu. Muncul sengketa tapal batas dan sengketa lokasi ibu kota. Terjadi involusi politik atau merasa semakin berkuasa tetapi sebenarnya makin mengecilnya lahan kewenangan politiknya. Memberatkan APBD daerah induk dan APBN yang harus menyediakan dana pendamping untuk daerah baru. Oleh karena itu, memang sudah sepantasnya pemekaran daerah dikendalikan atau dihentikan sementara. Pemerintah pusat dan daerah tidak memiliki grand design for territorial reform. Pemerintah hanya mengandalkan UU 32/2004 dan PP 78/2007 yang longgar. Ditambah lagi banyaknya pintu usulan pemekaran, yakni pintu Depdagri, DPR, dan DPD.Menghentikan total pemekaran daerah adalah belum mungkin sebab harus mencabut dan merevisi UU 32/2004 dan PP 78/2007. Pelarangan pemekaran berarti melanggar kebebasan, hak asasi, dan aspirasi yang dijamin konstitusi. Pelarangan itu dengan sangat mudah dipatahkan dengan pengajuan review ke MK atau MA. Dalam perspektif politik dan kebijakan, meminjam pemikiran Peter Schroeder (2004), ada dua strategi politik untuk menahan atau menghambat laju pemekaran daerah. Pertama, tindakan politik pengambangan dan Kedua, deregulasi kebijakan pemekaran daerah.Tindakan politik pengambangan itu dilakukan dengan cara menangguhkan usulan pemekaran. Syaratnya ada komitmen untuk itu, siap menjadi kurang populer, dan siap menanggung resiko untuk tidak dipilih kembali. Di level daerah hal ini bisa dilakukan oleh Bupati/Walikota, DPRD kabupaten/kota, Gubernur, DPRD Provinsi. Di level pusat hal ini bisa dilakukan oleh Depdagri, DPOD, DPR, dan DPD. Kampus atau lembaga penelitian yang mengerjakan studi kelayakan daerah baru mesti juga siap menyatakan bahwa memang daerah itu belum layak untuk dimekarkan. Konsekuensinya siap untuk dijauhi rakyat dan menjadi tidak populer. Deregulasi kebijakan pemekaran daerah dilakukan dengan cara merevisi kembali PP 78/2007. Substansi yang perlu direvisi adalah memperpanjang masa persiapan pemekaran, mensinkronkan kerja penanganan pemekaran daerah, dan pentingnya penyampaian laporan berkala kemajuan sebagai bentuk monitoring bersama.
  • 6. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Pembentukan, pemekaran, penghapusan, dan penggabungan daerah dilakukan atas dasar pertimbangan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, meningkatkan kehidupan berdemokrasi, meningkatkan pengelolaan potensi wilayah, dan meningkatkan keamanan dan ketertiban. Dalam PP 129 tahun 2000 tercantum syarat-syarat pembentukan daerah dengan aspek penilaian sebagai berikut : a. Kemampuan Ekonomi, b. Potensi Daerah, c. Sosial Budaya, d. Sosial Politik, e. Jumlah Penduduk, f. Luas Daerah, g. Pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah. Permasalahan yang timbul seiring dengan pemekaran daerah adalah: (1) kesulitan keuangan dan pembiayaan pembangunan (2) pelayanan publik yang masih sama dan belum membaik (3) kesejahteraan rakyat yang masih belum baik (4) sumber daya aparat pemerintah merupakan residu dari daerah induk. Selain itu, terdapat juga persoalan pasca pemekaran seperti konflik akibatpengalihan rencana lokasi bangunan kantor pemda, prioritas pembangunan fisik untuk pusat kabupaten/kota versus untuk rakyat, ketidakpuasan wilayah tertentu yang tidak dilibatkan dalam pemekaran, serta sengketa tapal batas wilayah induk dan pemekaran. DAFTAR PUSTAKA Ida, Laode. 2005.Permasalahan Pemekaran Daerah di Indonesia.Media Indonesia. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-undang No. 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah (www.indonesia,go.id) Ratnawati, Tri. 2005. Pemekaran Wilayah dan Alternatif Pemecahan Wilayah : Revisi Mendasar Terhadap PP 129 Tahun 2000. Jakarta : Yayasan Harkat Bangsa. www.wikipedia.com