SlideShare a Scribd company logo
1 of 151
1 
BAB I 
PENDAHULUAN 
1.1. Latar Belakang Penelitian 
Salah satu tuntutan Reformasi 98’ adalah Otonomi Daerah. Lahirnya tuntutan 
ini bisa dimaknai sebagai strategi atau solusi atas maraknya isu disintegrasi daerah. 
Ada banyak sebab lahirnya tuntutan itu. Salah satunya karena cara-cara 
penyelesaian problem kebangsaan oleh pemerintah yang militeristik. Padahal 
militeristik adalah ciri fasisme1. Selain itu, otonomi daerah ini adalah bentuk 
kompromi dari pertikaian panjang antara dua konsep bentuk negara dengan akar 
historis dan filosofis sangat berbeda. Kedua konsep itu adalah bentuk negara federal 
dan bentuk Negara kesatuan yang masing-masing diadopsi dan dipertahankan oleh 
Muhammad Hatta dan Soekarno. 
Reformasi telah membawa suasana baru dalam kehidupan berbangsa dan 
bernegara. Prestasi reformasi (Chrisnandi, 2008)2 ditandai dengan rezim lama 
diturunkan dan digantikan rezim baru. Politik otoritarianisme digantikan politik 
demokrasi. Sentralisme dikubur dengan desentralisasi. Konstitusi lama (UUD 1945) 
diamandemen sebanyak empat kali. Multipartai menyediakan ruang bagi setiap orang 
1 Menurut Mansour Faqih, pemerintah dan bangsa ini dalam menyelesaikan konflik atas sumber - 
sumber alam menggunakan cara-cara yang mengkombinasi teror dan represi, penjinakan ideologi 
serta hegemoni. Lebih lengkap lihat di, Kata Pengantar Mansour Faqih dalam Hugh Purcell, 
Fasisme, Resist Book, Yogyakarta, 2004 hal. xiii dan xiv. Alih bahasa Faisol Feza dkk. 
2 Chrisnandi menulis, “”terlepas dari prestasi itu, keprihatinan tengah merundung perjalanan reformasi. 
Bayangkan, sewindu reformasi belum juga tampak Indonesia menepi dari keterpurukan”. Lebih 
lengkap lihat, Yuddy Chrisnandi, Beyond Parlemen: Dari Politik Kmapus Hingga Suksesi 
Kepemimpinan Nasional, Penerbit Indo Hill Co, Jakarta, 2008, Cetakan 2, hal 31 dan 32.
untuk berkumpul dan mendirikan partai politik. Dibentuk lembaga baru seperti Dewan 
2 
Perwakilan Daerah (DPD) dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat daerah. 
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah 
kepada daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam 
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia3. Melalui asas desentralisasi, otonomi 
daerah hadir untuk memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola sendiri 
urusan pemerintahan dalam upaya meningkatkan kemandirian daerah. 
Desentralisasi merupakan sebuah proses di mana pemerintahan daerah 
menjalankan otonomi seluas-luasnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan 
masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Pemerintah daerah memiliki 
kewenangan untuk menjalankan segala urusan pemerintahan kecuali urusan 
pemerintahan yang berkaitan dengan urusan Politik Luar Negeri, Pertahanan, 
Keamanan, Yustisi, Moneter dan Fiskal Nasional, dan Agama4. Karena itu adalah 
urusan pemerintahan yang hanya menjadi kewenangan pemerintah pusat. 
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota 
merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota. Urusan itu meliputi: (a) 
perencanaan dan pengendalian pembangunan, (b) perencanaan, pemanfaatan, dan 
pengawasan tata ruang, (c) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman 
masyarakat, (d) penyediaan sarana dan prasarana umum, (e) penanganan bidang 
kesehatan, (f) penyelenggaraan pendidikan, (g) penanggulangan masalah sosial, (h) 
pelayanan bidang ketenagakerjaan, (i) fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil 
3 Lebih lengkap lihat UU RI Nomor 12 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 7. 
4 Idem Pasal 10 Ayat 3.
dan menengah, (j) pengendalian lingkungan hidup, (k) pelayanan pertanahan, (l) 
pelayanan kependudukan, dan catatan sipl, (m) pelayanan administrasi umum 
pemerintahan, (n) pelayanan administrasi penanaman modal, (o) penyelenggaraan 
pelayanan dasar lainnya, (p) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan 
3 
perundang-undangan5. 
Selanjutnya, dalam urusan keuangan, diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 
tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah. 
Perimbangan keuangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah merupakan 
subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara 
Pemerintah dengan Pemerintah Daerah. Pemberian sumber keuangan Negara 
kepada Pemerintah Daerah didasarkan atas penyerahan tugas kepada Pemerintah 
Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal. 
Otonomi Daerah telah lama menjadi wacana publik Indonesia6. Meski 
demikian, dalam pelaksanaan otonomi daerah ini belum berjalan sebagaimana tujuan 
awalnya. Terdapat banyak ketimpangan dalam upaya pengimplementasian konsep 
otonomi daerah. Beragam realitas empirik dalam penyelenggaraan otonomi daerah. 
5 Lebih lengkap lihat UU No 12 Tahun 2008 Pasal 14. Lihat juga PP No 38 Tahun 2007 tentang 
Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah 
Kabupaten/Kota. 
6 Landasan hukumnya adalah UUD 1945 Pasal 18, UU No 1 Tahun 1945, UU No 22 Tahun 1948, 
UUDS 1950 Pasal 131-133, UU No 44 Tahun 1950, UU No 1 Tahun 1957, UU No 6 Tahun 1959, UU 
No 5 Tahun 1960, UU No 18 Tahun 1965, Ketetapan No XXI/MPRS/1966, Ketetapan No 
V/MPR/1973, UU No 5 Tahun 1974, dan UU No 22 Tahun 1999, UU No 32 Tahun 2004, dan UU RI 
No 12 Tahun 2008.
Menurut Keban (Fakrulloh dkk, 2004)7, ada beberapa hal yang dapat mengganggu 
kinerja pencapaian tujuan otonomi daerah yaitu (1) adanya kesalahan strategis 
dalam perwujudan otonomi daerah, (2) perbedaan persepsi dan pemahaman tentang 
konsep otonomi daerah, (3) perbedaan paradigma otonomi daerah yang dianut oleh 
4 
para elit politik, (4) paradigma birokrasi masih kuat. 
Sebagai salah satu daerah otonom pasca pemekaran dari Kabupaten Poso8 
tahun 2000, kabupaten Morowali tidak jauh dari realitas empirik tersebut. 
Pembangunan infrastruktur jalan dan fasilitas pelayanan umum lainnya belum begitu 
memadai. Berdasarkan data Dinas Kimpraswil Kabupaten Morowali dalam Angka 
2001, menunjukkan bahwa ada 55% jalan negara, provinsi, dan kabupaten yang 
mengalami kerusakan. Hanya 18% jalan dalam kondisi baik. Atas dasar itu, pada 
Tahun Anggaran 2003 Kabupaten Morowali mendapatkan DAK non reboisasi 
sebesar Rp 1,6 M untuk perbaikan jalan. 
Selain itu, salah satu problema yang dihadapi oleh sebagian daerah 
kabupaten/kota khususnya di Provinsi Sulawesi Tengah dewasa ini adalah berkisar 
pada upaya peningkatan PAD. Problema ini muncul karena adanya kecenderungan 
berpikir dari sebagian kalangan birokrat di daerah yang menganggap bahwa 
parameter utama yang menentukan kemandirian suatu daerah dalam berotonomi 
7 Fakrulloh, Z.A., Eko, S., dan Saragi, T. P. Kebijakan Desentralisasi di Persimpangan Jalan, Jakarta: 
CV. Cipruy. 2004, hal 22-25. 
8 Pembentukan Kabupaten Morowali berdasarkan pada UU No 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan 
Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali, dan Kabupaten Banggai Kepulauan.
adalah terletak pada besarnya PAD9. Kecenderungan berpikir ini tidak lahir begitu 
saja tanpa landasan rasional dan empiris mengingat masih banyak daerah otonom 
yang masih mengandalkan dana perimbangan sebagai sumber utama keuangan 
daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Artinya, 
5 
daerah-daerah itu belum mampu menjalankan desentralisasi. 
Merujuk pada hasil penelitian Badan Peneliti dan Pengembangan Departemen 
Dalam Negeri bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada, Syarifuddin Tayeb 
menyatakan bahwa dari 292 Daerah Kabupaten yang diteliti menunjukkan rendahnya 
konstribusi pendapatan asli daerah terhadap pembiayaan daerah. Berikut rinciannya: 
 122 Daerah Kabupaten berkisar antara 0,53 % - 10 % 
 86 Daerah Kabupaten berkisar antara 10 % - 20 % 
 43 Daerah Kabupaten berkisar antara 20,1 % - 30 % 
 17 Daerah Kabupaten berkisar antara 31,1 % - 50 % 
 2 Daerah Kabupaten berkisar di atas 50 % 
Rendahnya konstribusi pendapatan asli daerah terhadap pembiayaan daerah, 
karena daerah hanya diberikan kewenangan mobilisasi sumber dana pajak dan yang 
9 Lihat di artikel, Ochan, 2009, “Implementasi Peraturan Daerah Kota Palu yang Berorientasi Bagi 
Kepentingan Masyarakat Dalam Menunjang Otonomi Daerah”. http://www. 017-implementasi-peraturan- 
daerah-kota.html (5/8/2011)
mampu memenuhi hanya sekitar 20% - 30% dari total penerimaan untuk membiayai 
6 
kebutuhan rutin dan pembangunan, sementara 70% - 80% didrop dari pusat10. 
Mengingat banyaknya sumber-sumber PAD11 yang bisa dioptimalkan, daerah 
otonom tidak perlu mengandalkan dana perimbangan dalam pembiayaan 
penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Apalagi dalam konteks Kabupaten 
Morowali yang memiliki banyak kekayaan sumber daya alam. Pengelolaan kekayaan 
alam itu berbanding lurus dengan peningkatan jumlah wajib pajak dan retribusi 
daerah. 
Kabupaten dengan visi “Morowali Menuju Kabupaten Agribisnis 2012" ini 
menyimpan kekayaan alam di sektor perkebunan, pertanian, peternakan, kelautan, 
pertambangan, dan pariwisata yang melimpah yang bisa dikelola untuk menambah 
sumber-sumber PAD dalam rangka meningkatkan kemampuan daerah dalam 
membiayai secara mandiri urusan rumah tangga daerah. Sektor-sektor potensial ini 
jika dikelola secara maksimal akan membantu mempercepat pertumbuhan 
perekonomian masyarakat yang pada gilirannya akan menambah jumlah objek PAD. 
Misalnya, di sektor pertambangan dan perkebunan yang cukup mendominasi di 
Kabupaten Morowali, para pengusaha pertambangan dan perkebunan untuk 
melaksanakan usahanya pasti mengurus Surat Izin Usaha dan dokumen-dokumen 
10 Syarifuddin Thayeb, Hasil Penelitian Badan Peneliti dan Pengembangan Depdagri UGM, 
Yogyakarta, 2001, hlm.5. 
11 Pendapatan Asli Daerah (PAD) digolongkan menjadi 4 bagian yaitu Pajak Daerah, Retribusi 
Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah. Lihat, 
UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan. Baca juga Peraturan Menteri Dalam 
Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (perubahan dari 
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006) Pasal 26.
lain yang dikenakan pajak maupun retribusi. Sebagai gambaran, pada tahun 2010 
7 
sektor pertambangan nikel memberikan kontribusi ke PAD sebesar Rp 4 M12. 
Sektor pertanian adalah tumpuan 76 persen penduduk. Pada tahun 2001 nilai 
kegiatan ekonomi pertanian Rp 527 miliar, sekitar 37 persen berasal dari 
perkebunan13. Sektor perikanan, di antara 10 kecamatan hanya Kecamatan Mori 
Atas dan Lembo yang tidak memiliki garis pantai, sehingga ada 80 persen wilayah 
Morowali yang berpotensi untuk perikanan14. 
Di sektor pertambangan, terdapat Nikel dan marmer. Nikel dengan luas 
arealnya mencapai lebih kurang 149.700 hektar dengan cadangan terduga 8 juta 
WMT. Di sektor Minyak dan gas, terdapat Lapangan minyak Tiaka Blok Trili dengan 
fasilitas penunjang terletak sekitar 17 mil dari garis pantai. Hasil evaluasi 
menunjukkan bahwa cadangan minyak di lapangan Tiaka (Original oil in Place – 
OOIP) sebesar 106,56 MMBO (Million barrel oil/juta barrel minyak). Total kapasitas 
produksi per hari mencapai sekitar 6.500 barrel (BOPD) yang diperoleh dari enam 
sumur produksi atau rata-rata produksi setiap sumur sebesar sekitar 1.100 BOPD. 
Gas bumi, dari hasil pemboran sumur produksi, dihasilkan juga gas ikutan sebanyak 
sekitar 3,5 TCF (Ton cubic feet) dengan air terproduksi sekitar 3.000 BOPD15. 
12 Lihat Harian ANTARA News, Koran Lokal Palu, ” Pertambangan Nikel Sumbang PAD Morowali 
Rp5 Miliar , Jumat, 21 Januari 2011”. 
13 Lihat, Harian KOMPAS, Selasa, 01 Juli 2003. Selengkapnya ada di http://www.kompas.com/kompas 
cetak/0307/01/daerah/401669.htm diunduh tanggal 5 Agustus 2011. 
14 Ochan Sangadji, (27/11/2008), dalam artikel “Morowali, Kabupaten Terkaya di Sulteng”. Sumber 
data artikel ini dilengkapi dengan data dari BPS dan Dinas Pertambangan Kabupaten Morowali. 
Selengkapnya baca di http://www.ochansangadji.co.nr diunduh tanggal 7 Oktober 2011. 
15 Ochan Sangadji, Ibid.
Menurut data dari BPS Kabupaten Morowali tercatat lebih dari 100 Pemegang Izin 
8 
Usaha Pertambangan di wilayah ini. 
Melihat potensi kekayaan SDA Kabupaten Morowali sebagaimana diuraikan di 
atas, DPPKAD sebagai salah satu SKPD, berpeluang besar untuk mengoptimalkan 
manajemen keuangan daerah hasil penerimaan dari sumber-sumber PAD. Dalam hal 
ini, dituntut efektifitas dan efisiensi pelaksanaan peran DPPKAD dalam manajemen 
keuangan daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Kecerdasan 
pengelolaan penerimaan keuangan dibutuhkan untuk memastikan semua pos 
anggaran pembelanjaan daerah dalam setiap tahun anggaran mendapat bagian 
secara proporsional. Selain itu, juga untuk menekan defisit APBD dalam setiap tahun 
anggaran. 
Persoalannya kemudian, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 
Kabupaten Morowali dalam tiga tahun anggaran terakhir mengalami defisit. Tahun 
2006 defisit APBD Morowali mencapai lebih Rp 75 miliar, tahun 2007 lebih Rp 63 
miliar dan tahun anggaran 2008 mencapai lebih 63 miliar16. 
Di sisi lain, realisasi penerimaan PAD Kabupaten Morowali selama tiga Tahun 
berturut-turut yakni pada tahun anggaran 2007 sebesar Rp 8,80 M, 2008 sebesar Rp 
14,53 M, 2009 sebesar Rp 13,82 M17. Angka ini menunjukkan peningkatan PAD. 
Pertanyaannya, apakah rasio perbandingan antara kekayaan alam dengan PAD 
Kabupaten Morowali dalam tiga tahun terakhir itu, seimbang? Artinya, dengan 
16 Ochan Sangadji, Idem hlm. 3 
17 Data ini diperoleh dari DPPKAD Kabupaten Morowali.
melihat potensi kekayaan SDA, bukankah pemerintah daerah dalam hal ini DPPKAD 
9 
dapat membuat target pencapaian PAD yang lebih besar? 
Selain itu, Penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten Morowali pada 
tahun anggaran 2007 sebesar Rp 434,48 M, pada tahun 2008 sebesar Rp 373,308 M 
dan pada tahun 2009 sebesar Rp 368,918 M18. Dibandingkan dengan 
Kabupaten/Kota se-Sulawesi Tengah, DAU Kabupaten Morowali tahun 2008 berada 
di urutan tertinggi ke dua setelah Kabupaten Banggai. Pada tahun 2009 berada pada 
urutan tertinggi ke tiga setelah Kabupaten Banggai19. Padahal DAU hanya 
diperuntukkan bagi daerah dengan PAD kecil sebagai upaya pemerataan 
kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom 
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Artinya, Kabupaten ini masih sangat 
tergantung pada dana dari Pemerintah Pusat dalam membiayai penyelenggaraan 
urusan pemerintahan daerah. 
Terkait dengan itu, ada beberapa hal yang relevan untuk dipertanyakan. 
Misalnya apakah secara aktual aparat DPPKAD Kabupaten Morowali dalam 
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sudah sesuai dengan ketentuan 
sebagaimana Peraturan Daerah? 
Dalam hal strategi, apakah Pemerintah Daerah telah mengubah strategi 
mengenai teknis operasional lapangan terutama sistem pendataan ulang dalam 
rangka menjaring semaksimal mungkin obyek pajak maupun subyek pajak sebagai 
18 DPPKAD dan Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 Tanggal 24 
Desember 2008 tentang Rincian Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun 
2009. Lihat juga di http://www.ngada.org (27/09/2011) 
19 Ibid., hlm 1
dasar perhitungan dan pengenaan pajak? Untuk mengatasi permasalahan tersebut, 
apakah Pemerintah Kabupaten Morowali melalui DPPKAD telah melakukan 
intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap seluruh sumber penerimaan daerah, telah 
10 
mengidentifikasi secara optimal sumber-sumber PAD yag baru? 
Atas dasar ini, penulis melakukan penelitian tentang bagaimana peran salah 
satu SKPD yang banyak bergelut dalam pengelolaan keuangan daerah. Penelitian ini 
dilakukan di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah dengan judul “Peran DPPKAD 
dalam Manajemen Keuangan Daerah (Studi Tentang Pengelolaan Pendapatan 
Asli Daerah) Kabupaten Morowali Tahun 2008-2011”. 
1.2. Rumusan Masalah 
Berdasarkan judul penelitian ini, rumusan masalahnya sebagai berikut: 
1.2.1. Bagaimana Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali 
pada tahun 2008-2011? 
1.2.2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi Peran DPPKAD dalam 
Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali pada tahun 2008-2011? 
1.3. Tujuan Penelitian 
1.3.1. Untuk mengetahui Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten 
Morowali pada tahun 2008-2011. 
1.3.2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Peran DPPKAD 
dalam Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali pada tahun 2008-2011.
11 
1.4. Manfaat Penelitian 
1.4.1. Secara Teoritis 
a. Sebagai bahan studi ilmiah untuk mengetahui Peran DPPKAD dalam 
Manajemen Keuangan Daerah dan secara spesifik pengelolaan PAD 
Kabupaten Morowali dalam kurun waktu 2008-2011. 
b. Sebagai bahan studi perbandingan bagi peneliti selanjutnya yang 
berkaitan dengan Peran DPPKAD dalam Manajemen Keuangan Daerah 
dan secara spesifik pengelolaan PAD Kabupaten Morowali dalam kurun 
waktu 2008-2011 beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. 
c. Sebagai bahan studi pustaka di almamater peneliti yakni di Program 
Studi Ilmu Pemerintahan Jurusan Politik Pemerintahan Fakultas Ilmu 
Sosial dan Ilmu Universitas Hasanuddin. 
1.4.2. Manfaat Praktis 
a. Sebagai bahan kajian praksis bagi DPPKAD Kabupaten Morowali untuk 
mengevaluasi kinerjanya selama kurun waktu 2008-2011. 
b. Sebagai bahan kajian praksis bagi DPPKAD Kabupaten Morowali untuk 
merumuskan desain strategi dalam upaya pengelolaan PAD Kabupaten 
Morowali ke depannya.
12 
1.5. Metode Penelitian 
1.5.1. Lokasi Penelitian 
Lokasi penelitian dipusatkan di Kantor Dinas Pendapatan, Pengelolaan 
Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Morowali Provinsi 
Sulawesi Tengah. 
1.5.2. Dasar dan Jenis Penelitian 
a. Dasar penelitian deskriptif. Peneliti akan melihat langsung realitas-realitas 
di lapangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Realitas-realitas 
itu akan dipilah berdasarkan kebutuhan penelitian lalu 
dikumpulkan untuk kemudian dianalisis. 
b. Jenis penelitian deskriptif kualitatif yakni suatu metode yang 
menggambarkan atau melukiskan kenyataan serta keadaan objek yang 
diteliti secara sistematis, faktual dan akurat untuk kemudian dianalisis 
secara mendalam. 
1.5.3. Teknik Pengumpulan Data 
Data digolongkan menjadi dua bagian yaitu data sekunder dan data 
primer. Penggolongan ini dilakukan demi menjaga keakuratan dan relevansi 
serta kekayaan data yang diperoleh di lapangan sehubungan dengan objek 
penelitian ini. Data primer adalah data yang bersumber dari studi lapang 
berupa wawancara mendalam dan observasi yang dilakukan dengan tujuan 
untuk memperoleh data-data yang faktual dan akurat mengenai objek 
penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang bersumber dari
kepustakaan berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek 
penelitian. Adapun data dari studi lapang diperoleh dengan menggunakan 
13 
teknik-teknik sebagai berikut : 
1.5.3.1. Wawancara 
Teknik pengumpulan data ini dimaksudkan untuk mendapatkan 
gambaran mengenai objek penelitian dengan cara tanya jawab secara 
mendalam dan terbuka dengan bertatap muka langsung dengan 
informan/responden. Bentuk data yang diperoleh terdiri dari kutipan langsung 
yang merupakan pengalaman langsung dan pengetahuan informan/responden 
dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara. 
Wawancara dilakukan dengan beberapa informan/responden terpilih yang 
menguasai informasi mengenai objek penelitan. 
1.5.3.2. Observasi 
Teknik ini berupa pengamatan langsung terhadap objek penelitian guna 
memperoleh keterangan berupa informasi, data dan fakta akurat yang 
berhubungan dengan objek penelitian. Teknik ini juga digunakan untuk 
mengetahui relevansi antara keterangan informan/responden dan data dengan 
kenyataan yang ada dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek 
penelitian dan tetap mengontrol keabsahannya. Data yang didapat melalui 
observasi langsung terdiri dari keterangan kegiatan berupa perilaku, tindakan, 
dan keseluruhan kemungkinan interaksi interpersonal dan proses penataan
yang merupakan kecenderungan dan pengalaman manusia yang dapat 
14 
diamati. 
1.5.3.3. Studi kepustakaan 
Teknik ini digunakan untuk memperoleh data-data pendukung (data 
sekunder) dari berbagai literatur baik berupa buku, makalah, majalah, hasil 
penelitian yang relevan, koran dan dokumen-dokumen tertulis lain sebagai 
referensi yang berkaitan dengan objek penelitian. 
1.5.4. Penentuan Informan 
Dalam desain penelitian deskriptif kualitatif, jenis informan/responden 
ada dua yaitu informan kunci (key informan) dan informan sekunder 
(secondary informan). Informan kunci adalah mereka yang dianggap 
menguasai objek penelitian. Sedangkan informan sekunder dibutuhkan untuk 
melengkapi informasi/data tentang objek penelitian guna memperkaya 
analisis, tetapi tidak mesti ada. 
Dalam struktur organisasi DPPKAD Kabupaten Morowali, terdapat 
enam (6) bidang yang bekerja sesuai dengan kewenangannya masing-masing 
berdasarkan Peraturan Bupati Morowali Nomor 14 Tahun 2008. Keenam 
bidang yang dimaksud yakni Bidang Pendapatan, Bidang Anggaran, Bidang 
Akuntansi, Bidang Perbendaharaan dan Bidang Aset. Masing-masing bidang 
tersebut membawahi tiga (3) seksi.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pada kegiatan pra 
penelitian, penulis menemukan fakta bahwa tidak semua bidang dalam 
DPPKAD memiliki kewenangan dalam pengelolaan PAD, masing-masing 
bidang dalam menjalankan perannya dibatasi dengan tugas pokok dan 
fungsinya. Bahkan hanya satu bidang yang memiliki peran langsung dalam 
pengelolaan PAD yakni Bidang Pendapatan20. Sedangkan bidang lain seperti 
Bidang Anggaran, dan Bidang Akuntasi tidak mempunyai “peran langsung”21 
dalam pengelolaan PAD. Namun demikian, untuk memperkaya analisis, 
penulis tetap melakukan wawancara dengan beberapa informan yang kapabel 
pada masing-masing bidang tersebut, termasuk para Kepala Seksi. Selain itu, 
penulis juga melakukan wawancara mendalam dengan Kepala Dinas, 
Sekretaris Dinas, Kepala Sub Bagian Urusan Perencanaan dan Program dan 
Kepala UPTD Kecamatan atau Camat dalam lingkup DPPKAD. Adapun 
15 
informan/responden yang dimaksud yaitu: 
1. Kepala DPPKAD (Haeruddin Rompone, S.Sos) 
2. Sekretaris DPPKAD (Drs Yusman Mahbub) 
3. Kepala Sub Bagian Perencanaan Program (Sappa Sao, M.Si) 
4. Kepala Bidang Pendapatan (Jufri M. Taiyeb, SE) 
20 Lihat tupoksi masing-masing bidang dalam Peraturan Bupati Morowali Nomor 14 Tahun 2008. 
21 Maksud penulis dalam penggunaan prasa “peran langsung” adalah peran yang bersentuhan 
langsung dalam pengelolaan PAD yakni perencanaan dan pelaksanaan pemungutan (realisasi) yang 
hanya dilakukan oleh Bidang Pendapatan. Sedangkan maksud dari “peran tidak langsung” adalah 
peran yang tidak berhubungan langsung dengan pengelolaan PAD yakni pada saat dilakukan 
rekonsiliasi yang melibatkan bidang lain seperti Bidang Akuntansi dan Bidang Anggaran. Rekonsiliasi 
dilakukan dalam setiap tahun anggaran yang juga melibatkan UPTD Kecamatan dalam lingkup 
DPPKAD.
16 
5. Kepala Bidang Anggaran (Alamsyah, MEC.DEV) 
6. Kepala Bidang Akuntansi (Alwi Gawi, SE) 
7. Kepala Seksi Pajak/Retribusi Daerah (Yohanes P. Labunga) 
8. Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan (Yaumi T. Baduddun, SE) 
9. Kepala Seksi Pengkajian Anggaran (Charles M. Toha) 
10. 2 orang Staf Bidang Pendapatan (Nani Sari, SE dan M. Ramli)22 
11. Kepala UPTD Kecamatan Lembo (Deitje Dewanto, SE) 
12. Sekretaris Camat Witaponda (Muh Ridwan, S.Ag, M.Si) 
13. Camat Bahodopi (Syamsu Abdullah) 
Pasca pemekaran pada tahun 2011, Kabupaten Morowali terdiri dari 18 
kecamatan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa setiap kecamatan 
memiliki UPTD yang membantu DPPKAD dalam pemungutan PAD. Petugas-petugas 
UPTD inilah sebagai ujung tombak DPPKAD dalam pemungutan PAD 
karena mereka yang turun langsung ke lapangan. Dari 18 kecamatan, empat 
kecamatan di antaranya belum memiliki UPTD pasca pemekaran. Dan karena 
keterbatasan waktu, dana dan tenaga, penulis memilih tiga UPTD kecamatan 
sebagai informan dengan pertimbangan berdasarkan capaian realisasi 
penerimaan PAD dari sektor yang memiliki kontribusi besar dalam PAD pada 
tahun anggaran 2011 dan pertimbangan jarak tempuh antara Ibu Kota 
Kabupaten dengan Ibu Kota Kecamatan. 
22 Penulis memilih dua orang informan ini dengan pertimbangan kedua orang staf dalam Bidang 
Pendapatan tersebut adalah peserta magang di Kantor DPPKAD dan Kantor Pelayanan Perpajakan 
Kabupaten Poso pada tahun 2011 sebagai salah satu upaya DPPKAD Kabupaten Morowali dalam 
meningkatkan kualitas aparaturnya dalam pengelolaan PAD.
Selain karena masalah waktu, tenaga dan biaya, kesulitan-kesulitan 
yang penulis temui selama proses pengumpulan data menjadi salah satu 
pertimbangan penulis dalam memilih informan/responden. Kesulitan-kesulitan 
yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam pengumpulan data yang 
dimaksud di antaranya adalah keterbatasan informan/responden dalam 
memberikan data yang dibutuhkan karena adanya ketakutan pembahasan 
akan membias karena persoalan keuangan masih dianggap sebagai 
persoalan yang sensitif meski penulis sudah memberikan pemahaman bahwa 
penelitian ini hanya untuk tujuan kajian akademik, tidak ada hubungannya 
dengan persoalan audit sebagaimana yang dilakukan BPK (Badan 
17 
Pemberantasan Korupsi). 
Penulis memulai penelitian pada bulan Desember 2011. Bertepatan 
dengan waktu evaluasi pengelolaan APBD tahun anggaran 2011 dan 
penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 
Kabupaten Morowali tahun 2012. Dalam perumusan, pembahasan dan 
penetapan yang dilakukan dalam Rapat Paripurna di DPRD melibatkan 
seluruh SKPD pengelola/pengguna keuangan daerah, tidak terkecuali 
DPPKAD sebagai koordinator pengelola PAD. Hal ini menjadi salah satu 
kesulitan bagi penulis dalam pengumpulan data. Padatnya agenda kegiatan 
yang yang dilakukan di internal DPPKAD dan agenda rapat di DPRD membuat 
penulis kesulitan melakukan wawancara mendalam dengan Kepala Dinas, 
Kepala Bidang dan Kepala Seksi dalam lingkup DPPKAD. Untuk mengatasi
hal itu, penulis “mencuri” waktu istrahat informan pada malam hari di rumah 
18 
masing-masing. 
1.6. Definisi Operasional 
1.6.1. Peran DPPKAD 
Peran yang dimaksud dalam penelitian ini ialah peran DPPKAD dalam 
penggelolaan PAD Kabupaten Morowali Tahun 2008-2011 berdasarkan tugas 
pokok dan fungsinya. Peran itu digambarkan dalam empat indikator 
pengelolaan PAD, yaitu: 
 Perencanaan Target 
 Pelaksanaan Pemungutan 
 Pengawasan atas Penatausahaan 
 Pelaporan dan Evaluasi Realisasi 
1.6.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Penelitian ini dibatasi pada sektor tertentu yang besar konstribusinya 
dalam penerimaan PAD Kabupaten Morowali dalam kurun waktu 2008-201123. 
1.6.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan PAD 
Faktor-faktor yang dimaksud adalah faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor 
penghambat dalam pengelolaan PAD Kabupaten Morowali Tahun 2008- 
2011. 
23 Lihat Tabel 4.3.-4.6. tentang Target dan Realisasi PAD Kab Morowali tahun 2008-2011.
19 
1.7. Analisis Data 
Penelitian ini dilakukan secara berkesinambungan. Artinya, tahap 
pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data dilakukan secara bersamaan 
selama proses penelitian. Jadi pengolahan data tidak harus dilakukan setelah data 
terkumpul tetapi juga dilakukan ketika proses pengumpulan data sedang 
berlangsung. 
Bentuk analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, 
menjabarkannya kedalam unit-unit, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang 
penting dan yang akan dipelajari, menguraikan dalam bentuk kata dan kalimat, dan 
selanjutnya membuat kesimpulan.
20 
BAB II 
TINJAUAN PUSTAKA 
Bagian ini berisi deskripsi singkat tentang landasan teori yang digunakan 
sesuai dengan fokus penelitian, kerangka konsep dan skema kerangka konsep 
sesuai dengan desain penelitian, serta hasil-hasil penelitian terdahulu yang 
berhubungan erat dengan objek penelitian. 
Posisi teori dalam desain deskriptif kualitatif sangat penting mengingat teori 
dalam desain ini adalah acuan dalam menganalisis hasil-hasil penelitian. Teorisasi 
penelitian ini adalah deduktif. Konsekuensinya, peneliti dituntun oleh teori saat 
mengumpulkan data dan ketika melakukan analisis. Pengaruh teori dalam 
pembahasan hasil penelitian sangat membantu peneliti dalam melakukan analisis. 
Namun tidak berarti data-data hasil penelitian tidak objektif karena telah dicemari 
oleh teori. 
Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Bungin (2007:31) bahwa: 
“ketika sebuah masalah penelitian telah ditemukan, maka peneliti mencoban 
membahas masalah penelitian tersebut dengan teori-teori yang dipilihnya. 
Model deduktif dalam format deskriptif kualitatif akan sangat membantu 
peneliti tidak saja saat menemukan masalah, tetapi juga untuk membangun 
hipotesis, menyusun kerangka metodologis, menganalisis data maupun 
pembahasan hasil penelitian, bahwa teori ini akan dibahas untuk dikritik atau 
disempurnakan”24 
24 Burhan Bungin, 2007, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial 
Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Putra Group, Edisi Pertama, Cetakan Kedua. Hlm 31
Oleh karena itu, penulis menggunakan dua teori utama untuk mengungkap 
gejala atas fenomena objek penelitian, yaitu teori peran (role theory) dan teori 
21 
manajemen. 
2.1. Landasan Teori 
2.1.1. Toeri Peran 
Peran berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan 
yang terutama25. Levinson (Soekamto, 1982)26, menulis bahwa peranan 
adalah suatu konsep prihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting 
bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang 
dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, 
peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang 
membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan. 
Selanjutnya, Levinson mengemukakan bahwa peranan dapat 
mencakup tiga hal yaitu: 
1. norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang 
dalam masyarakat. Peranan arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan 
yang membimbing sesorang dalam kehidupan kemasyarakatan. 
2. suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam 
masyarakat sebagai organisasi. 
25 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985), hlm. 735 
26 Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1982), hlm. 238
22 
3. sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat27. 
Menurut Robert M. Z. Lawang, peran diartikan sebagai suatu pola 
perilaku yang diharapkan dari sesorang yang memiliki status atau posisi 
tertentu dalam organisasi28. 
Dalam perspektif Sosiologi, Antropologi dan Psikologi Sosial, peran 
(role) adalah sebuah bangunan teori tersendiri yang disebut dengan Role 
Theory29. Ditinjau dari perspektif sosiologi, Barbara (Gana, 2009)30, peran 
adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap 
seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh 
keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. 
27 Ibid hlm 239. 
28 Lihat Lawang, Robert M Z. Pengantar Sosiologi, PT. Karunika Universitas terbuka, Jakarta, 1985 
hlm 89. 
29 Dalam teori ini dijelaskan bahwa sebenarnya dalam pergaulan sosial itu sudah ada skenario yang 
disusun oleh masyarakat. Skenario itu mengatur apa dan bagaimana peran setiap orang dalam 
lingkungannya. Seseorang yang patuh akan hidup harmoni, tetapi jika seserang menyalahi skenario, 
maka hidupnya tidak akan harmoni, ia akan dihujat. Jadi jangan heran jika terjadi demonstrasi karena 
pemimpin menyalahi skenario. Selengkapnya baca di Janah, Lailia Fatkul. 2009. Sumber : 
http://bidanlia.blogspot.com/2009/07/teori-peran.html. Dan baca juga di Syakira, Gana. 2009. Teori 
Peran, tersedia di http://syakira-blog.blogspot.com/2009/01/konsep-diri-peran.html diunduh tanggal 17 
September 2011. Sumber-sumber itu di antaranya mengambil pemikiran Robert Linton dan Glen 
Elder. 
30 Syakira, Gana. 2009. Teori Peran (Online). Sumber: http://syakira-blog. 
blogspot.com/2009/01/konsep-diri -peran.html diunduh tanggal 17 September 2011.
Peran pemerintah daerah terbagi atas peran yang lemah dan peran 
yang kuat. Menurut Leach, Stewart dan Walsh (Muluk, 2005)31, peran 
pemerintah daerah yang lemah ditandai dengan beberapa indikator yakni 
rentang tanggungjawab fungsi atau kewenangan yang sempit, cara 
penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat reaktif, derajat otonomi yang 
rendah terhadap fungsi-fungsi yang diemban dan tingginya derajat kontrol 
eksternal. Peran pemerintah daerah yang kuat ditandai oleh beberapa 
indikator yakni rentang tanggungjawab fungsi atau kewenangan yang luas, 
cara penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersifat positif, derajat 
otonomi yang tinggi atas fungsi-fungsi yang diemban dan derajat kontrol 
23 
eksternal yang terbatas. 
Sehubungan dengan itu, Taufik Manji dalam skripsinya, “Analisis Peran 
Pemerintah Kota terhadap Perkelahian antar Kelompok di Kota Makassar” 
mengungkapkan: 
“peran dan defenisinya memberikan pahaman bahwa dalam setiap 
kelompok masyarakat setiap individu dituntut untuk menjalankan 
perannya masing-masing. Kesinambungan sistem sosial tentunya 
dipengaruhi oleh berjalannya peran-peran dari individu. Mandegnya 
sistem peran akan sangat berpengaruh pada sistem sosial sebuah 
masyarakat. Ketika salah satu sistem peran tidak berjalan maka sistem 
31 Identiikasi atas beragam faktor penyebab atas pilihan dominasi instrumen kebijakan, didasarkan 
pada kerangka Leach, Stewart, dan Walsh. Pilihan kerangka ini dapat membantu menyusun model 
penyelenggaraan pemerintahan daerah baik yang bersifat ex ante maupun ex post facto. Ada 
beberapa faktor yang berpengaruh dalam kerangka ini yaitu dimensi ekonomi, pemerintahan dan 
politik yang berkaitan dengan bentuk demokrasi lokal. Pembagian peran pemerintah daerah yang 
lemah dan yang kuat adalah turunan dari dimensi pemerintahan. Selengkapnya ada di Muluk, K., 
2007, Model Peran Pemerintah Daerah, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Edisi Pertama, 
Cetakan Kedua, hlm 62 dan 63, Penerbit Bayumedia Publishing, Malang.
peran yang lain akan dipengaruhi oleh sistem peran yang tidak berjalan 
tersebut. Maka tak jarang menimbulkan persoalan sosial dalam 
masyarakat”32. 
24 
2.1.2. Teori Manajemen 
Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam kegiatan apa pun 
manajemen sangatlah diperlukan untuk seluruh sumber daya organisasi demi 
terwujudnya cita-cita atau misi organisasi yang bersangkutaan. Demikian 
halnya dalam pengelolaan PAD. Manajemen sangat penting untuk 
memaksimalkan pengelolaan PAD. Manajemen berasal dari bahasa Inggris 
yakni “manage” yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola 
dan lain sebagainya. Kegiatan manajerial yang baik adalah pra syarat dalam 
pengelolaan PAD yang baik. Manajemen dapat dipahami sebagai suatu 
proses pengaturan seluruh sumber daya dalam sebuah organisasi yang di 
dalamnya terdaapt kerja sama demi tercapaiannya tujuan yang telah 
ditetapkan. Berikut ini beberapa definisi/pengertian manajemen yang 
dikemukakan oleh para pakar manajemen. 
George R. Terry dalam Arif (1989) menyatakan bahwa: ” manajemen 
adalah kegiatan yang merencanakan, mengorganisasikan dan mengontrol 
atau mengoperasikan unsur-unsur dasar manusia, benda-benda, mesin- 
32 Selengkapnya lihat Taufik Manji dalam Analisis Peran Pemerintah Kota terhadap Perkelahian antar 
Kelompok di Kota Makassar , 2010, Politik Pemerintahan FISIP Universitas Hasanuddin Makassar, 
hlm 27-28 tentang Definisi Peran.
mesin, metode-metode, uang dan pasar, memberikan kepemimpinan pada 
25 
usaha-usaha manusia untuk mencapai tujuan dari badan usaha”33. 
Berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Sarwoto bahwa : 
“manajemen sebagai proses menghimpun dan meluncurkan pekerjaan dari 
orang-orang yang dikoordinasi secara kelompok untuk memperoleh tujuan 
yang diinginkan.”34 
Selanjutnya Sondang P. Siagian menjelaskan bahwa: “manajemen 
adalah kemampuan dan ketrampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam 
rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain”35. Dalam 
bahasa berbeda M. Manulang memberikan pengertian bahwa: “manajemen 
adalah sebuah proses yang khas, yang terdiri dari atas perencanaan, 
pengorganisasian, penggerakan, pelaksanaan, pengawasan dan pemanfaatan 
baik ilmu seni agar dapat menyelesaiakan tujuan yang telah ditetapkan 
sebelumnya.”36 
Demikian halnya dengan S. Kimball dan D.S Kimball Jr yang 
mengemukakan bahwa: “manajemen terdiri dari semua tugas dan fungsi yang 
meliputi penyusunan sebuah perusahaan, pembiayaan, penetapan garis-garis 
33 Ishak Arif dalam “Pokok-Pok ok Organisasi Dan Manajemen”, Yayasan Pembinaan Umat “NURUL 
FALAH”, Palu, 1989, hlm. 16 
34 Sarwoto, dalam “Dasar-Dasar Organisasi Dan Manajemen, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hlm. 45 
35 Selengkapnya lihat di SP. Siagian, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku organisasi, Gunung 
agung, Jakarta, 1994, hlm. 8 
36 Lihat juga M. Manulang dalam “Dasar-Dasar Manajemen”, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1997, hlm. 54
besar kebijaksanaan, penyediaan semua peralatan yang diperlukan dan 
26 
penyusunan kerangka organisasi serta pemilihan pejabat terasnya.”37 
Berdasarkan beberapa pengertian/definisi di atas, penulis 
menyimpulkan bahwa pada dasarnya para ahli dalam memberikan 
definisi/pengertian tidak terlepas dari beberapa hal yang sangat penting dalam 
manajemen yaitu: 
1. adanya wadah dan alat pencapaian tujuan 
2. adanya proses/fungsi tertentu termasuk kerjasama dalam mencapai tujuan 
3. adanya tujuan bersama yang ingin dicapai. 
Pada dasarnya, pembahasan tentang manajemen adalah pembahasan 
tentang beberapa fungsi fundamental yang harus dilaksanakan untuk 
memperoleh gambaran utuh tentang apa yang mesti dilakukan demi 
tercapapianya tujuan bersama. Berikut beberapa pendapat para ahli mengenai 
fungsi manajemen. 
Menurut Luther Gulk dalam Sutopo fungsi manajemen mencakup 
“POSDCRB” yaitu: 
1. Perencanan (planning) 
2. Pengorganisasian (organizing) 
3. Penyusunan pegawai (staffing) 
4. Pemberian bimbingan (directing) 
37 S. Kimball dan D.S Kimball Jr, Manajemen Pelayanan Masyarakat, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, 
hlm. 43
27 
5. Pengkoordinasian (coordinating) 
6. Pelaporan (reporting) 
7. Penganggaran (budgeting)38 
Kemudian Harol Kont dalam Sarwoto merumuskan fungsi manajemen 
dalam “POSC” yaitu : 
1. Perencanaan (planning) 
2. Pengorganisasian (organizing) 
3. Penyusunan Pegawai (staffing) 
4. Pengawasan (controlling)39 
Selanjutnya George R. Terry dalam Sutopo memberikan gambaran 
yang lebih jelas tentang fungsi manajemen yang dikenal dengan “POAC” yaitu: 
1. Perencanaan (planning) 
2. Pengorganisasian (organizing) 
3. Penggerakan (actuating) 
4. Pengawasan (controlling)40 
Dari beberapa rumusan tersebut oleh para ahli dapat disimpulkan 
bahwa pada dasarnnya rumusan tersebut hanya berkisar pada empat fungsi 
sebagaimana yang dirumuskan oleh George R. Terry. Berikut ini penjelasan 
ke empat fungsi tersebut. 
38 Selengkapnya di Sutopo,”Administrasi Manajemen Dan Organisasi”, Lembaga Administrasi Negara 
RI, Jakarta 2001, hlm. 24 
39 Sarwoto, op.cit, hlm. 24 
40 Sutopo, op.cit, hlm. 24
28 
2.1.2.1. Perencanaan (Planning) 
Perencanaan adalah fungsi yang sangat vital yang bukan hanya tugas 
seorang pemimpin tetapi juga harus melibatkan setiap orang dalam sebuah 
organisasi guna menentukan apa yang harus dikerjakan dan bagaimana cara 
mencapainya. 
Sondang P. Siagian, menjelaskan bahwa: “perencanaan (planning) 
adalah keseluruhan proses perkiraan dan penentuan secara matang hal-hal 
yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian 
tujuan yang telah ditetapkan.”41 
Selanjutnya, M. Manulang mendefinisikan bahwa: “perencanaan adalah 
apa yang harus dicapai (penentuan waktu secara kuantitatif) dan bila hak itu 
harus dicapai, dimana hal itu harus dicapai, bagaimana hal itu harus dicapai, 
siapa yang bertanggung jawab, dan mengapa harus dicapai.”42 
Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa perencanaan merupakan 
suatu proses perumusan tentang apa yang akan dilakukan dan dan 
bagaimana pelaksanaannya. 
2.1.2.2. Pengorganisasian (Organizing) 
S. P. Siagian mengemukakan bahwa: “pengorganisasian adalah 
keseluruhan proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, 
tanggung jawab dan wewenang yang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu 
41 S.P. Siagian, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta, 1984, hlm. 13 
42 M. Manulang, op.cit, hlm. 25
organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka 
29 
pencapaian yang telah ditentukan.”43 
Seteleh perencanaan dilakukan, maka fungsi selanjutnya adalah 
pengorganisasian. Dari definisi diatas pengorganisasian merupakan suatu 
proses pengaturan keseluruhan sumber daya dalam sebuah organisasi. 
Pengaturan itu mencakup pembagian tugas, alat-alat, sumber daya manusia, 
wewenang dan sebagainya untuk menghindari kesimpangsiuran dalam 
pelaksanaan kegiatan. Fungsi ini lebih cenderung pada pengaturan kegiatan 
administratif. 
2.1.2.3. Penggerakan (Actuating) 
Menurut George R. Terry dalam Sarwoto yang dimaksud dengan 
penggerakan adalah “tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota 
suka berusaha untuk mencapai sasaran-sasaran agar sesuai dengan 
perencanaan dan usaha-usaha organisasi.”44 
Penggerakkan atau pelaksanaan dilakukan setelah fungsi 
perencanaan. Agar pelaksanaan berjalan sesuai dengan perencanaan maka 
sangat ditekankan pada bagaimana cara/strategi seorang pemimpin dalam 
menggerakkan pegawainya. Hal ini sangat penting untuk menghindari agar 
bawahan tidak melaksanakan tugasnya di bawah tekanan atau paksaan tetapi 
atas dasar pilihan sadar dengan penuh tanggungjawab. 
43 Ibid, hlm. 116 
44 Sarwoto, op.cit, hlm. 30
30 
2.1.2.4. Pengawasan (Controlling) 
Tanpa adanya fungsi pengawasan maka fungsi-fungsi yang lainnya 
tidak akan berjalan efektif dan efisien karena pengawasan tidak hanya 
berlangsung pada saat pelaksanaan tetapi juga pada saat perencanaan dan 
pengorganisasian. Dan pada dasarnya dalam fungsi pengawasan juga 
terdapat proses pengevaluasian untuk menjaga agar seluruh kegiatan tidak 
melenceng dari tujuan yang ingin dicapai. 
Pengawasan sangat penting untuk memastikan bahwa apa telah 
dilaksanakan sesuai dengan rencana, penempatan orang-orangnya sudah 
tepat (the right men in the right place) dan waktunya sudah sesuai. Jika belum 
maka akan diadakan perbaikan agar tujuan dapat tercapai. 
Rekso Hadiprojo mengemukakan bahwa “perencanaan pada 
hakekatnya merupakan usaha memberikan petunjuk pada para pelaksana 
agar mereka selalu bertindak sesuai dengan perencanaan”45 
Selanjutnya, menurut Susilo Martoyo, “pengawasan adalah suatu proses 
untuk menentukan apa yang harus dikerjakan, apa yang sedang dikerjakan, 
nilai proses dan hasil pelaksanaan pekerjaan atau tugas, melakukan koreksi-koreksi 
atas kesalahan-kesalahan atau sesuai rencana sebagainya.”46 
45 Dikutip dari Rekso Hadiprojo dalam “Dasar-Dasar Manajemen”, BPFE, Yogyakarta, 1993, hlm. 53 
46 Susilo Martoyo dalam “Pengetahuan Dasar Manajemen Dan Kepemimpinan”, BPFE, Yogyakarta, 
1988, hlm. 123
31 
2.2. Kerangka Konsep 
2.2.1. Konsep Peran 
Atas dasar uraian di atas, peran DPPKAD Kabupaten Morowali di sini 
ialah segala tindakan DPPKAD baik dalam bentuk kebijakan strategis, 
kebijakan teknis ataupun peran dalam bentuk kerja sama dengan institusi 
lain/SKPD pengelola PAD, yang terkait dengan pengelolaan PAD. 
2.2.2. Konsep Keuangan Daerah 
Keuangan daerah dapat diartikan sebagai: ”semua hak dan kewajiban 
yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa 
uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum 
dimiliki/dikuasai oleh Negara atau Daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak 
lain sesuai ketentuan/peraturan perundang-undangan yang berlaku ” 
(Mamaseh, 1995)47. 
Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daeah dalam 
rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan 
uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan 
dengan hak dan kewajiban daerah tersebut48. 
Semua hak yang dimaksud di sini adalah hak untuk memungut sumber-sumber 
penerimaan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil 
47 Lihat, Halim dalam “Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah”, Penerbit Salemba 
Empat, 2004, hlm 18-20 
48 Lihat poin 6 Pasal 1 Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Pokok - 
pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Morowali.
perusahaan milik daerah, dan lain-lain, dan/atau hak untuk menerima sumber-sumber 
penerimaan lain seperti Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi 
Khusus sesuai peraturan tang ditetapkan. Sedangkan semua kewajiban yang 
dimaksud adalah kewajiban untuk mengeluarkan uang untuk membayar 
tagihan-tagihan kepada daerah dalam rangka penyelenggaraan fungsi 
32 
pemerintahan, infrastruktur, pelayanan umum, dan pengembangan ekonomi. 
Keuangan daerah memiliki ruang lingkup yang terdiri atas keuangan 
daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan. 
Keuangan daerah yang dikelola langsung terdiri atas Anggaran Pendapatan 
dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah. 
Kekayaan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah 
(BUMD). 
Keuangan daerah dikelola melalui manajemen keuangan daerah. 
Manajemen keuangan daerah adalah “pengorganisasian dan pengelolaan 
sumber-sumber daya atau kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk 
mencapai tujuan yang dikehendaki daerah tersebut ”49. Alat untuk 
melaksanakan manajemen keuangan daerah disebut dengan tata usaha 
daerah. 
Menurut Mamaseh (1995), tata usaha keuangan daerah dibagi menjadi 
dua golongan, yaitu tata usaha umum dan tata usaha keuangan. Tata usaha 
umum menyangkut kegiatan surat-menyurat, mengagenda, mengekspedisi, 
49 Lihat, Halim dalam “Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah”, Penerbit Salemba 
Empat, 2004, hlm 20.
meyimpan surat-surat penting atau mengarsipkan serta kegiatan dokumentasi 
lainnya. Sedangkan tata usaha keuangan pada intinya adalah tata buku yang 
merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis di bidang 
keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar tertentu serta 
prosedur-prosedur tertentu sehigga dapat memberikan informasi aktual di 
33 
bidang keuangan. 
Dalam penelitian ini, manajemen keuangan daerah dipersempit menjadi 
pengelolaan pendapatan asli daerah (PAD). Pengelolaan keuangan daerah 
adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, 
penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan 
daerah50. 
Penting untuk diketahui bahwa Pemegang Kekuasaan Pengelolaan 
Keuangan Daerah adalah Kepala Daerah yang karena jabatannya mempunyai 
kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah. 
Kekuasaan pengelolaan keuangan Negara dari Presiden sebagian diserahkan 
kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah untuk 
mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam 
kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Ketentuan tersebut 
berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah yaitu bahwa 
50 Lihat poin 7 (Pasal 1), poin 10, poin 13, poin 14, poin 15, poin 32m dan poin 61 Peraturan Daerah 
Kabupaten Morowali Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah 
Kabupaten Morowali.
gubernur/bupati/walikota bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan 
34 
daerah sebagaio bagian dari kekuasaan pemerinah daerah51. 
Dalam menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah, 
Kepala Daerah membentuk Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah 
(SKPKD). SKPKD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku 
pengguna anggaran/pengguna barang, yang juga melaksanakan pengelolaan 
keuangan daerah. Selanjutnya, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) 
adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang selanjutnya 
disebut dengan kepala SKPKD yang mempunyai tugas melaksanakan 
pengelolaan APBD dan bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah. 
Bendahara Umum (BU) adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitasnya 
sebagai Bendahara Umum Daerah. 
Setiap tahun anggaran, ada yang disebut dengan Rencana Kerja dan 
Anggaran yang disusun oleh setiap SKPD (RKA-SKPD). RKA-SKPD adalah 
dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan, 
rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan 
sebagai dasar penyusunan APBD. RKA-SKPD ini kemudian dibahas pada 
51Selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, Kepala Daerah melimpahkan sebagian 
atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan 
pertanggungjawaban serta pengawasan keuangan daerah kepada Sekretaris Daerah selaku 
koordinator pengelolaan keuangan daerah, Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku 
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), dan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) 
selaku Pejabat Pengguna Anggaran/Barang Dareah. Selengkapnya Lihat di Darise, Nurlan dalam 
PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Pedoman Untuk Eksekutif dan Legislatif, Rangkuman 7 UU, 
30 PP dan 15 Permendagri). Penerbit Indeks Jakarta tahun 2009 edisi 2 hlm 30-33.
saat Musrembang lalu dibahas di DPRD untuk kemudian dibuatkan regulasi 
dalam bentuk peraturan daerah (perda). Perda inilah yang kemudian menjadi 
35 
acuan dalam penuyusunan Domuken Pelaksanaan Anggaran (DPA). 
Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah 
(DPA-PPKD) adalah dokumen pelaksanaan anggaran badan pengelola 
keuangan daerah selaku Bendahara Umum Daerah. 
2.2.3. Konsep Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) 
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 
satu tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 
Desember52. APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah 
yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan 
Perwakilan Rakyat Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD 
terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan anggaran 
pembiayaan. Anggaran pendapatan berasal dari Pendapatan Asli Daerah, 
Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan. 
Sebelum menjadi APBD, berbentuk RAPBD. RAPBD dibahas di DPRD 
untuk kemudian dibuatkan regulasi dalam bentuk peraturan daerah tentang 
APBD53. ABPD ini adalah akumulasi dari seluruh RKA setiap SKPD dalam 
satu tahun anggaran pemerintah daerah. Inilah yang menjadi acuan seluruh 
instansi pemerintah daerah dalam menjalankan urusan pemerintahan sesuai 
52 Lihat Pasal 1 poin 17 dan Pasal 70, dan Pasal 179 UU No 12 Tahun 2008. 
53 Lihat Lampiran 13 tentang Perda ABPD Kabupaten Morowali tahun 2008-2011.
dengan kewenangan masing-masing instansi/SKPD baik itu dalam hal 
pendapatan untuk SKPD pengelola teknis dalam pemungutan PAD, maupun 
36 
urusan belanja dan pembiayaan. 
2.2.4. Konsep Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Otonomi daerah perlu diwujudkan dalam rangka mewujudkan 
kemandirian daerah. Untuk mewujudkan otonomi daerah dibutuhkan 
kecerdasan untuk mengelola segala potensi yang dimiliki daerah untuk 
mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pegelolaan itu mencakup Sumber 
Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA). SDM berkaitan erat 
dengan pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan, informasi dan 
keterampilan. Sedangkan SDA mencakup segala kekayaan alam yang dimiliki 
suatu daerah. Dalam hubungannya dengan peningkatan PAD, kehandalan 
SDM dan kekayaan SDA suatu daerah sangat diperlukan. SDA yang didukung 
dengan SDA yang memadai untuk mengelola kekayaan yang dimiliki daerah 
akan melahirkan daerah dengan PAD yang baik. 
Merujuk pada UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan 
antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, penerimaan daerah 
dalam rangka pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan 
pembiayaan. Pendapatan daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana 
Perimbangan dan lain-lain pendapata. Pembiayaan bersumber dari sisa lebih 
perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan 
daerah dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Sedangkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sendiri bersumber dari Pajak Daerah, 
Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan 
Lain-lain PAD yang Sah54. Artinya, PAD adalah pendapatan tetap pemerintah 
daerah dari berbagai sumber yang ditetapkan dalam peraturan daerah 
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Senada dengan 
itu, Halim (2004:67) menjelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli 
daerah. Lebih jauh, Yani (2002:106)55 menyatakan bahwa ada beberapa hal 
37 
yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan PAD diantaranya: 
1. Memberikan peluang kepada masyarakat untuk memberikan usaha yang 
dapat meningkatkan pendapatan daerah. 
2. Adanya dukungan dan dorongan dari pihak pemerintah untuk mencari dan 
menggali sumber-sumber PAD yang ada di daerah. 
3. Membuka peluang yang seluas-luasnya untuk melakukan berbbagai 
hubungan kemitraan dengan semua pihak baik swasta, investor dan 
kalangan pengusaha dalam memperoleh pendapatan. 
Senada dengan hal itu, Soedjamanto (1999;72) mengemukakan: 
“PAD merupakan potensi yang sangat kuat didalam meningkatkan taraf 
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat yang diperoleh dari berbagai 
pencarian dan pengalian sumber-sumber dana daerah yang 
54 Lebih lengkapnya buka Pasal 5 Ayat (1), (2) dan (3) dan Pasal 6 Ayat (1) dan (2) UU No 33 Tahun 
2004 tentang Perimbangn Keuangan Antara Pemerinntah Pusat dengan Pemerintah Daerah. 
55 Dikutip dari Tesis Charles N Toha, 2010, Universitas Tadulako Palu, Analisis Implementasi 
Kebijakan Retribusi Pasar terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Morowali.
pengelolaannya dapat dilakukan oleh semua pihak yang ada di daerah, 
38 
baik pemerintah, swasta, pengusaha dan lainnya”. 
Sehubungan dengan itu, kebijakan keuangan daerah dengan kebijakan 
keuangan negara perlu disinkronkan karena saling berhubungan erat. 
Hubungan tersebut tidak hanya bersifat keuangan, tetapi juga berhubungan 
dengan faktor-faktor lain seperti penyelenggaraan pemerintahan di daerah. 
Oleh karena itu diperlukan perencanaan. Perencanaan PAD perlu dilakukan 
dengan penuh perhitungan dan pertimbangan yang matang, cepat dan tepat 
serta mempermudah tercapainya tujuan, dengan tetap memperhitungkan 
resikonya. 
Pada dasarnya, setiap pemerintah daerah selalu berupaya seoptimal 
mungkin untuk memperbaharui manajemen pengelolaan PAD mengingat PAD 
adalah cerminan pendapatan masyarakat suatu daerah. Selain itu, pemerintah 
daerah akan dianggap gagal jika hanya mengandalkan bantuan keuangan dari 
pemerintah pusat. Untuk itu perlu adanya rumusan strategi bagi pemerintah 
daerah dalam pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah. Pemerintah 
daerah harus lebih cerdas mengidentifikasi titik-titik yang berpotensi 
meningkatkan PAD. Meningkatnya pendapatan masyarakat jelas 
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sekaligus 
berpengaruh pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Peningkatan PAD 
tidak terlepas dari kemampuan pemerintah dalam membina masyarakat dan 
unsur swasta dalam mewujudkan berbagai bidang usaha, yang pada 
gilirannya berperan besar dalam pemasukkan di kas daerah.
39 
2.2.4.1. Pajak Daerah 
Menurut Sunarto (2005:15), pajak daerah merupakan pajak yang 
dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang 
berguna untuk menunjang penerimaan pendapatan asli daerah dan hasil 
penerimaan tersebut masuk di dalam APBD. 
Berdasarkan UU No 34 Tahun 2000, dari segi kewenangan pemungutan 
pajak atas objek pajak di daerah, dibagi atas dua hal yaitu pajak daerah yang 
dipungut oleh pemerintah provinsi dan pajak daerah yang dipungut oleh 
pemerintah Kabupaten atau kota. 
Pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah Provinsi adalah pajak yang 
kewenangan pungutannya terdapat pada pemerintah daerah provinsi. Pajak 
provinsi terbagi atas beberapa jenis yaitu, pajak Kendaraan Bermotor dan 
Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di 
Atas Air, pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan pajak Pengambilan dan 
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. 
Pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah Kabupaten/kota adalah 
pajak yang kewenangan pemungutan ada pada pemerintah daerah kabupaten 
atau kota. Berdasarkan UU Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah, jenis 
pajak kabupaten atau kota ditetapkan sebanyak tujuh, yaitu pajak Hotel, pajak 
Restoran, pajak Hiburan, pajak Reklame, pajak Penerangan Jalan, pajak
Pengambilan Bahan Galian Golongan C, dan pajak Parkir56. Namun dalam 
40 
penelitian dibatasi hanya pada pajak daerah Kabupaten. 
Selain itu, kehadiran Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang 
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah membuka peluang sebesar-besarnya 
kepada daerah untuk meningkatkan PAD. Ada pajak-pajak baru yang 
kewenangan pemungutannya diserahkan kepada daerah kabupaten sebagai 
sumber penerimaaan PAD bagi pemerintah daerah. Pajak-pajak baru yang 
sebelumnya menjadi kewenangan pemerintah pusat itu terdiri dari pajak bumi 
dan bangunan (PBB) perdesaan dan perkotaan, dan bea perolehan hak atas 
tanah dan bangunan (BPHTB). 
2.2.4.2. Retribusi Daerah 
Selain pajak daerah, penerimaan pemerintah daerah yang 
diperuntukkan dalam peyelenggaraan urusan pemerintah daerah berasal dari 
retribusi daerah. Namun, untuk retribusi tiap daerah memiliki potensi yang 
berbeda satu sama lain, untuk itu pemerintah daerah harus dapat melihat 
peluang apa saja yang dapat dilakukan dalam menggali penerimaan dari 
retribusi untuk menunjang penerimaan. 
Menurut Siahaan (2005:5), retribusi adalah pembayaran wajib dari 
penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh 
56 UU No 34 Tahun 2000 ini adalah pengganti UU No 18 Tahun 1997. UU No 34 Tahun 2000 
kemudian diganti dengan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. 
Pencantuman UU No 34 Tahun 2000 dalam tulisan ini karena dianggap masih relevan dan tidak 
bertentangan dengan UU No 28 Tahun 2009.
negara bagi penduduknya secara perorangan. Namun tidak semua jasa yang 
diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya. Tetapi, hanya 
jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial-ekonomi layak 
41 
dijadikan sebagai objek retribusi. 
Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak 
Daerah dan Retribusi Daerah, pungutan daerah dalam bentuk retribusi 
digolongkan menjadi tiga, yaitu golongan retribusi jasa umum, retribusi jasa 
usaha dan retribusi perizinan tertentu. 
Retribusi jasa umum terdiri dari 14 jenis retribusi, retribusi jasa usaha 11 
jenis dan retribusi perizinan tertentu ada 4 jenis yaitu izin mendirikan bangunan 
(IMB), izin tempat penjualan minuman beralkohol, izin gangguan (HO), izin 
trayek dan izin usaha perikanan. 
Jelas bahwa jenis pajak daerah dibatasi. Sedangkan untuk retribusi 
daerah masih dimungkinkan jenis lain apabila ditetapkan dalam peraturan 
pemerintah (PP). Khususnya retribusi perizinan tertentu, berdasarkan pasal 
150 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, jenis retribusi selain yang 
ditetapkan itu masih memungkinkan untuk menetapkan jenis retribusi lain 
sepanjang memenuhi kriteria. 
Kriteria yang dimaksud yaitu perizinan tersebut termasuk kewenangan 
pemerintah yang diserahkan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan asas 
desentralisasi, perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi 
kepentingan umum, dan biaya yang menjadi beban daerah dalam
penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulanginya dampak 
negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari 
42 
retribusi, ditetapkan dengan peraturan pemerintah. 
2.2.4.3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 
Penerimaan pendapatan daerah dari pengelolaan kekayaan daerah 
yang dipisahkan ialah penerimaan pendapatan yang berasal dari laba BUMD 
dan hasil kerja sama pemerintah daerah dengan pihak ketiga. Jenis hasil 
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan jika dirinci menurut objek 
pendapatan mencakup57: 
 bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik 
daerah/BUMD 
 bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik 
pemerintah/BUMN 
 bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta 
atau kelompok usaha masyarakat. 
2.2.4.4. Lain-lain PAD yang sah 
Penerimaan pendapatan daerah yang terakhir ialah melalui pendapatan 
lain-lain daerah yang sah58, yakni meliputi: 
 Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan 
57 Lihat, Pasal 26 ayat 3 Permendagri No 59 Tahun 2007 (Perubahan Permendagri No 13 Tahun 
2006) tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah 
58 Lihat, Pasal 6 ayat 2 UU No 33 Tahun 2004.
43 
 Jasa giro 
 Pendapatan bunga 
 Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing 
 Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan 
dan/atau jasa oleh Daerah. 
PENGELOLAAN 
PAD 
PENGAWASAN 
PENATAUSAHAAN 
Gambar 2.1. 
PELAKSANAAN 
(2) 
ATAS 
(3) 
Bagan Indikator Pengelolaan PAD 
PERENCANAAN 
TARGET (1) 
2.3. Hasil Penelitian yang Relevan 
PELAPORAN DAN 
EVALUASI (4) 
Penelitian ini bukanlah yang pertama. Beberapa peneliti sebelumnya telah 
mengangkat topik/objek penelitian yang sama dengan topik/objek penelitian penulis. 
Dari hasil kegiatan pra penelitian, penulis menemukan informasi bahwa ada 
beberapa orang peneliti sebelumnya yang telah melakukan penelitian di DPPKAD 
Kabupaten Morowali dalam jarak waktu yang relatif berdekatan yaitu tahun 2010 dan 
2011 dengan topik/objek penelitian yang hampir sama sebagaimana yang penulis 
uraikan di bawah ini. Hasil-hasil penelitian itu penulis jadikan sebagai rujukan untuk
menambah referensi dan memperkaya analisis. Berikut ini adalah beberapa hasil 
penelitian sebelumnya yang memiliki keterkaitan erat dengan objek penelitian 
44 
penulis. 
Pertama, laporan Akhir Program D4 Keuangan Daerah, “Implementasi 
Kebijakan Pengelolaan Retribusi Pasar dalam Meningkatkan PAD di Kabupaten 
Banggai Provinsi Sulawesi Tengah” oleh Syamsul Bahri Lanta dari IPDN. Dari hasil 
analisis dan pembahasan yang dilakukan penulis, diperoleh suatu gambaran umum 
bahwa pelaksanaan kebijakan pengelolaan retribusi pasar sebagai salah satu 
komponen PAD di Kabupaten Banggai sudah cukup baik. Dari distribusi jawaban 
responden/masyarakat terhadap sub variabel (dimensi tujuan kebijakan) yang 
dilakukan menunjukkan bahwa dimensi tujuan kebijakan belum berjalan sesuai yang 
diharapkan. Penyebabnya, masyarakat/pedagang sebagai pihak yang menggunakan 
jasa pasar belum mengetahui secara jelas tujuan dari program. Komunikasi antara 
pelaksana kebijakan dengan sasaran kebijakan kurang baik. Petugas pemungut 
dalam menyampaian informasi ataupun kegiatan sosialisasi program tidak berjalan 
sesuai yang diharapkan. 
Oleh karena itu, penulis menyarankan agar Pemerintah Daerah harus 
menyikapi kondisi ini dengan melakukan sosialisasi program kepada masyarakat 
tentang penjelasan tujuan dari program raining of trainers (ToT) yakni peningkatan 
keterampilan dan pengetahuan, sehingga dapat mengoptimalkan penarikan retribusi 
dengan baik sebagai salah satu komponen PAD. 
Kedua, laporan Penelitian Lembaga Pusat Pengkajian Kebijakan dan Otonomi 
Daerah, “Optimalisasi Pengelolaan Sumber-Sumber PAD Kabupaten Morowali” oleh
Drs Darwis, M.Si dkk. Dari hasil penelitian itu menunjukkan bahwa potensi retribusi 
pasar cukup besar sementara realisasi penerimaan retribusi ini masih kecil. Oleh 
karena itu, penulis menyarankan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan 
45 
dalam pengelolaan retribusi pasar guna meningkatkan penerimaan PAD yaitu: 
a. peningkatan perencanaan, koordinasi, pengawasan; 
b. peningkatan kualitas (pengetahuan dan keterampilan) pengelola retribusi 
pasar untuk membangun kreativitas pengelola pasar yang professional di 
masa yang akan datang; 
c. pengelolaan retribusi pasar diserahkan ke aparatur pemerintah 
Kecamatan; 
d. kelengkapan fasilitas pasar seperti air dan penerangan yang memadai; 
e. mengoptimalkan potensi-potensi pasar seperti lahan, petak dan pelataran; 
f. memperbaiki penataan pasar sehingga nyaman dan indah. 
Ketiga, laporan Penelitian PT Esa Pratama Cipta Celebes Konsultan, 
“Optimalisasi Pengelolaan Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten 
Morowali” oleh Konsultan Manajemen Perencanaan. Hasil penelitian itu menunjukkan 
bahwa optimalisasi pengelolaan retribusi pasar terutama dalam hal pemungutan 
retribusi pasar sangat perlu dilakukan mengingat nilai pemasukan dari sektor retribusi 
pasar bagi PAD cukup besar. Dari hasil survey lapangan diperoleh data bahwa 
sebagian besar pasar tradisonal yang bersifat swabangun maupun pasar inpres 
(pasar permanen) yang dibangun oleh pemerintah belum cukup memadai. Hal ini 
sangat mempengaruhi pengelolaan pungutan retribusi. Akibatnya, di beberapa pasar, 
pungutan retribusi pasar tidak dilakukan secara rutin, bahkan ada beberapa
pedagang yang tidak dikenakan biaya retribusi tempat berjualan. Selain itu, di 
46 
beberapa pasar tradisonal tidak dikenakan pungutan apa pun. 
Keempat, hasil penelitian untuk penyusunan Tesis, “Analisis Implementasi 
Kebijakan Retribusi Pasar Terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten 
Morowali” oleh Charles N Toha dari Universitas Tadulako Palu tahun 2010. 
Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mengungkapkan bahwa hampir sebagian 
besar aparat pemungut retribusi pasar belum maksimal melaksanakan tugasnya 
dengan baik. Hal ini disebabkan antara lain masih minimnya pengetahuan petugas 
dan tingkat pendidikan rata-rata masih SLTA bahkan ada yang SLTP, kurangnya 
dukungan dana operasional serta tidak adanya pemberian insentif. Kondisi ini 
mengakibatkan semakin lemahnya mental aparat pelaksana karena apa yang harus 
dikerjakan tidak akan sebanding dengan apa yang mereka dapatkan. Ini berarti 
bahwa pelaksanaan kebijakan retribusi pasar dalam meningkatkan pendapatan asli 
daerah belum baik. 
Sehubungan dengan hal itu, Charles menyarankan kepada pemerintah 
bahwa dalam rangka peningkatan PAD perlu adanya pemberian insentif serta 
dukungan dana operasional, sarana dan prasarana yang memadai sehingga dapat 
meningkatkan kinerja. Selain itu, menurutnya, dalam proses pemungutan retribusi 
daerah, utamanya retribusi pasar yang harus dilakukan oleh aparat Dinas PPKAD 
Kabupaten Morowali, adalah: 
a. meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi daerah; 
b. melakukan intensifikasi data melalui pemutakhiran data; 
c. frekuensi jam kerja pemungutan ditingkatkan/ditambah;
d. setiap bulan secara periodik mengadakan evaluasi permasalahan dan 
47 
hambatan yang terjadi dilapangan, dan 
e. mengubah Perda yang sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang dan 
meningkatkan kesejahteraan aparat pemungut. 
Keenam, hasil penelitian untuk Skripsi, ”Optimalisasi Pengelolaan Pendapatan 
Asli Daerah Pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah 
Kabupaten Morowali” oleh Rena Kamaruddin Program Studi Ilmu Pemerintahan 
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako tahun 2011. Dalam 
penelitian ini, penulis menggunakan satu variabel yaitu, optimalisasi pengelolaan 
PAD dengan indikatornya yaitu perencanaan pemerintah setempat, kerjasama yang 
dilakukan, pelaksanaan dan pengawasan dari pemerintah daerah. Indikator ini 
dirumuskan dengan menggunakan teori manajemen G.R. Terry. 
Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, Rena menemukan fakta 
bahwa, dalam penentuan target PAD diperoleh gambaran bahwa pelaksanaan 
perencanaan penentuan target yang terkait dalam pengelolaan pendapatan asli 
daerah sudah sesuai dengan data potensi sumber PAD. Dari 10 responden 4 orang 
atau 40% menyatakan sesuai, 3 orang atau 30% menyatakan cukup sesuai dan 3 
orang atau 30% menyatakan kurang sesuai karena aparatur DPPKAD sendiri turun 
langsung mencari informasi. Akan tetapi fakta di lapangan menunjukkan dalam 
perencanaan penentuan target PAD Kabupaten Morowali masih belum sesuai. 
Setelah melakukan pembahasan dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk 
dimasukkan ke dalam RAPBD dan dibahas oleh DPRD untuk menjadi APBD masih 
terdapat perubahan anggaran dari target yang telah ditentukan. Menurut Rena, hal ini
menunjukkan bahwa proses pengumpulan atau penyampaian informasi/data 
mengenai potensi penerimaan PAD masih belum begitu akurat sehingga penentuan 
48 
perencanaan target PAD tidak didasarkan pada data yang ril. 
Dari indikator kerjasama, Rena mengungkapkan bahwa pelaksanaan 
hubungan kerjasama yang dilakukan oleh DPPKAD dengan isntansi pemerintah yang 
lain dalam rangka meningkatkan penerimaan PAD Kabupaten Morowali adalah baik. 
Dari 10 responden 6 orang atau 60% menyatakan baik, 3 orang atau 30% 
menyatakan cukup baik dan 1 orang atau 10% menyatakan kurang baik. 
Bentuk kerjasama yang dilakukan DPPKAD dengan instansi pemerintah yang 
lain misalkan penyampaian laporan data realisasi pendapatan daerah dari SKPD 
maupun UPTD melalui rapat evaluasi terhadap realisasi pendapatan yang dilakukan 
per 3 bulan, yang dilanjutkan dengan monitoring bersama terhadap hasil evaluasi 
pendapatan. Selain itu Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah 
juga melakukan hubungan kerjasama dengan dinas lain melalui penagihan secara 
tim terhadap objek-objek yang berpotensi besar misalkan dalam penagihan pajak 
terhadap perusahaan-perusahaan pertambangan yang ada di Kabupaten Morowali. 
Sehingga dapat disimpulkan hubungan kerjasama yang dilakukan dinas Pendapatan, 
Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dengan dinas-dinas lain sudah baik. 
Dari indikator Pelaksanaan, Rena menemukan bahwa prosedur pelaksanaan 
penerimaan dan penyetoran PAD sudah baik. Dari 10 responden 5 orang atau 50% 
menyatakan baik. 1 orang atau 10% menyatakan sangat baik dan 4 orang atau 40% 
menyatakan cukup baik.
Dari indikator Pengawasan, ditemukan bahwa tingkat pengawasan dalam 
pengelolaan PAD pada DPPKAD cukup baik. Dari 10 responden 7 orang atau 70% 
menyatakan cukup diawasi, 1 orang atau 10% menyatakan diawasi dan 2 orang atau 
20% menyatakan kurang diawasi. Bentuk pengawasan yang dilakukan seperti rapat 
evaluasi yang dilakukan per 3 bulan bersama SKPD dan UPTD serta membahas 
kendala-kendala yang didapatkan dilapangan apabila hasil yang dicapai tidak 
49 
mencapai target. 
Bentuk pengawasannya juga dilakukan melalui penyetoran langsung hasil 
penerimaan ke rekening PAD Kabupaten Morowali dan setiap hasil setoran tersebut 
juga akan dibahas dalam rapat evaluasi, sehingga dalam bentuk pengawasan seperti 
diatas akan dapat menghasilkan kemungkinan terjadinya kecurangan sangat kecil. 
Akan tetapi berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, belum ada transparansi 
pemanfaatan atas hasil PAD tersebut walaupun pengawasan pengelolaannya sudah 
dilakukan seoptimal mungkin. Dapat dilihat dari hasil pembangunan Kabupaten 
Morowali yang masih belum begitu nampak maksimal, baik pembangunan fisik 
maupun pembangunan sumber daya manusianya. Selain itu, Rena juga 
mengungkapkan beberapa kendala yang dihadapi dalam optimalisasi pengelolaan 
PAD yakni aktualisasi data, sumber daya pengelola dan tingkat kesadaran 
masyarakat. Data potensi penerimaan PAD Kabupaten Morowali masih belum akurat, 
kebanyakan masih merupakan data yang lama. Akibatnya, dalam perencanaan 
penentuan target PAD Kabupaten Morowali masih terdapat perubahan anggaran dari 
target yang telah ditentukan.
Faktor personil atau sumber daya pengelola yang masih rendah. Ini nampak 
dari tingkat pendidikan aparatur DPPKAD dari jumlah pegawai yang berpendidikan 
setingkat SMA 62,5 % atau 130 orang dari pegawai keseluruhan DPPKAD. Oleh 
karena itu, DPPKAD telah mengupayakan melakukan pelatihan-pelatihan kepada 
semua pegawainya. Dari segi tingkat kesadaran masyarakat dalam membayar pajak 
dan retribusi,juga masih sangat rendah. Dapat terlihat dari 91.839 Wajib Pajak 
Kabupaten Morowali yang membayar hanya 81.747 Wajib Pajak. Hal ini dikarenakan 
50 
masih kurangnya sosialisasi yang dilakukan DPPKAD kepada masyarakat. 
Indkator Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD: 
1. Perencanaan Target 
2. Pelaksanaan Pemungutan 
3. Pengawasan Penatausahaan 
4. Pelaporan dan Evaluasi Realisasi PAD 
Gambar 2.2. 
Bagan Kerangka Konsep 
Landasan Hukum: 
1. UUD RI 1945 4. UU No 28/2009 
2. UU No 12/2008 5. Perda Kab. Morowali No 10/2009 
3. UU No 33/2004 6. Perbup Morowali No 14/2008 
Pengelolaan 
PAD 
Landasan Teori 
1. Role Theory 
2. POACE 
Faktor-faktor yang 
mempengaruhi: 
 pendukung 
 penghambat
51 
BAB III 
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 
3.1. Keadaan Geografis 
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun 1999, Kabupaten Morowali 
merupakan salah satu daerah otonom yang terbentuk bersama dua kabupaten 
lainnya di Sulawesi Tengah yakni Kabupaten Buol dan Kabupaten Banggai 
Kepulauan. 
Kabupaten ini sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Poso. 
Wilayahnya membentang dari arah tenggara ke barat dan melebar ke bagian timur 
serta berada di daratan Pulau Sulawesi dan wilayah lainnya terdiri dari pulau-pulau 
kecil. Bagian paling utara terdapat wilayah Kecamatan Mamosalato dan Bungku 
Utara, di bagian paling selatan terdapat wilayah Kecamatan Menui Kepualauan, yang 
terdiri dari beberapa pulau besar dan pulau kecil. Sedangkan di bagian timur adalah 
perairan Teluk Tolo serta bagian paling barat terdapat wilayah Kecamatan Moro Atas. 
Dilihat dari posisi di permukaan bumi, wilayah Kabuapten Morowali terletak 
pada pesisir pantai di perairan Teluk Tomori dan Teluk Tolo, serta kawasan lainnya 
terletak di kawasan hutan dan lembah pegunungan. 
Pada tahun 2004, Kabupaten Morowali mengalami pemekaran sehingga 
Kecamatan yang semula berjumlah 10 menjadi 13 Kecamatan dan pada tahun 2009 
bertambah lagi satu Kecamatan sehingga berjumlah 14 Kecamatan59. Kecamatan 
Bungku Utara dimekarkan menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Bungku Utara 
dan Kecamatan Mamosalato. Bungku Barat dimekarkan menjadi tiga kecamatan 
59 Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali.
yaitu Kecamatan Bungku Barat, Bumi Raya, dan Wita Ponda. Mori Atas dimekarkan 
menjadi Kecamatan Mori Atas dan Mori Utara. Kemudian tahun 2011 bertambah 
menjadi 18 Kecamatan dengan tambahan Kecamatan Bungku Pesisir dengan Ibu 
Kota Lafeu, Kecamatan Bungku Timur dengan Ibu Kota Kolono, Kecamatan Petasia 
Timur dengan Ibu Kota Bungintimbe, dan Kecamatan Lembo Raya dengan Ibu Kota 
52 
Petumbea60. 
3.1.1. Batas dan Luas Wilayah 
Secara administratif, Kabupaten Morowali memiliki batas-batas wilayah 
sebagai berikut: 
 Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Tojo Una-Una 
 Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara 
dan Sulawesi Selatan 
 Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Banggai dan 
Perairan Teluk Tolo 
 Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, 
Sulawesi Tenggara, Kabupaten Poso, dan Kabupaten Tojo Una-Una. 
Belahan utara wilayah ini terdiri dari Kecamatan Mamosalato, Bungku 
Utara, Petasia, dan Soyo Jaya. Belahan Selatan terdiri dari Kecamatan 
Menui Kepulauan, Bungku Selatan dan Bahodopi. Di belahan barat terdapat 
Kecamatan Lembo dan Moro Atas. Sedangkan di belahan timur terdapat 
Kecamatan Bungku Tengah, Bungku Barat, Bumi Raya, dan Witaponda. 
60 Data ini penulis peroleh dari diskusi dengan pegawai BPS. Empat kecamatan tersebut belum diinput 
dalam data Morowali Dalam Angka 2011 karena masih menggunakan data 2010. Sedangkan buku 
Morowali Dalam Angka 2012 belum diterbitkan karena datanya belum rampung.
Luas daratan Kabupaten Morowali kurang lebih 15.490,12 km2 atau 
sekitar 22,77 % dari luas daratan Propinsi Sulawesi Tengah. Luas wilayah 
Kabupaten Morowali menempati urutan pertama bila dibandingkan dengan 
luas daratan kabupaten/kota lainnya di Sulawesi Tengah. Perhatikan tabel 
53 
berikut: 
Tabel 3.1. 
Perbandingan Luas Daratan Kabupaten Morowali dengan Kabupaten/Kota lainnya di Sulawesi 
Tengah, Tahun 2010 
No Kabupaten/Kota Luas (km2) Persentase 
1 Banggai Kepulauan 3.214,46 4,73 
2 Banggai 9.672, 70 14,22 
3 Morowali 15.490,12 22,77 
4 Poso 8.712,25 12,81 
5 Tojo Una-Una 5.721,51 8,41 
6 Donggala61 10.471,71 15,39 
7 Parigi Moutong 6.231,85 9,16 
8 Toil-Toli 4.079,77 6,00 
9 Buol 4.043,57 5,94 
10 Palu 395,06 0,58 
Sulawesi Tengah 68.033,00 100,00 
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali 
Wilayah Kabupaten Morowali terdiri dari 18 Kecamatan dengan wilayah 
daratan yang terluas adalah Kecamatan Bungku Utara yaitu 2.406,79 km2 atau 
15,54 % dari luas daratan Kabupaten Morowali. Wilayah daratan terkecil 
61 Termasuk luas wilayah Kabuapten Sigi.
adalah Menui Kepulaun dengan luas 223,63 km2 atau 1,44 % dari total luas 
54 
daratan Kabupaten Morowali. Perhatikan tabel berikut ini. 
Tabel 3.2. 
Luas Wilayah Daratan Kabupaten Morowali menurut Kecamatan, 2010 
No Kecamatan 
Luas (km2) Persentase 
1 Menui Kepulaun 223,63 1,44 
2 Bungku Selatan 1.271,19 8,21 
3 Bahodopi 1.080,98 6,98 
4 Bungku Tengah 1.112,80 7,18 
5 Bungku Barat 758,93 4,90 
6 Bumi Raya 504,77 3,26 
7 Witaponda 519,70 3,36 
8 Lembo 1.332,84 8,60 
9 Mori Atas 1.508,81 9,79 
10 Mori Utara 1.048,93 6,77 
11 Petasia 1.635,24 10,56 
12 Soyo Jaya 605,51 3,91 
13 Bungku Utara 2.406,79 15,54 
14 Mamosalato 1.480,00 9,55 
Kabupaten Morowali 15.490,12 100,00 
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali. 
Hingga akhir tahun 2010, Kabupaten Morowali terdiri dari 240 Desa 
dengan topografi 169 desa/kelurahan berupa tanah datar dan 71 
desa/kelurahan berupa perbukitan. Secara geografis, 132 desa di antaranya 
berbatasan dengan pantai, 14 desa terletak di sekitar daerah aliran 
sungai/lembah, 29 desa berada di daerah perbukitan/lereng dan 65 desa 
lainnya terletak di daerah daratan. Lihat tabel 3.3. 
3.1.2. Letak dan Jarak Tempat 
Kabupaten Morowali terletak antara 01031’12” LS dan 03046’48” LS 
serta antara 121002’24” BT dan 123015’36” BT. Pada saat dibentuk, ibukota
Kabupaten Morowali bertempat di Kolonodale. Namun berdasarkan UU No 51 
tahun 1999, ibukota definitif, yakni di Bungku (Bungku Tengah) telah 
difungsikan kembali. Bungku berbatasan dengan Perairan Teluk Tolo 
sehingga dapat dicapai melalui laut, darat, atau kombinasi keduanya sesuai 
dengan keadaan geografis wilayah lainnya. Jarak antara Bungku dengan 
ibukota kecamatan baik melalui darat maupun laut dapat dilihat pada tabel 3.4. 
55 
Tabel 3.3. 
Banyaknya Desa menurut Kecamatan dan Letak Geografis, 2010 
No Kecamatan Pantai Lembah/DAS Lereng/Punggung 
Bukit 
Dataran Jumlah 
1 Menui Kepulaun 19 - - - 19 
2 Bungku Selatan 32 - 1 - 33 
3 Bahodopi 10 - - 2 12 
4 Bungku Tengah 23 - 1 5 29 
5 Bungku Barat 9 - - 1 10 
6 Bumi Raya 5 - 3 5 13 
7 Witaponda 4 - - 5 9 
8 Lembo - 3 7 14 24 
9 Mori Atas - 2 4 6 12 
10 Mori Utara - - 2 6 8 
11 Petasia 13 4 2 9 28 
12 Soyo Jaya 3 1 5 - 9 
13 Bungku Utara 8 - 2 10 20 
14 Mamosalato 6 4 2 2 14 
Kabupaten 
Morowali 
132 14 29 65 240 
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali. 
Tabel 3.4. 
Jarak Ibu Kota Kabupaten dengan Ibu Kota Kecamatan 
No Ibu Kota 
Kabupaten 
Kecamatan/Ibu 
Kota 
Jarak Melalui Ditempuh dengan 
Darat (Km) Laut (Mil) Kedaraan 
1 Bungku Menui Kepulaun/ 
Ulunambo 
- 
… 
99 
64 
Laut 
Darat+Laut 
2 - Bungku Selatan/ 
Kaleroang 
- 
… 
44 
- 
Laut 
Darat+Laut 
3 - Bahodopi/ 
Bahodopi 
41 - 
Darat 
4 - Bungku Tengah/ 
Bungku 
0 
- 
0 
- 
Darat 
Laut
56 
Tabel 3.4. (lanjutan) 
5 - Bungku Barat/ 
Wosu 
27 - Darat 
6 - Bumi Raya/ 
Bahonsuai 
48 - Darat 
7 - Witaponda/ 
Lantula Jaya 
61 - Darat 
8 - Limbo/ 
Beteleme 
149 - Darat 
9 - Mori Atas/ 
Tomata 
200 - Darat 
10 - Mori Utara/ 
Mayumba 
221 - Darat 
11 - Petasia/ 
Kolonodale 
115 - Darat 
- Soyo Jaya/ 
Lembasumara 
115 15 Darat+Laut 
13 - Bungku Utara/ 
Baturube 
115 45 Darat+Laut 
14 - Mamosalato/ 
Tanasumpu 
161 45 Darat/Laut 
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali. 
3.2. Keadaan Demografis 
3.2.1. Persebaran dan Kepadatan Penduduk 
Dari hasil registrasi penduduk dan juga hasil Sensus Penduduk 
(SP2010) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Morowali setiap 
tahunnya selalu bertambah. Jumlah penduduk Kabupaten Morowali tahun 2004 
tercatat 166.477 jiwa, tahun 2005 tercatat 170.200 jiwa, tahun 2006 tercatat 
178.328 jiwa, tahun 2007 tercatat 190.012 jiwa, tahun 2008 tercatat 198.998 
jiwa, pada akhir tahun 2009 tercatat 203.864 jiwa, dan pada saat Sensus 
Penduduk 2010 tercatat sebesar 206.322 jiwa. Ditinjau dari jenis kelaminnya, 
pada akhir tahun 2009 jumlah laki-laki lebih besar dari pada perempuan yaitu 
104.074 jiwa dibanding 99.790 jiwa dengan rasio jenis kelamin 104,29. Pada
tahun 2010 jumlah laki-laki 107.006 jiwa sedangkan perempuan berjumlah 
57 
99.316 jiwa dengan rasio jenis kelamin 107,74. Perhatikan tabel berikut ini. 
Tabel 3.5. 
Jumlah Penduduk menurut Kecamatan, Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin, 2007-201062 
No Kecamatan Laki-laki Perempuan Rasio Jenis 
Kelamin 
1 Menui Kepulaun 5.920 6.144 96,35 
2 Bungku Selatan 8.677 8.596 100,94 
3 Bahodopi 3.508 3.086 113,67 
4 Bungku Tengah 14.242 13.532 105,25 
5 Bungku Barat 5.321 4.772 111,50 
6 Bumi Raya 5.960 5.528 107,81 
7 Witaponda 8.820 8.122 108,59 
8 Lembo 10.677 9.623 110,95 
9 Mori Atas 5.540 4.878 113,57 
10 Mori Utara 3.627 3.192 113,63 
11 Petasia 17.556 16.149 108,71 
12 Soyo Jaya 4.281 3.603 118,82 
13 Bungku Utara 7.569 7.130 106,16 
14 Mamosalato 5.308 4.961 106,99 
Kabupaten Morowali 
2010 
2009 
2008 
2007 
107.006 
104.074 
101.481 
97.349 
99.316 
99.790 
97.517 
92.680 
107,74 
104,29 
104,06 
105,02 
Penduduk Morowali tahun 2010 saat Sensus Penduduk 2010 tersebar 
di 14 kecamatan dengan penduduk terbanyak berada di Kecamatan Petasia 
dengan jumlah 33.705 jiwa atau sekitar 16,34% dari total penduduk. 
Sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Bohodopi dengan 
jumlah 6.594 jiwa atau sekitar 3,20% dari total penduduk. 
62 Sumber: Registrasi Penduduk 2006-2009/Population Registration 2006-2009 Sensus Penduduk 
2010/Popuation Census 2010.
58 
Tabel 3.6. 
Penyebaran Penduduk Menurut Kecamatan, 2007-2010 
No Kecamatan Jumlah Penduduk % terhadap 
penduduk 
kabupaten 
1 Menui Kepulaun 12.064 5,85 
2 Bungku Selatan 17.273 8,37 
3 Bahodopi 6.594 3,20 
4 Bungku Tengah 27.774 13,46 
5 Bungku Barat 10.093 4,89 
6 Bumi Raya 11.488 5,57 
7 Witaponda 16.942 8,21 
8 Lembo 20.300 9,84 
9 Mori Atas 10.418 5,05 
10 Mori Utara 6.819 3,31 
11 Petasia 33.705 16,34 
12 Soyo Jaya 7.884 3,82 
13 Bungku Utara 14.699 7,12 
14 Mamosalato 10.269 4,98 
Kabupaten 
Morowali 
2010 
2009 
2008 
2007 
206.322 
203.864 
198.998 
190.012 
100,00 
100,00 
100,00 
100,00 
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali. 
Pada akhir tahun 2010 di Kabupaten Morowali terdapat 50.747 rumah 
tangga/KK, sehingga rata-rata jumlah penduduk setiap rumah tangga/KK 
adalah 4 jiwa per rumah tangga/KK. 
Dari segi kepadatan penduduk, Kecamatan Menui Kepulauan 
merupakan daerah terpadat yaitu 54 jiwa/ per km2 dan dua kecamatan lain 
yakni Kecamatan Bungku Utara dan Kecamatan Bahodopi dengan kepadatan 
paling rendah yaitu 6 jiwa per km2. Secara umum kepadatan penduduk di 
Morowali pada tahun 2010 sebesar 13 jiwa.km2.
59 
Tabel 3.7. 
Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan, 2007-2011 
No Kecamatan Jumlah 
Penduduk 
Luas 
Wilayah 
Kepadatan Penduduk 
Per km2 
1 Menui Kepulaun 12.064 223,63 54 
2 Bungku Selatan 17.273 1.271,19 14 
3 Bahodopi 6.594 1.080,98 6 
4 Bungku Tengah 27.774 1.112,80 25 
5 Bungku Barat 10.093 758,93 13 
6 Bumi Raya 11.488 504,77 23 
7 Witaponda 16.942 519,70 33 
8 Lembo 20.300 1.332,84 15 
9 Mori Atas 10.418 1.508,81 7 
10 Mori Utara 6.819 1.048,93 7 
11 Petasia 33.705 1.635,24 21 
12 Soyo Jaya 7.884 605,51 13 
13 Bungku Utara 14.699 2.406,79 6 
14 Mamosalato 10.269 1.480,00 7 
Kabupaten 
Morowali 
2010 
2009 
2008 
2007 
206.322 
203.864 
198.998 
190.012 
15.490,12 
15.490,12 
15.490,12 
15.490,12 
13 
13 
13 
12 
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali. 
3.2.2. Tenaga Kerja dan Transmigrasi 
Pengangguran sebagai salah satu masalah yang ditimbulkan dalan 
dunia ketenagakerjaan sudah menjadi masalah nasional yang hingga kini 
masih sulit pemecahannya. Dalam teorinya, masalah ini terjadi karena adanya 
ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk yang pesat yang 
berpengaruh pada pertambahan jumlah pencari kerja setiap tahun dengan 
jumlah lapangan kerja yang tersedia. Di Kabupaten Morowali berdasarkan data 
pencari kerja yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial, 
tahun 2010 jumlah pencari yang belum tersalurkan sudah menurun karena 
sudah ditempatkan berdasarkan komposisinya. Adapun pencari kerja yang
masih terdaftar terdiri dari lulusan SLTA (43,09%), Diploma (27,42%) dan 
60 
Sarjana (28,93%). Sisanya adalah lulusan SD dan SLTP. 
Tabel 3.8. 
Jumlah Pencari Kerja dan Lowongan Pekerjaan menurut Jenis Kelamin, 201063 
No Uraian Laki-laki Perempuan Jumlah 
1 Sisa Pencari Kerja dari Tahun Lalu 2.274 3.469 5.743 
2 Pencari Kerja yang Terdaftar (sisa 
tahun lau+tahun ini) 
3.173 4.871 8.044 
3 Ditempatkan Tahun ini 161 155 316 
4 Dihapuskan Tahun ini 104 242 346 
5 Pencari Kerja yang Belum 
Ditempatkan 
2.908 4.474 7.382 
6 Sisa Lowongan dari Tahun lalu - - - 
7 Permintaan Lowongan Tahun ini 161 155 376 
8 Pemenuhan Lowongan Tahun ini 161 155 376 
9 Penghapusan Lowongan 
- - - 
10 Sisa Lowongan yang Belum 
Terpenuhi 
- - - 
Kabupaten Morowali 
2010 
… 
… 
… 
Tabel 3.9. 
Pencari Kerja yang Masih Terdaftar menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, 2007-2010 
No Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah 
1 SD 
6 2 8 
2 SLTP 
29 4 33 
3 SLTA 
1.341 1.840 3.181 
4 D1-D3 
608 1.416 2.024 
5 SARJANA 
924 1.212 2.136 
Kabupaten Morowali 
2010 
2009 
2008 
2007 
2.908 
2.274 
1.009 
1.726 
4.474 
3.469 
1.674 
1.999 
7.382 
5.743 
2.683 
3.725 
63 Sumber data pada Tabel 3.8.-3.10. ini diambil dari Dinas Nakertranssos Kabupaten Morowali.
61 
Tabel 3.10. 
Penempatan Pencari Kerja yang Masih Terdaftar menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis 
Kelamin, 2007-2010 
No Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah 
1 SD 
- - - 
2 SLTP 
5 - 5 
3 SLTA 
20 5 26 
4 D1-D3 
- - - 
5 SARJANA 
136 150 285 
Kabupaten Morowali 
2010 
2009 
2008 
2007 
161 
1.009 
40 
264 
155 
1.674 
2 
264 
315 
2.683 
42 
528 
3.2.3. Pendidikan 
Salah satu indikator utama untuk melihat keberhasilan proses 
pembangunan suatu daerah adalah dukungan sumber daya manusia (SDM) 
yang berkualitas dengan tetap tidak mengabaikan kuantitas. Pendidikan 
sebagai salah satu wahana untuk melahirkan SDM yang memiliki daya saing 
tinggi yang diharapkan dapat mempercepat kemajuan dan kesejahteraan 
bangsa dan Negara. Beberapa program pendidikan nasional yang diterapkan 
pemerintah seperti wajib belajar 9 tahun dan beberapa program pendidikan 
lainnya adalah sederet upaya untuk mewujudkan manusia Indonesia yang 
tangguh dan mampu bersaing di era globalisasi. 
Sasaran pendidikan selama ini yang lebih diutamakan adalah 
peningkatan SDM dengan memberikan kesempatan kepada seluruh kalangan
masyarakat untuk mengecap pendidikan seluas-luasnya khususnya penduduk 
usia sekolah (7-24 tahun). Ketersediaan fasilitas pendidikan baik sarana 
maupun prasarana pendidikan menjamin peningkatan mutu pendidikan, meski 
62 
itu tidak selalu berbanding lurus. 
Berbagai problem yang muncul di dunia pendidikan kita dewasa ini 
bukan lagi hanya informasi elitis, masyarakat dewasa ini sudah cukup cerdas 
dan kritis untuk mengetahuinya. Oleh karena itu, pemerintah selalu 
mengupayakan pemecahan masalah-maslah itu dengan meluncurkan berbagai 
program pendidikan yang dianggap rasional untuk meningkatkan kualitas SDM. 
Demikian halnya dengan Kabupaten Morowali dengan berbagai problem 
teoritis dan praktis dalam pelaksanaan pendidikan yang juga belum teratasi 
secara optimal. 
Sebagai gambaran, tabel berikut ini memuat data tentang jumlah 
sekolah, pelajar, tenaga pendidik atau guru dari tingkat sekolah tingkat 
menengah atas (SMA dan SMK)64. Perhatikan Tabel 3.11. 
Untuk melihat gambaran pelaksanaan pendididkan di Kabupaten 
Morowali pada tahun ajaran 2010/2011, dapat dilakukan dengan melihat 
beberapa segi seperti tingkat pendayagunaan tenaga pendidik, tingkat 
64Selengkapnya, tabel yang memuat data tentang jumlah sekolah, pelajar, tenaga pendidik atau guru 
dan jumlah Peserta dan Lulusan Ujian Akhir dari tingkat taman kanak -kanak (TK) sampai tingkat 
sekolah tingkat menengah atas (SMA dan SMK), lihat tabel 4.1.1. -4.1.10. hlm 53-62 di Morowali 
Dalam Angka 2011, BPS Kabuparen Morowali.
efisiensi ;penggunaan dan kecukupan sarana pendidikan, dan tingkat 
63 
kelulusan65. 
Tingkat pendayagunaan tenaga pendidik pada tahun ajaran 2010/2011 
yang merupakan perbandingan antara jumlah murid dengan guru 
menunjukkan bahwa beban tenaga pengajar di tingkat SD adalah 12. Hal ini 
berarti bahwa rata-rata satu orang guru harus mengajar 12 orang murid SD. 
Beban mengajar yang lain yaitu untuk SMP, SMU, dan SMK masing-masing 
sebesar 17;18; dan 16. 
Tingkat efisiensi; penggunaan dan kecukupan sarana pendidikan. dapat 
diketahui dari rasio murid terhadap sekolah atau perbandingan jumlah murid 
dengan jumlah sekolah yang ada di Kabupaten Morowali. Pada tahun ajaran 
2010-2011 rasio pendidikan di tingkat SD, SMP, SMU, SMK yaitu rata-rata 
murid per sekolah sebanyak 119, 162, 273, dan 193. 
Tingkat kelulusan SD, SMP, SMU, dan SKM pada tahun 2010 masing-masing 
sebesar 97,32% ;99,38%; 99,02%; dan 91,32%. Pada tahun 
sebelumnya tingkat kelulusan siswa masing-masing sebesar 89,02%; 87,77%; 
73,70%; dan 86,78%. Angka ini menunjukkan peningkatan persentase yang 
cukup drastis. Terutama untuk tingkat SMA. 
3.2.4. Kesehatan 
Secara teoritis, kelengkapan fasilitas kesehatan sangat mempengaruhi 
kualitas pelayan dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan 
65 Selengkapnya lihat di Morowali Dalam Angka 2010 yang disusun oleh BPS Kabupaten Morowali.
masyarakat. Pemerintah telah melakukan berbagai macam upaya peningkatan 
kualitas kesehatan melalui fasilitas kesehatan, pelayanan kesehatan, dan 
mendorong partisipasi masyarakat, khususnya masyarakat dengan 
64 
pendapatan di bawah rata-rata. 
Tabel 3.11. 
Banyaknya Sekolah, Pelajar, dan Guru SMP menurut Kecamatan dan Status Sekolah T.A. 2010/2011 66 
No Kecamatan Negeri Swasta Jumlah 
Sekolah Pelajar Guru Sekolah Pelajar Guru Sekolah Pelajar Guru 
1 Menui Kepulaun 3 582 29 - - - 3 528 29 
2 Bungku Selatan 6 863 41 - - - 6 863 41 
3 Bahodopi 2 291 20 - - - 2 291 20 
4 Bungku Tengah 7 1.367 107 - - - 7 1.367 107 
5 Bungku Barat 2 312 9 - - - 2 312 9 
6 Bumi Raya 3 529 32 1 49 - 4 578 - 
7 Witaponda 2 787 31 - - - 2 787 31 
8 Lembo 4 775 56 1 125 15 5 900 71 
9 Mori Atas 3 456 34 1 140 10 4 596 44 
10 Mori Utara 2 223 15 1 101 11 3 324 26 
11 Petasia 6 1.398 86 2 228 12 8 1.626 98 
12 Soyo Jaya 2 152 21 - - - 2 152 21 
13 Bungku Utara 5 540 19 - - - 5 540 19 
14 Mamosalato 4 349 17 - - - 4 349 17 
Kabupaten 
Morowali 
2010 
2009 
2008 
2007 
51 
49 
49 
33 
8.570 
8.152 
7.588 
6.658 
517 
640 
578 
526 
6 
5 
5 
6 
643 
579 
562 
530 
48 
65 
60 
64 
57 
54 
54 
39 
9.213 
8.731 
8.150 
7.188 
533 
704 
638 
590 
Upaya penyediaan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas pada 
tahun 2008 sudah menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun 
sebelumnya. Hal ini terlihat ketika RSUD di Bungku mulai difungsikan. Hingga 
tahun 2010, rumah sakit di Kabupaten Morowali berjumlah 2 unit. Selain itu, 
jumlah puskesmas sampai pada tahun 2010 menjadi 98 unit yang terdiri dari 
66 Sumber: Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Morowali.
Puskesmas perawatan 11 unit, Puskesmas non-perawatan 7 unit, dan 
Pusmesmas Pembantu (PUSTU) 80 unit. Fasilitas kesehatan lainnya seperti 
posyandu dan poskesdes pada tahun 2010 tercatat sebanyak 286 unit dan 72 
65 
unit yang sudah hampir tersebar di 14 kecamatan67. 
Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah seperti peningkatan 
pelayanan kesehatan masyarakat melalui pencegahan penyakit antara lain 
telah dilakukan berbagai vaksinasi hingga ke pelosok pedesaan oleh pihak 
kesehatan di daerah ini. Pencegahan penyakit melalui vaksinasi di antaranya 
berupa vaksin BCG, DPT HB3, Polio, Campak, TT1, TT2 dll. Dibandingkan 
tahun sebelumnya, kuantitas akumulatif kegiatan vaksinasi pada tahun 2009 
cenderung menurun. Selain itu, juga dilakukan upaya peningkatan pelayanan 
kesehatan masyarakat melalui usaha penyediaan tenaga medis dan tenaga 
kesehatan lainnya yang terus diupayakan melalui penempatan tenaga 
kesehatan seperti dokter di setiap kecamatan dan bidan-bidan desa yang 
hampir tersebar di seluruh desa. 
Dalam upaya pelayanan kesehatan dan kelangsungan hidup ibu dan 
anak, bidan di desa dibantu dukun bayi untuk menangani persalinan dan 
perawatan iuy dan balitanya. Pada tahun 2009 jumlah bidan sebanyak 65 
orang sedangkan dukun bayi tercatat 296 orang di antaranya 58,11% (172 
orang) merupakan dukun terlatih. 
67 Selengkapnya lihat Morowali Dalam Angka, 2011 pada Tabel 4.2.1-4.2.8 hlm 63-73.
66 
Tabel 3.12. 
Banyaknya Tenaga Dokter menurut Kecamatan 2010 
No Kecamatan Dokter 
Jumlah 
Umum 
Spesialis 
Gigi 
1 Menui Kepulaun 1 - - 1 
2 Bungku Selatan 1 - - 1 
3 Bahodopi - - - - 
4 Bungku Tengah 11 1 2 14 
5 Bungku Barat 1 - - 1 
6 Bumi Raya 1 - - 1 
7 Witaponda 1 - - 1 
8 Lembo 1 - 1 2 
9 Mori Atas 1 - - 1 
10 Mori Utara … … … … 
11 Petasia 7 2 1 10 
12 Soyo Jaya 1 - - 1 
13 Bungku Utara - - - - 
14 Mamosalato 1 - - 1 
Kabupaten 
Morowali 
2010 
2009 
2008 
2007 
27 
30 
30 
27 
3 
3 
3 
3 
4 
7 
7 
5 
34 
40 
40 
35 
Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali. 
3.2.5. Pemerintahan 
Pada awal pemekaran yakni pada tahun 1999, wilayah administrasi 
Kabupaten Morowali terdiri dari 8 kecamatan, kemudian pada tahun 2003 
menjadi 10 kecamatan yang membawahi 218 desa definif dan 1 unit 
pemukiman transmigrasi (UPT), di antaranya 10 yang berstatus kelurahan 
serta kedudukan Ibu Kota Kabupaten Morowali di Kota Kolonodale. Pada tahun 
2009 Kabupaten Morowali mengalami pemekaran menjadi 14 kecamatan. 
Kemudian pada tahun 2011 menjadi 18 kecamatan.
Berdasarkan status pemerintahan, pada tahun 2009 sampai 2010 
terdapat 240 kelurahan/desa yang terdiri dari 230 desa dan 10 kelurahan. 
67 
Perhatikan tabel di bawah ini68. 
Tabel 3.13. 
Nama Ibu Kota Kecamatan, Desa Definitif menurut Kecamatan dan Status Pemerintahan, 2010 
No Kecamatan Nama Ibu Kota 
Kecamatan 
Status 
Desa Kelurahan 
1 Menui Kepulauan Ulunambo 18 1 
2 Bungku Selatan Kaleroang 33 - 
3 Bahodopi Bahodopi 12 - 
4 Bungku Tengah Bungku 23 6 
5 Bungku Barat Wosu 10 - 
6 Bumi Raya Bahonsuai 13 - 
7 Witaponda Lantula Jaya 9 - 
8 Lembo Beteleme 24 - 
9 Mori Atas Tomata 12 - 
10 Mori Utara Mayumba 8 - 
11 Petasia Kolonodale 25 3 
12 Soyo Jaya Lembah Sumara 9 - 
13 Bungku Utara Baturube 20 - 
14 Mamosalato Tanasumpu 14 - 
Kabupaten Morowali 
Bungku Tengah 
230 
10 
3.2.6. Keuangan, Perbankan dan Pendapatan Regional 
Realisasi penerimaan pajak pada tahun 2008 mencapai Rp 33.874,8 
juta, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yakni Rp 34.774,8 juta. 
Sektor pertambangan memberikan konstribusi realisasi pajak yang sangat 
besar yakni Rp 31.242,06 juta69. 
Pada tahun 2009 mencapai Rp 36.507,649 juta. Lebih tinggi jika 
dibandingkan tahun sebelumnya yakni Rp 34.774,792 juta. Sektor 
68 Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Morowali yang tercantum dalam 
Morowali Dalam Angka, 2011, BPS Kabupaten Morowali. 
69 Kabupaten Morowali Dalam Angka 2008.
pertambangan memberikan konstribusi realisasi pajak yang sangat besar yakni 
68 
Rp 33.874,856 juta70. 
Pada tahun 2010 realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 57.720,014 
juta, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yakni Rp 36.507,649 juta. 
Konstribusi realisasi pajak sektor pertambangan sebesar Rp 54.985,493 juta71. 
Lihat Tabel 3.14. 
Selain pajak daerah sebagaimana yang dirinci dalam tabel di atas, juga 
ada Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah 
dan Bangunan (BPHTB) yang sejak dikeluarkannya UU Nomor 28 Tahun 2009 
tentang Pajak dan Retribusi Daerah, menjadi kewenangan Pemerintah 
Kabupaten/Kota dalam pemungutannya namun realisasinya nanti pada tahun 
2012. Sebagai gambaran, berikut ini adalah tabel tentang Realisasi 
Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan tahun 2007-200972. 
70 Ibid 2009 
71 Ibid 2010 
72 Sumber data adalah DPPKAD yang tercantum dalam Morowali Dalam Angka 2010 di Kantor BPS 
Kabupaten Morowali.
69 
Tabel 3.14. 
Realisasi Penerimaan Pajak dan Retribusi Kabupaten Morowali, 2007-2010 (ribu rupiah)73 
No Jenis Penerimaan 2007 2008 2009 2010 
I Bagian Pendapatan Asli 
Daerah 
8.807.252 14,533,137 13,820,311 17,417,709 
1 Pajak Daerah 
a. Pajak Hotel 
b. Pajak Hiburan 
c. Pajak Restoran 
d. Pajak Penerangan 
Jalan 
e. Pajak Reklame Papan 
f. Pajak Bahan Galian 
Golongan C 
g. Pajak Parkir 
h. Pajak Alat Tangkap 
Ikan 
693.962 
4.352 
1.398 
1.000 
60.345 
522.237 
104.630 
- 
- 
988.144 
14.731 
- 
- 
449.828 
76.000 
426.778 
- 
20.808 
2.433.766 
17.834 
- 
4.583 
588.836 
110.422 
400.145 
- 
36.945 
1.664.100 
12.409 
2.000 
25.871 
632.750 
133.402 
857.668 
- 
- 
2 Retribusi Daerah 
a. Retribusi Pelayanan 
Kesehatan 
b. Retribusi 
Penggantian Biaya 
KTP & Catpil 
c. Retribusi Pasar 
d. Retribusi Kendaraan 
Bermotor 
e. Retribusi Pasar 
Grosir & Pertokoan 
f. Retribusi Terminal 
g. Retribusi RPH 
h. Retribusi 
Pengangkutan Ikan 
i. Retribusi Ijin 
Peruntukkan 
Pengunaan Tanah 
j. Retribusi IMB 
k. Retribusi Tempat 
Khusus Parkir 
l. Retribusi Izin 
Gangguan HO 
m. Retribusi Izin Trayek 
n. Retribusi Hasil 
Hutan Ikutan 
o. Retribusi lainnya 
1.073.645 
246.414 
33.351 
80.201 
- 
113.041 
42.043 
- 
11.875 
17.282 
25.641 
- 
503.788 
- 
- 
976.253 
209.205 
23.661 
91.099 
21.108 
- 
11.120 
- 
85.462 
14.000 
56.150 
74.302 
6.027 
384.119 
- 
- 
1.930.843 
874.662 
143.109 
110.920 
24.554 
99.151 
16.093 
- 
- 
148.449 
36.437 
- 
13.490 
- 
- 
- 
6.931.999 
5.362.038 
- 
166.073 
40.551 
- 
26.408 
25.000 
240.098 
- 
222.087 
11.850 
- 
13.505 
67.273 
757.116 
73 Sumber data pada tabel 3.14 dan tabel 3.15 dari DPPKAD Kabupaten Morowali.
70 
Tabel 3.14. (lanjutan) 
3 Laba Usaha Milik Daerah 
6000 - 382.671 - 
4 Penerimaan dari Dinas- 
Dinas 
- 164.285 - - 
5 Penerimaan Lain-lain 3.815.100 10.941.327 9.785.855 3.597.787 
II 
Bagian Bagi Hasil Pajak 
dan Bukan Pajak 
35.335.844 
51.306.754 
50.669.668 
49.827.269 
1 Bagi Hasil Pajak 
34.630.289 41.054.248 43.520.876 49.172.666 
2 Bagi Hasil Bukan Pajak 
a. Iuran Hasil Hutan 
b. Iuran Hasil 
Pengusahaan Hutan 
c. Pemberian Hak Atas 
Tanah Negara 
d. Landrent 
e. Iuran 
Eksplorasi/Eksploita 
si/Royalti 
f. Lainnya 
705.555 
705.555 
- 
- 
- 
- 
- 
10.252.506 
- 
- 
- 
127.098 
2.316.411 
7.808.997 
7.148.791 
- 
- 
- 
358.231 
118.373 
- 
654.603 
- 
- 
- 
237.498 
417.105 
- 
Tabel 3.15. 
Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Menurut Sektor, 2007-2010 
No Sektor Tahun 
2007 2008 2009 2010 
1 Pedesaan 529.970 334.818 829.066 1.092.767 
2 Perkotaan 85.847 29.697 510.999 127.661 
3 Perkebunan 189.523 272.870 1.292.728 1.514.091 
4 Kelautan - - - - 
5 Pertambangan 29.740.314 34.137.407 33.874.856 54.985.493 
Jumlah 30.545.365,5 34.774.792 34.507.649 57.720.014
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan
kepemimpinan

More Related Content

What's hot

Kajian pemekaran daerah
Kajian pemekaran daerahKajian pemekaran daerah
Kajian pemekaran daerahHerry Prananto
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerahnovii77
 
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan PencapaianDesentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan PencapaianIsnu Rahadi Wiratama
 
Paper desentralisasi fiskal
Paper desentralisasi fiskalPaper desentralisasi fiskal
Paper desentralisasi fiskalMulyadi Yusuf
 
Perimbangan Kekuasaan di Indonesia
Perimbangan Kekuasaan di IndonesiaPerimbangan Kekuasaan di Indonesia
Perimbangan Kekuasaan di IndonesiaHIA Class.
 
Peranan Otonomi Daerah
Peranan Otonomi Daerah Peranan Otonomi Daerah
Peranan Otonomi Daerah Rizki Gumilar
 
Perimbangan kekuasaan
Perimbangan kekuasaanPerimbangan kekuasaan
Perimbangan kekuasaanLana Karyatna
 
Otonomi Daerah (PKN kelas IX)
Otonomi Daerah (PKN kelas  IX)Otonomi Daerah (PKN kelas  IX)
Otonomi Daerah (PKN kelas IX)Azizahluthfi
 
Perkembangan otonomi daerah
Perkembangan otonomi daerahPerkembangan otonomi daerah
Perkembangan otonomi daerahsamiaji
 
Reformulasi Desentralisasi Fiskal dalam Instrumen DAU, DAK, dan DBH
Reformulasi Desentralisasi Fiskal dalam Instrumen DAU, DAK, dan DBH Reformulasi Desentralisasi Fiskal dalam Instrumen DAU, DAK, dan DBH
Reformulasi Desentralisasi Fiskal dalam Instrumen DAU, DAK, dan DBH Dadang Solihin
 

What's hot (18)

Kajian pemekaran daerah
Kajian pemekaran daerahKajian pemekaran daerah
Kajian pemekaran daerah
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan PencapaianDesentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
Desentralisasi fiskal di indonesia : Permasalahan dan Pencapaian
 
otonomi daerah
otonomi daerahotonomi daerah
otonomi daerah
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
Paper desentralisasi fiskal
Paper desentralisasi fiskalPaper desentralisasi fiskal
Paper desentralisasi fiskal
 
Perimbangan Kekuasaan di Indonesia
Perimbangan Kekuasaan di IndonesiaPerimbangan Kekuasaan di Indonesia
Perimbangan Kekuasaan di Indonesia
 
Peranan Otonomi Daerah
Peranan Otonomi Daerah Peranan Otonomi Daerah
Peranan Otonomi Daerah
 
Otonomi Daerah
Otonomi DaerahOtonomi Daerah
Otonomi Daerah
 
Makalah pemekaran
Makalah pemekaranMakalah pemekaran
Makalah pemekaran
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 
Perimbangan kekuasaan
Perimbangan kekuasaanPerimbangan kekuasaan
Perimbangan kekuasaan
 
Otonomi Daerah (PKN kelas IX)
Otonomi Daerah (PKN kelas  IX)Otonomi Daerah (PKN kelas  IX)
Otonomi Daerah (PKN kelas IX)
 
Perkembangan otonomi daerah
Perkembangan otonomi daerahPerkembangan otonomi daerah
Perkembangan otonomi daerah
 
Makalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaranMakalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaran
 
Reformulasi Desentralisasi Fiskal dalam Instrumen DAU, DAK, dan DBH
Reformulasi Desentralisasi Fiskal dalam Instrumen DAU, DAK, dan DBH Reformulasi Desentralisasi Fiskal dalam Instrumen DAU, DAK, dan DBH
Reformulasi Desentralisasi Fiskal dalam Instrumen DAU, DAK, dan DBH
 

Similar to kepemimpinan

PPT FARIS000fe1c5-1c3b-49aa-9514-eba79aa5faf7.pptx
PPT FARIS000fe1c5-1c3b-49aa-9514-eba79aa5faf7.pptxPPT FARIS000fe1c5-1c3b-49aa-9514-eba79aa5faf7.pptx
PPT FARIS000fe1c5-1c3b-49aa-9514-eba79aa5faf7.pptxYasintadevi1
 
Otonomi Daerah di Indonesia
Otonomi Daerah di IndonesiaOtonomi Daerah di Indonesia
Otonomi Daerah di IndonesiaHIA Class.
 
Kesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kota
Kesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kotaKesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kota
Kesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kotaArdiyanto Maksimilianus
 
Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahAhmad Tien
 
Perekonomian Indonesia
Perekonomian IndonesiaPerekonomian Indonesia
Perekonomian Indonesiadwifebri10
 
Kelompok 8
Kelompok 8Kelompok 8
Kelompok 8olerafif
 
Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah
Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi DareahMasalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah
Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi DareahMiftah Ridho
 
Kebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesia
Kebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesiaKebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesia
Kebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesiaSyaifOer
 
Kel 7 pengembangan potensi lokal di era otonomi daerah
Kel 7 pengembangan potensi lokal di era otonomi daerahKel 7 pengembangan potensi lokal di era otonomi daerah
Kel 7 pengembangan potensi lokal di era otonomi daerahIndriati Dewi
 
Makalah o tonomi daerah
Makalah o tonomi daerahMakalah o tonomi daerah
Makalah o tonomi daerahYadhi Muqsith
 
Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...
Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...
Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...Iqbal Lfc
 

Similar to kepemimpinan (20)

PPT FARIS000fe1c5-1c3b-49aa-9514-eba79aa5faf7.pptx
PPT FARIS000fe1c5-1c3b-49aa-9514-eba79aa5faf7.pptxPPT FARIS000fe1c5-1c3b-49aa-9514-eba79aa5faf7.pptx
PPT FARIS000fe1c5-1c3b-49aa-9514-eba79aa5faf7.pptx
 
Makalah pelaksanaan otonomi daerah
Makalah pelaksanaan otonomi daerahMakalah pelaksanaan otonomi daerah
Makalah pelaksanaan otonomi daerah
 
Otonomi Daerah di Indonesia
Otonomi Daerah di IndonesiaOtonomi Daerah di Indonesia
Otonomi Daerah di Indonesia
 
Makalah otonomo daerah
Makalah otonomo daerahMakalah otonomo daerah
Makalah otonomo daerah
 
Kesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kota
Kesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kotaKesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kota
Kesiapan maumere menjadi kota otonom jurnal tata kota
 
Makalah pelaksanaan otonomi daerah
Makalah pelaksanaan otonomi daerahMakalah pelaksanaan otonomi daerah
Makalah pelaksanaan otonomi daerah
 
Uas+kwn
Uas+kwnUas+kwn
Uas+kwn
 
Makalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerahMakalah otonomi daerah
Makalah otonomi daerah
 
Perekonomian Indonesia
Perekonomian IndonesiaPerekonomian Indonesia
Perekonomian Indonesia
 
Kelompok 8
Kelompok 8Kelompok 8
Kelompok 8
 
Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah
Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi DareahMasalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah
Masalah hukum dan Penyelenggaraan Kewenangan Dalam Konteks Otonomi Dareah
 
Kebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesia
Kebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesiaKebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesia
Kebijakan dan perkembangan otonomi daerah di indonesia
 
Kel 7 pengembangan potensi lokal di era otonomi daerah
Kel 7 pengembangan potensi lokal di era otonomi daerahKel 7 pengembangan potensi lokal di era otonomi daerah
Kel 7 pengembangan potensi lokal di era otonomi daerah
 
Makalah pemekaran
Makalah pemekaranMakalah pemekaran
Makalah pemekaran
 
Makalah sistem pemerintahan daerah
Makalah sistem pemerintahan daerahMakalah sistem pemerintahan daerah
Makalah sistem pemerintahan daerah
 
Makalah o tonomi daerah
Makalah o tonomi daerahMakalah o tonomi daerah
Makalah o tonomi daerah
 
Makalah sistem pemerintahan daerah
Makalah sistem pemerintahan daerahMakalah sistem pemerintahan daerah
Makalah sistem pemerintahan daerah
 
Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...
Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...
Ironi Pemekaran Wilayah, Buah Simalakama bagi Kedaulatan Negara Kesatuan Repu...
 
Makalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaranMakalah dampak pemekaran
Makalah dampak pemekaran
 
Otonomi daerah
Otonomi daerahOtonomi daerah
Otonomi daerah
 

Recently uploaded

Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxBudyHermawan3
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxBudyHermawan3
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxBudyHermawan3
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxBudyHermawan3
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxBudyHermawan3
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxBudyHermawan3
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxBudyHermawan3
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxBudyHermawan3
 
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxIPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxrohiwanto
 
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfSalinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfdrmdbriarren
 
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxmars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxSusatyoTriwilopo
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxBudyHermawan3
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdfHarisKunaifi2
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditYOSUAGETMIRAJAGUKGUK1
 
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke IntegrasiPenyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasiasaliaraudhatii
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxBudyHermawan3
 

Recently uploaded (16)

Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptxAparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
Aparatur Sipil Negara sebagai Perekat Bangsa.pptx
 
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptxPB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
PB.2 KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PEMDES.pptx
 
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptxTata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
Tata Kelola Pengadaan barang dan Jasa di Desa pptx
 
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptxInovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
Inovasi Pelayanan Publik Pemerintah .pptx
 
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptxLAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
LAPORAN KEPALA DESA. sebagai kewajiban pptx
 
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama DesapptxPB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
PB.2.3 KERJA SAMA DESA. Perspektif Kerja sama Desapptx
 
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptxPengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
Pengantar dan Teknik Public Speaking.pptx
 
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptxPB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
PB.1 BINA SUASANA DAN ORIENTASI BELAJAR.pptx
 
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptxIPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
IPSKelas12BABSMANEGERI1 3 April 2024perikanan.pptx
 
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdfSalinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
Salinan Materi Sosialisasi PEKPPP 2022 - bukti dukung lebih rinci.pdf
 
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptxmars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
mars pkk yang selalu dinyanyikan saat kegiatan PKK.pptx
 
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptxMembangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
Membangun Budaya Ber-Integritas ASN.pptx
 
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdfPemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten  .pdf
Pemekaran Kabupaten Banyuwangi menujumKota dan kabupaten .pdf
 
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka KreditPermen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
Permen PANRB Nomor 3 Tahun 2023 - Tentang Penetapan Angka Kredit
 
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke IntegrasiPenyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
Penyesuaian AK Jabatan Fungsional Konvensional Ke Integrasi
 
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptxKonsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
Konsep Management RisikoRev Pak Budi.pptx
 

kepemimpinan

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu tuntutan Reformasi 98’ adalah Otonomi Daerah. Lahirnya tuntutan ini bisa dimaknai sebagai strategi atau solusi atas maraknya isu disintegrasi daerah. Ada banyak sebab lahirnya tuntutan itu. Salah satunya karena cara-cara penyelesaian problem kebangsaan oleh pemerintah yang militeristik. Padahal militeristik adalah ciri fasisme1. Selain itu, otonomi daerah ini adalah bentuk kompromi dari pertikaian panjang antara dua konsep bentuk negara dengan akar historis dan filosofis sangat berbeda. Kedua konsep itu adalah bentuk negara federal dan bentuk Negara kesatuan yang masing-masing diadopsi dan dipertahankan oleh Muhammad Hatta dan Soekarno. Reformasi telah membawa suasana baru dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Prestasi reformasi (Chrisnandi, 2008)2 ditandai dengan rezim lama diturunkan dan digantikan rezim baru. Politik otoritarianisme digantikan politik demokrasi. Sentralisme dikubur dengan desentralisasi. Konstitusi lama (UUD 1945) diamandemen sebanyak empat kali. Multipartai menyediakan ruang bagi setiap orang 1 Menurut Mansour Faqih, pemerintah dan bangsa ini dalam menyelesaikan konflik atas sumber - sumber alam menggunakan cara-cara yang mengkombinasi teror dan represi, penjinakan ideologi serta hegemoni. Lebih lengkap lihat di, Kata Pengantar Mansour Faqih dalam Hugh Purcell, Fasisme, Resist Book, Yogyakarta, 2004 hal. xiii dan xiv. Alih bahasa Faisol Feza dkk. 2 Chrisnandi menulis, “”terlepas dari prestasi itu, keprihatinan tengah merundung perjalanan reformasi. Bayangkan, sewindu reformasi belum juga tampak Indonesia menepi dari keterpurukan”. Lebih lengkap lihat, Yuddy Chrisnandi, Beyond Parlemen: Dari Politik Kmapus Hingga Suksesi Kepemimpinan Nasional, Penerbit Indo Hill Co, Jakarta, 2008, Cetakan 2, hal 31 dan 32.
  • 2. untuk berkumpul dan mendirikan partai politik. Dibentuk lembaga baru seperti Dewan 2 Perwakilan Daerah (DPD) dalam memperjuangkan kepentingan masyarakat daerah. Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia3. Melalui asas desentralisasi, otonomi daerah hadir untuk memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola sendiri urusan pemerintahan dalam upaya meningkatkan kemandirian daerah. Desentralisasi merupakan sebuah proses di mana pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk menjalankan segala urusan pemerintahan kecuali urusan pemerintahan yang berkaitan dengan urusan Politik Luar Negeri, Pertahanan, Keamanan, Yustisi, Moneter dan Fiskal Nasional, dan Agama4. Karena itu adalah urusan pemerintahan yang hanya menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota. Urusan itu meliputi: (a) perencanaan dan pengendalian pembangunan, (b) perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang, (c) penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, (d) penyediaan sarana dan prasarana umum, (e) penanganan bidang kesehatan, (f) penyelenggaraan pendidikan, (g) penanggulangan masalah sosial, (h) pelayanan bidang ketenagakerjaan, (i) fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil 3 Lebih lengkap lihat UU RI Nomor 12 Tahun 2008 Pasal 1 Ayat 7. 4 Idem Pasal 10 Ayat 3.
  • 3. dan menengah, (j) pengendalian lingkungan hidup, (k) pelayanan pertanahan, (l) pelayanan kependudukan, dan catatan sipl, (m) pelayanan administrasi umum pemerintahan, (n) pelayanan administrasi penanaman modal, (o) penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya, (p) urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan 3 perundang-undangan5. Selanjutnya, dalam urusan keuangan, diatur dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah. Perimbangan keuangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah merupakan subsistem Keuangan Negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah. Pemberian sumber keuangan Negara kepada Pemerintah Daerah didasarkan atas penyerahan tugas kepada Pemerintah Daerah dengan memperhatikan stabilitas dan keseimbangan fiskal. Otonomi Daerah telah lama menjadi wacana publik Indonesia6. Meski demikian, dalam pelaksanaan otonomi daerah ini belum berjalan sebagaimana tujuan awalnya. Terdapat banyak ketimpangan dalam upaya pengimplementasian konsep otonomi daerah. Beragam realitas empirik dalam penyelenggaraan otonomi daerah. 5 Lebih lengkap lihat UU No 12 Tahun 2008 Pasal 14. Lihat juga PP No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. 6 Landasan hukumnya adalah UUD 1945 Pasal 18, UU No 1 Tahun 1945, UU No 22 Tahun 1948, UUDS 1950 Pasal 131-133, UU No 44 Tahun 1950, UU No 1 Tahun 1957, UU No 6 Tahun 1959, UU No 5 Tahun 1960, UU No 18 Tahun 1965, Ketetapan No XXI/MPRS/1966, Ketetapan No V/MPR/1973, UU No 5 Tahun 1974, dan UU No 22 Tahun 1999, UU No 32 Tahun 2004, dan UU RI No 12 Tahun 2008.
  • 4. Menurut Keban (Fakrulloh dkk, 2004)7, ada beberapa hal yang dapat mengganggu kinerja pencapaian tujuan otonomi daerah yaitu (1) adanya kesalahan strategis dalam perwujudan otonomi daerah, (2) perbedaan persepsi dan pemahaman tentang konsep otonomi daerah, (3) perbedaan paradigma otonomi daerah yang dianut oleh 4 para elit politik, (4) paradigma birokrasi masih kuat. Sebagai salah satu daerah otonom pasca pemekaran dari Kabupaten Poso8 tahun 2000, kabupaten Morowali tidak jauh dari realitas empirik tersebut. Pembangunan infrastruktur jalan dan fasilitas pelayanan umum lainnya belum begitu memadai. Berdasarkan data Dinas Kimpraswil Kabupaten Morowali dalam Angka 2001, menunjukkan bahwa ada 55% jalan negara, provinsi, dan kabupaten yang mengalami kerusakan. Hanya 18% jalan dalam kondisi baik. Atas dasar itu, pada Tahun Anggaran 2003 Kabupaten Morowali mendapatkan DAK non reboisasi sebesar Rp 1,6 M untuk perbaikan jalan. Selain itu, salah satu problema yang dihadapi oleh sebagian daerah kabupaten/kota khususnya di Provinsi Sulawesi Tengah dewasa ini adalah berkisar pada upaya peningkatan PAD. Problema ini muncul karena adanya kecenderungan berpikir dari sebagian kalangan birokrat di daerah yang menganggap bahwa parameter utama yang menentukan kemandirian suatu daerah dalam berotonomi 7 Fakrulloh, Z.A., Eko, S., dan Saragi, T. P. Kebijakan Desentralisasi di Persimpangan Jalan, Jakarta: CV. Cipruy. 2004, hal 22-25. 8 Pembentukan Kabupaten Morowali berdasarkan pada UU No 51 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali, dan Kabupaten Banggai Kepulauan.
  • 5. adalah terletak pada besarnya PAD9. Kecenderungan berpikir ini tidak lahir begitu saja tanpa landasan rasional dan empiris mengingat masih banyak daerah otonom yang masih mengandalkan dana perimbangan sebagai sumber utama keuangan daerah dalam pembiayaan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Artinya, 5 daerah-daerah itu belum mampu menjalankan desentralisasi. Merujuk pada hasil penelitian Badan Peneliti dan Pengembangan Departemen Dalam Negeri bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada, Syarifuddin Tayeb menyatakan bahwa dari 292 Daerah Kabupaten yang diteliti menunjukkan rendahnya konstribusi pendapatan asli daerah terhadap pembiayaan daerah. Berikut rinciannya:  122 Daerah Kabupaten berkisar antara 0,53 % - 10 %  86 Daerah Kabupaten berkisar antara 10 % - 20 %  43 Daerah Kabupaten berkisar antara 20,1 % - 30 %  17 Daerah Kabupaten berkisar antara 31,1 % - 50 %  2 Daerah Kabupaten berkisar di atas 50 % Rendahnya konstribusi pendapatan asli daerah terhadap pembiayaan daerah, karena daerah hanya diberikan kewenangan mobilisasi sumber dana pajak dan yang 9 Lihat di artikel, Ochan, 2009, “Implementasi Peraturan Daerah Kota Palu yang Berorientasi Bagi Kepentingan Masyarakat Dalam Menunjang Otonomi Daerah”. http://www. 017-implementasi-peraturan- daerah-kota.html (5/8/2011)
  • 6. mampu memenuhi hanya sekitar 20% - 30% dari total penerimaan untuk membiayai 6 kebutuhan rutin dan pembangunan, sementara 70% - 80% didrop dari pusat10. Mengingat banyaknya sumber-sumber PAD11 yang bisa dioptimalkan, daerah otonom tidak perlu mengandalkan dana perimbangan dalam pembiayaan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Apalagi dalam konteks Kabupaten Morowali yang memiliki banyak kekayaan sumber daya alam. Pengelolaan kekayaan alam itu berbanding lurus dengan peningkatan jumlah wajib pajak dan retribusi daerah. Kabupaten dengan visi “Morowali Menuju Kabupaten Agribisnis 2012" ini menyimpan kekayaan alam di sektor perkebunan, pertanian, peternakan, kelautan, pertambangan, dan pariwisata yang melimpah yang bisa dikelola untuk menambah sumber-sumber PAD dalam rangka meningkatkan kemampuan daerah dalam membiayai secara mandiri urusan rumah tangga daerah. Sektor-sektor potensial ini jika dikelola secara maksimal akan membantu mempercepat pertumbuhan perekonomian masyarakat yang pada gilirannya akan menambah jumlah objek PAD. Misalnya, di sektor pertambangan dan perkebunan yang cukup mendominasi di Kabupaten Morowali, para pengusaha pertambangan dan perkebunan untuk melaksanakan usahanya pasti mengurus Surat Izin Usaha dan dokumen-dokumen 10 Syarifuddin Thayeb, Hasil Penelitian Badan Peneliti dan Pengembangan Depdagri UGM, Yogyakarta, 2001, hlm.5. 11 Pendapatan Asli Daerah (PAD) digolongkan menjadi 4 bagian yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan yang Sah. Lihat, UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan. Baca juga Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah (perubahan dari Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006) Pasal 26.
  • 7. lain yang dikenakan pajak maupun retribusi. Sebagai gambaran, pada tahun 2010 7 sektor pertambangan nikel memberikan kontribusi ke PAD sebesar Rp 4 M12. Sektor pertanian adalah tumpuan 76 persen penduduk. Pada tahun 2001 nilai kegiatan ekonomi pertanian Rp 527 miliar, sekitar 37 persen berasal dari perkebunan13. Sektor perikanan, di antara 10 kecamatan hanya Kecamatan Mori Atas dan Lembo yang tidak memiliki garis pantai, sehingga ada 80 persen wilayah Morowali yang berpotensi untuk perikanan14. Di sektor pertambangan, terdapat Nikel dan marmer. Nikel dengan luas arealnya mencapai lebih kurang 149.700 hektar dengan cadangan terduga 8 juta WMT. Di sektor Minyak dan gas, terdapat Lapangan minyak Tiaka Blok Trili dengan fasilitas penunjang terletak sekitar 17 mil dari garis pantai. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa cadangan minyak di lapangan Tiaka (Original oil in Place – OOIP) sebesar 106,56 MMBO (Million barrel oil/juta barrel minyak). Total kapasitas produksi per hari mencapai sekitar 6.500 barrel (BOPD) yang diperoleh dari enam sumur produksi atau rata-rata produksi setiap sumur sebesar sekitar 1.100 BOPD. Gas bumi, dari hasil pemboran sumur produksi, dihasilkan juga gas ikutan sebanyak sekitar 3,5 TCF (Ton cubic feet) dengan air terproduksi sekitar 3.000 BOPD15. 12 Lihat Harian ANTARA News, Koran Lokal Palu, ” Pertambangan Nikel Sumbang PAD Morowali Rp5 Miliar , Jumat, 21 Januari 2011”. 13 Lihat, Harian KOMPAS, Selasa, 01 Juli 2003. Selengkapnya ada di http://www.kompas.com/kompas cetak/0307/01/daerah/401669.htm diunduh tanggal 5 Agustus 2011. 14 Ochan Sangadji, (27/11/2008), dalam artikel “Morowali, Kabupaten Terkaya di Sulteng”. Sumber data artikel ini dilengkapi dengan data dari BPS dan Dinas Pertambangan Kabupaten Morowali. Selengkapnya baca di http://www.ochansangadji.co.nr diunduh tanggal 7 Oktober 2011. 15 Ochan Sangadji, Ibid.
  • 8. Menurut data dari BPS Kabupaten Morowali tercatat lebih dari 100 Pemegang Izin 8 Usaha Pertambangan di wilayah ini. Melihat potensi kekayaan SDA Kabupaten Morowali sebagaimana diuraikan di atas, DPPKAD sebagai salah satu SKPD, berpeluang besar untuk mengoptimalkan manajemen keuangan daerah hasil penerimaan dari sumber-sumber PAD. Dalam hal ini, dituntut efektifitas dan efisiensi pelaksanaan peran DPPKAD dalam manajemen keuangan daerah sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Kecerdasan pengelolaan penerimaan keuangan dibutuhkan untuk memastikan semua pos anggaran pembelanjaan daerah dalam setiap tahun anggaran mendapat bagian secara proporsional. Selain itu, juga untuk menekan defisit APBD dalam setiap tahun anggaran. Persoalannya kemudian, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Morowali dalam tiga tahun anggaran terakhir mengalami defisit. Tahun 2006 defisit APBD Morowali mencapai lebih Rp 75 miliar, tahun 2007 lebih Rp 63 miliar dan tahun anggaran 2008 mencapai lebih 63 miliar16. Di sisi lain, realisasi penerimaan PAD Kabupaten Morowali selama tiga Tahun berturut-turut yakni pada tahun anggaran 2007 sebesar Rp 8,80 M, 2008 sebesar Rp 14,53 M, 2009 sebesar Rp 13,82 M17. Angka ini menunjukkan peningkatan PAD. Pertanyaannya, apakah rasio perbandingan antara kekayaan alam dengan PAD Kabupaten Morowali dalam tiga tahun terakhir itu, seimbang? Artinya, dengan 16 Ochan Sangadji, Idem hlm. 3 17 Data ini diperoleh dari DPPKAD Kabupaten Morowali.
  • 9. melihat potensi kekayaan SDA, bukankah pemerintah daerah dalam hal ini DPPKAD 9 dapat membuat target pencapaian PAD yang lebih besar? Selain itu, Penerimaan Dana Alokasi Umum (DAU) Kabupaten Morowali pada tahun anggaran 2007 sebesar Rp 434,48 M, pada tahun 2008 sebesar Rp 373,308 M dan pada tahun 2009 sebesar Rp 368,918 M18. Dibandingkan dengan Kabupaten/Kota se-Sulawesi Tengah, DAU Kabupaten Morowali tahun 2008 berada di urutan tertinggi ke dua setelah Kabupaten Banggai. Pada tahun 2009 berada pada urutan tertinggi ke tiga setelah Kabupaten Banggai19. Padahal DAU hanya diperuntukkan bagi daerah dengan PAD kecil sebagai upaya pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan Daerah Otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Artinya, Kabupaten ini masih sangat tergantung pada dana dari Pemerintah Pusat dalam membiayai penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah. Terkait dengan itu, ada beberapa hal yang relevan untuk dipertanyakan. Misalnya apakah secara aktual aparat DPPKAD Kabupaten Morowali dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sudah sesuai dengan ketentuan sebagaimana Peraturan Daerah? Dalam hal strategi, apakah Pemerintah Daerah telah mengubah strategi mengenai teknis operasional lapangan terutama sistem pendataan ulang dalam rangka menjaring semaksimal mungkin obyek pajak maupun subyek pajak sebagai 18 DPPKAD dan Lampiran Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2008 Tanggal 24 Desember 2008 tentang Rincian Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota Tahun 2009. Lihat juga di http://www.ngada.org (27/09/2011) 19 Ibid., hlm 1
  • 10. dasar perhitungan dan pengenaan pajak? Untuk mengatasi permasalahan tersebut, apakah Pemerintah Kabupaten Morowali melalui DPPKAD telah melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi terhadap seluruh sumber penerimaan daerah, telah 10 mengidentifikasi secara optimal sumber-sumber PAD yag baru? Atas dasar ini, penulis melakukan penelitian tentang bagaimana peran salah satu SKPD yang banyak bergelut dalam pengelolaan keuangan daerah. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah dengan judul “Peran DPPKAD dalam Manajemen Keuangan Daerah (Studi Tentang Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah) Kabupaten Morowali Tahun 2008-2011”. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan judul penelitian ini, rumusan masalahnya sebagai berikut: 1.2.1. Bagaimana Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali pada tahun 2008-2011? 1.2.2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali pada tahun 2008-2011? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Untuk mengetahui Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali pada tahun 2008-2011. 1.3.2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD Kabupaten Morowali pada tahun 2008-2011.
  • 11. 11 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Secara Teoritis a. Sebagai bahan studi ilmiah untuk mengetahui Peran DPPKAD dalam Manajemen Keuangan Daerah dan secara spesifik pengelolaan PAD Kabupaten Morowali dalam kurun waktu 2008-2011. b. Sebagai bahan studi perbandingan bagi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan Peran DPPKAD dalam Manajemen Keuangan Daerah dan secara spesifik pengelolaan PAD Kabupaten Morowali dalam kurun waktu 2008-2011 beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya. c. Sebagai bahan studi pustaka di almamater peneliti yakni di Program Studi Ilmu Pemerintahan Jurusan Politik Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Universitas Hasanuddin. 1.4.2. Manfaat Praktis a. Sebagai bahan kajian praksis bagi DPPKAD Kabupaten Morowali untuk mengevaluasi kinerjanya selama kurun waktu 2008-2011. b. Sebagai bahan kajian praksis bagi DPPKAD Kabupaten Morowali untuk merumuskan desain strategi dalam upaya pengelolaan PAD Kabupaten Morowali ke depannya.
  • 12. 12 1.5. Metode Penelitian 1.5.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dipusatkan di Kantor Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Morowali Provinsi Sulawesi Tengah. 1.5.2. Dasar dan Jenis Penelitian a. Dasar penelitian deskriptif. Peneliti akan melihat langsung realitas-realitas di lapangan yang berhubungan dengan penelitian ini. Realitas-realitas itu akan dipilah berdasarkan kebutuhan penelitian lalu dikumpulkan untuk kemudian dianalisis. b. Jenis penelitian deskriptif kualitatif yakni suatu metode yang menggambarkan atau melukiskan kenyataan serta keadaan objek yang diteliti secara sistematis, faktual dan akurat untuk kemudian dianalisis secara mendalam. 1.5.3. Teknik Pengumpulan Data Data digolongkan menjadi dua bagian yaitu data sekunder dan data primer. Penggolongan ini dilakukan demi menjaga keakuratan dan relevansi serta kekayaan data yang diperoleh di lapangan sehubungan dengan objek penelitian ini. Data primer adalah data yang bersumber dari studi lapang berupa wawancara mendalam dan observasi yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh data-data yang faktual dan akurat mengenai objek penelitian. Sedangkan data sekunder adalah data yang bersumber dari
  • 13. kepustakaan berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek penelitian. Adapun data dari studi lapang diperoleh dengan menggunakan 13 teknik-teknik sebagai berikut : 1.5.3.1. Wawancara Teknik pengumpulan data ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai objek penelitian dengan cara tanya jawab secara mendalam dan terbuka dengan bertatap muka langsung dengan informan/responden. Bentuk data yang diperoleh terdiri dari kutipan langsung yang merupakan pengalaman langsung dan pengetahuan informan/responden dengan menggunakan daftar pertanyaan sebagai pedoman wawancara. Wawancara dilakukan dengan beberapa informan/responden terpilih yang menguasai informasi mengenai objek penelitan. 1.5.3.2. Observasi Teknik ini berupa pengamatan langsung terhadap objek penelitian guna memperoleh keterangan berupa informasi, data dan fakta akurat yang berhubungan dengan objek penelitian. Teknik ini juga digunakan untuk mengetahui relevansi antara keterangan informan/responden dan data dengan kenyataan yang ada dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian dan tetap mengontrol keabsahannya. Data yang didapat melalui observasi langsung terdiri dari keterangan kegiatan berupa perilaku, tindakan, dan keseluruhan kemungkinan interaksi interpersonal dan proses penataan
  • 14. yang merupakan kecenderungan dan pengalaman manusia yang dapat 14 diamati. 1.5.3.3. Studi kepustakaan Teknik ini digunakan untuk memperoleh data-data pendukung (data sekunder) dari berbagai literatur baik berupa buku, makalah, majalah, hasil penelitian yang relevan, koran dan dokumen-dokumen tertulis lain sebagai referensi yang berkaitan dengan objek penelitian. 1.5.4. Penentuan Informan Dalam desain penelitian deskriptif kualitatif, jenis informan/responden ada dua yaitu informan kunci (key informan) dan informan sekunder (secondary informan). Informan kunci adalah mereka yang dianggap menguasai objek penelitian. Sedangkan informan sekunder dibutuhkan untuk melengkapi informasi/data tentang objek penelitian guna memperkaya analisis, tetapi tidak mesti ada. Dalam struktur organisasi DPPKAD Kabupaten Morowali, terdapat enam (6) bidang yang bekerja sesuai dengan kewenangannya masing-masing berdasarkan Peraturan Bupati Morowali Nomor 14 Tahun 2008. Keenam bidang yang dimaksud yakni Bidang Pendapatan, Bidang Anggaran, Bidang Akuntansi, Bidang Perbendaharaan dan Bidang Aset. Masing-masing bidang tersebut membawahi tiga (3) seksi.
  • 15. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara pada kegiatan pra penelitian, penulis menemukan fakta bahwa tidak semua bidang dalam DPPKAD memiliki kewenangan dalam pengelolaan PAD, masing-masing bidang dalam menjalankan perannya dibatasi dengan tugas pokok dan fungsinya. Bahkan hanya satu bidang yang memiliki peran langsung dalam pengelolaan PAD yakni Bidang Pendapatan20. Sedangkan bidang lain seperti Bidang Anggaran, dan Bidang Akuntasi tidak mempunyai “peran langsung”21 dalam pengelolaan PAD. Namun demikian, untuk memperkaya analisis, penulis tetap melakukan wawancara dengan beberapa informan yang kapabel pada masing-masing bidang tersebut, termasuk para Kepala Seksi. Selain itu, penulis juga melakukan wawancara mendalam dengan Kepala Dinas, Sekretaris Dinas, Kepala Sub Bagian Urusan Perencanaan dan Program dan Kepala UPTD Kecamatan atau Camat dalam lingkup DPPKAD. Adapun 15 informan/responden yang dimaksud yaitu: 1. Kepala DPPKAD (Haeruddin Rompone, S.Sos) 2. Sekretaris DPPKAD (Drs Yusman Mahbub) 3. Kepala Sub Bagian Perencanaan Program (Sappa Sao, M.Si) 4. Kepala Bidang Pendapatan (Jufri M. Taiyeb, SE) 20 Lihat tupoksi masing-masing bidang dalam Peraturan Bupati Morowali Nomor 14 Tahun 2008. 21 Maksud penulis dalam penggunaan prasa “peran langsung” adalah peran yang bersentuhan langsung dalam pengelolaan PAD yakni perencanaan dan pelaksanaan pemungutan (realisasi) yang hanya dilakukan oleh Bidang Pendapatan. Sedangkan maksud dari “peran tidak langsung” adalah peran yang tidak berhubungan langsung dengan pengelolaan PAD yakni pada saat dilakukan rekonsiliasi yang melibatkan bidang lain seperti Bidang Akuntansi dan Bidang Anggaran. Rekonsiliasi dilakukan dalam setiap tahun anggaran yang juga melibatkan UPTD Kecamatan dalam lingkup DPPKAD.
  • 16. 16 5. Kepala Bidang Anggaran (Alamsyah, MEC.DEV) 6. Kepala Bidang Akuntansi (Alwi Gawi, SE) 7. Kepala Seksi Pajak/Retribusi Daerah (Yohanes P. Labunga) 8. Kepala Seksi Evaluasi dan Pelaporan (Yaumi T. Baduddun, SE) 9. Kepala Seksi Pengkajian Anggaran (Charles M. Toha) 10. 2 orang Staf Bidang Pendapatan (Nani Sari, SE dan M. Ramli)22 11. Kepala UPTD Kecamatan Lembo (Deitje Dewanto, SE) 12. Sekretaris Camat Witaponda (Muh Ridwan, S.Ag, M.Si) 13. Camat Bahodopi (Syamsu Abdullah) Pasca pemekaran pada tahun 2011, Kabupaten Morowali terdiri dari 18 kecamatan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa setiap kecamatan memiliki UPTD yang membantu DPPKAD dalam pemungutan PAD. Petugas-petugas UPTD inilah sebagai ujung tombak DPPKAD dalam pemungutan PAD karena mereka yang turun langsung ke lapangan. Dari 18 kecamatan, empat kecamatan di antaranya belum memiliki UPTD pasca pemekaran. Dan karena keterbatasan waktu, dana dan tenaga, penulis memilih tiga UPTD kecamatan sebagai informan dengan pertimbangan berdasarkan capaian realisasi penerimaan PAD dari sektor yang memiliki kontribusi besar dalam PAD pada tahun anggaran 2011 dan pertimbangan jarak tempuh antara Ibu Kota Kabupaten dengan Ibu Kota Kecamatan. 22 Penulis memilih dua orang informan ini dengan pertimbangan kedua orang staf dalam Bidang Pendapatan tersebut adalah peserta magang di Kantor DPPKAD dan Kantor Pelayanan Perpajakan Kabupaten Poso pada tahun 2011 sebagai salah satu upaya DPPKAD Kabupaten Morowali dalam meningkatkan kualitas aparaturnya dalam pengelolaan PAD.
  • 17. Selain karena masalah waktu, tenaga dan biaya, kesulitan-kesulitan yang penulis temui selama proses pengumpulan data menjadi salah satu pertimbangan penulis dalam memilih informan/responden. Kesulitan-kesulitan yang menjadi faktor-faktor penghambat dalam pengumpulan data yang dimaksud di antaranya adalah keterbatasan informan/responden dalam memberikan data yang dibutuhkan karena adanya ketakutan pembahasan akan membias karena persoalan keuangan masih dianggap sebagai persoalan yang sensitif meski penulis sudah memberikan pemahaman bahwa penelitian ini hanya untuk tujuan kajian akademik, tidak ada hubungannya dengan persoalan audit sebagaimana yang dilakukan BPK (Badan 17 Pemberantasan Korupsi). Penulis memulai penelitian pada bulan Desember 2011. Bertepatan dengan waktu evaluasi pengelolaan APBD tahun anggaran 2011 dan penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Kabupaten Morowali tahun 2012. Dalam perumusan, pembahasan dan penetapan yang dilakukan dalam Rapat Paripurna di DPRD melibatkan seluruh SKPD pengelola/pengguna keuangan daerah, tidak terkecuali DPPKAD sebagai koordinator pengelola PAD. Hal ini menjadi salah satu kesulitan bagi penulis dalam pengumpulan data. Padatnya agenda kegiatan yang yang dilakukan di internal DPPKAD dan agenda rapat di DPRD membuat penulis kesulitan melakukan wawancara mendalam dengan Kepala Dinas, Kepala Bidang dan Kepala Seksi dalam lingkup DPPKAD. Untuk mengatasi
  • 18. hal itu, penulis “mencuri” waktu istrahat informan pada malam hari di rumah 18 masing-masing. 1.6. Definisi Operasional 1.6.1. Peran DPPKAD Peran yang dimaksud dalam penelitian ini ialah peran DPPKAD dalam penggelolaan PAD Kabupaten Morowali Tahun 2008-2011 berdasarkan tugas pokok dan fungsinya. Peran itu digambarkan dalam empat indikator pengelolaan PAD, yaitu:  Perencanaan Target  Pelaksanaan Pemungutan  Pengawasan atas Penatausahaan  Pelaporan dan Evaluasi Realisasi 1.6.2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Penelitian ini dibatasi pada sektor tertentu yang besar konstribusinya dalam penerimaan PAD Kabupaten Morowali dalam kurun waktu 2008-201123. 1.6.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengelolaan PAD Faktor-faktor yang dimaksud adalah faktor-faktor pendukung dan faktor-faktor penghambat dalam pengelolaan PAD Kabupaten Morowali Tahun 2008- 2011. 23 Lihat Tabel 4.3.-4.6. tentang Target dan Realisasi PAD Kab Morowali tahun 2008-2011.
  • 19. 19 1.7. Analisis Data Penelitian ini dilakukan secara berkesinambungan. Artinya, tahap pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data dilakukan secara bersamaan selama proses penelitian. Jadi pengolahan data tidak harus dilakukan setelah data terkumpul tetapi juga dilakukan ketika proses pengumpulan data sedang berlangsung. Bentuk analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data, menjabarkannya kedalam unit-unit, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, menguraikan dalam bentuk kata dan kalimat, dan selanjutnya membuat kesimpulan.
  • 20. 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bagian ini berisi deskripsi singkat tentang landasan teori yang digunakan sesuai dengan fokus penelitian, kerangka konsep dan skema kerangka konsep sesuai dengan desain penelitian, serta hasil-hasil penelitian terdahulu yang berhubungan erat dengan objek penelitian. Posisi teori dalam desain deskriptif kualitatif sangat penting mengingat teori dalam desain ini adalah acuan dalam menganalisis hasil-hasil penelitian. Teorisasi penelitian ini adalah deduktif. Konsekuensinya, peneliti dituntun oleh teori saat mengumpulkan data dan ketika melakukan analisis. Pengaruh teori dalam pembahasan hasil penelitian sangat membantu peneliti dalam melakukan analisis. Namun tidak berarti data-data hasil penelitian tidak objektif karena telah dicemari oleh teori. Hal ini sebagaimana yang diungkapkan Bungin (2007:31) bahwa: “ketika sebuah masalah penelitian telah ditemukan, maka peneliti mencoban membahas masalah penelitian tersebut dengan teori-teori yang dipilihnya. Model deduktif dalam format deskriptif kualitatif akan sangat membantu peneliti tidak saja saat menemukan masalah, tetapi juga untuk membangun hipotesis, menyusun kerangka metodologis, menganalisis data maupun pembahasan hasil penelitian, bahwa teori ini akan dibahas untuk dikritik atau disempurnakan”24 24 Burhan Bungin, 2007, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana Prenada Putra Group, Edisi Pertama, Cetakan Kedua. Hlm 31
  • 21. Oleh karena itu, penulis menggunakan dua teori utama untuk mengungkap gejala atas fenomena objek penelitian, yaitu teori peran (role theory) dan teori 21 manajemen. 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Toeri Peran Peran berarti sesuatu yang menjadi bagian atau memegang pimpinan yang terutama25. Levinson (Soekamto, 1982)26, menulis bahwa peranan adalah suatu konsep prihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma-norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan. Selanjutnya, Levinson mengemukakan bahwa peranan dapat mencakup tiga hal yaitu: 1. norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peranan arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing sesorang dalam kehidupan kemasyarakatan. 2. suatu konsep tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. 25 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: PN. Balai Pustaka, 1985), hlm. 735 26 Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1982), hlm. 238
  • 22. 22 3. sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat27. Menurut Robert M. Z. Lawang, peran diartikan sebagai suatu pola perilaku yang diharapkan dari sesorang yang memiliki status atau posisi tertentu dalam organisasi28. Dalam perspektif Sosiologi, Antropologi dan Psikologi Sosial, peran (role) adalah sebuah bangunan teori tersendiri yang disebut dengan Role Theory29. Ditinjau dari perspektif sosiologi, Barbara (Gana, 2009)30, peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu sistem. Peran dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. 27 Ibid hlm 239. 28 Lihat Lawang, Robert M Z. Pengantar Sosiologi, PT. Karunika Universitas terbuka, Jakarta, 1985 hlm 89. 29 Dalam teori ini dijelaskan bahwa sebenarnya dalam pergaulan sosial itu sudah ada skenario yang disusun oleh masyarakat. Skenario itu mengatur apa dan bagaimana peran setiap orang dalam lingkungannya. Seseorang yang patuh akan hidup harmoni, tetapi jika seserang menyalahi skenario, maka hidupnya tidak akan harmoni, ia akan dihujat. Jadi jangan heran jika terjadi demonstrasi karena pemimpin menyalahi skenario. Selengkapnya baca di Janah, Lailia Fatkul. 2009. Sumber : http://bidanlia.blogspot.com/2009/07/teori-peran.html. Dan baca juga di Syakira, Gana. 2009. Teori Peran, tersedia di http://syakira-blog.blogspot.com/2009/01/konsep-diri-peran.html diunduh tanggal 17 September 2011. Sumber-sumber itu di antaranya mengambil pemikiran Robert Linton dan Glen Elder. 30 Syakira, Gana. 2009. Teori Peran (Online). Sumber: http://syakira-blog. blogspot.com/2009/01/konsep-diri -peran.html diunduh tanggal 17 September 2011.
  • 23. Peran pemerintah daerah terbagi atas peran yang lemah dan peran yang kuat. Menurut Leach, Stewart dan Walsh (Muluk, 2005)31, peran pemerintah daerah yang lemah ditandai dengan beberapa indikator yakni rentang tanggungjawab fungsi atau kewenangan yang sempit, cara penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat reaktif, derajat otonomi yang rendah terhadap fungsi-fungsi yang diemban dan tingginya derajat kontrol eksternal. Peran pemerintah daerah yang kuat ditandai oleh beberapa indikator yakni rentang tanggungjawab fungsi atau kewenangan yang luas, cara penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersifat positif, derajat otonomi yang tinggi atas fungsi-fungsi yang diemban dan derajat kontrol 23 eksternal yang terbatas. Sehubungan dengan itu, Taufik Manji dalam skripsinya, “Analisis Peran Pemerintah Kota terhadap Perkelahian antar Kelompok di Kota Makassar” mengungkapkan: “peran dan defenisinya memberikan pahaman bahwa dalam setiap kelompok masyarakat setiap individu dituntut untuk menjalankan perannya masing-masing. Kesinambungan sistem sosial tentunya dipengaruhi oleh berjalannya peran-peran dari individu. Mandegnya sistem peran akan sangat berpengaruh pada sistem sosial sebuah masyarakat. Ketika salah satu sistem peran tidak berjalan maka sistem 31 Identiikasi atas beragam faktor penyebab atas pilihan dominasi instrumen kebijakan, didasarkan pada kerangka Leach, Stewart, dan Walsh. Pilihan kerangka ini dapat membantu menyusun model penyelenggaraan pemerintahan daerah baik yang bersifat ex ante maupun ex post facto. Ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam kerangka ini yaitu dimensi ekonomi, pemerintahan dan politik yang berkaitan dengan bentuk demokrasi lokal. Pembagian peran pemerintah daerah yang lemah dan yang kuat adalah turunan dari dimensi pemerintahan. Selengkapnya ada di Muluk, K., 2007, Model Peran Pemerintah Daerah, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, hlm 62 dan 63, Penerbit Bayumedia Publishing, Malang.
  • 24. peran yang lain akan dipengaruhi oleh sistem peran yang tidak berjalan tersebut. Maka tak jarang menimbulkan persoalan sosial dalam masyarakat”32. 24 2.1.2. Teori Manajemen Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam kegiatan apa pun manajemen sangatlah diperlukan untuk seluruh sumber daya organisasi demi terwujudnya cita-cita atau misi organisasi yang bersangkutaan. Demikian halnya dalam pengelolaan PAD. Manajemen sangat penting untuk memaksimalkan pengelolaan PAD. Manajemen berasal dari bahasa Inggris yakni “manage” yang berarti mengurus, mengatur, melaksanakan, mengelola dan lain sebagainya. Kegiatan manajerial yang baik adalah pra syarat dalam pengelolaan PAD yang baik. Manajemen dapat dipahami sebagai suatu proses pengaturan seluruh sumber daya dalam sebuah organisasi yang di dalamnya terdaapt kerja sama demi tercapaiannya tujuan yang telah ditetapkan. Berikut ini beberapa definisi/pengertian manajemen yang dikemukakan oleh para pakar manajemen. George R. Terry dalam Arif (1989) menyatakan bahwa: ” manajemen adalah kegiatan yang merencanakan, mengorganisasikan dan mengontrol atau mengoperasikan unsur-unsur dasar manusia, benda-benda, mesin- 32 Selengkapnya lihat Taufik Manji dalam Analisis Peran Pemerintah Kota terhadap Perkelahian antar Kelompok di Kota Makassar , 2010, Politik Pemerintahan FISIP Universitas Hasanuddin Makassar, hlm 27-28 tentang Definisi Peran.
  • 25. mesin, metode-metode, uang dan pasar, memberikan kepemimpinan pada 25 usaha-usaha manusia untuk mencapai tujuan dari badan usaha”33. Berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Sarwoto bahwa : “manajemen sebagai proses menghimpun dan meluncurkan pekerjaan dari orang-orang yang dikoordinasi secara kelompok untuk memperoleh tujuan yang diinginkan.”34 Selanjutnya Sondang P. Siagian menjelaskan bahwa: “manajemen adalah kemampuan dan ketrampilan untuk memperoleh sesuatu hasil dalam rangka pencapaian tujuan melalui kegiatan-kegiatan orang lain”35. Dalam bahasa berbeda M. Manulang memberikan pengertian bahwa: “manajemen adalah sebuah proses yang khas, yang terdiri dari atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pelaksanaan, pengawasan dan pemanfaatan baik ilmu seni agar dapat menyelesaiakan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.”36 Demikian halnya dengan S. Kimball dan D.S Kimball Jr yang mengemukakan bahwa: “manajemen terdiri dari semua tugas dan fungsi yang meliputi penyusunan sebuah perusahaan, pembiayaan, penetapan garis-garis 33 Ishak Arif dalam “Pokok-Pok ok Organisasi Dan Manajemen”, Yayasan Pembinaan Umat “NURUL FALAH”, Palu, 1989, hlm. 16 34 Sarwoto, dalam “Dasar-Dasar Organisasi Dan Manajemen, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, hlm. 45 35 Selengkapnya lihat di SP. Siagian, Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku organisasi, Gunung agung, Jakarta, 1994, hlm. 8 36 Lihat juga M. Manulang dalam “Dasar-Dasar Manajemen”, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1997, hlm. 54
  • 26. besar kebijaksanaan, penyediaan semua peralatan yang diperlukan dan 26 penyusunan kerangka organisasi serta pemilihan pejabat terasnya.”37 Berdasarkan beberapa pengertian/definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa pada dasarnya para ahli dalam memberikan definisi/pengertian tidak terlepas dari beberapa hal yang sangat penting dalam manajemen yaitu: 1. adanya wadah dan alat pencapaian tujuan 2. adanya proses/fungsi tertentu termasuk kerjasama dalam mencapai tujuan 3. adanya tujuan bersama yang ingin dicapai. Pada dasarnya, pembahasan tentang manajemen adalah pembahasan tentang beberapa fungsi fundamental yang harus dilaksanakan untuk memperoleh gambaran utuh tentang apa yang mesti dilakukan demi tercapapianya tujuan bersama. Berikut beberapa pendapat para ahli mengenai fungsi manajemen. Menurut Luther Gulk dalam Sutopo fungsi manajemen mencakup “POSDCRB” yaitu: 1. Perencanan (planning) 2. Pengorganisasian (organizing) 3. Penyusunan pegawai (staffing) 4. Pemberian bimbingan (directing) 37 S. Kimball dan D.S Kimball Jr, Manajemen Pelayanan Masyarakat, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hlm. 43
  • 27. 27 5. Pengkoordinasian (coordinating) 6. Pelaporan (reporting) 7. Penganggaran (budgeting)38 Kemudian Harol Kont dalam Sarwoto merumuskan fungsi manajemen dalam “POSC” yaitu : 1. Perencanaan (planning) 2. Pengorganisasian (organizing) 3. Penyusunan Pegawai (staffing) 4. Pengawasan (controlling)39 Selanjutnya George R. Terry dalam Sutopo memberikan gambaran yang lebih jelas tentang fungsi manajemen yang dikenal dengan “POAC” yaitu: 1. Perencanaan (planning) 2. Pengorganisasian (organizing) 3. Penggerakan (actuating) 4. Pengawasan (controlling)40 Dari beberapa rumusan tersebut oleh para ahli dapat disimpulkan bahwa pada dasarnnya rumusan tersebut hanya berkisar pada empat fungsi sebagaimana yang dirumuskan oleh George R. Terry. Berikut ini penjelasan ke empat fungsi tersebut. 38 Selengkapnya di Sutopo,”Administrasi Manajemen Dan Organisasi”, Lembaga Administrasi Negara RI, Jakarta 2001, hlm. 24 39 Sarwoto, op.cit, hlm. 24 40 Sutopo, op.cit, hlm. 24
  • 28. 28 2.1.2.1. Perencanaan (Planning) Perencanaan adalah fungsi yang sangat vital yang bukan hanya tugas seorang pemimpin tetapi juga harus melibatkan setiap orang dalam sebuah organisasi guna menentukan apa yang harus dikerjakan dan bagaimana cara mencapainya. Sondang P. Siagian, menjelaskan bahwa: “perencanaan (planning) adalah keseluruhan proses perkiraan dan penentuan secara matang hal-hal yang akan dikerjakan di masa yang akan datang dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.”41 Selanjutnya, M. Manulang mendefinisikan bahwa: “perencanaan adalah apa yang harus dicapai (penentuan waktu secara kuantitatif) dan bila hak itu harus dicapai, dimana hal itu harus dicapai, bagaimana hal itu harus dicapai, siapa yang bertanggung jawab, dan mengapa harus dicapai.”42 Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa perencanaan merupakan suatu proses perumusan tentang apa yang akan dilakukan dan dan bagaimana pelaksanaannya. 2.1.2.2. Pengorganisasian (Organizing) S. P. Siagian mengemukakan bahwa: “pengorganisasian adalah keseluruhan proses pengelompokkan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab dan wewenang yang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu 41 S.P. Siagian, Filsafat Administrasi, Gunung Agung, Jakarta, 1984, hlm. 13 42 M. Manulang, op.cit, hlm. 25
  • 29. organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka 29 pencapaian yang telah ditentukan.”43 Seteleh perencanaan dilakukan, maka fungsi selanjutnya adalah pengorganisasian. Dari definisi diatas pengorganisasian merupakan suatu proses pengaturan keseluruhan sumber daya dalam sebuah organisasi. Pengaturan itu mencakup pembagian tugas, alat-alat, sumber daya manusia, wewenang dan sebagainya untuk menghindari kesimpangsiuran dalam pelaksanaan kegiatan. Fungsi ini lebih cenderung pada pengaturan kegiatan administratif. 2.1.2.3. Penggerakan (Actuating) Menurut George R. Terry dalam Sarwoto yang dimaksud dengan penggerakan adalah “tindakan untuk mengusahakan agar semua anggota suka berusaha untuk mencapai sasaran-sasaran agar sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha organisasi.”44 Penggerakkan atau pelaksanaan dilakukan setelah fungsi perencanaan. Agar pelaksanaan berjalan sesuai dengan perencanaan maka sangat ditekankan pada bagaimana cara/strategi seorang pemimpin dalam menggerakkan pegawainya. Hal ini sangat penting untuk menghindari agar bawahan tidak melaksanakan tugasnya di bawah tekanan atau paksaan tetapi atas dasar pilihan sadar dengan penuh tanggungjawab. 43 Ibid, hlm. 116 44 Sarwoto, op.cit, hlm. 30
  • 30. 30 2.1.2.4. Pengawasan (Controlling) Tanpa adanya fungsi pengawasan maka fungsi-fungsi yang lainnya tidak akan berjalan efektif dan efisien karena pengawasan tidak hanya berlangsung pada saat pelaksanaan tetapi juga pada saat perencanaan dan pengorganisasian. Dan pada dasarnya dalam fungsi pengawasan juga terdapat proses pengevaluasian untuk menjaga agar seluruh kegiatan tidak melenceng dari tujuan yang ingin dicapai. Pengawasan sangat penting untuk memastikan bahwa apa telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, penempatan orang-orangnya sudah tepat (the right men in the right place) dan waktunya sudah sesuai. Jika belum maka akan diadakan perbaikan agar tujuan dapat tercapai. Rekso Hadiprojo mengemukakan bahwa “perencanaan pada hakekatnya merupakan usaha memberikan petunjuk pada para pelaksana agar mereka selalu bertindak sesuai dengan perencanaan”45 Selanjutnya, menurut Susilo Martoyo, “pengawasan adalah suatu proses untuk menentukan apa yang harus dikerjakan, apa yang sedang dikerjakan, nilai proses dan hasil pelaksanaan pekerjaan atau tugas, melakukan koreksi-koreksi atas kesalahan-kesalahan atau sesuai rencana sebagainya.”46 45 Dikutip dari Rekso Hadiprojo dalam “Dasar-Dasar Manajemen”, BPFE, Yogyakarta, 1993, hlm. 53 46 Susilo Martoyo dalam “Pengetahuan Dasar Manajemen Dan Kepemimpinan”, BPFE, Yogyakarta, 1988, hlm. 123
  • 31. 31 2.2. Kerangka Konsep 2.2.1. Konsep Peran Atas dasar uraian di atas, peran DPPKAD Kabupaten Morowali di sini ialah segala tindakan DPPKAD baik dalam bentuk kebijakan strategis, kebijakan teknis ataupun peran dalam bentuk kerja sama dengan institusi lain/SKPD pengelola PAD, yang terkait dengan pengelolaan PAD. 2.2.2. Konsep Keuangan Daerah Keuangan daerah dapat diartikan sebagai: ”semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh Negara atau Daerah yang lebih tinggi serta pihak-pihak lain sesuai ketentuan/peraturan perundang-undangan yang berlaku ” (Mamaseh, 1995)47. Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daeah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut48. Semua hak yang dimaksud di sini adalah hak untuk memungut sumber-sumber penerimaan daerah seperti pajak daerah, retribusi daerah, hasil 47 Lihat, Halim dalam “Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah”, Penerbit Salemba Empat, 2004, hlm 18-20 48 Lihat poin 6 Pasal 1 Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Pokok - pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Morowali.
  • 32. perusahaan milik daerah, dan lain-lain, dan/atau hak untuk menerima sumber-sumber penerimaan lain seperti Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus sesuai peraturan tang ditetapkan. Sedangkan semua kewajiban yang dimaksud adalah kewajiban untuk mengeluarkan uang untuk membayar tagihan-tagihan kepada daerah dalam rangka penyelenggaraan fungsi 32 pemerintahan, infrastruktur, pelayanan umum, dan pengembangan ekonomi. Keuangan daerah memiliki ruang lingkup yang terdiri atas keuangan daerah yang dikelola langsung dan kekayaan daerah yang dipisahkan. Keuangan daerah yang dikelola langsung terdiri atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan barang-barang inventaris milik daerah. Kekayaan daerah yang dipisahkan meliputi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Keuangan daerah dikelola melalui manajemen keuangan daerah. Manajemen keuangan daerah adalah “pengorganisasian dan pengelolaan sumber-sumber daya atau kekayaan yang ada pada suatu daerah untuk mencapai tujuan yang dikehendaki daerah tersebut ”49. Alat untuk melaksanakan manajemen keuangan daerah disebut dengan tata usaha daerah. Menurut Mamaseh (1995), tata usaha keuangan daerah dibagi menjadi dua golongan, yaitu tata usaha umum dan tata usaha keuangan. Tata usaha umum menyangkut kegiatan surat-menyurat, mengagenda, mengekspedisi, 49 Lihat, Halim dalam “Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah”, Penerbit Salemba Empat, 2004, hlm 20.
  • 33. meyimpan surat-surat penting atau mengarsipkan serta kegiatan dokumentasi lainnya. Sedangkan tata usaha keuangan pada intinya adalah tata buku yang merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis di bidang keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, standar-standar tertentu serta prosedur-prosedur tertentu sehigga dapat memberikan informasi aktual di 33 bidang keuangan. Dalam penelitian ini, manajemen keuangan daerah dipersempit menjadi pengelolaan pendapatan asli daerah (PAD). Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah50. Penting untuk diketahui bahwa Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah adalah Kepala Daerah yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah. Kekuasaan pengelolaan keuangan Negara dari Presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintah daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. Ketentuan tersebut berimplikasi pada pengaturan pengelolaan keuangan daerah yaitu bahwa 50 Lihat poin 7 (Pasal 1), poin 10, poin 13, poin 14, poin 15, poin 32m dan poin 61 Peraturan Daerah Kabupaten Morowali Nomor 10 Tahun 2009 Tentang Pokok-pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Morowali.
  • 34. gubernur/bupati/walikota bertanggungjawab atas pengelolaan keuangan 34 daerah sebagaio bagian dari kekuasaan pemerinah daerah51. Dalam menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan daerah, Kepala Daerah membentuk Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah (SKPKD). SKPKD adalah perangkat daerah pada pemerintah daerah selaku pengguna anggaran/pengguna barang, yang juga melaksanakan pengelolaan keuangan daerah. Selanjutnya, Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah yang selanjutnya disebut dengan kepala SKPKD yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah. Bendahara Umum (BU) adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitasnya sebagai Bendahara Umum Daerah. Setiap tahun anggaran, ada yang disebut dengan Rencana Kerja dan Anggaran yang disusun oleh setiap SKPD (RKA-SKPD). RKA-SKPD adalah dokumen perencanaan dan penganggaran yang berisi rencana pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan SKPD serta rencana pembiayaan sebagai dasar penyusunan APBD. RKA-SKPD ini kemudian dibahas pada 51Selaku pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah, Kepala Daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban serta pengawasan keuangan daerah kepada Sekretaris Daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah, Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah selaku Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD), dan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku Pejabat Pengguna Anggaran/Barang Dareah. Selengkapnya Lihat di Darise, Nurlan dalam PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (Pedoman Untuk Eksekutif dan Legislatif, Rangkuman 7 UU, 30 PP dan 15 Permendagri). Penerbit Indeks Jakarta tahun 2009 edisi 2 hlm 30-33.
  • 35. saat Musrembang lalu dibahas di DPRD untuk kemudian dibuatkan regulasi dalam bentuk peraturan daerah (perda). Perda inilah yang kemudian menjadi 35 acuan dalam penuyusunan Domuken Pelaksanaan Anggaran (DPA). Dokumen Pelaksanaan Anggaran Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (DPA-PPKD) adalah dokumen pelaksanaan anggaran badan pengelola keuangan daerah selaku Bendahara Umum Daerah. 2.2.3. Konsep Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa satu tahun anggaran terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember52. APBD adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD terdiri atas anggaran pendapatan, anggaran belanja, dan anggaran pembiayaan. Anggaran pendapatan berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, dan Lain-lain Pendapatan. Sebelum menjadi APBD, berbentuk RAPBD. RAPBD dibahas di DPRD untuk kemudian dibuatkan regulasi dalam bentuk peraturan daerah tentang APBD53. ABPD ini adalah akumulasi dari seluruh RKA setiap SKPD dalam satu tahun anggaran pemerintah daerah. Inilah yang menjadi acuan seluruh instansi pemerintah daerah dalam menjalankan urusan pemerintahan sesuai 52 Lihat Pasal 1 poin 17 dan Pasal 70, dan Pasal 179 UU No 12 Tahun 2008. 53 Lihat Lampiran 13 tentang Perda ABPD Kabupaten Morowali tahun 2008-2011.
  • 36. dengan kewenangan masing-masing instansi/SKPD baik itu dalam hal pendapatan untuk SKPD pengelola teknis dalam pemungutan PAD, maupun 36 urusan belanja dan pembiayaan. 2.2.4. Konsep Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Otonomi daerah perlu diwujudkan dalam rangka mewujudkan kemandirian daerah. Untuk mewujudkan otonomi daerah dibutuhkan kecerdasan untuk mengelola segala potensi yang dimiliki daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Pegelolaan itu mencakup Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA). SDM berkaitan erat dengan pengembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan, informasi dan keterampilan. Sedangkan SDA mencakup segala kekayaan alam yang dimiliki suatu daerah. Dalam hubungannya dengan peningkatan PAD, kehandalan SDM dan kekayaan SDA suatu daerah sangat diperlukan. SDA yang didukung dengan SDA yang memadai untuk mengelola kekayaan yang dimiliki daerah akan melahirkan daerah dengan PAD yang baik. Merujuk pada UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, penerimaan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan lain-lain pendapata. Pembiayaan bersumber dari sisa lebih perhitungan anggaran daerah, penerimaan pinjaman daerah, dana cadangan daerah dan hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan. Sedangkan
  • 37. Pendapatan Asli Daerah (PAD) sendiri bersumber dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan, dan Lain-lain PAD yang Sah54. Artinya, PAD adalah pendapatan tetap pemerintah daerah dari berbagai sumber yang ditetapkan dalam peraturan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Senada dengan itu, Halim (2004:67) menjelaskan bahwa Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah. Lebih jauh, Yani (2002:106)55 menyatakan bahwa ada beberapa hal 37 yang perlu diperhatikan dalam meningkatkan PAD diantaranya: 1. Memberikan peluang kepada masyarakat untuk memberikan usaha yang dapat meningkatkan pendapatan daerah. 2. Adanya dukungan dan dorongan dari pihak pemerintah untuk mencari dan menggali sumber-sumber PAD yang ada di daerah. 3. Membuka peluang yang seluas-luasnya untuk melakukan berbbagai hubungan kemitraan dengan semua pihak baik swasta, investor dan kalangan pengusaha dalam memperoleh pendapatan. Senada dengan hal itu, Soedjamanto (1999;72) mengemukakan: “PAD merupakan potensi yang sangat kuat didalam meningkatkan taraf pendapatan dan kesejahteraan masyarakat yang diperoleh dari berbagai pencarian dan pengalian sumber-sumber dana daerah yang 54 Lebih lengkapnya buka Pasal 5 Ayat (1), (2) dan (3) dan Pasal 6 Ayat (1) dan (2) UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangn Keuangan Antara Pemerinntah Pusat dengan Pemerintah Daerah. 55 Dikutip dari Tesis Charles N Toha, 2010, Universitas Tadulako Palu, Analisis Implementasi Kebijakan Retribusi Pasar terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Morowali.
  • 38. pengelolaannya dapat dilakukan oleh semua pihak yang ada di daerah, 38 baik pemerintah, swasta, pengusaha dan lainnya”. Sehubungan dengan itu, kebijakan keuangan daerah dengan kebijakan keuangan negara perlu disinkronkan karena saling berhubungan erat. Hubungan tersebut tidak hanya bersifat keuangan, tetapi juga berhubungan dengan faktor-faktor lain seperti penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Oleh karena itu diperlukan perencanaan. Perencanaan PAD perlu dilakukan dengan penuh perhitungan dan pertimbangan yang matang, cepat dan tepat serta mempermudah tercapainya tujuan, dengan tetap memperhitungkan resikonya. Pada dasarnya, setiap pemerintah daerah selalu berupaya seoptimal mungkin untuk memperbaharui manajemen pengelolaan PAD mengingat PAD adalah cerminan pendapatan masyarakat suatu daerah. Selain itu, pemerintah daerah akan dianggap gagal jika hanya mengandalkan bantuan keuangan dari pemerintah pusat. Untuk itu perlu adanya rumusan strategi bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan sumber-sumber pendapatan daerah. Pemerintah daerah harus lebih cerdas mengidentifikasi titik-titik yang berpotensi meningkatkan PAD. Meningkatnya pendapatan masyarakat jelas mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sekaligus berpengaruh pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Peningkatan PAD tidak terlepas dari kemampuan pemerintah dalam membina masyarakat dan unsur swasta dalam mewujudkan berbagai bidang usaha, yang pada gilirannya berperan besar dalam pemasukkan di kas daerah.
  • 39. 39 2.2.4.1. Pajak Daerah Menurut Sunarto (2005:15), pajak daerah merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten/kota yang berguna untuk menunjang penerimaan pendapatan asli daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk di dalam APBD. Berdasarkan UU No 34 Tahun 2000, dari segi kewenangan pemungutan pajak atas objek pajak di daerah, dibagi atas dua hal yaitu pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah provinsi dan pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah Kabupaten atau kota. Pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah Provinsi adalah pajak yang kewenangan pungutannya terdapat pada pemerintah daerah provinsi. Pajak provinsi terbagi atas beberapa jenis yaitu, pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air, pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan. Pajak daerah yang dipungut oleh pemerintah Kabupaten/kota adalah pajak yang kewenangan pemungutan ada pada pemerintah daerah kabupaten atau kota. Berdasarkan UU Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah, jenis pajak kabupaten atau kota ditetapkan sebanyak tujuh, yaitu pajak Hotel, pajak Restoran, pajak Hiburan, pajak Reklame, pajak Penerangan Jalan, pajak
  • 40. Pengambilan Bahan Galian Golongan C, dan pajak Parkir56. Namun dalam 40 penelitian dibatasi hanya pada pajak daerah Kabupaten. Selain itu, kehadiran Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah telah membuka peluang sebesar-besarnya kepada daerah untuk meningkatkan PAD. Ada pajak-pajak baru yang kewenangan pemungutannya diserahkan kepada daerah kabupaten sebagai sumber penerimaaan PAD bagi pemerintah daerah. Pajak-pajak baru yang sebelumnya menjadi kewenangan pemerintah pusat itu terdiri dari pajak bumi dan bangunan (PBB) perdesaan dan perkotaan, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB). 2.2.4.2. Retribusi Daerah Selain pajak daerah, penerimaan pemerintah daerah yang diperuntukkan dalam peyelenggaraan urusan pemerintah daerah berasal dari retribusi daerah. Namun, untuk retribusi tiap daerah memiliki potensi yang berbeda satu sama lain, untuk itu pemerintah daerah harus dapat melihat peluang apa saja yang dapat dilakukan dalam menggali penerimaan dari retribusi untuk menunjang penerimaan. Menurut Siahaan (2005:5), retribusi adalah pembayaran wajib dari penduduk kepada negara karena adanya jasa tertentu yang diberikan oleh 56 UU No 34 Tahun 2000 ini adalah pengganti UU No 18 Tahun 1997. UU No 34 Tahun 2000 kemudian diganti dengan UU No 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pencantuman UU No 34 Tahun 2000 dalam tulisan ini karena dianggap masih relevan dan tidak bertentangan dengan UU No 28 Tahun 2009.
  • 41. negara bagi penduduknya secara perorangan. Namun tidak semua jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah dapat dipungut retribusinya. Tetapi, hanya jenis-jenis jasa tertentu yang menurut pertimbangan sosial-ekonomi layak 41 dijadikan sebagai objek retribusi. Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, pungutan daerah dalam bentuk retribusi digolongkan menjadi tiga, yaitu golongan retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha dan retribusi perizinan tertentu. Retribusi jasa umum terdiri dari 14 jenis retribusi, retribusi jasa usaha 11 jenis dan retribusi perizinan tertentu ada 4 jenis yaitu izin mendirikan bangunan (IMB), izin tempat penjualan minuman beralkohol, izin gangguan (HO), izin trayek dan izin usaha perikanan. Jelas bahwa jenis pajak daerah dibatasi. Sedangkan untuk retribusi daerah masih dimungkinkan jenis lain apabila ditetapkan dalam peraturan pemerintah (PP). Khususnya retribusi perizinan tertentu, berdasarkan pasal 150 Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009, jenis retribusi selain yang ditetapkan itu masih memungkinkan untuk menetapkan jenis retribusi lain sepanjang memenuhi kriteria. Kriteria yang dimaksud yaitu perizinan tersebut termasuk kewenangan pemerintah yang diserahkan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan asas desentralisasi, perizinan tersebut benar-benar diperlukan guna melindungi kepentingan umum, dan biaya yang menjadi beban daerah dalam
  • 42. penyelenggaraan izin tersebut dan biaya untuk menanggulanginya dampak negatif dari pemberian izin tersebut cukup besar sehingga layak dibiayai dari 42 retribusi, ditetapkan dengan peraturan pemerintah. 2.2.4.3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Penerimaan pendapatan daerah dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan ialah penerimaan pendapatan yang berasal dari laba BUMD dan hasil kerja sama pemerintah daerah dengan pihak ketiga. Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan jika dirinci menurut objek pendapatan mencakup57:  bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD  bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/BUMN  bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. 2.2.4.4. Lain-lain PAD yang sah Penerimaan pendapatan daerah yang terakhir ialah melalui pendapatan lain-lain daerah yang sah58, yakni meliputi:  Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan 57 Lihat, Pasal 26 ayat 3 Permendagri No 59 Tahun 2007 (Perubahan Permendagri No 13 Tahun 2006) tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah 58 Lihat, Pasal 6 ayat 2 UU No 33 Tahun 2004.
  • 43. 43  Jasa giro  Pendapatan bunga  Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing  Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau jasa oleh Daerah. PENGELOLAAN PAD PENGAWASAN PENATAUSAHAAN Gambar 2.1. PELAKSANAAN (2) ATAS (3) Bagan Indikator Pengelolaan PAD PERENCANAAN TARGET (1) 2.3. Hasil Penelitian yang Relevan PELAPORAN DAN EVALUASI (4) Penelitian ini bukanlah yang pertama. Beberapa peneliti sebelumnya telah mengangkat topik/objek penelitian yang sama dengan topik/objek penelitian penulis. Dari hasil kegiatan pra penelitian, penulis menemukan informasi bahwa ada beberapa orang peneliti sebelumnya yang telah melakukan penelitian di DPPKAD Kabupaten Morowali dalam jarak waktu yang relatif berdekatan yaitu tahun 2010 dan 2011 dengan topik/objek penelitian yang hampir sama sebagaimana yang penulis uraikan di bawah ini. Hasil-hasil penelitian itu penulis jadikan sebagai rujukan untuk
  • 44. menambah referensi dan memperkaya analisis. Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian sebelumnya yang memiliki keterkaitan erat dengan objek penelitian 44 penulis. Pertama, laporan Akhir Program D4 Keuangan Daerah, “Implementasi Kebijakan Pengelolaan Retribusi Pasar dalam Meningkatkan PAD di Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah” oleh Syamsul Bahri Lanta dari IPDN. Dari hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan penulis, diperoleh suatu gambaran umum bahwa pelaksanaan kebijakan pengelolaan retribusi pasar sebagai salah satu komponen PAD di Kabupaten Banggai sudah cukup baik. Dari distribusi jawaban responden/masyarakat terhadap sub variabel (dimensi tujuan kebijakan) yang dilakukan menunjukkan bahwa dimensi tujuan kebijakan belum berjalan sesuai yang diharapkan. Penyebabnya, masyarakat/pedagang sebagai pihak yang menggunakan jasa pasar belum mengetahui secara jelas tujuan dari program. Komunikasi antara pelaksana kebijakan dengan sasaran kebijakan kurang baik. Petugas pemungut dalam menyampaian informasi ataupun kegiatan sosialisasi program tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Oleh karena itu, penulis menyarankan agar Pemerintah Daerah harus menyikapi kondisi ini dengan melakukan sosialisasi program kepada masyarakat tentang penjelasan tujuan dari program raining of trainers (ToT) yakni peningkatan keterampilan dan pengetahuan, sehingga dapat mengoptimalkan penarikan retribusi dengan baik sebagai salah satu komponen PAD. Kedua, laporan Penelitian Lembaga Pusat Pengkajian Kebijakan dan Otonomi Daerah, “Optimalisasi Pengelolaan Sumber-Sumber PAD Kabupaten Morowali” oleh
  • 45. Drs Darwis, M.Si dkk. Dari hasil penelitian itu menunjukkan bahwa potensi retribusi pasar cukup besar sementara realisasi penerimaan retribusi ini masih kecil. Oleh karena itu, penulis menyarankan bahwa ada beberapa hal yang perlu diperhatikan 45 dalam pengelolaan retribusi pasar guna meningkatkan penerimaan PAD yaitu: a. peningkatan perencanaan, koordinasi, pengawasan; b. peningkatan kualitas (pengetahuan dan keterampilan) pengelola retribusi pasar untuk membangun kreativitas pengelola pasar yang professional di masa yang akan datang; c. pengelolaan retribusi pasar diserahkan ke aparatur pemerintah Kecamatan; d. kelengkapan fasilitas pasar seperti air dan penerangan yang memadai; e. mengoptimalkan potensi-potensi pasar seperti lahan, petak dan pelataran; f. memperbaiki penataan pasar sehingga nyaman dan indah. Ketiga, laporan Penelitian PT Esa Pratama Cipta Celebes Konsultan, “Optimalisasi Pengelolaan Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Morowali” oleh Konsultan Manajemen Perencanaan. Hasil penelitian itu menunjukkan bahwa optimalisasi pengelolaan retribusi pasar terutama dalam hal pemungutan retribusi pasar sangat perlu dilakukan mengingat nilai pemasukan dari sektor retribusi pasar bagi PAD cukup besar. Dari hasil survey lapangan diperoleh data bahwa sebagian besar pasar tradisonal yang bersifat swabangun maupun pasar inpres (pasar permanen) yang dibangun oleh pemerintah belum cukup memadai. Hal ini sangat mempengaruhi pengelolaan pungutan retribusi. Akibatnya, di beberapa pasar, pungutan retribusi pasar tidak dilakukan secara rutin, bahkan ada beberapa
  • 46. pedagang yang tidak dikenakan biaya retribusi tempat berjualan. Selain itu, di 46 beberapa pasar tradisonal tidak dikenakan pungutan apa pun. Keempat, hasil penelitian untuk penyusunan Tesis, “Analisis Implementasi Kebijakan Retribusi Pasar Terhadap Pendapatan Asli Daerah Di Kabupaten Morowali” oleh Charles N Toha dari Universitas Tadulako Palu tahun 2010. Berdasarkan hasil penelitian ini, penulis mengungkapkan bahwa hampir sebagian besar aparat pemungut retribusi pasar belum maksimal melaksanakan tugasnya dengan baik. Hal ini disebabkan antara lain masih minimnya pengetahuan petugas dan tingkat pendidikan rata-rata masih SLTA bahkan ada yang SLTP, kurangnya dukungan dana operasional serta tidak adanya pemberian insentif. Kondisi ini mengakibatkan semakin lemahnya mental aparat pelaksana karena apa yang harus dikerjakan tidak akan sebanding dengan apa yang mereka dapatkan. Ini berarti bahwa pelaksanaan kebijakan retribusi pasar dalam meningkatkan pendapatan asli daerah belum baik. Sehubungan dengan hal itu, Charles menyarankan kepada pemerintah bahwa dalam rangka peningkatan PAD perlu adanya pemberian insentif serta dukungan dana operasional, sarana dan prasarana yang memadai sehingga dapat meningkatkan kinerja. Selain itu, menurutnya, dalam proses pemungutan retribusi daerah, utamanya retribusi pasar yang harus dilakukan oleh aparat Dinas PPKAD Kabupaten Morowali, adalah: a. meningkatkan kesadaran masyarakat untuk membayar retribusi daerah; b. melakukan intensifikasi data melalui pemutakhiran data; c. frekuensi jam kerja pemungutan ditingkatkan/ditambah;
  • 47. d. setiap bulan secara periodik mengadakan evaluasi permasalahan dan 47 hambatan yang terjadi dilapangan, dan e. mengubah Perda yang sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang dan meningkatkan kesejahteraan aparat pemungut. Keenam, hasil penelitian untuk Skripsi, ”Optimalisasi Pengelolaan Pendapatan Asli Daerah Pada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Morowali” oleh Rena Kamaruddin Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tadulako tahun 2011. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan satu variabel yaitu, optimalisasi pengelolaan PAD dengan indikatornya yaitu perencanaan pemerintah setempat, kerjasama yang dilakukan, pelaksanaan dan pengawasan dari pemerintah daerah. Indikator ini dirumuskan dengan menggunakan teori manajemen G.R. Terry. Dari hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, Rena menemukan fakta bahwa, dalam penentuan target PAD diperoleh gambaran bahwa pelaksanaan perencanaan penentuan target yang terkait dalam pengelolaan pendapatan asli daerah sudah sesuai dengan data potensi sumber PAD. Dari 10 responden 4 orang atau 40% menyatakan sesuai, 3 orang atau 30% menyatakan cukup sesuai dan 3 orang atau 30% menyatakan kurang sesuai karena aparatur DPPKAD sendiri turun langsung mencari informasi. Akan tetapi fakta di lapangan menunjukkan dalam perencanaan penentuan target PAD Kabupaten Morowali masih belum sesuai. Setelah melakukan pembahasan dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah untuk dimasukkan ke dalam RAPBD dan dibahas oleh DPRD untuk menjadi APBD masih terdapat perubahan anggaran dari target yang telah ditentukan. Menurut Rena, hal ini
  • 48. menunjukkan bahwa proses pengumpulan atau penyampaian informasi/data mengenai potensi penerimaan PAD masih belum begitu akurat sehingga penentuan 48 perencanaan target PAD tidak didasarkan pada data yang ril. Dari indikator kerjasama, Rena mengungkapkan bahwa pelaksanaan hubungan kerjasama yang dilakukan oleh DPPKAD dengan isntansi pemerintah yang lain dalam rangka meningkatkan penerimaan PAD Kabupaten Morowali adalah baik. Dari 10 responden 6 orang atau 60% menyatakan baik, 3 orang atau 30% menyatakan cukup baik dan 1 orang atau 10% menyatakan kurang baik. Bentuk kerjasama yang dilakukan DPPKAD dengan instansi pemerintah yang lain misalkan penyampaian laporan data realisasi pendapatan daerah dari SKPD maupun UPTD melalui rapat evaluasi terhadap realisasi pendapatan yang dilakukan per 3 bulan, yang dilanjutkan dengan monitoring bersama terhadap hasil evaluasi pendapatan. Selain itu Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah juga melakukan hubungan kerjasama dengan dinas lain melalui penagihan secara tim terhadap objek-objek yang berpotensi besar misalkan dalam penagihan pajak terhadap perusahaan-perusahaan pertambangan yang ada di Kabupaten Morowali. Sehingga dapat disimpulkan hubungan kerjasama yang dilakukan dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dengan dinas-dinas lain sudah baik. Dari indikator Pelaksanaan, Rena menemukan bahwa prosedur pelaksanaan penerimaan dan penyetoran PAD sudah baik. Dari 10 responden 5 orang atau 50% menyatakan baik. 1 orang atau 10% menyatakan sangat baik dan 4 orang atau 40% menyatakan cukup baik.
  • 49. Dari indikator Pengawasan, ditemukan bahwa tingkat pengawasan dalam pengelolaan PAD pada DPPKAD cukup baik. Dari 10 responden 7 orang atau 70% menyatakan cukup diawasi, 1 orang atau 10% menyatakan diawasi dan 2 orang atau 20% menyatakan kurang diawasi. Bentuk pengawasan yang dilakukan seperti rapat evaluasi yang dilakukan per 3 bulan bersama SKPD dan UPTD serta membahas kendala-kendala yang didapatkan dilapangan apabila hasil yang dicapai tidak 49 mencapai target. Bentuk pengawasannya juga dilakukan melalui penyetoran langsung hasil penerimaan ke rekening PAD Kabupaten Morowali dan setiap hasil setoran tersebut juga akan dibahas dalam rapat evaluasi, sehingga dalam bentuk pengawasan seperti diatas akan dapat menghasilkan kemungkinan terjadinya kecurangan sangat kecil. Akan tetapi berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, belum ada transparansi pemanfaatan atas hasil PAD tersebut walaupun pengawasan pengelolaannya sudah dilakukan seoptimal mungkin. Dapat dilihat dari hasil pembangunan Kabupaten Morowali yang masih belum begitu nampak maksimal, baik pembangunan fisik maupun pembangunan sumber daya manusianya. Selain itu, Rena juga mengungkapkan beberapa kendala yang dihadapi dalam optimalisasi pengelolaan PAD yakni aktualisasi data, sumber daya pengelola dan tingkat kesadaran masyarakat. Data potensi penerimaan PAD Kabupaten Morowali masih belum akurat, kebanyakan masih merupakan data yang lama. Akibatnya, dalam perencanaan penentuan target PAD Kabupaten Morowali masih terdapat perubahan anggaran dari target yang telah ditentukan.
  • 50. Faktor personil atau sumber daya pengelola yang masih rendah. Ini nampak dari tingkat pendidikan aparatur DPPKAD dari jumlah pegawai yang berpendidikan setingkat SMA 62,5 % atau 130 orang dari pegawai keseluruhan DPPKAD. Oleh karena itu, DPPKAD telah mengupayakan melakukan pelatihan-pelatihan kepada semua pegawainya. Dari segi tingkat kesadaran masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi,juga masih sangat rendah. Dapat terlihat dari 91.839 Wajib Pajak Kabupaten Morowali yang membayar hanya 81.747 Wajib Pajak. Hal ini dikarenakan 50 masih kurangnya sosialisasi yang dilakukan DPPKAD kepada masyarakat. Indkator Peran DPPKAD dalam Pengelolaan PAD: 1. Perencanaan Target 2. Pelaksanaan Pemungutan 3. Pengawasan Penatausahaan 4. Pelaporan dan Evaluasi Realisasi PAD Gambar 2.2. Bagan Kerangka Konsep Landasan Hukum: 1. UUD RI 1945 4. UU No 28/2009 2. UU No 12/2008 5. Perda Kab. Morowali No 10/2009 3. UU No 33/2004 6. Perbup Morowali No 14/2008 Pengelolaan PAD Landasan Teori 1. Role Theory 2. POACE Faktor-faktor yang mempengaruhi:  pendukung  penghambat
  • 51. 51 BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Keadaan Geografis Berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 tahun 1999, Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang terbentuk bersama dua kabupaten lainnya di Sulawesi Tengah yakni Kabupaten Buol dan Kabupaten Banggai Kepulauan. Kabupaten ini sebelumnya merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Poso. Wilayahnya membentang dari arah tenggara ke barat dan melebar ke bagian timur serta berada di daratan Pulau Sulawesi dan wilayah lainnya terdiri dari pulau-pulau kecil. Bagian paling utara terdapat wilayah Kecamatan Mamosalato dan Bungku Utara, di bagian paling selatan terdapat wilayah Kecamatan Menui Kepualauan, yang terdiri dari beberapa pulau besar dan pulau kecil. Sedangkan di bagian timur adalah perairan Teluk Tolo serta bagian paling barat terdapat wilayah Kecamatan Moro Atas. Dilihat dari posisi di permukaan bumi, wilayah Kabuapten Morowali terletak pada pesisir pantai di perairan Teluk Tomori dan Teluk Tolo, serta kawasan lainnya terletak di kawasan hutan dan lembah pegunungan. Pada tahun 2004, Kabupaten Morowali mengalami pemekaran sehingga Kecamatan yang semula berjumlah 10 menjadi 13 Kecamatan dan pada tahun 2009 bertambah lagi satu Kecamatan sehingga berjumlah 14 Kecamatan59. Kecamatan Bungku Utara dimekarkan menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Bungku Utara dan Kecamatan Mamosalato. Bungku Barat dimekarkan menjadi tiga kecamatan 59 Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali.
  • 52. yaitu Kecamatan Bungku Barat, Bumi Raya, dan Wita Ponda. Mori Atas dimekarkan menjadi Kecamatan Mori Atas dan Mori Utara. Kemudian tahun 2011 bertambah menjadi 18 Kecamatan dengan tambahan Kecamatan Bungku Pesisir dengan Ibu Kota Lafeu, Kecamatan Bungku Timur dengan Ibu Kota Kolono, Kecamatan Petasia Timur dengan Ibu Kota Bungintimbe, dan Kecamatan Lembo Raya dengan Ibu Kota 52 Petumbea60. 3.1.1. Batas dan Luas Wilayah Secara administratif, Kabupaten Morowali memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:  Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah Kabupaten Tojo Una-Una  Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan  Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah Kabupaten Banggai dan Perairan Teluk Tolo  Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Kabupaten Poso, dan Kabupaten Tojo Una-Una. Belahan utara wilayah ini terdiri dari Kecamatan Mamosalato, Bungku Utara, Petasia, dan Soyo Jaya. Belahan Selatan terdiri dari Kecamatan Menui Kepulauan, Bungku Selatan dan Bahodopi. Di belahan barat terdapat Kecamatan Lembo dan Moro Atas. Sedangkan di belahan timur terdapat Kecamatan Bungku Tengah, Bungku Barat, Bumi Raya, dan Witaponda. 60 Data ini penulis peroleh dari diskusi dengan pegawai BPS. Empat kecamatan tersebut belum diinput dalam data Morowali Dalam Angka 2011 karena masih menggunakan data 2010. Sedangkan buku Morowali Dalam Angka 2012 belum diterbitkan karena datanya belum rampung.
  • 53. Luas daratan Kabupaten Morowali kurang lebih 15.490,12 km2 atau sekitar 22,77 % dari luas daratan Propinsi Sulawesi Tengah. Luas wilayah Kabupaten Morowali menempati urutan pertama bila dibandingkan dengan luas daratan kabupaten/kota lainnya di Sulawesi Tengah. Perhatikan tabel 53 berikut: Tabel 3.1. Perbandingan Luas Daratan Kabupaten Morowali dengan Kabupaten/Kota lainnya di Sulawesi Tengah, Tahun 2010 No Kabupaten/Kota Luas (km2) Persentase 1 Banggai Kepulauan 3.214,46 4,73 2 Banggai 9.672, 70 14,22 3 Morowali 15.490,12 22,77 4 Poso 8.712,25 12,81 5 Tojo Una-Una 5.721,51 8,41 6 Donggala61 10.471,71 15,39 7 Parigi Moutong 6.231,85 9,16 8 Toil-Toli 4.079,77 6,00 9 Buol 4.043,57 5,94 10 Palu 395,06 0,58 Sulawesi Tengah 68.033,00 100,00 Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali Wilayah Kabupaten Morowali terdiri dari 18 Kecamatan dengan wilayah daratan yang terluas adalah Kecamatan Bungku Utara yaitu 2.406,79 km2 atau 15,54 % dari luas daratan Kabupaten Morowali. Wilayah daratan terkecil 61 Termasuk luas wilayah Kabuapten Sigi.
  • 54. adalah Menui Kepulaun dengan luas 223,63 km2 atau 1,44 % dari total luas 54 daratan Kabupaten Morowali. Perhatikan tabel berikut ini. Tabel 3.2. Luas Wilayah Daratan Kabupaten Morowali menurut Kecamatan, 2010 No Kecamatan Luas (km2) Persentase 1 Menui Kepulaun 223,63 1,44 2 Bungku Selatan 1.271,19 8,21 3 Bahodopi 1.080,98 6,98 4 Bungku Tengah 1.112,80 7,18 5 Bungku Barat 758,93 4,90 6 Bumi Raya 504,77 3,26 7 Witaponda 519,70 3,36 8 Lembo 1.332,84 8,60 9 Mori Atas 1.508,81 9,79 10 Mori Utara 1.048,93 6,77 11 Petasia 1.635,24 10,56 12 Soyo Jaya 605,51 3,91 13 Bungku Utara 2.406,79 15,54 14 Mamosalato 1.480,00 9,55 Kabupaten Morowali 15.490,12 100,00 Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali. Hingga akhir tahun 2010, Kabupaten Morowali terdiri dari 240 Desa dengan topografi 169 desa/kelurahan berupa tanah datar dan 71 desa/kelurahan berupa perbukitan. Secara geografis, 132 desa di antaranya berbatasan dengan pantai, 14 desa terletak di sekitar daerah aliran sungai/lembah, 29 desa berada di daerah perbukitan/lereng dan 65 desa lainnya terletak di daerah daratan. Lihat tabel 3.3. 3.1.2. Letak dan Jarak Tempat Kabupaten Morowali terletak antara 01031’12” LS dan 03046’48” LS serta antara 121002’24” BT dan 123015’36” BT. Pada saat dibentuk, ibukota
  • 55. Kabupaten Morowali bertempat di Kolonodale. Namun berdasarkan UU No 51 tahun 1999, ibukota definitif, yakni di Bungku (Bungku Tengah) telah difungsikan kembali. Bungku berbatasan dengan Perairan Teluk Tolo sehingga dapat dicapai melalui laut, darat, atau kombinasi keduanya sesuai dengan keadaan geografis wilayah lainnya. Jarak antara Bungku dengan ibukota kecamatan baik melalui darat maupun laut dapat dilihat pada tabel 3.4. 55 Tabel 3.3. Banyaknya Desa menurut Kecamatan dan Letak Geografis, 2010 No Kecamatan Pantai Lembah/DAS Lereng/Punggung Bukit Dataran Jumlah 1 Menui Kepulaun 19 - - - 19 2 Bungku Selatan 32 - 1 - 33 3 Bahodopi 10 - - 2 12 4 Bungku Tengah 23 - 1 5 29 5 Bungku Barat 9 - - 1 10 6 Bumi Raya 5 - 3 5 13 7 Witaponda 4 - - 5 9 8 Lembo - 3 7 14 24 9 Mori Atas - 2 4 6 12 10 Mori Utara - - 2 6 8 11 Petasia 13 4 2 9 28 12 Soyo Jaya 3 1 5 - 9 13 Bungku Utara 8 - 2 10 20 14 Mamosalato 6 4 2 2 14 Kabupaten Morowali 132 14 29 65 240 Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali. Tabel 3.4. Jarak Ibu Kota Kabupaten dengan Ibu Kota Kecamatan No Ibu Kota Kabupaten Kecamatan/Ibu Kota Jarak Melalui Ditempuh dengan Darat (Km) Laut (Mil) Kedaraan 1 Bungku Menui Kepulaun/ Ulunambo - … 99 64 Laut Darat+Laut 2 - Bungku Selatan/ Kaleroang - … 44 - Laut Darat+Laut 3 - Bahodopi/ Bahodopi 41 - Darat 4 - Bungku Tengah/ Bungku 0 - 0 - Darat Laut
  • 56. 56 Tabel 3.4. (lanjutan) 5 - Bungku Barat/ Wosu 27 - Darat 6 - Bumi Raya/ Bahonsuai 48 - Darat 7 - Witaponda/ Lantula Jaya 61 - Darat 8 - Limbo/ Beteleme 149 - Darat 9 - Mori Atas/ Tomata 200 - Darat 10 - Mori Utara/ Mayumba 221 - Darat 11 - Petasia/ Kolonodale 115 - Darat - Soyo Jaya/ Lembasumara 115 15 Darat+Laut 13 - Bungku Utara/ Baturube 115 45 Darat+Laut 14 - Mamosalato/ Tanasumpu 161 45 Darat/Laut Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali. 3.2. Keadaan Demografis 3.2.1. Persebaran dan Kepadatan Penduduk Dari hasil registrasi penduduk dan juga hasil Sensus Penduduk (SP2010) menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Morowali setiap tahunnya selalu bertambah. Jumlah penduduk Kabupaten Morowali tahun 2004 tercatat 166.477 jiwa, tahun 2005 tercatat 170.200 jiwa, tahun 2006 tercatat 178.328 jiwa, tahun 2007 tercatat 190.012 jiwa, tahun 2008 tercatat 198.998 jiwa, pada akhir tahun 2009 tercatat 203.864 jiwa, dan pada saat Sensus Penduduk 2010 tercatat sebesar 206.322 jiwa. Ditinjau dari jenis kelaminnya, pada akhir tahun 2009 jumlah laki-laki lebih besar dari pada perempuan yaitu 104.074 jiwa dibanding 99.790 jiwa dengan rasio jenis kelamin 104,29. Pada
  • 57. tahun 2010 jumlah laki-laki 107.006 jiwa sedangkan perempuan berjumlah 57 99.316 jiwa dengan rasio jenis kelamin 107,74. Perhatikan tabel berikut ini. Tabel 3.5. Jumlah Penduduk menurut Kecamatan, Jenis Kelamin dan Rasio Jenis Kelamin, 2007-201062 No Kecamatan Laki-laki Perempuan Rasio Jenis Kelamin 1 Menui Kepulaun 5.920 6.144 96,35 2 Bungku Selatan 8.677 8.596 100,94 3 Bahodopi 3.508 3.086 113,67 4 Bungku Tengah 14.242 13.532 105,25 5 Bungku Barat 5.321 4.772 111,50 6 Bumi Raya 5.960 5.528 107,81 7 Witaponda 8.820 8.122 108,59 8 Lembo 10.677 9.623 110,95 9 Mori Atas 5.540 4.878 113,57 10 Mori Utara 3.627 3.192 113,63 11 Petasia 17.556 16.149 108,71 12 Soyo Jaya 4.281 3.603 118,82 13 Bungku Utara 7.569 7.130 106,16 14 Mamosalato 5.308 4.961 106,99 Kabupaten Morowali 2010 2009 2008 2007 107.006 104.074 101.481 97.349 99.316 99.790 97.517 92.680 107,74 104,29 104,06 105,02 Penduduk Morowali tahun 2010 saat Sensus Penduduk 2010 tersebar di 14 kecamatan dengan penduduk terbanyak berada di Kecamatan Petasia dengan jumlah 33.705 jiwa atau sekitar 16,34% dari total penduduk. Sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di Kecamatan Bohodopi dengan jumlah 6.594 jiwa atau sekitar 3,20% dari total penduduk. 62 Sumber: Registrasi Penduduk 2006-2009/Population Registration 2006-2009 Sensus Penduduk 2010/Popuation Census 2010.
  • 58. 58 Tabel 3.6. Penyebaran Penduduk Menurut Kecamatan, 2007-2010 No Kecamatan Jumlah Penduduk % terhadap penduduk kabupaten 1 Menui Kepulaun 12.064 5,85 2 Bungku Selatan 17.273 8,37 3 Bahodopi 6.594 3,20 4 Bungku Tengah 27.774 13,46 5 Bungku Barat 10.093 4,89 6 Bumi Raya 11.488 5,57 7 Witaponda 16.942 8,21 8 Lembo 20.300 9,84 9 Mori Atas 10.418 5,05 10 Mori Utara 6.819 3,31 11 Petasia 33.705 16,34 12 Soyo Jaya 7.884 3,82 13 Bungku Utara 14.699 7,12 14 Mamosalato 10.269 4,98 Kabupaten Morowali 2010 2009 2008 2007 206.322 203.864 198.998 190.012 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali. Pada akhir tahun 2010 di Kabupaten Morowali terdapat 50.747 rumah tangga/KK, sehingga rata-rata jumlah penduduk setiap rumah tangga/KK adalah 4 jiwa per rumah tangga/KK. Dari segi kepadatan penduduk, Kecamatan Menui Kepulauan merupakan daerah terpadat yaitu 54 jiwa/ per km2 dan dua kecamatan lain yakni Kecamatan Bungku Utara dan Kecamatan Bahodopi dengan kepadatan paling rendah yaitu 6 jiwa per km2. Secara umum kepadatan penduduk di Morowali pada tahun 2010 sebesar 13 jiwa.km2.
  • 59. 59 Tabel 3.7. Kepadatan Penduduk menurut Kecamatan, 2007-2011 No Kecamatan Jumlah Penduduk Luas Wilayah Kepadatan Penduduk Per km2 1 Menui Kepulaun 12.064 223,63 54 2 Bungku Selatan 17.273 1.271,19 14 3 Bahodopi 6.594 1.080,98 6 4 Bungku Tengah 27.774 1.112,80 25 5 Bungku Barat 10.093 758,93 13 6 Bumi Raya 11.488 504,77 23 7 Witaponda 16.942 519,70 33 8 Lembo 20.300 1.332,84 15 9 Mori Atas 10.418 1.508,81 7 10 Mori Utara 6.819 1.048,93 7 11 Petasia 33.705 1.635,24 21 12 Soyo Jaya 7.884 605,51 13 13 Bungku Utara 14.699 2.406,79 6 14 Mamosalato 10.269 1.480,00 7 Kabupaten Morowali 2010 2009 2008 2007 206.322 203.864 198.998 190.012 15.490,12 15.490,12 15.490,12 15.490,12 13 13 13 12 Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali. 3.2.2. Tenaga Kerja dan Transmigrasi Pengangguran sebagai salah satu masalah yang ditimbulkan dalan dunia ketenagakerjaan sudah menjadi masalah nasional yang hingga kini masih sulit pemecahannya. Dalam teorinya, masalah ini terjadi karena adanya ketidakseimbangan antara pertumbuhan penduduk yang pesat yang berpengaruh pada pertambahan jumlah pencari kerja setiap tahun dengan jumlah lapangan kerja yang tersedia. Di Kabupaten Morowali berdasarkan data pencari kerja yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Sosial, tahun 2010 jumlah pencari yang belum tersalurkan sudah menurun karena sudah ditempatkan berdasarkan komposisinya. Adapun pencari kerja yang
  • 60. masih terdaftar terdiri dari lulusan SLTA (43,09%), Diploma (27,42%) dan 60 Sarjana (28,93%). Sisanya adalah lulusan SD dan SLTP. Tabel 3.8. Jumlah Pencari Kerja dan Lowongan Pekerjaan menurut Jenis Kelamin, 201063 No Uraian Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Sisa Pencari Kerja dari Tahun Lalu 2.274 3.469 5.743 2 Pencari Kerja yang Terdaftar (sisa tahun lau+tahun ini) 3.173 4.871 8.044 3 Ditempatkan Tahun ini 161 155 316 4 Dihapuskan Tahun ini 104 242 346 5 Pencari Kerja yang Belum Ditempatkan 2.908 4.474 7.382 6 Sisa Lowongan dari Tahun lalu - - - 7 Permintaan Lowongan Tahun ini 161 155 376 8 Pemenuhan Lowongan Tahun ini 161 155 376 9 Penghapusan Lowongan - - - 10 Sisa Lowongan yang Belum Terpenuhi - - - Kabupaten Morowali 2010 … … … Tabel 3.9. Pencari Kerja yang Masih Terdaftar menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, 2007-2010 No Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah 1 SD 6 2 8 2 SLTP 29 4 33 3 SLTA 1.341 1.840 3.181 4 D1-D3 608 1.416 2.024 5 SARJANA 924 1.212 2.136 Kabupaten Morowali 2010 2009 2008 2007 2.908 2.274 1.009 1.726 4.474 3.469 1.674 1.999 7.382 5.743 2.683 3.725 63 Sumber data pada Tabel 3.8.-3.10. ini diambil dari Dinas Nakertranssos Kabupaten Morowali.
  • 61. 61 Tabel 3.10. Penempatan Pencari Kerja yang Masih Terdaftar menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, 2007-2010 No Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah 1 SD - - - 2 SLTP 5 - 5 3 SLTA 20 5 26 4 D1-D3 - - - 5 SARJANA 136 150 285 Kabupaten Morowali 2010 2009 2008 2007 161 1.009 40 264 155 1.674 2 264 315 2.683 42 528 3.2.3. Pendidikan Salah satu indikator utama untuk melihat keberhasilan proses pembangunan suatu daerah adalah dukungan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas dengan tetap tidak mengabaikan kuantitas. Pendidikan sebagai salah satu wahana untuk melahirkan SDM yang memiliki daya saing tinggi yang diharapkan dapat mempercepat kemajuan dan kesejahteraan bangsa dan Negara. Beberapa program pendidikan nasional yang diterapkan pemerintah seperti wajib belajar 9 tahun dan beberapa program pendidikan lainnya adalah sederet upaya untuk mewujudkan manusia Indonesia yang tangguh dan mampu bersaing di era globalisasi. Sasaran pendidikan selama ini yang lebih diutamakan adalah peningkatan SDM dengan memberikan kesempatan kepada seluruh kalangan
  • 62. masyarakat untuk mengecap pendidikan seluas-luasnya khususnya penduduk usia sekolah (7-24 tahun). Ketersediaan fasilitas pendidikan baik sarana maupun prasarana pendidikan menjamin peningkatan mutu pendidikan, meski 62 itu tidak selalu berbanding lurus. Berbagai problem yang muncul di dunia pendidikan kita dewasa ini bukan lagi hanya informasi elitis, masyarakat dewasa ini sudah cukup cerdas dan kritis untuk mengetahuinya. Oleh karena itu, pemerintah selalu mengupayakan pemecahan masalah-maslah itu dengan meluncurkan berbagai program pendidikan yang dianggap rasional untuk meningkatkan kualitas SDM. Demikian halnya dengan Kabupaten Morowali dengan berbagai problem teoritis dan praktis dalam pelaksanaan pendidikan yang juga belum teratasi secara optimal. Sebagai gambaran, tabel berikut ini memuat data tentang jumlah sekolah, pelajar, tenaga pendidik atau guru dari tingkat sekolah tingkat menengah atas (SMA dan SMK)64. Perhatikan Tabel 3.11. Untuk melihat gambaran pelaksanaan pendididkan di Kabupaten Morowali pada tahun ajaran 2010/2011, dapat dilakukan dengan melihat beberapa segi seperti tingkat pendayagunaan tenaga pendidik, tingkat 64Selengkapnya, tabel yang memuat data tentang jumlah sekolah, pelajar, tenaga pendidik atau guru dan jumlah Peserta dan Lulusan Ujian Akhir dari tingkat taman kanak -kanak (TK) sampai tingkat sekolah tingkat menengah atas (SMA dan SMK), lihat tabel 4.1.1. -4.1.10. hlm 53-62 di Morowali Dalam Angka 2011, BPS Kabuparen Morowali.
  • 63. efisiensi ;penggunaan dan kecukupan sarana pendidikan, dan tingkat 63 kelulusan65. Tingkat pendayagunaan tenaga pendidik pada tahun ajaran 2010/2011 yang merupakan perbandingan antara jumlah murid dengan guru menunjukkan bahwa beban tenaga pengajar di tingkat SD adalah 12. Hal ini berarti bahwa rata-rata satu orang guru harus mengajar 12 orang murid SD. Beban mengajar yang lain yaitu untuk SMP, SMU, dan SMK masing-masing sebesar 17;18; dan 16. Tingkat efisiensi; penggunaan dan kecukupan sarana pendidikan. dapat diketahui dari rasio murid terhadap sekolah atau perbandingan jumlah murid dengan jumlah sekolah yang ada di Kabupaten Morowali. Pada tahun ajaran 2010-2011 rasio pendidikan di tingkat SD, SMP, SMU, SMK yaitu rata-rata murid per sekolah sebanyak 119, 162, 273, dan 193. Tingkat kelulusan SD, SMP, SMU, dan SKM pada tahun 2010 masing-masing sebesar 97,32% ;99,38%; 99,02%; dan 91,32%. Pada tahun sebelumnya tingkat kelulusan siswa masing-masing sebesar 89,02%; 87,77%; 73,70%; dan 86,78%. Angka ini menunjukkan peningkatan persentase yang cukup drastis. Terutama untuk tingkat SMA. 3.2.4. Kesehatan Secara teoritis, kelengkapan fasilitas kesehatan sangat mempengaruhi kualitas pelayan dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan 65 Selengkapnya lihat di Morowali Dalam Angka 2010 yang disusun oleh BPS Kabupaten Morowali.
  • 64. masyarakat. Pemerintah telah melakukan berbagai macam upaya peningkatan kualitas kesehatan melalui fasilitas kesehatan, pelayanan kesehatan, dan mendorong partisipasi masyarakat, khususnya masyarakat dengan 64 pendapatan di bawah rata-rata. Tabel 3.11. Banyaknya Sekolah, Pelajar, dan Guru SMP menurut Kecamatan dan Status Sekolah T.A. 2010/2011 66 No Kecamatan Negeri Swasta Jumlah Sekolah Pelajar Guru Sekolah Pelajar Guru Sekolah Pelajar Guru 1 Menui Kepulaun 3 582 29 - - - 3 528 29 2 Bungku Selatan 6 863 41 - - - 6 863 41 3 Bahodopi 2 291 20 - - - 2 291 20 4 Bungku Tengah 7 1.367 107 - - - 7 1.367 107 5 Bungku Barat 2 312 9 - - - 2 312 9 6 Bumi Raya 3 529 32 1 49 - 4 578 - 7 Witaponda 2 787 31 - - - 2 787 31 8 Lembo 4 775 56 1 125 15 5 900 71 9 Mori Atas 3 456 34 1 140 10 4 596 44 10 Mori Utara 2 223 15 1 101 11 3 324 26 11 Petasia 6 1.398 86 2 228 12 8 1.626 98 12 Soyo Jaya 2 152 21 - - - 2 152 21 13 Bungku Utara 5 540 19 - - - 5 540 19 14 Mamosalato 4 349 17 - - - 4 349 17 Kabupaten Morowali 2010 2009 2008 2007 51 49 49 33 8.570 8.152 7.588 6.658 517 640 578 526 6 5 5 6 643 579 562 530 48 65 60 64 57 54 54 39 9.213 8.731 8.150 7.188 533 704 638 590 Upaya penyediaan kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas pada tahun 2008 sudah menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini terlihat ketika RSUD di Bungku mulai difungsikan. Hingga tahun 2010, rumah sakit di Kabupaten Morowali berjumlah 2 unit. Selain itu, jumlah puskesmas sampai pada tahun 2010 menjadi 98 unit yang terdiri dari 66 Sumber: Dinas Pendidikan dan Pengajaran Kabupaten Morowali.
  • 65. Puskesmas perawatan 11 unit, Puskesmas non-perawatan 7 unit, dan Pusmesmas Pembantu (PUSTU) 80 unit. Fasilitas kesehatan lainnya seperti posyandu dan poskesdes pada tahun 2010 tercatat sebanyak 286 unit dan 72 65 unit yang sudah hampir tersebar di 14 kecamatan67. Beberapa upaya yang dilakukan pemerintah seperti peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat melalui pencegahan penyakit antara lain telah dilakukan berbagai vaksinasi hingga ke pelosok pedesaan oleh pihak kesehatan di daerah ini. Pencegahan penyakit melalui vaksinasi di antaranya berupa vaksin BCG, DPT HB3, Polio, Campak, TT1, TT2 dll. Dibandingkan tahun sebelumnya, kuantitas akumulatif kegiatan vaksinasi pada tahun 2009 cenderung menurun. Selain itu, juga dilakukan upaya peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat melalui usaha penyediaan tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya yang terus diupayakan melalui penempatan tenaga kesehatan seperti dokter di setiap kecamatan dan bidan-bidan desa yang hampir tersebar di seluruh desa. Dalam upaya pelayanan kesehatan dan kelangsungan hidup ibu dan anak, bidan di desa dibantu dukun bayi untuk menangani persalinan dan perawatan iuy dan balitanya. Pada tahun 2009 jumlah bidan sebanyak 65 orang sedangkan dukun bayi tercatat 296 orang di antaranya 58,11% (172 orang) merupakan dukun terlatih. 67 Selengkapnya lihat Morowali Dalam Angka, 2011 pada Tabel 4.2.1-4.2.8 hlm 63-73.
  • 66. 66 Tabel 3.12. Banyaknya Tenaga Dokter menurut Kecamatan 2010 No Kecamatan Dokter Jumlah Umum Spesialis Gigi 1 Menui Kepulaun 1 - - 1 2 Bungku Selatan 1 - - 1 3 Bahodopi - - - - 4 Bungku Tengah 11 1 2 14 5 Bungku Barat 1 - - 1 6 Bumi Raya 1 - - 1 7 Witaponda 1 - - 1 8 Lembo 1 - 1 2 9 Mori Atas 1 - - 1 10 Mori Utara … … … … 11 Petasia 7 2 1 10 12 Soyo Jaya 1 - - 1 13 Bungku Utara - - - - 14 Mamosalato 1 - - 1 Kabupaten Morowali 2010 2009 2008 2007 27 30 30 27 3 3 3 3 4 7 7 5 34 40 40 35 Sumber: Morowali Dalam Angka 2010 dan 2011, BPS Kabupaten Morowali. 3.2.5. Pemerintahan Pada awal pemekaran yakni pada tahun 1999, wilayah administrasi Kabupaten Morowali terdiri dari 8 kecamatan, kemudian pada tahun 2003 menjadi 10 kecamatan yang membawahi 218 desa definif dan 1 unit pemukiman transmigrasi (UPT), di antaranya 10 yang berstatus kelurahan serta kedudukan Ibu Kota Kabupaten Morowali di Kota Kolonodale. Pada tahun 2009 Kabupaten Morowali mengalami pemekaran menjadi 14 kecamatan. Kemudian pada tahun 2011 menjadi 18 kecamatan.
  • 67. Berdasarkan status pemerintahan, pada tahun 2009 sampai 2010 terdapat 240 kelurahan/desa yang terdiri dari 230 desa dan 10 kelurahan. 67 Perhatikan tabel di bawah ini68. Tabel 3.13. Nama Ibu Kota Kecamatan, Desa Definitif menurut Kecamatan dan Status Pemerintahan, 2010 No Kecamatan Nama Ibu Kota Kecamatan Status Desa Kelurahan 1 Menui Kepulauan Ulunambo 18 1 2 Bungku Selatan Kaleroang 33 - 3 Bahodopi Bahodopi 12 - 4 Bungku Tengah Bungku 23 6 5 Bungku Barat Wosu 10 - 6 Bumi Raya Bahonsuai 13 - 7 Witaponda Lantula Jaya 9 - 8 Lembo Beteleme 24 - 9 Mori Atas Tomata 12 - 10 Mori Utara Mayumba 8 - 11 Petasia Kolonodale 25 3 12 Soyo Jaya Lembah Sumara 9 - 13 Bungku Utara Baturube 20 - 14 Mamosalato Tanasumpu 14 - Kabupaten Morowali Bungku Tengah 230 10 3.2.6. Keuangan, Perbankan dan Pendapatan Regional Realisasi penerimaan pajak pada tahun 2008 mencapai Rp 33.874,8 juta, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yakni Rp 34.774,8 juta. Sektor pertambangan memberikan konstribusi realisasi pajak yang sangat besar yakni Rp 31.242,06 juta69. Pada tahun 2009 mencapai Rp 36.507,649 juta. Lebih tinggi jika dibandingkan tahun sebelumnya yakni Rp 34.774,792 juta. Sektor 68 Sumber: Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Morowali yang tercantum dalam Morowali Dalam Angka, 2011, BPS Kabupaten Morowali. 69 Kabupaten Morowali Dalam Angka 2008.
  • 68. pertambangan memberikan konstribusi realisasi pajak yang sangat besar yakni 68 Rp 33.874,856 juta70. Pada tahun 2010 realisasi penerimaan pajak sebesar Rp 57.720,014 juta, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yakni Rp 36.507,649 juta. Konstribusi realisasi pajak sektor pertambangan sebesar Rp 54.985,493 juta71. Lihat Tabel 3.14. Selain pajak daerah sebagaimana yang dirinci dalam tabel di atas, juga ada Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang sejak dikeluarkannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam pemungutannya namun realisasinya nanti pada tahun 2012. Sebagai gambaran, berikut ini adalah tabel tentang Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan tahun 2007-200972. 70 Ibid 2009 71 Ibid 2010 72 Sumber data adalah DPPKAD yang tercantum dalam Morowali Dalam Angka 2010 di Kantor BPS Kabupaten Morowali.
  • 69. 69 Tabel 3.14. Realisasi Penerimaan Pajak dan Retribusi Kabupaten Morowali, 2007-2010 (ribu rupiah)73 No Jenis Penerimaan 2007 2008 2009 2010 I Bagian Pendapatan Asli Daerah 8.807.252 14,533,137 13,820,311 17,417,709 1 Pajak Daerah a. Pajak Hotel b. Pajak Hiburan c. Pajak Restoran d. Pajak Penerangan Jalan e. Pajak Reklame Papan f. Pajak Bahan Galian Golongan C g. Pajak Parkir h. Pajak Alat Tangkap Ikan 693.962 4.352 1.398 1.000 60.345 522.237 104.630 - - 988.144 14.731 - - 449.828 76.000 426.778 - 20.808 2.433.766 17.834 - 4.583 588.836 110.422 400.145 - 36.945 1.664.100 12.409 2.000 25.871 632.750 133.402 857.668 - - 2 Retribusi Daerah a. Retribusi Pelayanan Kesehatan b. Retribusi Penggantian Biaya KTP & Catpil c. Retribusi Pasar d. Retribusi Kendaraan Bermotor e. Retribusi Pasar Grosir & Pertokoan f. Retribusi Terminal g. Retribusi RPH h. Retribusi Pengangkutan Ikan i. Retribusi Ijin Peruntukkan Pengunaan Tanah j. Retribusi IMB k. Retribusi Tempat Khusus Parkir l. Retribusi Izin Gangguan HO m. Retribusi Izin Trayek n. Retribusi Hasil Hutan Ikutan o. Retribusi lainnya 1.073.645 246.414 33.351 80.201 - 113.041 42.043 - 11.875 17.282 25.641 - 503.788 - - 976.253 209.205 23.661 91.099 21.108 - 11.120 - 85.462 14.000 56.150 74.302 6.027 384.119 - - 1.930.843 874.662 143.109 110.920 24.554 99.151 16.093 - - 148.449 36.437 - 13.490 - - - 6.931.999 5.362.038 - 166.073 40.551 - 26.408 25.000 240.098 - 222.087 11.850 - 13.505 67.273 757.116 73 Sumber data pada tabel 3.14 dan tabel 3.15 dari DPPKAD Kabupaten Morowali.
  • 70. 70 Tabel 3.14. (lanjutan) 3 Laba Usaha Milik Daerah 6000 - 382.671 - 4 Penerimaan dari Dinas- Dinas - 164.285 - - 5 Penerimaan Lain-lain 3.815.100 10.941.327 9.785.855 3.597.787 II Bagian Bagi Hasil Pajak dan Bukan Pajak 35.335.844 51.306.754 50.669.668 49.827.269 1 Bagi Hasil Pajak 34.630.289 41.054.248 43.520.876 49.172.666 2 Bagi Hasil Bukan Pajak a. Iuran Hasil Hutan b. Iuran Hasil Pengusahaan Hutan c. Pemberian Hak Atas Tanah Negara d. Landrent e. Iuran Eksplorasi/Eksploita si/Royalti f. Lainnya 705.555 705.555 - - - - - 10.252.506 - - - 127.098 2.316.411 7.808.997 7.148.791 - - - 358.231 118.373 - 654.603 - - - 237.498 417.105 - Tabel 3.15. Realisasi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Menurut Sektor, 2007-2010 No Sektor Tahun 2007 2008 2009 2010 1 Pedesaan 529.970 334.818 829.066 1.092.767 2 Perkotaan 85.847 29.697 510.999 127.661 3 Perkebunan 189.523 272.870 1.292.728 1.514.091 4 Kelautan - - - - 5 Pertambangan 29.740.314 34.137.407 33.874.856 54.985.493 Jumlah 30.545.365,5 34.774.792 34.507.649 57.720.014