tugas karya ilmiah 1 universitas terbuka pembelajaran
TEORI-PSIKOANALISIS
1. BAB I
PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
Bentuk teori kepribadian dan terapi psikoanalitik ini muncul dalam konteks medis
dengan asumsi dasar bahwa klinisi menangani patologi. Pendekatan psikoanalisis juga
dikenal dengan istilah psikodinamik yang dikembangkan oleh Sigmund Freud.
Pendekatan-pendekatan psianalisis atau psikodinamik menganggap bahwa tingkah laku
abnormal disebabkan oleh faktor- faktor intrapsikis (konflik tak sadar, represi,
mekanisme defensive), yang mengganggu penyesuaian diri.
Pikoanalisis merupakan sebuah metode yang sangat berpengaruh mengobati
gangguan mental, dibentuk oleh teori psikoanalitik, yang menekankan proses mental
bawah sadar dan kadang-kadang digambarkan sebagai "psikologi mendalam."
Gerakan psikoanalitik berasal dari pengamatan klinis dan formulasi dari psikiater
Austria yang bernama Sigmund Freud, yang menciptakan istilah itu selama 1890-an,
Freud dikaitkan dengan yang lain Wina, Josef Breuer, dalam studi pasien neurotik bawah
hipnosist. Freud dan Breuer mengamati bahwa, ketika sumber ide pasien dan impuls
dibawa ke dalam kesadaran selama kondisi hipnosis, pasien menunjukkan perbaikan.
Norman D. Sundberg dkk (2007:190) Bagaimana Freud memikirkan tentang
masalah psikologis? Hal ini dapat dilihat dari ilustrasi pemikiran awal Freud-Katharina
disebuah buku terbitan 1895, Studies on Hysteria (Breuer dan Freud, hal. 125-
134).Psikoanalisa dapat dikatakan sebagai aliran psikologi yang paling dikenal meskipun
mungkin tidak dipahami seluruhnya. Namun psikoanalisa juga merupakan aliran
psikologi yang unik, tidak sama seperti aliran lainnya. Aliran ini juga yang paling banyak
pengaruhnya pada bidang lain di luar psikologi, melalui pemikiran Freud.
Konsep dari teori Freud yang paling terkenal adalah tentang adanya alam bawah
sadar yang mengendalikan sebagian besar perilaku. Selain itu, dia juga memberikan
pernyataan pada awalnya bahwa prilaku manusia didasari pada hasrat seksualitas pada
awalnya (eros) yang pada awalnya dirasakan oleh manusia semenjak kecil dari ibunya.
2. 2
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dengan model Psycoanalytical?
2. Bangaimanakah pendekatan psikoanalisa dalam bidang klinis?
3. Sebutkan dan jelaskan struktur kepribadian ?
4. Bangaimanakah dinamika kepribadian ?
5. Bangaimanakah perkembangan kepribadian?
6. Bangaimanakah proses terapi dalam psikoanalitik?
7. Sebutkan dan jelaskan teknik-teknik dalam psikoanalitik?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pegertian dari model Psycoanalytical.
2. Untuk mengetahui bangaimana pendekatan psikoanalisa dalam bidang klinis.
3. Untuk mengetahui struktur kepribadian .
4. Untuk mengetahui bangaimana dinamika kepribadian .
5. Untuk mengetahui bangaimana perkembangan kepribadian.
6. Untuk mengetahui bangaimana proses terapi dalam psikoanalitik.
7. Untuk mengetahui teknik-teknik dalam psikoanalitik.
3. BAB II
PEMBAHASAN
3
A. Pengertian
Model Psycoanalytical merupakan model yang pertama yang ditemukan oleh
Sigmun Freud yang meyakini bahwa penyimpangan perilaku pada usia dewasa
berhubungan pada perkembangan pada masa anak. Setiap fase perkembangan
mempunyai tugas perkembangan yang harus dicapai. Gejala yang Nampak merupakan
symbol dari komflik.
Pikoanalisis merupakan sebuah metode yang sangat berpengaruh mengobati
gangguan mental, dibentuk oleh teori psikoanalitik, yang menekankan proses mental
bawah sadar dan kadang-kadang digambarkan sebagai "psikologi mendalam."
Model ini menjelaskan bahwa gangguan jiwa dapat terjadi pada seseorang apabila
ego(akal) tidak berfungsi dalam mengontrol id (kehendak nafsu atau insting).
Ketidakmampuan seseorang dalam menggunakan akalnya (ego) untuk mematuhi tata
tertib, peraturan, norma, agama(super ego/das uber ich), akan mendorong terjadinya
penyimpangan perilaku (deviation of Behavioral).
Faktor penyebab lain gangguan jiwa dalam teori ini adalah adanya konflik
intrapsikis terutama pada masa anak-anak. Misalnya ketidakpuasan pada masa oral
dimana anak tidak mendapatkan air susu secara sempurna, tidak adanya stimulus untuk
belajar berkata- kata, dilarang dengan kekerasan untuk memasukkan benda pada
mulutnya pada fase oral dan sebagainya. Hal ini akan menyebabkan traumatic yang
membekas pada masa dewasa.
Proses terapi
Memakan waktu yang lama
Menggunakan tehnik asosiasi bebas dan analisis mimpi : menginterprestasikan
perilaku, megggunakan transferens untuk memperbaiki masa lalu, mengidentifikasi
area masalah.
Peran pasien dan terapis
Pesien : menggungkapkan semua pikiran dan mimpi
4. Terapis : mengupayakan perkembangan transferens, menginterprestasikan pikiran dan
mimpi pasien dalam kaitannya dengan konflik.
B. Pendekatan psikoanalisa dalam bidang klinis
Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:61), Minat Freud pada neurologi
menyebabkan ia menspesialisasi diri di bidang keperawatan gangguan-gangguan saraf,
sebuah cabang ilmu kedokteran yang ketinggalan di tengah gerak maju dikalangan seni
penyembuhan selama abad XIX. Untuk meningkatkan keterampilan-keterampilan
teknisnya, Freud belajar selama satu tahun pada psikiater Perancis yang terkenal, Jean
Charcot, yang menggunakan hypnosis untuk menyembuhkan hysteria. Meskipun Freud
mencoba hypnosis dengan pasien-pasiennya, namun ia tidak yakin dengan
kemanjurannya. Karena itu ketika dia mendengar metode baru yang dikembangkan oleh
seorang dokter Wina, Joseph Breuer, suatu metode dimana pasien disembuhkan dari
simtom-simtom dengan cara mengungkapkannya, ia mencobanya dan melihat bahwa
cara itu efektif. Breuer dan Freud bekerjasama menulis beberapa dari kasus-kasus
hysteria mereka yang berhasil disembuhkan dengan teknik pengungkapan.
Akan tetapi kedua orang tersebut segera berbeda pandangan mengenai peranan
faktor seksual dalam hysteria. Freud berpendapat bahwa konflik-konflik seksual adalah
penyebab dari hysteria sedangkan Breuer berpandangan lebih hati-hati. Sejak itu Freud
praktis bekerja sendirian mengembangkan ide- ide yang menjadi dasar teori psikoanalitik
dan yang mencapai puncaknya dalam penelitian hasil karya besar pertamanya, The
interpretation of dream (1900).
Data empiris yang dipakai oleh Freud sebagai dasar bagi teori- teorinya terutama
adalah ucapan-ucapan dan tingkah laku ekspresif pasien-pasien yang mengalami
perawatan psikologis. Meskipun Freud mempelajari metode-metode tepat ilmu
pengetahuan alam abad XIX dan menunjukkan reputasi yang hebat sebagai peneliti
dalam bidang kedokteran sebelum mengalihkan perhatiannya pada psikologi, namun ia
tidak menggunakan teknik eksperimental atau teknik observasi yang terkontrol dalam
penelitian-penelitian tentang jiwa manusia. Freud tidak merupakan bagian dari psikologi
eksperimental yang dirintis oleh Fechner pada tahun 1860 dan dikembangkan menjadi
ilmu pengetahuan oleh Wunt selama dua puluh tahun berikutnya. Tentu saja Freud akrab
dengan gerakan ini dan filsafat Fechner mempengaruhinya, walaupun demikian Freud
4
5. bukanlah seorang psikolog eksperimental. Ia tidak memerlukan eksperimen-eksperimen
psikologi yang terkontrol, dam ia pun tidak mengumpulkan data dan menganalisinya
secara kuantitatif seperti yang dilakukan oleh para psikolog abad XIX lainnya. Orang
sia-sia mencari table atau grafik dalam tulisan-tulisannya yang sangat banyak. Freud juga
tidak pernah menggunakan tes diagnostic atau bentuk-bentuk lain metode objektif
pengukuran kepribadian. Teori- teorinya berkembang pada saat ia mendengar fakta dan
khayalan yang diungkapkan oleh kepribadian-kepribadian yang mengalami gangguan.
Namun sangat keliru kalau mengatakan bahwa pengungkapan-pengungkapan
verbal orang-orang yang menjalani perawatan merupakan satu-satunya bahan atas dasar
mana Freud merumuskan teori-teorinya.
5
C. Struktur Kepribadian
Dalam teori Psikoanalitik, Freud membagikan struktur psikis atau mental manusia
ke dalam 3 bagian yaitu :
1. Id
Id merupakan dorongan biologis yang berada dalam ketidaksadaran (dorongan
nafsu) yang beroperasi menurut prinsip kenikmatan (pleasure principle) struktur
mental ini sudah ada sejak lahir (bawah sadar). Manusia lahir membawa id,
contohnya jika lapar kita menangis, mau mandi kita menangis. Jadi id merupakan
bagian yang paling primitif yang tediri dari kebutuhan biologis dasar.
Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:64), Id merupakan system
kepribadian yang asli, id juga merupakan rahim tempat ego dan superego
berkembang. Id berisikan segala sesuatu yang secara psikologis diwariskan dan telah
ada sejak lahir, termasuk instink- instink. Freud menyebut id sebagai “kenyataan
psikis yang sebenarnya”.
Id tidak bisa menanggulangi peningkatan energi yang dialaminya sebagai
keadaan-keadaan tegangan yang tidak menyenangkan. Karena itu, apabila tingkat
tegangan organism meningkat, maka id akan bekerja sedemikian rupa untuk segera
menghentikan tegangan dan mengembalikan organisme pada tingkat enegi rendah
dan konstan serta menyenangkan.
6. Sumadi Suryabrata (2005:125), yang menjadi pedoman dalam berfungsinya id
ialah menghindari diri dari ketidakenakan dan mengejar keenakan, pedoman ini
disebut Freud sebagai “prinsip kenikmatan” atau “prinsip keenakan”. Untuk
menghilangkan ketidakenakan dan mencapai keenakan itu id mempunyai dua cara
(alat proses), yaitu:
a. Refleks dan reaksi-reaksi otomatis, seperti bersin, berkedip, dan sebagainya.
b. Proses primer (primair vorgang), seperti orang lapar maka akan membayangkan
makanan. Proses primer menyangkut suatu reaksi psikologis yang sedikit lebih
rumit. Ia beruasaha menghentikan tegangan dengan membentuk khayalan
tenteng objek yang dapat menghilangkan tegangan tersebut.
Proses primer tidak akan mampu mereduksi atau mengurangi tegangan. Ora ng
yang lapar tidak akan dapat memakan khayalan tentang makanan. Karena itu, suatu
proses psikologis baru atau sekunder berkembang, dan apabila hal ini terjadi maka
struktur system kedua kepribadian, yaitu ego melai terbentuk.
6
2. Ego
Ego adalah struktur fikiran yang beroperasi menurut prinsip kenyataan (reality
principle), yang mengutamakan pemikiran logika dan rasional (tahap sadar). Ego
timbul karena kebutuhan-kebutuhan organisme memerlukan transaksi-transaksi yang
sesuai dengan dunia kenyataan objektif. Orang yang lapar harus mencari,
menemukan dan memakan makanan sampai tegangan karena rasa lapar dapat
dihilangkan.
Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:65), perbedaan pokok antara id dan
ego adalah bahwa id hanya mengenal kenyataan subjektif-jiwa, sedangkan ego
mebedakan antara hal-hal yang terdapat dalam batin dan hal-hal yang terdapat dalam
dunia luar. Ego bekerja berdasarkan prinsip kenyataan, dan beroperasi menurut
proses sekunder. Tujuan prinsip kenyataan adalah mencegah terjadinya tegangan
sampai ditemukan suatu objek yang cocok untuk pemuasan kebutuhan. Gerald
Corey (2009:15) hubungan antara id dan ego adalah ego tempat bersemayam
intelegensi dan rasionalitas yang mengawasi dan mengendalikan impuls- impuls buta
dari id.
7. Proses sekunder merupakan adalah berfikir realistic. Dengan proses sekunder,
ego menyusun rencana untuk memuaskan kebutuhan dan kemudian menguji rencana
ini, yang biasanya melalui suatu tindakan, untuk melihat apakah rencana itu berhasil
atau tidak. Hal ini disebut pengujian terhadap kenyataan (reality testing).
Ego disebut eksekutif kepribadian, karena ego mengontrol pintu-pintu kearah
tindakan, memilih segi-segi lingkungan kemana ia akan memberi respon, dan
memutuskan instink manakah yang akan dipuaskan dan bagaimana caranya.
7
3. Super ego
Super Ego itu Merupakan struktur yang terbentuk dari komponen sosial dan
moral, struktur ini bertanggung jawab menentukan tingkah laku baik dan
buruk,beroperasi menurut prinsip moral. Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey
(1994:67), superego adalah perwujudan internal dari nilai- nilai dan cita-cita
tradisional masyarakat sebagaimana diterangkan orang tua kepada anaknya, dan
dilaksanakan dengan cara memberi hadiah-hadiah atau hukuman-hukuman.
Superego adalah wewenang moral dari kepribadian, dia mencerminkan yang ideal
bukan yang real, dan memperjuangkan kesempurnaan dan bukan kenikmatan.
Perhatiannya yang utama adalah memutuskan apakah sesuatu itu benar atau salah
dengan demikian ia dapat bertindak sesuai dengan norma-norma moral yang diakui
oleh wakil-wakil masyarakat.
Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:67), fungsi- fungsi pokok superego
adalah:
a. Merintangi impuls- impuls id, terutama impuls- impuls seksual dan agresif,
karena inilah impuls- impuls yang pernyataannya sangat dikutuk oleh
masyarakat.
b. Mendorong ego untuk menggantikan tujuan-tujuan moralitas.
c. Mengajar kesempurnaan.
D. Dinamika Kepribadian
Freud sangat terpengaruh oleh filsafat determinisme dan positifme ilmu
pengetahuan abad XIX dan menganggap organisme manusia sebagai suatu system
energy kompleks, yang memperoleh energinya dari makanan yang dimakannya, dan
8. mengunakannya untuk bermacam-macam hal, seperti sirkulasi pernapasan, gerakan otot,
mengamati, berfikir dan mengingat. Apabila pekerjaan merupakan kegiatan psikologis,
seperti berfikir, maka Freud yakin bahwa sangat sah menyebut energy ini energy psikis.
Menurut doktrin penyimpanan energy, eneegi dapat berpindah dari suatu tempat ke
tempat lain, tetapi tidak dapat hilang dari seluruh system kosmis, berdasarkan pemikiran
ini maka energy psikis dapat diubah menjadi energy fisiologis dan demikian sebaliknya.
Titik hubungan atau jembatan antara energy tubuh dan energy kepribadian adalah id
beserta instink- instinknya.
8
1. Instink
Instink didefenisikan sebagai perwujudan psikologis dari suatu sumber
rangsangan somatic dalam yang dibasa sejak lahir. Perwujudan psikologisnya disebut
hasrat sedangkan ransangan jasmaniahnya dari mana hasrat itu muncul disebut
kebutuhan.
Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:70), instink adalah suatu berkas atau
butir energy psikis atau seperti dikatakan Freud, “Suatu ukuran tuntutan pada jiwa
untuk bekerja”. Suatu instink mempunyai empat siri khas, yakni:
a. Sumber: sebagai kondisi jasmaniah atau kebutuhan.
b. Tujuan: untuk menghilangkan peransangan jasmaniah.
c. Objek: seluruh kegiatan yang menjebatani antara munculnya suatu hasrat dan
pemenuhannya.
d. Impetus: daya atau kekuatan yang ditentukan oleh intensitas kebutuhan yang
mendasarinya.
Sgmund Freud (1984:37) sejak tahun 1920 teori psikoanalisa tidak berhasil
memahami beberapa fenomena yang sering ditemui waktu perngobatan pasien-pasien
neurotis. Apa sebabnya si pasien senantiasa kembali pada kegagalan-kegagalan,
situasi-situasi yang melukai, ketidakberhasilan dalam cinta dimasa lampau. Beberapa
pengualangan fenomena itu dapat dimengerti berdasarkan prinsip kesenangan. Namun
pengulangan ada juga yang kurang mengenakkan. Freud berpendapat bahwa pada
setiap makhluk hidup kita melihat kecenderungan untuk kembali ke suatu keadaan
lebih dahulu, yaitu ke suatu keadaan inorganic. Dengan perkataan lain, kehidupan
9. cenderung kembali kepada kematian. Jadi “keharusan untuk mengulangi” adalah
prinsip psikologis yang berakar kuat dalam biologi.
Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:72), Freud menggolongkan instink
9
kedalam dua kelompok besar, yaitu:
a. Instink-instink hidup
Instink- instink hidup menjamin tujuan mempertahankan hidup individu dan
perkembangbiakan ras. Rasa lapar, haus, dan seks termasuk dalam kategori ini.
Bentuk energy yang dipakai oleh instink- instink hidup untuk menjalankan
tugasnya disebut libido.
Instink hidup yang paling ditekankan oleh Freud adalah seks, dan selama
tahun-tahun awal psikoanalisis, hampir segala sesuatu yang dilakukan orang
dipandang bersumber pada maha dorongan ini. Sebenarnya, instink seks bukan
tunggal melainkan banyak. Artinya ada sejumlah kebutuhan jasmaniah berlainan
dan membangkitkan hasrat-hasrat erotic. Masing-masing hasrat ini bersumber
pada bagian tubuh tertentu yang secara kolektif disebut daerah-daerah erogen.
Pada masa kanak-kanak, instink- instink seksual itu relative berdiri sendiri
namun manakala orang mencapai pubertas, mereka cenderung menyatu dan
bersama-sama menjalankan fungsi untuk tujuan reproduksi.
b. Instink-instink mati
Instink- instink mati disebut juga oleh Freud sebagai instink- instink merusak
(destruktif), melaksanakan tugasnya secara lebih sembunyi-sembunyi
dibandingkan instink- instink hidup. Menurut Freud, kehidupan hanyalah jalan
memutar kearah kematian.
2. Distribusi Penggunaan Energi Psikis
Pada mulanya, id memiliki semua energi dan menggunakannya untuk gerakan
refleks dan pemenuhan hasrat melalui proses primer. Kedua kegiatan ini langsung
mengabdi prinsip kenikmatan dengan mana id bekerja. Penggunaan energi untuk
menghasilkan suatu gerakan atau gambaran yang memuaskan instink ini disebut
pemilihan-objek atau kateksis-objek instink.
10. Energi id sangat mudah berubah, yang berarti ia dapat dengan mudah
dipindahkan dari suatu gerakan atau gambaran lain. Sifat mudah dipindahkan dari
energi instink ini disebabkan karena id tidak mampu mengadakan diskriminasi secara
cermat diantara objek-objek. Objek-objek yang berbeda diperlakukan seolah-olah
sama. Contohnya bayi yang lapar, misalnya dia akan mengambil apa saja yang dapat
dipegang dan dimasukkannya ke dalam mulut.
10
3. Kesadaran dan ketaksadaran
Asumsi yang mendasari teori psikoanalisis adalah bahwa kegiatan mental
manusia terjadi pada tingkat kesadaran, yaitu: (a) kesadaran, mencakup apapun yang
dipikirkan dan dikerjakan manusia; (b) Prasadar, mencakup segala pengetahuan dan
ingatan yangs ewaktu-waktu dalam dikeluarkan kea lam sadar; (c) Ketidaksadaran,
mencakup segala sesuatu yang tidak ingin disadari dengan dengan sengaja ditekan
agar terlupa.
Teori yang dikemukakan Sigmund Freud Mengatakan bahwa sebagian besar
perilaku kita berasal dari Proses yang tidak disadari (unconscious processes). Yang
dimaksud Freud tentang proses yang tidak disadari adalah: pemikiran, rasa takut,
keinginan-keinginan yang tidak disadari seseorang tetapi membawa pengaruh
terhadap perilakunya. Example : Anda mungkin saja mempunyai ketakutan tidak lulus
pada ujian akhir, oleh karena itu anda mencoba untuk belajar dengan giat demi
kelulusan Anda.
Freud juga beranggapan bahwa :
a. Di dalam diri manusia terdapat berbagai macam impuls yang seringkali dilarang
atau dihukum oleh orangtua pada masa kanak-kanak.
b. Impuls itu sebenarnya adalah bawaan atau instink yang dibawa sejak lahir, karena
setiap orang lahir dengan membawa berbagai impuls.
c. Melarang impuls itu hanya akan mendorong mereka keluar dari kesadaran dan
masuk ke bawah sadar mereka. dimana mereka akan tetap mempengaruhi
mimpi,mannaerisme dan bermanifestasi.
Konsep mental yang aktif terutama dianut oleh para ahli di Jerman. Pada waktu
ini peran dominan strukturalisme di Jerman telah diambil alih oleh aliran Gestalt.
Paham Gestalt menganggap struktur pengorganisasian mental manusia adalah
11. inherent. Struktur ini memungkinkan manusia belajar dan mendapatkan isi mental itu
sendiri. Dengan demikian, Gestalt berfokus pada konsep mental yang aktif namun
tetap empiris.
Psikoanalisa mengikuti keaktifan mental dari Gestalt (Freud dengan
psikodinamikanya pada level kesadaran dan non kesadaran) namun tidak empiris.
Tidak seperti aliran lainnya, psikoanalisa berkembang bukan dari riset para akademisi,
tapi berdasarkan pengalaman dari praktek klinis.
Pada masa ini penanganan terhadap penderita gangguan mental sangat tidak
manusiawi dan disamakan dengan para pelaku kriminal serta orang-orang terlantar.
Reformasi dalam penanganan penderita gangguan mental diawali dengan perbaikan
fasilitas pengobatan, akhirnya mengarah pada perbaikan di bidang teknik terapi bagi
gangguan emosional dan perilaku.
Pemikiran dan teori Freud membagi mind ke dalam consciousness,
preconsciousness dan unconsciousness. Dari ketiga aspek kesadaran, unconsciousness
adalah yang paling dominan dan paling penting dalam menentukan perilaku manusia
(analoginya dengan gunung es). Di dalam unsconscious tersimpan ingatan masa kecil,
energi psikis yang besar dan instink. Preconsciousness berperan sebagai jembatan
antara conscious dan unconscious, berisi ingatan atau ide yang dapat diakses kapan
saja. Consciousness hanyalah bagian kecil dari mind, namun satu-satunya bagian yang
memiliki kontak langsung dengan realitas.
Suprapti Slamet dan Sumarmo Markam (2003:63-34), pendekatan psikoanalisis
atau psikodinamik menganggap bahwa tinglah laku abnormal disebabkan oleh faktor-faktor
intrapsikis (konflik tak sadar, represi, mekanisme defensive), yang
mengganggu penyesuaian diri. Menurut Freud, esensi pribadi seseorang bukan
terletak pada apa yang ia tampilkan secara sadar, melainkan apa yang tersembunyi
dalam ketidaksadarannya.
11
4. Kecemasan
Gerald Corey (2009:17) Kecemasan merupakan suatu keadaan tegang yang
memotivasi kita untuk berbuat sesuatu. Fungsinya adalah memperingatkan adanya
ancaman bahaya, yakni sinyal bagi ego yang akan terus meningkat jika tindakan-tindakan
yang layak untuk mengatasi ancaman bahaya itu tidak diambil.
12. Reaksi umum bagi individu terhadap ancaman-ancaman rasa sakit dan perusakan
luar atau lingkungan yang tak siap ditanggulanginya ialah menjadi takut.menghadapi
ancaman biasanya orang merasa takut. Kewalahan menghadapi stimulasi berlebihan
yang tidak berhasil dikendalikan oleh ego, maka ego menjadi diliputi kecemasan.
Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:81), Freud membedakan tiga macam
12
kecemsan, yakni:
a. Kecemasan realitas: adalah ketakutan terhadap bahaya dari dunia eksternal, dan
taraf kecemasan sesuai dengan derajat ancaman yang datang.
b. Kecemasan neurotic: adalah ketakutan terhadap tidak terkendalinya naluri-naluri
yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan yang bisa mendatangkan
hukuman bagi dirinya.
c. Kecemsan moral atau perasaan bersalah: adalah ketakutan terhadap hati nurani
sendiri.
E. Perkembangan Kepribadian
Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:82), Freud berpendapat bahwa
kepribadian telah cukup terbentuk pada akhir tahun kelima, dan bahwa perkembangan
selanjutnya sebagian besar hanya merupakan kolaborasi terhadap struktur dasar itu.
Kepribadian berkembang sebagai respon terhadap empat sumber tegangan pokok, yakni:
proses-proses pertumbuhan fisiologis, frustasi- frustasi, konflik-konflik, dan ancaman-ancaman.
Sebagai akibat langsung dari meningkatnya tegangan yang ditimbulkan oleh
sumber-sumber ini, sang pribadi terpaksa mempelajari cara-cara baru mereduksi
tegangan.
Identifikasi dan pemindahan (displacement) adalah dua cara yang digunakan
individu untuk belajar mengatasi frustasi- frustasi, konflik-konflik, dan kecemasan-kecemasan.
1. Identifikasi
Identifikasi didefenisikan sebagai metode yang digunakan orang untuk
mengambil alih cirri-ciri orang lain dan menjadikannya bagian yang tak terpisahkan
dari kepribadian sendiri. Identifikasi juga merupakan cara dengan mana orang dapat
memperoleh kembali suatu objek yang telah hilang.
13. 13
2. Pemindahan
Apabila objek asli yang dipilih instink tidak dapat dicapai karena adanya
rintangan baik dari luar maupun dari dalam (anti kateksis), maka suatu kateksisi yang
baru akan terbentuk , kecuali jika terjadi suatu represi yang kuat.
Arah yang ditempuh pemindahan ditentukan oleh dua faktor, yaitu:
a. Kemiripan objek pengganti dengan objek aslinya
b. Sanksi-sanksi dan larangan- larangan yang diterapkan masyarakat.
3. Mekanisme-mekanisme Pertahanan Ego
Dibawah tekanan kecemasan yang berlebih- lebihan, ego kadang-kadang terpaksa
menempuh cara-cara ekstrem untuk menghilangkan tekanan. Cara tersebut disebut
mekanisme pertahanan ego. Mekanisme pertahanan ego yang dilakukan mempunyai
dua cirri umum, yaitu:
a. mereka menyangkal, memalsukan atau mendistorsikan kenyataan.
b. mereka bekerja secara tak sadar sehingga orangnya tidak tahu apa yang sedang
terjadi.
Pertahanan-pertahanan pokok yang dilakukan adalah:
a. Penyangkalan, adalah pertahanan melawan kecemasan dengan “menutup mata”
terhadap keberadaan yang mengancam. Individu menolak sejumlah aspek
kenyataan yang membangkitkan kecemasan.
b. Proyeksi, adalah mengalamatkan sifat-sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh
ego kepada orang lain. Seseorang melihat pada diri orang lain hal –hal yang tidak
disukai dan ia tidak bisa menerima adanya hal-hal itu pada dirinya.
c. Fiksasi, adalah menjadi “terpaku” pada tahap-tahap perkembangan yang lebih
awal karena mengambil langkah ketahap selanjutnya bisa menimbulkan
kecemasan.
d. Regresi, adalah melangkah mundur ke fase perkembangan yang lebih awal yang
tuntutannya tidak terlalu besar.
14. e. Rasionalisasi, adalah menciptakan alasan yang “baik” guna menghindarkan ego
dari cedera, memalukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi
tidak begitu menyakitkan.
f. Sublimasi, asalah menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara
sosial lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya.
g. Displasement, adalah mengarahkan energi kepala objek atau orang lain apabila
objek asal atau orang yang sesungguhnya, tidak dijangkau.
h. Represi, adalah melupakan isi kesadaran yang traumatis atau bisa membangkitkan
kecemasan, mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima kepada ketaksadaran,
atau menjadi tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan.
i. Formal reaksi, adalah melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat
tak sadar, jika perasaan-perasaan yang lebih dalam menimbulkan tindakan yang
berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar, jika perasaan-perasaan yang lebih
dalam menimbulkan ancaman, maka seseorang menampilkan tingkah laku yang
berlawanan guna menyangkal perasaan-perasaan yang bisa menimbulkan
ancaman itu.
14
4. Tahap-tahap Perkembangan
Model psikoanalitik adalah pelukisan tahap-tahap perkembangan psikososial dan
psikoseksual individu dari lahir hingga dewasa. Menurut Gerald Corey, pemahaman
psikoanalitik tentang perkembangan adalah hal yang esensial jika seseorang konselor
menangani kliennya secara mendalam. Ia mengatakan masalah-masalah yang paling
khas yang dibawa orang-orang, baik ke dalam situasi-situasi konseling individual
maupun kelompok, terdiri dari:
Ketidakmampuan menaruh kepercayaan pada diri sendiri dan pada orang lain.
Ketidakmampuan mengakui dan mengungkapkan perasaan-parasaan benci dan
marah, penyangkalan terhadap kekuatan sendiri sebagai pribadi, dan kek urangan
perasaan-perasaan otonom.
Ketidakmampuan menerima sepenuhnya seksualitas dan perasaan-perasaan
seksual diri sendiri.
Bagi Freud tahun-tahun pertama kehidupan yang hanya beberapa itu memiliki
peranan yang menentukan bagi pemberntukan kepribadian.
15. 15
a. Tahap oral
Dari lahir hingga akhir usia satu tahun seseorang bayi menjalani fase oral.
Masalah-masalah yang kepribadian yang muncul akibat yang bersumber dari fase
oral adalah: pengembangan pandangan terhadap dunia yang didasari oleh
ketidakpercayaan, ketakutan untuk menjangkau orang lain, penolakan terhadap
afeksi, ketakutan untuk mencintai dan mempercayai rasa harga diri yang rendah,
isolasi dan penarikan diri, dan ketidakmampuan membangun atau memlihara
hubungan yang akrab.
Selama tahap pertama, yang berlangsung selama kira-kira satu tahun, mulut
merupakan daerah pokok kegiatan dinamik. Sumber kenikamatan pokok yang
berasal dari mulut adalah makan. Makan meliputi stimulasi sentuhan terhadap
bibir dan rongga mulut, serta menekan atau jika makanan tidak menyenangkan
maka akan dimuntahkan keluar.
Kemudian setelah gigi tumbuh maka mulut dipakai untuk mengigit dan
mengunyah. Dua macam aktivitas oral ini, yakni menelan makanan dan mengigit,
merupakan prototipe bangi banyak ciri karekter yang berkembang dikemudian
hari.
Fase oral adalah memperoleh rasa percaya kepada orang lain, kepada dunia,
dan kepada diri sendiri. Efek penolakan pada fase oral adalah kecenderungan di
masa kanak-kank selanjutnya untuk menjadi penakut, tidak aman, haus akan
perhatian, iri, agresif, benci, dan kesepian. Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey
(1994:72), Freud berpendapat bahwa symptom ketergantungan yang paling
ekstrem adalah keinginan kembali ke dalam rahim.
b. Tahap anal
Setelah makanan dicerna, maka sisa makanan akan menumpuk di ujung
bawah dari usus dan secara refleks akan dilepaskan keluar apabila tekanan pada
otot lingkar dubur mencapai taraf tertentu. Pengeluaran feses menghilangkan
sumber ketidaknyamanan dan menimbulkan perasaan lega. Tahap oral disusun
dengan berkembangnya kateksis dan anti kateksis disekitar fungsi- fungsi
eliminasi dan disebut tahap anal. Tahap ini berakhir pada tahun kedua.
16. Tugas penting yang harus diselesaikan di fase ini adalah belajar mandiri,
memiliki kekuatan pribadi dan otonom, serta belajar bagaimana mengakui dan
menangani perasaan-perasaan yang agresif. Bermula dari tahun kedua hingga
tahun ketiga, fase anal memiliki arti penting bagi pembentukan kepribadian.
Masalah-masalah kepribadian yang muncul kemudian, seperti kompulsi, berakar
pada cara para orang tua memperlakukan anak-anaknya selama fase anal ini.
16
c. Tahap phalik
Tahap falik adalah tahap dimana kenikmatan berfokus pada alat kelamin,
pada tahap ini muncul Oedipus complex. Fase falik adalah fase ketika
kesanggupan-kesanggupan untuk berjalan, berbicara, berfikir, dan mengendalikan
otot-otot berkembang pesat. Selama fase ini, aktivitas seksual menjadi lebih
intens dan perhatian dipusatkan pada alat-alat kelamin. Pada fase falik,
masturbasi meningkat frekuensinya. Anak-anak menjadi lebih ingin tahu tentang
tubuhnya, mereka berhasrat untuk mengeksplorasi tubuh sendiri dan untuk
menemukan perbedaan-perbedaan di antara kedua jenis kelamin. Banyak sikap
seksualitas ini bersumber dari fase falik, sehingga perlunya penanganan dorongan
seksualitas pada fase ini.
Fase falik adalah periode perkembangan hati nurani, suatu masa ketika anak-anak
belajar mengenal standar-standar moral. Selama fase falik anak perlu belajar
menerima perasaan-perasaan seksual sebagai hal yang ilmiah dan belajar
memandang tubuhnya sendiri secara sehat. Pada fase falik ini anak membentuk
sekap-sikap mengenai kesenangan fisik, mengenai yang benar dan yang salah,
mengenai mana yang maskulin dan mana yang feminim.
d. Tahap laten
Tahap laten adalah suatu tahap dimana anak menekan semua minat terhadap
seks dan mengembangkan keterampilan social dan intelektual. Anak memasuki
periode laten yang cukup lama, yang secara dinamis disebut disebut tahun-tahun
yang tenang. Selama periode ini, impuls- impuls cenderung berada dalam keadaan
direpresikan. Munculnya kembali dinamika pada masa adolesen yang dinamis
mengaktifkan kembali impuls- impuls pragenital. Apabila impuls-impuls ini
17. berhasil dipindahkan dan disublimasikan oleh ego maka sampailah orang pada
tahap kematangan yang merupakan tahap terakhir yakni tahap genital.
17
e. Tahap genital
Tahap genital adalah suatu masa kebangkitan seksual, sumber kenikmatan
seksual sekarang menjadi seseorang yang berada di luar keluarga. Selama masa
adolesen, sebagian dari cinta diri atau narsisme ini disalurkan kepilihan-pilihan
objek yang sebenarnya. Anak remaja mulai mencintai orang lain terdorong oleh
motif-motif altruistik (mementingkan keperluan orang lain) bukan semata-mata
karena cinta diri atau narsisitik.
Daya tarik seksual, sosialisasi, kegiatan-kegiatan kelompok, perencanaan
karir, dan persiapan untuk menikah dan membangun keluarga mulai muncul.
Pada akhir masa adolesen, katarsis-katarsis yang telah disosialisasikan dan
altruistic ini telah mejadi cukup stabil dalam bentuk kebiasaan-kebiasaan
melakukan pemindahan-pemindahan, sublimasi-sublimasi, dan identifikasi-identifikasi.
F. Proses terapi dalam psikoanalitik
1. Tujuan-tujuan Terapeutik
Tujuan terapi psikoanalitik adalah membentuk kembali struktur karakter
individual dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari di dalam diri klien.
Proses terapeutik difokuskan pada pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak.
Pengalaman-pengalaman masa lampau direkonstrusi, dibahas, dianalisis, dan
ditafsirkan dengan sasaran merekontruksi kepribadian. Terapi psikoanalitik
menekankan dimensi afaktif dari upaya menjadi ketaksadaran diketahui.
2. Fungsi dan peran terapis
Analisis terutama berurusan dengan usaha membantu klien dalam mencapai
kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal, dalam
menangani kecemasan secara realistis, serta dalam memperoleh kendali atas tingkah
laku yang impulsif dan irasional. Pengorganisasian proses-proses terapeutik dalam
konteks pemahaman terhadap struktur kepribadian dan psikodinamik-psikodenamik
itu memungkinkan analisis bisa merumuskan sifat sesungguhnya dari masalah klien.
18. Salah satu fungsi utama analisis adalah mengajarkan arti proses-proses ini kepada
klien sehingga klien mampu memperoleh pemahaman terhadap masalah-masalahnya
sendiri, mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara untuk berubah.
18
3. Pengalaman klien dalam terapi
Klien harus bersedia melibatkan diri ke dalam proses terapi yang intensif dan
berjangka panjang. Biasanya klien mendatangi terapi beberapa kali seminggu dalam
masa tiga sampai lima tahun, yang dalam pertemuan biasanya berlangsung satu jam.
Setelah beberapa kali tatap muka, kemudian klien diminta berbaring melakukan
asosiasi bebas, yakni mengatakan apa saja yang terlintas dalam pikirannya. Proses
asosiasi bebas diketahui sebagai “aturan yang fundamental”. Pada saat berbaring,
klien melaporkan perasaan-perasaan, pengalaman-pengalaman, asosiasi-asosiasi,
ingatan- ingatan, dan fantasi-fantasinya.
Klien mencapai kesepakatan dengan analisis mengenai pembayaran biaya terapi,
mendatangi pertemuan terapi pada waktu tertentu, dan bersedia terlibat dalam proses
intensif. Klien sepakat untuk berbicara karena produksi verbal klien merupakan
esensi terapu psikoanalitik. Klien secara khusus diminta untuk mengubah gaya
hidupnya selama periode analisis.
Selama terapi klien bergerak melalui tahap-tahap tertentu: mengembangkan
hubungan dengan analisis, mengalami krisis treatment, memperoleh pemahaman
atas masa lampaunya yang tak disadari, mengembangkan resistansi-resistansi untuk
balajar lebih banyak tentang diri sendiri, mengembangkan suatu hubungan
transferensi dengan analisis, memeperdalam terapi, menangani terapi, menangani
resistansi-resistansi dan masalah yang tersingkap, dan mengakhiri terapi.
4. Hubungan antara terapis dan klien
Hubungan klien dengan analisis dikonseptualkan dalam proses transfernsi yang
menjadi inti pendekatan psikoanalitik. Jika terapi diinginkan memiliki pengaruh
menyembuhkan, maka hubungan transferensi harus digarap. Dimensi utama dari
proses penggarapan adalah hubungan transferensi, yang membutuhkan waktu untuk
membangunnya serta membutuhkan tambahan waktu untuk memahami dan
melarutkannya, maka penggarapannya memerlukan jangka waktu yang panjang bagi
keseluruhan proses terapeutik.
19. Jika analisis mengembangkan pandangan-pandangan yang tidak selaras yang
berasal dari konflik-konfliknya sendiri, maka akan terjadi kontratransferensi.
Kontratransferensi bisa terdiri dari perasaan tidak suka atau keterikatan dan
keterlibatan yang berlebihan. Kontratranferensi dapat mengganggu kemajuan terapi
karena reaksi-reaksi dan masalah-masalah analisis sendiri akan menghambat
penanganan masalah-masalah klien.
Analisis dianggap telah berkembang mencapai taraf dimana konflek-konflik
utamanya sendiri terselesaikan, dan karenanya dia mampu memisahkan kebutuhan-kebutuhan
dan masalah-masalahnya sendiri dari situasi terapi. Jika analisis tidak
mampu mengatasi kontratranferensi, maka dia menganjurkan agar kembali
menjalankan analisis pribadi.
19
G. Teknik-teknik dalam psikoanalitik
1. Asosiasi bebas
Teknik utama terapi psikoanalitik adalah asosiasi bebas. Disini klien diminta
melaporkan segera tanpa ada yang disembunyikan, klien terhanyut bersama segala
perasaan dan pikirannya. Klien diminta untuk mengatakan segala sesuatu yang
muncul dalam kesadarannya, seperti pikiran, harapan, dan lain- lain, walaupun
kelihatannya hal-hal tersebut tidak penting, tidak logis, menyakitkan, ataupun
menggelikan. Freud memikirkan bahwa asosiasi bebas ini ditentukan oleh suatu
sebab, bukan hal yang acak. Tugas analislah untuk melacak asosiasi ini sampai
kesumbernya dan mengidentifikasi suatu pola sebenarnya yang tadinya hanya
terlihat sebagai rangkaian kata yang tidak pasti. Terlepasnya emosi yang kuat, yang
selama ini ditekan pada situasi terapeutik inipun kemudian disebut sebagai katarsis.
Cara yang khas ialah klien berbaring diatas balai-balai sementara analisis duduk
dibelakangnya sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat asosiasi-asosiasinya
mengalir bebas.
Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman
masa lampau, yang dikenal dengan sebutan katarsis. Hal ini dilakukan
guna membantu klien dalam memperoleh pemahaman dan evaluasi diri yang lebih
objektif, analis menafsirkan makna-makna utama dari asosiasi bebas ini.
20. Selama asosiasi bebas berlangsung, tugas analis adalah mengenali bahan yang
direpres dan dikurung di dalam ketaksadaran. Analisis menafsirkan peristiwa-peristiwa
yang dialaminya dan menyampaikannya kepada klien, membimbing klien
kearah peningkatan pemahaman atas dinamika-dinamika yang mendasarinya yang
tidak disadari oleh klien.
Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey (1994:100) Pada pokoknya, metode
asosiasi bebas menuntut pasien yang mengatakan segala sesuatu yang muncul dalam
kesadarannya, tak peduli betapa memalukan atau tak pantas kedengarannya. Metode
ini menuntut supaya pasien berbicara tentang segala sesuatu dan apa saja yang
terjadi pada dirinya dengan leluasa dan tanpa berusaha membuat uraian yang logis,
teratur, dan penuh arti. Peranan ahli terapi untuk sebagian besar adalah pasif. Ahli
terapi duduk dan mendengarkan, kadang-kadang mendorong pasien dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan bila pasien kehabisan kata-kata, tetapi tidak
melakukan interupsi bila pasien sedang berbicara. Untuk menjaga agar pengaruh
gangguan yang datang dari luar tetap minimal, biasanya pasien disuruh berbaring
diatas dipan dalam ruangan yang tenang.
Freud mengamati bahwa apabila syarat-syarat ini terpenuhi, maka akhirnya
pasien mulai menceritakan pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak awalnya.
Ingatan- ingatan ini memberikan pada Freud pemahaman real bahwa masa kanak-kanak
merupakan pembentukan struktur kepribadian dan perkembangan selanjutnya.
20
2. Penafsiran
Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam meganalisis asosiasi bebas,
mimpi-mimpi, resistensi-resistensi dan tranferensi-transferensi. Prosedurnnya terdiri
atas tindakan-tindakan analisis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari
klien makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi
bebas, resistensi-resistensi, dan oleh hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi
penafsiran adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan
mempercepat penyingkapan bahan tak sadar lebih lanjut. Penafsiran-penafsiran
analisis menyebabkan pemahaman dan tidak terhalangi bahan tak sadar pada pihak
klien.
21. 21
3. Analisis mimpi
Sigmund Freud (1984:24) Mimpi merupakan suatu tema yang penting sekali
bagi Freud, bahwa mimpi adalah “via regia” atau jalan utama yang mengantarkan
kita ke ketidaksadaran. Mimpi adalah suatu produk psikis dan karena hidup psikis
dianggapnya sebagai konflik antara daya-daya psikis, maka masuk akal saja kalau
Freud mulai dengan mengerti mimpi sebagai perwujudan suatu konflik.
Freud memberi batasan dalam mimpi, bahwa mimpi adalah cara berkedok untuk
mewujudkan suatu keinginan yang direpresi. Mimpi mempunyai fungsi. Fungsi dari
mimpi adalah melindungi tidur kita. Hal ini dilaksanakan dengan dua cara: disatu
pihak dengan mengintegrasi faktor-faktor dari luar yang mengganggu tidur kita, dan
dipihak lain dengan memberikan pemuasan untuk sebagian kepada keinginan-keinginan
yang direpresi atau yang tidak sempat dipuaskan dalam kenyataan. Kalau
faktor- faktor dari luar menjadi terlalu kuat, maka terjadilah apa yang oleh Freud
disebut “arousal-dreams” (mimpi-mimpi yang berakhir dengan membangunkan
kita). Kalau keinginan-keinginan terlalu kuat, maka sensor sudah kewalahan dan
orang-orang yang tidur diganggu oleh mimpi cemas (mimpi buruk).
Untuk mempelajari mimpi, orang harus menelusuri proses terbentuknya mimpi
dalam jurusan yang berlawanan. Dengan bertolak dari isi yang terang, orang harus
kembali kepikiran-pikiran tersembunyi yang telah didistorsi oleh sensur. Setelah
melewati pelbagai distorsi, akhirnya orang dapat memperlihatkan keinginan yang
direpresi. Tetapi perlu dicatat lagi lagi bahwa sesuatu penafsiran, mimpi tetap
merupakan suatu produk ketidaksadaran dan harus diperlakukan demikian.
Sigmund Freud (1984:26) Bagi Freud analisa tentang mimpi membawa
keuntungan. Pertama-tama analisa itu dapat meneguhkan hipotesis tentang susunan
dan berfungsinya hidup psikis. Lalu melalui hasil studinya tentang mimpi-mimpi ia
mencapai kemajuan besar dibidang pengobatan neurosa-neurosa, antara lain karena
lewat mimpi dapat membongkar ingatan-ingatan dari masa lampau (berarti masa
anak) yang tidak mungkin ditemukan lagi dengan cara yang lain.
Keberhasilan dalam bidang penelitian tentang mimpi menjadi alat bagi Freud
untuk mengarahkan perhatiannya kepada fenomena- fenomena psikis seperti lelucon,
perbuatan keliru, lupa, dan sebagainya, pokoknya semua fenomena dari hidup
22. sehari-hari yang dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti isi mimpi yang
terang.
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan
yang tak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area
masalah yang tidak terselesaikan. Freud memandang mimpi- mimpi sebagai “jalan
mengistimewa menuju ketaksadaran”, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat,
kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari, diungkapkan.
Analisa terhadap mimpi ini biasanya dilandasi oleh konsep psikoseksual, serta
termuat isu gender. Contohnya adalah mimpi mengenai sebuah pohon dapat
diinterpretasikan sebagai keinginan untuk mengekspresikan dorongan seksual
apabila diimipikan oleh laki- laki, atau representasi dari keinginan untuk memiliki
superioritas laki- laki bila dimimpikan oleh perempuan. Dalam hal ini, pohon
dipandang sebagai representasi dari alat kelamin laki-laki.
22
4. Analisis dan penafsiran resistensi
Resistensi merupakan sebuah konsep yang fundamental dalam praktek
psikoanalitik adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien
mengemukakan bahan yang tak disadari. Sebagai pertahanan terhadap kecemasan,
resistensi bekerja secara khas dalam terapi psikoanalitik dengan menghambat klien
dan analis dalam melaksanakan usaha bersama untuk memperoleh pemahaman atas
dinamika-dinamika ketaksadaran klien.
5. Analisis dan penafsiran transferensi
Sama halnya dengan resistensi, transferensi merupakan inti dari terapi
psikoanalitik. Analisis transferensi yang utama dalam psikoanalisis, sebab
mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi.
Transference adalah saat pasien mengembangkan reaksi emosional keterapis. Hal ini
bisa saja dikarenakan pasien mengidentifikasi terapis sebagai seseorang dimasa
lalunya, misalnya orang tua atau kekasih. Disebut positive transference apabila
perasaan itu adalah perasaan saying atau kekaguman, serta negative transference
apabila perasaan ini mengandung permusuhan dan kecemburuan.
23. BAB III
PENUTUP
23
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan tentang teori psikoanalisis di atas, maka dapat dijelaskan
bahwa pada dasarnya manusia berperilaku karena libido seksualnya (dorongan untuk
memuaskan nafsu). Insting ini tidak mengenal batas, sehingga dapat dikatakan bahwa
manusia asosial, cenderung agresif dan mementingkan diri sendiri.
Menurut Capra (2002, 212) dalam psikoanalisis tersirat bahwa manusia bersifat
deterministic. Setiap peristiwa psikologi memiliki penyebab yang pasti dan akan
menimbulkan akibat yang pasti pula; dan keseluruhan keadaan psikologis seseorang
secara unik ditentukan oleh “keadaan awal” pada masa kanak-kanak.
Sejarah pemikiran dan pandangan Freud tentang naluri agresif atau naluri
destruktif ini sangatlah rumit. Kekurangan tertentu dalam kapasitas psikis kita yang
karakteristik umumnya masih perlu deselidiki lebih lanjut dan beberapa tindakan yang
tampaknya tidak disengaja ternyata dapat dibuktikan memiliki motivasi yang kuat setelah
diteliti secara psikoanalisis dan motivasi itu dapat diketahui dengan melakukan
penyadaran terhadap motif-motif yang tidak sadar.
Gerakan psikoanalitik memperkenalkan studi tentang proses-proses ketidaksadaran
yang mempengaruhi aktivitas manusia, gerakan tersebut sangat konsisten dengan model
aktivitas mental di Jerman yang berasal dari tulisasan-tulisan Leibniz dan Kant.
Psikoanasisis menekankan tujuan keseimbangan homeostatik energi-energi ketidak
sadaran dalam kepribadian.
Teknik yang dipakai oleh teori psikoanalisis yang digunakankan oleh Sigmund
freud yaitu teknik asosiasi bebas, transperensi, analisis mimpi, penapsiran dan resistensi.
Pendekatan psikoanalisa ini dalam klinisnya menggunakan teknik-teknik ini.
Para teoritis lain memodifikasi teori Freud dan memasukkan teori budaya serta
kebutuhan sosial. Selain itu, para cendikiawan mengintegrasikan model ps ikoanalitik
dengan pendekatan lapangan dan asumsi eksistensial.
24. 24
B. Saran
Kepada pembaca khususnya mahasiswa yang kuliah diprogram keperawatan agar
megetahui bagaimana penggunaan model Psycoanalytical untuk menangani pasien
gangaguan mental.
25. DAFTAR PUSTAKA
Slamet Suprapti, Markam Sumarmo, 2003, Psikologi Klinis, Jakarta: UI Press
Hall Calvin S., Lindzey Gardner, 1994, Teori-Teori Psikodinamik (Klinis), Yogyakarta:
Penerbit Kanisius
Suryabrata Sumadi, 2005, Psikologi Kepribadian, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Sundberg Norman D., Winebarger Allen, 2007, Psikologi Klinis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Corey Gerald, 2009, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, Bandung: PT Refika
Aditama
Freud Sigmund, 1984, Memperkenalkan Psikoanalisa, Jakarta: PT Gramedia
25