Rambu rambu dan kerangka dalam memahami sunnah nabawiyyah
1. Ma'aalim wa Dhawaabith Fi
Fahmi as-Sunnah an-
Nabawiyyah
RAMBU-RAMBU DAN KERANGKA
DALAM MEMAHAMI SUNNAH
NABAWIYYAH
DR Daud Rasyid, MA
2. Tujuan Umum
Seorangmuslim dapat mengerti akan
pemahaman ibadah dalam Islam,
hukum-hukum dan tatacara peribadatan
yang khusus sesuai syariat, serta
pengaruhnya terhadap pribadi dan
masyarakat.
3. Tujuan Khusus
Menjelaskan etika salafush shalih dalam
mengkritik hadits
Menjelaskan enam kerangka dalam
memahami hadits
4. ETIKA SALAFUSH SHALIH
DALAM MENGKRITIK HADITS
Sikaphati-hati Umar r.a. dalam menerima
hadits tanpa meragukan sahabat yang
merawikannya melainkan berhati-hati
terhadap hukum yg disampaikan oleh
Nabi SAW, sebagai contoh ia
mengatakan kepada sahabat Abu
Hurairah r.a. : Innanii laa atahammuka wa
lakinnanii uriidu an anatsabbat (Saya tdk
pernah meragukanmu, semua ini saya
lakukan karena ingin menegaskan).
5. Abu Hurairah r.a. pernah menyatakan
sebuah hadits : Innal mayyita layu'adzdziba bi
bukaa'i ahlihi 'alaihi (Sesungguhnya mayyit itu
diazab karena tangisan keluarganya
atasnya), maka Ummul Mu'minin Aisyah r.a.
mengkritik hadits tersebut tidak pada
sanadnya, melainkan pada redaksinya.
Dengan dimulai dengan mendoakan Abu
Hurairah ra, ia berkata : Semoga Allah SWT
merahmati Abu Hurairah, aku tidak pernah
mendengarnya dari Nabi SAW, tetapi aku
mendengar Nabi SAW bersabda : Innallaaha
yaziidul kaafiriina 'adzaaba (Sesungguhnya
Allah SWT akan menambah azab bagi orang-
orang kafir). Lalu Aisyah r.ha. berdalih bahwa
hadits abu Hurairah tsb bertentangan dg
ayat al-Qur'an: Wa laa taziru waaziratan wizra
ukhraa (Dan sesungguhnya seseorang itu tdk
akan memikul dosa org lain).
6. Ternyata hadits Abu Hurairah r.a. Tersebut
diperkuat oleh riwayat-riwayat yang lain
dari Umar r.a., Ibnu Abbas r.a. dan Ibnu
Umar r.a. Maka para muhaddits
menyimpulkan bahwa dari segi sanad
kedua hadits tersebut (hadits Aisyah r.ha.
maupun Abu Hurairah r.a.) shahih, maka
ditafsirkan makna sebenarnya dari
layu'adzdziba artinya yata'allama
(merasa sedih), artinya mayyit tersebut
merasa sedih mengapa keluarganya
tidak memahami hakikat hidup tersebut.
7. ENAM KERANGKA DALAM
MEMAHAMI HADITS
Memahami as-Sunnah disesuaikan dengan al-
Qur'an (Fahmu sunnah fii Dhau'il Qur‘aan)
Menggabungkan hadits dalam satu pengertian
(Jam'ul ahaadits fii maudhuu'in waahid)
Melihat hadits berdasarkan sebabnya (Fahmul
hadiits fii dhau'i asbaab wal mulaabisaat)
Menghukumi hadits-hadits yg bertentangan
(Fahmu at-Ta‘aarudh fil ahadits)
Melihat pada isi hadits tersebut dan bukan pada
sarananya (an Nazhru ilal ushuul laa lil wasaa'il)
Menegaskan apa yang ditunjukkan oleh lafazh
hadits (Ta-akkud dilaalati alfaazh al hadiits)
8. Fahmu sunnah fii Dhau'il
Qur‘aan
As-Sunnah merupakan penjelas (bayaanu
taudhiih, tafsiir) dan juga menambah apa
yang tidak ada dalam al-Qur'an
(bayaanu tatsbiit), seperti al-Qur'an
mengharamkan bangkai, tetapi hukum
tersebut dihapuskan oleh as-Sunnah
untuk bangkai ikan dalam hadits
berbunyi: Thahuru ma'ahu wal hillu
maytatahu (Laut/sungai itu suci airnya
dan halal bangkainya/ikan).
9. Jam'ul ahaadits fii maudhuu'in
waahid
Jika melihat hadits bertentangan maka digabungkan
sehingga didapat satu pengertian yang benar. Seperti
hadits isbalul izar (Kain yg melewati kedua mata kaki di
neraka) yang bertentangan dengan hadits Abu Bakar r.a.
yang menyatakan bahwa tidak apa-apa kata Nabi SAW
kain Abu Bakar melewati mata kakinya, ternyata akan
masuk neraka adalah jika dilakukan karena sombong,
setelah digabung dengan hadits khuyala‘ (orang-orang
yang masuk neraka karena melebihkan kain karena
sombong).
Atau hadits yang menyatakan batalnya puasa orang yang
berbekam, sementara hadits lainnya menyatakan tidak
batal, ternyata setelah digabungkan ditemukan bahwa
dalam hadits pertama orang tersebut berbekam sambil
mengghibbah dan berdusta sehingga batalnya karena hal
tersebut dan bukan karena berbekamnya.
10. Fahmul hadiits fii dhau'i
asbaab wal mulaabisaat
Seperti hadits “antum a'lamu bi umuuri dunyaakum”
(kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia
kalian) hadits ini harus ditafsirkan berdasarkan
sebabnya, yaitu Nabi SAW melewati sekelompok
kaum di Madinah yang sedang mengawinkan pucuk
kurma lalu Nabi SAW mengucapkan kata-kata yang
ditafsirkan salah oleh orang-orang tersebut sehingga
tahun berikutnya mereka tidak lagi mengawinkan
pucuk-pucuk tersebut yang berakibat gagal panen.
Sehingga keluarlah sabda Nabi SAW: Kalian lebih
mengetahui urusan dunia kalian, artinya masalah-
masalah sarana dan teknologi bukan masalah-
masalah dasar yang telah ada hukumnya dalam
Islam, seperti politik, ekonomi, dan sebagainya.
11. Fahmu at-Ta‘aarudh fil ahadits
Digabungkan (thariqatul jam'i) : Seperti
dalam suatu hadits disebutkan Nabi SAW
meminta dijadikan orang miskin,
sementara banyak hadits-hadits lain Nabi
SAW meminta kekayaan. Maka
digabungkan bahwa yang dimaksud
miskin dalam hadits pertama adalah
sikap orang miskin yang tawadhu'
(rendah hati dan tidak sombong).
12. Dilihat sejarahnya (ta'arikh), jika tidak
bisa digabungkan pengertiannya
(tetap bertentangan), maka dilihat
mana yang lebih dulu dan mana yg
belakangan, sehingga yang
belakangan adalah menghapus hukum
yang duluan. Seperti hadits nikah
Mut'ah yang banyak dipakai kaum
syi'ah, memang benar Nabi SAW
pernah membolehkannya dalam satu
peperangan tapi kemudian dihapus
selama-lamanya oleh Nabi SAW setelah
nampak bahaya dan dampaknya.
Atau hadits yang melarang ziarah
kubur, yang kemudian dihapus sendiri
oleh Nabi SAW.
13. Dipilihmana yg lbh kuat (tarjih), jika
kedua hal di atas tidak bisa juga, maka
barulah dicari mana yang lebih shahih
dan dibuang yang kurang shahih (artinya
bisa juga keduanya shahih tapi yang satu
lebih shahih dari yang lain, maka yang
dipakai yang lebih shahih tersebut).
14. An Nazhru ilal ushuul laa lil
wasaa'il
Contoh 1: Hadits bahwa Nabi SAW
memakai gamis, ternyata banyak
hadits yang menyebutkan bahwa
Nabi SAW juga memakai kain Yamani,
baju Kisrawaniyyah, dan lain-lain.
Ternyata ushul dari hadits tentang
pakaian tersebut adalah menutup
auratnya dan bukan pada jenis
pakaiannya.
15. Contoh 2: Hadits bahwa Nabi SAW
memerintahkan belajar memanah, yang
ushulnya adalah berlatih menggunakan
senjata dan bukan pada panahnya.
Demikian pula berkuda, yang ushul
mengendarai kendaraannya dan bukan
kudanya.
Contoh 3: Hadits bahwa pengobatan
terbaik adalah menggunakan kai (besi
dipanaskan), ternyata yang ushul adalah
metode shock terapy-nya seperti dengan
akupunktur, refleksi, dan sebagainya.
16. Ta-akkud dilaalati alfaazh al
hadiits
Sepertihadits : La'anallahal mushawwirin
(Allah melaknat para pelukis), yg dilalah
nya adalah jika untuk diagungkan,
dipuja, lukisan 3 dimensi (patung), karena
ternyata gambar yg telah dipotong dan
dijadikan bantal oleh Aisyah ra tdk
dilarang oleh Nabi SAW.
17. Bagaimana Penyelesaian
Pertentangan antara hadits dengan al-
Qur'an berikut?
Hadits : Ayat :
(Sesungguhnya
kalian akan melihat
Tuhan kalian seperti
kalian melihat bulan
ini tanpa halangan
melihatnya)