3. Secara bahasa ‘âm (ّامَعْل)ا adalah
bentuk fâ’il (subyek) dari kata ‘umûm (م ْوُمُعْل)ا
yang secara bahasa berarti merata
(menyeluruh) dan mengelilingi (mengepung).
Secara Istilah Menurut ulama mutaqaddimîn
dan sebagian ulama mutaakhirîn
âm didefinisikan sebagai: ّاَمِّنْيَئْيَشَّّمَعَّصَفااًِعا
Artinya: “Yang mencakup dua hal atau lebih.”
‘Am ialah suatu lafazh yang menunjukkan
suatu makna yang mencakup seluruh satuan
yang tidak terbatas dalam jumlah tertentu.
4. 1. Pembagian ‘âm berdasarkan maksudnya
âm dibagi menjadi ‘âm yang memang
dimaksudkan sebagai ‘âm
âm yang dimaksukan sebagai khâsh walau
bentuk lafalnya adalah ‘âm.
2.Pembagian ‘âm berdasarkan keberadaan takhshîsh.
‘âm yang tetap pada sifat ‘umûm-nya
‘âm yang di-takhshîsh.
3. Pembagian ‘âm berdasarkan penggunaan
sifat ‘umûm
Âm yang memang dimaksudkan
sebagai ‘âm dan tidak menerima takhshîsh
Âm yang memang dimaksudkan
sebagai ‘âm dan dapat menerima takhshîsh
Âm yang dimaksudkan sebagai khâsh.
5. secara etimologi bermakna munfarid (ً)المنفر artinya
meyendiri, terpisah. Dan secara terminologi berarti
lafal yang dari segi bahasanya menunjukkan individu
tertentu secara menyendiri.
Menurut mana’ul Quthan, khâsh kebalikan dari ‘âm ,
yaitu yang tidak meliputi semua tanpa batas. Terkait
dengan lafadz khas ini adalah perihal Takhshîsh yaitu
(mengeluarkan sebagian apa yang diiputi oleh lafadz
‘âm) dan mukhasis yakni, lafadz yang menjadi dasar
adanya pengeluaran dari ketentuan ‘âm tersebut,
atau lafadz atau dalil yang dijadikan untuk
mengkhususkan.
suatu lafal yang telah jelas hukum yang terkandung di
dalam nash, baik itu al-Qur’an maupun hadis Nabi
sendiri, sebelum ada dalil yang menghendaki arti lain,
hukum yang diambil dari khash ini adalah
pasti (qath’i) bukan zhanny.
6. 1. Lafadz khash berbentuk mutlak, yaitu lafadz
khash yang tidak ditentukan dengan sesuatu.
Contoh:
dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita
yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak
mendatangkan empat orang saksi, Maka
deralah mereka (yang menuduh itu) delapan
puluh kali dera, dan janganlah kamu terima
kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan
mereka Itulah orang-orang yang fasik. (An-
Nur:4)
Hukuman 80 kali cambuk bagi penuduh zina,
tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang.
7. 2. Lafadz khash berbentuk khash (muqayad), yaitu lafadz yang
ditentukan dengan sesuatu.Contoh dalam Firman Allah Q. S. al-
Maidah: 6 masalah bersuci, yaitu: Yang artinya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu
sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka
mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali
dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu
kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah
yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah
itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur.(Al Maidah: 6)
Ayat ini menjelaskan tentang hukum wudhu, sebabnya adalah
bersuci dengan cara berwudhu, ayat ini menjelaskan tentang
hukum bertayamum sebabnya adalah bersuci. Kalau tidak
menemukan air untuk berwudhu.
8. 3. Lafadz khash berbentuk Amr
Contoh dalam firman Allah Q. S. al-Maidah ayat
38:
Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang
mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan
sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. (al-Maidah:38)
Disini menjelaskan bahwa surat al-Maidah ayat
38 berbicara tentang pencuri baik laki-laki
maupun perempuan dipotong kedua tanganya,
sebagai pembalasan apa yang telah
diperbuatnya.
9. 4. Lafadz khash berbentuk nahiy
Contoh terdapat dalam firman allah Q. S. al-
Baqarah ayat 221.
Ayat ini menjelaskan bahwa Larangan pada
ayat ini menunjukan hukum haram. Akan
tetapi jika ada tanda yang menunjukan bahwa
arti ayat tersebut harus dipalingkan ke arti
majazi, maka pengertian hukumnya harus
disesuaikan dengan tanda tersebut, sehingga
memungkinkan mengandung arti makruh,
do’a, irsyad, dan sebagainya.
11. Secara bahasa muthlaq berarti lawan dari
muqayyad. Secara istilah berarti: “sesuatu yang
menunjukkan hakikat tanpa adanya pengikat”
Contohnya adalah firman Allah ta’ala pada surat
al Mujadilah ayat 3 yang artinya “ maka (wajib
atasnya) memerdekakan seorang hamba
sahaya”. Ini berarti boleh membebaskan hamba
sahaya yang tidak mukmin atau hamba sahaya
yang mukmin.
muthlaq ialah lafal-lafal yang menunjukkan
kepada pengertian dengan tidak ada ikatan
(batas) yang tersendiri berupa perkataan.
12. Muqayyad secara bahasa yaitu lafadz yang
terkait,artinya secara istilahnya suatu lafadz
yang dikaitkan dengan sesuatu pengait atau
dengan kata lain lafadz muqoyyad, adalah
lafadz yang menunjukkan hakikat sesuatu
akan tetapi sudah dikaitkan dengan sesuatu
yang lain
Muqayyad ialah suatu lafal yang
menunjukkan atas pengertian yang
mempunyai batas tertentu berupa perkataan.
13. para ulama memberikan kaidah tentang
lafadz muthlaq itu dengan: lafadz muthlaq
tetap dalam kemuthlaqannya sampai ada dalil
yang membatasi kemuthlaqannya itu.
Sebaliknya para ulama juga merumuskan
lafadz muqayyad dengan pernyataan: Lafadz
muqayyad tetap dalam muqayyadannya, dan
tidak boleh membatalkannya sebelum ada
dalil yang menunjukkan pembatalan itu.
14. Tetapi sering ditemui ada dalil tentang suatu
masalah disebutkan dengan lafadz muthlaq,
kemudian tempat lain dalam masalah yang
serupa dinyatakan dengan lafadz muqayyad,
begitupun sebaliknya.
Permasalahannya bukan pada dalil yang
sama masalahnya akan tetapi kesamaan
lafadznya. Hal tersebut bisa terjadi, sehingga
ada empat kemungkinan:
15. 1. Sama hukum dan sebabnya. Contoh:
“Diharamkan atasmu bangkai, darah, dan
daging babi”. (al-maidah:3)
“Katakanlah: Tidaklah aku peroleh didalam
wahyu yang diturunkan kepadaku, akan
sesuatu makanan yang haram atas orang
yang hendak memakannya, kecuali bangkai,
darah yang mengalir, seperti hati (liver), limpa,
tidak haram”. (al-an’am:145)
16. 2. Sama sama berbeda hukum dan sebabnya.
Contoh:
Mutlaq
“ Pencuri lelaki dan perempuan potonglah
tangannya” (al-maidah:38)
Dengan muqayyad
“wahai orang mukmin, apabila kamu hendak
salat, hendaklah basuh mukamu dan
tanganmu sampai siku” (al-maidah:6)
17. 3. Berbeda hukum, tetapi sebabnya sama.
Contoh:
Muthlaq:
“ Tayamum ialah sekali mengusap debu untuk
muka dan kedua tangan” (HR. Ammar)
Muqayyad:
“Basuhlah mukamu dan tanganmu sampai
siku” (al-maidah:6)
18. 3. Berisi hukum yang sama, tetapi berlainan
sebabnya
Contoh:
“Orang – orang yang menzihar istrinya
kemudian mereka hendak menarik apa yang
mereka ucapkan maka (wajib atasnya)
memerdekakan hamba sahaya sebelum
keduanya bercampur”. (al-mujadalah:3)
“ Barang siapa yang membunuh orang
mukmin dengan tidak disengaja (karena
kekeliruan) maka hendaklah membebaskan
seorang hamba yang mukmin”. (an-nisa:92).
20. Mantuq adalah yang diucapkan, yang tersurat
atau teks, dan lain-lain.
Al Mafhum artinya yang difaham, dan yang
tersirat.
Dikatakan lafadz apabila maksud dari suatu
lafaz sesuai dengan yang terucap atau yang
tersurat secara jelas, hal ini dinamakan
mantuq.
Sedangkan yang dimaksudkan lafaz bukanlah
yang terucap atau yang tersurat, tetapi yang
dimaksudkan adalah yang tersirat, hal ini
dinamakan mafhum.
21. An-nash atau sarih artinya jelas atau tegas. Maksudnya
lafadz yang tidak memungkinkan untuk ditakwil
(memalingkan arti asal kepada arti yang lain karena suatu
sebab yang menghendaki demikian). Contohnya dalam
surat Al-Maidah ayat 89 yang artinya: ….. Maka hendaklah
berpuasa tiga hari,…..(Q.S. Al-Maidah:89). Ayat tersebut
tidak memungkinkan pemalingan artinya kepada arti yang
lain, karena jelas menunjukkan wajib puasa tiga hari.
Az Zahir artinya yang tampak atau yang nyata. Maksudnya
adalah lafaz yang memungkinkan untuk ditakwil. Yang
demikian ini sering juga disebut dengan nama gairu sarih
artinya tidak jelas maksudnya. Sebagai contoh pada surat
az-zariyat:47 yang artinya dan langit itu kami bangun
dengan tangan…. (Q.S. Az-Zariyat: 47). Arti “tangan” diayat
tersebut itu ditakwilkan artinya dengan kekuasaan atau
kekuatan karena tidak mungkin Allah bertangan seperti
manusia.
22. 1. Mafhum mawafaqah yaitu mafhum yang sesuai dengan
mantuqnya. Mafhum muwafaqah sendiri dilihat dari
bentuknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu
fakhwal Kitab, yakni yang mana kadar mafhumnya, lebih
tinggi daripada mantuq-nya. Sebagai contoh firman Allah
pada surat al-Isra ayat 23 yang artinya …. Janganlah
berkata “ah” terhadap kedua ibu dan bapakmu… qadar
mafhum pada ayat tersebut, yakni “tidak boleh memukul”
adalah lebih tingi qadar menyakitkannya daripada
mengucapkan “ah”.
lahnul kitab, yaitu mafhum yang mana kadar mafhumnya
sama dengan kadar mantuq. Sebagai contoh firman Allah
dalam surat an-nisa ayat 10 yang artinya: sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim,
sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya….
(an-nisa: 10). Mantuq ayat ini melarang memakan harta
anak yatim, mafhumnya adalah melarang membakar harta
anak yatim. Dalam hal ini qadar mafhum dan mantuqnya
yakni memakan dan membakar adalah sama, mengandung
sifat menghabiskan.
23. 2. Mafhum mukhalafah, yakni mafhum yang didapati dengan
jalan mengambil kebalikan dari mantuqnya.
Mafhum sifat yakni hubungan hukum terhadap dalah
satu sifat sesuatu. Contoh: Maka hendaklah engkau
memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman
(QS. An-Nisa:92).
Mafhum adad, yakni hubungan hukum dengan
bilangan tertentu. Contoh: dan orang-orang yang
menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina)
dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi,
Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan
puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah
orang-orang yang fasik.(Q.S. An-Nur:4).
Mafhum ghayah, yakni batas yang dijangkau oleh
hukum. Contoh: Apabila kamu hendak mengerjakan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai
siku-sikumu… (Q.S. Al-Maidah:6).
24. Mafhum hashar, yakni pengkhususan hukum
denga memakai alat khusus (antara lain dengan
kalimat naïf atau memindahkan, kemudian diiringi
dengan istisna’ atau pengecualian). Contoh:
Katakanlah “aku tidak peroleh dari wahyu yang
diwahyukan kepada sesuatu yang diharamkannya
bagi orang yang hendak memaknnya, kecuali
makanan tiu bagkai atau darah yang mengalir
atau daging babi…” (Q.S al-an’am:145).
Mafhum illat, yakni hubungan hukum dengan illat
(sebab hukum). Contoh: ….sesungguhnya
(meminum khammar)…. Adalah perbuatan keji,
termasuk perbuatan setan. Karena itu jauhilah
perbuatan-perbuatan itu. (Q.S Al-Maidah:90).