SlideShare a Scribd company logo
1 of 131
Download to read offline
Cover dalam
BANJIR
Bahan Pengayaan Bagi Guru SMA/SMK/MA/MAK
Penulis: Noor Indrastuti
Nara Sumber: Dr. Agus Maryono
PUSAT KURIKULUM
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
JAKARTA, 2009
Modul Ajar
Pengintegrasian Pengurangan Risiko
Modul Ajar Pengintegrasian
Pengurangan Risiko Banjir
Bahan Pengayaan Bagi Guru SMA/MA/MAK
Penulis: Noor Indrastuti
Nara Sumber: Dr. Agus Maryono
Editor: Ninil R Miftahul Jannah dan Dian Afriyanie
Ilustrator Sampul : Quiona Ayu (SDN Lempuyangan II Yogyakarta)
Ilustrator Isi:
Rizki Goni, Feri Rahman, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rigan A.T.
Lay Out Isi:
Galang Gumilar, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rudini Rusmawan, Ardi H, Agusbobos.
ISBN : 978-979-725-224-3
Program Safer Communities through Disaster Risk Reduction (SCDRR)
Jl. Tulung Agung No. 46, Jakarta 10310, INDONESIA
Telp		: +62 21 390 5484 (hunting)
Fax		: +62 21 391 8604
E-mail		: secretariat@sc-drr.org
Website		: www.sc-drr.org
Program masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana (Safer Communities through
Disaster Risk Reduction disingkat SCDRR), merupakan proyek kerja sama antara United Nations Development
Programme (UNDP), BAPPENAS, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri, dengan dukungan dana UNDP,
DepartementforInternationalDevelopment(DFID)PemerintahInggrisdanAustralianAgencyForInternational
Development (AusAID)
SAMBUTAN
KEPALA
PUSAT KURIKULUM
I
ndonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia
berada di kawasan yang disebut cincin api, dimana risiko untuk terjadi
bencanaalamsepertitsunami,gempabumi,letusangunungapi,banjirdan
longsor sangat tinggi. Bencana alam ini telah menimbulkan ribuan korban
jiwa, kerugian materil dan meninggalkan banyak orang untuk berjuang
membangun kembali tempat tinggal dan mata pencahariannya.
Kesiapsiagaanmerupakanhalyangpentingdanharusdibangunpadasetiaptingkat
kelompok di masyarakat. Pengalaman menunjukkan bahwa kehancuran akibat
bencana dapat secara drastis dikurangi jika semua orang lebih siap menghadapi
bencana. Sekolah adalah pusat pendidikan yang tidak hanya memberikan kita
ilmu pengetahuan tetapi juga bekal untuk kelangsungan hidup kita, kesiapsiagaan
terhadap bencana merupakan bagian dari keterampilan untuk kelangsungan
hidup kita. Sekolah juga seringkali menjadi tempat penghubung dan tempat
belajar bagi seluruh masyarakat. Anak-anak merupakan peserta ajar yang paling
cepat dan mereka tidak hanya mampu memadukan pengetahuan beru ke dalam
kehidupan sehari-hari, tetapi juga menjadi sumber pengetahuan bagi keluarga
dan masyarakatnya dalam hal prilaku yang sehat dan aman, yang mereka dapatkan
di sekolah. Oleh karenanya, menjadikan pencegahan bencana menjadi salah satu
fokus di sekolah dengan memberdayakan anak-anak dan remaja untuk memahami
tanda-tanda peringatan bencana dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk
mengurangi risiko dan mencegah bencana, merupakan suatu langkah awal yang
penting dalam membangun ketangguhan bencana seluruh masyarakat. Jadi
kesiapsiagaan haruslah menjadi bagian dari materi yang diberikan dalam dunia
pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah.
Pusat Kurikulum sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam
pengembangan model-model kurikulum sebagai referensi satuan pendidikan
dalam pengembangan kurikulumnya, telah berhasil dalam menyusun
serangkaian modul ajar dan modul pelatihan untuk pengintegrasian
pengurangan risiko bencana ke dalam tingkat satuan pendidikan. Secara
keseluruhan modul ini terdiri atas 15 modul ajar dan 3 modul pelatihan, yaitu:
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SD.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMP.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMA.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SD.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMP.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMA.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SD.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMP.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SD.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMP.
	Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA.
	Modul Pelatihan Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana untuk SD,
SMP dan SMA.
Penyusunan modul-modul tersebut merupakan hasil kerjasama antara Pusat
Kurikulum dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENAS
dalam sebuah Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR)
In Development yang didanai oleh United Nations Development Program (UNDP)
yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui
berbagai upaya pengurangan risiko bencana.
Setiap modul ajar dilengkapi dengan contoh-contoh silabus, rencana pelaksanaan
pembelajaran dan model bahan ajar. Sedangkan modul pelatihan terdiri dari
panduan fasilitasi dan bahan bacaan bagi pelatih mengenai penyelenggaraan
penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, sekolah siaga bencana,
pendidikan PRB, dan strategi pengintegrasian pendidikan PRB ke dalam kurikulum
satuan pendidikan.
Diharapkan modul-modul tersebut dapat bermanfaat dan dijadikan bahan acuan
bagi para pihak yang berkepentingan dalam kesiapsiagaan di sekolah.
Jakarta, Desember 2009
Kepala Pusat Kurikulum
Dra. Diah Harianti, M.Psi
SAMBUTAN
KEPALA BADAN PENELITIAN
DAN PENGEMBANGAN
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
I
ndonesiasebagainegarakepulauandenganletakgeografisnyapadaposisi
pertemuan 4 lempeng tektonik, merupakan wilayah yang rawan bencana.
Selain itu dengan kompleksitas kondisi demografi, sosial dan ekonomi di
Indonesia yang berkontribusi pada tingginya tingkat kerentanan masyarakat
terhadap ancaman bencana, serta minimnya kapasitas masyarakat dalam
menangani bencana menyebabkan risiko bencana di Indonesia menjadi
tinggi. Pada tahun 2005, Indonesia menempati peringkat ke-7 dari sejumlah
negara yang paling banyak dilanda bencana alam (ISDR 2006-2009, World
Disaster Reduction Campaign, UNESCO).
Berangkat dari hal tersebut dan guna mendukung paradigma pengurangan
risiko bencana di sektor pendidikan, maka Pusat Kurikulum-sebuah unit eselon
II di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan pada Kementerian Pendidikan
Nasional bekerjasama dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal
BAPPENAS tengah melaksanakan kegiatan Program Safer Community Through
Disaster Risk Reduction (SCDRR) In Development melalui dana hibah UNDP. Kegiatan
ini bertujuan membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagai
upaya pengurangan risiko bencana.
Dalam kerjasama ini, Pusat Kurikulum telah mengembangkan kurikulum khususnya
dalam mengintegrasikan materi-materi dan kompetensi Pengurangan Risiko
Bencana (PRB) ke dalam mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Pendidikan
Jasmani yang ada di sekolah mulai dari jenjang SD atau yang sederajat sampai
SMA atau yang sederajat. Model pengintegrasian materi dan kompetensi PRB
dengan mata pelajaran-mata pelajaran ini bertujuan agar muatan kurikulum dan
beban belajar tidak menjadi lebih berat. Disamping mengintegrasikan ke mata
pelajaran yang sudah ada PRB juga bisa dijadikan muatan lokal (Mulok) serta ekstra
kurikuler.
Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini disusun dalam rangka
untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengetahuan tentang bencana
danmensosialisasikanlangkah-langkahpreventifuntukmengurangirisikobencana
yang dapat menimpa di wilayah Indonesia. Tanpa adanya upaya terus-menerus
untuk mendiseminasikan informasi tentang ancaman dan langkah-langkah yang
dapat diambil untuk mengurangi risiko-risiko yang dapat ditimbulkannya, sulit bagi
kita untuk mewujudkan guru dan peserta didik yang tangguh dalam menghadapi
bencana.
Modulinidapatmenjadisalahsatusolusi yangmemungkinkanbagiparaguruuntuk
mengajarkan peserta didik dari hari ke hari di sekolah secara berkesinambungan,
sehingga proses, internalisasi pengetahuan kebencanaan bukan hanya dipahami
dan diketahui dalam ingatan belaka tapi juga mendorong munculnya respon cepat
penyelamatan yang benar dari peserta didik ketika menghadapi bencana.
Diharapkan modul ini dapat dimanfaatkan, antara lain:
	Sebagai alat pemandu dalam membantu para guru dalam melakukan
pengajaran tentang pengurangan risiko bencana kepada peserta didik di
sekolah sebagai upaya membangun kesiapsiagaan dan keselamatan dari
bencana di sekolah.
	Membuka peluang dan membangun kreatifitas guru dalam menerapkan
pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana yang disesuaikan
dengan konteks sekolah yang dibinanya
	Memberikan gambaran secara lebih sistematis dan komprehensif cara
pengintegrasian pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana
ke dalam mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri di
Sekolah.
	Mendorong inisiatif para guru, sekolah dan gugus dalam mengupayakan
pengurangan risiko bencana dan membangun budaya keselamatan di
sekolah, lingkungan rumah dan lingkungan sekitar.
Semoga Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini menjadi
bermanfaat dan membantu bagi semua guru untuk meningkatkan pengetahuan,
meningkatkan ketrampilan dan membentuk sikap anak untuk menjadi lebih
tanggap terhadap ancaman bencana.
Jakarta, Desember 2009
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Kementerian Pendidikan Nasional
Prof. Dr. H. Mansyur Ramly
SAMBUTAN
DIREKTUR KAWASAN KHUSUS
DAN DAERAHTERTINGGAL, BAPPENAS
SELAKU NATIONAL PROJECT
DIRECTOR SCDRR
M
enyikapi situasi kejadian bencana dan kenyataan luasnya cakupan wilayah
tanah air yang memiliki berbagai ancaman bencana, pemerintah Indonesia
telah melakukan sejumlah inisiatif guna mengurangi risiko bencana ditanah
air. Pada akhir tahun 2006 Bappenas meluncurkan buku Rencana Aksi Nasional
Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) 2006 – 2009, sebagai komitmen dalam
mengarusutamakanpenguranganrisikobencanadalampembangunannasional,yang
merupakanpelengkapdariRencanaPembangunanJangkaMenengahNasional(RPJMN)
2005 – 2009 yang telah ada. Berdasarkan RAN PRB 2006 – 2009 tersebut, Pemerintah
telah mengalokasikan anggaran untuk program pencegahan dan pengurangan risiko
bencana, sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) mulai tahun
2007. Lebih lanjut pada April 2007, Pemerintah menerbitkan Undang – Undang Nomor
24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menjadi tonggak sejarah
dalam upaya penanggulangan bencana di Indonesia, dan diikuti dengan peraturan
turunannya, serta dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP)
melalui Peraturan Presiden Nomor 8Tahun 2008.
Untuk mendukung prakarsa – prakarsa yang telah dimulai oleh Pemerintah Indonesia
tersebut, UNDP bekerjasama dengan Bappenas, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri
telah menginisiasi sebuah program yang ditujukan untuk mewujudkan masyarakat
yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana dalam pembangunan atau
yang dikenal dengan Program Safer Communities Through Disaster Risk Reduction in
Development (SCDRR in Development). Program SCDRR ini kan berlangsung selama 5
tahun(2007–2012)dandirancanguntuk mendorongagarpenguranganrisikobencana
menjadi sesuatu yang lazim dalam proses pembangunan yang terdesentralisasi. Untuk
mewujudkan hal itu maka upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana
kedalam proses pembangunan mutlak harus dijalankan. Upaya tersebut dilaksanakan
melalui4pilarsasaranprogramSCDRR,yaitu:(1)Diberlakukannyakebijakan,peraturan
dankerangkakerjaregulasipenguranganrisikobencana;(2)Diperkuatnyakelembagaan
pengurangan risiko bencana dan kemitraan diantara mereka; (3) Dipahaminya risiko
bencana dan tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko tersebut oleh
masyarakat dan pengambil kebijakan melalui pendidikan dan penyadaran publik;
(4) Didemonstrasikannya pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari program
pembangunan.
Terkait dengan sasaran ketiga mengenai perlunya pendidikan dan penyadaran
publik terhadap pengurangan risiko bencana, selama beberapa tahun ini pemerintah
bersama-sama beberapa lembaga swadaya masyarakat, dan institusi pendidikan di
tingkat nasional maupun daerah telah melakukan berbagai upaya dalam pendidikan
kebencanaan, termasuk memasukkan materi kebencanaan kedalam muatan lokal,
pelatihanuntukguru,kampanyedanadvokasi,hinggaschoolroadshowuntukkegiatan
simulationdrilldi sekolah-sekolah. Namun demikian, kegiatan-kegiatan tersebut belum
terkoordinasi dengan baik dan belum terintegrasi dalam satu kerangka yang dapat
disepakati bersama. Dilain pihak, pemetaan aktivitas pendidikan diberbagai wilayah rawan
bencana di Indonesia serta intervensi dan dukungan peningkatan kapasitas untuk pendidikan
masihsangatminimdanterpusat,khususnyadiwilayahJawadanSumatera.Kajiankesiapsiagaan
masyarakatterhadapbencanayangtelahdilakukandiberbagaiwilayahmenunjukkanrendahnya
tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah dibanding masyarakat serta aparat (LIPI, 2006 – 2007).
Hal ini sangat ironis, karena sekolah adalah basis dari komunitas anak-anak, yang merupakan
kelompok rentan yang perlu dlindungi dan secara bersamaan perlu ditingkatkan pengetahuan
dan keterampilannya.
Di sisi lain, tantangan dalam mengintegrasikan upaya-upaya pengurangan risiko bencana
kedalamsistempendidikanjugatelahbanyakdikaji,seperti:(1)Beratnyabebankurikulumsiswa;
(2)Kurangnyapemahamangurumengenaibencana;(3)Kurangnyakapasitasdankeahlianguru
dalam integrasi PRB kedalam kurikulum; (4) Minimnya panduan, silabus dan materi ajar yang
terdistribusidandapatdiaksesolehguru;(5)Terbatasnyasumberdaya(tenaga,biayadansarana);
dan (6) Kondisi bangunan fisik sekolah, sarana dan prasarana pada ummnya memprihatinkan,
tidak berorientasi pada AMDAL dan konstruksi tahan gempa.
Untuk menjawab tantangan tersebut dan guna melaksanakan integrasi pengurangan risiko
bencana ke dalam sistem pendidikan, dalam rangka mewujudkan budaya aman dan siaga
bencana, maka SCDRR telah mendukung Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun
Strategi Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana kedalam Sistem Pendidikan Nasional.
Strategi ini akan disahkan melalui suatu bentuk kebijakan ditingkat nasional yang diharapkan
dapat menjadi acuan bagi pelaksanaan integrasi PRB ke dalam sistem pendidikan baik intra
maupun ekstrakurikuler secara nasional.
Untukmendukungimplementasikebijakantesebut,makaSCDRRmendukungPusatKurikulum,
Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun modul ajar dan modul pelatihan
pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam intra dan ekstrakurikuler. Modul-modul
ini berisi model pembelajaran, materi ajar lengkap dengan panduan pengajarannya, dalam hal
integrasi PRB kedalam intra dan ekstrakurikuler.
Diharapkanmodul-modulyangdisusunolehPusatKurikulumKementerianPendidikanNasional
inidapatmenjadiacuanstandardan/ataumemperkayabahan-bahanyangsudahadadansudah
disusun oleh berbagai pihak lainnya, sehingga dapat bermanfaat dan digunakan oleh praktisi
pendidikan dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka peningkatan kesiapsiagaan
sekolah terutama didaerah rawan bencana.Terima Kasih.
Jakarta, Desember 2009
Direktur Kawasan Khusus dan DaerahTertinggal, Bappenas
Selaku National Project Director SCDRR
Dr.Ir Suprayoga Hadi, MSP
DAFTAR ISI
SAMBUTAN KEPALA PUSAT KURIKULUM	 III
SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN,
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL	 V
SAMBUTAN DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL,
BAPPENAS SELAKU NATIONAL PROJECT DIRECTOR SCDRR	 VI
DAFTAR ISI	 IX
DAFTAR TABEL	 XI
DAFTAR GAMBAR	 XIII
DAFTAR KOTAK	 XV
BAB I PENDAHULUAN	 1
1.1	 Landasan dan Pedoman	 1
	1.1.1 	Landasan Filosofis	 4
	1.1.2 	Landasan Sosiologis	 4
	1.1.3 	Landasan Yuridis	 4
	1.1.4 	Pedoman Pengembangan Produk	 5
	1.1.5	 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ke Dalam
		 Sistem Pendidikan Nasional	 6
	1.2 	 Kerangka Kerja Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana	 7
	1.2.1	 Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana
		 dan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan	 7
	1.2.2 Konsep Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana	 8
BAB II FENOMENA DAN PERISTIWA BANJIR	 10
	2.1 	 Fenomena Banjir di Indonesia	 10
	2.2 	 Peristiwa Banjir di Indonesia	 14
BAB III PENGURANGAN RISIKO BANJIR	 19
3.1 	 Pengurangan Risiko Bencana	 19
	3.1.1	 Bencana	 20
	3.1.2	 Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan
		 dan Kapasitas	 22
Daftar Isi
x
	3.1.3	 Pengurangan Risiko Bencana	 23
	3.1.4	 Upaya Pengurangan Risiko Bencana	 24
3.2	 Kesiapsiagaan Banjir	 30
	3.2.1 	Tindakan Sebelum Terjadi Banjir	 30
	3.2.2 	Tindakan Saat Terjadi Banjir	 31
	3.2.3 	Tindakan Setelah Terjadi Banjir	 31
BAB IV MATERI PEMBELAJARAN PENGURANGAN RISIKO BANJIR	 33
	4.1 	 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir	 33
	4.2 	 Pemetaan Indikator Siswa	 35
	4.3 	 Pendekatan Kegiatan Belajar Mengajar	 37
BAB V PENGINTEGRASIAN MATERI POKOK PENGURANGAN
	 RISIKO BANJIR KE DALAM KURIKULUM
	 TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DASAR (SMA/SMK/MA/MAK)	 39
5.1 	 Pengintegrasian Materi Pengurangan Risiko Banjir ke dalam Mata 		
	 Pelajaran	 39
	5.1.1 	Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir	 40
	5.1.2 	Analisis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
		 Mata Pelajaran Terintegrasi	 43
	5.1.3 	Penyusunan Silabus Mata Pelajaran Terintegrasi 	 70
	5.1.4	 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
		 Mata Pelajaran Terintegrasi	 80
5.1.5. Penyusunan Bahan Ajar	 85
5.2. 	Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana pada Mata Pelajaran 		
	 Muatan Lokal (Mulok)	 102
5.2.1. Analisis konteks mata pelajaran muatan lokal	 102
5.2.2. Penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
		 Muatan Lokal Pengurangan Risiko Banjir	 105
5.2.3. Penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan
	 Pembelajaran Muatan Lokal Pengurangan Risiko Banjir	 105
5.3. Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir kedalam
		 Kegiatan Ekstrakurikuler	 107
DAFTAR ISTILAH	 110
DAFTAR PUSTAKA	 114
DAFTAR TABEL
	 Tabel 4.1	 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir			 34
	 Tabel 4.2	 Indikator Prilaku Siswa untuk Pembelajaran
		 Pengurangan Risiko Banjir						 36
	 Tabel 5.1 	 Identifikasi Materi Pembelajaran tentang Pengurangan
Risiko Banjir							 42
	 Tabel 5.2	 Analisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
		 untuk Mata Pelajaran Terintegrasi
		 Pengurangan Risiko Banjir						 44
	 Tabel 5.3 	 Contoh Penyusunan Silabus terintegrasi kedalam
		 mata pelajaran Geografi						 71
	 Tabel 5.4 	 Contoh Penyusunan Silabus terintegrasi kedalam
		 mata pelajaran Bahasa Indonesia					 74
	 Tabel 5.5 	 Contoh Penyusunan Silabus terintegrasi kedalam
		 mata pelajaran Penjas Orkes					 78
	 Tabel 5.6	 Contoh Analisis Konteks Mata Pelajaran
		 Muatan lokal						 104
	 Tabel 5.7 	 Contoh Analisis Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar untuk Mata Pelajaran
Muatan Lokal Pengurangan Risiko Banjir			 105
	 Tabel 5.8 	 Contoh Penyusunan Silabus Untuk mata pelajaran
		 Muatan Lokal						 106
DaftarTabel
xii
DAFTAR GAMBAR
	 Gambar 2.1: 	 Lempeng Tektonik Indonesia					 10
	 Gambar 2.2: 	 Daerah Sebaran Bencana						 12
	 Gambar 2.3: 	 Banjir Jakarta, tahun 2007						 16
	 Gambar 3.1: 	 Model hubungan antara risiko bencana,
kerentanan, dan bahaya						 20
	 Gambar 3.2: 	 Kerusakan pada bangunan akibat gempa bumi
di Yogyakarta, 2006						 21
	 Gambar 3.3: 	 Persentase Orang Terkena Bencana
Berdasarkan Jenis Bencana					 22
Daftar Gambar
xiv
DAFTAR KOTAK
Kotak 5.1 	 Contoh Pengembangan Rencana Pelaksanaan
		 Pembelajaran Model Integrasi Pengurangan Risiko Banjir 	 81
Kotak 5.2 	 Contoh Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
		 Model Integrasi Pengurangan Risiko Banjir			 83
Kotak 5.3 	 Contoh Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
		 Model Integrasi Pengurangan Risiko Banjir			 84
Kotak 5.4	 Contoh Model Bahan Ajar Integrasi
		 Pengurangan Risiko Banjir pada mata pelajaran			 86
Daftar Kotak
xvi
1.1. Landasan dan Pedoman
Berdasarkan hasil Konferensi Sedunia tentang Pengurangan Risiko Bencana
yang diselenggarakan pada tanggal 18-22 Januari 2005 di Kobe, Hyogo, Jepang;
dan dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi 2005-2015 dengan tema
‘Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas Terhadap Bencana’ memberikan
suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan
sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya. Konferensi
tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk membangun
ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana.
Pada bulan Januari 2005, lebih dari 4.000 perwakilan pemerintah, organisasi non-
pemerintah, institusi akademik, dan sektor swasta berkumpul di Kobe, Jepang,
pada World Conference on Disaster Reduction (WCDR) kesebelas. Konferensi tersebut
mengakhiri perundingan-perundingan tentang Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005-
2015 : Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas terhadap Bencana (HFA).
Kerangka Aksi ini diadopsi oleh 168 negara dan menetapkan tujuan yang jelas –
secara substansiil mengurangi kerugian akibat bencana, baik korban jiwa maupun
kerugian terhadap aset-aset sosial, ekonomi, dan lingkungan suatu masyarakat dan
negara – dan merinci seperangkat prioritas untuk mencapai tujuan setindaknya
pada tahun 2015.
HFA menekankan bahwa pengurangan risiko bencana adalah isu sentral kebijakan
pembangunan, selain juga menjadi perhatian berbagai bidang ilmu, kemanusiaan,
dan lingkungan. Bencana merusak hasil-hasil pembangunan, memelaratkan
rakyat dan negara. Tanpa usaha yang serius untuk mengatasi kerugian akibat
bencana, bencana akan terus menjadi penghalang besar dalam pencapaian
Sasaran Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals). Untuk
membantu pencapaian hasil yang diinginkan, HFA mengidentifikasi lima Prioritas
Aksi yang spesifik: (1) Membuat pengurangan risiko bencana sebagai prioritas;
(2) Memperbaiki informasi risiko dan peringatan dini; (3) Membangun budaya
keamanan dan ketahanan; (4) Mengurangi risiko pada sektor-sektor utama; (5)
Memperkuat kesiapan untuk bereaksi.
BAB IPENDAHULUAN
Pengantar
2
HFA memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang
strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya.
Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk
membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Karena bencana
dapat diredam secara berarti jika masyarakat mempunyai informasi yang cukup dan
didorong pada budaya pencegahan dan ketahanan terhadap bencana, yang pada
akhirnya memerlukan pencarian, pengumpulan, dan penyebaran pengetahuan
dan informasi yang relevan tentang bahaya, kerentanan, dan kapasitas.
Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha antara lain: (1) menggalakkan dimasuk_
kannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana sebagai bagian
yang relevan dalam kurikulum pendidikan di semua tingkat dan menggunakan
jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau anak-anak muda dan anak-
anak dengan informasi; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana
sebagai suatu elemen instrinsik dalam dekade 2005–2014 untuk Pendidikan bagi
Pembangunan Berkelanjutan (United Nations Decade of Education for Sustainable
Development); (2) menggalakkan pelaksanaan penjajagan risiko tingkat lokal
dan program kesiapsiagaan terhadap bencana di sekolah-sekolah dan lembaga-
lembaga pendidikan lanjutan; (3) menggalakkan pelaksanaan program dan
aktivitas di sekolah-sekolah untuk pembelajaran tentang bagaimana meminimalisir
efek bahaya; (4) mengembangkan program pelatihan dan pembelajaran tentang
pengurangan risiko bencana dengan sasaran sektor-sektor tertentu, misalnya: para
perancang pembangunan, penyelenggara tanggap darurat, pejabat pemerintah
tingkat lokal, dan sebagainya; (5) menggalakkan inisiatif pelatihan berbasis
masyarakat dengan mempertimbangkan peran tenaga sukarelawan sebagaimana
mestinya untuk meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan mitigasi dan
menghadapi bencana; (6) memastikan kesetaraan akses kesempatan memperoleh
pelatihan dan pendidikan bagi perempuan dan konstituen yang rentan; dan (7)
menggalakkanpelatihantentangsensitivitasgenderdanbudayasebagaibagiantak
terpisahkan dari pendidikan dan pelatihan tentang pengurangan risiko bencana.
‘Kampanye Pendidikan tentang Risiko Bencana dan Keselamatan di Sekolah’ yang
dikoordinirolehUN/ISDR(UnitedNations/InternationalStrategyforDisasterReduction)
hingga penghujung tahun 2007 dengan didasari berbagai pertimbangan. Anak-
anak adalah kelompok yang paling rentan selama kejadian bencana, terutama
yang sedang bersekolah pada saat berlangsungnya kejadian. Pada saat bencana,
gedung sekolah hancur, mengurangi usia hidup murid sekolah dan guru yang
sangat berharga dan terganggunya hak memperoleh pendidikan sebagai dampak
bencana. Pembangunan kembali sekolah juga memerlukan waktu yang tidak
sebentar dan pastilah sangat mahal.
Kampanye ditujukan kepada murid sekolah dasar dan menengah, para guru,
pembuat kebijakan pendidikan, orangtua, insinyur dan ahli bangunan. Selain
itu juga ditujukan kepada lembaga pemerintah yang bertanggung-jawab
atas isu manajemen bencana, Kemendiknas, para pemimpin politik di tingkat
nasional, pembuat keputusan di masyarakat, dan otoritas lokal. Pesan yang bisa
disampaikan antara lain: (1) pendidikan tentang risiko bencana menguatkan anak-
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK
3
anak dan membantu membangun kesadaran yang lebih besar isu tersebut di
dalam masyarakat; (2) fasilitas bangunan sekolah yang bisa menyelamatkan hidup
dan melindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dari suatu kejadian
bencana alam; dan (3) pendidikan tentang risiko bencana dan fasilitas keselamatan
di sekolah akan membantu negara-negara menuju ke arah pencapaian Tujuan
Pembangunan Millenium.
Sekolah dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap generasi muda,
yaitu dalam menanamkan nilai-nilai budaya dan menyampaikan pengetahuan
tradisional dan konvensional kepada generasi muda. Untuk melindungi anak-
anak dari ancaman bencana alam diperlukan dua prioritas berbeda namun tidak
bisa dipisahkan aksinya yaitu pendidikan untuk mengurangi risiko bencana dan
keselamatan dan keamanan sekolah.
Sekolah juga harus mampu melindungi anak-anak dari suatu kejadian bencana
alam. Investasi dalam memperkuat struktur gedung sekolah sebelum suatu
bencana terjadi, akan mengurangi biaya/anggaran jangka panjang, melindungi
generasi muda penerus bangsa, dan memastikan kelangsungan kegiatan belajar-
mengajar setelah kejadian bencana. Pendidikan di sekolah dasar dan menegah
membantuanak-anakmemainkanperananpentingdalampenyelamatanhidupdan
perlindunganaset/milikmasyarakatpadasaatkejadianbencana.Menyelenggarakan
pendidikan tentang risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah sangat membantu
dalam membangun kesadaran akan isu tersebut di lingkungan masyarakat.
Mengurangi risiko bencana dimulai dari sekolah. Seluruh komponen, dalam hal
ini anak-anak sekolah, para guru, para pemimpin masyarakat, orangtua, maupun
individu yang tertarik dengan pendidikan tentang risiko bencana dan keselamatan
disekolah,lembagaswadayamasyarakat,organisasikemasyarakatan,institusilokal/
regional/nasional/internasional,sektorswastadanpublikuntukdapatberpartisipasi
secara aktif. Keterlibatan media juga diperlukan untuk mendorong sebuah budaya
ketahanan terhadap bencana dan keterlibatan komunitas yang kuat dalam rangka
kampanye pendidikan publik secara terus-menerus dan dalam konsultasi publik di
segenap lapisan masyarakat. Bencana?! Jika Siap Kita Selamat.
Padatnya kurikulum pendidikan nasional tidak boleh kita jadikan alasan untuk tidak
melakukan kegiatan pengurangan risiko bencana di sekolah secara berkelanjutan.
Pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana di sekolah-sekolah bisa
dilaksanakan dengan mengintegrasikan materi pembelajaran pengurangan
risiko bencana ke dalam (1) mata pelajaran pokok/paket, (2) muatan lokal, dan (3)
ekstrakurikuler dan pengembangan diri. Atau secara khusus megembangkan dan
menyelenggarakan kurikulum muatan lokal dan ektrakurikuler/pengembangan
diri yang didedikasikan khusus untuk pendidikan pengurangan risiko bencana.
Pengantar
4
1.1.1. Landasan Filosofis
Bencana merupakan suatu bentuk gangguan terhadap kehidupan dan
penghidupan masyarakat, oleh karena itu, secara filosofis, pengurangan risiko
bencana merupakan bagian dari pemenuhan tujuan bernegara Republik
Indonesia, yaitu melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa dikuatkan pula dengan hak
setiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat,
dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman
dari ancaman ketakutan untuk untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
merupakan hak asasi, hak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkanlingkunganhidupyangbaikdansehatsertaberhakmemperoleh
pelayanan kesehatan (Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.
1.1.2. Landasan Sosiologis
Ada tiga pertimbangan sosiologis yang patut diketengahkan, yaitu Pertama
secara geografis, demografis dan geologis, Indonesia merupakan negara
rawan bencana, baik bencana alam dan bencana akibat ulah manusia, seperti
kegagalan atau mala praktik teknologi. Kedua, adalah bahwa perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi sosial masyarakat, telah
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yang berakibat pada
terjadinya bencana. Ketiga, adalah kondisi struktur manajemen bencana
itu sendiri. Kematian, cidera dan kerugian materi, serta masalah lingkungan
dan ekonomi dapat dikurangi apabila penyelenggaraan penanggulangan
bencana telah dilakukan secara komprehensif yang mencakup pendekatan
yang bersifat pencegahan, pengurangaan risiko, tindakan kesiapsiagaan
tindakan tanggap terhadap bencana, serta upaya pemulihan. Disamping
itu, pendekatan yang mengedepankan pentingnya partisipasi dari semua
tingkat pemerintahan, baik pemerintah pusat dan daerah, mengambil peran
yang aktif dalam menciptakan manajemen bencana yang efektif. Serta
pentingnya partisipasi publik dan pemangku kepentingan (stakeholders)
dalam penanganan bencana.
1.1.3. Landasan Yuridis
Pertimbanganyuridisadalahmenyangkutmasalah-masalahhukumsertaperan
hukum dalam penanganan bencana. Hal ini dikaitkan dengan peran hukum
dalam pembangunan, baik sebagai pengatur perilaku, maupun instrumen
untuk penyelesaian masalah. Hukum sangat diperlukan, karena hukum atau
peraturan perundang-undangan dapat menjamin adanya kepastian dan
keadilan dalam penanganan bencana. Undang-Undang No.24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana ditempatkan guna memberikan jawaban
atau solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan penangan
bencana, merupakan landasan yuridis paling dekat untuk pelaksanaan usaha-
usaha pengurangan risiko bencana di Indonesia.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK
5
1.1.4. Pedoman pengembangan produk
Program pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) bertujuan untuk
meminimalisir risiko bencana dan meningkatkan kapasitas sekolah dalam
melaksanakan pengurangan risiko bencana, kesiapsiagaan, mitigasi, dan
peringatan dini. PRB oleh satuan pendidikan dapat dilakukan dengan cara
mengintegrasikan materi pendidikan pengurangan risiko bencana dalam
kurikulum yang berlaku di sekolah, mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan
pengembangan diri dan ekstrakurikuler, dan bahan ajar.
Dasar hukum yang menjadi pedoman perancangan dan pengembangan serial
modul dan modul pelatihan adalah:
1.	 Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2.	 Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
3.	 Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
4.	 Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025.
5.	 Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 - 2009.
6.	 Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
7.	 Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional
Penanggulangan Bencana.
8.	 Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2008 tentang Pengesahan ASEAN
(Persetujuan ASEAN mengenai Penanggulangan Bencana dan
Penanganan Darurat).
9.	 Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana.
10.	Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi.
11.	Peraturan Mendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi
Lulusan.
12.	Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi
dan Standar Kompetensi Lulusan, yang disempurnakan dengan Peraturan
Mendiknas No. 6 Tahun 2007.
13.	Peraturan Mendiknas No. 40 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Balitbang Depdiknas.
14.	Peraturan Mendiknas No. 50 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan
Pendidikan oleh Pemerintah Provinsi.
15.	Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan
Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA.
16.	Surat Edaran Mendiknas No. 33/MPN/SE/2007 tentang Sosialisasi KTSP.
Pengantar
6
1.1.5. Pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam Sistem
Pendidikan Nasional
UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38 Ayat (2):
Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan
relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau
kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan
provinsi untuk pendidikan menengah
Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penyusunan
kurikulum merupakan tanggung jawab setiap satuan pendidikan (sekolah
dan madrasah). Oleh karena itu tidak lagi dikenal apa yang disebut dengan
kurikulum nasional, yang pada periode sebelumnya menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat.
Dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 17
menyebutkan:
1	 Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/
MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah,
sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
2	 Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah,
mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya
berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan,
dibawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di
bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dan departemen yang
mengurusi urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan
MAK.
Penjabaran kurikulum dilakukan dengan penyusunan silabus dan bahan ajar
sesuai dengan kondisi geografis dan demografis untuk daerah, kebutuhan,
potensidankarkateristiksatuanpendidikandanpesertadidik,yangselanjutnya
diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam Permendiknas No.
24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi
Lulusan Pasal 1:
1	 Satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan
menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah
sesuai kebutuhan satuan pendidikan.
2	 Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan
kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar
kompetensi lulusan.
3	 Kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh
kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan
pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK
7
Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 32 Ayat 1, juga telah mengakomodasi kebutuhan pendidikan
bencana dalam terminologi ‘pendidikan layanan khusus’. Yakni “pendidikan
bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat
yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak
mampu dari segi ekonomi”.
1.2. Kerangka Kerja Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko
Bencana
1.2.1. Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Pendidikan Untuk
Pembangunan Berkelanjutan
Pada bulan Desember 2002, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi 57/254
untuk menempatkan Dekade Pendidikan Bagi Pembangunan Berkelanjutan,
mulai 2005-2014, dibawah koordinasi UNESCO. Pendidikan untuk
pengurangan bencana (alam) telah diidentifikasi sebagai masalah inti yang
akan dibahas di bawah DESD. Pendidikan dipandang dalam konsep yang lebih
luas. Sebagaimana didefinisikan dalam Bab 36 dalam Agenda 21,“Pendidikan
sangat penting untuk mencapai perlindungan lingkungan dan kesadaran
etika, nilai-nilai dan sikap, keterampilan dan perilaku yang konsisten dengan
pembangunan berkelanjutan. Baik formal dan pendidikan non-formal sangat
diperlukanuntukpembangunanberkelanjutan“.Pendidikandanpengetahuan
berkontribusi untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya (alam) serta
kerentanan dan ancaman yang ada yang dihadapi oleh masyarakat. Juga
memberikan kontribusi untuk menumbuhkembangkan keterampilan hidup.
Dasawarsa ini didukung oleh Kerangka Aksi Hyogo 2005 – 2015 yang
menyoroti pentingnya pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian dari
prioritas aksi, menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk
membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat.
Inisiatif pengurangan risiko bencana harus berakar di semua lembaga-
lembaga pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah dan memasukkan dalam
programpendidikan.Pendidikanpenguranganrisikobencanayangmencakup
semua aspek peningkatan kesadaran publik, pendidikan dan pelatihan yang
bertujuan untuk menciptakan dan atau meningkatkan budaya pencegahan
melalui identifikasi dan pemahaman risiko, serta belajar mengenai langkah-
langkah pengurangan risiko bencana, dan tanggap bencana.
Oleh karena itu Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana - sebagai
bagian dari Pengurangan Risiko Bencana (PRB) - harus melekat dengan
Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan, dan mendukung kerangka
ESD yang mencakup 3 aspek, yaitu:
1	 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah interdisipliner.
Oleh karena itu, pertimbangan penting diberikan kepada dampak, dan
hubungan antara, masyarakat, lingkungan, ekonomi dan budaya.
2 	 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana dan meningkatkan
pemikiran kritis dan pemecahan masalah, dan keterampilan hidup sosial
dan emosional untuk pemberdayaan kelompok rentan atau terkena
bencana.
Pengantar
8
3 	 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana mendukung Tujuan
Pembangunan Milenium. Tanpa mempertimbangkan pengurangan
risiko bencana dalam perencanaan pembangunan, semua upaya
pembangunan termasuk inisiatif DESD dihancurkan dalam hitungan
detik.
KerangkakerjaPendidikanuntukpenguranganrisikobencanaataupendidikan
pengurangan risiko bencana dikembangkan mengikuti arahan UN-ISDR
sebagai berikut: “Pendidikan pengurangan risiko bencana adalah sebuah
proses pembelajaran bersama yang bersifat interaktif di tengah masyarakat
dan lembaga-lembaga yang ada. Cakupan pendidikan pengurangan risiko
bencana lebih luas daripada pendidikan formal di sekolah dan universitas.
Termasukdidalamnyaadalahpengakuandanpenggunaankearifantradisional
dan pengetahuan lokal bagi perlindungan terhadap bencana alam.”
HFA pada PRIORITAS AKSI 3, Poin Aktivitas kunci termaktub rekomendasi
bahwa PRB dimasukkan dalam kurikulum sekolah, pendidikan formal dan
informal.
“Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan pengurangan risiko bencana
dalam bagian yang relevan dalam kurikulum sekolah di semua tingkat dan
menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau pemuda
dan anak-anak; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai
suatu elemen intrinsik Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan
(2005-2015) dari PBB“.
1.2.2. Konsep Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana
Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana adalah usaha sadar dan terencana
dalam proses pembelajaran untuk memberdayaan peserta didik dalam upaya
untuk pengurangan risiko bencana dan membangun budaya aman serta
tangguh terhadap bencana. Pendidikan PRB lebih luas dari penddidikan
bencana, bahkan lebih dari pendidikan tentang pengurangan risiko bencana.
Tetapi mengembangkan motivasi, keterampilan, dan pengetahuan agar
dapat tertindak dan mengambil bagian dari upaya untuk pengurangan risiko
bencana.
Tujuan pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah:
1	 Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan.
2	 Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana.
3	 Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman tentang
kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan fisik, serta kerentanan
perilaku dan motivasi.
4	 Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk pencegahan dan
pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan
yang bertanggungjawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana.
5	 Mengembangkanupayauntukpenguranganrisikobencanadiatas,baiksecara
individu maupun kolektif.
6	 Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siaga bencana.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK
9
7	 Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana.
8	 Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali
komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan
karena terjadinya bencana.
9	 Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan
mendadak.
2.1. Fenomena Banjir di Indonesia
Dari aspek geologis, geografis, dan morfologis, Indonesia merupakan salah satu
wilayah yang rawan terhadap bencana. Kepulauan Indonesia termasuk dalam
wilayah deretan gunung berapi Pasifik, yang bentuknya melengkung dari utara
Pulau Sumatera-Jawa-Nusa Tenggara hingga ke Sulawesi Utara.
Gambar 2.1: Lempeng Tektonik Indonesia
Sumber; http://issacnewton.files.wordpress.com
Meskipun kepulauan Nusantara mempunyai sifat iklim tropis, namun secara mikro
tiap pulau mempunyai karakteristik tersendiri, mulai dari Sumatera hingga ke Papua
sifat iklimnya semakin kering. Musim di Indonesia dipengaruhi oleh letak kepulauan
yang berada di antara Samudera Hindia dan Pasifik dan Benua Asia dan Australia.
Angin muson barat yang bertiup dari Asia dan Pasifik mengakibatkan terjadinya
musim penghujan, sementara agin muson timur yang bertiup dari Australia
mengakibatkan musim kemarau. Pada saat kondisi iklim global berpengaruh
terhadap iklim di Indonesia, maka perubahan musim dapat menjadi pemicu
terjadinya bencana banjir, kekeringan dan kebakaran hutan.
Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Eurasia,
lempengPasifikdanlempengIndoAustraliayangbergeraksalingmenumbuk.Akibat
tumbukan antara lempeng itu maka terbentuk daerah penunjaman memanjang di
sebelah barat Sumatera, sebelah selatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan
FENOMENADANPERISTIWABANJIRBAB II
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK
11
Nusa Tenggara, sebelah utara Kepulauan Maluku dan sebelah utara Papua.
Akibat lain dari adanya tumbukan itu adalah terbentuknya palung samudera,
lipatan, punggungan, dan patahan di busur kepulauan, sebaran gunung api, dan
sebaran sumber gempa bumi. Gunung api yang berada di Indonesia berjumlah 129
dan 13% dari gunung api aktif dunia berada di negara kita. Sehingga Indonesia
merupakan kawasan rawan terhadap bencana letusan gunung api dan gempa
bumi.
Jenis tanah pelapukan yang banyak dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan
gunung api. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dan sedikit
pasir. Tanah jenis ini menjadikan sebagian besar Indonesia merupakan tanah yang
subur. Sebaliknya, tanah pelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada
perbukitan atau punggungan dengan kemiringan sedang hingga terjal berpotensi
mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas
tinggi. Jika di perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat dan dalam,
maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor. Selain longsor, tanah
perbukitanyanggunduljugaakanmenyebabkanterjadinyabanjirdidaerah-daerah
sekitarnya yang berkedudukan lebih rendah. Curah hujan yang cukup tinggi yang
seringkali terjadi di berbagai kawasan di Indonesia semakin memicu terjadinya
banjir.
Dengan demikian Indonesia selain merupakan negara yang menempati posisi yang
strategis dengan kekayaan alam yang begitu melimpah dan beraneka ragam, juga
merupakan negara dengan tingkat kerentanan bencana yang sangat tinggi. Jajaran
gunung api memunculkan ancaman erupsi gunung api, sementara lempeng bumi
yang terus bergerak memunculkan ancaman gempa dan tsunami. Sebagai kawasan
tropis, Indonesia juga memiliki risiko terhadap ancaman banjir, tanah longsor
dan berbagai macam wabah penyakit. Saat musim kemarau, datang ancaman
kekeringan. Kondisi ini telah terjadi pada setiap musim kemarau sekitar 10 tahun
belakangan ini, dan dapat diprediksikan akan terus berlanjut karena kerusakan
sebagian besar daerah aliran sungai di Indonesia ini.

Fenomena dan peristiwa Banjir
12
Gambar 2.2: Daerah Sebaran Bencana
Sumber BMG dalam Bakornas PB 2007
Oleh karena itu, pengelolaaan yang tidak baik terhadap sumber daya alam dan
sumber daya manusia akan mengakibatkan terjadi bencana. Selain itu, kondisi alam
dankeanekaragamanpendudukdanbudayadiIndonesiadapatjugamenyebabkan
terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia dan kedaruratan kompleks. Pada
umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempa
bumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hidrometeorologi (banjir,
tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah
penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan
teknologi (kecelakaan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran
bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia
akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik.
Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada
suatu daerah.
Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang
berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir
tidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran
kekuatannya. Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor,
kekeringan, letusan gunungapi, dan tsunami masih dapat diramalkan sebelumnya.
Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan
menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi
karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman
bahaya.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK
13
Beberapa faktor utama yang dapat menimbulkan banyak korban dan kerugian
besar akibat adanya bencana tersebut, yaitu:
1.	 Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya.
2.	 Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya
alam.
3.	 Kurangnya informasi/peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan.
4.	 Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.
Banjir merupakan bencana yang selalu terjadi setiap tahun di Indonesia terutama
pada musim hujan. Banjir pada umumnya terjadi di wilayah Indonesia bagian Barat
yang menerima curah hujan lebih banyak dibandingkan dengan wilayah Indonesia
bagian Timur.
Banjir merupakan peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan tanah,
yang ketinggiannya melebihi batas normal. Banjir merupakan bahaya yang paling
luas menyebar. Banjir dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi di atas normal
sehingga sungai-sungai meluap, bendungan yang bobol, pencairan salju yang
cepat, terhambatnya aliran air gelombang badai tropis atau karena adanya pipa-
pipa air yang pecah. Sebagian besar banjir bersifat merugikan terhadap tempat
hunian manusia.
Sebagai gejala atau proses alam, banjir sebenarnya merupakan hal yang biasa
terjadi dan merupakan bagian dari siklus hidrologi. Banjir tidak dapat dihindari dan
pasti terjadi. Hal ini dapat kita lihat dari adanya dataran banjir pada sistem aliran
sungai. Saat banjir, terjadi transportasi muatan sedimen dari daerah hulu sungai
ke hilir dalam jumlah besar. Muatan sedimen itu berasal dari erosi yang terjadi
di daerah pegunungan atau perbukitan. Melalui mekanisme banjir ini, muatan
sedimen itu disebarkan sehingga membentuk dataran. Daerah persawahan pada
hakikatnya terbentuk melalui mekanisme banjir ini. Tanpa mekanisme banjir ini,
dataran rendah yang subur tidak akan terbentuk.
Banjir dapat berarti peremajaan kembali daerah-daerah persawahan. Daerah itu
mendapat kembali suplai zat hara yang baru dari pegunungan atau perbukitan.
Dengan kata lain, melalui mekanisme banjir ini, daerah persawahan mengalami
penyuburan kembali secara alamiah.
Dalam skala yang lebih besar, banjir-banjir itu membentuk delta di muara-muara
sungai, dan mengalirkan muatan sedimen ke laut yang akhirnya menjadi lapisan-
lapisan batuan sedimen. Dari delta-delta dan lapisan-lapisan batuan itu manusia
mendapatkan berbagai hal untuk kehidupannya. Sebagai contoh, minyak bumi
banyak didapatkan dari endapan delta.
Fenomena dan peristiwa Banjir
14
Banjirdapatmenyediakanairuntukirigasitanamandanperikanan,danmenyediakan
cadangan-cadangan air musiman untuk menopang kehidupan di daratan-daratan
yang kering. Banjir yang pada hakekatnya proses alamiah dapat menjadi bencana
bila proses itu berdampak kepada manusia sebagai korban dan menyebabkan
kerugian jiwa maupun materi.
Di Indonesia, banjir menjadi bencana yang mengancam setiap musim penghujan
mulai tiba. Sebagian besar kejadian banjir yang melanda di beberapa wilayah
Indonesia pada umumnya disebabkan karena debit air sungai yang sangat tinggi
hingga melampaui daya tampung saluran sungai lalu meluap ke daerah sekitarnya.
Debit air sungai yang tinggi terjadi karena curah hujan yang tinggi. Selain itu, banjir
juga terjadi karena perilaku manusia.
Pertumbuhan penduduk yang kian pesat telah menyebabkan munculnya daerah-
daerah rawan bencana yang padat penduduk dan risiko banjir terpaksa diterima
lantaran sulit menemukan wilayah lain yang aman untuk hidup, mengingat daerah-
daerah aman sudah penuh sesak. Pertumbuhan penduduk yang pesat berpadu
denganpengelolaansumberdayayangkurangefektiftelahmenyebabkantimbulnya
tipe-tipe banjir baru. Daerah hulu sungai yang berhutan untuk‘menangkap’lebihan
air sudah digunduli dan diubah menjadi bangunan tempat peristirahatan atau
menjadi lahan pertanian, sehingga lembah penampung itu menjadi jauh berkurang
dayanya untuk menahan air yang datang. Tanah yang kini tak lagi terikat oleh akar-
akar pepohonan jadi mudah longsor, menambah risiko bencana dan tebing-tebing
sungai yang dahulu dipenuhi tumbuhan sebagai ‘benteng’ pengaman daerah
sekitarnya telah gundul, lalu runtuh, menyebabkan peningkatan aliran permukaan
sehingga air sungai lebih mudah mengalir ke arah yang tingginya sama atau lebih
rendah dari sungai. Banjirpun menjadi makin sering, makin mendadak dan makin
parah dampaknya.
Selain itu, di kota-kota besar seperti Jakarta bangunan sudah tidak terhitung lagi
jumlahnya. Dan boleh dikatakan hampir tidak ada tanah‘telanjang’yang berfungsi
alamiah sebagai penyerap air. Hujan lebat langsung mengalir diatas permukaan
baik di halaman-halaman gedung yang sudah disemen, di tepi-tepi jalan aspal dan
sebagainya. Sementara itu, saluran-saluran air yang ada tidak berfungsi karena
kurangnya pemeliharaan. Air tidak bisa mengalir dan membanjiri daerah tersebut.
Perlu dipahami juga bahwa peningkatan banjir yang terjadi di Indonesia dan dunia,
saat ini juga dipengaruhi oleh perubahan iklim global yang sekarang sudah terjadi.
Perubahan iklim global ditandai dengan peningkatan suhu global bumi (suhu air
laut dan suhu udara) yang mengakibatkan pada pencairan es di kutub Utara dan
Selatan serta kenaikan air laut, perubahan arus laut, perubahan arah angin (badai
siklon dan puting beliung), perubahan curah hujan (intensitas ataupun durasi),
perubahan kelembaban udara yang kesemuanya sangat berpengaruh terhadap
tipe-tipe banjir yang telah disebutkan di depan.
2.2. Peristiwa Banjir di Indonesia
Kecenderungan bencana banjir di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Data bencana dari BAKORNAS PB menyebutkan bahwa antara tahun 2003-
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK
15
2005 telah terjadi 1.429 kejadian bencana, di mana bencana hidrometeorologi
merupakan bencana yang paling sering terjadi yaitu 53,3 persen dari total kejadian
bencana di Indonesia. Dari total bencana hidrometeorologi, yang paling sering
terjadi adalah banjir (34,1 persen dari total kejadian bencana di Indonesia) diikuti
oleh tanah longsor (16 persen).
Kejadian kekeringan, banjir serta tanah longsor yang terjadi di berbagai daerah di
negeri kita beberapa tahun belakangan ini seperti di Medan, Riau, Bogor, Bandung,
Jakarta,Aceh,Pakanbaru,Lampung,Banyumas,mulaimeluaskedaerah-daerahlain.
Hal tersebut menyebabkan Indonesia memiliki daerah langganan banjir, longsor
dan kekeringan yang semakin banyak dan meluas, tanpa bisa berbuat sesuatu
yang signifikan. Pada musim hujan kelebihan air dan saat musim kemarau sangat
kekurangan air.
Setiap bencana menimbulkan permasalahan kemanusiaan yang serius serta
dampak sosial bagi masyarakat yang tidak dapat dinilai dengan materi. Rehabilitasi
dan rekonstruksi pascabencana mencakup bidang yang luas, seperti infrastruktur,
tataruang,sumberdayaalamdanlingkunganhidup,ekonomidanketenagakerjaan,
sistem dan mekanisme pendanaan, pendidikan, pemulihan ketertiban dan
keamanan masyarakat, hukum dan hak asasi, kelembagaan dan pemerintahan, dan
sosial budaya dan agama. 
Tahun 2002 khususnya, akan diingat karena bencana banjir melanda hampir
seluruh wilayah Jakarta dan pengaruhnya yang luar biasa terhadap masyarakat,
harta benda, serta kegiatan ekonomi. Wilayah Pulau Jawa merupakan wilayah yang
mengalami dampak paling parah akibat bencana banjir dan longsor yang terjadi
pada tahun 2002 yang lalu. Dari hasil investigasi yang dilakukan, bencana alam di
Pulau Jawa mencakup hampir seluruh wilayah, yakni DKI Jakarta, Ciamis, Subang,
Bogor, Karawang dan Majalengka (Jabar), Kota dan KabupatenTangerang (Banten),
Jalur pantura (Brebes, Pemalang, Kendal, Semarang), Kebumen, Cilacap, Pati dan
Kudus (Jateng), Lumajang, Banyuwangi, Bojonegoro, pacitan, Tulungagung,
Trenggalek, Surabaya, Malang, Nganjuk, Pasuruan, Gresik, Lamongan, Situbondo
dan Bondowoso (Jatim).
Secara fisik, bencana tersebut juga telah mengakibatkan hampir 37.970 Ha
kawasan permukiman tergenang dan 42.844 Ha sawah tergenang. Dampak ini
menjadi kelihatan lebih serius apabila biaya-biaya sosial dan korban jiwa juga
diperhitungkan.
Dari Bengkulu dilaporkan saluran induk yang melayani sawah semiteknis seluas
100 ha jebol sepanjang 70 meter, terutama yang melewati Desa Karangpinang,
Kecamatan Padang Ulak Tanding (Rejanglebong). Menurut Kepala Dinas PU TkI
Bengkulu, ada sekitar 49 daerah irigasi yang rusak karena banjir musim hujan tahun
lalu (Kompas,16/11).
Demikian pula Banjir di Jakarta tahun 2007 (Wikipedia) adalah bencana banjir
yang menghantam Jakarta dan sekitarnya sejak 1 Februari 2007 malam hari. yang
mengakibatkan lebih 50 orang meninggal dunia.
Fenomena dan peristiwa Banjir
16
Gambar 2.3: Banjir Jakarta, tahun2007
Sumber: BBC Indonesia.com 2007
Selainsistemdrainaseyangburuk,banjirberawaldarihujanlebatyangberlangsung
sejak sore hari tanggal 1 Februari hingga keesokan harinya tanggal 2 Februari,
ditambah banyaknya volume air 13 sungai yang melintasi Jakarta yang berasal dari
Bogor-Puncak-Cianjur, dan air laut yang sedang pasang, mengakibatkan hampir
60% wilayah DKI Jakarta terendam banjir dengan kedalaman mencapai hingga
5 meter di beberapa titik lokasi banjir. Dampak pemanasan global yang memicu
terjadinya perubahan iklim memang telah dan akan membawa dampak yang luas
terhadap manusia dan lingkungan.
Kemudian banjir di wilayah DKI Jakarta beberapa hari ini telah melumpuhkan
lalu lintas, stasiun KA Tanahabang, dan merusak berbagai sarana lainnya. Padahal,
banjir yang terjadi ini hanya merupakan luapan dua dari 13 sungai yang membelah
kota Jakarta, yaitu Sungai Pesanggrahan dan Ciliwung. Sejauh ini, sudah tiga orang
tewas akibat luapan Sungai Ciliwung.
Di Kabupaten Sragen-Jawa Tengah, ada sepuluh kecamatan di daerah tersebut
yang termasuk sebagai daerah rawan banjir dari 20 kecamatan yang ada. Sepuluh
kecamatan tersebut selalu mengalami banjir setiap tahun di musim hujan.
Di Sumatera, wilayah dengan potensi banjir tinggi di Kabupaten Solok dan Kota
Padang, Sumatera Barat. Sementara potensi banjir menengah tersebar di Tanah
Datar, Kampar, Rengat, Pasi Penyu, Peranap (Indragiri Hulu) di Provinsi Riau, serta
Sumber Jaya, Jabung, dan Sidomulyo di Jambi. (GSA).
Sementara itu, 5.000 Rumah Terendam Banjir di Cirebon. Sedikitnya 5.000 rumah
dan 450 hektare lahan pertanian di empat Desa Kecamatan Gunung Jati Kabupaten
Cirebon terendam banjir hingga ketinggian 1.5 meter yang terjadi pada 19 Januari
2008. Banjir yang juga merendam Jalan Pantura diakibatkan dari hujan deras serta
luapan dan air sungai dan jebolnya tanggul Sungai Bondet, Sungai Condong
dan Sungai Simuntuk. Empat Desa yang terendam banjir masing-masing adalah,
Desa Grogol, Kalisapu, Wanakaya, dan Desa Astana. Lokasi banjir yang paling
parah terdapat di Desa Wanakaya, ditempat itu sedikitnya 1400 Kepala Keluarga
diungsikan ketempat-tempat evakuasi dan rumah penduduk di desa tetangga
yang tidak terkena banjir. Di tempat itu juga sekitar 1200 hektar lahan pertanian
terendam.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK
17
Di Tahun 2009 ini saja peristiwa banjir telah terjadi di berbagai daerah. Di Riau
misalnya,padatanggal17April2009banjirmelandaKabupatenIndragiriHulu,Riau.
Sekitar 2.755 rumah warga di 50 desa terendam banjir akibat hujan dan meluapnya
Sungai Indragiri dan Sungai Kuala Cinaku. Daerah paling parah dilanda banjir di
Indragiri Hulu adalah permukiman penduduk di Desa Redang dan Danau Baru,
Kecamatan Rengat Barat. Ratusan rumah terendam banjir dengan ketinggian air
mencapai 1 meter. Banjir juga menenggelamkan sejumlah akses jalan. Akibatnya,
aktivitas warga lumpuh total. Satu-satunya transportasi menuju lokasi banjir adalah
dengan menggunakan perahu karet dan sampan. Banjir sudah merendam ribuan
rumah warga dan sekitar 264 hektare lahan pertanian.
Pada tanggal 26 November 2009, banjir melanda Kecamatan Banjarsari Kabupaten
Lebak, Provinsi Banten. Jalan yang menghubungkan antardesa terputus akibat
genangan air setinggi 1,5meter.
Dari berbagai gambaran di atas, setiap bencana menimbulkan permasalahan
kemanusiaan yang serius serta dampak sosial bagi masyarakat yang tidak dapat
dinilai dengan materi.   Bencana yang umumnya terjadi dalam waktu singkat
menghancurkan hasil pembangunan yang telah dirintis dan diperjuangkan dalam
waktu yang lama. Selain  menimbulkan korban jiwa, bencana menghancurkan
perumahan, area pertanian dan perkebunan, infrastuktur perekonomian,
infrastrukturpublik,komunikasidantransportasi,instalasipengadaanairdanenergi,
serta bidang-bidang penting dan strategis lainnya.  Bencana meluluhlantakkan
seluruh aspek kehidupan manusia.  
Pada hakekatnya semua jenis bencana, baik yang disebabkan oleh alam, non alam
dan bencana sosial selalu berpotensi mengancam kehidupan seperti timbulnya
korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis
bagi masyarakat. Mengingat kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis
di wilayah Indonesia, maka diperlukan suatu upaya yang menyeluruh dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik ketika bencana itu sedang
terjadi, sudah terjadi maupun bencana yang berpotensi terjadi di masa yang akan
datang. Hal tersebut merupakan bentuk tanggung jawab Pemerintah Daerah
dalam melindungi segenap warga dengan tujuan untuk memberikan perlindungan
terhadap kehidupan dan penghidupan, termasuk perlindungan atas korban
bencana, kesemuanya itu dilakukan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
umum yang berlandaskan Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penanganan bencana pada
saat ini cenderung kurang efektif. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain
paradigma penanganan bencana yang bersifat parsial, sektoral dan kurang terpadu,
disamping itu masih memusatkan tanggapan pada upaya pemerintah, sebatas
pemberian bantuan fisik dan dilakukan hanya pada fase kedaruratan. Pada bagian
lain,perubahanpadasistempemerintahansertasemakinterlibatnyaorganisasinon
pemerintah dalam kegiatan kemasyarakatan memerlukan perubahan mendasar
pada sistem penanganan bencana.
Dalam hal sosialisasi siaga bencana, dibutuhkan kerja sama yang baik antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bahkan sampai ke masyarakat atau
Fenomena dan peristiwa Banjir
18
kawasan yang rawan bencana. Indonesia merupakan negeri rawan bencana
sehingga perlu dibentuk bangsa yang mampu merespons bencana dengan benar.
Selain itu, dalam kaitan dengan kondisi geografis Indonesia yang rawan bencana
alam, peserta didik perlu dibekali dengan pengetahuan tentang kesiapsiagaan
menghadapibencanasecararutinagarmerekamampuberadaptasidengankondisi
tersebut dan mengetahui secara tepat apa yang harus dilakukan saat bencana
datang,mengetahuibagaimanamenyelamatkandirisecaratepatsehinggasewaktu
bencana datang mereka dapat menghadapi bencana secara tenang. Peserta didik
juga perlu diajarkan tentang kondisi geografis dan sosial wilayah Indonesia dan
diajarkan secara rinci mengenai panduan-panduan praktis dan tepat yang mesti
mereka lakukan saat bencana terjadi. Pembelajaran tidak mesti harus dalam mata
pelajaran tersendiri tetapi dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran yang sesuai.
3.1. Pengurangan Risiko Banjir
Pengelolaaan yang tidak baik dalam sumber daya alam dan sumber daya manusia
akan mengakibatkan terjadi bencana. Selain itu, kondisi alam dan keanekaragaman
penduduk dan budaya di Indonesia dapat juga menyebabkan terjadinya bencana
alam, bencana akibat ulah manusia, dan kedaruratan kompleks. Pada umumnya
risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempa bumi, tsunami
dan letusan gunung api), bencana akibat hidrometeorologi (banjir, tanah longsor,
kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia,
penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakaan
industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana
akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan
sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan
kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu
daerah.
Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang
berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir
tidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran
kekuatannya. Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor,
kekeringan, letusan gunung api, dan tsunami masih dapat diramalkan sebelumnya.
Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan
menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi
karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman
bahaya.
Secara umum terdapat peristiwa bencana yang terjadi berulang setiap tahun.
Bahkan sekarang ini peristiwa bencana menjadi lebih sering dan terjadi silih
berganti, misalnya dari kekeringan, kemudian kebakaran, lalu diikuti banjir.
Akibatnya muncul anggapan bahwa bencana tersebut sebagai sesuatu hal yang
memang harus terjadi. Padahal semua itu merupakan fenomena alamiah yang
melekat pada bumi dan timbulnya korban dan kerugian disebabkan oleh beberapa
faktor ketidaksiapan. Beberapa faktor tersebut adalah :
1.	 Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya.
2.	 Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya
alam.
BAB IIIPENGURANGAN RISIKO BANJIR
Pengurangan Risiko Banjir
20
3.	 Kurangnya informasi/peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan.
4.	 Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.
3.1.1. Bencana
Bencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen,
ancaman, dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis, sehingga
menyebabkan terjadinya risiko pada komunitas. Ancaman merupakan
kejadian-kejadian, gejala alam atau kegiatan manusia yang berpotensi untuk
menimbulkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda, gangguan sosial
ekonomi atau kerusakan lingkungan. Kerentanan adalah kondisi-kondisi yang
ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial ekonomi dan
lingkungan hidup yang meningkatkan kerawanan suatu komunitas terhadap
dampak ancaman bencana. Risiko merupakan suatu peluang dari timbulnya
akibat buruk, atau kemungkinan kerugian dalam hal kematian, luka-luka,
kehilangan dan kerusakan harta benda, gangguan kegiatan matapencaharian
dan ekonomi atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi
antara ancaman bencana dan kondisi kerentanan.
Atau disebut pula dalam Undang-undang Penanganan Bencana No. 24 tahun
2007 bahwa bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa
yangmengancamdanmengganggukehidupandanpenghidupanmasyarakat
yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. .
Menurut ISDR bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian
suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada
kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang
melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi
dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.
Adapun komponen yang berpengaruh terhadap besar kecilnya dampak suatu
bencana antara lain sebagai berikut: bahaya, kerentanan, risiko bencana, dan
kapasitas.
Terjadinya Bencana
Bahaya
Kerentanan
Kejadian
RISIKO
BENCANA
BENCANA
Gambar 3.1: Model hubungan antara risiko bencana,
kerentanan, dan bahaya
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK
21
Berdasarkan sumber bencananya, terdapat tiga jenis bencana: (1) bencana
alam, yaitu bencana yang murni yang disebabkan oleh peristiwa alam,
contohnya gempa bumi, gunung meletus, angin puting beliung. (2) bencana
akibat ulah manusia, yaitu bencana yang disebabkan oleh kekhilafan manusia
seperti kebakaran dan kornsleting listrik. (3) bencana kompleks, yaitu bencana
yang diakibatkan oleh gabungan antara perilaku alam dan ulah manusia
sebagai contoh banjir akibat hujan diluar normal dan penggundulan hutan.
Bahaya
Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan
potensi bencana yang sangat tinggi. Beberapa potensi bencana yang ada
antara lain adalah bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir,
tanah longsor, dan lain-lain. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama
dan potensi bahaya ikutan. Potensi bahaya utama ini dapat dilihat antara lain
pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa
Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi
bencanatanahlongsor,petapotensibencanaletusangunungapi,petapotensi
bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan lain-lain.
Gambar 3.2: Kerusakan pada bangunan akibat gempa bumi
Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia
memiliki potensi bahaya utama yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak
menguntungkan bagi negara Indonesia.
Disamping tingginya potensi bahaya utama, Indonesia juga memiliki potensi
bahaya ikutan yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator
misalnya likuifaksi, persentase bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan
bangunan,dankepadatanindustriberbahaya.Potensibahayaikutaninisangat
tinggi terutama di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan, persentase
bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman kumuh perkotaan), dan
jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan indikator diatas, perkotaan
Indonesia merupakan wilayah dengan potensi bencana yang sangat tinggi.
Pengurangan Risiko Banjir
22
3.1.2. Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas
Banjir, 38 %
Gempa Bumi,
31 %
Kebakaran,
17 %
Epidemik,
4 %
Mass
movwet,
2 %
Letusan
Gunung Api,
3 %
Kekeringan,
6 %
Gambar 3.3: Persentase Orang Terkena Bencana Berdasarkan Jenis Bencana
Gambar di atas menunjukkan persentase orang terkena bencana berdasarkan
jenis bencana di Indonesia antara kurun waktu 1980 – 2008. Kejadian bencana
di Indonesia terus meningkat sepanjang tahun. Ini membuktikan bahwa
Indonesia merupakan negara yang rapuh dalam menghadapi ancaman
bencana.
Perbedaan kemampuan dalam mengenali karakteristik bahaya membuat
besaranrisikoyangmengenapadasituasibencanajugaakanberbeda.Semakin
mampu untuk mengenali dan memahami fenomena bahaya itu dengan baik,
makamanusiaakansemakindapatmensikapinyadenganlebihbaik.Sikapdan
tanggap yang didasarkan atas pengenalan dan pemahaman yang baik akan
dapat memperkecil risiko bencana. Kehancuran dahsyat yang terjadi akibat
gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara, serta D.IYogyakarta dan Jawa
Tengah, juga memunculkan kebingungan bagaimana harus mensikapinya;
hiruk pikuk di Alor dan Palu saat terjadi gempa menunjukkan betapa bangsa
Indonesia belum mampu dengan baik menghadapi ancaman bahaya yang
melingkupi.
Ancaman Bencana
Ancaman bencana seperti yang tertuang dalam UU RI No. 24 Tahun 2007
tentang Penanganan Bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa
menimbulkan bencana. Sedangkan menurut Dr. Krishna S. Pribadi ancaman
bencana merupakan:
1.	 Suatu peristiwa besar yang jarang terjadi, dalam lingkungan alam atau
lingkungan binaan, yang mempengaruhi kehidupan, harta atau kegiatan
manusia, sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan bencana.
2.	 Suatu fenomena alam atau buatan manusia yang dapat menimbulkan
kerugian fisik dan ekonomi atau mengancam jiwa manusia dan
kesejahteraannya, bila terjadi di suatu lingkungan permukiman, kegiatan
budi daya atau industri.
Ancaman bencana dapat bersifat membahayakan bagi suatu lingkungan
akibat kondisi lingkungan yang rentan.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK
23
Kerentanan
Kerentanan adalah seberapa besar suatu masyarakat, bangunan, pelayanan
atau suatu daerah akan mendapat kerusakan atau terganggu oleh dampak
suatu bahaya tertentu, bergantung kepada kondisinya, jenis konstruksi dan
kedekatannya kepada suatu daerah yang berbahaya atau rawan bencana.
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerentanan tersebut adalah :
1.	 Institusi lokal yang lemah dalam membuat kebijakan dan peraturan serta
penegakan kebijakan tersebut, terutama terkait dengan penanggulangan
bencana dan upaya pengurangan risiko bencana, termasuk di dalamnya
adalah lemahnya aparat penegak hukum;
2.	 Kurangnya penyebaran informasi mengenai kebencanaan, baik melalui
penyuluhan, pelatihan serta keahlian khusus yang diperlukan dalam
upaya-upaya pengurangan risiko bencana
3.	 Penduduk terkait dengan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat,
Kenyataanmenunjukkankerentaancukuptinggidarimasyarakat,infrastruktur
serta elemen-elemen di dalam kota/kawasan yang berisiko bencana. Karena
kurangnya pemahaman adanya bahaya sekitarnya, maka masyarkat dikatakan
rentan terhadap bencana. Bangunan dibantaran sungai, bangunan tepat di
lereng tempat mengairnya lahar gunung berapi, bangunan di tepi pantai,
bangunan yang permanen dan tidak tahan gempa dan lain-lain merupakan
contoh kerentaan suatu lingkungan
Kapasitas
Kapasitas adalah kemampuan dari masyarakat dalam menghadapi bencana.
Misalnya pengetahuan rendah, maka kapasitasnya rendah, contohnya:
1.	 Tidak tahu kalau di dekat rumahnya terdapat ancaman tanah longsor
2.	 Tidak tahu kalau membangun rumah di bantaran kali dapat
menyebabkan banjir
3.	 Tidak tahu kalau mengikis tebing untuk diambil tanahnya dapat
menyebabkan longsor,
4.	 Tidak tahu kalau menebang pohon tanpa mengganti dengan pohon baru
dapat menyebabkan banjir dan tanah longsor
5.	 Tidak memiliki keterampilan bagaimana membuat rumah tahan gempa
6.	 Tidak memiliki keterampilan bagaimana mengevakuasi kalau terjadi
gempa
7.	 Tidak memiliki keterampilan bagaimana menyelamatkan diri dan orang
lain ketika terjadi bencana, dan lain-lain.
3.1.3. Pengurangan Risiko Bencana
Pengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik mengurangi risiko
bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor-
faktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan
terhadapancaman,penurunankerentananmanusiadanproperti,pengelolaan
lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaanan
terhadap kejadian yang merugikan.
Pengurangan Risiko Banjir
24
3.1.4. Upaya Pengurangan Risiko Bencana
Mitigasi Bencana
Tujuan dari mitigasi bencana gempa bumi adalah untuk mengembangkan
strategi mitigasi yang dapat mengurangi hilangnya kehidupan dari alam
sekitarnya serta harta benda, penderitaan manusia, kerusakan ekonomi dan
biaya yang diperlukan untuk menangani korban bencana yang dihasilkan
oleh bencana gempa bumi. Rencana mitigasi bencana gempa bumi dapat
meningkatkan cara pandang yang luas dan terintegrasi terhadap sistem
pengurangan risiko bencana yang meliputi elemen-elemen berikut :
1.	 Identifikasi bencana dan kerentanannya serta evaluasi risiko bencana
tersebut.
2.	 Strategi pengurangan bencana yang bersumber dari wilayah dan dimiliki
oleh pemegang kebijakan.
3.	 Seperangkat peraturan, perundang-undangan dan regulasi yang
menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk interaksi antara
berbagai organisasi dan institusi yang berbeda.
4.	 Mekanisme koordinasi institusi yang kuat.
5.	 Sistem yang solid untuk mengendalikan pemenuhan dan penguatan code
dan standar untuk konstruksi bangunan yang aman.
6.	 Perencanaan dan tataguna lahan dan pemukiman yang menggabungkan
kepedulian akan bencana dan pengurangan risiko.
7.	 Penggunaan peralatan komunikasi untuk pengurangan risiko akibat
bencana yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan
bencana, pendidikan, pelatihan dan penilaian.
8.	 Manajemen kesiapsiagaan dan kedaruratan berdasarkan pemahaman
risiko.
9.	 Kerjasama dan koordinasi antar instansi, antar kota, antar organisasi.
Dalam upaya mengurangi risiko bencana maka diperlukan kesiapsiagaan yang
lebih baik. Oleh karena itu siswa juga harus harus memahami pengertian dari
banjir, sebab-sebab terjadinya, dampaknya, serta hal-hal apa saja yang harus
diperhatikan sebelum, saat dan setelah terjadinya banjir tersebut.
Dampak Banjir
Banjir yang besar memiliki dampak-dampak yang tidak diinginkan antara lain
dampak fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan.
1.	 Dampak fisik adalah kerusakan pada sarana-sarana umum, kantor-kantor
pelayanan publik yang disebabkan oleh banjir.
2.	 Dampak sosial mencakup kematian, risiko kesehatan, trauma mental,
menurunnya perekonomian, terganggunya kegiatan pendidikan (anak-
anak tidak dapat pergi ke sekolah), terganggunya aktivitas kantor
pelayanan publik, kekurangan makanan, energi, air, dan kebutuhan-
kebutuhan dasar lainnya.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK
25
3.	 Dampak ekonomi mencakup kehilangan materi, gangguan kegiatan
ekonomi (orang tidak dapat pergi kerja, terlambat bekerja, atau
transportasi komoditas terhambat, dan lain-lain).
4.	 Dampak lingkungan mencakup pencemaran air (oleh bahan pencemar
yang dibawa oleh banjir) atau tumbuhan disekitar sungai yang rusak
akibat terbawa banjir.
5.	 Dampak banjir terhadap masyarakat tidak hanya berupa kerugian
harta benda dan bangunan. Selain itu, banjir juga mempengaruhi
perekonomian masyarakat dan pembangunan masyarakat secara
keseluruhan, terutama kesehatan dan pendidikan (Arduino dkk, 2007).
Menurut Bakornas PB (2007), dampak bencana banjir akan terjadi pada
beberapa aspek (sebagian besar di wilayah Indonesia bagian barat) dengan
tingkat kerusakan berat pada aspek-aspek berikut:
1.	 Aspek penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut,
tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah
dan penduduk terisolasi.
2.	 Aspek pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya
dokumen, arsip, peralatan dan perlengkapan kantor dan terganggunya
jalannya pemerintahan.
3.	 Aspek ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak
berfungsinya pasar tradisional, kerusakan dan hilangnya harta benda, ternak
dan terganggunya perekonomian masyarakat.
4.	 Aspek sarana-prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk,
jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas
umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi.
5.	 Aspek lingkungan, antara lain berupa kerusakan ekosistem, objek wisata,
persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan tanggul/
jaringan irigasi.
Yang terpenting dalam keadaan banjir adalah bahaya timbulnya penyakit
akibat banjir yang mengancam masyarakat dari semua golongan. Hal ini
dikarenakanbanyaknyasampahyangterhanyutterbawaairbanjir,airgotyang
bersatu dengan air banjir yang menimbulkan bau yang tidak sedap ataupun
septik tank yang luber dan isinya terbawa air kemana-mana, Akibatnya
lingkungan kita menjadi sangat kotor, sehingga mempermudah timbulnya
penyakit pasca banjir: diare, DBD, leptospirosis, ISPA, cacingan dan berbagai
penyakit penyerta lain. Bahkan tidak jarang juga menimbulkan kasus penyakit
yang luar biasa. Banjir juga menimbulkan dampak menurunnya kondisi tubuh
& daya tahan terhadap stress (Wijaya. 2008).
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh bahwa Soegijanto S (2008)
tentang penyakit pasca bencana yang sering ditemukan:
1.	 Polusi udara berdampak sakit batuk sesak.
2.	 Makanan dan minuman yang terkontaminasi menyebabkan diare akut.
3.	 Tikus-tikus baik yang mati atau hidup akibat bencana banjir berpotensi
menularkan kuman pes dan leptospira.
Pengurangan Risiko Banjir
26
4.	 Air kemih tikus perlu dicermati penyakit leptospira.
5.	 Peningkatan populasi nyamuk Aedes aegypti maupun Albocpitus yang
menularkan virus dengue maupun Chikungunya.
6.	 Dampak trauma kepala dan patah tulang, dibutuhkan kerjasama dengan
dokter ahli bedah umum maupun bedah tulang.
Di sisi lain, banjir dapat menguntungkan karena:
1.	 Banjir bisa menggelontor bahan-bahan pencemar air yang mengendap
menyumbat saluran air.
2.	 Banjir bisa menjaga kelembaban tanah dan mengembalikan kelembaban
tanah tandus / kering.
3.	 Banjir bisa menambah cadangan air tanah.
4.	 Pengendapan lumpur banjir dapat meningkat kesuburan tanah.
5.	 Banjir dapat menjaga lingkungan hayati (ekosistem) sungai dengan cara
menyediakan tempat bersarang, berbiak dan makan bagi ikan, burung dan
binatang-binatang liar.
6.	 Banjir menyebabkan banyaknya kerugian. Sehubungan dengan hal 	
tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya untuk mengurangi risiko akibat
terjadinya banjir. Upaya yang dapat dilakukan antara lain:
7.	 Pemberian informasi mengenai perkiraan tingkat kenaikan permukaan
air sungai. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar peringatan akan
adanya bahaya banjir dan sebagai rencana untuk melakukan pengungsian
serta untuk pengaturan tata ruang daerah misalnya corak pembangunan
apa dan kegiatan pertanian apa yang boleh berlangsung.
8.	 Melakukan antisipasi akan ancaman bencana banjir yaitu dnegan
memperhatikan hal-hal berikut : (1) Analisis kekerapan banjir, artinya
seberapa sering wilayah tersebut kebanjiran, (2) Pemetaan tinggi rendah
permukaan tanah (topografi), (3) Pemetaan bentangan daerah seputar
sungai (kontur sekitar sungai) lengkap dengan perkiraan kemampuan
sungai itu untuk menampung lebihan air, (4) Catatan pemantauan lelehan
salju/esdankelongsorantebing/daerahhulu,(5)Kemampuantanahuntuk
menyerap air, (6) Catatan pasang surut gelombang laut (untuk kawasan
pantai / pesisir). Kekerapan badai, (7) Geografi pesisir / pantai, (8) Ciri-ciri
banjir, dan (9) Mengetahui Jalur banjir agar kita siap jika terjadi acamanan
banjir.
9.	 Melakukan Kerja bakti membersihkan saluran air.
10.	Membuang sampah pada tempatnya.
11.	Mengadakan reboisasi/penghijauan atau penanaman tanaman (hutan
resapan) di kawasan hulu DAS dan penanaman tanaman keras di
sepanjang bantaran sungai. Jika hal itu dilakukan akan diperoleh beberapa
hal. Pertama, berkurangnya laju aliran permukaan. Kedua, perbesaran
laju infiltrasi air. Ketiga, peminimalan erosi. Keempat, penambahan kadar
oksigen dalam udara, dan kelima, penambahan hasil buah dan kayu.
12.		Pembuatan tampungan air (situ/embung) atau sumur resapan. Pada
musim hujan, prasarana itu sebagai tempat penampungan air dan pada
musim kemarau berfungsi sebagai sumber air cadangan irigasi.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK
27
13.	Melaksanakanprogramnormalisasisungaidenganpembuatanturaptebing
sungai (beronjong) dalam rangka mencegah longsor dan memperbesar
daya tampung air, di samping pengerukan sediment dari dasar sungai.
14.	Mengembangkan kembali bangunan rumah panggung untuk daerah-
daerah yang memang berkecenderungan menperoleh bencana banjir,
15.		Memberikan peringatan dini banjir yang dapat dilakukan beberapa hari
sampai satu hari sebelum terjadi dengan menginformasikan pada instansi
terkait. Dalam hal ini dapat digunakan radar hujan yang bisa memprediksi
curah hujan sesaat, sebagai bagian dalam sistem peringatan dini banjir.
Alat ini dapat memprediksi intensitas dan lamanya hujan yang akan terjadi
hingga H minus 4.
16.	Melakukan perlindungan, pemeliharaan dan perbaikan sarana-sarana yang
berada pada jalur dan kawasan yang dikhawatirkan rentan banjir
17.	membuat bangunan di daerah yang aman seperti di dataran yang tinggi
18.		Memberi pengertian akan ancaman banjir - termasuk banjir yang pernah
terjadi dan mengetahui letak daerah apakah cukup tinggi untuk terhindar
dari banjir.
19.	Melakukan latihan pengungsian. Mengetahui jalur evakuasi, jalan yang
tergenangairdanyangmasihbisadilewati.Setiaporangharusmengetahui
tempat evakuasi, kemana harus pergi apabila terjadi banjir.
20.	Memasang tanda ancaman pada jembatan yang rendah - agar tidak dilalui
orang pada saat banjir. Adakan perbaikan apabila diperlukan.
21.	Memasang tanda ketinggian air - pada saluran air, kanal, kali atau sungai
yang dapat dijadikan petunjuk pada ketinggian berapa akan terjadi banjir
atau petunjuk kedalaman genangan air.
22.	Simpan surat-surat penting di dalam tempat yang tinggi, kedap air dan
aman.
23.	Naikkan panel-panel dan alat-alat listrik ke tempat yang lebih tinggi,
sekurang-kurangnya 30 cm di atas garis ketinggian banjir maksimum
24.		Pada saat banjir, tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam
rumah, dan matikan listrik dari meterannya.
25.	Pindahkan barang-barang rumah tangga ke tempat yang lebih tinggi.
26.	Memperhatikan kebersihan air yang digunakan masyarakat dalam
kehidupan sehari-hari.
Penanggulangan Bencana
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana, pasal 33-38, dinyatakan, bahwa:
Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap meliputi:
1.	 prabencana;
2.	 saat tanggap darurat; dan
3.	 pasca bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan prabencana
meliputi:
Pengurangan Risiko Banjir
28
1.	 dalam situasi tidak terjadi bencana; dan
2.	 dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana.
Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi
bencana sebagaimana dimaksud meliputi:
1.	 perencanaan penanggulangan bencana;
2.	 pengurangan risiko bencana;
3.	 pencegahan;
4.	 pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
5.	 persyaratan analisis risiko bencana;
6.	 pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
7.	 pendidikan dan pelatihan; dan
8.	 persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.
Perencanaan penanggulangan bencana meliputi:
1.	 pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;
2.	 pemahaman tentang kerentanan masyarakat;
3.	 analisis kemungkinan dampak bencana;
4.	 pilihan tindakan pengurangan risiko bencana;
5.	 penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana;
dan
6.	 alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.
Pengurangan risiko bencana , dilakukan untuk mengurangi dampak buruk
yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi
bencana. Kegiatan meliputi:
1.	 pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
2.	 perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;
3.	 	pengembangan budaya sadar bencana;
4.	 peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana; dan
5.	 penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan
bencana.
Pencegahan meliputi:
1.	 identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau
ancaman bencana;
2.	 kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang
secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya
bencana;
3.	 pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/atau
berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana;
4.	 penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
5.	 penguatan ketahanan sosial masyarakat.
Berdasarkan informasi dari Undang-undang tersebut, banyak hal yang dapat
diidentifikasi, dijadikan bahan pengayaan bagi guru, yang tidak diajarkan ke
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK
29
siswa. Selain kompetensi yang harus dikuasai siswa tentu harus dikuasai guru,
sebaiknya kepala sekolah dan guru menambah kompetensi lainnya seperti:
1.	 Menyusun Program untuk meningkatkan keamanan sekolah terhadap
Bencana.
2.	 Menyusun rencana aksi sekolah, seperti.
3.	 perencanaan penanggulangan bencana;
4.	 pengurangan risiko bencana;
5.	 pencegahan;
6.	 pemaduan dalam perencanaan pembangunan;
7.	 persyaratan analisis risiko bencana;
8.	 pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;
9.	 Perencanaan penanggulangan bencana meliputi:
	 	pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;
	 	pemahaman tentang kerentanan masyarakat;
	 	analisis kemungkinan dampak bencana;
	 	pilihan tindakan pengurangan risiko bencana;
	 	penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak
bencana; dan
	 	alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia.
10.	Pengurangan risiko bencana , dilakukan untuk mengurangi dampak
buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang
tidak terjadi bencana. Kegiatan meliputi:
	 	pengenalan dan pemantauan risiko bencana;
	 	perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;
	 	pengembangan budaya sadar bencana;
	 	peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana;
dan
	 	penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan
bencana.
11.		Pencegahan meliputi:
	 	identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya
atau ancaman bencana;
	 	kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam
yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber
bahaya bencana;
	 	pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/
atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya
bencana;
	 	penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup; dan
	 	penguatan ketahanan sosial masyarakat.
Pengurangan Risiko Banjir
30
3.2. Kesiapsiagaan Banjir
Kesiapsiagaan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna. Sebagai contoh: membangun sistem peringatan dini, penyiapan
jalur evakuasi bila terjadi bencana, latihan simulasi bencana.
Kesiapsiagaandiri,keluargadansekolahakansangatmembantudalammengurangi
dampak bencana, baik kerugian harta maupun korban jiwa, kesiapsiagaan dimulai
dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.	 Memahami potensi ancaman yang ada di daerah masing-masing.
2.	 Memahami penyebab atau tanda-tanda akan terjadinya bencana.
3.	 Memahami apa yang harus dipersiapkan dan yang harus dilakukan baik
sebelum, pada saat dan sesudah bencana.
4.	 Di sekolah, guru dapat memberikan latihan kesiapsiagaan bencana banjir
kepada siswa.
3.2.1. Tindakan sebelum terjadi banjir
1.	 Sebelum terjadi bencana kita harus sudah bisa memilih dan menentukan
beberapa lokasi yang bisa kita jadikan sebagai tempat penampungan jika
terjadi bencana.
2.	 Melatih diri dan anggota keluarga hal-hal yang harus dilakukan apabila
terjadi bencana banjir.
3.	 Mendiskusikan dengan semua anggota keluarga tempat di mana anggota
keluarga akan berkumpul usai bencana terjadi.
4.	 Mempersiapkan tas siaga bencana yang berisi keperluan yang
dibutuhkan seperti: Makanan kering seperti biscuit, air minum, kotak kecil
berisi obat-obatan penting, lampu senter dan baterai cadangan, Lilin dan
korek api, kain sarung, satu pasang pakaian dan jas hujan, surat berharga,
fotokopi tanda pengenal yang dimasukkan kantong plastik, serta nomor-
nomor telepon penting.
5.	 Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko banjir:
	 	Buat sumur resapan bila memungkinkan.
	 	Tanam lebih banyak pohon besar.
	 	Membentuk kelompok masyarakat pengendali banjir.
	 	Membangun atau menetapkan lokasi dan jalur evakuasi bila terjadi
banjir.
	 	Membangun sistem peringatan dini banjir.
	 	Menjaga kebersihan saluran air dan limbah.
	 	Memindahkan tempat hunian ke daerah bebas banjir atau tinggikan
bangunan rumah hingga batas ketinggian banjir jika memungkinkan.
	 	Mendukung upaya pembuatan kanal atau saluran dan bangunan.
	 	Pengendali banjir dan lokasi evakuasi.
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK
31
	 	Bekerjasama dengan masyarakat di luar daerah banjir untuk menjaga
daerah resapan air.
3.2.2.Tindakan Saat Terjadi Banjir
1.	 Jangan panik.
2.	 Pada saat terjadi bencana banjir, warga yang berada di daerah rawan
bencana banjir diminta memantau perkembangan cuaca, bila hujan terus
terjadi tidak henti-hentinya, diimbau waspada dan berhati- hati untuk
mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.
3.	 Pada saat dan setelah bencana terjadi, berbagai aktivitas kesehatan
harus dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan para korban serta
mencegah memburuknya derajat kesehatan masyarakat yang terkena
bencana. Pada tahapan tanggap darurat, energi yang cukup besar
biasanya dicurahkan untuk evakuasi korban.
4.	 Ketika melihat air datang, Jauhi secepat mungkin daerah banjir. segera
selamatkan diri dengan berlari secepat mungkin menuju tempat yang
tinggi.
5.	 Apabila kamu terjebak dalam rumah atau bangunan, raih benda yang
bisa mengapung sebisanya.
6.	 Dengarkan jika ada informasi darurat tentang banjir.
7.	 Hati-hati dengan listrik. Matikan peralatan listrik/sumber listrik.
8.	 Selamatkan barang-barang berharga dan dokumen penting sehingga
tidak rusak atau hilang terbawa banjir.
9.	 Pantau kondisi ketinggian air setiap saat sehingga bisa menjadi dasar
untuk tindakan selanjutnya.
10.	Ikut mendirikan tenda pengungsian, pembuatan dapur umum.
11.	Terlibat dalam pendistribusian bantuan.
12.	Mengusulkan untuk mendirikan pos kesehatan.
13.	Menggunakan air bersih dengan efisien.
3.2.3.Tindakan Sesudah Terjadinya Banjir
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan sesudah terjadi bencana antara
lain:
1.	 Pemberian bantuan misalnya tempat perlindungan darurat bagi meraka
yang kehilangan tempat tinggalnya.
2.	 Membersihkan tempat tinggal dan lingkungan rumah.
3.	 Terlibat dalam kaporitisasi sumur gali.
4.	 Terlibat dalam perbaikan jamban dan saluran pembuangan air limbah
(SPAL).
5.	 Pemberian bantuan yang meliputi kesehatan lingkungan, dan
pemberantasan penyakit, pelayanan kesehatan serta distribusi logistik
kesehatan dan bahan makanan.
6.	 Menjaga agar sistem pembuangan limbah dan air kotor agar tetap
bekerja pada saat terjadi banjir.
Pengurangan Risiko Banjir
32
7.	 Menjauhi kabel atau instalasi listrik lainnya.
8.	 Menghindari memasuki wilayah yang rusak kecuali dinyatakan aman
misal bangunan yang rusak atau pohon yang miring.
9.	 Memeriksa dan menolong diri sendiri kemudian menolong orang di dekat
kamu yang memerlukan bantuan.
10.	Mencari anggota keluarga.
11.	Jika keadaan sudah aman, masuk rumah dengan hati-hati, jangan
menyalakan listrik kecuali telah dinyatakan aman.
12.	Membersihkan lumpur
13.	Periksa persediaan makanan dan air minum. Jangan minum air dari sumur
terbuka karena sudah terkontaminasi. Makanan yang telah terkena air
banjir harus dibuang karena tidak baik untuk kesehatan.
4.1. Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir
Muatan Pendidikan PRB untuk siswa SMA disusun dengan mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut :
1. Kepentingan dan kemampuan peserta didik dan lingkungannya
Muatan pendidikan PRB dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta
didik memiliki peluang atau kesempatan untuk selamat dan membantu orang
lain agar selamat ketika banjir terjadi. Untuk mendukung pencapaian tujuan
tersebut perlu peningkatan kompetensi/kapasitas peserta didik disesuaikan
dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik
serta tuntutan lingkungan, termasuk kearifan lokal yang dimiliki masyarakat
dalam lingkungan tersebut. Kegiatan pembelajaran PRB berpusat pada
peserta didik.
2. Keragaman risiko bahaya dan karakteristik daerah dan lingkungan
Setiap daerah memiliki risiko, kebutuhan, tantangan, dan keragaman
karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan PRB
sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh
karena itu, kurikulum harus mengakomodir keragaman tersebut yang relevan
dengan kebutuhan pendidikan PRB.
3. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat
Pengembangan muatan pendidikan PRB dilakukan dengan memperhatikan
karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian
keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat
diperlukan, termasuk kearifan lokal yang ada.
4. Peningkatan kesadaran akan adanya risiko bencana akibat bajir
Muatan pendidikan PRB dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan
kesadaran siswa akan adanya risiko bahaya banjir. Untuk itu diperlukan
pengetahuan dan pemahaman terjadinya banjir, zona rawan banjir, hal-hal
yang terjadi ketika dan setelah banjir.
5. Peningkatan kompetensi/kapasitas diri agar dapat mengurangi
bahaya bencana yang diakibatkan banjir
Pendidikan PRB dilakukan secara sistematik dan terpadu dengan pendidikan
BAB IV
MATERI PEMBELAJARAN PENGURANGAN
RISIKO BANJIR
Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir
34
mata pelajaran lain, untuk meningkatkan kompetensi siswa secara holistik
yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang
secaraoptimal,agarselamatketikabanjirterjadi.Sejalandenganitu, kurikulum
disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat,
kecerdasan intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta
didik.
6. Menyeluruh dan berkesinambungan
SubstansimuatanpendidikanPRBmencakupkeseluruhandimensikompetensi
yang diperlukan, dimensi kognitif, psikomotor dan afektif.
7. Belajar sepanjang hayat
Pengembangan muatan pendidikan PRB diarahkan kepada proses
pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang
berlangsung sepanjang hayat.
Adapun materi pembelajaran pengurangan risiko banjir untuk setiap jenjang
kelas adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir
NO. MATERI PEMBELAJARAN
KELAS
Prog IPA Prog IPS Prog Bhs
I II III II IIIII III
Banjir
a. Pengertian Banjir,
b. Jenis Banjir
c. Penyebab banjir
d. Banjir bandang
V
V
V V V
V V V
V V V
Pemanasan Global
- Iklim mulai tidak stabil
- Peningkatan permukaan laut
- Suhu global cenderung meningkat
- Gangguan Ekologis
- Dampak sosial dan politik
- Gas Rumah Kaca
- Dampak pemanasan global bagi Indonesia
- Permahaman siklus air dan pemanasan global
1.
2.
Pemahaman tentang memanen hujan untuk tanggulangi
kekeringan dan banjir
- Metode memanen hujan dengan mempertahankan hutan
- Metode memanen hujan dengan revitalisasi danau,
telaga dan situ
- Metode memanen hujan dengan kolam-kolam dan
sumur resapan
- Metode memanen hujan dengan modifikasi landsekap
- Metode memanen hujan dengan kolam-kolam
tando air rumah tangga
3.
4.
5.
Dampak banjir
- Dampak fisik
- Dampak sosial
- Dampak ekonomi
- Dampak Lingkungan
Upaya pengurangan risiko
6. Tindakan-tindakan sebelum, saat dan sesudah bencana V V VV V V V
Adapun materi pembelajaran pengurangan resikorisiko banjir untuk setiap
jenjang kelas adalah sebagai berikut:
Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK
35
V V V
V V V
V V V
- Permahaman siklus air dan pemanasan global
Pemahaman tentang memanen hujan untuk tanggulangi
kekeringan dan banjir
- Metode memanen hujan dengan mempertahankan hutan
- Metode memanen hujan dengan revitalisasi danau,
telaga dan situ
- Metode memanen hujan dengan kolam-kolam dan
sumur resapan
- Metode memanen hujan dengan modifikasi landsekap
- Metode memanen hujan dengan kolam-kolam
tando air rumah tangga
3.
4.
5.
Dampak banjir
- Dampak fisik
- Dampak sosial
- Dampak ekonomi
- Dampak Lingkungan
Upaya pengurangan risiko
6. Tindakan-tindakan sebelum, saat dan sesudah bencana V V VV V V V
NO. MATERI PEMBELAJARAN
KELAS
Prog IPA Prog IPS Prog Bhs
I II III II IIIII III
Banjir
a. Pengertian Banjir,
b. Jenis Banjir
c. Penyebab banjir
d. Banjir bandang
V
V
V V V
V V V
V V V
Pemanasan Global
- Iklim mulai tidak stabil
- Peningkatan permukaan laut
- Suhu global cenderung meningkat
- Gangguan Ekologis
- Dampak sosial dan politik
- Gas Rumah Kaca
- Dampak pemanasan global bagi Indonesia
- Permahaman siklus air dan pemanasan global
1.
2.
Pemahaman tentang memanen hujan untuk tanggulangi
kekeringan dan banjir
- Metode memanen hujan dengan mempertahankan hutan
- Metode memanen hujan dengan revitalisasi danau,
telaga dan situ
- Metode memanen hujan dengan kolam-kolam dan
sumur resapan
- Metode memanen hujan dengan modifikasi landsekap
- Metode memanen hujan dengan kolam-kolam
tando air rumah tangga
3.
4.
5.
Dampak banjir
- Dampak fisik
- Dampak sosial
- Dampak ekonomi
- Dampak Lingkungan
Upaya pengurangan risiko
6. Tindakan-tindakan sebelum, saat dan sesudah bencana V V VV V V V
Adapun materi pembelajaran pengurangan resikorisiko banjir untuk setiap
jenjang kelas adalah sebagai berikut:
4.2. Pemetaan Indikator Siswa
Kompetensi tersebut dapat dielaborasi ke dalam indikator-indikator sebagai
berikut :
1.Menjelaskandanmelakukantindakan
praktisuntukmenghindaridan
menyelematkandiridaribencana
1.1Menjelaskanpenyebabbencanadan
carapencegahannya
Mempraktekkantindakan
pencegahan,menghindaridan
menyelamatkandiridaribencana
penguranganrisikobencana
2.Bekerjasamadenganteman,sekolah,
organisasisetempatataupundengan
masyarakatdanpemerintahdalamupaya
membantupenguranganrisikobencana
2.1Mempraktekkantindakan
pemeliharaanlingkungandidaerah
rentanbencana
2.2Mempraktekkantindakan
penguranganrisikobencanabekerja
samadenganteman,sekolah,
organisasisetempatataupundengan
masyarakatdanpemerintah
pernahterjadidanmengetahuiletakdaerahapakahcukuptinggiuntuk
terhindardaribencana
tindakanpraktisuntukmenghindaridan
menyelamatkandiridaribencana
1.1Melakukantindakanpraktisuntuk
menghindaridanmenyelamatkandiri
daribencanaobatanpenting,lampusenterdanbateraicadangan,Lilindankorekapi,
kainsarung,satupasangpakaiandanmasukkanjashujan,suratberharga,
teleponpenting
1.Melakukantanggapdarurat
rekontruksisederhana
Penyelamatandiridaribencana
bencana,misalnyakentongan,sirene,HP.
denganberlarisecepatmungkinmenujutempatyangtinggi
SKKDINDIKATORPERILAKUSISWAKELAS
Tabel4.2IndikatorPrilakuSiswauntukPembelajaranPenguranganRisikoBanjir
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei
Banjir sma 26 mei

More Related Content

What's hot

Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDPNinil Jannah
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Ninil Jannah
 
Modul pelatihan prb puskur
Modul pelatihan prb puskurModul pelatihan prb puskur
Modul pelatihan prb puskurNinil Jannah
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs...Ninil Jannah
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...Ninil Jannah
 
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SMP, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SMP, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Gempa SMP, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SMP, PUSKUR, UNDPNinil Jannah
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Ninil Jannah
 

What's hot (7)

Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SD, PUSKUR, UNDP
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
 
Modul pelatihan prb puskur
Modul pelatihan prb puskurModul pelatihan prb puskur
Modul pelatihan prb puskur
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SMP/MTs...
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Longsor SD/MI, ...
 
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SMP, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SMP, PUSKUR, UNDPPanduan Guru Pendidikan PRB Gempa SMP, PUSKUR, UNDP
Panduan Guru Pendidikan PRB Gempa SMP, PUSKUR, UNDP
 
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
Buku Panduan Guru Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana Kebakaran Gedung dan ...
 

Similar to Banjir sma 26 mei

Buku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...
Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...
Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...HermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb longsor smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb longsor smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor smp, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...HermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb longsor sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sma, puskur, undpHermawanWahyuNugroho1
 
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...HermawanWahyuNugroho1
 
Modul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan Menengah
Modul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan MenengahModul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan Menengah
Modul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan MenengahHermawanWahyuNugroho1
 
MANAGEMEN BENCASNA SEKOLAH.pdf
MANAGEMEN BENCASNA SEKOLAH.pdfMANAGEMEN BENCASNA SEKOLAH.pdf
MANAGEMEN BENCASNA SEKOLAH.pdfSitiMaesaroh69255
 
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung apiLingkar Association (Perkumpulan Lingkar)
 

Similar to Banjir sma 26 mei (20)

Buku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir sdmi, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sd, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sma, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb banjir smp, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami sdmi, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb tsunami smp, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi smp, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb gempa bumi sma, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...
Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...
Buku panduan guru pendidikan pengurangan risiko bencana kebakaran gedung dan ...
 
Buku panduan guru pendidikan prb longsor smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor smp, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb longsor smp, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor smp, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sdmi, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sma, puskur, ...
 
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sma, puskur, undpBuku panduan guru pendidikan prb longsor sma, puskur, undp
Buku panduan guru pendidikan prb longsor sma, puskur, undp
 
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...
Buku panduan guru pendidikan prb kebakaran gedung dan pemukiman sdmi, puskur,...
 
Modul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan Menengah
Modul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan MenengahModul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan Menengah
Modul Pelatihan Pengurangan Resiko Bencana untuk Sekolah Dasar dan Menengah
 
LINGKAR Sekolah aman dan siaga bencana v0
LINGKAR Sekolah aman dan siaga bencana v0LINGKAR Sekolah aman dan siaga bencana v0
LINGKAR Sekolah aman dan siaga bencana v0
 
Position paper kpb draft0
Position paper kpb draft0Position paper kpb draft0
Position paper kpb draft0
 
Teknis_Penerapan_SMAB.pptx
Teknis_Penerapan_SMAB.pptxTeknis_Penerapan_SMAB.pptx
Teknis_Penerapan_SMAB.pptx
 
MANAGEMEN BENCASNA SEKOLAH.pdf
MANAGEMEN BENCASNA SEKOLAH.pdfMANAGEMEN BENCASNA SEKOLAH.pdf
MANAGEMEN BENCASNA SEKOLAH.pdf
 
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
1.praktik pendidikan kebencanaan dan kesiapsiagaan menghadapi bencana gunung api
 

More from Ninil Jannah

Disaster risk management financing for vulnerable villages and groups.pdf
Disaster risk management financing for vulnerable villages and groups.pdfDisaster risk management financing for vulnerable villages and groups.pdf
Disaster risk management financing for vulnerable villages and groups.pdfNinil Jannah
 
Bagaimana Bumi Bekerja
Bagaimana Bumi BekerjaBagaimana Bumi Bekerja
Bagaimana Bumi BekerjaNinil Jannah
 
Modul 5 Inisiatif Membangun Ketangguhan Keluarga Berbasis Ekonomi Produktif d...
Modul 5 Inisiatif Membangun Ketangguhan Keluarga Berbasis Ekonomi Produktif d...Modul 5 Inisiatif Membangun Ketangguhan Keluarga Berbasis Ekonomi Produktif d...
Modul 5 Inisiatif Membangun Ketangguhan Keluarga Berbasis Ekonomi Produktif d...Ninil Jannah
 
Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...
Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...
Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...Ninil Jannah
 
Modul 3 Adaptasi Kebiasaan Baru dengan COVID-19
Modul 3 Adaptasi Kebiasaan Baru dengan COVID-19Modul 3 Adaptasi Kebiasaan Baru dengan COVID-19
Modul 3 Adaptasi Kebiasaan Baru dengan COVID-19Ninil Jannah
 
Modul 2 Manajemen Kesehatan di Rumah untuk COVID-19
Modul 2 Manajemen Kesehatan di Rumah untuk COVID-19Modul 2 Manajemen Kesehatan di Rumah untuk COVID-19
Modul 2 Manajemen Kesehatan di Rumah untuk COVID-19Ninil Jannah
 
Modul 1 Mengenali Risiko COVID-19
Modul 1 Mengenali Risiko COVID-19Modul 1 Mengenali Risiko COVID-19
Modul 1 Mengenali Risiko COVID-19Ninil Jannah
 
Seri 1 SDGs Desa Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat Rahmat Subiyakto
Seri 1 SDGs Desa Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat Rahmat SubiyaktoSeri 1 SDGs Desa Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat Rahmat Subiyakto
Seri 1 SDGs Desa Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat Rahmat SubiyaktoNinil Jannah
 
Seri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti Farid
Seri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti FaridSeri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti Farid
Seri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti FaridNinil Jannah
 
P 180530 fprb_berkelanjutan
P 180530 fprb_berkelanjutanP 180530 fprb_berkelanjutan
P 180530 fprb_berkelanjutanNinil Jannah
 
Approaching participation for HCV identification through monitoring
Approaching participation for HCV identification through monitoring Approaching participation for HCV identification through monitoring
Approaching participation for HCV identification through monitoring Ninil Jannah
 
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...Ninil Jannah
 
Panduan Pelaksanaan Penilaian Kota Tangguh Lingkar
Panduan Pelaksanaan Penilaian Kota Tangguh LingkarPanduan Pelaksanaan Penilaian Kota Tangguh Lingkar
Panduan Pelaksanaan Penilaian Kota Tangguh LingkarNinil Jannah
 
Final draft konsep api prb 21-sep2016
Final draft konsep api prb 21-sep2016Final draft konsep api prb 21-sep2016
Final draft konsep api prb 21-sep2016Ninil Jannah
 
Laporan review rpb dki 2016
Laporan review rpb dki 2016Laporan review rpb dki 2016
Laporan review rpb dki 2016Ninil Jannah
 
Toolkit nkt revisi
Toolkit nkt revisiToolkit nkt revisi
Toolkit nkt revisiNinil Jannah
 

More from Ninil Jannah (16)

Disaster risk management financing for vulnerable villages and groups.pdf
Disaster risk management financing for vulnerable villages and groups.pdfDisaster risk management financing for vulnerable villages and groups.pdf
Disaster risk management financing for vulnerable villages and groups.pdf
 
Bagaimana Bumi Bekerja
Bagaimana Bumi BekerjaBagaimana Bumi Bekerja
Bagaimana Bumi Bekerja
 
Modul 5 Inisiatif Membangun Ketangguhan Keluarga Berbasis Ekonomi Produktif d...
Modul 5 Inisiatif Membangun Ketangguhan Keluarga Berbasis Ekonomi Produktif d...Modul 5 Inisiatif Membangun Ketangguhan Keluarga Berbasis Ekonomi Produktif d...
Modul 5 Inisiatif Membangun Ketangguhan Keluarga Berbasis Ekonomi Produktif d...
 
Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...
Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...
Modul 4 Membangun Ketangguhan Keluarga, Inisiatif Pengarusutamaan Kesetaraan ...
 
Modul 3 Adaptasi Kebiasaan Baru dengan COVID-19
Modul 3 Adaptasi Kebiasaan Baru dengan COVID-19Modul 3 Adaptasi Kebiasaan Baru dengan COVID-19
Modul 3 Adaptasi Kebiasaan Baru dengan COVID-19
 
Modul 2 Manajemen Kesehatan di Rumah untuk COVID-19
Modul 2 Manajemen Kesehatan di Rumah untuk COVID-19Modul 2 Manajemen Kesehatan di Rumah untuk COVID-19
Modul 2 Manajemen Kesehatan di Rumah untuk COVID-19
 
Modul 1 Mengenali Risiko COVID-19
Modul 1 Mengenali Risiko COVID-19Modul 1 Mengenali Risiko COVID-19
Modul 1 Mengenali Risiko COVID-19
 
Seri 1 SDGs Desa Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat Rahmat Subiyakto
Seri 1 SDGs Desa Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat Rahmat SubiyaktoSeri 1 SDGs Desa Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat Rahmat Subiyakto
Seri 1 SDGs Desa Pengelolaan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat Rahmat Subiyakto
 
Seri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti Farid
Seri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti FaridSeri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti Farid
Seri 1 SDGs Desa Desa Berkelanjutan M Rifaat Adiakarti Farid
 
P 180530 fprb_berkelanjutan
P 180530 fprb_berkelanjutanP 180530 fprb_berkelanjutan
P 180530 fprb_berkelanjutan
 
Approaching participation for HCV identification through monitoring
Approaching participation for HCV identification through monitoring Approaching participation for HCV identification through monitoring
Approaching participation for HCV identification through monitoring
 
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...
Pelatakan Prinsip FPIC (Padiatapa) dalam Kerangka Konservasi (NKT dan SKT) di...
 
Panduan Pelaksanaan Penilaian Kota Tangguh Lingkar
Panduan Pelaksanaan Penilaian Kota Tangguh LingkarPanduan Pelaksanaan Penilaian Kota Tangguh Lingkar
Panduan Pelaksanaan Penilaian Kota Tangguh Lingkar
 
Final draft konsep api prb 21-sep2016
Final draft konsep api prb 21-sep2016Final draft konsep api prb 21-sep2016
Final draft konsep api prb 21-sep2016
 
Laporan review rpb dki 2016
Laporan review rpb dki 2016Laporan review rpb dki 2016
Laporan review rpb dki 2016
 
Toolkit nkt revisi
Toolkit nkt revisiToolkit nkt revisi
Toolkit nkt revisi
 

Banjir sma 26 mei

  • 1.
  • 2.
  • 3. Cover dalam BANJIR Bahan Pengayaan Bagi Guru SMA/SMK/MA/MAK Penulis: Noor Indrastuti Nara Sumber: Dr. Agus Maryono PUSAT KURIKULUM BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL JAKARTA, 2009 Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko
  • 4. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir Bahan Pengayaan Bagi Guru SMA/MA/MAK Penulis: Noor Indrastuti Nara Sumber: Dr. Agus Maryono Editor: Ninil R Miftahul Jannah dan Dian Afriyanie Ilustrator Sampul : Quiona Ayu (SDN Lempuyangan II Yogyakarta) Ilustrator Isi: Rizki Goni, Feri Rahman, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rigan A.T. Lay Out Isi: Galang Gumilar, Antan Juliansyah, Feri Fauzi, Rudini Rusmawan, Ardi H, Agusbobos. ISBN : 978-979-725-224-3 Program Safer Communities through Disaster Risk Reduction (SCDRR) Jl. Tulung Agung No. 46, Jakarta 10310, INDONESIA Telp : +62 21 390 5484 (hunting) Fax : +62 21 391 8604 E-mail : secretariat@sc-drr.org Website : www.sc-drr.org Program masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana (Safer Communities through Disaster Risk Reduction disingkat SCDRR), merupakan proyek kerja sama antara United Nations Development Programme (UNDP), BAPPENAS, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri, dengan dukungan dana UNDP, DepartementforInternationalDevelopment(DFID)PemerintahInggrisdanAustralianAgencyForInternational Development (AusAID)
  • 5. SAMBUTAN KEPALA PUSAT KURIKULUM I ndonesia yang merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia berada di kawasan yang disebut cincin api, dimana risiko untuk terjadi bencanaalamsepertitsunami,gempabumi,letusangunungapi,banjirdan longsor sangat tinggi. Bencana alam ini telah menimbulkan ribuan korban jiwa, kerugian materil dan meninggalkan banyak orang untuk berjuang membangun kembali tempat tinggal dan mata pencahariannya. Kesiapsiagaanmerupakanhalyangpentingdanharusdibangunpadasetiaptingkat kelompok di masyarakat. Pengalaman menunjukkan bahwa kehancuran akibat bencana dapat secara drastis dikurangi jika semua orang lebih siap menghadapi bencana. Sekolah adalah pusat pendidikan yang tidak hanya memberikan kita ilmu pengetahuan tetapi juga bekal untuk kelangsungan hidup kita, kesiapsiagaan terhadap bencana merupakan bagian dari keterampilan untuk kelangsungan hidup kita. Sekolah juga seringkali menjadi tempat penghubung dan tempat belajar bagi seluruh masyarakat. Anak-anak merupakan peserta ajar yang paling cepat dan mereka tidak hanya mampu memadukan pengetahuan beru ke dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga menjadi sumber pengetahuan bagi keluarga dan masyarakatnya dalam hal prilaku yang sehat dan aman, yang mereka dapatkan di sekolah. Oleh karenanya, menjadikan pencegahan bencana menjadi salah satu fokus di sekolah dengan memberdayakan anak-anak dan remaja untuk memahami tanda-tanda peringatan bencana dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko dan mencegah bencana, merupakan suatu langkah awal yang penting dalam membangun ketangguhan bencana seluruh masyarakat. Jadi kesiapsiagaan haruslah menjadi bagian dari materi yang diberikan dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan dasar dan menengah. Pusat Kurikulum sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam pengembangan model-model kurikulum sebagai referensi satuan pendidikan dalam pengembangan kurikulumnya, telah berhasil dalam menyusun serangkaian modul ajar dan modul pelatihan untuk pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam tingkat satuan pendidikan. Secara keseluruhan modul ini terdiri atas 15 modul ajar dan 3 modul pelatihan, yaitu:  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SD.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMP.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Gempa untuk SMA.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SD.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMP.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Tsunami untuk SMA.
  • 6.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SD.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMP.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Longsor untuk SMA.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SD.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMP.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Kebakaran untuk SMA.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SD.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMP.  Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA.  Modul Pelatihan Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana untuk SD, SMP dan SMA. Penyusunan modul-modul tersebut merupakan hasil kerjasama antara Pusat Kurikulum dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENAS dalam sebuah Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR) In Development yang didanai oleh United Nations Development Program (UNDP) yang bertujuan untuk membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagai upaya pengurangan risiko bencana. Setiap modul ajar dilengkapi dengan contoh-contoh silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran dan model bahan ajar. Sedangkan modul pelatihan terdiri dari panduan fasilitasi dan bahan bacaan bagi pelatih mengenai penyelenggaraan penanggulangan bencana, pengurangan risiko bencana, sekolah siaga bencana, pendidikan PRB, dan strategi pengintegrasian pendidikan PRB ke dalam kurikulum satuan pendidikan. Diharapkan modul-modul tersebut dapat bermanfaat dan dijadikan bahan acuan bagi para pihak yang berkepentingan dalam kesiapsiagaan di sekolah. Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Kurikulum Dra. Diah Harianti, M.Psi
  • 7. SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL I ndonesiasebagainegarakepulauandenganletakgeografisnyapadaposisi pertemuan 4 lempeng tektonik, merupakan wilayah yang rawan bencana. Selain itu dengan kompleksitas kondisi demografi, sosial dan ekonomi di Indonesia yang berkontribusi pada tingginya tingkat kerentanan masyarakat terhadap ancaman bencana, serta minimnya kapasitas masyarakat dalam menangani bencana menyebabkan risiko bencana di Indonesia menjadi tinggi. Pada tahun 2005, Indonesia menempati peringkat ke-7 dari sejumlah negara yang paling banyak dilanda bencana alam (ISDR 2006-2009, World Disaster Reduction Campaign, UNESCO). Berangkat dari hal tersebut dan guna mendukung paradigma pengurangan risiko bencana di sektor pendidikan, maka Pusat Kurikulum-sebuah unit eselon II di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan pada Kementerian Pendidikan Nasional bekerjasama dengan Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal BAPPENAS tengah melaksanakan kegiatan Program Safer Community Through Disaster Risk Reduction (SCDRR) In Development melalui dana hibah UNDP. Kegiatan ini bertujuan membangun masyarakat yang aman dari ancaman melalui berbagai upaya pengurangan risiko bencana. Dalam kerjasama ini, Pusat Kurikulum telah mengembangkan kurikulum khususnya dalam mengintegrasikan materi-materi dan kompetensi Pengurangan Risiko Bencana (PRB) ke dalam mata pelajaran IPA, IPS, Bahasa Indonesia dan Pendidikan Jasmani yang ada di sekolah mulai dari jenjang SD atau yang sederajat sampai SMA atau yang sederajat. Model pengintegrasian materi dan kompetensi PRB dengan mata pelajaran-mata pelajaran ini bertujuan agar muatan kurikulum dan beban belajar tidak menjadi lebih berat. Disamping mengintegrasikan ke mata pelajaran yang sudah ada PRB juga bisa dijadikan muatan lokal (Mulok) serta ekstra kurikuler. Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini disusun dalam rangka untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengetahuan tentang bencana danmensosialisasikanlangkah-langkahpreventifuntukmengurangirisikobencana yang dapat menimpa di wilayah Indonesia. Tanpa adanya upaya terus-menerus untuk mendiseminasikan informasi tentang ancaman dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko-risiko yang dapat ditimbulkannya, sulit bagi kita untuk mewujudkan guru dan peserta didik yang tangguh dalam menghadapi bencana. Modulinidapatmenjadisalahsatusolusi yangmemungkinkanbagiparaguruuntuk mengajarkan peserta didik dari hari ke hari di sekolah secara berkesinambungan, sehingga proses, internalisasi pengetahuan kebencanaan bukan hanya dipahami
  • 8. dan diketahui dalam ingatan belaka tapi juga mendorong munculnya respon cepat penyelamatan yang benar dari peserta didik ketika menghadapi bencana. Diharapkan modul ini dapat dimanfaatkan, antara lain:  Sebagai alat pemandu dalam membantu para guru dalam melakukan pengajaran tentang pengurangan risiko bencana kepada peserta didik di sekolah sebagai upaya membangun kesiapsiagaan dan keselamatan dari bencana di sekolah.  Membuka peluang dan membangun kreatifitas guru dalam menerapkan pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana yang disesuaikan dengan konteks sekolah yang dibinanya  Memberikan gambaran secara lebih sistematis dan komprehensif cara pengintegrasian pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana ke dalam mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri di Sekolah.  Mendorong inisiatif para guru, sekolah dan gugus dalam mengupayakan pengurangan risiko bencana dan membangun budaya keselamatan di sekolah, lingkungan rumah dan lingkungan sekitar. Semoga Modul Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ini menjadi bermanfaat dan membantu bagi semua guru untuk meningkatkan pengetahuan, meningkatkan ketrampilan dan membentuk sikap anak untuk menjadi lebih tanggap terhadap ancaman bencana. Jakarta, Desember 2009 Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional Prof. Dr. H. Mansyur Ramly
  • 9. SAMBUTAN DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAN DAERAHTERTINGGAL, BAPPENAS SELAKU NATIONAL PROJECT DIRECTOR SCDRR M enyikapi situasi kejadian bencana dan kenyataan luasnya cakupan wilayah tanah air yang memiliki berbagai ancaman bencana, pemerintah Indonesia telah melakukan sejumlah inisiatif guna mengurangi risiko bencana ditanah air. Pada akhir tahun 2006 Bappenas meluncurkan buku Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko Bencana (RAN PRB) 2006 – 2009, sebagai komitmen dalam mengarusutamakanpenguranganrisikobencanadalampembangunannasional,yang merupakanpelengkapdariRencanaPembangunanJangkaMenengahNasional(RPJMN) 2005 – 2009 yang telah ada. Berdasarkan RAN PRB 2006 – 2009 tersebut, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk program pencegahan dan pengurangan risiko bencana, sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) mulai tahun 2007. Lebih lanjut pada April 2007, Pemerintah menerbitkan Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, yang menjadi tonggak sejarah dalam upaya penanggulangan bencana di Indonesia, dan diikuti dengan peraturan turunannya, serta dibentuknya Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNBP) melalui Peraturan Presiden Nomor 8Tahun 2008. Untuk mendukung prakarsa – prakarsa yang telah dimulai oleh Pemerintah Indonesia tersebut, UNDP bekerjasama dengan Bappenas, BNPB dan Kementerian Dalam Negeri telah menginisiasi sebuah program yang ditujukan untuk mewujudkan masyarakat yang lebih aman melalui pengurangan risiko bencana dalam pembangunan atau yang dikenal dengan Program Safer Communities Through Disaster Risk Reduction in Development (SCDRR in Development). Program SCDRR ini kan berlangsung selama 5 tahun(2007–2012)dandirancanguntuk mendorongagarpenguranganrisikobencana menjadi sesuatu yang lazim dalam proses pembangunan yang terdesentralisasi. Untuk mewujudkan hal itu maka upaya pengarusutamaan pengurangan risiko bencana kedalam proses pembangunan mutlak harus dijalankan. Upaya tersebut dilaksanakan melalui4pilarsasaranprogramSCDRR,yaitu:(1)Diberlakukannyakebijakan,peraturan dankerangkakerjaregulasipenguranganrisikobencana;(2)Diperkuatnyakelembagaan pengurangan risiko bencana dan kemitraan diantara mereka; (3) Dipahaminya risiko bencana dan tindakan yang dapat diambil untuk mengurangi risiko tersebut oleh masyarakat dan pengambil kebijakan melalui pendidikan dan penyadaran publik; (4) Didemonstrasikannya pengurangan risiko bencana sebagai bagian dari program pembangunan. Terkait dengan sasaran ketiga mengenai perlunya pendidikan dan penyadaran publik terhadap pengurangan risiko bencana, selama beberapa tahun ini pemerintah bersama-sama beberapa lembaga swadaya masyarakat, dan institusi pendidikan di tingkat nasional maupun daerah telah melakukan berbagai upaya dalam pendidikan kebencanaan, termasuk memasukkan materi kebencanaan kedalam muatan lokal, pelatihanuntukguru,kampanyedanadvokasi,hinggaschoolroadshowuntukkegiatan simulationdrilldi sekolah-sekolah. Namun demikian, kegiatan-kegiatan tersebut belum terkoordinasi dengan baik dan belum terintegrasi dalam satu kerangka yang dapat
  • 10. disepakati bersama. Dilain pihak, pemetaan aktivitas pendidikan diberbagai wilayah rawan bencana di Indonesia serta intervensi dan dukungan peningkatan kapasitas untuk pendidikan masihsangatminimdanterpusat,khususnyadiwilayahJawadanSumatera.Kajiankesiapsiagaan masyarakatterhadapbencanayangtelahdilakukandiberbagaiwilayahmenunjukkanrendahnya tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah dibanding masyarakat serta aparat (LIPI, 2006 – 2007). Hal ini sangat ironis, karena sekolah adalah basis dari komunitas anak-anak, yang merupakan kelompok rentan yang perlu dlindungi dan secara bersamaan perlu ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya. Di sisi lain, tantangan dalam mengintegrasikan upaya-upaya pengurangan risiko bencana kedalamsistempendidikanjugatelahbanyakdikaji,seperti:(1)Beratnyabebankurikulumsiswa; (2)Kurangnyapemahamangurumengenaibencana;(3)Kurangnyakapasitasdankeahlianguru dalam integrasi PRB kedalam kurikulum; (4) Minimnya panduan, silabus dan materi ajar yang terdistribusidandapatdiaksesolehguru;(5)Terbatasnyasumberdaya(tenaga,biayadansarana); dan (6) Kondisi bangunan fisik sekolah, sarana dan prasarana pada ummnya memprihatinkan, tidak berorientasi pada AMDAL dan konstruksi tahan gempa. Untuk menjawab tantangan tersebut dan guna melaksanakan integrasi pengurangan risiko bencana ke dalam sistem pendidikan, dalam rangka mewujudkan budaya aman dan siaga bencana, maka SCDRR telah mendukung Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun Strategi Pengarusutamaan Pengurangan Risiko Bencana kedalam Sistem Pendidikan Nasional. Strategi ini akan disahkan melalui suatu bentuk kebijakan ditingkat nasional yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi pelaksanaan integrasi PRB ke dalam sistem pendidikan baik intra maupun ekstrakurikuler secara nasional. Untukmendukungimplementasikebijakantesebut,makaSCDRRmendukungPusatKurikulum, Kementerian Pendidikan Nasional dalam menyusun modul ajar dan modul pelatihan pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam intra dan ekstrakurikuler. Modul-modul ini berisi model pembelajaran, materi ajar lengkap dengan panduan pengajarannya, dalam hal integrasi PRB kedalam intra dan ekstrakurikuler. Diharapkanmodul-modulyangdisusunolehPusatKurikulumKementerianPendidikanNasional inidapatmenjadiacuanstandardan/ataumemperkayabahan-bahanyangsudahadadansudah disusun oleh berbagai pihak lainnya, sehingga dapat bermanfaat dan digunakan oleh praktisi pendidikan dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka peningkatan kesiapsiagaan sekolah terutama didaerah rawan bencana.Terima Kasih. Jakarta, Desember 2009 Direktur Kawasan Khusus dan DaerahTertinggal, Bappenas Selaku National Project Director SCDRR Dr.Ir Suprayoga Hadi, MSP
  • 11. DAFTAR ISI SAMBUTAN KEPALA PUSAT KURIKULUM III SAMBUTAN KEPALA BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN, KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL V SAMBUTAN DIREKTUR KAWASAN KHUSUS DAN DAERAH TERTINGGAL, BAPPENAS SELAKU NATIONAL PROJECT DIRECTOR SCDRR VI DAFTAR ISI IX DAFTAR TABEL XI DAFTAR GAMBAR XIII DAFTAR KOTAK XV BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Landasan dan Pedoman 1 1.1.1 Landasan Filosofis 4 1.1.2 Landasan Sosiologis 4 1.1.3 Landasan Yuridis 4 1.1.4 Pedoman Pengembangan Produk 5 1.1.5 Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana ke Dalam Sistem Pendidikan Nasional 6 1.2 Kerangka Kerja Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 7 1.2.1 Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan 7 1.2.2 Konsep Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana 8 BAB II FENOMENA DAN PERISTIWA BANJIR 10 2.1 Fenomena Banjir di Indonesia 10 2.2 Peristiwa Banjir di Indonesia 14 BAB III PENGURANGAN RISIKO BANJIR 19 3.1 Pengurangan Risiko Bencana 19 3.1.1 Bencana 20 3.1.2 Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas 22
  • 12. Daftar Isi x 3.1.3 Pengurangan Risiko Bencana 23 3.1.4 Upaya Pengurangan Risiko Bencana 24 3.2 Kesiapsiagaan Banjir 30 3.2.1 Tindakan Sebelum Terjadi Banjir 30 3.2.2 Tindakan Saat Terjadi Banjir 31 3.2.3 Tindakan Setelah Terjadi Banjir 31 BAB IV MATERI PEMBELAJARAN PENGURANGAN RISIKO BANJIR 33 4.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir 33 4.2 Pemetaan Indikator Siswa 35 4.3 Pendekatan Kegiatan Belajar Mengajar 37 BAB V PENGINTEGRASIAN MATERI POKOK PENGURANGAN RISIKO BANJIR KE DALAM KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DASAR (SMA/SMK/MA/MAK) 39 5.1 Pengintegrasian Materi Pengurangan Risiko Banjir ke dalam Mata Pelajaran 39 5.1.1 Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir 40 5.1.2 Analisis Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Terintegrasi 43 5.1.3 Penyusunan Silabus Mata Pelajaran Terintegrasi 70 5.1.4 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Mata Pelajaran Terintegrasi 80 5.1.5. Penyusunan Bahan Ajar 85 5.2. Pengintegrasian Pengurangan Risiko Bencana pada Mata Pelajaran Muatan Lokal (Mulok) 102 5.2.1. Analisis konteks mata pelajaran muatan lokal 102 5.2.2. Penyusunan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Muatan Lokal Pengurangan Risiko Banjir 105 5.2.3. Penyusunan Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal Pengurangan Risiko Banjir 105 5.3. Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir kedalam Kegiatan Ekstrakurikuler 107 DAFTAR ISTILAH 110 DAFTAR PUSTAKA 114
  • 13. DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir 34 Tabel 4.2 Indikator Prilaku Siswa untuk Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir 36 Tabel 5.1 Identifikasi Materi Pembelajaran tentang Pengurangan Risiko Banjir 42 Tabel 5.2 Analisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk Mata Pelajaran Terintegrasi Pengurangan Risiko Banjir 44 Tabel 5.3 Contoh Penyusunan Silabus terintegrasi kedalam mata pelajaran Geografi 71 Tabel 5.4 Contoh Penyusunan Silabus terintegrasi kedalam mata pelajaran Bahasa Indonesia 74 Tabel 5.5 Contoh Penyusunan Silabus terintegrasi kedalam mata pelajaran Penjas Orkes 78 Tabel 5.6 Contoh Analisis Konteks Mata Pelajaran Muatan lokal 104 Tabel 5.7 Contoh Analisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk Mata Pelajaran Muatan Lokal Pengurangan Risiko Banjir 105 Tabel 5.8 Contoh Penyusunan Silabus Untuk mata pelajaran Muatan Lokal 106
  • 15. DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1: Lempeng Tektonik Indonesia 10 Gambar 2.2: Daerah Sebaran Bencana 12 Gambar 2.3: Banjir Jakarta, tahun 2007 16 Gambar 3.1: Model hubungan antara risiko bencana, kerentanan, dan bahaya 20 Gambar 3.2: Kerusakan pada bangunan akibat gempa bumi di Yogyakarta, 2006 21 Gambar 3.3: Persentase Orang Terkena Bencana Berdasarkan Jenis Bencana 22
  • 17. DAFTAR KOTAK Kotak 5.1 Contoh Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Integrasi Pengurangan Risiko Banjir 81 Kotak 5.2 Contoh Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Integrasi Pengurangan Risiko Banjir 83 Kotak 5.3 Contoh Pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Model Integrasi Pengurangan Risiko Banjir 84 Kotak 5.4 Contoh Model Bahan Ajar Integrasi Pengurangan Risiko Banjir pada mata pelajaran 86
  • 19. 1.1. Landasan dan Pedoman Berdasarkan hasil Konferensi Sedunia tentang Pengurangan Risiko Bencana yang diselenggarakan pada tanggal 18-22 Januari 2005 di Kobe, Hyogo, Jepang; dan dalam rangka mengadopsi Kerangka Kerja Aksi 2005-2015 dengan tema ‘Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas Terhadap Bencana’ memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Pada bulan Januari 2005, lebih dari 4.000 perwakilan pemerintah, organisasi non- pemerintah, institusi akademik, dan sektor swasta berkumpul di Kobe, Jepang, pada World Conference on Disaster Reduction (WCDR) kesebelas. Konferensi tersebut mengakhiri perundingan-perundingan tentang Kerangka Kerja Aksi Hyogo 2005- 2015 : Membangun Ketahanan Bangsa dan Komunitas terhadap Bencana (HFA). Kerangka Aksi ini diadopsi oleh 168 negara dan menetapkan tujuan yang jelas – secara substansiil mengurangi kerugian akibat bencana, baik korban jiwa maupun kerugian terhadap aset-aset sosial, ekonomi, dan lingkungan suatu masyarakat dan negara – dan merinci seperangkat prioritas untuk mencapai tujuan setindaknya pada tahun 2015. HFA menekankan bahwa pengurangan risiko bencana adalah isu sentral kebijakan pembangunan, selain juga menjadi perhatian berbagai bidang ilmu, kemanusiaan, dan lingkungan. Bencana merusak hasil-hasil pembangunan, memelaratkan rakyat dan negara. Tanpa usaha yang serius untuk mengatasi kerugian akibat bencana, bencana akan terus menjadi penghalang besar dalam pencapaian Sasaran Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals). Untuk membantu pencapaian hasil yang diinginkan, HFA mengidentifikasi lima Prioritas Aksi yang spesifik: (1) Membuat pengurangan risiko bencana sebagai prioritas; (2) Memperbaiki informasi risiko dan peringatan dini; (3) Membangun budaya keamanan dan ketahanan; (4) Mengurangi risiko pada sektor-sektor utama; (5) Memperkuat kesiapan untuk bereaksi. BAB IPENDAHULUAN
  • 20. Pengantar 2 HFA memberikan suatu kesempatan untuk menggalakkan suatu pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengidentifikasi cara-cara untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Karena bencana dapat diredam secara berarti jika masyarakat mempunyai informasi yang cukup dan didorong pada budaya pencegahan dan ketahanan terhadap bencana, yang pada akhirnya memerlukan pencarian, pengumpulan, dan penyebaran pengetahuan dan informasi yang relevan tentang bahaya, kerentanan, dan kapasitas. Oleh karena itu diperlukan usaha-usaha antara lain: (1) menggalakkan dimasuk_ kannya pengetahuan tentang pengurangan risiko bencana sebagai bagian yang relevan dalam kurikulum pendidikan di semua tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau anak-anak muda dan anak- anak dengan informasi; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai suatu elemen instrinsik dalam dekade 2005–2014 untuk Pendidikan bagi Pembangunan Berkelanjutan (United Nations Decade of Education for Sustainable Development); (2) menggalakkan pelaksanaan penjajagan risiko tingkat lokal dan program kesiapsiagaan terhadap bencana di sekolah-sekolah dan lembaga- lembaga pendidikan lanjutan; (3) menggalakkan pelaksanaan program dan aktivitas di sekolah-sekolah untuk pembelajaran tentang bagaimana meminimalisir efek bahaya; (4) mengembangkan program pelatihan dan pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana dengan sasaran sektor-sektor tertentu, misalnya: para perancang pembangunan, penyelenggara tanggap darurat, pejabat pemerintah tingkat lokal, dan sebagainya; (5) menggalakkan inisiatif pelatihan berbasis masyarakat dengan mempertimbangkan peran tenaga sukarelawan sebagaimana mestinya untuk meningkatkan kapasitas lokal dalam melakukan mitigasi dan menghadapi bencana; (6) memastikan kesetaraan akses kesempatan memperoleh pelatihan dan pendidikan bagi perempuan dan konstituen yang rentan; dan (7) menggalakkanpelatihantentangsensitivitasgenderdanbudayasebagaibagiantak terpisahkan dari pendidikan dan pelatihan tentang pengurangan risiko bencana. ‘Kampanye Pendidikan tentang Risiko Bencana dan Keselamatan di Sekolah’ yang dikoordinirolehUN/ISDR(UnitedNations/InternationalStrategyforDisasterReduction) hingga penghujung tahun 2007 dengan didasari berbagai pertimbangan. Anak- anak adalah kelompok yang paling rentan selama kejadian bencana, terutama yang sedang bersekolah pada saat berlangsungnya kejadian. Pada saat bencana, gedung sekolah hancur, mengurangi usia hidup murid sekolah dan guru yang sangat berharga dan terganggunya hak memperoleh pendidikan sebagai dampak bencana. Pembangunan kembali sekolah juga memerlukan waktu yang tidak sebentar dan pastilah sangat mahal. Kampanye ditujukan kepada murid sekolah dasar dan menengah, para guru, pembuat kebijakan pendidikan, orangtua, insinyur dan ahli bangunan. Selain itu juga ditujukan kepada lembaga pemerintah yang bertanggung-jawab atas isu manajemen bencana, Kemendiknas, para pemimpin politik di tingkat nasional, pembuat keputusan di masyarakat, dan otoritas lokal. Pesan yang bisa disampaikan antara lain: (1) pendidikan tentang risiko bencana menguatkan anak-
  • 21. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK 3 anak dan membantu membangun kesadaran yang lebih besar isu tersebut di dalam masyarakat; (2) fasilitas bangunan sekolah yang bisa menyelamatkan hidup dan melindungi anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dari suatu kejadian bencana alam; dan (3) pendidikan tentang risiko bencana dan fasilitas keselamatan di sekolah akan membantu negara-negara menuju ke arah pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium. Sekolah dipercaya memiliki pengaruh langsung terhadap generasi muda, yaitu dalam menanamkan nilai-nilai budaya dan menyampaikan pengetahuan tradisional dan konvensional kepada generasi muda. Untuk melindungi anak- anak dari ancaman bencana alam diperlukan dua prioritas berbeda namun tidak bisa dipisahkan aksinya yaitu pendidikan untuk mengurangi risiko bencana dan keselamatan dan keamanan sekolah. Sekolah juga harus mampu melindungi anak-anak dari suatu kejadian bencana alam. Investasi dalam memperkuat struktur gedung sekolah sebelum suatu bencana terjadi, akan mengurangi biaya/anggaran jangka panjang, melindungi generasi muda penerus bangsa, dan memastikan kelangsungan kegiatan belajar- mengajar setelah kejadian bencana. Pendidikan di sekolah dasar dan menegah membantuanak-anakmemainkanperananpentingdalampenyelamatanhidupdan perlindunganaset/milikmasyarakatpadasaatkejadianbencana.Menyelenggarakan pendidikan tentang risiko bencana ke dalam kurikulum sekolah sangat membantu dalam membangun kesadaran akan isu tersebut di lingkungan masyarakat. Mengurangi risiko bencana dimulai dari sekolah. Seluruh komponen, dalam hal ini anak-anak sekolah, para guru, para pemimpin masyarakat, orangtua, maupun individu yang tertarik dengan pendidikan tentang risiko bencana dan keselamatan disekolah,lembagaswadayamasyarakat,organisasikemasyarakatan,institusilokal/ regional/nasional/internasional,sektorswastadanpublikuntukdapatberpartisipasi secara aktif. Keterlibatan media juga diperlukan untuk mendorong sebuah budaya ketahanan terhadap bencana dan keterlibatan komunitas yang kuat dalam rangka kampanye pendidikan publik secara terus-menerus dan dalam konsultasi publik di segenap lapisan masyarakat. Bencana?! Jika Siap Kita Selamat. Padatnya kurikulum pendidikan nasional tidak boleh kita jadikan alasan untuk tidak melakukan kegiatan pengurangan risiko bencana di sekolah secara berkelanjutan. Pembelajaran tentang pengurangan risiko bencana di sekolah-sekolah bisa dilaksanakan dengan mengintegrasikan materi pembelajaran pengurangan risiko bencana ke dalam (1) mata pelajaran pokok/paket, (2) muatan lokal, dan (3) ekstrakurikuler dan pengembangan diri. Atau secara khusus megembangkan dan menyelenggarakan kurikulum muatan lokal dan ektrakurikuler/pengembangan diri yang didedikasikan khusus untuk pendidikan pengurangan risiko bencana.
  • 22. Pengantar 4 1.1.1. Landasan Filosofis Bencana merupakan suatu bentuk gangguan terhadap kehidupan dan penghidupan masyarakat, oleh karena itu, secara filosofis, pengurangan risiko bencana merupakan bagian dari pemenuhan tujuan bernegara Republik Indonesia, yaitu melindungi segenap rakyat dan bangsa, serta seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Upaya melindungi segenap rakyat dan bangsa dikuatkan pula dengan hak setiap orang atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dari ancaman ketakutan untuk untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi, hak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkanlingkunganhidupyangbaikdansehatsertaberhakmemperoleh pelayanan kesehatan (Pasal 28G ayat (1) dan Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945. 1.1.2. Landasan Sosiologis Ada tiga pertimbangan sosiologis yang patut diketengahkan, yaitu Pertama secara geografis, demografis dan geologis, Indonesia merupakan negara rawan bencana, baik bencana alam dan bencana akibat ulah manusia, seperti kegagalan atau mala praktik teknologi. Kedua, adalah bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi sosial masyarakat, telah menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan yang berakibat pada terjadinya bencana. Ketiga, adalah kondisi struktur manajemen bencana itu sendiri. Kematian, cidera dan kerugian materi, serta masalah lingkungan dan ekonomi dapat dikurangi apabila penyelenggaraan penanggulangan bencana telah dilakukan secara komprehensif yang mencakup pendekatan yang bersifat pencegahan, pengurangaan risiko, tindakan kesiapsiagaan tindakan tanggap terhadap bencana, serta upaya pemulihan. Disamping itu, pendekatan yang mengedepankan pentingnya partisipasi dari semua tingkat pemerintahan, baik pemerintah pusat dan daerah, mengambil peran yang aktif dalam menciptakan manajemen bencana yang efektif. Serta pentingnya partisipasi publik dan pemangku kepentingan (stakeholders) dalam penanganan bencana. 1.1.3. Landasan Yuridis Pertimbanganyuridisadalahmenyangkutmasalah-masalahhukumsertaperan hukum dalam penanganan bencana. Hal ini dikaitkan dengan peran hukum dalam pembangunan, baik sebagai pengatur perilaku, maupun instrumen untuk penyelesaian masalah. Hukum sangat diperlukan, karena hukum atau peraturan perundang-undangan dapat menjamin adanya kepastian dan keadilan dalam penanganan bencana. Undang-Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana ditempatkan guna memberikan jawaban atau solusi terhadap permasalahan yang berkaitan dengan penangan bencana, merupakan landasan yuridis paling dekat untuk pelaksanaan usaha- usaha pengurangan risiko bencana di Indonesia.
  • 23. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK 5 1.1.4. Pedoman pengembangan produk Program pendidikan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) bertujuan untuk meminimalisir risiko bencana dan meningkatkan kapasitas sekolah dalam melaksanakan pengurangan risiko bencana, kesiapsiagaan, mitigasi, dan peringatan dini. PRB oleh satuan pendidikan dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan materi pendidikan pengurangan risiko bencana dalam kurikulum yang berlaku di sekolah, mata pelajaran, muatan lokal, kegiatan pengembangan diri dan ekstrakurikuler, dan bahan ajar. Dasar hukum yang menjadi pedoman perancangan dan pengembangan serial modul dan modul pelatihan adalah: 1. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2. Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 3. Undang-undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. 4. Undang-undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025. 5. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 - 2009. 6. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. 7. Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 8. Peraturan Presiden No. 32 Tahun 2008 tentang Pengesahan ASEAN (Persetujuan ASEAN mengenai Penanggulangan Bencana dan Penanganan Darurat). 9. Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. 10. Peraturan Mendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi. 11. Peraturan Mendiknas No. 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan. 12. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan, yang disempurnakan dengan Peraturan Mendiknas No. 6 Tahun 2007. 13. Peraturan Mendiknas No. 40 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balitbang Depdiknas. 14. Peraturan Mendiknas No. 50 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Pemerintah Provinsi. 15. Peraturan Mendiknas No. 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA. 16. Surat Edaran Mendiknas No. 33/MPN/SE/2007 tentang Sosialisasi KTSP.
  • 24. Pengantar 6 1.1.5. Pengintegrasian pengurangan risiko bencana ke dalam Sistem Pendidikan Nasional UU No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38 Ayat (2): Kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah dibawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah Kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penyusunan kurikulum merupakan tanggung jawab setiap satuan pendidikan (sekolah dan madrasah). Oleh karena itu tidak lagi dikenal apa yang disebut dengan kurikulum nasional, yang pada periode sebelumnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 17 menyebutkan: 1 Kurikulum tingkat satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/ MA/SMALB, SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik. 2 Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan, dibawah supervisi dinas kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK dan departemen yang mengurusi urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK. Penjabaran kurikulum dilakukan dengan penyusunan silabus dan bahan ajar sesuai dengan kondisi geografis dan demografis untuk daerah, kebutuhan, potensidankarkateristiksatuanpendidikandanpesertadidik,yangselanjutnya diimplementasikan dalam kegiatan pembelajaran. Dalam Permendiknas No. 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Pasal 1: 1 Satuan pendidikan dasar dan menengah mengembangkan dan menetapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan menengah sesuai kebutuhan satuan pendidikan. 2 Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat mengembangkan kurikulum dengan standar yang lebih tinggi dari standar isi dan standar kompetensi lulusan. 3 Kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh kepala satuan pendidikan dasar dan menengah setelah memperhatikan pertimbangan dari Komite Sekolah atau Komite Madrasah.
  • 25. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK 7 Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 Ayat 1, juga telah mengakomodasi kebutuhan pendidikan bencana dalam terminologi ‘pendidikan layanan khusus’. Yakni “pendidikan bagi peserta didik di daerah terpencil atau terbelakang, masyarakat adat yang terpencil, dan/atau mengalami bencana alam, bencana sosial, dan tidak mampu dari segi ekonomi”. 1.2. Kerangka Kerja Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana 1.2.1. Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana dan Pendidikan Untuk Pembangunan Berkelanjutan Pada bulan Desember 2002, Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi 57/254 untuk menempatkan Dekade Pendidikan Bagi Pembangunan Berkelanjutan, mulai 2005-2014, dibawah koordinasi UNESCO. Pendidikan untuk pengurangan bencana (alam) telah diidentifikasi sebagai masalah inti yang akan dibahas di bawah DESD. Pendidikan dipandang dalam konsep yang lebih luas. Sebagaimana didefinisikan dalam Bab 36 dalam Agenda 21,“Pendidikan sangat penting untuk mencapai perlindungan lingkungan dan kesadaran etika, nilai-nilai dan sikap, keterampilan dan perilaku yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan. Baik formal dan pendidikan non-formal sangat diperlukanuntukpembangunanberkelanjutan“.Pendidikandanpengetahuan berkontribusi untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya (alam) serta kerentanan dan ancaman yang ada yang dihadapi oleh masyarakat. Juga memberikan kontribusi untuk menumbuhkembangkan keterampilan hidup. Dasawarsa ini didukung oleh Kerangka Aksi Hyogo 2005 – 2015 yang menyoroti pentingnya pendidikan dan pembelajaran sebagai bagian dari prioritas aksi, menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat. Inisiatif pengurangan risiko bencana harus berakar di semua lembaga- lembaga pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah dan memasukkan dalam programpendidikan.Pendidikanpenguranganrisikobencanayangmencakup semua aspek peningkatan kesadaran publik, pendidikan dan pelatihan yang bertujuan untuk menciptakan dan atau meningkatkan budaya pencegahan melalui identifikasi dan pemahaman risiko, serta belajar mengenai langkah- langkah pengurangan risiko bencana, dan tanggap bencana. Oleh karena itu Pendidikan untuk Pengurangan Risiko Bencana - sebagai bagian dari Pengurangan Risiko Bencana (PRB) - harus melekat dengan Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan, dan mendukung kerangka ESD yang mencakup 3 aspek, yaitu: 1 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah interdisipliner. Oleh karena itu, pertimbangan penting diberikan kepada dampak, dan hubungan antara, masyarakat, lingkungan, ekonomi dan budaya. 2 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana dan meningkatkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah, dan keterampilan hidup sosial dan emosional untuk pemberdayaan kelompok rentan atau terkena bencana.
  • 26. Pengantar 8 3 Pendidikan untuk pengurangan risiko bencana mendukung Tujuan Pembangunan Milenium. Tanpa mempertimbangkan pengurangan risiko bencana dalam perencanaan pembangunan, semua upaya pembangunan termasuk inisiatif DESD dihancurkan dalam hitungan detik. KerangkakerjaPendidikanuntukpenguranganrisikobencanaataupendidikan pengurangan risiko bencana dikembangkan mengikuti arahan UN-ISDR sebagai berikut: “Pendidikan pengurangan risiko bencana adalah sebuah proses pembelajaran bersama yang bersifat interaktif di tengah masyarakat dan lembaga-lembaga yang ada. Cakupan pendidikan pengurangan risiko bencana lebih luas daripada pendidikan formal di sekolah dan universitas. Termasukdidalamnyaadalahpengakuandanpenggunaankearifantradisional dan pengetahuan lokal bagi perlindungan terhadap bencana alam.” HFA pada PRIORITAS AKSI 3, Poin Aktivitas kunci termaktub rekomendasi bahwa PRB dimasukkan dalam kurikulum sekolah, pendidikan formal dan informal. “Menggalakkan dimasukkannya pengetahuan pengurangan risiko bencana dalam bagian yang relevan dalam kurikulum sekolah di semua tingkat dan menggunakan jalur formal dan informal lainnya untuk menjangkau pemuda dan anak-anak; menggalakkan integrasi pengurangan risiko bencana sebagai suatu elemen intrinsik Dekade Pendidikan untuk Pembangunan Berkelanjutan (2005-2015) dari PBB“. 1.2.2. Konsep Pendidikan Untuk Pengurangan Risiko Bencana Pendidikan Pengurangan Risiko Bencana adalah usaha sadar dan terencana dalam proses pembelajaran untuk memberdayaan peserta didik dalam upaya untuk pengurangan risiko bencana dan membangun budaya aman serta tangguh terhadap bencana. Pendidikan PRB lebih luas dari penddidikan bencana, bahkan lebih dari pendidikan tentang pengurangan risiko bencana. Tetapi mengembangkan motivasi, keterampilan, dan pengetahuan agar dapat tertindak dan mengambil bagian dari upaya untuk pengurangan risiko bencana. Tujuan pendidikan untuk pengurangan risiko bencana adalah: 1 Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan. 2 Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap risiko bencana. 3 Mengembangkan pemahaman tentang risiko bencana, pemahaman tentang kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan fisik, serta kerentanan perilaku dan motivasi. 4 Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan untuk pencegahan dan pengurangan risiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang bertanggungjawab, dan adaptasi terhadap risiko bencana. 5 Mengembangkanupayauntukpenguranganrisikobencanadiatas,baiksecara individu maupun kolektif. 6 Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siaga bencana.
  • 27. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK 9 7 Meningkatkan kemampuan tanggap darurat bencana. 8 Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali komunitas saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan karena terjadinya bencana. 9 Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan mendadak.
  • 28. 2.1. Fenomena Banjir di Indonesia Dari aspek geologis, geografis, dan morfologis, Indonesia merupakan salah satu wilayah yang rawan terhadap bencana. Kepulauan Indonesia termasuk dalam wilayah deretan gunung berapi Pasifik, yang bentuknya melengkung dari utara Pulau Sumatera-Jawa-Nusa Tenggara hingga ke Sulawesi Utara. Gambar 2.1: Lempeng Tektonik Indonesia Sumber; http://issacnewton.files.wordpress.com Meskipun kepulauan Nusantara mempunyai sifat iklim tropis, namun secara mikro tiap pulau mempunyai karakteristik tersendiri, mulai dari Sumatera hingga ke Papua sifat iklimnya semakin kering. Musim di Indonesia dipengaruhi oleh letak kepulauan yang berada di antara Samudera Hindia dan Pasifik dan Benua Asia dan Australia. Angin muson barat yang bertiup dari Asia dan Pasifik mengakibatkan terjadinya musim penghujan, sementara agin muson timur yang bertiup dari Australia mengakibatkan musim kemarau. Pada saat kondisi iklim global berpengaruh terhadap iklim di Indonesia, maka perubahan musim dapat menjadi pemicu terjadinya bencana banjir, kekeringan dan kebakaran hutan. Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik yaitu lempeng Eurasia, lempengPasifikdanlempengIndoAustraliayangbergeraksalingmenumbuk.Akibat tumbukan antara lempeng itu maka terbentuk daerah penunjaman memanjang di sebelah barat Sumatera, sebelah selatan Pulau Jawa hingga ke Bali dan Kepulauan FENOMENADANPERISTIWABANJIRBAB II
  • 29. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK 11 Nusa Tenggara, sebelah utara Kepulauan Maluku dan sebelah utara Papua. Akibat lain dari adanya tumbukan itu adalah terbentuknya palung samudera, lipatan, punggungan, dan patahan di busur kepulauan, sebaran gunung api, dan sebaran sumber gempa bumi. Gunung api yang berada di Indonesia berjumlah 129 dan 13% dari gunung api aktif dunia berada di negara kita. Sehingga Indonesia merupakan kawasan rawan terhadap bencana letusan gunung api dan gempa bumi. Jenis tanah pelapukan yang banyak dijumpai di Indonesia adalah hasil letusan gunung api. Tanah ini memiliki komposisi sebagian besar lempung dan sedikit pasir. Tanah jenis ini menjadikan sebagian besar Indonesia merupakan tanah yang subur. Sebaliknya, tanah pelapukan yang berada di atas batuan kedap air pada perbukitan atau punggungan dengan kemiringan sedang hingga terjal berpotensi mengakibatkan tanah longsor pada musim hujan dengan curah hujan berkuantitas tinggi. Jika di perbukitan tersebut tidak ada tanaman keras berakar kuat dan dalam, maka kawasan tersebut rawan bencana tanah longsor. Selain longsor, tanah perbukitanyanggunduljugaakanmenyebabkanterjadinyabanjirdidaerah-daerah sekitarnya yang berkedudukan lebih rendah. Curah hujan yang cukup tinggi yang seringkali terjadi di berbagai kawasan di Indonesia semakin memicu terjadinya banjir. Dengan demikian Indonesia selain merupakan negara yang menempati posisi yang strategis dengan kekayaan alam yang begitu melimpah dan beraneka ragam, juga merupakan negara dengan tingkat kerentanan bencana yang sangat tinggi. Jajaran gunung api memunculkan ancaman erupsi gunung api, sementara lempeng bumi yang terus bergerak memunculkan ancaman gempa dan tsunami. Sebagai kawasan tropis, Indonesia juga memiliki risiko terhadap ancaman banjir, tanah longsor dan berbagai macam wabah penyakit. Saat musim kemarau, datang ancaman kekeringan. Kondisi ini telah terjadi pada setiap musim kemarau sekitar 10 tahun belakangan ini, dan dapat diprediksikan akan terus berlanjut karena kerusakan sebagian besar daerah aliran sungai di Indonesia ini. 
  • 30. Fenomena dan peristiwa Banjir 12 Gambar 2.2: Daerah Sebaran Bencana Sumber BMG dalam Bakornas PB 2007 Oleh karena itu, pengelolaaan yang tidak baik terhadap sumber daya alam dan sumber daya manusia akan mengakibatkan terjadi bencana. Selain itu, kondisi alam dankeanekaragamanpendudukdanbudayadiIndonesiadapatjugamenyebabkan terjadinya bencana alam, bencana ulah manusia dan kedaruratan kompleks. Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hidrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakaan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran kekuatannya. Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, letusan gunungapi, dan tsunami masih dapat diramalkan sebelumnya. Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya.
  • 31. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK 13 Beberapa faktor utama yang dapat menimbulkan banyak korban dan kerugian besar akibat adanya bencana tersebut, yaitu: 1. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya. 2. Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya alam. 3. Kurangnya informasi/peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan. 4. Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya. Banjir merupakan bencana yang selalu terjadi setiap tahun di Indonesia terutama pada musim hujan. Banjir pada umumnya terjadi di wilayah Indonesia bagian Barat yang menerima curah hujan lebih banyak dibandingkan dengan wilayah Indonesia bagian Timur. Banjir merupakan peristiwa meluapnya air yang menggenangi permukaan tanah, yang ketinggiannya melebihi batas normal. Banjir merupakan bahaya yang paling luas menyebar. Banjir dapat terjadi karena curah hujan yang tinggi di atas normal sehingga sungai-sungai meluap, bendungan yang bobol, pencairan salju yang cepat, terhambatnya aliran air gelombang badai tropis atau karena adanya pipa- pipa air yang pecah. Sebagian besar banjir bersifat merugikan terhadap tempat hunian manusia. Sebagai gejala atau proses alam, banjir sebenarnya merupakan hal yang biasa terjadi dan merupakan bagian dari siklus hidrologi. Banjir tidak dapat dihindari dan pasti terjadi. Hal ini dapat kita lihat dari adanya dataran banjir pada sistem aliran sungai. Saat banjir, terjadi transportasi muatan sedimen dari daerah hulu sungai ke hilir dalam jumlah besar. Muatan sedimen itu berasal dari erosi yang terjadi di daerah pegunungan atau perbukitan. Melalui mekanisme banjir ini, muatan sedimen itu disebarkan sehingga membentuk dataran. Daerah persawahan pada hakikatnya terbentuk melalui mekanisme banjir ini. Tanpa mekanisme banjir ini, dataran rendah yang subur tidak akan terbentuk. Banjir dapat berarti peremajaan kembali daerah-daerah persawahan. Daerah itu mendapat kembali suplai zat hara yang baru dari pegunungan atau perbukitan. Dengan kata lain, melalui mekanisme banjir ini, daerah persawahan mengalami penyuburan kembali secara alamiah. Dalam skala yang lebih besar, banjir-banjir itu membentuk delta di muara-muara sungai, dan mengalirkan muatan sedimen ke laut yang akhirnya menjadi lapisan- lapisan batuan sedimen. Dari delta-delta dan lapisan-lapisan batuan itu manusia mendapatkan berbagai hal untuk kehidupannya. Sebagai contoh, minyak bumi banyak didapatkan dari endapan delta.
  • 32. Fenomena dan peristiwa Banjir 14 Banjirdapatmenyediakanairuntukirigasitanamandanperikanan,danmenyediakan cadangan-cadangan air musiman untuk menopang kehidupan di daratan-daratan yang kering. Banjir yang pada hakekatnya proses alamiah dapat menjadi bencana bila proses itu berdampak kepada manusia sebagai korban dan menyebabkan kerugian jiwa maupun materi. Di Indonesia, banjir menjadi bencana yang mengancam setiap musim penghujan mulai tiba. Sebagian besar kejadian banjir yang melanda di beberapa wilayah Indonesia pada umumnya disebabkan karena debit air sungai yang sangat tinggi hingga melampaui daya tampung saluran sungai lalu meluap ke daerah sekitarnya. Debit air sungai yang tinggi terjadi karena curah hujan yang tinggi. Selain itu, banjir juga terjadi karena perilaku manusia. Pertumbuhan penduduk yang kian pesat telah menyebabkan munculnya daerah- daerah rawan bencana yang padat penduduk dan risiko banjir terpaksa diterima lantaran sulit menemukan wilayah lain yang aman untuk hidup, mengingat daerah- daerah aman sudah penuh sesak. Pertumbuhan penduduk yang pesat berpadu denganpengelolaansumberdayayangkurangefektiftelahmenyebabkantimbulnya tipe-tipe banjir baru. Daerah hulu sungai yang berhutan untuk‘menangkap’lebihan air sudah digunduli dan diubah menjadi bangunan tempat peristirahatan atau menjadi lahan pertanian, sehingga lembah penampung itu menjadi jauh berkurang dayanya untuk menahan air yang datang. Tanah yang kini tak lagi terikat oleh akar- akar pepohonan jadi mudah longsor, menambah risiko bencana dan tebing-tebing sungai yang dahulu dipenuhi tumbuhan sebagai ‘benteng’ pengaman daerah sekitarnya telah gundul, lalu runtuh, menyebabkan peningkatan aliran permukaan sehingga air sungai lebih mudah mengalir ke arah yang tingginya sama atau lebih rendah dari sungai. Banjirpun menjadi makin sering, makin mendadak dan makin parah dampaknya. Selain itu, di kota-kota besar seperti Jakarta bangunan sudah tidak terhitung lagi jumlahnya. Dan boleh dikatakan hampir tidak ada tanah‘telanjang’yang berfungsi alamiah sebagai penyerap air. Hujan lebat langsung mengalir diatas permukaan baik di halaman-halaman gedung yang sudah disemen, di tepi-tepi jalan aspal dan sebagainya. Sementara itu, saluran-saluran air yang ada tidak berfungsi karena kurangnya pemeliharaan. Air tidak bisa mengalir dan membanjiri daerah tersebut. Perlu dipahami juga bahwa peningkatan banjir yang terjadi di Indonesia dan dunia, saat ini juga dipengaruhi oleh perubahan iklim global yang sekarang sudah terjadi. Perubahan iklim global ditandai dengan peningkatan suhu global bumi (suhu air laut dan suhu udara) yang mengakibatkan pada pencairan es di kutub Utara dan Selatan serta kenaikan air laut, perubahan arus laut, perubahan arah angin (badai siklon dan puting beliung), perubahan curah hujan (intensitas ataupun durasi), perubahan kelembaban udara yang kesemuanya sangat berpengaruh terhadap tipe-tipe banjir yang telah disebutkan di depan. 2.2. Peristiwa Banjir di Indonesia Kecenderungan bencana banjir di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Data bencana dari BAKORNAS PB menyebutkan bahwa antara tahun 2003-
  • 33. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK 15 2005 telah terjadi 1.429 kejadian bencana, di mana bencana hidrometeorologi merupakan bencana yang paling sering terjadi yaitu 53,3 persen dari total kejadian bencana di Indonesia. Dari total bencana hidrometeorologi, yang paling sering terjadi adalah banjir (34,1 persen dari total kejadian bencana di Indonesia) diikuti oleh tanah longsor (16 persen). Kejadian kekeringan, banjir serta tanah longsor yang terjadi di berbagai daerah di negeri kita beberapa tahun belakangan ini seperti di Medan, Riau, Bogor, Bandung, Jakarta,Aceh,Pakanbaru,Lampung,Banyumas,mulaimeluaskedaerah-daerahlain. Hal tersebut menyebabkan Indonesia memiliki daerah langganan banjir, longsor dan kekeringan yang semakin banyak dan meluas, tanpa bisa berbuat sesuatu yang signifikan. Pada musim hujan kelebihan air dan saat musim kemarau sangat kekurangan air. Setiap bencana menimbulkan permasalahan kemanusiaan yang serius serta dampak sosial bagi masyarakat yang tidak dapat dinilai dengan materi. Rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana mencakup bidang yang luas, seperti infrastruktur, tataruang,sumberdayaalamdanlingkunganhidup,ekonomidanketenagakerjaan, sistem dan mekanisme pendanaan, pendidikan, pemulihan ketertiban dan keamanan masyarakat, hukum dan hak asasi, kelembagaan dan pemerintahan, dan sosial budaya dan agama.  Tahun 2002 khususnya, akan diingat karena bencana banjir melanda hampir seluruh wilayah Jakarta dan pengaruhnya yang luar biasa terhadap masyarakat, harta benda, serta kegiatan ekonomi. Wilayah Pulau Jawa merupakan wilayah yang mengalami dampak paling parah akibat bencana banjir dan longsor yang terjadi pada tahun 2002 yang lalu. Dari hasil investigasi yang dilakukan, bencana alam di Pulau Jawa mencakup hampir seluruh wilayah, yakni DKI Jakarta, Ciamis, Subang, Bogor, Karawang dan Majalengka (Jabar), Kota dan KabupatenTangerang (Banten), Jalur pantura (Brebes, Pemalang, Kendal, Semarang), Kebumen, Cilacap, Pati dan Kudus (Jateng), Lumajang, Banyuwangi, Bojonegoro, pacitan, Tulungagung, Trenggalek, Surabaya, Malang, Nganjuk, Pasuruan, Gresik, Lamongan, Situbondo dan Bondowoso (Jatim). Secara fisik, bencana tersebut juga telah mengakibatkan hampir 37.970 Ha kawasan permukiman tergenang dan 42.844 Ha sawah tergenang. Dampak ini menjadi kelihatan lebih serius apabila biaya-biaya sosial dan korban jiwa juga diperhitungkan. Dari Bengkulu dilaporkan saluran induk yang melayani sawah semiteknis seluas 100 ha jebol sepanjang 70 meter, terutama yang melewati Desa Karangpinang, Kecamatan Padang Ulak Tanding (Rejanglebong). Menurut Kepala Dinas PU TkI Bengkulu, ada sekitar 49 daerah irigasi yang rusak karena banjir musim hujan tahun lalu (Kompas,16/11). Demikian pula Banjir di Jakarta tahun 2007 (Wikipedia) adalah bencana banjir yang menghantam Jakarta dan sekitarnya sejak 1 Februari 2007 malam hari. yang mengakibatkan lebih 50 orang meninggal dunia.
  • 34. Fenomena dan peristiwa Banjir 16 Gambar 2.3: Banjir Jakarta, tahun2007 Sumber: BBC Indonesia.com 2007 Selainsistemdrainaseyangburuk,banjirberawaldarihujanlebatyangberlangsung sejak sore hari tanggal 1 Februari hingga keesokan harinya tanggal 2 Februari, ditambah banyaknya volume air 13 sungai yang melintasi Jakarta yang berasal dari Bogor-Puncak-Cianjur, dan air laut yang sedang pasang, mengakibatkan hampir 60% wilayah DKI Jakarta terendam banjir dengan kedalaman mencapai hingga 5 meter di beberapa titik lokasi banjir. Dampak pemanasan global yang memicu terjadinya perubahan iklim memang telah dan akan membawa dampak yang luas terhadap manusia dan lingkungan. Kemudian banjir di wilayah DKI Jakarta beberapa hari ini telah melumpuhkan lalu lintas, stasiun KA Tanahabang, dan merusak berbagai sarana lainnya. Padahal, banjir yang terjadi ini hanya merupakan luapan dua dari 13 sungai yang membelah kota Jakarta, yaitu Sungai Pesanggrahan dan Ciliwung. Sejauh ini, sudah tiga orang tewas akibat luapan Sungai Ciliwung. Di Kabupaten Sragen-Jawa Tengah, ada sepuluh kecamatan di daerah tersebut yang termasuk sebagai daerah rawan banjir dari 20 kecamatan yang ada. Sepuluh kecamatan tersebut selalu mengalami banjir setiap tahun di musim hujan. Di Sumatera, wilayah dengan potensi banjir tinggi di Kabupaten Solok dan Kota Padang, Sumatera Barat. Sementara potensi banjir menengah tersebar di Tanah Datar, Kampar, Rengat, Pasi Penyu, Peranap (Indragiri Hulu) di Provinsi Riau, serta Sumber Jaya, Jabung, dan Sidomulyo di Jambi. (GSA). Sementara itu, 5.000 Rumah Terendam Banjir di Cirebon. Sedikitnya 5.000 rumah dan 450 hektare lahan pertanian di empat Desa Kecamatan Gunung Jati Kabupaten Cirebon terendam banjir hingga ketinggian 1.5 meter yang terjadi pada 19 Januari 2008. Banjir yang juga merendam Jalan Pantura diakibatkan dari hujan deras serta luapan dan air sungai dan jebolnya tanggul Sungai Bondet, Sungai Condong dan Sungai Simuntuk. Empat Desa yang terendam banjir masing-masing adalah, Desa Grogol, Kalisapu, Wanakaya, dan Desa Astana. Lokasi banjir yang paling parah terdapat di Desa Wanakaya, ditempat itu sedikitnya 1400 Kepala Keluarga diungsikan ketempat-tempat evakuasi dan rumah penduduk di desa tetangga yang tidak terkena banjir. Di tempat itu juga sekitar 1200 hektar lahan pertanian terendam.
  • 35. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK 17 Di Tahun 2009 ini saja peristiwa banjir telah terjadi di berbagai daerah. Di Riau misalnya,padatanggal17April2009banjirmelandaKabupatenIndragiriHulu,Riau. Sekitar 2.755 rumah warga di 50 desa terendam banjir akibat hujan dan meluapnya Sungai Indragiri dan Sungai Kuala Cinaku. Daerah paling parah dilanda banjir di Indragiri Hulu adalah permukiman penduduk di Desa Redang dan Danau Baru, Kecamatan Rengat Barat. Ratusan rumah terendam banjir dengan ketinggian air mencapai 1 meter. Banjir juga menenggelamkan sejumlah akses jalan. Akibatnya, aktivitas warga lumpuh total. Satu-satunya transportasi menuju lokasi banjir adalah dengan menggunakan perahu karet dan sampan. Banjir sudah merendam ribuan rumah warga dan sekitar 264 hektare lahan pertanian. Pada tanggal 26 November 2009, banjir melanda Kecamatan Banjarsari Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Jalan yang menghubungkan antardesa terputus akibat genangan air setinggi 1,5meter. Dari berbagai gambaran di atas, setiap bencana menimbulkan permasalahan kemanusiaan yang serius serta dampak sosial bagi masyarakat yang tidak dapat dinilai dengan materi.   Bencana yang umumnya terjadi dalam waktu singkat menghancurkan hasil pembangunan yang telah dirintis dan diperjuangkan dalam waktu yang lama. Selain  menimbulkan korban jiwa, bencana menghancurkan perumahan, area pertanian dan perkebunan, infrastuktur perekonomian, infrastrukturpublik,komunikasidantransportasi,instalasipengadaanairdanenergi, serta bidang-bidang penting dan strategis lainnya.  Bencana meluluhlantakkan seluruh aspek kehidupan manusia.   Pada hakekatnya semua jenis bencana, baik yang disebabkan oleh alam, non alam dan bencana sosial selalu berpotensi mengancam kehidupan seperti timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis bagi masyarakat. Mengingat kondisi geografis, geologis, hidrologis, dan demografis di wilayah Indonesia, maka diperlukan suatu upaya yang menyeluruh dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, baik ketika bencana itu sedang terjadi, sudah terjadi maupun bencana yang berpotensi terjadi di masa yang akan datang. Hal tersebut merupakan bentuk tanggung jawab Pemerintah Daerah dalam melindungi segenap warga dengan tujuan untuk memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan penghidupan, termasuk perlindungan atas korban bencana, kesemuanya itu dilakukan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang berlandaskan Pancasila, sebagaimana diamanatkan dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penanganan bencana pada saat ini cenderung kurang efektif. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain paradigma penanganan bencana yang bersifat parsial, sektoral dan kurang terpadu, disamping itu masih memusatkan tanggapan pada upaya pemerintah, sebatas pemberian bantuan fisik dan dilakukan hanya pada fase kedaruratan. Pada bagian lain,perubahanpadasistempemerintahansertasemakinterlibatnyaorganisasinon pemerintah dalam kegiatan kemasyarakatan memerlukan perubahan mendasar pada sistem penanganan bencana. Dalam hal sosialisasi siaga bencana, dibutuhkan kerja sama yang baik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, bahkan sampai ke masyarakat atau
  • 36. Fenomena dan peristiwa Banjir 18 kawasan yang rawan bencana. Indonesia merupakan negeri rawan bencana sehingga perlu dibentuk bangsa yang mampu merespons bencana dengan benar. Selain itu, dalam kaitan dengan kondisi geografis Indonesia yang rawan bencana alam, peserta didik perlu dibekali dengan pengetahuan tentang kesiapsiagaan menghadapibencanasecararutinagarmerekamampuberadaptasidengankondisi tersebut dan mengetahui secara tepat apa yang harus dilakukan saat bencana datang,mengetahuibagaimanamenyelamatkandirisecaratepatsehinggasewaktu bencana datang mereka dapat menghadapi bencana secara tenang. Peserta didik juga perlu diajarkan tentang kondisi geografis dan sosial wilayah Indonesia dan diajarkan secara rinci mengenai panduan-panduan praktis dan tepat yang mesti mereka lakukan saat bencana terjadi. Pembelajaran tidak mesti harus dalam mata pelajaran tersendiri tetapi dapat diintegrasikan dalam mata pelajaran yang sesuai.
  • 37. 3.1. Pengurangan Risiko Banjir Pengelolaaan yang tidak baik dalam sumber daya alam dan sumber daya manusia akan mengakibatkan terjadi bencana. Selain itu, kondisi alam dan keanekaragaman penduduk dan budaya di Indonesia dapat juga menyebabkan terjadinya bencana alam, bencana akibat ulah manusia, dan kedaruratan kompleks. Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat hidrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakaan industri, kecelakaan transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Beberapa jenis bencana seperti gempa bumi, hampir tidak mungkin diperkirakan secara akurat kapan, dimana akan terjadi dan besaran kekuatannya. Sedangkan beberapa bencana lainnya seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, letusan gunung api, dan tsunami masih dapat diramalkan sebelumnya. Meskipun demikian kejadian bencana selalu memberikan dampak kejutan dan menimbulkan banyak kerugian baik jiwa maupun materi. Kejutan tersebut terjadi karena kurangnya kewaspadaan dan kesiapan dalam menghadapi ancaman bahaya. Secara umum terdapat peristiwa bencana yang terjadi berulang setiap tahun. Bahkan sekarang ini peristiwa bencana menjadi lebih sering dan terjadi silih berganti, misalnya dari kekeringan, kemudian kebakaran, lalu diikuti banjir. Akibatnya muncul anggapan bahwa bencana tersebut sebagai sesuatu hal yang memang harus terjadi. Padahal semua itu merupakan fenomena alamiah yang melekat pada bumi dan timbulnya korban dan kerugian disebabkan oleh beberapa faktor ketidaksiapan. Beberapa faktor tersebut adalah : 1. Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya. 2. Sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas sumberdaya alam. BAB IIIPENGURANGAN RISIKO BANJIR
  • 38. Pengurangan Risiko Banjir 20 3. Kurangnya informasi/peringatan dini yang menyebabkan ketidaksiapan. 4. Ketidakberdayaan/ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya. 3.1.1. Bencana Bencana merupakan fenomena yang terjadi karena komponen-komponen, ancaman, dan kerentanan bekerja bersama secara sistematis, sehingga menyebabkan terjadinya risiko pada komunitas. Ancaman merupakan kejadian-kejadian, gejala alam atau kegiatan manusia yang berpotensi untuk menimbulkan kematian, luka-luka, kerusakan harta benda, gangguan sosial ekonomi atau kerusakan lingkungan. Kerentanan adalah kondisi-kondisi yang ditentukan oleh faktor-faktor atau proses-proses fisik, sosial ekonomi dan lingkungan hidup yang meningkatkan kerawanan suatu komunitas terhadap dampak ancaman bencana. Risiko merupakan suatu peluang dari timbulnya akibat buruk, atau kemungkinan kerugian dalam hal kematian, luka-luka, kehilangan dan kerusakan harta benda, gangguan kegiatan matapencaharian dan ekonomi atau kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh interaksi antara ancaman bencana dan kondisi kerentanan. Atau disebut pula dalam Undang-undang Penanganan Bencana No. 24 tahun 2007 bahwa bencana merupakan suatu peristiwa atau rangkaian peristiwa yangmengancamdanmengganggukehidupandanpenghidupanmasyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. . Menurut ISDR bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri. Adapun komponen yang berpengaruh terhadap besar kecilnya dampak suatu bencana antara lain sebagai berikut: bahaya, kerentanan, risiko bencana, dan kapasitas. Terjadinya Bencana Bahaya Kerentanan Kejadian RISIKO BENCANA BENCANA Gambar 3.1: Model hubungan antara risiko bencana, kerentanan, dan bahaya
  • 39. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK 21 Berdasarkan sumber bencananya, terdapat tiga jenis bencana: (1) bencana alam, yaitu bencana yang murni yang disebabkan oleh peristiwa alam, contohnya gempa bumi, gunung meletus, angin puting beliung. (2) bencana akibat ulah manusia, yaitu bencana yang disebabkan oleh kekhilafan manusia seperti kebakaran dan kornsleting listrik. (3) bencana kompleks, yaitu bencana yang diakibatkan oleh gabungan antara perilaku alam dan ulah manusia sebagai contoh banjir akibat hujan diluar normal dan penggundulan hutan. Bahaya Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana yang sangat tinggi. Beberapa potensi bencana yang ada antara lain adalah bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama dan potensi bahaya ikutan. Potensi bahaya utama ini dapat dilihat antara lain pada peta potensi bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta potensi bencanatanahlongsor,petapotensibencanaletusangunungapi,petapotensi bencana tsunami, peta potensi bencana banjir, dan lain-lain. Gambar 3.2: Kerusakan pada bangunan akibat gempa bumi Dari indikator-indikator di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia memiliki potensi bahaya utama yang tinggi. Hal ini tentunya sangat tidak menguntungkan bagi negara Indonesia. Disamping tingginya potensi bahaya utama, Indonesia juga memiliki potensi bahaya ikutan yang sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator misalnya likuifaksi, persentase bangunan yang terbuat dari kayu, kepadatan bangunan,dankepadatanindustriberbahaya.Potensibahayaikutaninisangat tinggi terutama di daerah perkotaan yang memiliki kepadatan, persentase bangunan kayu (utamanya di daerah pemukiman kumuh perkotaan), dan jumlah industri berbahaya, yang tinggi. Dengan indikator diatas, perkotaan Indonesia merupakan wilayah dengan potensi bencana yang sangat tinggi.
  • 40. Pengurangan Risiko Banjir 22 3.1.2. Risiko Bencana, Konstruksi dari Ancaman, Kerentanan dan Kapasitas Banjir, 38 % Gempa Bumi, 31 % Kebakaran, 17 % Epidemik, 4 % Mass movwet, 2 % Letusan Gunung Api, 3 % Kekeringan, 6 % Gambar 3.3: Persentase Orang Terkena Bencana Berdasarkan Jenis Bencana Gambar di atas menunjukkan persentase orang terkena bencana berdasarkan jenis bencana di Indonesia antara kurun waktu 1980 – 2008. Kejadian bencana di Indonesia terus meningkat sepanjang tahun. Ini membuktikan bahwa Indonesia merupakan negara yang rapuh dalam menghadapi ancaman bencana. Perbedaan kemampuan dalam mengenali karakteristik bahaya membuat besaranrisikoyangmengenapadasituasibencanajugaakanberbeda.Semakin mampu untuk mengenali dan memahami fenomena bahaya itu dengan baik, makamanusiaakansemakindapatmensikapinyadenganlebihbaik.Sikapdan tanggap yang didasarkan atas pengenalan dan pemahaman yang baik akan dapat memperkecil risiko bencana. Kehancuran dahsyat yang terjadi akibat gempa dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara, serta D.IYogyakarta dan Jawa Tengah, juga memunculkan kebingungan bagaimana harus mensikapinya; hiruk pikuk di Alor dan Palu saat terjadi gempa menunjukkan betapa bangsa Indonesia belum mampu dengan baik menghadapi ancaman bahaya yang melingkupi. Ancaman Bencana Ancaman bencana seperti yang tertuang dalam UU RI No. 24 Tahun 2007 tentang Penanganan Bencana adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana. Sedangkan menurut Dr. Krishna S. Pribadi ancaman bencana merupakan: 1. Suatu peristiwa besar yang jarang terjadi, dalam lingkungan alam atau lingkungan binaan, yang mempengaruhi kehidupan, harta atau kegiatan manusia, sedemikian rupa sehingga dapat menimbulkan bencana. 2. Suatu fenomena alam atau buatan manusia yang dapat menimbulkan kerugian fisik dan ekonomi atau mengancam jiwa manusia dan kesejahteraannya, bila terjadi di suatu lingkungan permukiman, kegiatan budi daya atau industri. Ancaman bencana dapat bersifat membahayakan bagi suatu lingkungan akibat kondisi lingkungan yang rentan.
  • 41. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK 23 Kerentanan Kerentanan adalah seberapa besar suatu masyarakat, bangunan, pelayanan atau suatu daerah akan mendapat kerusakan atau terganggu oleh dampak suatu bahaya tertentu, bergantung kepada kondisinya, jenis konstruksi dan kedekatannya kepada suatu daerah yang berbahaya atau rawan bencana. Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerentanan tersebut adalah : 1. Institusi lokal yang lemah dalam membuat kebijakan dan peraturan serta penegakan kebijakan tersebut, terutama terkait dengan penanggulangan bencana dan upaya pengurangan risiko bencana, termasuk di dalamnya adalah lemahnya aparat penegak hukum; 2. Kurangnya penyebaran informasi mengenai kebencanaan, baik melalui penyuluhan, pelatihan serta keahlian khusus yang diperlukan dalam upaya-upaya pengurangan risiko bencana 3. Penduduk terkait dengan pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, Kenyataanmenunjukkankerentaancukuptinggidarimasyarakat,infrastruktur serta elemen-elemen di dalam kota/kawasan yang berisiko bencana. Karena kurangnya pemahaman adanya bahaya sekitarnya, maka masyarkat dikatakan rentan terhadap bencana. Bangunan dibantaran sungai, bangunan tepat di lereng tempat mengairnya lahar gunung berapi, bangunan di tepi pantai, bangunan yang permanen dan tidak tahan gempa dan lain-lain merupakan contoh kerentaan suatu lingkungan Kapasitas Kapasitas adalah kemampuan dari masyarakat dalam menghadapi bencana. Misalnya pengetahuan rendah, maka kapasitasnya rendah, contohnya: 1. Tidak tahu kalau di dekat rumahnya terdapat ancaman tanah longsor 2. Tidak tahu kalau membangun rumah di bantaran kali dapat menyebabkan banjir 3. Tidak tahu kalau mengikis tebing untuk diambil tanahnya dapat menyebabkan longsor, 4. Tidak tahu kalau menebang pohon tanpa mengganti dengan pohon baru dapat menyebabkan banjir dan tanah longsor 5. Tidak memiliki keterampilan bagaimana membuat rumah tahan gempa 6. Tidak memiliki keterampilan bagaimana mengevakuasi kalau terjadi gempa 7. Tidak memiliki keterampilan bagaimana menyelamatkan diri dan orang lain ketika terjadi bencana, dan lain-lain. 3.1.3. Pengurangan Risiko Bencana Pengurangan risiko bencana adalah konsep dan praktik mengurangi risiko bencana melalui upaya sistematis untuk menganalisa dan mengelola faktor- faktor penyebab dari bencana termasuk dengan dikuranginya paparan terhadapancaman,penurunankerentananmanusiadanproperti,pengelolaan lahan dan lingkungan yang bijaksana, serta meningkatkan kesiapsiagaanan terhadap kejadian yang merugikan.
  • 42. Pengurangan Risiko Banjir 24 3.1.4. Upaya Pengurangan Risiko Bencana Mitigasi Bencana Tujuan dari mitigasi bencana gempa bumi adalah untuk mengembangkan strategi mitigasi yang dapat mengurangi hilangnya kehidupan dari alam sekitarnya serta harta benda, penderitaan manusia, kerusakan ekonomi dan biaya yang diperlukan untuk menangani korban bencana yang dihasilkan oleh bencana gempa bumi. Rencana mitigasi bencana gempa bumi dapat meningkatkan cara pandang yang luas dan terintegrasi terhadap sistem pengurangan risiko bencana yang meliputi elemen-elemen berikut : 1. Identifikasi bencana dan kerentanannya serta evaluasi risiko bencana tersebut. 2. Strategi pengurangan bencana yang bersumber dari wilayah dan dimiliki oleh pemegang kebijakan. 3. Seperangkat peraturan, perundang-undangan dan regulasi yang menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk interaksi antara berbagai organisasi dan institusi yang berbeda. 4. Mekanisme koordinasi institusi yang kuat. 5. Sistem yang solid untuk mengendalikan pemenuhan dan penguatan code dan standar untuk konstruksi bangunan yang aman. 6. Perencanaan dan tataguna lahan dan pemukiman yang menggabungkan kepedulian akan bencana dan pengurangan risiko. 7. Penggunaan peralatan komunikasi untuk pengurangan risiko akibat bencana yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bencana, pendidikan, pelatihan dan penilaian. 8. Manajemen kesiapsiagaan dan kedaruratan berdasarkan pemahaman risiko. 9. Kerjasama dan koordinasi antar instansi, antar kota, antar organisasi. Dalam upaya mengurangi risiko bencana maka diperlukan kesiapsiagaan yang lebih baik. Oleh karena itu siswa juga harus harus memahami pengertian dari banjir, sebab-sebab terjadinya, dampaknya, serta hal-hal apa saja yang harus diperhatikan sebelum, saat dan setelah terjadinya banjir tersebut. Dampak Banjir Banjir yang besar memiliki dampak-dampak yang tidak diinginkan antara lain dampak fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan. 1. Dampak fisik adalah kerusakan pada sarana-sarana umum, kantor-kantor pelayanan publik yang disebabkan oleh banjir. 2. Dampak sosial mencakup kematian, risiko kesehatan, trauma mental, menurunnya perekonomian, terganggunya kegiatan pendidikan (anak- anak tidak dapat pergi ke sekolah), terganggunya aktivitas kantor pelayanan publik, kekurangan makanan, energi, air, dan kebutuhan- kebutuhan dasar lainnya.
  • 43. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK 25 3. Dampak ekonomi mencakup kehilangan materi, gangguan kegiatan ekonomi (orang tidak dapat pergi kerja, terlambat bekerja, atau transportasi komoditas terhambat, dan lain-lain). 4. Dampak lingkungan mencakup pencemaran air (oleh bahan pencemar yang dibawa oleh banjir) atau tumbuhan disekitar sungai yang rusak akibat terbawa banjir. 5. Dampak banjir terhadap masyarakat tidak hanya berupa kerugian harta benda dan bangunan. Selain itu, banjir juga mempengaruhi perekonomian masyarakat dan pembangunan masyarakat secara keseluruhan, terutama kesehatan dan pendidikan (Arduino dkk, 2007). Menurut Bakornas PB (2007), dampak bencana banjir akan terjadi pada beberapa aspek (sebagian besar di wilayah Indonesia bagian barat) dengan tingkat kerusakan berat pada aspek-aspek berikut: 1. Aspek penduduk, antara lain berupa korban jiwa/meninggal, hanyut, tenggelam, luka-luka, korban hilang, pengungsian, berjangkitnya wabah dan penduduk terisolasi. 2. Aspek pemerintahan, antara lain berupa kerusakan atau hilangnya dokumen, arsip, peralatan dan perlengkapan kantor dan terganggunya jalannya pemerintahan. 3. Aspek ekonomi, antara lain berupa hilangnya mata pencaharian, tidak berfungsinya pasar tradisional, kerusakan dan hilangnya harta benda, ternak dan terganggunya perekonomian masyarakat. 4. Aspek sarana-prasarana, antara lain berupa kerusakan rumah penduduk, jembatan, jalan, bangunan gedung perkantoran, fasilitas sosial dan fasilitas umum, instalasi listrik, air minum dan jaringan komunikasi. 5. Aspek lingkungan, antara lain berupa kerusakan ekosistem, objek wisata, persawahan/lahan pertanian, sumber air bersih dan kerusakan tanggul/ jaringan irigasi. Yang terpenting dalam keadaan banjir adalah bahaya timbulnya penyakit akibat banjir yang mengancam masyarakat dari semua golongan. Hal ini dikarenakanbanyaknyasampahyangterhanyutterbawaairbanjir,airgotyang bersatu dengan air banjir yang menimbulkan bau yang tidak sedap ataupun septik tank yang luber dan isinya terbawa air kemana-mana, Akibatnya lingkungan kita menjadi sangat kotor, sehingga mempermudah timbulnya penyakit pasca banjir: diare, DBD, leptospirosis, ISPA, cacingan dan berbagai penyakit penyerta lain. Bahkan tidak jarang juga menimbulkan kasus penyakit yang luar biasa. Banjir juga menimbulkan dampak menurunnya kondisi tubuh & daya tahan terhadap stress (Wijaya. 2008). Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh bahwa Soegijanto S (2008) tentang penyakit pasca bencana yang sering ditemukan: 1. Polusi udara berdampak sakit batuk sesak. 2. Makanan dan minuman yang terkontaminasi menyebabkan diare akut. 3. Tikus-tikus baik yang mati atau hidup akibat bencana banjir berpotensi menularkan kuman pes dan leptospira.
  • 44. Pengurangan Risiko Banjir 26 4. Air kemih tikus perlu dicermati penyakit leptospira. 5. Peningkatan populasi nyamuk Aedes aegypti maupun Albocpitus yang menularkan virus dengue maupun Chikungunya. 6. Dampak trauma kepala dan patah tulang, dibutuhkan kerjasama dengan dokter ahli bedah umum maupun bedah tulang. Di sisi lain, banjir dapat menguntungkan karena: 1. Banjir bisa menggelontor bahan-bahan pencemar air yang mengendap menyumbat saluran air. 2. Banjir bisa menjaga kelembaban tanah dan mengembalikan kelembaban tanah tandus / kering. 3. Banjir bisa menambah cadangan air tanah. 4. Pengendapan lumpur banjir dapat meningkat kesuburan tanah. 5. Banjir dapat menjaga lingkungan hayati (ekosistem) sungai dengan cara menyediakan tempat bersarang, berbiak dan makan bagi ikan, burung dan binatang-binatang liar. 6. Banjir menyebabkan banyaknya kerugian. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan berbagai upaya untuk mengurangi risiko akibat terjadinya banjir. Upaya yang dapat dilakukan antara lain: 7. Pemberian informasi mengenai perkiraan tingkat kenaikan permukaan air sungai. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar peringatan akan adanya bahaya banjir dan sebagai rencana untuk melakukan pengungsian serta untuk pengaturan tata ruang daerah misalnya corak pembangunan apa dan kegiatan pertanian apa yang boleh berlangsung. 8. Melakukan antisipasi akan ancaman bencana banjir yaitu dnegan memperhatikan hal-hal berikut : (1) Analisis kekerapan banjir, artinya seberapa sering wilayah tersebut kebanjiran, (2) Pemetaan tinggi rendah permukaan tanah (topografi), (3) Pemetaan bentangan daerah seputar sungai (kontur sekitar sungai) lengkap dengan perkiraan kemampuan sungai itu untuk menampung lebihan air, (4) Catatan pemantauan lelehan salju/esdankelongsorantebing/daerahhulu,(5)Kemampuantanahuntuk menyerap air, (6) Catatan pasang surut gelombang laut (untuk kawasan pantai / pesisir). Kekerapan badai, (7) Geografi pesisir / pantai, (8) Ciri-ciri banjir, dan (9) Mengetahui Jalur banjir agar kita siap jika terjadi acamanan banjir. 9. Melakukan Kerja bakti membersihkan saluran air. 10. Membuang sampah pada tempatnya. 11. Mengadakan reboisasi/penghijauan atau penanaman tanaman (hutan resapan) di kawasan hulu DAS dan penanaman tanaman keras di sepanjang bantaran sungai. Jika hal itu dilakukan akan diperoleh beberapa hal. Pertama, berkurangnya laju aliran permukaan. Kedua, perbesaran laju infiltrasi air. Ketiga, peminimalan erosi. Keempat, penambahan kadar oksigen dalam udara, dan kelima, penambahan hasil buah dan kayu. 12. Pembuatan tampungan air (situ/embung) atau sumur resapan. Pada musim hujan, prasarana itu sebagai tempat penampungan air dan pada musim kemarau berfungsi sebagai sumber air cadangan irigasi.
  • 45. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK 27 13. Melaksanakanprogramnormalisasisungaidenganpembuatanturaptebing sungai (beronjong) dalam rangka mencegah longsor dan memperbesar daya tampung air, di samping pengerukan sediment dari dasar sungai. 14. Mengembangkan kembali bangunan rumah panggung untuk daerah- daerah yang memang berkecenderungan menperoleh bencana banjir, 15. Memberikan peringatan dini banjir yang dapat dilakukan beberapa hari sampai satu hari sebelum terjadi dengan menginformasikan pada instansi terkait. Dalam hal ini dapat digunakan radar hujan yang bisa memprediksi curah hujan sesaat, sebagai bagian dalam sistem peringatan dini banjir. Alat ini dapat memprediksi intensitas dan lamanya hujan yang akan terjadi hingga H minus 4. 16. Melakukan perlindungan, pemeliharaan dan perbaikan sarana-sarana yang berada pada jalur dan kawasan yang dikhawatirkan rentan banjir 17. membuat bangunan di daerah yang aman seperti di dataran yang tinggi 18. Memberi pengertian akan ancaman banjir - termasuk banjir yang pernah terjadi dan mengetahui letak daerah apakah cukup tinggi untuk terhindar dari banjir. 19. Melakukan latihan pengungsian. Mengetahui jalur evakuasi, jalan yang tergenangairdanyangmasihbisadilewati.Setiaporangharusmengetahui tempat evakuasi, kemana harus pergi apabila terjadi banjir. 20. Memasang tanda ancaman pada jembatan yang rendah - agar tidak dilalui orang pada saat banjir. Adakan perbaikan apabila diperlukan. 21. Memasang tanda ketinggian air - pada saluran air, kanal, kali atau sungai yang dapat dijadikan petunjuk pada ketinggian berapa akan terjadi banjir atau petunjuk kedalaman genangan air. 22. Simpan surat-surat penting di dalam tempat yang tinggi, kedap air dan aman. 23. Naikkan panel-panel dan alat-alat listrik ke tempat yang lebih tinggi, sekurang-kurangnya 30 cm di atas garis ketinggian banjir maksimum 24. Pada saat banjir, tutup kran saluran air utama yang mengalir ke dalam rumah, dan matikan listrik dari meterannya. 25. Pindahkan barang-barang rumah tangga ke tempat yang lebih tinggi. 26. Memperhatikan kebersihan air yang digunakan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Penanggulangan Bencana Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pasal 33-38, dinyatakan, bahwa: Penyelenggaraan penanggulangan bencana terdiri atas 3 (tiga) tahap meliputi: 1. prabencana; 2. saat tanggap darurat; dan 3. pasca bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahapan prabencana meliputi:
  • 46. Pengurangan Risiko Banjir 28 1. dalam situasi tidak terjadi bencana; dan 2. dalam situasi terdapat potensi terjadinya bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana dalam situasi tidak terjadi bencana sebagaimana dimaksud meliputi: 1. perencanaan penanggulangan bencana; 2. pengurangan risiko bencana; 3. pencegahan; 4. pemaduan dalam perencanaan pembangunan; 5. persyaratan analisis risiko bencana; 6. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang; 7. pendidikan dan pelatihan; dan 8. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana. Perencanaan penanggulangan bencana meliputi: 1. pengenalan dan pengkajian ancaman bencana; 2. pemahaman tentang kerentanan masyarakat; 3. analisis kemungkinan dampak bencana; 4. pilihan tindakan pengurangan risiko bencana; 5. penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana; dan 6. alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia. Pengurangan risiko bencana , dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi bencana. Kegiatan meliputi: 1. pengenalan dan pemantauan risiko bencana; 2. perencanaan partisipatif penanggulangan bencana; 3. pengembangan budaya sadar bencana; 4. peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana; dan 5. penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana. Pencegahan meliputi: 1. identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana; 2. kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana; 3. pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana; 4. penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup; dan 5. penguatan ketahanan sosial masyarakat. Berdasarkan informasi dari Undang-undang tersebut, banyak hal yang dapat diidentifikasi, dijadikan bahan pengayaan bagi guru, yang tidak diajarkan ke
  • 47. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK 29 siswa. Selain kompetensi yang harus dikuasai siswa tentu harus dikuasai guru, sebaiknya kepala sekolah dan guru menambah kompetensi lainnya seperti: 1. Menyusun Program untuk meningkatkan keamanan sekolah terhadap Bencana. 2. Menyusun rencana aksi sekolah, seperti. 3. perencanaan penanggulangan bencana; 4. pengurangan risiko bencana; 5. pencegahan; 6. pemaduan dalam perencanaan pembangunan; 7. persyaratan analisis risiko bencana; 8. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang; 9. Perencanaan penanggulangan bencana meliputi:  pengenalan dan pengkajian ancaman bencana;  pemahaman tentang kerentanan masyarakat;  analisis kemungkinan dampak bencana;  pilihan tindakan pengurangan risiko bencana;  penentuan mekanisme kesiapan dan penanggulangan dampak bencana; dan  alokasi tugas, kewenangan, dan sumber daya yang tersedia. 10. Pengurangan risiko bencana , dilakukan untuk mengurangi dampak buruk yang mungkin timbul, terutama dilakukan dalam situasi sedang tidak terjadi bencana. Kegiatan meliputi:  pengenalan dan pemantauan risiko bencana;  perencanaan partisipatif penanggulangan bencana;  pengembangan budaya sadar bencana;  peningkatan komitmen terhadap pelaku penanggulangan bencana; dan  penerapan upaya fisik, nonfisik, dan pengaturan penanggulangan bencana. 11. Pencegahan meliputi:  identifikasi dan pengenalan secara pasti terhadap sumber bahaya atau ancaman bencana;  kontrol terhadap penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi menjadi sumber bahaya bencana;  pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/ atau berangsur berpotensi menjadi sumber ancaman atau bahaya bencana;  penataan ruang dan pengelolaan lingkungan hidup; dan  penguatan ketahanan sosial masyarakat.
  • 48. Pengurangan Risiko Banjir 30 3.2. Kesiapsiagaan Banjir Kesiapsiagaan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. Sebagai contoh: membangun sistem peringatan dini, penyiapan jalur evakuasi bila terjadi bencana, latihan simulasi bencana. Kesiapsiagaandiri,keluargadansekolahakansangatmembantudalammengurangi dampak bencana, baik kerugian harta maupun korban jiwa, kesiapsiagaan dimulai dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Memahami potensi ancaman yang ada di daerah masing-masing. 2. Memahami penyebab atau tanda-tanda akan terjadinya bencana. 3. Memahami apa yang harus dipersiapkan dan yang harus dilakukan baik sebelum, pada saat dan sesudah bencana. 4. Di sekolah, guru dapat memberikan latihan kesiapsiagaan bencana banjir kepada siswa. 3.2.1. Tindakan sebelum terjadi banjir 1. Sebelum terjadi bencana kita harus sudah bisa memilih dan menentukan beberapa lokasi yang bisa kita jadikan sebagai tempat penampungan jika terjadi bencana. 2. Melatih diri dan anggota keluarga hal-hal yang harus dilakukan apabila terjadi bencana banjir. 3. Mendiskusikan dengan semua anggota keluarga tempat di mana anggota keluarga akan berkumpul usai bencana terjadi. 4. Mempersiapkan tas siaga bencana yang berisi keperluan yang dibutuhkan seperti: Makanan kering seperti biscuit, air minum, kotak kecil berisi obat-obatan penting, lampu senter dan baterai cadangan, Lilin dan korek api, kain sarung, satu pasang pakaian dan jas hujan, surat berharga, fotokopi tanda pengenal yang dimasukkan kantong plastik, serta nomor- nomor telepon penting. 5. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko banjir:  Buat sumur resapan bila memungkinkan.  Tanam lebih banyak pohon besar.  Membentuk kelompok masyarakat pengendali banjir.  Membangun atau menetapkan lokasi dan jalur evakuasi bila terjadi banjir.  Membangun sistem peringatan dini banjir.  Menjaga kebersihan saluran air dan limbah.  Memindahkan tempat hunian ke daerah bebas banjir atau tinggikan bangunan rumah hingga batas ketinggian banjir jika memungkinkan.  Mendukung upaya pembuatan kanal atau saluran dan bangunan.  Pengendali banjir dan lokasi evakuasi.
  • 49. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK 31  Bekerjasama dengan masyarakat di luar daerah banjir untuk menjaga daerah resapan air. 3.2.2.Tindakan Saat Terjadi Banjir 1. Jangan panik. 2. Pada saat terjadi bencana banjir, warga yang berada di daerah rawan bencana banjir diminta memantau perkembangan cuaca, bila hujan terus terjadi tidak henti-hentinya, diimbau waspada dan berhati- hati untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. 3. Pada saat dan setelah bencana terjadi, berbagai aktivitas kesehatan harus dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan para korban serta mencegah memburuknya derajat kesehatan masyarakat yang terkena bencana. Pada tahapan tanggap darurat, energi yang cukup besar biasanya dicurahkan untuk evakuasi korban. 4. Ketika melihat air datang, Jauhi secepat mungkin daerah banjir. segera selamatkan diri dengan berlari secepat mungkin menuju tempat yang tinggi. 5. Apabila kamu terjebak dalam rumah atau bangunan, raih benda yang bisa mengapung sebisanya. 6. Dengarkan jika ada informasi darurat tentang banjir. 7. Hati-hati dengan listrik. Matikan peralatan listrik/sumber listrik. 8. Selamatkan barang-barang berharga dan dokumen penting sehingga tidak rusak atau hilang terbawa banjir. 9. Pantau kondisi ketinggian air setiap saat sehingga bisa menjadi dasar untuk tindakan selanjutnya. 10. Ikut mendirikan tenda pengungsian, pembuatan dapur umum. 11. Terlibat dalam pendistribusian bantuan. 12. Mengusulkan untuk mendirikan pos kesehatan. 13. Menggunakan air bersih dengan efisien. 3.2.3.Tindakan Sesudah Terjadinya Banjir Beberapa tindakan yang dapat dilakukan sesudah terjadi bencana antara lain: 1. Pemberian bantuan misalnya tempat perlindungan darurat bagi meraka yang kehilangan tempat tinggalnya. 2. Membersihkan tempat tinggal dan lingkungan rumah. 3. Terlibat dalam kaporitisasi sumur gali. 4. Terlibat dalam perbaikan jamban dan saluran pembuangan air limbah (SPAL). 5. Pemberian bantuan yang meliputi kesehatan lingkungan, dan pemberantasan penyakit, pelayanan kesehatan serta distribusi logistik kesehatan dan bahan makanan. 6. Menjaga agar sistem pembuangan limbah dan air kotor agar tetap bekerja pada saat terjadi banjir.
  • 50. Pengurangan Risiko Banjir 32 7. Menjauhi kabel atau instalasi listrik lainnya. 8. Menghindari memasuki wilayah yang rusak kecuali dinyatakan aman misal bangunan yang rusak atau pohon yang miring. 9. Memeriksa dan menolong diri sendiri kemudian menolong orang di dekat kamu yang memerlukan bantuan. 10. Mencari anggota keluarga. 11. Jika keadaan sudah aman, masuk rumah dengan hati-hati, jangan menyalakan listrik kecuali telah dinyatakan aman. 12. Membersihkan lumpur 13. Periksa persediaan makanan dan air minum. Jangan minum air dari sumur terbuka karena sudah terkontaminasi. Makanan yang telah terkena air banjir harus dibuang karena tidak baik untuk kesehatan.
  • 51. 4.1. Identifikasi Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir Muatan Pendidikan PRB untuk siswa SMA disusun dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : 1. Kepentingan dan kemampuan peserta didik dan lingkungannya Muatan pendidikan PRB dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki peluang atau kesempatan untuk selamat dan membantu orang lain agar selamat ketika banjir terjadi. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut perlu peningkatan kompetensi/kapasitas peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan, termasuk kearifan lokal yang dimiliki masyarakat dalam lingkungan tersebut. Kegiatan pembelajaran PRB berpusat pada peserta didik. 2. Keragaman risiko bahaya dan karakteristik daerah dan lingkungan Setiap daerah memiliki risiko, kebutuhan, tantangan, dan keragaman karakteristik lingkungan. Masing-masing daerah memerlukan pendidikan PRB sesuai dengan karakteristik daerah dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum harus mengakomodir keragaman tersebut yang relevan dengan kebutuhan pendidikan PRB. 3. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat Pengembangan muatan pendidikan PRB dilakukan dengan memperhatikan karakteristik sosial budaya masyarakat setempat dan menunjang kelestarian keragaman budaya. Penghayatan dan apresiasi pada budaya setempat diperlukan, termasuk kearifan lokal yang ada. 4. Peningkatan kesadaran akan adanya risiko bencana akibat bajir Muatan pendidikan PRB dimaksudkan untuk menumbuhkembangkan kesadaran siswa akan adanya risiko bahaya banjir. Untuk itu diperlukan pengetahuan dan pemahaman terjadinya banjir, zona rawan banjir, hal-hal yang terjadi ketika dan setelah banjir. 5. Peningkatan kompetensi/kapasitas diri agar dapat mengurangi bahaya bencana yang diakibatkan banjir Pendidikan PRB dilakukan secara sistematik dan terpadu dengan pendidikan BAB IV MATERI PEMBELAJARAN PENGURANGAN RISIKO BANJIR
  • 52. Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir 34 mata pelajaran lain, untuk meningkatkan kompetensi siswa secara holistik yang memungkinkan potensi diri (afektif, kognitif, psikomotor) berkembang secaraoptimal,agarselamatketikabanjirterjadi.Sejalandenganitu, kurikulum disusun dengan memperhatikan potensi, tingkat perkembangan, minat, kecerdasan intelektual, emosional, sosial, spritual, dan kinestetik peserta didik. 6. Menyeluruh dan berkesinambungan SubstansimuatanpendidikanPRBmencakupkeseluruhandimensikompetensi yang diperlukan, dimensi kognitif, psikomotor dan afektif. 7. Belajar sepanjang hayat Pengembangan muatan pendidikan PRB diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan, dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Adapun materi pembelajaran pengurangan risiko banjir untuk setiap jenjang kelas adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Materi Pembelajaran Pengurangan Risiko Banjir NO. MATERI PEMBELAJARAN KELAS Prog IPA Prog IPS Prog Bhs I II III II IIIII III Banjir a. Pengertian Banjir, b. Jenis Banjir c. Penyebab banjir d. Banjir bandang V V V V V V V V V V V Pemanasan Global - Iklim mulai tidak stabil - Peningkatan permukaan laut - Suhu global cenderung meningkat - Gangguan Ekologis - Dampak sosial dan politik - Gas Rumah Kaca - Dampak pemanasan global bagi Indonesia - Permahaman siklus air dan pemanasan global 1. 2. Pemahaman tentang memanen hujan untuk tanggulangi kekeringan dan banjir - Metode memanen hujan dengan mempertahankan hutan - Metode memanen hujan dengan revitalisasi danau, telaga dan situ - Metode memanen hujan dengan kolam-kolam dan sumur resapan - Metode memanen hujan dengan modifikasi landsekap - Metode memanen hujan dengan kolam-kolam tando air rumah tangga 3. 4. 5. Dampak banjir - Dampak fisik - Dampak sosial - Dampak ekonomi - Dampak Lingkungan Upaya pengurangan risiko 6. Tindakan-tindakan sebelum, saat dan sesudah bencana V V VV V V V Adapun materi pembelajaran pengurangan resikorisiko banjir untuk setiap jenjang kelas adalah sebagai berikut:
  • 53. Modul Ajar Pengintegrasian Pengurangan Risiko Banjir untuk SMA/SMK/MA/MAK 35 V V V V V V V V V - Permahaman siklus air dan pemanasan global Pemahaman tentang memanen hujan untuk tanggulangi kekeringan dan banjir - Metode memanen hujan dengan mempertahankan hutan - Metode memanen hujan dengan revitalisasi danau, telaga dan situ - Metode memanen hujan dengan kolam-kolam dan sumur resapan - Metode memanen hujan dengan modifikasi landsekap - Metode memanen hujan dengan kolam-kolam tando air rumah tangga 3. 4. 5. Dampak banjir - Dampak fisik - Dampak sosial - Dampak ekonomi - Dampak Lingkungan Upaya pengurangan risiko 6. Tindakan-tindakan sebelum, saat dan sesudah bencana V V VV V V V NO. MATERI PEMBELAJARAN KELAS Prog IPA Prog IPS Prog Bhs I II III II IIIII III Banjir a. Pengertian Banjir, b. Jenis Banjir c. Penyebab banjir d. Banjir bandang V V V V V V V V V V V Pemanasan Global - Iklim mulai tidak stabil - Peningkatan permukaan laut - Suhu global cenderung meningkat - Gangguan Ekologis - Dampak sosial dan politik - Gas Rumah Kaca - Dampak pemanasan global bagi Indonesia - Permahaman siklus air dan pemanasan global 1. 2. Pemahaman tentang memanen hujan untuk tanggulangi kekeringan dan banjir - Metode memanen hujan dengan mempertahankan hutan - Metode memanen hujan dengan revitalisasi danau, telaga dan situ - Metode memanen hujan dengan kolam-kolam dan sumur resapan - Metode memanen hujan dengan modifikasi landsekap - Metode memanen hujan dengan kolam-kolam tando air rumah tangga 3. 4. 5. Dampak banjir - Dampak fisik - Dampak sosial - Dampak ekonomi - Dampak Lingkungan Upaya pengurangan risiko 6. Tindakan-tindakan sebelum, saat dan sesudah bencana V V VV V V V Adapun materi pembelajaran pengurangan resikorisiko banjir untuk setiap jenjang kelas adalah sebagai berikut: 4.2. Pemetaan Indikator Siswa Kompetensi tersebut dapat dielaborasi ke dalam indikator-indikator sebagai berikut :
  • 54. 1.Menjelaskandanmelakukantindakan praktisuntukmenghindaridan menyelematkandiridaribencana 1.1Menjelaskanpenyebabbencanadan carapencegahannya Mempraktekkantindakan pencegahan,menghindaridan menyelamatkandiridaribencana penguranganrisikobencana 2.Bekerjasamadenganteman,sekolah, organisasisetempatataupundengan masyarakatdanpemerintahdalamupaya membantupenguranganrisikobencana 2.1Mempraktekkantindakan pemeliharaanlingkungandidaerah rentanbencana 2.2Mempraktekkantindakan penguranganrisikobencanabekerja samadenganteman,sekolah, organisasisetempatataupundengan masyarakatdanpemerintah pernahterjadidanmengetahuiletakdaerahapakahcukuptinggiuntuk terhindardaribencana tindakanpraktisuntukmenghindaridan menyelamatkandiridaribencana 1.1Melakukantindakanpraktisuntuk menghindaridanmenyelamatkandiri daribencanaobatanpenting,lampusenterdanbateraicadangan,Lilindankorekapi, kainsarung,satupasangpakaiandanmasukkanjashujan,suratberharga, teleponpenting 1.Melakukantanggapdarurat rekontruksisederhana Penyelamatandiridaribencana bencana,misalnyakentongan,sirene,HP. denganberlarisecepatmungkinmenujutempatyangtinggi SKKDINDIKATORPERILAKUSISWAKELAS Tabel4.2IndikatorPrilakuSiswauntukPembelajaranPenguranganRisikoBanjir