4. Permasalahan yang muncul dalam
thaharah dan seputar alat suci
Kata thaharah berasal dari bahasa arab ارَهَطلَاyang secara
bahasa artinya kebersihan atau bersuci. Menurut syara’ ialah
suci dari hadats atau najis, dengan cara yang telah di tentukan
oleh syara’ atau menghilangkan najasah, mandi, dan
tayamum. Hakikat thaharah ialah memakai air atau tanah
atau salah satunya menurut sifat yang di syariatkan, untuk
menghilangkan najasah dan hadats.
5. Terdapat beberapa kesalahan
yang umum terjadi antara lain:
• Melafadzkan niat ketika memulai wudhu.
• Tidak memperhatikan bagaimana wudhu atau mani
yang sesuai dengan tuntunan.
• Berlebi-lebihan dalam menggunakan air, jugatermasuk
perkara yang terlarang.
• Berdzikir ketika dikamar mandi atau masuk kekamar
mandi dengan membawasesuatu yang didalamnya
terdapat dzikrullah.
6. Cara bersuci (thaharah) dalam
kondisi darurat
Ketika orang tersebut tidak mampu untuk berdiri, maka ia boleh
sholat dengan cara duduk. Begitu pula dengan bersuci. Ketika
tidak ditemukan air atau dalam keadaan tertentu orang tersebut
sakit dan tidak boleh terkena air, maka ia boleh bersuci dengan
tayammum. Tayammum ialah mengusap muka dan dua belah
tangan dengan debu yang suci dengan beberapa syarat yang
telah ditetapkan oleh syara’. Tayammum dapat menggantikan
wudhu dan mandi bagi orang yang tidak dapat menggunakan air
dengan syarat-syarat tertentu.
7. Syarat melakukan tayammum
Tidak ada air dan telah berusaha mencarinya, tetapi tidak
menemukannya.
Berhalangan menggunakan air. Misalnya karena
sakit yang apabila menggunakan air akan kambuh
sakitnya.
Telah masuk waktu sholat.
Dalam perjalanan dan sukar mendapatkan air.
Dengan debu yang suci.
8. Hal hal yang membatalkan tayammum
Sebagaimana wudhu, tayamum pun dapat batal
oleh:
Segala yang membatalkan wudhu
Ada air sebelum sholat, kecuali karena sakit
Murtad, keluar dari islam.
9. Bersuci (thaharah) dengan
memakai muzah (kaos kaki)
Ada empat syarat untuk mengusap kedua khuf
Hendaknya ketika memakai keduanya dalam
keadaan kondisi suci.
Hendaknya kedua khuf atau kaos kaki suci.
Mengusapnya untuk hadats kecil, bukan untuk
janabat atau yang mengharuskan mandi.
Hendaknya mengusapnya pada waktu yang telah
ditentukan oleh agama.
10. Permasalahan seputar hadats
besar hadats kecil dan najis
Hadast besar: hadast yang mensucikannya dengan cara
mandi junub dan juga bertayamum dengan syarat tidak
ada air.
Hadast kecil: hadast yang mensucikannya dengan cara
berwudhu atau bertayamum dengan syarat tidak ada air.
11. Hal-hal yang termasuk dalam hadast kecil :
Sesuatu yang keluar dari qubul atau dubur, meskipun
hanya angin (kentut).
Bersentuhan antara kulit laki-laki dan perempuan baligh
dan bukan muhrim.
Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan.
Tidur dalam keadaan tidak tetap
Hilang akal : mabuk, gila, atau pingsan.
12. Tatacara bersuci pada hadast kecil, hadast secara bahasa artinya
kejadian atau peristiwa. Sedangkan menurut istilah syar‘i hadast
berarti kejadian-kejadian tertentu pada diri seseorang yang
menghalangi sahnya ibadah yang dikerjakan. Jika kita
mengerjakan sholat daalm keadaan berhadast maka sholat kita
tidak sah menurut hukum syari'at islam.
13. Pengertian Najis
Najis menurut bahasa berarti kotor. Sedangkan menurut istilah
adalah segala sesuatu yang dianggap kotor menurut syara’ (Hukum
Islam). Benda atau barang yang terkena najis disebut mutanajjis.
dan benda mutanajjis bisa disucikan kembali, misalkan pakaian
yang terkena air kencing dapat disucikankan dengan cara
menyucinya. namun berbeda dengan benda najis, seperti bangkai,
kotoran manusia dan hewan tidak dapat disucikan lagi, sebab ia
tetap najis.
14. Dalam fikih najis dikelompokkan menjadi tiga :
Najis mughalladhah (najis berat) : najis yang harus dicuci
hingga tujuh kali basuhan dengan menggunakan air mutlak dan
salah satunya menggunakan debu yang suci atau air yang
dicampur dengan tanah. Contoh najis dalam kelompok
mughalladhah adalah air liur anjing.
Najis mutawassithah (najis sedang) : najis yang dicuci dengan
cara menggunakan air mutlak sampai hilang bau dan
warnanya.
Najis mukhaffafah (najis ringan) : najis yang dapat disucikan
dengan memercikkan atau menyiram air di tempat yang
terkena najis. Contohnya yaitu air kencing bayi yang belum
pernah makan apa-apa kecuali minum air susu ibu (ASI)
15. Tatacara mensucikan Najis
Sesuatu yang terkena najis mughaladhah (najis berat) seperti
dijilat anjing atau babi, wajib dibasuh 7 kali dan salah satu
diantaranya dengan air yang bercampur dengan tanah.
Sesuatu yang terkena najis mukhaffafah (najis ringan), cara
menyucikannya cukup diperciki air pada tempat yang terkena
najis tersebut.
Sesuatu yang terkena najis mutawassithah (najis sedang) dapat
disucikan dengan cara dibasuh sekali, asal sifat-sifat najisnya
(warna, bau dan rasa) itu menjadi hilang. Namun alangkah
lebih baiknya jika dibasuh sebanyak 3 kali.
Jika najis hukmiah cara menghilangkannya cukup dengan
mengalirkan air saja pada najis tadi.