SlideShare a Scribd company logo
1 of 13
Artikel Quran :
TAFSIR AL-BAQARAH AYAT : 234 (Masa Iddah Bagi Seorang Istri yang Suaminya
Meninggal Dunia)
Senin, 22 Maret 10
Pada ayat yang mulia ini Allah Ta’ala masih menjelaskan tentang masalah-masalah rumah
tangga, khususnya adalah bagi seorang istri yang suaminya meninggal dunia, apa yang harus dia
lakukan setelahnya dan berapa lama masa iddahnya. Allah Ta’ala berfirman….
َ‫ب‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ ‫ا‬ ً‫ْر‬‫ش‬َ‫ع‬َ‫و‬ ٍ‫ر‬ُ‫ه‬ْ‫ش‬َ‫أ‬ َ‫ة‬َ‫ع‬َ‫ب‬ْ‫ر‬َ‫أ‬ َّ‫ن‬ِ‫ه‬ِ‫س‬ُ‫ف‬‫ن‬َ‫أ‬ِ‫ب‬ َ‫ن‬ْ‫ص‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َ‫ت‬َ‫ي‬ ‫ا‬ً‫ج‬‫ا‬ َ‫و‬ْ‫ز‬َ‫أ‬ َ‫ون‬ُ‫ر‬َ‫ذ‬َ‫ي‬َ‫و‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬‫ن‬ِ‫م‬ َ‫ن‬ْ‫و‬َّ‫ف‬َ‫و‬َ‫ت‬ُ‫ي‬ َ‫ين‬ِ‫ذ‬َّ‫ل‬‫ا‬ َ‫و‬ِ‫ف‬ َ‫ن‬ْ‫َل‬َ‫ع‬َ‫ف‬ ‫ا‬ََِْ‫ف‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬َْْ‫َل‬َ‫ع‬ ََ‫ا‬َ‫ن‬ُ‫ج‬ َ‫ا‬َ‫ف‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬َ‫َل‬َ‫ج‬َ‫أ‬ َ‫ن‬َْْ‫َل‬
{ ُُ ُ‫ْر‬ِ‫ب‬َ‫خ‬ َ‫ون‬ُ‫َل‬ََْ‫ع‬َ‫ت‬ ‫ا‬ََِ‫ب‬ ُ‫هللا‬ َ‫و‬ ِ‫وف‬ُ‫ر‬ْ‫ع‬ََْ‫ل‬‫ا‬ِ‫ب‬ َّ‫ن‬ِ‫ه‬ِ‫س‬ُ‫ف‬‫ن‬َ‫أ‬234}
"Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri
(hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari.
Kemudian apabila telah habis iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan
mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu
perbuat ." (Al-Baqarah: 234)
Tafsir Ayat : 234
Maksudnya, apabila suami meninggal, istrinya harus tinggal dan wajib menunggu selama empat
bulan sepuluh hari. Hikmahnya adalah untuk membuktikan kehamilan pada masa empat bulan
dan awal-awal bergeraknya (janin) pada bulan yang kelima; (dan masih ada hikmah lain yang
insya Allah akan disebutkan pada ‘pelajaran dari ayat ini’, pen.). Ayat yang umum ini
dikhususkan dengan wanita-wanita yang hamil karena iddah mereka adalah melahirkan bayinya,
demikian juga hamba wanita sahaya karena iddahnya adalah setengah dari iddah wanita merdeka
yaitu dua bulan lima hari.
FirmanNya, { َ‫إ‬ِ‫ذ‬َ‫ا‬َ‫ب‬َ‫ل‬ َ‫إ‬‫ن‬ََ‫ا‬َ‫ج‬ ‫ل‬َ‫ه‬ُ‫ن‬ََّ } "Kemudian apabila telah habis iddahnya", artinya, telah selesai
masa iddahnya, { َ‫إ‬ُ‫ذ‬َُُِ‫ا‬َ‫ل‬ ‫ع‬َُّ َ‫إ‬‫ن‬‫ا‬َََّْ ‫ي‬ََ‫ا‬َُّ ‫ن‬َِْ‫ن‬‫ا‬َ‫ا‬َ‫ي‬ ََ‫ي‬َُِ‫ب‬ َ‫ن‬ََّ } "maka tiada dosa bagimu, (para wali)
membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka", artinya, untuk berhias dan memakai wangi-
wangian, { ُ‫ج‬ُْ‫م‬ِ‫ع‬‫ن‬ََْ‫ن‬ ‫ي‬ } "menurut yang patut". Maksudnya dalam bentuk yang tidak diharamkan
dan tidak pula dimakruhkan.
Ayat ini menunjukkan kewajiban ihdad, (meninggalkan bersolek) dalam masa iddah atas wanita
yang ditinggal mati suaminya dan tidak selainnya dari wanita-wanita yang diceraikan dan
ditinggalkan (suaminya), dan ini merupakan kesepakatan para ulama.
{ َ‫اع‬ُ‫ب‬َ‫م‬ َ ‫ت‬ِ‫ا‬ََ‫ن‬َْ‫و‬ ‫ي‬ََُ‫ج‬ ِ‫ر‬ َ‫م‬ } "Allah mengetahui apa yang kamu perbuat", maksudnya, mengetahui
perbuatan-perbuatan kalian secara lahiriyahnya maupun bathiniyahnya, yang tampak maupun
yang tersembunyi, maka pasti Allah akan membalasnya. Dan tentang mengarahkan firmanNya
kepada para wali dengan firmanNya, {َ‫إ‬ُ‫ذ‬َُُِ‫ا‬َ‫ل‬ ‫ع‬َُّ َ‫إ‬‫ن‬‫ا‬َََّْ ‫ي‬ََ‫ا‬َُّ ‫ن‬َِْ‫ن‬‫ا‬َ‫ا‬َ‫ي‬ ََ‫ي‬َُِ‫ب‬ َ‫ن‬ََّ } "maka tiada dosa bagimu
(para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka", merupakan dalil bahwa wali itu
memperhatikan wanita tersebut dan melarangnya dari hal-hal yang tidak boleh dilakukan, dan
memaksanya untuk melakukan yang wajib dan bahwasanya ayat ini dihadapkan untuk wali dan
menjadi tanggung jawabnya.
Pelajaran dari Ayat:
 Penjelasan mengenai masa iddah seorang istri yang suaminya meninggal dunia, yaitu
empat bulan sepuluh hari, dan di dalam sunnah (hadits) dijelaskan bahwa masa iddah
wanita hamba sahaya (budak) adalah separuhnya, yaitu dua bulan lima hari.
 Wajibnya ihdad (berkabung) bagi seorang istri yang suaminya meninggal dunia. Yaitu
dengan tidak berhias (seperti celak, lipstik, dan sejenisnya), tidak boleh memakai
wewangian, dan tidak boleh menawarkan diri untuk di khithbah (dilamar). Dan dalam
masa iddahnya tersebut hendaknya ia selalu didalam rumah suaminya yang ia dan bekas
suaminya tinggal bersama di sana, tidak keluar dari rumah itu kecuali keadaan sangat
dharurat. Hal ini berdasarkan sabda rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya,
“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk
berihdad (berkabung) atas mayyit lebih dari tiga malam kecuali atas suaminya (yang
meninggal) yaitu empat bulan sepuluh hari.” (hadits muttafaq ‘alaih).
 Wajib melakukan iddah (menunggu masa iddah) atas seorang istri yang suaminya
meninggal dunia, sesuai ayat, “(hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya
(ber'iddah)”, ayat ini adalah berbentuk khabar (informasi) yang bermakna perintah.
 Wajibnya beriddah atas seorang istri yang suaminya meninggal dunia darinya, baik istri
tersebut kecil, atau dewasa, muda atau tua. Berdasarkan keumuman ayat tersebut, istrinya
yang dewasa (tua) maka wajib berihdad (berkabung), dan bagi seorang istri yang masih
kecil (belum baligh) maka walinyalah yang menjauhkanya dari hal-hal yang dijauhi oleh
istri yang telah dewasa (ketika masa berkabung).
 Wajibnya beriddah atas seorang istri yang suaminya meninggal dunia darinya, baik dia
telah melakukan hubungan suami istri dengannya ataupun belum, berdasarkan keumuman
ayat di atas, selain itu bahwa istri telah resmi menjadi seorang istri bagi suaminya adalah
hanya dengan melakukan aqad nikah saja, berbeda dengan thalak (cerai); adapun thalak
sebelum melakukan hubungan suami istri, (dan khalwah/berdua-duaan, menurut sebagian
ulama) sejak dari awal aqad nikah maka tidak ada iddah baginya, sebagaimana ayat, “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang
beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-
kali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya....”
(QS. Al-Ahzab : 49).
 Kewajiban atas seorang wanita menunggu dirinya selama masa iddah, yaitu dengan tidak
menikah, dan tidak menawarkan diri untuk menikah.
 Bahwasanya apabila ternyata ketika suaminya wafat terbukti bahwa aqad nikah yang
mereka lakukan bathil (rusak) maka istrinya tidak beriddah dengan iddah karena
meninggalnya suaminya tersebut. Misalnya ketika suaminya wafat ternyata istriny yang
ditinggalkan tersebut adalah adiknya dari sepersusuan; karena nikah seperti itu adalah
bathil (rusak) maka ‘wujuduhu kal ‘adam’ (adanya suaminya tersebut seperti tidak
adanya), sehingga tidak beriddah denganya. Demikian menurut penjelasan Syaikh Ibnu
Utsaimin rahimahullah.
 Bahwa masa iddah seorang istri yang suaminya meninggal dunia adalah empat bulan
sepuluh hari, baik apakah ia dalam kondisi haidh, atau tidak haidh; dan dikecualikan dari
hal itu adalah bagi istri yang suaminya meninggal sedang dia dalam keadaan hamil; maka
masa iddah adalah sampai ia melahirkan, sebagaimana ayat,
{ ‫ا‬ ً‫ر‬ْ‫س‬ُ‫ي‬ ِ‫ه‬ ِ‫ر‬ْ‫م‬َ‫أ‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ ُ‫ه‬َّ‫ل‬ ‫ل‬َ‫ع‬ْ‫ج‬َ‫ي‬ َ‫هللا‬ ِ‫ق‬َّ‫ت‬َ‫ي‬ ‫ن‬َ‫م‬َ‫و‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬َ‫َل‬َْ ِ‫ح‬ َ‫ن‬ْ‫ع‬َ‫ض‬َ‫ي‬ ‫ن‬َ‫أ‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬ُ‫َل‬َ‫ج‬َ‫أ‬ ِ‫ل‬‫ا‬ََْ‫ح‬َ‫أل‬ْ‫ا‬ ُ‫ت‬َ‫ال‬ْ‫و‬ُ‫أ‬ َ‫و‬4}
“....Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai
mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah
niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath-Thalaq : 4).
Dan tidak ada masa iddah bagi seorang istri yang suaminya meninggal dunia kecuali dua
macam masa iddah tersebut.
 Hikmah Allah dengan menentukan jumlah masa iddah bagi seorang istri yang suaminya
meninggal dunia dengan empat bulan sepuluh hari, dan menyertakan hukum dengan
jumlah ini bukan dengan tiga masa quru’ (haid atau suci) sebagaimana pada umumnya
wanita-wanita yang ditalaq; karena masa terpendek yang memungkinkan bergeraknya
janin adalah empat bulan; dan ditambah sepuluh hari untuk meyakinkan; demikian kata
sebagian ahli ilmu. Akan tetapi menurut Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menilai,
“Setelah diperhatikan lebih teliti ternyata alasan tersebut terdapat kelemahan, karena
wanita yang suaminya meninggal dunia bermacam-macam, terkdang ada yang belum
digauli (berhubungan suami istri), ada yang masih kecil yang tidak memungkinkan untuk
hamil; ada pula yang sudah manopouse; maka untuk kehati-hatian dengan masa iddah
selama empat bulan sepuluh hari; mungkin pula dapat diketahui kosongnya rahim
sebelum masa ini selesai. Maka jelas sekali dengan hal ini bahwa hikmah dari hal itu
adalah sesuatu yang lain. Maka menurut hemat saya (Syaikh Ibnu Utsaimin
rahimahullah) hikmah dari masa iddah selama empat bulan sepuluh hari (Wallahu A’lam)
adalah bahwa: mereka pada masa jahiliyah ketika ada seorang istri yang suaminya
meninggal dunia masa iddahnya adalah berdiam diri selama setahun penuh setelah
meninggalnya suaminya disebuah rumah yang kecil, seperti tempat bersembunyi baginya,
dan tidak menyentuh air sama sekali selama itu; makan dan minum agar tidak mati; ia
menetap bersama keringatnya, baunya, haidhnya dan bau busuknya selama satu tahun
penuh; apabila telah sempurna hitungan setahun maka mereka mendatangkan tikus atau
burung kecil untuknya, lalu mereka berkata kepadanya, ‘gosoklah kemaluanmu
dengannya’; maka tidaklah ia menggosokkan sesuatu (yang hidup) terhadapnya kecuali ia
pasti mati, dan sangat sedikit sekali yang tidak demikan, karena baunya yang sangat
busuk. Selama setahun bisa jadi ia mendapati haidh sebanyak 12 kali sedangkan dia di
tempat itu. Kemudian jika telah sempurna satu tahun mereka juga mendatangkan
kepadanya kotoran hewan, lalu diapun mengambilnya dan melemparkannya; seolah-olah
sambil berkata, ‘seluruh apa yang saya alami selama ini adalah lebih ringan dari pada
melempar kotoran ini’; kemudian datanglah Islam dan mengganti masa satu tahun dengan
empat bulan; karena empat bulan adalah sepertiga dari setahun, sedangkan sepuluh hari
adalah sepertiga dari satu bulan; dan sepertiga itu banyak; maka dijadikan masa iddah itu
dari setahun dengan sepertiganya, dari satu bulan dengan sepertiganya. Maka apabila
hikamh ini terbukti maka demikianlah yang dikehendaki oleh Allah, dan ini merupakan
karunia Allah; dan apabila ternyata tidak terbukti, maka kita katakan, ‘Allah lebih tahu
dari apa yang Dia kehendaki’; dan hal ini seperti halnya ibadah-ibadah lain yang
memiliki jumlah bilangan yang kita tidak mengetahui hikmahnya”.
 Bahwa apabila masa iddah telah selesai maka boleh bagi wanita tersebut melakukan hal-
hal yang ma’ruf (menurut yang patut bagi wanita pada umumnya) seperti berhias, keluar
rumah, dan yang lainnya, sebagaimana ayat, “Kemudian apabila telah habis iddahnya,
maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka
menurut yang patut...”.
 Bahwa para wali adalah bertanggung jawab terhadap wanita atau siapa saja yang berada
dibawah perwaliannya; sebagaimana ayat, “...maka tiada dosa bagimu (para wali)....”,
ayat ini terdapat isyarat bahwa bagi kaum laki-laki ada hak perwalian (penguasaan) atas
kaum wanita; maka mereka bertanggung jawab atas para wanita yang dibawah
penguasaannya.
 Dianggapnya ‘urf (suatu kebiasaan yang patut dimasyarakat) dalam hukum; sebagaimana
ayat di atas, selama tidak menyelisihi syariat, jika menyelisihi syari’at maka ‘urf tidak
lagi dianggap.
 Penetapan Ilmu (pengetahuan) Allah ‘Azza wajalla terhadap hal-hal yang nampak dan
yang tersembunyi, sebagaimana ayat, { َ‫اع‬ُ‫ب‬َ‫م‬ َ ‫ت‬ِ‫ا‬ََ‫ن‬َْ‫و‬ ‫ي‬ََُ‫ج‬ ِ‫ر‬ َ‫م‬ } "Allah mengetahui apa yang
kamu perbuat", kalimat ‘Khabiir’ adalah mengetahui perkara-perkara yang tersembunyi;
maka siapa yang mengetahui perkara-perkara yang tersembunnyi maka lebih-lebih
perkara-perkara yang nampak.
 Peringatan dan ancaman dari menyelisihi hukum tersebut di atas; firmanNya { ‫ي‬ََُ‫ج‬ ِ‫ر‬ َ‫م‬
َ‫اع‬ُ‫ب‬َ‫م‬ َ ‫ت‬ِ‫ا‬ََ‫ن‬َْ‫و‬ } "Allah mengetahui apa yang kamu perbuat", maknanya jauhilah dari
menyelisihinya karena sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu lakukan.
Wallahu A’lam
Dikumpulkan oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim
Sumber :
1. Aisar Tafasir oleh Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Maktabah al-Ulum wa al-Hikmah
2. Tafsir al-Quran al-Karim oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, Dar Ibnul Jauzi.
3. Taisir al-Karim ar-Rahman (tafsir as-Sa’di)
Kamis, 15 Maret 2012
AL BAQARAH 234-238
Kembali ke Daftar Surah Kembali ke Daftar Surah Al-
Baqarah
TAFSIR DEPAG RI : QS 002 - AL BAQARAH 234
http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002-al-baqarah/666-tafsir-depag-ri-qs-002-al-baqarah-234.html
َ‫لإ‬ُ‫ذ‬َ ‫ل‬ َ‫م‬ َ ‫ن‬‫ت‬ََّ َ‫ت‬َ‫ن‬ِ‫ل‬ ‫ن‬َِْ‫ن‬ُُْ َ ‫م‬ََِ‫ذ‬َ‫ل‬َ‫م‬ ‫ي‬َ‫لب‬ َ‫م‬ ‫ن‬‫ج‬َ‫ل‬ َ‫إ‬‫ن‬‫ر‬َ‫ج‬َ‫ع‬َ‫ن‬َ‫ل‬ َ‫إ‬ُ‫ذ‬َُُِ‫ن‬‫ا‬َ‫ن‬ُ‫ج‬ َ‫ر‬ََْ‫ج‬‫ن‬ََ‫ل‬ َ‫ع‬ِ‫ذ‬‫ن‬‫ر‬َ‫ل‬ ‫ل‬ َ‫نع‬‫ش‬َ‫ي‬َ‫م‬ ‫ل‬َ‫ه‬ُ‫ن‬ََّ َ‫إ‬‫ن‬ََ‫ا‬َ‫ج‬ َ‫إ‬ِ‫ذ‬َ‫ا‬َ‫ب‬َ‫ل‬ َ‫ن‬ََّ ََ‫ي‬َُِ‫ب‬ ‫ن‬َِْ‫ن‬‫ا‬َ‫ا‬َ‫ي‬
‫ي‬ََ‫ا‬َُّ َ‫إ‬‫ن‬‫ا‬َََّْ ‫ع‬َُّ َ‫إ‬ُ‫ذ‬َُُِ‫ن‬‫ا‬َ‫ل‬ ُْ‫م‬ِ‫ع‬‫ن‬ََْ‫ن‬ ‫ي‬ُ‫ج‬ ِ َ‫لَلل‬ َ‫م‬ ‫ي‬ََُ‫ج‬ َ ‫ت‬ِ‫ا‬ََ‫ن‬َْ‫و‬ َ‫اع‬ُ‫ب‬َ‫م‬
Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa wanita yang mati suaminya harus menahan diri (beridah) selama satu
tahun. Juga walaupun ayat ini kelihatannya umum (mencakup semua wanita yang ditinggal mati oleh
suaminya) namun ia mempunyai pengertian khusus yaitu yang tidak dalam keadaan mengandung. Sebab
untuk wanita hamil, Allah telah memberikan hukum yang lain pada ayat yang lain. Hal ini akan dijelaskan lebih
lanjut dalam tafsir ayat 240.
Idah perempuan yang mati suaminya empat bulan sepuluh hari. Selama masa itu ia tidak boleh berhias -hias
mempersiapkan diri menerima pinangan atau memberi janji untuk menerima pinangan. Demikian juga ia tidak
boleh keluar rumah kecuali karena hal-hal yang dibolehkan oleh agama. Karena selain masa itu untuk
mengetahui kebersihan rahimnya (hamil atau tidak hamil), juga digunakan sebagai masa berkabung. Manakala
ia tidak hamil maka ia wajib berkabung menghormati tali hubungan suami istri baik terhadap mendiang suami
maupun terhadap keluarga suaminya. Ia harus berkabung selama ia dalam idah. Setelah habis masa empat
bulan sepuluh hari tersebut dibolehkan membuat segala sesuatu tentang dirinya menurut cara yang wajar,
umpamanya menerima pinangan dan keluar rumah dan perbuatan lain yang tidak bertentangan dengan
agama.
Allah mengetahui segala apa yang dikerjakan oleh manusia. Ayat ini menegaskan bahwa mengenai masa
berkabung ini Islam memberikan jalan sebaik-baiknya yang sesuai dengan kebutuhan manusia. Wanita-wanita
pada masa jahiliah melakukan masa berkabung selama satu tahun penuh dan tidak boleh memakai perhiasan,
tidak boleh memakan makanan yang enak dan tidak boleh pula memperlihatkan diri di muka umum. Bahkan
pada sebahagian kelompok masyarakat kaum wanita yang menjalani masa berkabung ini harus melakukan
hal-hal yang jauh lebih berat dari apa yang dilakukan oleh orang di masa jahiliah seperti terus-menerus
menangis dan meratap. Tidak boleh mengurus dirinya dan lain sebagainya. Ada pula yang melakukan masa
berkabung ini bukannya karena kematian suaminya saja karena kematian anak pun mereka berkabung secara
demikian. Maka tepatlah apa yang diatur oleh Islam bahwa masa berkabung untuk wanita yang kematian
suami tidak boleh lebih dari empat bulan sepuluh hari dan untuk kematian famili lainnya tidak boleh lebih dari
tiga hari.
Penyimpangan dari ketentuan ini harus dihindari karena Allah Maha Mengetahui segala apa yang dikerjakan
oleh manusia.
Tafsir Depag RI QS 002 : Al Baqarah 235
http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002-al-baqarah/665-tafsir-depag-ri-qs-002-al-baqarah-235.html
‫ن‬َِْ‫ن‬‫ا‬َ‫ا‬َ‫ي‬ ََ‫ي‬َُِ‫ب‬ َ‫م‬ َ‫م‬ َ‫إ‬ِ‫ذ‬َ‫ا‬‫م‬ِ‫ِع‬‫ض‬‫ن‬‫ذ‬َ‫ن‬َ ‫ن‬ََِْ‫ا‬َ‫ل‬ ِ َ‫لَلل‬ ََُ‫ا‬َ‫ي‬ ‫ن‬ََُُِِْ‫ن‬‫ا‬َ‫ل‬ ‫ع‬َُّ ‫ن‬َِ‫ن‬‫ن‬َُُ‫ن‬‫ض‬َ‫ل‬ ‫ن‬‫م‬َ‫ل‬ ُ‫يس‬َُ‫م‬ُُ ‫ل‬ ُ‫ر‬َ‫ب‬‫ن‬‫َّلل‬ ُ‫م‬ ‫ن‬‫إ‬ُْ ُ‫م‬ُ‫ج‬ ‫ن‬َِ‫ن‬‫ن‬‫ك‬َ‫َع‬‫ي‬ ‫ي‬ََ‫ا‬َُّ ‫ل‬َ‫ع‬ُ َ‫إ‬ِ‫ ا‬‫ِم‬‫و‬ُ‫ي‬‫ل‬ َ‫ت‬ِ‫و‬ َ‫م‬ ‫ن‬‫إ‬َُْ َ‫م‬
ِ‫ا‬‫ن‬‫ب‬َ‫ل‬ َْ‫ن‬َ‫ق‬ َُ‫َي‬ْ‫م‬ُُ ‫ل‬ َ َ‫و‬‫ن‬ِْ‫ي‬ ‫تل‬ِْ َُ‫ن‬َْ‫و‬ َ‫م‬ َ‫م‬ ‫ي‬ََّ‫م‬ِ‫نع‬َْْ َ‫م‬ ‫ن‬‫ت‬َ ‫تل‬ِ ‫ت‬َِْ‫و‬ ‫ن‬ َ‫ل‬ َ‫م‬ُُ ِ ‫م‬ََِ‫ذ‬‫ن‬‫ق‬‫ي‬ََّ ‫ن‬ََُُِِْ‫ن‬‫ا‬َ‫ل‬ ‫ع‬َُّ ‫ي‬َْ ََِ‫ا‬‫ن‬َْ‫ل‬ َ َ‫لَلل‬ َ َ‫ل‬ ‫تل‬ََِ‫ا‬‫ن‬‫ي‬‫ل‬ َ‫م‬ ِ‫م‬َ‫ا‬َ‫ب‬َ‫ل‬ َِ‫ي‬َ‫ن‬ُْ‫ن‬ ‫ل‬ َ
ََ‫ا‬ُ‫ا‬َ‫ق‬ ََ‫ت‬َََِّ َ َ‫لَلل‬ َ َ‫ل‬ ‫تل‬ََِ‫ا‬‫ن‬‫ي‬‫ل‬ َ‫م‬
Dalam ayat ini dijelaskan bahwa seorang laki-laki boleh mengucapkan kata-kata sindiran
untuk meminang wanita yang masih berada dalam masa idahnya, baik idah karena kematian
suami, maupun idah karena talak bain. Tetapi hal itu sama sekali tidak dibenarkan bila
wanita itu berada dalam masa idah dari talak raj`i.
Kata-kata yang menggambarkan bawah si lelaki itu mempunyai maksud untuk
mengawininya bila telah selesai idahnya. Umpamanya si lelaki itu berkata, "Saya senang
sekali bila mempunyai istri yang memiliki sifat-sifat seperti engkau."Atau ungkapan lainnya
yang tidak mengarah pada berterus-terang. Sementara itu Allah melarang bila seorang laki-
laki mengadakan janji akan kawin atau membujuknya untuk kawin secara sembunyi-
sembunyi atau mengadakan pertemuan rahasia. Hal maa tidak dibenarkan karena
dikhawatirkan terjadinya fitnah.
Allah tidak melarang seorang laki-laki meminang perempuan yang masih dalam masa idah
talak bain, jika pinangan itu dilakukan secara sindiran, atau masih dalam rencana karena
Allah mengetahui bahwa manusia tidak selalu dapat menyembunyikan isi hatinya. Allah
menghendaki pinangan tersebut tidak dilakukan secara terang-terangan tetapi hendaknya
dengan kata-kata kiasan yang merupakan pendahuluan, dilanjutkan nanti dalam bentuk
pinangan resmi ketika perempuan tersebut telah habis idahnya. Pinangan dengan sindrian itu
tidak boleh dilakukan terhadap perempuan yang masih dalam idah talak raj`i karena masih
ada kemungkinan perempuan itu akan kembali kepada suaminya semula.
Cara seperti itu dikehendaki supaya perasaan wanita yang sedang berkabung itu tidak
tersinggung juga untuk menghindarkan reaksi jelek dari keluarga bekas suami dan dari
masyarakat umum. Karenanya Allah melarang melangsungkan akad nikah dengan wanita
yang masih dalam idah. Suatu larangan yang haramnya adalah haram qath`i dan
membatalkan akad nikah tersebut. Allah mengancam orang-orang yang menentang ketentuan
ini dan Allah Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati sanubari manusia. Namun
demikian Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang kepada orang-orang yang segera
bertobat.
TAFSIR DEPAG RI : QS 002 - AL BAQARAH 136
http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002-al-baqarah/1056-tafsir-depag-ri--qs-002-al-baqarah-136.html
‫ق‬ُ‫و‬ ‫ل‬ُ‫و‬‫ا‬‫َقآ‬َُُّ ‫ق‬‫ل‬ ‫ا‬‫ََّلل‬‫ل‬ ‫َق‬‫ا‬‫ا‬َُّ‫نقأ‬ ِ َ ‫ق‬ُ‫ل‬ ْ‫و‬َُ ُ ‫ق‬ُ‫ا‬َُُ‫و‬ْ‫ل‬ُِ ‫ق‬ُ‫و‬ ‫ل‬‫ى‬ََُّ‫و‬ْ‫ل‬ُِ ‫ق‬ُ‫م‬ ‫ل‬‫و‬‫ن‬ُِ‫و‬ ‫ل‬ِ‫عق‬ُِ‫ل‬ِ‫ق‬ُ‫و‬ ‫ل‬ُ‫و‬‫ا‬‫َقآ‬َُُّ ‫َق‬ُ‫ا‬‫و‬ ُِ‫ل‬ِ
‫َق‬‫ا‬ُُُ‫آ‬‫َُق‬‫و‬ ُ ‫ق‬‫ا‬َ‫ل‬ُُِ‫قا‬ َُ‫ق‬‫و‬‫م‬‫ل‬‫س‬َ‫ل‬ ُِ‫ق‬ ‫َو‬‫ل‬َّ‫َُق‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ا‬‫ا‬ِ‫قن‬َُ‫ل‬‫ا‬ ‫َقآ‬َُُّ ‫عق‬ُْ ‫ل‬‫ى‬ُ ‫عق‬ُْ َّ‫ق‬َُ‫ل‬‫ا‬ ‫َقآ‬َُُّ ‫ق‬‫ل‬‫َي‬ُ ‫و‬ُْ ‫و‬َ‫ن‬ُ
‫َُق‬ َّ‫ل‬ْ‫و‬َّْ‫ق‬ُِْ‫ق‬َ‫و‬ُُ‫ا‬ُ ‫ق‬‫و‬‫م‬‫س‬‫و‬‫ا‬‫ل‬َّ
Katakanlah (hai orang-orang mukmin): `Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami,
dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yaqub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan
kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda-
bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya`.(QS. 2:136)
Ayat ini memberi petunjuk cara mengemukakan bantahan dan dalil-dalil dalam bertukar pikiran, yaitu dengan
membandingkan antara azas suatu agama dengan agama lain dan sebagainya.
"Al-Asbat" ialah anak cucu nabi Yakub a.s. Yang dimaksud dengan beriman kepada nabi-nabi yang tersebut di
atas ialah beriman bahwa nabi-nabi itu adalah nabi Allah, dan telah diperintahkan mengajak orang-orang di
masanya beriman kepada Allah swt. Prinsip-prinsip pokok agama yang dibawa oleh nabi itu adalah sama, yaitu
ketauhidan.
Perkataan "kami tunduk patuh kepada-Nya" merupakan sindiran yang tajam yang ditujukan kepada orang-
orang Yahudi, Nasrani dan orang-orang musyrik Mekah. Karena mereka mengatakan dan mengakui diri
mereka pengikut Ibrahim as sedang Ibrahim a.s. tidak mensekutukan Allah, sebagai yang telah mereka
lakukan.
TAFSIR DEPAG RI : QS 002 - AL BAQARAH 137
http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002-al-baqarah/1055-tafsir-depag-ri--qs-002-al-baqarah-137.html
‫َف‬‫إ‬ِ‫ن‬ْ ‫آ‬‫م‬َ‫ن‬ُ‫ن‬‫ا‬ ‫آ‬‫إ‬ ‫م‬ِ‫آف‬‫إ‬ِ‫إ‬‫م‬‫ن‬‫ا‬ ‫ن‬‫م‬‫م‬‫ا‬‫ن‬ ‫ن‬‫م‬‫ن‬‫ا‬‫آ‬ِ‫ه‬ِ‫ن‬‫ف‬‫ن‬‫ق‬‫دآ‬‫ن‬‫ا‬‫آ‬‫م‬ِ‫إ‬َ‫ِآ‬‫ن‬ْ‫م‬ِ‫ن‬ُ‫ن‬‫ا‬‫فآ‬ ‫م‬َ‫م‬‫و‬ ‫ن‬َ‫ن‬‫و‬‫آ‬ ‫م‬َ‫ن‬َ ‫ن‬َ‫فآ‬ ‫م‬َ‫ن‬ ‫ن‬‫و‬‫م‬َ‫آف‬‫ن‬ ‫ن‬‫ف‬‫ن‬‫ا‬‫آ‬‫ن‬‫ق‬‫ن‬ ‫آ‬‫م‬ِ‫إ‬‫و‬‫م‬ِ‫ن‬ْ ‫ِآ‬‫ن‬ْ‫آ‬‫ن‬ُ‫م‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ن‬
‫آ‬‫إ‬ِ ‫ن‬َ‫ن‬‫ا‬‫م‬‫آفو‬‫إ‬‫ي‬ ‫ن‬ْ‫م‬‫م‬‫آفو‬ ‫ن‬َ‫إ‬َ ‫ن‬َ
Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya sungguh mereka telah mendapat
petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka
Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS.
2:137)
Dari ayat ini dapat dipahami bahwa pengakuan iman ahli Kitab berbeda dengan pengakuan iman kaum
muslimin. Ahli Kitab hanya beriman kepada nabi-nabi yang diutus kepada mereka saja, tidak beriman kepada
nabi-nabi Allah yang lain. Iman mereka dipengaruhi oleh hawa nafsu mereka sendiri. Karena itu mereka berani
menambah, dan mengurangi agama Allah. Orang-orang yang beriman dan mengikuti hawa nafsu mereka
adalah orang-orang yang berada dalam permusuhan dengan kaum muslimin.
Dari perkataan "sesungguhnya berada dalam permusuhan dengan kamu" dapat dipahami bahwa di dalam ahli
Kitab ada perasaan tidak menyukai Rasulullah saw. itu bukan karena mereka tidak menyukai agama yang
dibawa Nabi Muhammad saw. tetapi karena rasul terakhir itu tidak diangkat dari golongan mereka.
Perkataan "Allah akan memelihara kamu dari mereka" merupakan janji Allah kepada Muhammad saw. dan
kaum muslimin bahwa Allah swt. pasti akan memelihara mereka dan pasti akan memenangkan mereka dalam
perjuangan menegakkan agama Allah.
TAFSIR DEPAG RI : QS 002 - AL BAQARAH 138
http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002-al-baqarah/1054-tafsir-depag-ri-qs-002-al-baqarah-138.html
‫آ‬‫ن‬َ‫آ‬‫غ‬َ‫ن‬َ‫م‬ ‫ن‬‫آه‬‫ن‬ ‫م‬ِ‫آف‬‫ن‬َ‫ن‬ْ‫آ‬‫إ‬َ‫ن‬‫م‬‫م‬ُ‫ن‬‫م‬‫آ‬ ‫م‬َ‫ن‬ْ‫ن‬َ‫آ‬‫ن‬ ‫م‬ِ‫آف‬‫ن‬َ‫ن‬َ‫م‬ ‫ن‬‫آه‬‫ن‬ََ‫إ‬ ‫ن‬ ِ‫ن‬ُ‫إآ‬‫ق‬‫ن‬‫و‬‫آ‬‫إ‬َ‫م‬ُ‫ن‬ِ
Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami
menyembah.(QS. 2:138)
Ayat ini menegaskan bahwa iman yang sebenarnya ialah iman yang tidak dicampuri oleh unsur-unsur syirik.
Berkata Ibnu Jarir: "Sesungguhnya orang-orang Nasrani bila dilahirkan untuk mereka seorang anak, maka
mereka datang kepada pendeta pada hari yang ketujuh, mereka memandikannya dengan air yang disebut "Al-
Ma'mudi" untuk membaptisnya. Mereka mengatakan, "Ini adalah kesucian pengganti khitan." Maka apabila
mereka telah mengerjakannya jadilah anak itu seorang Nasrani yang sebenarnya. Maka Allah menurunkan
ayat ini.
"Sibgah Allah" berarti "celupan Allah." Maksudnya ialah iman kepada Allah yang tidak disertai sedikit pun
dengan kemusyrikan. Hal ini ditegaskan oleh perkataan "dan hanya kepada-Nyalah kami menyembah" tidak
kepada yang lain.
Hal ini ditegaskan oleh firman Allah swt.:
‫آ‬‫ن‬‫ِأ‬‫م‬ِ‫آفو‬‫ن‬َ‫ن‬ْ‫ن‬‫ا‬‫دآ‬‫ن‬‫و‬‫م‬‫آفو‬‫ن‬ ‫م‬ِ‫نآف‬َ ‫ن‬َ‫م‬ْ‫ن‬‫ا‬‫ِآ‬‫غ‬‫م‬ ‫ن‬ِ‫ن‬ُ‫آ‬‫ن‬َ ِ ‫ن‬ َ‫ن‬‫و‬‫نآ‬ ‫ن‬‫م‬‫م‬َ ‫ن‬َ‫آ‬‫م‬ِ‫ن‬َّ‫ن‬‫س‬‫ن‬‫ا‬ ‫آ‬‫ن‬ََ‫إ‬ْ‫ن‬َ‫م‬‫ا‬‫ن‬ ‫آ‬ ‫ن‬َ‫آ‬ ‫ن‬‫ِأ‬‫م‬ِ‫آفو‬‫ن‬َ‫ن‬‫ا‬‫م‬‫ا‬‫ن‬‫آم‬‫م‬َ ‫ن‬‫ا‬‫ن‬‫و‬ ‫ن‬َ‫آ‬‫إ‬ِِ‫ن‬ ‫ن‬‫ف‬‫م‬‫آفو‬‫إ‬َ ِ ‫ن‬ ‫نآفو‬ ‫ن‬‫و‬‫ن‬َ‫آ‬‫ن‬ ‫م‬ِ‫آف‬‫ن‬‫ه‬‫م‬َ‫ن‬‫ر‬‫ن‬‫و‬‫نآ‬ُ ‫ن‬ ‫م‬‫ن‬‫و‬‫آ‬ ‫ن‬َ‫ِآ‬‫ن‬‫م‬‫م‬ ‫ن‬َ‫ن‬ُ
Artinya:
Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah; (itulah) agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S Ar Rum: 30)
Ayat ini menerangkan bahwa dalam menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan agama haruslah
digunakan kaidah-kaidah atau dalil-dalil agama, tidak boleh didasarkan kepada hawa nafsu dan keinginan
manusia.
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa manusia tidak dapat menghapus atau membersihkan dosa manusia
yang lain, atau menerima taubatnya seperti yang dilakukan orang-orang Nasrani dengan membaptis anak-
anak mereka. Yang membersihkan dan menghapus dosa seseorang ialah usaha orang itu sendiri sesuai
dengan petunjuk Allah, dan hanya Allah saja yang dapat menerima taubat seseorang
Minggu, 10 April 2011
Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 234
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seperti yang diketahui bahwasanya syariat islam telah mengatur sebagai persoalaan umat
islam terutama dalam masalah fiqiyah baik dalam segi beribadah maupun dalam segi
muamalah salah satunya adalah iddah .
Iddah sendiri memiliki beberapa pembagian yaitu iddah talak, iddah wafat, dan lain
sebagainya
Iddah menurut sarbini khatib adalah nama masa menuggu bagi seorang perempuan untuk
mengetahui kekosongan rahimnya, atau karena sedih atas meninggalnya suaminya. Dari
situlah dapat diambil kesimpulan bahwasanya iddah diperintahkan oleh allah untuk
kemaslahatan umat islam sendiri ya’ni agar tidak tercampur nasab antara satu dengan yang
lainya.
Tapi kenyataannya iddah sudah tidak begtu popular buktinya disana-sini masih banyak kaum
wanita yang baru di tinggal suaminya baik meninggal atau tidak yang keluar semunya sendiri
tanpa memperdulikan bahwa dirinya dalam keadaan iddah.
Oleh karena itu untuk lebih jelasnya tentang masalah iddah akan dipaparkan pada makalah
ini.
B. Rumusan Masalah.
1.apa maksud tafsir surt al-baqarah ayat 234 ?
2. Apa kandungan hukum yang terdapat pada surat al-baqarah ayat 234 ?
3. hikmah tasyri’ ?
BAB II
PEMABAHASAN
A. Arti Surat Al-Baqarah Ayat:234
Orang yang meninggal dunia diantaramu dan meninggalkan istri-istri,maka hendaklah
mereka(para istri) itu menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari.kemudian
apabila mereka itu telah sampai batas masa iddahnya,maka tidak ada dosa atas kamu(para
wali) membiarkan mereka berbuat atas diri mereka,menurut yang patut,dan allah
mengetahui apa yang kamu perbuat(QS.al-Baqarah/2:234)
B. Tafsir Ayat
1.ungkapan yang digunakan untuk kematian seseorang ialah “tuwuffia”yang artinya
diwafatkan,atau yang sama dengan itu adalah “mutawaffa”yang artinya orang yang
diwafatkan, bukan “mutawaffi” yang artinya mematikan, karena orang dahulu pernah
menyebt orang yang meninggal dengan tuwuffi.
2 .kata”zauj”terpaki untuk pria dan wanita(suami istri) sedang arti asalnya adalah bilangan
double.dan di pakai untuk suami dan istri karena hakekatnya mereka berdua adalah dua
insane yang terpadu,sehingga seol;ah-olah menjadi satu.
3.ibnu jarir ath-Tabari meriwayatkan dari ummu salmah r.a bahwa Nabi saw pernah
bersabda kepada seorang perempuan yang ditinggl mati suaminya ,yang menjelaskan bahwa
masa iddahnya perempuan itu adalah empat bulan serpuluh hari.
4.Hikmh dibatasinya iddah istri yang ditinggalmati suaminya dengan empat bulan sepuluh
hari,yang bertujuan agar diketahui”baraatur rahim”(kebersihan rahim).
C. Kandungan Hukum
1. Apakah Ayat ini bias dijadikan nasikh ayat yang menerangkan tentang iddah
setahun itu?
Jumhur ulama’ berpendapat :bahwa ayat ini adalah nasikh bagi ayat al-Qur’an surat al-
Baqarah:240 yang menjelaskan iddah wafat Selama setahun penuh yang kemudian
dimansukh dengan empat bulan sepuluh hari.
Sebagian berpendapat:tidak ada satupun ayat-ayat al-Qur’an yang mansukh(terhapus).maka
ayat tersebut hanya sebagai pengurangan dari setahun,dan yang demikian ini bukanlah
nasikh-mansukh namanya tetapi suatu keringanan .
Al-Qurtubi berkata :pendapat kedua ini keliru sekali ,dan beliau berpendapat bahwa iddah
empat bulan sepuluh hari adalah penghapus bagi iddah setahun.
2. Iddah perempuan hamil yang ditnggal mati suaminya.
Menurut jumhur iddah nya sampai melahirkan,karena berpegang pada firman Allah swt.
surat ath-Thalaq ayat:4,yang menjelaskan tentang batas iddah orang hamil itu sampai
melahirkan .dan ayat ini sekaligus mentakhsish keumuman surat al-Baqarahayat 234.
Menurut Ali ibnu abbas r.a ada dua masa iddah orang yang hamil yakni jika hamil tua dan
melahirkan anak sebelum habis masa 4 bulan 10 hari,maka iddahnya 4 bulan 10 hari.tapi jika
hamil muda dan masa 4 bulan 10hari telah lewat dan dia belum melahirkan maka masa
iddahnya sampai dia melahirkan .dengan kata lain beliau mengamalkan beliau mengamalkan
kedua ayat tadi dan beliau berpendapat bahwa dalam hal ini ijma’(kompromi)itu lebih tepat
dari pada memilih salah satu.
Dalam hal ini al-Qurtubi mengatakan ini adalah suatu pandangan yang jitu seandainya tidak
ada hadis Sabiah al-Aslamiah.dan itulah yang benar
Alasan Jumhur
-. Penegasan surat ath-Thalaq ayat 4 diatas
-. Hadis Sabi’ah Al-Islamiah yang diriwayatkan oleh Bukhari ,Muslim,nasai dan Abu
daud.yang menjelaskan bahwa Sabiah sudah halal menikah setelah melahirkan.
Ibnu abdil bar berkata : diriwayatkan bahwa ibnu abbas telahpendapatnya itu setelah hadis
itu dihadapkan kepadanya.
Kata al-Qurtubi:hadis tersebut menjelaskan bahwaayat 4 surat ath-Talaq itu berlku umum
untuk semua wanita yang dithalaq,termasuk Karen ditinggal mati suminya.
3. Apa yang dimaksud dengan berkabung dan berapa lama masa berkabung perempuan
atas suaminya.
Syariat islam mewajibkan perempuan yang ditinggal mati suaminya selama masa iddah(4
bulan 10 hari) dan untuk keluarga mayit diperkenankan(bukan wajib) berkabung selama tiga
hari,lebih dari itu hukumnya haram.
Demikianlah keterangan dari hadis yang diriwayatkan oleh Zainab binti ummu salamah.
“Berkabung”ialah:tidak berhias,tidak memakai wangi-wangian,tidak bercelak,tidak
menampakkan diri untuk dsipinang orang yang berlaku bagi seorang istri yang ditinggal mati
suaminya,sebagai penghormatan pada suami dan rasa berduka cita atas meninggalnya suami.
4. Untuk apa iddah itu. ?
Para ulama menganalisa beberapa tujuan iddah adalah sebagai berikut:
a) Untuk mengetahui bara’atur rahim,sehingga tidak terjadi percampuran nasab antara
satu dengan lainnya.
b) Sebagai suatu ibadah dalam rangka melaksanakan perintah Allah terhadap muslimah-
muslimah
c) Menunjukkan rasa duka hati atas kematian seorang suami sebagai tanda atas kelebihan
dan kebaikan suami.
d) Memberi kesempatan suami-istri yang bercerai untuk mengembalikan hidup
baru,dengan jalan ruju’.
e) sebagaipujian atas kebesaran persoalan pernikahan.
D. Hikmah Tasyri’
Allah mewajibkan iddah bagi prempuan muslimah demi melindungi kehormatan keluarga
serta menjaga dari perpecahan dan percampuran nasab.
Memperbaiki kebiasaan orang-orang jahiliah dalamdalam masa berkabung dan menjadikan
berkabung sebagai lambing kebersihan bukan kekotoran dan yang aslinya selama satu tahun
menjad 4 bulan 10 hari.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tafsir Ayat :
1. Ungkapan yang digunakan untuk kematian seseorang ialah “tuwuffia”yang artinya
diwafatkan
2. Kata”zauj”terpaki untuk pria dan wanita(suami istri) sedang arti asalnya adalah bilangan
double
3. Hadis yang menjelaskan tentang iddah wanita yang ditinggal mati suaminya adalah empat
bulan serpuluh hari.
4. Hikmah dibatasinya iddah istri yaitu agar diketahui”baraatur rahim
Kandungan Hukum
1.ayat ini adalah nasikh bagi ayat al-Qur’an surat al-Baqarah:240.
2. iddah wanita hamil yang di tinggal suaminya adalah sampai ia melahirkan
3. Berkabung”ialah:tidak berhias,tidak memakai wangi-wangian,tidak bercelak,tidak
menampakkan diri untuk dsipinang orang yang berlaku bagi seorang istri yang ditinggal
mati suaminya
4. tujuan iddah antara lain mengethui bara’atur rahim, taabud kepada Allah, rasa
berkabung, kesempatan untuk rujuk kembal penghormatan tali perkawinan.
Hikmah Tasyri’
yaitu demi menjaga kehormatan keluarga serta menjaga dari perpecahan dan
percampuran nasab.
B. Saran
Dengan selesainya makalah ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang ikut andil dalam penulisan makalah ini. Tak lupa kami menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik
yang membangun selalu kami tunggu dan kami perhatikan.
DAFTAR PUSTAKA
Ali As Shobini Muhammad, 2001. Tafsir Ayatul Ahkam. Jakarta : Darul Khutub.

More Related Content

What's hot (20)

Fikih - Talaq, Khuluk, Fasakh, Iddah dan Rujuk
Fikih - Talaq, Khuluk, Fasakh, Iddah dan RujukFikih - Talaq, Khuluk, Fasakh, Iddah dan Rujuk
Fikih - Talaq, Khuluk, Fasakh, Iddah dan Rujuk
 
Pengertian talak
Pengertian talakPengertian talak
Pengertian talak
 
Talak & Rujuk
Talak & RujukTalak & Rujuk
Talak & Rujuk
 
Thalaq
ThalaqThalaq
Thalaq
 
Syariah pembubaran perkahwinan..
Syariah pembubaran perkahwinan..Syariah pembubaran perkahwinan..
Syariah pembubaran perkahwinan..
 
Munakahat, talaq.
Munakahat, talaq.Munakahat, talaq.
Munakahat, talaq.
 
khulu dan fasakh
khulu dan fasakhkhulu dan fasakh
khulu dan fasakh
 
Munakahat, khuluq (tebus talaq).
Munakahat, khuluq (tebus talaq).Munakahat, khuluq (tebus talaq).
Munakahat, khuluq (tebus talaq).
 
RUJUK
RUJUKRUJUK
RUJUK
 
Talak
TalakTalak
Talak
 
Fasakh kel. 3
Fasakh kel. 3Fasakh kel. 3
Fasakh kel. 3
 
Fiqih - perceraian
Fiqih - perceraianFiqih - perceraian
Fiqih - perceraian
 
BAB RUJUK
BAB RUJUK BAB RUJUK
BAB RUJUK
 
Talak
TalakTalak
Talak
 
Ppt pernikahan dalam_islam
Ppt pernikahan dalam_islamPpt pernikahan dalam_islam
Ppt pernikahan dalam_islam
 
Nikah, talaq, cerai, & rujuk
Nikah, talaq, cerai, & rujukNikah, talaq, cerai, & rujuk
Nikah, talaq, cerai, & rujuk
 
Talak, iddah, rujuk
Talak, iddah, rujukTalak, iddah, rujuk
Talak, iddah, rujuk
 
Bab munakahat 12
Bab munakahat 12Bab munakahat 12
Bab munakahat 12
 
Ppt
PptPpt
Ppt
 
Munakahat Dalam Islam (Slide)
Munakahat Dalam Islam (Slide)Munakahat Dalam Islam (Slide)
Munakahat Dalam Islam (Slide)
 

Similar to IDDAH SUAMI MENINGGAL

Pndd . aga ma islam
Pndd . aga ma islamPndd . aga ma islam
Pndd . aga ma islamjunirizki
 
DBKL Pengajian Siri #1 - Ustaz Md Salam Nasip
DBKL Pengajian Siri #1 - Ustaz Md Salam NasipDBKL Pengajian Siri #1 - Ustaz Md Salam Nasip
DBKL Pengajian Siri #1 - Ustaz Md Salam NasipMohamad Ridhwan Masud
 
Iddah Ihdad dan Harta Bersama Wanita Karir
Iddah Ihdad dan Harta Bersama Wanita KarirIddah Ihdad dan Harta Bersama Wanita Karir
Iddah Ihdad dan Harta Bersama Wanita KarirAZA Zulfi
 
Syarat dan rukun nikah dalam islam
Syarat dan rukun nikah dalam islamSyarat dan rukun nikah dalam islam
Syarat dan rukun nikah dalam islamikafia maulidia
 
Syarat dan rukun nikah dalam islam
Syarat dan rukun nikah dalam islamSyarat dan rukun nikah dalam islam
Syarat dan rukun nikah dalam islamikafia maulidia
 
Pernikahan dalam Islam
Pernikahan dalam IslamPernikahan dalam Islam
Pernikahan dalam IslamMey Sari
 
Nafqah dan tempat tinggal bagi wanita yang ditinggal mati suaminya
Nafqah dan tempat tinggal bagi wanita yang ditinggal mati suaminyaNafqah dan tempat tinggal bagi wanita yang ditinggal mati suaminya
Nafqah dan tempat tinggal bagi wanita yang ditinggal mati suaminyaOperator Warnet Vast Raha
 
Nafqah dan tempat tinggal bagi wanita yang ditinggal mati suaminya
Nafqah dan tempat tinggal bagi wanita yang ditinggal mati suaminyaNafqah dan tempat tinggal bagi wanita yang ditinggal mati suaminya
Nafqah dan tempat tinggal bagi wanita yang ditinggal mati suaminyaSeptian Muna Barakati
 
Dalil kewajiban berjilbab
Dalil kewajiban berjilbabDalil kewajiban berjilbab
Dalil kewajiban berjilbabilisthea
 
9. Putusnya IKATAN perkawinan.pptx
9. Putusnya IKATAN perkawinan.pptx9. Putusnya IKATAN perkawinan.pptx
9. Putusnya IKATAN perkawinan.pptxwindajubaidah2
 
Pernikahan dan walimatul ursy
Pernikahan dan walimatul ursyPernikahan dan walimatul ursy
Pernikahan dan walimatul ursyEloknadlifah
 
Ketaatan isteri kepada suaminya
Ketaatan isteri kepada suaminyaKetaatan isteri kepada suaminya
Ketaatan isteri kepada suaminyaAbyanuddin Salam
 
2.8.2012 konsep nasikh mansukh complete
2.8.2012   konsep nasikh mansukh complete2.8.2012   konsep nasikh mansukh complete
2.8.2012 konsep nasikh mansukh completeAngah Rahim
 
Jasa nikah siri jawa tengah
Jasa nikah siri jawa tengahJasa nikah siri jawa tengah
Jasa nikah siri jawa tengahJasaNikahSiri1
 
DBKL Pengajian Siri #1 - Ustaz Md Salam Nasip
DBKL Pengajian Siri #1 - Ustaz Md Salam NasipDBKL Pengajian Siri #1 - Ustaz Md Salam Nasip
DBKL Pengajian Siri #1 - Ustaz Md Salam NasipMohamad Ridhwan Masud
 

Similar to IDDAH SUAMI MENINGGAL (20)

Iddah
IddahIddah
Iddah
 
Pembentangan usul
Pembentangan usulPembentangan usul
Pembentangan usul
 
Pndd . aga ma islam
Pndd . aga ma islamPndd . aga ma islam
Pndd . aga ma islam
 
Thalaq sunni dan thalaq bid
Thalaq sunni dan thalaq bidThalaq sunni dan thalaq bid
Thalaq sunni dan thalaq bid
 
6-munakahat (1).ppt
6-munakahat (1).ppt6-munakahat (1).ppt
6-munakahat (1).ppt
 
DBKL Pengajian Siri #1 - Ustaz Md Salam Nasip
DBKL Pengajian Siri #1 - Ustaz Md Salam NasipDBKL Pengajian Siri #1 - Ustaz Md Salam Nasip
DBKL Pengajian Siri #1 - Ustaz Md Salam Nasip
 
Iddah Ihdad dan Harta Bersama Wanita Karir
Iddah Ihdad dan Harta Bersama Wanita KarirIddah Ihdad dan Harta Bersama Wanita Karir
Iddah Ihdad dan Harta Bersama Wanita Karir
 
Syarat dan rukun nikah dalam islam
Syarat dan rukun nikah dalam islamSyarat dan rukun nikah dalam islam
Syarat dan rukun nikah dalam islam
 
Syarat dan rukun nikah dalam islam
Syarat dan rukun nikah dalam islamSyarat dan rukun nikah dalam islam
Syarat dan rukun nikah dalam islam
 
Pernikahan dalam Islam
Pernikahan dalam IslamPernikahan dalam Islam
Pernikahan dalam Islam
 
Nafqah dan tempat tinggal bagi wanita yang ditinggal mati suaminya
Nafqah dan tempat tinggal bagi wanita yang ditinggal mati suaminyaNafqah dan tempat tinggal bagi wanita yang ditinggal mati suaminya
Nafqah dan tempat tinggal bagi wanita yang ditinggal mati suaminya
 
Nafqah dan tempat tinggal bagi wanita yang ditinggal mati suaminya
Nafqah dan tempat tinggal bagi wanita yang ditinggal mati suaminyaNafqah dan tempat tinggal bagi wanita yang ditinggal mati suaminya
Nafqah dan tempat tinggal bagi wanita yang ditinggal mati suaminya
 
Dalil kewajiban berjilbab
Dalil kewajiban berjilbabDalil kewajiban berjilbab
Dalil kewajiban berjilbab
 
9. Putusnya IKATAN perkawinan.pptx
9. Putusnya IKATAN perkawinan.pptx9. Putusnya IKATAN perkawinan.pptx
9. Putusnya IKATAN perkawinan.pptx
 
Pernikahan dan walimatul ursy
Pernikahan dan walimatul ursyPernikahan dan walimatul ursy
Pernikahan dan walimatul ursy
 
Ketaatan isteri kepada suaminya
Ketaatan isteri kepada suaminyaKetaatan isteri kepada suaminya
Ketaatan isteri kepada suaminya
 
2.8.2012 konsep nasikh mansukh complete
2.8.2012   konsep nasikh mansukh complete2.8.2012   konsep nasikh mansukh complete
2.8.2012 konsep nasikh mansukh complete
 
Jasa nikah siri jawa tengah
Jasa nikah siri jawa tengahJasa nikah siri jawa tengah
Jasa nikah siri jawa tengah
 
Bekal pernikahan
Bekal pernikahanBekal pernikahan
Bekal pernikahan
 
DBKL Pengajian Siri #1 - Ustaz Md Salam Nasip
DBKL Pengajian Siri #1 - Ustaz Md Salam NasipDBKL Pengajian Siri #1 - Ustaz Md Salam Nasip
DBKL Pengajian Siri #1 - Ustaz Md Salam Nasip
 

IDDAH SUAMI MENINGGAL

  • 1. Artikel Quran : TAFSIR AL-BAQARAH AYAT : 234 (Masa Iddah Bagi Seorang Istri yang Suaminya Meninggal Dunia) Senin, 22 Maret 10 Pada ayat yang mulia ini Allah Ta’ala masih menjelaskan tentang masalah-masalah rumah tangga, khususnya adalah bagi seorang istri yang suaminya meninggal dunia, apa yang harus dia lakukan setelahnya dan berapa lama masa iddahnya. Allah Ta’ala berfirman…. َ‫ب‬ ‫ا‬َ‫ذ‬ِ‫إ‬َ‫ف‬ ‫ا‬ ً‫ْر‬‫ش‬َ‫ع‬َ‫و‬ ٍ‫ر‬ُ‫ه‬ْ‫ش‬َ‫أ‬ َ‫ة‬َ‫ع‬َ‫ب‬ْ‫ر‬َ‫أ‬ َّ‫ن‬ِ‫ه‬ِ‫س‬ُ‫ف‬‫ن‬َ‫أ‬ِ‫ب‬ َ‫ن‬ْ‫ص‬َّ‫ب‬َ‫ر‬َ‫ت‬َ‫ي‬ ‫ا‬ً‫ج‬‫ا‬ َ‫و‬ْ‫ز‬َ‫أ‬ َ‫ون‬ُ‫ر‬َ‫ذ‬َ‫ي‬َ‫و‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬‫ن‬ِ‫م‬ َ‫ن‬ْ‫و‬َّ‫ف‬َ‫و‬َ‫ت‬ُ‫ي‬ َ‫ين‬ِ‫ذ‬َّ‫ل‬‫ا‬ َ‫و‬ِ‫ف‬ َ‫ن‬ْ‫َل‬َ‫ع‬َ‫ف‬ ‫ا‬ََِْ‫ف‬ ْ‫م‬ُ‫ك‬َْْ‫َل‬َ‫ع‬ ََ‫ا‬َ‫ن‬ُ‫ج‬ َ‫ا‬َ‫ف‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬َ‫َل‬َ‫ج‬َ‫أ‬ َ‫ن‬َْْ‫َل‬ { ُُ ُ‫ْر‬ِ‫ب‬َ‫خ‬ َ‫ون‬ُ‫َل‬ََْ‫ع‬َ‫ت‬ ‫ا‬ََِ‫ب‬ ُ‫هللا‬ َ‫و‬ ِ‫وف‬ُ‫ر‬ْ‫ع‬ََْ‫ل‬‫ا‬ِ‫ب‬ َّ‫ن‬ِ‫ه‬ِ‫س‬ُ‫ف‬‫ن‬َ‫أ‬234} "Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri (hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat ." (Al-Baqarah: 234) Tafsir Ayat : 234 Maksudnya, apabila suami meninggal, istrinya harus tinggal dan wajib menunggu selama empat bulan sepuluh hari. Hikmahnya adalah untuk membuktikan kehamilan pada masa empat bulan dan awal-awal bergeraknya (janin) pada bulan yang kelima; (dan masih ada hikmah lain yang insya Allah akan disebutkan pada ‘pelajaran dari ayat ini’, pen.). Ayat yang umum ini dikhususkan dengan wanita-wanita yang hamil karena iddah mereka adalah melahirkan bayinya, demikian juga hamba wanita sahaya karena iddahnya adalah setengah dari iddah wanita merdeka yaitu dua bulan lima hari. FirmanNya, { َ‫إ‬ِ‫ذ‬َ‫ا‬َ‫ب‬َ‫ل‬ َ‫إ‬‫ن‬ََ‫ا‬َ‫ج‬ ‫ل‬َ‫ه‬ُ‫ن‬ََّ } "Kemudian apabila telah habis iddahnya", artinya, telah selesai masa iddahnya, { َ‫إ‬ُ‫ذ‬َُُِ‫ا‬َ‫ل‬ ‫ع‬َُّ َ‫إ‬‫ن‬‫ا‬َََّْ ‫ي‬ََ‫ا‬َُّ ‫ن‬َِْ‫ن‬‫ا‬َ‫ا‬َ‫ي‬ ََ‫ي‬َُِ‫ب‬ َ‫ن‬ََّ } "maka tiada dosa bagimu, (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka", artinya, untuk berhias dan memakai wangi- wangian, { ُ‫ج‬ُْ‫م‬ِ‫ع‬‫ن‬ََْ‫ن‬ ‫ي‬ } "menurut yang patut". Maksudnya dalam bentuk yang tidak diharamkan dan tidak pula dimakruhkan. Ayat ini menunjukkan kewajiban ihdad, (meninggalkan bersolek) dalam masa iddah atas wanita yang ditinggal mati suaminya dan tidak selainnya dari wanita-wanita yang diceraikan dan ditinggalkan (suaminya), dan ini merupakan kesepakatan para ulama. { َ‫اع‬ُ‫ب‬َ‫م‬ َ ‫ت‬ِ‫ا‬ََ‫ن‬َْ‫و‬ ‫ي‬ََُ‫ج‬ ِ‫ر‬ َ‫م‬ } "Allah mengetahui apa yang kamu perbuat", maksudnya, mengetahui perbuatan-perbuatan kalian secara lahiriyahnya maupun bathiniyahnya, yang tampak maupun
  • 2. yang tersembunyi, maka pasti Allah akan membalasnya. Dan tentang mengarahkan firmanNya kepada para wali dengan firmanNya, {َ‫إ‬ُ‫ذ‬َُُِ‫ا‬َ‫ل‬ ‫ع‬َُّ َ‫إ‬‫ن‬‫ا‬َََّْ ‫ي‬ََ‫ا‬َُّ ‫ن‬َِْ‫ن‬‫ا‬َ‫ا‬َ‫ي‬ ََ‫ي‬َُِ‫ب‬ َ‫ن‬ََّ } "maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka", merupakan dalil bahwa wali itu memperhatikan wanita tersebut dan melarangnya dari hal-hal yang tidak boleh dilakukan, dan memaksanya untuk melakukan yang wajib dan bahwasanya ayat ini dihadapkan untuk wali dan menjadi tanggung jawabnya. Pelajaran dari Ayat:  Penjelasan mengenai masa iddah seorang istri yang suaminya meninggal dunia, yaitu empat bulan sepuluh hari, dan di dalam sunnah (hadits) dijelaskan bahwa masa iddah wanita hamba sahaya (budak) adalah separuhnya, yaitu dua bulan lima hari.  Wajibnya ihdad (berkabung) bagi seorang istri yang suaminya meninggal dunia. Yaitu dengan tidak berhias (seperti celak, lipstik, dan sejenisnya), tidak boleh memakai wewangian, dan tidak boleh menawarkan diri untuk di khithbah (dilamar). Dan dalam masa iddahnya tersebut hendaknya ia selalu didalam rumah suaminya yang ia dan bekas suaminya tinggal bersama di sana, tidak keluar dari rumah itu kecuali keadaan sangat dharurat. Hal ini berdasarkan sabda rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang artinya, “Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir untuk berihdad (berkabung) atas mayyit lebih dari tiga malam kecuali atas suaminya (yang meninggal) yaitu empat bulan sepuluh hari.” (hadits muttafaq ‘alaih).  Wajib melakukan iddah (menunggu masa iddah) atas seorang istri yang suaminya meninggal dunia, sesuai ayat, “(hendaklah para istri itu) menangguhkan dirinya (ber'iddah)”, ayat ini adalah berbentuk khabar (informasi) yang bermakna perintah.  Wajibnya beriddah atas seorang istri yang suaminya meninggal dunia darinya, baik istri tersebut kecil, atau dewasa, muda atau tua. Berdasarkan keumuman ayat tersebut, istrinya yang dewasa (tua) maka wajib berihdad (berkabung), dan bagi seorang istri yang masih kecil (belum baligh) maka walinyalah yang menjauhkanya dari hal-hal yang dijauhi oleh istri yang telah dewasa (ketika masa berkabung).  Wajibnya beriddah atas seorang istri yang suaminya meninggal dunia darinya, baik dia telah melakukan hubungan suami istri dengannya ataupun belum, berdasarkan keumuman ayat di atas, selain itu bahwa istri telah resmi menjadi seorang istri bagi suaminya adalah hanya dengan melakukan aqad nikah saja, berbeda dengan thalak (cerai); adapun thalak sebelum melakukan hubungan suami istri, (dan khalwah/berdua-duaan, menurut sebagian ulama) sejak dari awal aqad nikah maka tidak ada iddah baginya, sebagaimana ayat, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali- kali tidak wajib atas mereka 'iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya....” (QS. Al-Ahzab : 49).  Kewajiban atas seorang wanita menunggu dirinya selama masa iddah, yaitu dengan tidak menikah, dan tidak menawarkan diri untuk menikah.  Bahwasanya apabila ternyata ketika suaminya wafat terbukti bahwa aqad nikah yang mereka lakukan bathil (rusak) maka istrinya tidak beriddah dengan iddah karena meninggalnya suaminya tersebut. Misalnya ketika suaminya wafat ternyata istriny yang ditinggalkan tersebut adalah adiknya dari sepersusuan; karena nikah seperti itu adalah bathil (rusak) maka ‘wujuduhu kal ‘adam’ (adanya suaminya tersebut seperti tidak
  • 3. adanya), sehingga tidak beriddah denganya. Demikian menurut penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah.  Bahwa masa iddah seorang istri yang suaminya meninggal dunia adalah empat bulan sepuluh hari, baik apakah ia dalam kondisi haidh, atau tidak haidh; dan dikecualikan dari hal itu adalah bagi istri yang suaminya meninggal sedang dia dalam keadaan hamil; maka masa iddah adalah sampai ia melahirkan, sebagaimana ayat, { ‫ا‬ ً‫ر‬ْ‫س‬ُ‫ي‬ ِ‫ه‬ ِ‫ر‬ْ‫م‬َ‫أ‬ ْ‫ن‬ِ‫م‬ ُ‫ه‬َّ‫ل‬ ‫ل‬َ‫ع‬ْ‫ج‬َ‫ي‬ َ‫هللا‬ ِ‫ق‬َّ‫ت‬َ‫ي‬ ‫ن‬َ‫م‬َ‫و‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬َ‫َل‬َْ ِ‫ح‬ َ‫ن‬ْ‫ع‬َ‫ض‬َ‫ي‬ ‫ن‬َ‫أ‬ َّ‫ن‬ُ‫ه‬ُ‫َل‬َ‫ج‬َ‫أ‬ ِ‫ل‬‫ا‬ََْ‫ح‬َ‫أل‬ْ‫ا‬ ُ‫ت‬َ‫ال‬ْ‫و‬ُ‫أ‬ َ‫و‬4} “....Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath-Thalaq : 4). Dan tidak ada masa iddah bagi seorang istri yang suaminya meninggal dunia kecuali dua macam masa iddah tersebut.  Hikmah Allah dengan menentukan jumlah masa iddah bagi seorang istri yang suaminya meninggal dunia dengan empat bulan sepuluh hari, dan menyertakan hukum dengan jumlah ini bukan dengan tiga masa quru’ (haid atau suci) sebagaimana pada umumnya wanita-wanita yang ditalaq; karena masa terpendek yang memungkinkan bergeraknya janin adalah empat bulan; dan ditambah sepuluh hari untuk meyakinkan; demikian kata sebagian ahli ilmu. Akan tetapi menurut Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menilai, “Setelah diperhatikan lebih teliti ternyata alasan tersebut terdapat kelemahan, karena wanita yang suaminya meninggal dunia bermacam-macam, terkdang ada yang belum digauli (berhubungan suami istri), ada yang masih kecil yang tidak memungkinkan untuk hamil; ada pula yang sudah manopouse; maka untuk kehati-hatian dengan masa iddah selama empat bulan sepuluh hari; mungkin pula dapat diketahui kosongnya rahim sebelum masa ini selesai. Maka jelas sekali dengan hal ini bahwa hikmah dari hal itu adalah sesuatu yang lain. Maka menurut hemat saya (Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah) hikmah dari masa iddah selama empat bulan sepuluh hari (Wallahu A’lam) adalah bahwa: mereka pada masa jahiliyah ketika ada seorang istri yang suaminya meninggal dunia masa iddahnya adalah berdiam diri selama setahun penuh setelah meninggalnya suaminya disebuah rumah yang kecil, seperti tempat bersembunyi baginya, dan tidak menyentuh air sama sekali selama itu; makan dan minum agar tidak mati; ia menetap bersama keringatnya, baunya, haidhnya dan bau busuknya selama satu tahun penuh; apabila telah sempurna hitungan setahun maka mereka mendatangkan tikus atau burung kecil untuknya, lalu mereka berkata kepadanya, ‘gosoklah kemaluanmu dengannya’; maka tidaklah ia menggosokkan sesuatu (yang hidup) terhadapnya kecuali ia pasti mati, dan sangat sedikit sekali yang tidak demikan, karena baunya yang sangat busuk. Selama setahun bisa jadi ia mendapati haidh sebanyak 12 kali sedangkan dia di tempat itu. Kemudian jika telah sempurna satu tahun mereka juga mendatangkan kepadanya kotoran hewan, lalu diapun mengambilnya dan melemparkannya; seolah-olah sambil berkata, ‘seluruh apa yang saya alami selama ini adalah lebih ringan dari pada melempar kotoran ini’; kemudian datanglah Islam dan mengganti masa satu tahun dengan empat bulan; karena empat bulan adalah sepertiga dari setahun, sedangkan sepuluh hari
  • 4. adalah sepertiga dari satu bulan; dan sepertiga itu banyak; maka dijadikan masa iddah itu dari setahun dengan sepertiganya, dari satu bulan dengan sepertiganya. Maka apabila hikamh ini terbukti maka demikianlah yang dikehendaki oleh Allah, dan ini merupakan karunia Allah; dan apabila ternyata tidak terbukti, maka kita katakan, ‘Allah lebih tahu dari apa yang Dia kehendaki’; dan hal ini seperti halnya ibadah-ibadah lain yang memiliki jumlah bilangan yang kita tidak mengetahui hikmahnya”.  Bahwa apabila masa iddah telah selesai maka boleh bagi wanita tersebut melakukan hal- hal yang ma’ruf (menurut yang patut bagi wanita pada umumnya) seperti berhias, keluar rumah, dan yang lainnya, sebagaimana ayat, “Kemudian apabila telah habis iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut...”.  Bahwa para wali adalah bertanggung jawab terhadap wanita atau siapa saja yang berada dibawah perwaliannya; sebagaimana ayat, “...maka tiada dosa bagimu (para wali)....”, ayat ini terdapat isyarat bahwa bagi kaum laki-laki ada hak perwalian (penguasaan) atas kaum wanita; maka mereka bertanggung jawab atas para wanita yang dibawah penguasaannya.  Dianggapnya ‘urf (suatu kebiasaan yang patut dimasyarakat) dalam hukum; sebagaimana ayat di atas, selama tidak menyelisihi syariat, jika menyelisihi syari’at maka ‘urf tidak lagi dianggap.  Penetapan Ilmu (pengetahuan) Allah ‘Azza wajalla terhadap hal-hal yang nampak dan yang tersembunyi, sebagaimana ayat, { َ‫اع‬ُ‫ب‬َ‫م‬ َ ‫ت‬ِ‫ا‬ََ‫ن‬َْ‫و‬ ‫ي‬ََُ‫ج‬ ِ‫ر‬ َ‫م‬ } "Allah mengetahui apa yang kamu perbuat", kalimat ‘Khabiir’ adalah mengetahui perkara-perkara yang tersembunyi; maka siapa yang mengetahui perkara-perkara yang tersembunnyi maka lebih-lebih perkara-perkara yang nampak.  Peringatan dan ancaman dari menyelisihi hukum tersebut di atas; firmanNya { ‫ي‬ََُ‫ج‬ ِ‫ر‬ َ‫م‬ َ‫اع‬ُ‫ب‬َ‫م‬ َ ‫ت‬ِ‫ا‬ََ‫ن‬َْ‫و‬ } "Allah mengetahui apa yang kamu perbuat", maknanya jauhilah dari menyelisihinya karena sesungguhnya Allah maha mengetahui apa yang kamu lakukan. Wallahu A’lam Dikumpulkan oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim Sumber : 1. Aisar Tafasir oleh Syaikh Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Maktabah al-Ulum wa al-Hikmah 2. Tafsir al-Quran al-Karim oleh Syaikh Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin, Dar Ibnul Jauzi. 3. Taisir al-Karim ar-Rahman (tafsir as-Sa’di) Kamis, 15 Maret 2012 AL BAQARAH 234-238 Kembali ke Daftar Surah Kembali ke Daftar Surah Al- Baqarah
  • 5. TAFSIR DEPAG RI : QS 002 - AL BAQARAH 234 http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002-al-baqarah/666-tafsir-depag-ri-qs-002-al-baqarah-234.html َ‫لإ‬ُ‫ذ‬َ ‫ل‬ َ‫م‬ َ ‫ن‬‫ت‬ََّ َ‫ت‬َ‫ن‬ِ‫ل‬ ‫ن‬َِْ‫ن‬ُُْ َ ‫م‬ََِ‫ذ‬َ‫ل‬َ‫م‬ ‫ي‬َ‫لب‬ َ‫م‬ ‫ن‬‫ج‬َ‫ل‬ َ‫إ‬‫ن‬‫ر‬َ‫ج‬َ‫ع‬َ‫ن‬َ‫ل‬ َ‫إ‬ُ‫ذ‬َُُِ‫ن‬‫ا‬َ‫ن‬ُ‫ج‬ َ‫ر‬ََْ‫ج‬‫ن‬ََ‫ل‬ َ‫ع‬ِ‫ذ‬‫ن‬‫ر‬َ‫ل‬ ‫ل‬ َ‫نع‬‫ش‬َ‫ي‬َ‫م‬ ‫ل‬َ‫ه‬ُ‫ن‬ََّ َ‫إ‬‫ن‬ََ‫ا‬َ‫ج‬ َ‫إ‬ِ‫ذ‬َ‫ا‬َ‫ب‬َ‫ل‬ َ‫ن‬ََّ ََ‫ي‬َُِ‫ب‬ ‫ن‬َِْ‫ن‬‫ا‬َ‫ا‬َ‫ي‬ ‫ي‬ََ‫ا‬َُّ َ‫إ‬‫ن‬‫ا‬َََّْ ‫ع‬َُّ َ‫إ‬ُ‫ذ‬َُُِ‫ن‬‫ا‬َ‫ل‬ ُْ‫م‬ِ‫ع‬‫ن‬ََْ‫ن‬ ‫ي‬ُ‫ج‬ ِ َ‫لَلل‬ َ‫م‬ ‫ي‬ََُ‫ج‬ َ ‫ت‬ِ‫ا‬ََ‫ن‬َْ‫و‬ َ‫اع‬ُ‫ب‬َ‫م‬ Sebagian ahli tafsir berpendapat bahwa wanita yang mati suaminya harus menahan diri (beridah) selama satu tahun. Juga walaupun ayat ini kelihatannya umum (mencakup semua wanita yang ditinggal mati oleh suaminya) namun ia mempunyai pengertian khusus yaitu yang tidak dalam keadaan mengandung. Sebab untuk wanita hamil, Allah telah memberikan hukum yang lain pada ayat yang lain. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam tafsir ayat 240. Idah perempuan yang mati suaminya empat bulan sepuluh hari. Selama masa itu ia tidak boleh berhias -hias mempersiapkan diri menerima pinangan atau memberi janji untuk menerima pinangan. Demikian juga ia tidak boleh keluar rumah kecuali karena hal-hal yang dibolehkan oleh agama. Karena selain masa itu untuk mengetahui kebersihan rahimnya (hamil atau tidak hamil), juga digunakan sebagai masa berkabung. Manakala ia tidak hamil maka ia wajib berkabung menghormati tali hubungan suami istri baik terhadap mendiang suami maupun terhadap keluarga suaminya. Ia harus berkabung selama ia dalam idah. Setelah habis masa empat bulan sepuluh hari tersebut dibolehkan membuat segala sesuatu tentang dirinya menurut cara yang wajar, umpamanya menerima pinangan dan keluar rumah dan perbuatan lain yang tidak bertentangan dengan agama. Allah mengetahui segala apa yang dikerjakan oleh manusia. Ayat ini menegaskan bahwa mengenai masa berkabung ini Islam memberikan jalan sebaik-baiknya yang sesuai dengan kebutuhan manusia. Wanita-wanita pada masa jahiliah melakukan masa berkabung selama satu tahun penuh dan tidak boleh memakai perhiasan, tidak boleh memakan makanan yang enak dan tidak boleh pula memperlihatkan diri di muka umum. Bahkan pada sebahagian kelompok masyarakat kaum wanita yang menjalani masa berkabung ini harus melakukan hal-hal yang jauh lebih berat dari apa yang dilakukan oleh orang di masa jahiliah seperti terus-menerus menangis dan meratap. Tidak boleh mengurus dirinya dan lain sebagainya. Ada pula yang melakukan masa berkabung ini bukannya karena kematian suaminya saja karena kematian anak pun mereka berkabung secara demikian. Maka tepatlah apa yang diatur oleh Islam bahwa masa berkabung untuk wanita yang kematian suami tidak boleh lebih dari empat bulan sepuluh hari dan untuk kematian famili lainnya tidak boleh lebih dari tiga hari. Penyimpangan dari ketentuan ini harus dihindari karena Allah Maha Mengetahui segala apa yang dikerjakan oleh manusia. Tafsir Depag RI QS 002 : Al Baqarah 235 http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002-al-baqarah/665-tafsir-depag-ri-qs-002-al-baqarah-235.html ‫ن‬َِْ‫ن‬‫ا‬َ‫ا‬َ‫ي‬ ََ‫ي‬َُِ‫ب‬ َ‫م‬ َ‫م‬ َ‫إ‬ِ‫ذ‬َ‫ا‬‫م‬ِ‫ِع‬‫ض‬‫ن‬‫ذ‬َ‫ن‬َ ‫ن‬ََِْ‫ا‬َ‫ل‬ ِ َ‫لَلل‬ ََُ‫ا‬َ‫ي‬ ‫ن‬ََُُِِْ‫ن‬‫ا‬َ‫ل‬ ‫ع‬َُّ ‫ن‬َِ‫ن‬‫ن‬َُُ‫ن‬‫ض‬َ‫ل‬ ‫ن‬‫م‬َ‫ل‬ ُ‫يس‬َُ‫م‬ُُ ‫ل‬ ُ‫ر‬َ‫ب‬‫ن‬‫َّلل‬ ُ‫م‬ ‫ن‬‫إ‬ُْ ُ‫م‬ُ‫ج‬ ‫ن‬َِ‫ن‬‫ن‬‫ك‬َ‫َع‬‫ي‬ ‫ي‬ََ‫ا‬َُّ ‫ل‬َ‫ع‬ُ َ‫إ‬ِ‫ ا‬‫ِم‬‫و‬ُ‫ي‬‫ل‬ َ‫ت‬ِ‫و‬ َ‫م‬ ‫ن‬‫إ‬َُْ َ‫م‬ ِ‫ا‬‫ن‬‫ب‬َ‫ل‬ َْ‫ن‬َ‫ق‬ َُ‫َي‬ْ‫م‬ُُ ‫ل‬ َ َ‫و‬‫ن‬ِْ‫ي‬ ‫تل‬ِْ َُ‫ن‬َْ‫و‬ َ‫م‬ َ‫م‬ ‫ي‬ََّ‫م‬ِ‫نع‬َْْ َ‫م‬ ‫ن‬‫ت‬َ ‫تل‬ِ ‫ت‬َِْ‫و‬ ‫ن‬ َ‫ل‬ َ‫م‬ُُ ِ ‫م‬ََِ‫ذ‬‫ن‬‫ق‬‫ي‬ََّ ‫ن‬ََُُِِْ‫ن‬‫ا‬َ‫ل‬ ‫ع‬َُّ ‫ي‬َْ ََِ‫ا‬‫ن‬َْ‫ل‬ َ َ‫لَلل‬ َ َ‫ل‬ ‫تل‬ََِ‫ا‬‫ن‬‫ي‬‫ل‬ َ‫م‬ ِ‫م‬َ‫ا‬َ‫ب‬َ‫ل‬ َِ‫ي‬َ‫ن‬ُْ‫ن‬ ‫ل‬ َ ََ‫ا‬ُ‫ا‬َ‫ق‬ ََ‫ت‬َََِّ َ َ‫لَلل‬ َ َ‫ل‬ ‫تل‬ََِ‫ا‬‫ن‬‫ي‬‫ل‬ َ‫م‬
  • 6. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa seorang laki-laki boleh mengucapkan kata-kata sindiran untuk meminang wanita yang masih berada dalam masa idahnya, baik idah karena kematian suami, maupun idah karena talak bain. Tetapi hal itu sama sekali tidak dibenarkan bila wanita itu berada dalam masa idah dari talak raj`i. Kata-kata yang menggambarkan bawah si lelaki itu mempunyai maksud untuk mengawininya bila telah selesai idahnya. Umpamanya si lelaki itu berkata, "Saya senang sekali bila mempunyai istri yang memiliki sifat-sifat seperti engkau."Atau ungkapan lainnya yang tidak mengarah pada berterus-terang. Sementara itu Allah melarang bila seorang laki- laki mengadakan janji akan kawin atau membujuknya untuk kawin secara sembunyi- sembunyi atau mengadakan pertemuan rahasia. Hal maa tidak dibenarkan karena dikhawatirkan terjadinya fitnah. Allah tidak melarang seorang laki-laki meminang perempuan yang masih dalam masa idah talak bain, jika pinangan itu dilakukan secara sindiran, atau masih dalam rencana karena Allah mengetahui bahwa manusia tidak selalu dapat menyembunyikan isi hatinya. Allah menghendaki pinangan tersebut tidak dilakukan secara terang-terangan tetapi hendaknya dengan kata-kata kiasan yang merupakan pendahuluan, dilanjutkan nanti dalam bentuk pinangan resmi ketika perempuan tersebut telah habis idahnya. Pinangan dengan sindrian itu tidak boleh dilakukan terhadap perempuan yang masih dalam idah talak raj`i karena masih ada kemungkinan perempuan itu akan kembali kepada suaminya semula. Cara seperti itu dikehendaki supaya perasaan wanita yang sedang berkabung itu tidak tersinggung juga untuk menghindarkan reaksi jelek dari keluarga bekas suami dan dari masyarakat umum. Karenanya Allah melarang melangsungkan akad nikah dengan wanita yang masih dalam idah. Suatu larangan yang haramnya adalah haram qath`i dan membatalkan akad nikah tersebut. Allah mengancam orang-orang yang menentang ketentuan ini dan Allah Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dalam hati sanubari manusia. Namun demikian Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang kepada orang-orang yang segera bertobat. TAFSIR DEPAG RI : QS 002 - AL BAQARAH 136 http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002-al-baqarah/1056-tafsir-depag-ri--qs-002-al-baqarah-136.html ‫ق‬ُ‫و‬ ‫ل‬ُ‫و‬‫ا‬‫َقآ‬َُُّ ‫ق‬‫ل‬ ‫ا‬‫ََّلل‬‫ل‬ ‫َق‬‫ا‬‫ا‬َُّ‫نقأ‬ ِ َ ‫ق‬ُ‫ل‬ ْ‫و‬َُ ُ ‫ق‬ُ‫ا‬َُُ‫و‬ْ‫ل‬ُِ ‫ق‬ُ‫و‬ ‫ل‬‫ى‬ََُّ‫و‬ْ‫ل‬ُِ ‫ق‬ُ‫م‬ ‫ل‬‫و‬‫ن‬ُِ‫و‬ ‫ل‬ِ‫عق‬ُِ‫ل‬ِ‫ق‬ُ‫و‬ ‫ل‬ُ‫و‬‫ا‬‫َقآ‬َُُّ ‫َق‬ُ‫ا‬‫و‬ ُِ‫ل‬ِ ‫َق‬‫ا‬ُُُ‫آ‬‫َُق‬‫و‬ ُ ‫ق‬‫ا‬َ‫ل‬ُُِ‫قا‬ َُ‫ق‬‫و‬‫م‬‫ل‬‫س‬َ‫ل‬ ُِ‫ق‬ ‫َو‬‫ل‬َّ‫َُق‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ا‬‫ا‬ِ‫قن‬َُ‫ل‬‫ا‬ ‫َقآ‬َُُّ ‫عق‬ُْ ‫ل‬‫ى‬ُ ‫عق‬ُْ َّ‫ق‬َُ‫ل‬‫ا‬ ‫َقآ‬َُُّ ‫ق‬‫ل‬‫َي‬ُ ‫و‬ُْ ‫و‬َ‫ن‬ُ ‫َُق‬ َّ‫ل‬ْ‫و‬َّْ‫ق‬ُِْ‫ق‬َ‫و‬ُُ‫ا‬ُ ‫ق‬‫و‬‫م‬‫س‬‫و‬‫ا‬‫ل‬َّ Katakanlah (hai orang-orang mukmin): `Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim, Ismail, Ishaq, Yaqub dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari Tuhannya. Kami tidak membeda- bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya`.(QS. 2:136) Ayat ini memberi petunjuk cara mengemukakan bantahan dan dalil-dalil dalam bertukar pikiran, yaitu dengan membandingkan antara azas suatu agama dengan agama lain dan sebagainya. "Al-Asbat" ialah anak cucu nabi Yakub a.s. Yang dimaksud dengan beriman kepada nabi-nabi yang tersebut di atas ialah beriman bahwa nabi-nabi itu adalah nabi Allah, dan telah diperintahkan mengajak orang-orang di
  • 7. masanya beriman kepada Allah swt. Prinsip-prinsip pokok agama yang dibawa oleh nabi itu adalah sama, yaitu ketauhidan. Perkataan "kami tunduk patuh kepada-Nya" merupakan sindiran yang tajam yang ditujukan kepada orang- orang Yahudi, Nasrani dan orang-orang musyrik Mekah. Karena mereka mengatakan dan mengakui diri mereka pengikut Ibrahim as sedang Ibrahim a.s. tidak mensekutukan Allah, sebagai yang telah mereka lakukan. TAFSIR DEPAG RI : QS 002 - AL BAQARAH 137 http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002-al-baqarah/1055-tafsir-depag-ri--qs-002-al-baqarah-137.html ‫َف‬‫إ‬ِ‫ن‬ْ ‫آ‬‫م‬َ‫ن‬ُ‫ن‬‫ا‬ ‫آ‬‫إ‬ ‫م‬ِ‫آف‬‫إ‬ِ‫إ‬‫م‬‫ن‬‫ا‬ ‫ن‬‫م‬‫م‬‫ا‬‫ن‬ ‫ن‬‫م‬‫ن‬‫ا‬‫آ‬ِ‫ه‬ِ‫ن‬‫ف‬‫ن‬‫ق‬‫دآ‬‫ن‬‫ا‬‫آ‬‫م‬ِ‫إ‬َ‫ِآ‬‫ن‬ْ‫م‬ِ‫ن‬ُ‫ن‬‫ا‬‫فآ‬ ‫م‬َ‫م‬‫و‬ ‫ن‬َ‫ن‬‫و‬‫آ‬ ‫م‬َ‫ن‬َ ‫ن‬َ‫فآ‬ ‫م‬َ‫ن‬ ‫ن‬‫و‬‫م‬َ‫آف‬‫ن‬ ‫ن‬‫ف‬‫ن‬‫ا‬‫آ‬‫ن‬‫ق‬‫ن‬ ‫آ‬‫م‬ِ‫إ‬‫و‬‫م‬ِ‫ن‬ْ ‫ِآ‬‫ن‬ْ‫آ‬‫ن‬ُ‫م‬‫ا‬‫ن‬ْ‫ن‬ ‫آ‬‫إ‬ِ ‫ن‬َ‫ن‬‫ا‬‫م‬‫آفو‬‫إ‬‫ي‬ ‫ن‬ْ‫م‬‫م‬‫آفو‬ ‫ن‬َ‫إ‬َ ‫ن‬َ Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. Dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.(QS. 2:137) Dari ayat ini dapat dipahami bahwa pengakuan iman ahli Kitab berbeda dengan pengakuan iman kaum muslimin. Ahli Kitab hanya beriman kepada nabi-nabi yang diutus kepada mereka saja, tidak beriman kepada nabi-nabi Allah yang lain. Iman mereka dipengaruhi oleh hawa nafsu mereka sendiri. Karena itu mereka berani menambah, dan mengurangi agama Allah. Orang-orang yang beriman dan mengikuti hawa nafsu mereka adalah orang-orang yang berada dalam permusuhan dengan kaum muslimin. Dari perkataan "sesungguhnya berada dalam permusuhan dengan kamu" dapat dipahami bahwa di dalam ahli Kitab ada perasaan tidak menyukai Rasulullah saw. itu bukan karena mereka tidak menyukai agama yang dibawa Nabi Muhammad saw. tetapi karena rasul terakhir itu tidak diangkat dari golongan mereka. Perkataan "Allah akan memelihara kamu dari mereka" merupakan janji Allah kepada Muhammad saw. dan kaum muslimin bahwa Allah swt. pasti akan memelihara mereka dan pasti akan memenangkan mereka dalam perjuangan menegakkan agama Allah. TAFSIR DEPAG RI : QS 002 - AL BAQARAH 138 http://rumahislam.com/tafsir-depag-ri/157-qs-002-al-baqarah/1054-tafsir-depag-ri-qs-002-al-baqarah-138.html ‫آ‬‫ن‬َ‫آ‬‫غ‬َ‫ن‬َ‫م‬ ‫ن‬‫آه‬‫ن‬ ‫م‬ِ‫آف‬‫ن‬َ‫ن‬ْ‫آ‬‫إ‬َ‫ن‬‫م‬‫م‬ُ‫ن‬‫م‬‫آ‬ ‫م‬َ‫ن‬ْ‫ن‬َ‫آ‬‫ن‬ ‫م‬ِ‫آف‬‫ن‬َ‫ن‬َ‫م‬ ‫ن‬‫آه‬‫ن‬ََ‫إ‬ ‫ن‬ ِ‫ن‬ُ‫إآ‬‫ق‬‫ن‬‫و‬‫آ‬‫إ‬َ‫م‬ُ‫ن‬ِ Shibghah Allah. Dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? Dan hanya kepada-Nya-lah kami menyembah.(QS. 2:138) Ayat ini menegaskan bahwa iman yang sebenarnya ialah iman yang tidak dicampuri oleh unsur-unsur syirik.
  • 8. Berkata Ibnu Jarir: "Sesungguhnya orang-orang Nasrani bila dilahirkan untuk mereka seorang anak, maka mereka datang kepada pendeta pada hari yang ketujuh, mereka memandikannya dengan air yang disebut "Al- Ma'mudi" untuk membaptisnya. Mereka mengatakan, "Ini adalah kesucian pengganti khitan." Maka apabila mereka telah mengerjakannya jadilah anak itu seorang Nasrani yang sebenarnya. Maka Allah menurunkan ayat ini. "Sibgah Allah" berarti "celupan Allah." Maksudnya ialah iman kepada Allah yang tidak disertai sedikit pun dengan kemusyrikan. Hal ini ditegaskan oleh perkataan "dan hanya kepada-Nyalah kami menyembah" tidak kepada yang lain. Hal ini ditegaskan oleh firman Allah swt.: ‫آ‬‫ن‬‫ِأ‬‫م‬ِ‫آفو‬‫ن‬َ‫ن‬ْ‫ن‬‫ا‬‫دآ‬‫ن‬‫و‬‫م‬‫آفو‬‫ن‬ ‫م‬ِ‫نآف‬َ ‫ن‬َ‫م‬ْ‫ن‬‫ا‬‫ِآ‬‫غ‬‫م‬ ‫ن‬ِ‫ن‬ُ‫آ‬‫ن‬َ ِ ‫ن‬ َ‫ن‬‫و‬‫نآ‬ ‫ن‬‫م‬‫م‬َ ‫ن‬َ‫آ‬‫م‬ِ‫ن‬َّ‫ن‬‫س‬‫ن‬‫ا‬ ‫آ‬‫ن‬ََ‫إ‬ْ‫ن‬َ‫م‬‫ا‬‫ن‬ ‫آ‬ ‫ن‬َ‫آ‬ ‫ن‬‫ِأ‬‫م‬ِ‫آفو‬‫ن‬َ‫ن‬‫ا‬‫م‬‫ا‬‫ن‬‫آم‬‫م‬َ ‫ن‬‫ا‬‫ن‬‫و‬ ‫ن‬َ‫آ‬‫إ‬ِِ‫ن‬ ‫ن‬‫ف‬‫م‬‫آفو‬‫إ‬َ ِ ‫ن‬ ‫نآفو‬ ‫ن‬‫و‬‫ن‬َ‫آ‬‫ن‬ ‫م‬ِ‫آف‬‫ن‬‫ه‬‫م‬َ‫ن‬‫ر‬‫ن‬‫و‬‫نآ‬ُ ‫ن‬ ‫م‬‫ن‬‫و‬‫آ‬ ‫ن‬َ‫ِآ‬‫ن‬‫م‬‫م‬ ‫ن‬َ‫ن‬ُ Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah; (itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui. (Q.S Ar Rum: 30) Ayat ini menerangkan bahwa dalam menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan agama haruslah digunakan kaidah-kaidah atau dalil-dalil agama, tidak boleh didasarkan kepada hawa nafsu dan keinginan manusia. Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa manusia tidak dapat menghapus atau membersihkan dosa manusia yang lain, atau menerima taubatnya seperti yang dilakukan orang-orang Nasrani dengan membaptis anak- anak mereka. Yang membersihkan dan menghapus dosa seseorang ialah usaha orang itu sendiri sesuai dengan petunjuk Allah, dan hanya Allah saja yang dapat menerima taubat seseorang Minggu, 10 April 2011 Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 234 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seperti yang diketahui bahwasanya syariat islam telah mengatur sebagai persoalaan umat islam terutama dalam masalah fiqiyah baik dalam segi beribadah maupun dalam segi muamalah salah satunya adalah iddah . Iddah sendiri memiliki beberapa pembagian yaitu iddah talak, iddah wafat, dan lain sebagainya
  • 9. Iddah menurut sarbini khatib adalah nama masa menuggu bagi seorang perempuan untuk mengetahui kekosongan rahimnya, atau karena sedih atas meninggalnya suaminya. Dari situlah dapat diambil kesimpulan bahwasanya iddah diperintahkan oleh allah untuk kemaslahatan umat islam sendiri ya’ni agar tidak tercampur nasab antara satu dengan yang lainya. Tapi kenyataannya iddah sudah tidak begtu popular buktinya disana-sini masih banyak kaum wanita yang baru di tinggal suaminya baik meninggal atau tidak yang keluar semunya sendiri tanpa memperdulikan bahwa dirinya dalam keadaan iddah. Oleh karena itu untuk lebih jelasnya tentang masalah iddah akan dipaparkan pada makalah ini. B. Rumusan Masalah. 1.apa maksud tafsir surt al-baqarah ayat 234 ? 2. Apa kandungan hukum yang terdapat pada surat al-baqarah ayat 234 ? 3. hikmah tasyri’ ? BAB II PEMABAHASAN A. Arti Surat Al-Baqarah Ayat:234 Orang yang meninggal dunia diantaramu dan meninggalkan istri-istri,maka hendaklah mereka(para istri) itu menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari.kemudian apabila mereka itu telah sampai batas masa iddahnya,maka tidak ada dosa atas kamu(para wali) membiarkan mereka berbuat atas diri mereka,menurut yang patut,dan allah mengetahui apa yang kamu perbuat(QS.al-Baqarah/2:234) B. Tafsir Ayat 1.ungkapan yang digunakan untuk kematian seseorang ialah “tuwuffia”yang artinya diwafatkan,atau yang sama dengan itu adalah “mutawaffa”yang artinya orang yang diwafatkan, bukan “mutawaffi” yang artinya mematikan, karena orang dahulu pernah menyebt orang yang meninggal dengan tuwuffi.
  • 10. 2 .kata”zauj”terpaki untuk pria dan wanita(suami istri) sedang arti asalnya adalah bilangan double.dan di pakai untuk suami dan istri karena hakekatnya mereka berdua adalah dua insane yang terpadu,sehingga seol;ah-olah menjadi satu. 3.ibnu jarir ath-Tabari meriwayatkan dari ummu salmah r.a bahwa Nabi saw pernah bersabda kepada seorang perempuan yang ditinggl mati suaminya ,yang menjelaskan bahwa masa iddahnya perempuan itu adalah empat bulan serpuluh hari. 4.Hikmh dibatasinya iddah istri yang ditinggalmati suaminya dengan empat bulan sepuluh hari,yang bertujuan agar diketahui”baraatur rahim”(kebersihan rahim). C. Kandungan Hukum 1. Apakah Ayat ini bias dijadikan nasikh ayat yang menerangkan tentang iddah setahun itu? Jumhur ulama’ berpendapat :bahwa ayat ini adalah nasikh bagi ayat al-Qur’an surat al- Baqarah:240 yang menjelaskan iddah wafat Selama setahun penuh yang kemudian dimansukh dengan empat bulan sepuluh hari. Sebagian berpendapat:tidak ada satupun ayat-ayat al-Qur’an yang mansukh(terhapus).maka ayat tersebut hanya sebagai pengurangan dari setahun,dan yang demikian ini bukanlah nasikh-mansukh namanya tetapi suatu keringanan . Al-Qurtubi berkata :pendapat kedua ini keliru sekali ,dan beliau berpendapat bahwa iddah empat bulan sepuluh hari adalah penghapus bagi iddah setahun. 2. Iddah perempuan hamil yang ditnggal mati suaminya. Menurut jumhur iddah nya sampai melahirkan,karena berpegang pada firman Allah swt. surat ath-Thalaq ayat:4,yang menjelaskan tentang batas iddah orang hamil itu sampai melahirkan .dan ayat ini sekaligus mentakhsish keumuman surat al-Baqarahayat 234. Menurut Ali ibnu abbas r.a ada dua masa iddah orang yang hamil yakni jika hamil tua dan melahirkan anak sebelum habis masa 4 bulan 10 hari,maka iddahnya 4 bulan 10 hari.tapi jika hamil muda dan masa 4 bulan 10hari telah lewat dan dia belum melahirkan maka masa iddahnya sampai dia melahirkan .dengan kata lain beliau mengamalkan beliau mengamalkan
  • 11. kedua ayat tadi dan beliau berpendapat bahwa dalam hal ini ijma’(kompromi)itu lebih tepat dari pada memilih salah satu. Dalam hal ini al-Qurtubi mengatakan ini adalah suatu pandangan yang jitu seandainya tidak ada hadis Sabiah al-Aslamiah.dan itulah yang benar Alasan Jumhur -. Penegasan surat ath-Thalaq ayat 4 diatas -. Hadis Sabi’ah Al-Islamiah yang diriwayatkan oleh Bukhari ,Muslim,nasai dan Abu daud.yang menjelaskan bahwa Sabiah sudah halal menikah setelah melahirkan. Ibnu abdil bar berkata : diriwayatkan bahwa ibnu abbas telahpendapatnya itu setelah hadis itu dihadapkan kepadanya. Kata al-Qurtubi:hadis tersebut menjelaskan bahwaayat 4 surat ath-Talaq itu berlku umum untuk semua wanita yang dithalaq,termasuk Karen ditinggal mati suminya. 3. Apa yang dimaksud dengan berkabung dan berapa lama masa berkabung perempuan atas suaminya. Syariat islam mewajibkan perempuan yang ditinggal mati suaminya selama masa iddah(4 bulan 10 hari) dan untuk keluarga mayit diperkenankan(bukan wajib) berkabung selama tiga hari,lebih dari itu hukumnya haram. Demikianlah keterangan dari hadis yang diriwayatkan oleh Zainab binti ummu salamah. “Berkabung”ialah:tidak berhias,tidak memakai wangi-wangian,tidak bercelak,tidak menampakkan diri untuk dsipinang orang yang berlaku bagi seorang istri yang ditinggal mati suaminya,sebagai penghormatan pada suami dan rasa berduka cita atas meninggalnya suami. 4. Untuk apa iddah itu. ? Para ulama menganalisa beberapa tujuan iddah adalah sebagai berikut: a) Untuk mengetahui bara’atur rahim,sehingga tidak terjadi percampuran nasab antara satu dengan lainnya.
  • 12. b) Sebagai suatu ibadah dalam rangka melaksanakan perintah Allah terhadap muslimah- muslimah c) Menunjukkan rasa duka hati atas kematian seorang suami sebagai tanda atas kelebihan dan kebaikan suami. d) Memberi kesempatan suami-istri yang bercerai untuk mengembalikan hidup baru,dengan jalan ruju’. e) sebagaipujian atas kebesaran persoalan pernikahan. D. Hikmah Tasyri’ Allah mewajibkan iddah bagi prempuan muslimah demi melindungi kehormatan keluarga serta menjaga dari perpecahan dan percampuran nasab. Memperbaiki kebiasaan orang-orang jahiliah dalamdalam masa berkabung dan menjadikan berkabung sebagai lambing kebersihan bukan kekotoran dan yang aslinya selama satu tahun menjad 4 bulan 10 hari. BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Tafsir Ayat : 1. Ungkapan yang digunakan untuk kematian seseorang ialah “tuwuffia”yang artinya diwafatkan 2. Kata”zauj”terpaki untuk pria dan wanita(suami istri) sedang arti asalnya adalah bilangan double 3. Hadis yang menjelaskan tentang iddah wanita yang ditinggal mati suaminya adalah empat bulan serpuluh hari. 4. Hikmah dibatasinya iddah istri yaitu agar diketahui”baraatur rahim
  • 13. Kandungan Hukum 1.ayat ini adalah nasikh bagi ayat al-Qur’an surat al-Baqarah:240. 2. iddah wanita hamil yang di tinggal suaminya adalah sampai ia melahirkan 3. Berkabung”ialah:tidak berhias,tidak memakai wangi-wangian,tidak bercelak,tidak menampakkan diri untuk dsipinang orang yang berlaku bagi seorang istri yang ditinggal mati suaminya 4. tujuan iddah antara lain mengethui bara’atur rahim, taabud kepada Allah, rasa berkabung, kesempatan untuk rujuk kembal penghormatan tali perkawinan. Hikmah Tasyri’ yaitu demi menjaga kehormatan keluarga serta menjaga dari perpecahan dan percampuran nasab. B. Saran Dengan selesainya makalah ini kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang ikut andil dalam penulisan makalah ini. Tak lupa kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik yang membangun selalu kami tunggu dan kami perhatikan. DAFTAR PUSTAKA Ali As Shobini Muhammad, 2001. Tafsir Ayatul Ahkam. Jakarta : Darul Khutub.