Berikut klasifikasi obat tradisional yang beredar di Indonesia:1. Obat HerbalObat herbal adalah obat tradisional yang berasal dari tanaman, baik seluruh bagian tanaman atau hanya bagian tertentu seperti akar, daun, bunga, buah, biji, kayu, dan lainnya. Contoh obat herbal di Indonesia antara lain: jahe, kunyit, temulawak, pegagan, dan lainnya. 2. Obat SarianObat sarian adalah obat trad
Buku ini membahas tentang obat tradisional Indonesia (jamu), mulai dari definisi, klasifikasi, kelebihan dan kekurangan, efek samping, hingga penelitian obat tradisional. Terdapat tiga klasifikasi obat tradisional yaitu jamu, obat tradisional terstandar, dan fitofarmaka yang telah memenuhi standar Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB)."
Similar to Berikut klasifikasi obat tradisional yang beredar di Indonesia:1. Obat HerbalObat herbal adalah obat tradisional yang berasal dari tanaman, baik seluruh bagian tanaman atau hanya bagian tertentu seperti akar, daun, bunga, buah, biji, kayu, dan lainnya. Contoh obat herbal di Indonesia antara lain: jahe, kunyit, temulawak, pegagan, dan lainnya. 2. Obat SarianObat sarian adalah obat trad
Similar to Berikut klasifikasi obat tradisional yang beredar di Indonesia:1. Obat HerbalObat herbal adalah obat tradisional yang berasal dari tanaman, baik seluruh bagian tanaman atau hanya bagian tertentu seperti akar, daun, bunga, buah, biji, kayu, dan lainnya. Contoh obat herbal di Indonesia antara lain: jahe, kunyit, temulawak, pegagan, dan lainnya. 2. Obat SarianObat sarian adalah obat trad (20)
Berikut klasifikasi obat tradisional yang beredar di Indonesia:1. Obat HerbalObat herbal adalah obat tradisional yang berasal dari tanaman, baik seluruh bagian tanaman atau hanya bagian tertentu seperti akar, daun, bunga, buah, biji, kayu, dan lainnya. Contoh obat herbal di Indonesia antara lain: jahe, kunyit, temulawak, pegagan, dan lainnya. 2. Obat SarianObat sarian adalah obat trad
3. iii
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
anugrah ilmu berkat rahmat dan hidayat-Nya, hingga akhirnya
penulisan buku ajar ini dapat d iselesaikan.
Adanya kecenderungan pola hidup kembali ke alam
(back to nature) menyebabkan masyarakat lebih memilih
mengggunakan obat alami yang diyakini tidak memiliki efek
samping seperti obat kimia, dan harga lebih terjangkau daripada
obat sintetik. Kondisi ini memacu peninkatan kebutuhan pasar
dan perkembangan industri obat tradisional di dalam negeri.
Penelitian dan pengembangan obat tradisional dapat diarahkan
untuk menghasilkan obat yang dapat diterima alam pelayanan
kesehatan formal, terutama kualitas, keamanan dan efikasinya.
Obat tradisional asal Indonesia (jamu) sudah banyak yang
mengandung komponen bioaktif fitokimia. Bahkan beberapa
pabrik jamu besar, secara khusus meakukan penelitian dan
menciptakan jamu dalam bentuk kapsul atau tablet dengan
komponen bioaktif fitokimia dengan berbagai jenis produk dan
kemasan yang menarik.
Produk obat tradisional mulai diminati oleh sebagian
besar masyarakat sehingga kalangan akademisi kesehatan mulai
mengembangkannya karena dinilai memiliki potensi yang sama
dengan obat kimiawi yang beredar di pasaran. Potensi tumbuhan
obat asli Indonesia dapat terlihat dari kontribusinya pada produk
obat dunia.
4. iv Nurul Qomariah
Berdasarkan fakta tersebut, Buku Ajar Formulasi
Teknologi Sediaan Obat Tradisional ini ditulis dengan
penekanan pada konsep pengembangan tanaman obat menjadi
produk jadi yang dapat diterapkan oleh mahasiswa Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah, dan diharapkan
mahasiswa akan memiliki kemampuan nalar yang tinggi untuk
dapat mengembangkan obat tradisional Indonesia, khususny
obat tradisional khas Kalimantan.
Sebagaiedisipertama,bukuajariniakanterusditingkatkan
baikdarisegikualitasdandesainpenyajiansehingga akantampil
lebih menarik dan aktual. Oleh karena itu penulis harapkan
adanya input dari para pengguna dan pembaca; mahasiswa dan
kolega. Faktor ini akan menjadi bagian penting bagi pencerahan
paradigma penulis dalam menyajikan bahan ajar yang ideal.
Palangkaraya, 18 Juni 2015
Penulis
5. v
DAFTARISI
PRAKATA........................................................................................iii
DAFTAR ISI......................................................................................v
BAB I ObatTradisional..................................................................1
A.DefinisiObatTradisional............................................................2
B.KlasifikasiObatTradisional........................................................3
C.KelebihandanKelemahanObatTradisional..............................9
D.EfekSampingObatTradisional................................................19
E.PenelitianObatTradisional......................................................24
LATIHAN......................................................................................32
BAB II Bahan Baku Obat Tradisional............................................33
A.PengertianObatTradisionaldanObatBahanAlam.................34
B.PenyediaanBahanBakuObatTradisional................................35
C. Budidaya Tanaman Obat........................................................35
D.PengolahanRawMaterialMenjadiHerbalTerstandar............41
LATIHAN......................................................................................67
BAB III Pengolahan Herbal Menjadi Produk Jadi Kesehatan....69
A.PengolahanObatHerbaluntukBidangKedokteran..............69
B.PembuatanHerbalMenjadiProdukKosmetik........................98
LATIHAN....................................................................................109
BAB IV Industri Obat Tradisional................................................111
A.PengenalanIndustriObatTradisional.....................................112
B.PersyaratanPermohonanIzinIndustriObatTradisional......113
C.PencabutanIzinIndustriObatTradisional...............................121
6. vi Nurul Qomariah
D.PembinaanIndustriObatTradisional.....................................122
LATIHAN.....................................................................................131
BAB V Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik...............133
A.PengertianCPOTB.................................................................134
B.TujuanCPOTB.........................................................................134
C.LandasanUmumCPOTB.........................................................135
D.ManfaatCPOTBbagiIndustri,Konsumen..............................136
E.Unsur-UnsurCPOTB...............................................................136
LATIHAN.....................................................................................181
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................183
Indeks..........................................................................................187
Tentang Penulis...........................................................................189
7. 1
BabI
ObatTradisional
Tujuan instruksional umum :
Memahami tentang obat tradisional
Tujuan Instruksional khusus:
1. Memahami definisi obat tradisional
2. Memahami klasifikasi obat tradisional yang beredar di
Indonesia
3. Menjelaskan kelebihan dan kelemanan dari obat
tradisional dibandingkan obat modern
4. Memahami efek samping obat tradisional
5. Memahami tahap-tahap penelitian pengembangan obat
tradisional
Pokok pembahasan :
1. Definisi Obat Tradisional
2. Klasifikasi Obat Tradisional
3. Kelebihan dan Kelemahan Obat Tradisional
4. Efek Samping Obat Tradisional
5. Penelitian Obat Tradisional
Saat ini meskipun obat tradisional cukup banyak
digunakanolehmasyarakatdalamusahapengobatansendiri(self-
medication), profesi kesehatan/dokter umumnya masih enggan
untuk meresepkan ataupun menggunakannya. Haltersebut
8. 2 Nurul Qomariah
berbeda dengan di beberapa negara tetangga seperti Cina,
Korea, dan India yang mengintegrasikan cara dan pengobatan
tradisional di dalam sistem pelayanan kesehatan formal. Alasan
utama keengganan profesi kesehatan untuk meresepkan atau
menggunakan obat tradisional karena bukti ilmiah mengenai
khasiat dan keamanan obat tradisional pada manusia masih
kurang. Obat tradisional Indonesia merupakan warisan budaya
bangsa sehingga perlu digali, ditelitidan dikembangkan agar
dapat digunakan lebih luas oleh masyarakat.
A. Definisi Obat Tradisional
Obat tradisional ialah bahan atau ramuan bahan yang
berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik)
atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun
telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
Obat tradisional Indonesia atau obat asli Indonesia yang lebih
dikenal dengan nama jamu, umumnya campuran obat herbal,
yaitu obat yang berasal dari tanaman. Bagian tanaman yang
digunakan dapat berupa akar, batang, daun, umbi atau mungkin
juga seluruh bagian tanaman.
Penggunaan obat tradisional di Indonesia tidak saja
berlangsung di desa yang tidak memiliki/jauh dari fasilitas
kesehatan dan obat modern sulit didapat, tetapi juga berlangsung
di kota besar meskipun banyak tersedia fasilitas kesehatan
dan obat modern mudah diperoleh. Obat tradisional mungkin
digunakan sebagai obat alternatif karena mahalnya atau tidak
tersedianya obat modern/sintetis dan adanya kepercayaan bahwa
obat tradisional lebih aman. Selain untuk memelihara kesehatan
dan mengobati penyakit ringan, yang mengkhawatirkan ialah
obat tradisional juga digunakan masyarakat sebagai obat pilihan
9. 3Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
untuk mengobati penyakit berat, penyakit yang belum memiliki
obat yang memuaskan seperti kanker dan AIDS, serta berbagai
penyakit menahun misalnya hipertensi dan diabetes melitus
tanpa pengawasan/sepengetahuan dokter.
B. Klasifikasi Obat Tradisional
Tanaman obat mempunyai berbagai ragam efek pada
sistem metabolisme tubuh, antara lain bersifat sebagai
sedatif, analgesik, antipiretik, proteksi jantung, anti inflamasi,
antioksidan dan fungsi imunomodulator. Herbalis cenderung
menggunakan ekstrak tanaman, seperti akar atau daun dan
tidak menggunakan senyawa fitokimia tertentu. Sebagian
besar pengobatan herbal digunakan untuk mengobati masalah
kesehatan umumnya, seperti demam, batuk, flu, sakit kepala,
sakit perut, pencernaan, insomnia, masalah kulit dan ketombe.
Beberapa herbalis melaporkan telah mengobati juga penyakit
kronis seperti peradangan usus, rematik, darah tinggi, dan
masalah pernafasan.
Khasiat dari herbal tidak saja berasal dari bahan aktif saja,
tetapi dari kandungan bahan pendukung lainnya seperti mineral,
vitamin, minyak atsiri, glikosida, alkaloids, bioflavonoid. Di
Indonesia obat tradisional dapat diklasifikasikan ke dalam 3
kategori, yaitu jamu, herbal terstandar (telah lolos uji preklinik),
dan fitofarmaka (lolos uji klinik). Ketiga kelompok tersebut,
mempunyai logo yang berbeda dan sangat spesifik sesuai dengan
standar (gambar 1).
10. 4 Nurul Qomariah
Gambar 1. Logo obat herbal, a) Jamu, b) Obat tradisional terstandar, c)
Fitofarmaka
1. Jamu
Jamu adalah ramuan atau bahan – bahan alami yang
digunakan dalam pengobatan ntuk menjaga kesehatan,
khasiatnya berdasarkan warisan turun temurun/empirik.
Sediaan dalam bentuk rebusan/cairan atau serbuk. Bahan
baku yang digunakan biasanya dalam bentuk yang sudah
dikeringkan atau biasanya disebut sebagai simplisia. Saat
ini produk jamu yang banyak beredar adalah dalam bentuk
serbuk ataupun kapsul. Pihak BPOM telah mengeluarkan
standar untuk produksi obat tradisional yang dikenal dengan
Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB).
Tujuannya adalah untuk menjamin agar produk yang
dihasilkan memenuhi syarat mutu yang telah ditentukan
sesuai dengan penggunaannya. mutu produk yang dihasilkan
sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan baku yang digunakan
seperti proses pengolahan dan lingkungan tumbuhnya.
Sebagai contoh, proses pengeringan akan berpengaruh
terhadap kadar flavonoid daun tempuyung yang merupakan
salah satu parameter mutu. Daun yang dikeringkan dengan
oven, menghasilkan produk berwarna lebih hijau dan kadar
flavonoid lebih tinggi dibandingkan dengan penjemuran
matahari. Demikian pula dengan lingkungan tumbuhnya,
daun tempuyung yang tumbuh di dataran rendah (<240 m
dpl) menghasilkan kadar flavonoid lebih tinggi (2,72%)
11. 5Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
dibandingkan dataran tinggi (>500 m dpl) (2,27%).
Penerapan CPOTB merupakan nilai tambahan bagi produk
bat tradisional Indonesia agar dapat bersaing dengan produk
sejenis dari negara lain baik di pasar dalam negeri maupun
pasar internasional. Contoh produk jamu yang banyak
beredar antara lain Tolak Angin, Pil Binari, Curmaxan, dan
Diacinn.
2. Obat tradisional Terstandar
Obat tradisional terstandar adalah sediaan obat
tradisional berbahan baku alami, bahan bakunya telah
distandarisasi dan telah ada pembuktian keamanan serta
khasiatnya dengan cara ilmiah dengan uju preklinik. Uji
keamanan yang dilakukan berupa uji toksisitas akut, uji
toksisitas subkronis dan uji toksisitas kronis. Uji khasiat
dilakukan terhadap hewan uji yang secara fisiologi dan
anatomi dianggap hampir sama dengan manusia. Dari hasil
uji praklinik dapat diketahui khasiat, dosis yang tepat untuk
terapi, keamanan bahkan efek samping yang mungkin
ditimbulkannya. Sebaga contoh ekstrak daun belimbung
wuluh, digunakan pada hewan kucing untuk ant hipertensi.
Hasil pengujian ekstrak daun belimbing dengan dosis 25
mg/kg bb dapat menurunkan tekanan darah sampai 41,25
mmHg. Untuk hewan uji yang berbeda (babi) ekstrak daun
belimbing dengan konsentrasi 0,01 mg/mL dan 1 mg/mL
dapat menurunkan tekanan darah masing-masing 23 dan 47
mmHg. Uji efek farmakologi dilakukan secara in vitro atau
model hewan, untuk keamanan dan efikasi yang dihasilkan
dari uji klinik, dan data preklinik digunakan sebagai dasar
untuk uji klinik. Jumah obat terstandar yang beredar saat ini
di Indonesia ada 19 jenis, diantaranya diapet, fitolac, kiranti
12. 6 Nurul Qomariah
sehat.
3. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah obat tradisional dari bahan alami
yang dapat disetarakan dengan obat modern karena proses
pembuatannya yang telah terstandar serta telah ditunjang
dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia
dengan kriteria memenuhi syarat ilmiah. Persyaratan
melakukan uji klinik, antara lain protokol uji telah disetujui,
pelaksana yag melakukan uji cukup kompeten, memenuhi
prinsip etika, tempat pelaksana uji memenuhi syarat. Dengan
dilakukannya uji klinik terhadap obat herbal, akan lebih
meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat
tradisional di saran pelayanan kesehatan. Masyarakat juga
bisa didorong untuk menggunakan obat tradisional karena
manfaatnya telah jelas dengan pembuktian secara ilmiah.
Uji klinik sangat diperlukan karena dapat mengetahui efek
farmakologi suatu tanaman obat sebelum digunakan untuk
praktek medikal konvensional. Selain itu, uji klinik sangat
membantu dalam menentukan efek terapi dari tanaman dalam
elusidasi efikasi atau aksi mekanisme termasuk interaksi sel,
interaksi lingkungan sel dan genetik. Keuntungan dari uji
klinik adalah memudahkan dalam membandingkan efikasi
dari tanaman yang berbeda dalam efektivitas biaya dan
design rasional kombinasi obat. Peneliti farmasi mengakui
konsep sinergisitas dari obat tetapi percobaan secara klinik
bisa digunakan untuk efikasi dari persiapan herbal tertentu
termasuk formulasi dari herbal yang konsisten golongan
fitofarmaka telah mampu disejajarkan dengan obat sintetik
dan dokter makin yakin untuk membuatkan resep karena
telah teruji secara klinik.
13. 7Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
Dalam menyeleksi herbal, herbalis menggunakan
informasi yang tidak digunakan oleh farmasis, karena herbal
bisa diambil dari sayuran, teh ataupun rempah. Hingga kini,
baru6(enam)fitofarmakayangsudahterdaftardandiresepkan
oleh dokter antara lain Reumaneer (pengobatan nyeri sendi
ringan sampai sedang), Stimuno (immunomodulator dan
sebagai terapi ajuvan dalam pengobatan tuberkulosa), Xgra
(disfungsi ereksi dengan atau tanpa ejakulasi dini, Tensigard
agromed (menurunkan tekanan darah sislotik) dan livitens
(obat jantung). Beberapa obat sintetik yang bahan aktifnya
diisolasi dari bahan alam tertera pada tabel 1.
14. 8 Nurul Qomariah
Tabel 1. Beberapa Senyawa Aktif yang Diisolasi Dari Alam
Senyawa Aktif/
Active compound
Sumber tanaman/
Plant sources
Kegunaan/ Usage Sumber/ Sources
Asam salisilat/
Salicilic acid
Atropin/ Atropine
Colchicin/
Cholcicine
Digoksin, Lanoksin/
Digoxin lanoxin
Ephedrin/ Ephedrine
Morphin dan
Kodein/ Morphine
and codeine
Paclitaxel (Taxol)/
Paclitaxel
Kuinin/ Quinine
Vinblastin
dan vincristin/
Vinblastine and
vincristine
Salbix Alba dan
Filipendula ulmaria
Atropa belladona
Cholcicum
autumnale
Digitalis purpurea
Ephedra Sinica
Papaver somniforum
L atau P.
Paeoniflorum
Taxus baccata
Chincona pubescens
Catharanthus roseus
Obat analgesik/
Analgesic medicine
Obat jantung
berdebar/ Palpitation
medicine
Obat penyakit gout
pada persendian/
Goutmedicine in join
Obat jantung/ Heart
Medications
Obat relax/ Medicine
relaxing
Narkotika/ Narcotics
Obat kanker
ovarium/ Ovarian
cancer medicine
Obat malaria/
Malarial medicine
Obat kanker/ Cancer
medicine
Katzung
Challem
Challem
Challem
Challem
Challem
Pezzuto
Challem
Roberts
Tanaman merupakan sumber utama untuk pembuatan
obat nodern (sintetik). Diperkirakan seperempat resep obat
mengandung ekstrak tanaman atau bahan aktif dari turunan
senyawapadatanaman.Ekstrakdariberbagaitanamantanaman
tingkat tinggi merupakan sumber yang baik obat antibiotik
untuk melawan bakteri dan jamur patogen. Sebagai contoh,
minyak pala dapat menghambat pertumbuhan Bacciluscereus
dan Staphylococcus epidermis pada konsentrasi 6,25%,
dan minyak kayumanis dapat menghambat Escheria coli
pada konsentrasi 1,25%. Campuran ekstrak bawang putih,
15. 9Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
minyak kayumanis dan ekstrak jahe dengan perbandingan
80:10:10 dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen,
yaitu Listeria monocytogens, Salmonella typhium dan E.
Coli.
C. Kelebihan dan Kelemahan Obat Tradisional
1. Kelebihan Obat Tradisional
Dibandingkan obat-obat modern, memang obat
tradisional memiliki beberapa kelebihan, antara lain : efek
sampingnya relatif rendah, dalam suatu ramuan dengan
komponen berbeda memiliki efek saling mendukung, pada
satu tanaman memiliki lebih dari satu efek farmakologi
serta lebih sesuai untuk penyakit-penyakit metabolik dan
degeneratif.
1). Efek sampingobat tradisional relatif kecil bila
digunakan secara benar dan tepat
Obat tradisional akan bermanfaat dan aman jika
digunakan dengan tepat, baik takaran, waktu dan cara
penggunaan,pemilihanbahansertapenyesuaidenganindikasi
tertentu.
a. Ketepatan takaran/dosis
Daun sledri (Apium graviolens) telah diteliti dan
terbukti mampu menurunkan tekanan darah, tetapi pada
penggunaannya harus berhati-hati karena pada dosis berlebih
(over dosis) dapat menurunkan tekanan darah secara drastis
sehingga jika penderita tidak tahan dapat menyebabkan syok.
Oleh karena itu dianjurkan agar jangan mengkonsumsi lebih
dari 1 gelas perasan sledri untuk sekali minum. Demikian
pula mentimun, takaran yang diperbolehkan tidak lebih dari 2
biji besar untuk sekali makan.
16. 10 Nurul Qomariah
Untuk menghentikan diare memang bisa digunakan
gambir, tetapi penggunaan lebih dari 1 ibu jari, bukan sekedar
menghentikan diare bahkan akan menimbulkan kesulitan
buang air besar selama berhari-hari (kebebelen).
Sebaliknya penggunaan minyak jarak (Oleum recini)
untuk urus-urus yang tidak terukur akan menyebabkan iritasi
saluran pencernaan. Demikian juga dengan pemakaian keji
beling (Strobilantus crispus) untuk batu ginjal melebihi 2
gram serbuk (sekali minum) bisa menimbulkan iritasi saluran
kemih.
b. Ketepatan waktu penggunaan
Sekitar tahun 1980-an terdapat suatu kasus di salah
satu rumah sakit bersalin, beberapa pasien mengalami
kesulitan persalinan akibat mengkonsumsi jamu cabe puyang
sepanjang masa (termasuk selama masa kehamilan). Setelah
dilakukan penelitian, ternyata jamu cabe puyang mempunyai
efek menghambat kontraksi otot pada binatang percobaan.
Oleh karena itu kesulitan melahirkan pada ibu-ibu yang
mengkonsumsi cabe puyang mendekati masa persalinan
karena kontraksi otot uterus dihambat terus-menerus
sehingga memperkokoh otot tersebut dalam menjaga janin
didalamnya. Sebaliknya jamu kunir asem bersifat abortivum
sehingga mungkin dapat menyebabkan keguguran bila
dikonsumsi pada awal kehamilan. Sehubungan dengan hal
itu, seyogyanya bagi wanita hamil minum jamu cabe-puyang
di awal kehamilan (antara 1-5 bulan) untuk menghindari
resikokegugurandanminumjamukunir-asemsaatmenjelang
persalinan untuk mempermudah proses persalinan. Kasus
lain adalah penggunaan jamu sari rapet terus menerus sejak
gadis hingga berumah tangga dapat menyebabkan kesulitan
17. 11Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
memperoleh keturunan bagi wanita yang kurang subur karena
ada kemungkinan dapat memperkecil peranakan.
c. Ketepatan cara penggunaan
Daun kecubung (Datura metel L.) telah diketahui
mengandung alkaloid turunan tropan yang bersifat
bronkodilator (dapat memperlebar saluran pernafasan)
sehingga digunakan untuk pengobatan penderita asma.
Penggunaannya dengan cara dikeringkan lalu digulung
dan dibuat rokok serta dihisap (seperti merokok). Akibat
kesalahan informasi yang diperoleh atau kesalahpahaman
bahwasanya secara umum penggunaan tanaman obat secara
tradisional adalah direbus lalu diminum air seduhannya;
maka jika hal itu diperlakukan terhadap daun kecubung, akan
terjadi keracunan karena tingginya kadar alkaloid dalam
darah.OrangJawamenyebutnya ‘mendemkecubung’ dengan
salah satu tandanya midriasis, yaitu mata membesar.
d. Ketepatan pemilihan bahan secara benar
Berdasarkan pustaka, tanaman lempuyang ada 3
jenis, yaitu lempuyang emprit (Zingiber amaricans L)
lempuyang gajah (Zingiber zerumbert L.) dan lempuyang
wangi (Zingiber aromaticum L.). Lempuyang emprit dan
lempuyang gajah berwarna kuning berasa pahit dan secara
empiris digunakan untuk menambah nafsu makan; sedangkan
lempuyang wangi berwarna lebih putih (kuning pucat) rasa
tidak pahit dan berbau lebih harum, banyak digunakan
sebagai komponen jamu pelangsing. Kenyataannya banyak
penjual simplisia yang kurang memperhatikan hal tersebut,
sehingga saat ditanya jenisnya hanya mengatakan yang dijual
lempuyang tanpa mengetahui apakah lempuyang wangi atau
yang lain.
18. 12 Nurul Qomariah
Kerancuan serupa juga sering terjadi antara tanaman
ngokilo yang di’anggap sama’ dengan keji beling, daun
sambung nyawa dengan daun dewa, bahkan akhir-akhir
ini terhadap tanaman kunir putih, dimana 3 jenis tanaman
yang berbeda (Curcumamangga, Curcuma zedoaria dan
Kaempferia rotunda) seringkali sama-sama disebutsebagai
‘kunir putih’ yang sempat mencuat kepermukaan karena
dinyatakan bisa digunakan untuk pengobatan penyakit
kanker.
e. Ketepatan pemilihan tanaman obat/ramuan untuk
indikasi tertentu
Kenyataan dilapangan ada beberapa tanaman obat
yang memiliki khasiat empiris serupa bahkan dinyatakan
sama (efek sinergis). Sebaliknya untuk indikasi tertentu
diperlukan beberapa jenis tanaman obat yang memiliki
efek farmakologis saling mendukung satu sama lain (efek
komplementer). Walaupun demikian karena sesuatu hal,
pada berbagai kasus ditemui penggunaan tanaman obat
tunggal untuk tujuan pengobatan tertentu. Misalnya seperti
yang terjadi sekitar tahun 1985, terdapat banyak pasien di
salah satu rumah sakit di Jawa Tengah yang sebelumnya
mengkonsumsi daun keji beling. Pada pemeriksaan
laboratorium dalam urine-nya ditemukan adanya sel-sel
darah merah (dalam jumlah) melebihi normal. Hal ini sangat
dimungkinkan karena daun keji beling merupakan diuretik
kuat sehingga dapat menimbulkan iritasi pada saluran kemih.
Akan lebih tepat bagi mereka jika menggunakan daun kumis
kucing (Ortosiphon stamineus) yang efek diuretiknya lebih
ringan dan dikombinasi dengan daun tempuyung (Sonchus
arvensis) yang tidak mempunyai efek diuretik kuat tetapi
19. 13Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
dapat melarutkan batu ginjal berkalsium.
Penggunaan daun tapak dara (Vinca rosea) untuk
mengobati diabetes bukan merupakan pilihan yang tepat,
sebab daun tapak dara mengandung alkaloid vinkristin dan
vinblastin yang dapat menurunkan jumlah sel darah putih
(leukosit). Jika digunakan untuk penderita diabetes yang
mempunyai jumlah leukosit normal akan membuat penderita
rentan terhadap serangan penyakit karena terjadi penurunan
jumlahleukosityangbergunasebagaipertahanantubuh.
2) Adanya efek komplementer dan atau sinergisme dalam
ramuan obat tradisional/komponen bioaktif tanaman
obat
Dalam suatu ramuan obat tradisional umumnya terdiri
dari beberapa jenis tanaman obat yang memiliki efek saling
mendukung satu sama lain untuk mencapai efektivitas
pengobatan. Formulasi dan komposisi ramuan tersebut dibuat
setepat mungkin agar tidak menimbulkan kontraindikasi,
bahkan harus dipilih jenis ramuan yang saling menunjang
terhadap suatu efek yang dikehendaki. Sebagai ilustrasi dapat
dicontohkan bahwa suatu formulasi terdiri dari komponen
utama sebagai unsur pokok dalam tujuan pengobatan, asisten
sebagai unsur pendukung atau penunjang, ajudan untuk
membantu menguatkanefek serta pesuruh sebagai pelengkap
atau penyeimbang dalam formulasi. Setiap unsur bisa terdiri
lebih dari 1 jenis tanaman obat sehingga komposisi obat
tradisional lazimnya cukup komplek.
Misalnya suatu formulasi yang ditujukan untuk
menurunkan tekanan darah, komponennya terdiri dari :
daun sledri (sebagai vasodilator), daun apokat atau akar teki
20. 14 Nurul Qomariah
(sebagai diuretika), daun murbei atau besaren (sebagai Ca-
antagonis) serta biji pala (sebagai sedatif ringan) . Formulasi
laindimaksudkanuntukpelangsing,komponennyaterdiridari
: kulit kayu rapet dan daun jati belanda (sebagai pengkelat),
daun jungrahap (sebagai diuretik), rimpang kunyit dan temu
lawak (sebagai stomakik sekaligus bersifat pencahar). Dari
formulasi ini walaupun nafsu makan ditingkatkan oleh temu
lawak dan kunyit, tetapi penyerapan sari makanan dapat
ditahan oleh kulit kayu rapet dan jati belanda. Pengaruh
kurangnya defakasi dinetralisir oleh temulawak dan kunyit
sebagai pencahar, sehingga terjadi proses pelangsingan
sedangkan proses defakasi dan diuresis tetap berjalan
sebagaimana biasa.
Terhadap ramuan tersebut seringkali masih diberi
bahan-bahan tambahan (untuk memperbaiki warna, aroma
dan rasa) dan bahan pengisi (untuk memenuhi jumlah/volume
tertentu). Bahan tambahan sering disebut sebagai Coringen,
yaitu c.saporis (sebagai penyedap rasa, misalnya menta
atau kayu legi), c.odoris (penyedaparoma/bau, misalnya
biji kedawung atau buah adas) dan c.coloris (memperbaiki
warna agar lebih menarik, misalnya kayu secang, kunyit atau
pandan). Untuk bahan pengisi bisa digunakan pulosari atau
adas, sekaligus ada ramuan yang disebut ‘adas-pulowaras’
atau ‘adas-pulosari’.
Untuk sediaan yang berbentuk cairan atau larutan,
seringkalimasih diperlukan zat-zatataubahan yang berfungsi
sebagai Stabilisator dan Solubilizer. Stabilisatoradalahbahan
yang berfungsi menstabilkan komponen aktif dalam unsur
utama, sedangkan solubilizer untuk menambah kelarutan
zat aktif. Sebagai contoh, kurkuminoid, yaitu zat aktif dalam
21. 15Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
kunyit yang bersifat labil (tidak stabil) pada suasanaalkalis
atau netral, tetapi stabil dalam suasana asam, sehingga
muncul ramuan ‘kunir-asem’. Demikian juga dengan etil
metoksi sinamat, suatu zat aktif pada kencur yangagak sukar
larutdalamair;untukmenambahkelarutandiperlukanadanya
‘suspendingagent’ yang berperan sebagai solubilizer yaitu
beras, sehingga dibuat ramuan ‘beras-kencur’.
Selain itu beberapa contoh tanaman obat yang
memiliki efek sejenis (sinergis), misalnya untuk diuretik bisa
digunakan daun keji beling, daun kumis kucing, akar teki,
daun apokat, rambut jagung dan lain sebagainya. Sedangkan
efek komplementer (saling mendukung) beberapa zat aktif
dalam satu tanaman, contohnya seperti pada herba timi
(Tymus serpyllum atau T.vulgaris) sebagai salah satu ramuan
obat batuk. Herba timi diketahui mengandung minyak atsiri
(yang antara lain terdiri dari : tymol dan kalvakrol) serta
flavon polimetoksi. Tymol dalam timi berfungsi sebagai
ekspektoran (mencairkan dahak) dan kalvakrol sebagai
anti bakteri penyebab batuk; sedangkan flavon polimetoksi
sebagai penekan batuk non narkotik, sehingga pada tanaman
tersebut sekurang-kurangnya ada 3 komponen aktif yang
saling mendukung sebagai antitusif. Demikian pula efek
diuretik pada daun kumis kucing karena adanya senyawa
flavonoid, saponin dan kalium.
3) Pada satu tanaman bisa memiliki lebih dari satu efek
farmakologi
Zat aktif pada tanaman obat umunya dalam
bentuk metabolit sekunder, sedangkan satu tanaman bisa
menghasilkan beberapa metabolit sekunder; sehingga
memungkinkantanamantersebutmemilikilebihdarisatuefek
22. 16 Nurul Qomariah
farmakologi. Efek tersebut adakalanya saling mendukung
(seperti pada herba timi dan daun kumis kucing), tetapi ada
juga yang seakan-akan saling berlawanan atau kontradiksi
(sperti pada akar kelembak). Sebagai contoh misalnya pada
rimpang temu lawak (Curcumaxanthoriza) yang disebutkan
memiliki beberapa efek farmakologi, antara lain : sebagaianti
inflamasi (anti radang), anti hiperlipidemia (penurun lipida
darah),cholagogum(merangsangpengeluaranproduksicairan
empedu), hepatoprotektor (mencegah peradangan hati) dan
juga stomakikum (memacu nafsu makan). Jika diperhatikan
setidak-tidaknya ada 2 efek yang kontradiksi, yaitu antara
anti hiperlipidemia dan stomakikum. Bagaimana mungkin
bisa terjadi pada satu tanaman, terdapat zat aktif yangdapat
menurunkan kadar lemak/kolesterol darah sekaligus dapat
bersifat memacu nafsu makan. Hal serupa juga terdapat pada
tanaman kelembak (Rheum officinale) yang telah diketahui
mengandung senyawa antrakinon bersifat non polar dan
berfungsi sebagai laksansia (urus-urus/pencahar); tetapi juga
mengandung senyawa tanin yang bersifat polar dan berfungsi
sebagai astringent/pengelat dan bisa menyebabkan konstipasi
untuk menghentikan diare. Lain lagi dengan buah mengkudu
(Morinda citrifolia) yang pernah populer karena disebutkan
untuk pengobatan berbagai macam penyakit.
Kenyataansepertiitudisatusisimerupakankeunggulan
produkobattradisional;tetapidisisilainmerupakanbumerang
karena alasan yang tidak rasional untuk bisa diterima dalam
pelayanan kesehatan formal. Terlepas dari itu semua,
sebenarnyamerupakan ‘lahan subur’ bagi para peneliti bahan
obat alam untuk berkiprah memunculkan fenomena ilmiah
yang bisa diterima dan dipertangungjawabkan kebenaran,
23. 17Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
keamanan dan manfaatnya.
4) Obat tradisional lebih sesuai untuk penyakit-penyakit
metabolik dan degenerative
Sebagaimana diketahui bahwa pola penyakit di
Indonesia (bahkan di dunia) telah mengalami pergeseran dari
penyakitinfeksi(yangterjadisekitartahun1970kebawah)ke
penyakit-penyakitmetabolikdegeneratif(sesudah tahun1970
hingga sekarang). Hal ini seiring dengan laju perkembangan
tingkat ekonomi dan peradaban manusia yang ditandai
dengan pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi dengan
berbagai penemuan baru yang bermanfaat dalam pengobatan
dan peningkatan kesejahteraan umat manusia.
Pada periode sebelum tahun 1970-an banyak terjangkit
penyakit infeksi yang memerlukan penanggulangan secara
cepat dengan mengunakan antibiotika (obat modern). Pada
saatitujikahanyamengunakanobattradisionalatauJamuyang
efeknya lambat, tentu kurang bermakna dan pengobatannya
tidak efektif. Sebaliknya pada periode berikutnya hinga
sekarang sudah cukup banyak ditemukan turunan antibiotika
baru yang potensinnya lebih tinggi sehingga mampu
membasmi berbagai penyebab penyakit infeksi.
Akan tetapi timbul penyakit baru yang bukan
disebabkan oleh jasad renik, melainkan oleh gangguan
metabolisme tubuh akibat konsumsi berbagai jenis makanan
yang tidak terkendali serta gangguan faal tubuh sejalan
dengan proses degenerasi. Penyakit ini dikenal dengan
sebutan penyakit metabolik dan degeneratif. Yang termasuk
penyakit metabolik antara lain : diabetes (kencing manis),
hiperlipidemia (kolesterol tinggi), asam urat, batu ginjal
24. 18 Nurul Qomariah
dan hepatitis; sedangkan penyakit degeneratif diantaranya :
rematik (radang persendian), asma(sesak nafas), ulser (tukak
lambung), haemorrhoid (ambaien/wasir) dan pikun (Lost of
memory). Untuk menanggulangipenyakit tersebut diperlukan
pemakain obat dalam waktu lama sehinga jika mengunakan
obat modern dikawatirkan adanya efek samping yang
terakumulasi dan dapat merugikan kesehatan. Oleh karena
itu lebih sesuai bila menggunakan obat tradisional, walaupun
penggunaanya dalam waktu lama tetapi efek samping yang
ditimbulkan relatifkecilsehingga dianggap lebih aman.
2. Kelemahan Produk Obat Alam / Obat Tradisional
Disamping berbagai keuntungan, bahan obat alam
juga memiliki beberapakelemahan yang juga merupakan
kendala dalam pengembangan obat tradisional (termasuk
dalam upaya agar bisa diterima pada pelayanan kesehatan
formal). Adapun beberapa kelemahan tersebut antara lain
: efek farmakologisnya yang lemah, bahan baku belum
terstandar dan bersifat higroskopis serta volumines, belum
dilakukan uji klinik dan mudah tercemar berbagai jenis
mikroorganisme. Menyadari akan hal ini maka pada
upaya pengembangan obat tradisional ditempuh berbagai
cara dengan pendekatan-pendekatan tertentu, sehingga
ditemukan bentuk obat tradisional yang telah teruji khasiat
dan keamanannya, bisa dipertanggung jawabkan secara
ilmiah serta memenuhi indikasi medis; yaitu kelompok obat
fitoterapi atau fitofarmaka Akan tetapi untuk melaju sampai
ke produk fitofarmaka, tentu melalui beberapa tahap (uji
farmakologi, toksisitas dan uji klinik) hingga bisa menjawab
dan mengatasi berbagai kelemahan tersebut.
25. 19Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
Efek farmakologis yang lemah dan lambat karena
rendahnya kadar senyawa aktif dalam bahan obat alam serta
kompleknya zat balast/senyawa banar yang umum terdapat
pada tanaman. Hal ini bisa diupayakan dengan ekstrak
terpurifikasi, yaitu suatu hasil ekstraksi selektif yang hanya
menyari senyawa-senyawa yang berguna dan membatasi
sekecil mungkin zat balast yang ikut tersari. Sedangkan
standarisasi yang komplek karena terlalu banyaknya jenis
komponen obat tradisional serta sebagian besar belum
diketahui zat aktif masing-masing komponen secara pasti,
jika memungkinkan digunakan produk ekstrak tunggal atau
dibatasijumlahkomponennyatidaklebihdari5jenistanaman
obat. Disamping itu juga perlu diketahui tentang asal-usul
bahan, termasuk kelengkapan data pendukung bahan yang
digunakan; sepertiumur tanamanyang dipanen, waktupanen,
kondisi lingkungan tempat tumbuh tanaman (cuaca, jenis
tanah, curah hujan, ketinggian tempat dll.) yang dianggap
dapat memberikan solusi dalam upaya standarisasi tanaman
obat dan obat tradisional. Demikian juga dengan sifat bahan
baku yang higroskopis dan mudah terkontaminasi mikroba,
perlu penanganan pascapanen yang benar dan tepat (seperti
cara pencucian, pengeringan, sortasi, pengubahan bentuk,
pengepakan serta penyimpanan).
D. Efek Samping Obat Tradisional
Perlu disadari bahwa memang ada bahan ramuan obat
tradisional yang baru diketahui berbahaya, setelah melewati
beragam penelitian, demikian juga adanya ramuan bahan-bahan
yang bersifat keras dan jarang digunakan selain untuk penyakit-
penyakit tertentu dengan cara-cara tertentu pula. Secara
toksikologi bahan yang berbahaya adalah suatu bahan (baik
26. 20 Nurul Qomariah
alami atau sintesis, organik maupun anorganik) yang karena
komposisinya dalam keadaan, jumlah, dosis dan bentuk tertentu
dapat mempengaruhi fungsi organ tubuh manusia atau hewan
sedemikian sehingga mengganggu kesehatan baik sementara,
tetap atau sampai menyebabkan kematian. Suatu bahan yang
dalam dosis kecil saja sudah menimbulkan gangguan, akan
lebih berbahaya daripada bahan yang baru dapat mengganggu
kesehatan dalam dosis besar. Akan tetapi bahan yang aman
pada dosis kecil kemungkinan dapat berbahaya atau toksik jika
digunakan dalam dosis besar dan atau waktu lama, demikian
juga bila tidak tepat cara dan waktu penggunaannya. Jadi tidak
benar, bila dikatakan obat tradisional itu tidak memiliki efek
samping, sekecil apapun efek samping tersebut tetap ada; namun
hal itu bisa diminimalkan jika diperoleh informasi yang cukup.
Ada beberapa contoh, antara lain merica (Piperis sp.) pada satu
sisi baik untuk diabetes, tetapi merica juga berefek menaikkan
tekanandarah;sehinggabagipenderitadiabetsekaligushipertensi
dianjurkan tidak memasukkan merica dalam ramuan jamu/ obat
tradisional yang dikonsumsi. Kencur (Kaempferia galanga)
memang bermanfaat menekan batuk, tetapi juga berdampak
meningkatkan tekanan darah; sehingga bagi penderita hipertensi
sebaik- nya tidak dianjurkan minum beras-kencur. Demikian
jugadenganbrotowali(Tinosporasp.)yangdinyatakanmemiliki
efek samping dapat mengganggu kehamilan dan menghambat
pertumbuhan plasenta.
Walaupun demikian efek samping obat tradisional tentu
tidak bisa disamakan dengan efek samping obat modern.
Pada tanaman obat terdapat suatu mekanisme yang disebut-
sebut sebagai penangkal atau dapat menetralkan efek samping
tersebut, yang dikenal dengan SEES (Side Effect Eleminating
27. 21Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
Subtanted). Sebagai contoh di dalam kunyit terdapat senyawa
yangmerugikantubuh,tetapididalamkunyititujugaadazatanti
untuk menekan dampak negatif tersebut. Pada perasan air tebu
terdapat senyawa Saccharant yang ternyata berfungsi sebagai
antidiabetes, maka untuk penderita diabet (kencing manis) bisa
mengkonsumsi air perasan tebu, tetapi dilarang minum gula
walaupun gula merupakan hasil pemurnian dari tebu.
Selain yang telah disebutkan diatas, ada beberapa tanaman
obat/ramuan yang memang berefek keras atau mempunyai
efek samping berbahaya terhadap salah satu organ tubuh.
Selengkapnya tanaman obat tersebut seperti tersaji pada tabel
berikut :
Tabel 2. Tanaman Obat/Ramuan OT yang Berefek Keras (mempunyai efek
samping berbahaya)
No Efek terhadap Contoh tanaman obat
1. Jantung Daun digitalis, daun oleander, daun senggunggu
2. Susunan syaraf otonom Umbi gadung, biji saga, daun dan buah kecubung,
daun gigil, biji jarak, daun tuba
3. Susunan Syaraf Pusat Daun koka
4. Sistem Pencernaan Biji ceguk, daun widuri
5. Saluran Pernafasan Kulit buah jambu monyet
6. Sistem Reproduksi Jungrahap, jarong, daun maja, akar kelor, buah
Wanita (Abortivum) nanas muda
7. Sistem Reproduksi Pria ~ penurun libido => biji kapas
~ melemahkan spermatozoa => biji pare
8. Saluran Kencing • Diuretik kuat => daun keji beling, meniran
• Memacu batu ginjal => bayam, kubis, nenas
9. Hati/Lever Konfrei, arak, daun imba
10.
Meningkatkan kadar
asam urat darah Mlinjo, kacang-kacangan
11.
Menurunkan Jumlah
Sel Ochrosia spp.
Darah Putih Vinca rosea (daun tapak dara)
28. 22 Nurul Qomariah
Demikian juga dari suatu hasil percobaan toksisitas
dan kandungan senyawa kimia yang berbahaya yang pernah
dipublikasikan pada suatu artikel, antara lain menyebutkan
sebagai berikut :
a. Beberapa tanaman yg telah diketahui mengandung
bahan yang berbahaya
1. Dari suku Euphorbiaceae :
Phylanthus sp. : mengandung ester phorbol
yang dinyatakan dapat merangsangvirus
Epstein-Borr (dalam waktu lama menyebabkan
karsinoma)
Recinus comunis : bijinya mengandung protein
risin, yang apabila diabsorpsi dalambentuk asli,
akan meng-hambat sintesis protein, karena dapat
mengacaukan proses metabolisme)
Croton tiglium L. : bijinya mengandung crotin
(suatu protein fitotoksin),fraksi resinnya
menyebabkan radang kulitminyak croton
mengandung suatu zat karsinogenik yang dapat
merangsang karsinogen lemah, sehingga memacu
terjadinya kanker
2. Dari suku Rutaceae :
Ruta graveolens L. : mengandung glukosida
kumarin (rutarin/marmesin)
- mengiritasi kulit (bagi yang peka) menyebabkan
lepuh-lepuh dan demam
- jika infusa terminum kemungkinan bisa
menimbulkan peradangan usus
Tabel 3. Tanaman yang Dianggap Berbahaya (LD 50 : kecil, tetapi belum
29. 23Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
diketahui kandungan mana yang mengakibatkan gejala negatif
No Bahan Baku dan Familia LD-50
Tanaman Asal
1. Majakan (proses reaksi daun Fagaceae 16,45 mg/kg. BB
Quercus lusitanica Roxb.)
2. Nagasari Guttiferae 20,93 mg/kg. BB
(bunga Mesua ferae L.)
3. Sukmadiluwih (buah Gunera Halorrhagidace 21,91 mg/Kg.BB
macrophyla Bl.) Ae
4.
Sidowayah (bunga Woodfor-
dia Litraceae 24,22 mg/kg.BB
floribunda)
5. Kulit buah delima (Punica 28,0 mg/kg.BB
granatum L.)
b. Tanaman yang bersifat oksitosik (merangsang uterus),
tetapi belum diketahui zat penyebabnya
1. Jungrahap (daun Beachea frutescen L. familia
Myrtaceae)
2. Majakan (eksudat daun Quercus lusitanica Lamk.
Familia Fagaceae)
3. Daun kaki kuda (Centela asiatica Urb.familia
Umbeliferaeae)
4. Meniran (Phyllathus niruri L.familia
Euphorbiaceae)
5. Umbi Angelica sinensis L. ~ ramuan yang
menyebabkan cacat
Kelima bahan tersebut disusun berdasarkan urutan
paling kuat sifat oksitosiknya. Walaupun baru merupakan
informasi percobaan pada hewan, tetapi telah memberikan
petunjuk paling tidak bahwa Jungrahap yang digunakan
bersamaan dengan daun sembung dan beluntas serta daun
kaki kuda, mengakibatkan kematian pada induk hewan
percobaan, pendarahan pada uterus dan usus, kematian janin,
30. 24 Nurul Qomariah
pertumbuhan janin tidak normal (lambat); meskipun dosis
yang diberikan baru 10 kali lebih kecil dari dosis lazim pada
manusia. Memang tidak begitu jelas adanya adisi, potensiasi
atau inhibisi antara bahan-bahan diatas bila diberikan
bersama. Tetapi setidak-tidaknya dari informasi tersebut
kita perlu mewaspadai terutama bila digunakan untuk
sesuatu yang berkaitan dengan sistem reproduksi seperti
terlambat bulan/haid, jamu hamil, keputihan, sari rapet dan
semacamnya.
E. Penelitian Obat Tradisional/Obat Herbal
Dalam rangka pengembangan dan pelestarian obat herbal
yang merupakan warisan dari nenek moyang perlu adanya suata
metode yang tepat dalam memajukan herbal ini agar dapat
diterima di kalangan ilmiah dan bukan hanya merupakan bukti
empiris. Pemilihan bahan alam untuk penelitian dapat berasal
daribahanyangmempunyaiaktivitassecaratradisionaldantelah
dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menanggulangi penyakit
(etnofarmakologi). Pemilihan bahan ini lazim dilakukan karena
tanpa harus melalui skrining aktivitas terlebih dahulu, sehingga
penelitian langsung bisa diarahkan pada aktivitas tertentu.
Sistem penelitian ini kebanyakan hanya suatu pembuktian secara
ilmiah mengenai aktivitas seperti yang telah dilakukan oleh
masyarakat. Bahan penelitian yang dipilih berdasarkan skrining
aktivitas farmakologi tertentu, maka pembuktian selanjutnya
mengikuti prosedur yang ada pada literatur. Hal ini akan berbeda
dengan penanganan bahan penelitian hasil skrining aktivitas
farmakologi secara keseluruhan (hipokratik skrining). Skrining
bahan ini dimulai pada sampel yang belum diketahui khasiatnya
maka skrining aktivitas farmakologi perlu dilakukan untuk
memastikan khasiat bahan. Setelah bahan ditentukan dengan
31. 25Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
cermat dan matang, maka tujuan penelitian segera ditentukan
untuk mengetahui arah tujuan penelitian yang jelas baik dari
aspek tujuan umum maupun tujuan khususnya.
Pengilmiahan herbal terdiri dari penelitian preklinis
berupa uji manfaat dan uji toksisitas secara in vitro dan in vivo
dan uji klinis. Uji klinis sendiri saat ini dikembangkan dengan
2 cara yaitu melalui penelitian yang berbasis pendidikan dan
penelitian yang berbasis pelayanan. Pada penelitian yang
berbasis pelayanan sekarang disebut sebagai saintifikasi jamu.
AlurpenelitianobatbahanalampadaGambar2merupakan
pola pikir penelitian obat bahan alam untuk sampai kepada
kesimpulan akan manfaat obat bahan alam untuk kesehatan
serta dapat diimplementasikan di dalam pengobatan maupun
industri farmasi. Secara umum penelitian obat bahan alam dari
segi penyelenggaranya saat ini memiliki 2 jalur penelitian dan
pengembangan yaitu :
1.PenelitianBerbasisKeilmuwan(kedokerandanfarmasi)
yang diselenggarakan oleh institusi perguruan tinggi,
lembaga penelitian, industri farmasi.
2. Penelitian Berbasis Pelayanan atau yang sekarang lebih
sering disebut sebagai “Saintifikasi Jamu”, dan dapat
diselenggarakan oleh praktek pribadi, klinik kesehatan
atau Pelayanan Kesehatan Lainnya.
32. 26 Nurul Qomariah
Gambar 2. Alur Penelitian Obat Tradisional
Pada prinsipnya semua jenis penelitian obat bahan
alam berdasarkan pembagian di atas memiliki tahap-tahapan
yang sama. Agar obat tradisional dapat diterima di pelayanan
kesehatan formal/profesi dokter, maka hasil data empirik harus
didukung oleh bukti ilmiah adanya khasiat dan keamanan
penggunaannya pada manusia. Bukti tersebut hanya dapat
diperoleh dari penelitian yang dilakukan secara sistematik.
Tahapan pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka
adalah sebagai berikut.
1. Seleksi
2. Uji preklinik, terdiri atas uji toksisitas dan uji farma-
kodinamik
3. Standarisasi sederhana, penentuan identitas dan pem-
33. 27Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
buatan sediaan terstandar
4. Uji klinik
a. Tahap Seleksi
Sebelum memulai penelitian, perlu dilakukan
pemilihan jenis obat tradisional/obat herbal yang akan diteliti
dan dikembangkan. Jenis obat tradisional/obat herbal yang
diprioritaskan untuk diteliti dan dikembangkan adalah:
1. Diharapkan berkhasiat untuk penyakit yang
menduduki urutan atas dalam angka kejadiannya
(berdasarkan pola penyakit)
2. Berdasarkan pengalaman berkhasiat untuk penyakit
tertentu
3. Merupakan alternatif jarang untuk penyakit tertentu,
seperti AIDS dan kanker.
Akhir-akhir ini ada kecenderungan untuk meneliti
tanamanobatyangmendadakpopulerdikalanganmasyarakat.
Sebagai contoh banyak penelitian belakangan ini dilakukan
terhadap tanaman Mahkota Dewa (Phaleriamacrocarpa)
yang diklaim antara lain bermanfaat untukpenderita diabetes
melitus dan buah merah (Pandanusconoideus Lamk.) yang
diklaim antara lain dapat me-nyembuhkan kanker dan
AIDS.
b. Tahap Uji Preklinik
Uji preklinik dilaksanakan setelah dilakukan seleksi
jenis obat tradisional yang akan dikembangkan menjadi
fitofarmaka. Uji preklinik dilakukan secara in vitro dan
invivo pada hewan coba untuk melihat toksisitas dan
efekfarmakodinamiknya. Bentuk sediaan dan cara pemberian
pada hewan coba disesuaikan dengan rencana pemberian
pada manusia. Menurut pedoman pelaksanaan uji klinik
34. 28 Nurul Qomariah
obat tradisional yang dikeluarkan Direktorat Jenderal POM
Departemen Kesehatan RI hewan coba yang digunakan
untuk sementara satu spesies tikus atau mencit, sedangkan
WHO menganjurkan pada dua spesies. Uji farmakodinamik
pada hewan coba digunakan untuk memprediksi efek pada
manusia, sedangkan uji toksisitas dimaksudkan untuk melihat
keamanannya.
1. Uji Toksisitas
Uji toksisitas dibagi menjadi uji toksisitas akut, sub-
kronik, kronik, dan uji toksisitas khusus yang meliputi
uji teratogenisitas, mutagenisitas, dan karsinogenisitas.
Uji toksisitas akut dimaksudkan untuk menentukan LD50
(lethaldose50
) yaitu dosis yang mematikan 50% hewan coba,
menilaiberbagai gejala toksik, spektrum efek toksik pada
organ, dan cara kematian. Uji LD50
perlu dilakukan untuk
semua jenis obat yang akan diberikan pada manusia. Untuk
pemberian dosis tunggal cukup dilakukan uji toksisitas akut.
Pada uji toksisitas subkronik obat diberikan selama satu atau
tigabulan,sedangkanpadaujitoksisitaskronikobatdiberikan
selama enam bulan atau lebih. Uji toksisitas subkronik
dan kronik bertujuan untuk mengetahui efek toksik obat
tradisional pada pemberian jangka lama. Lama pemberian
sediaan obat pada uji toksisitas ditentukan berdasarkan lama
pemberian obat pada manusia (Tabel 4)
Tabel 4. Hubungan Lama Pemberian Obat pada Manusia dan Lama
Pemberian Obat pada Hewan Coba pada Uji Toksisitas
Lama pemberian pada manusia Lama pemberian obat pada hewan
coba
Dosis tunggal atau <1 minggu 2 minggu – 1 bulan
Dosis berulang + 1-4 minggu 4 minggu – 3 bulan
35. 29Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
Dosis berulang + 1-6 bulan 3-9 bulan
Dosis berulang >6 bulan 9-12 bulan
Uji toksisitas khusus tidak merupakan persyaratan
mutlak bagi setiap obat tradisional agar masuk ke tahap
uji klinik. Uji toksisitas khusus dilakukan secara selektif
bila:
1. Obat tradisional berisi kandungan zat kimia yang
potensial menimbulkan efek khusus seperti kanker,
cacat bawaan.
2. Obat tradisional potensial digunakan oleh perempuan
usia subur
3. Obat tradisional secara epidemiologik diduga terkait
dengan penyakit tertentu misalnya kanker.
4. Obat digunakan secara kronik
2. Uji Farmakodinamik
Penelitian farmakodinamik obat tradisional bertujuan
untuk meneliti efek farmakodinamik dan menelusuri
mekanisme kerja dalam menimbulkan efek dari obat
tradisional tersebut. Penelitian dilakukan secara in vitro dan
in vivo pada hewan coba. Cara pemberian obat tradisional
yang diuji dan bentuk sediaan disesuaikan dengan cara
pemberiannya pada manusia. Hasil positif secara in vitro dan
in vivo pada hewan coba hanya dapat dipakai untuk perkiraan
ke-mungkinan efek pada manusia
c. Uji klinik Obat tradisional
Agar obat tradisional dapat menjadi fitofarmaka, maka
obat tradisional/obat herbal harus dibuktikan khasiat dan
keamanannya melalui uji klinik. Seperti halnya dengan obat
moderen maka uji klinik berpembanding dengan alokasi acak
dan tersamar ganda (randomized double-blind controlled
36. 30 Nurul Qomariah
clinical trial) merupakan desain uji klinik baku emas (gold
standard).
Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila
obat tradisional/obat herbal tersebut telah terbukti aman dan
berkhasiat pada uji preklinik. Pada uji klinik obat tradisional
seperti halnya dengan uji klinik obat moderen, maka prinsip
etik uji klinik harus dipenuhi. Sukarelawan harus mendapat
keterangan yang jelas mengenai penelitian dan memberikan
informed-consent sebelum penelitian dilakukan. Standar-
disasi sediaan merupakan hal yang penting untuk dapat
menimbulkan efek yang terulangkan (reproducible). Uji
klinik dibagi empat fase yaitu:
FaseI:dilakukanpadasukarelawansehat,untukme-nguji
keamanan dan tolerabilitas obat tradisional
Fase II awal : dilakukan pada pasien dalam jumlah
terbatas, tanpa pembanding
Fase II akhir : dilakukan pada pasien jumlah terbatas,
dengan pembanding
Fase III : uji klinik definitif
FaseIV:pascapemasaran,untukmengamatiefeksamping
yang jarang atau yang lambat timbulnya
Obat tradisional yang sudah lama beredar luas di
masyarakat dan tidak menunjukkan efek samping yang
merugikan, setelah mengalami uji preklinik dapat langsung
dilakukan uji klinik dengan pembanding. Untuk obat
tradisional yang belum digunakan secara luas harus melalui
uji klinik pendahuluan (fase I dan II) guna mengetahui
tolerabilitas pasien terhadap obat tradisional tersebut.
Berbeda dengan uji klinik obat modern, dosis yang
digunakan umumnya berdasarkan dosis empiris tidak
37. 31Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
didasarkan dose-ranging study. Kesulitan yang dihadapi
adalah dalam melakukan pembandingan secara tersamar
dengan plasebo atau obat standar. Obat tradisional mungkin
mempunyai rasa atau bau khusus sehingga sulit untuk dibuat
tersamar.
Saat ini belum banyak uji klinik obat tradisional yang
dilakukan di Indonesia meskipun nampaknya cenderung
meningkat dalam lima tahun belakangan ini. Kurangnya uji
klinik yang dilakukan terhadap obat tradisional antara lain
karena:
1. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan uji
klinik
2. Uji klinik hanya dapat dilakukan bila obat
tradisional telah terbukti berkhasiat dan aman pada uji
preklinik
3. Perlunya standardisasi bahan yang diuji
4. Sulitnya menentukan dosis yang tepat karena
penentuan dosis berdasarkan dosis empiris, selain itu
kandungan kimia tanaman tergantung pada banyak
faktor.
5. Kekhawatiran produsen akan hasil yang negatif
terutamabagiprodukyangtelahlakudipasaran
Setelah melalui penilaian oleh Badan POM, dewasa
ini terdapat sejumlah obat bahan alam yang digolongkan
sebagai obat herbal terstandar dan dalam jumlah lebih sedikit
digolongkan sebagai fitofarmaka.
38. 32 Nurul Qomariah
Latihan
Jawablah pertanyaan berikut secara mandiri!
1. Jelaskan menggunakan bahasa Anda mengenai definisi
obat tradisional!
2. Jelaskan bagaimana klasifikasi obat tradisional yang
beredar di Indonesia!
3. Apa saja kelebihan dan kelemahan dari obat tradisional
dibandingkan obat modern? Jelaskan!
4. Bagaimana efek samping dari penggunaan obat
tradisional?
5. Jelaskan tahap-tahap penelitian pengembangan obat
tradisional di Indonesia!
Tugas Kelompok
1. Carilah minimal 5 ramuan obat tradisional khas
Kalimantan Tengah!
2. Carilah jurnal penelitian sebagai contoh dari tiap tahap
penelitian pengembangan obat tradisional di Indonesia,
kemudian aplikasikan metode yang digunakan sebagai
rancangan penelitian ramuan obat tradisional khas
Kalimantan Tengah yang telah kalian temukan!
39. 33
BABII
BahanBakuObatTradisional
Tujuan instruksional umum :
Memahami tentang bahan baku obat tradisional berupa
simplisia dan ekstrak
Tujuan Instruksional khusus :
1.Memahamiprosesbudidayatanamanobatberdasarkan
GAP (Good Agricultural Practice)
2. Memahami penerapan GMP (Good Manufacturing
Practice) dalam proses pengolahan herbal
terstandar
Pokok pembahasan :
A. Pengertian Obat Tradisional dan Obat Bahan
Alam
B. Penyediaan Bahan Baku Obat Tradisional
C. Budidaya Tanaman Obat
D. Pengolahan Raw Material Menjadi Herbal
Terstandar
Obat tradisional merupakan salah satu warisan budaya
bangsa Indonesia yang telah digunakan selama berabad-abad
untukpemeliharaandanpeningkatankesehatansertapencegahan
dan pengobatan penyakit. Penggunaan obat dan pengobatan
tradisional menjadi salah satu upaya pembangunan kesehatan
yang dipilih masyarakat. Pemeliharaan dan peningkatan
40. 34 Nurul Qomariah
kesehatan merupakan upaya lintas sector yang melibatkan
pemerintah, akademis, dunia usaha maupun masyarakat,
sehingga diperlukan kolaborasi yang dinamis untuk mendukung
kesejahteraan bersama (Departemen Kesehatan RI, 2008;
BPOM, 2006).
Obat asli adalah suatu obat bahan alam yang ramuannya,
cara pembuatannya, pembuktian khasiatnya dan keamanan
serta cara penggunaannya dilakukan berdasarkan pengetahuan
tradisional penduduk asli setempat. Obat bahan alam adalah
semua obat yang dibuat dari bahan alam yang dalam proses
pembuatannya belum sampai pada isolate murni maupun
hasil pengembangan dari isolate tersebut. Obat bahan alam
dapat merupakan hasil penemuan baru sama sekali, obat asli
dan obat tradisional serta hasil pengembangan dari obat asli
atau obat tradisional tersebut (BPOM, 2006). Obat tradisional
menurut WHO, harus memenuhi criteria telah digunakan secara
turun-temurun selama 3 generasi dan telah terbukti aman dan
bermanfaat.
A. Pengertian Obat Tradisional dan Obat Bahan Alam
Menurut Permenkes No 246/Menkes/Per/V/1990 yang
dimaksud dengan obat tradisional adalah bahan atau ramuan
bahanyangberupabahantumbuhan,bahanhewan,bahanmineral,
sediaan galenik atau campuran dan bahan-bahan tersebut, yang
secara traditional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman. Sedangkan yang dimakasud dengan Obat Bahan
Alam adalah semua jenis sediaan bahan alam yang belum
sampai pada isolate murni. Menurut Keputusan Badan POM
Nomor : HK.00.05.4.2411 tahun 2006, yang termasuk ke dalam
obat bahan alam Indonesia ada 3 kategori yaitu Jamu, Obat
41. 35Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
Herbal Terstandar dan Fitofarmaka, yang telah dibahas di bab
sebelumnya.
B. Penyediaan Bahan Baku Obat Tradisional
Bahan baku obat akan mempengaruhi kualitas simplisia
atau ekstrak yang dihasilkan. Pengelolaan bahan baku dimulai
sejak proses budidaya di lapangan, hingga proses pengelolaan
panen dan pasca panen. Budidaya tanaman harus berdasarkan
GAP (Good Agricultural Practices) (Tilaar M. et al, 2010).
GAP adalah suatu pedoman dalam “praktik pertanian yang
baik dan benar” untuk memperoleh hasil panen yang optimal,
bermututinggi,terjamin,aman,efisien,berwawasanlingkungan,
dan dapat dirunut kembali (treacealbe) asal-usul dan proses
yang dilalui sebelum diperdagangkan dan digunakan. Pedoman
tersebut merupakan seperangat prinsip dan prosedur yang digali
dari tradisi pertanian yang ada dan adopsi gagasan dan inovasi
teknologi untuk pembangunan yang ramah lingkungan dan
berkelanjutan (Collega of Agriculture)
C. Budidaya Tanaman Obat
Tanaman obat dapat dibudidayakan untuk mendapatkan
hasil yang optimal, hingga tercapai kandungan zat aktif dalam
jumlah tertentu. Obat herbal biasanya memerlukan pemanenan
mekanis yang sederhana dengan penyimpanan yang baik. Sifat
lain yang diinginkan adalah perolehan yang tinggi, resisten
terhadap pathogen (serangga, kutu, jamur, bakteri dan virus), hal
yangbisaberulang,adaptasiyangbaikdenganlokasi,kandungan
air rendah (memudahkan proses pengeringan) dan stabilitas
organ tanaman (Heinrich et.al, 2010).
Tanaman budi daya diharapkan akan dapat meningkatkan
mutu simplisia dengan cara (Goeswin, 2007) :
42. 36 Nurul Qomariah
1. Pemilihan bibit unggul sehingga simplisia yang
dihasilkan memiliki kandungan senyawa aktif yang
tinggi.
2. Pengolahan tanah, pemilihan, pemupukan, dan
perlindungan tanaman dapat dilakukan secara seksama
dengan menggunakan teknologi agroindustri yang
maju.
1. Pemilihan Bibit
Bibit merupakan salah satu penentu keberhasilan
budidaya tanaman. Budidaya tanaman sebenarnya telah
dimulai sejak memilih bibit tanaman yang baik, karena bibit
merupakan obyek utama yang akan dikembangkan dalam
proses budidaya selanjutnya. Selain itu, bibit juga merupakan
pembawa gen dari induknya yang menentukan sifat tanaman
setelah berproduksi. Oleh karena itu untuk memperoleh
tanaman yang memiliki sifat tertentu dapat diperoleh dengan
memilih bibit yang berasal dari induk yang memiliki sifat
tersebut.
Pemilihan bibit tanaman obat terdiri dari 2 aspek yaitu
pemilihan varietas unggul untuk tanaman obat yang memliki
bahan baku yang unggul dengan kandungan tertentu dan
identitas botani yang memiliki kandungan tertentu yang
memiliki efek farmakologi. Sebagai upaya menjaga kualitas
unggul dari tanaman obat maka dilakukanlah perbanyakan
dari bibit tanaman obat.
Perbanyakantanamandapatdilakukansecaragenerative
(dengan biji) dan secara vegetative (dengan stek, cangkok,
okulasi, runduk dan kultur jaringan). Bibit yang digunakan
untuk mendapatkan suatu jenis tanaman tertentu juga akan
43. 37Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
menentukan kualitas simplisia atau ekstrak yang dihasilkan.
Bibit yang bagus akan mempengaruh dalam hal kandungan
senyawa aktif yang optimal (Departemen Kesehaan RI,
2000).
2. Pemanenan
Mengingat produk tanaman obat dapat berasal
dari hasil budidaya dan dari hasil eksplorasi alam maka
penanganan atau penentuan saat panen secara tepat sangat
berarti. Tanaman obat haruslah dipanen sepanjang waktu-
waktu tertentu (musim yang optimal) untuk memastikan
hasil produksi hasil akhir tanaman obat tersebut memiliki
kwalitas yang terbaik. Waktu untuk pemanenan tergantung
dari tanaman dan bagian tanaman yang akan dipanen, dan
biasanya rincian cara pemenenan masing-masing tanaman
obat ada pada pharmacophe, standarisasi, monograf yang ada
di masing-masing negara. Secara umum yang sudah diketahui
bahwa konsentrasi dari kandungan aktif dari tanaman obat
berfariasi tergantung dari stadium dari pertumbuhan dan
perkembangannya. Waktu pemanenan haruslah ditentukan
berdasarkan waktu terbaik dimana kualitas dan jumlah dari
kandunganzataktifnyatinggipadasaatitu.Selamapemanenan
perhatian perlu dilakukan untuk memastikan bahwa tidak ada
bahan lain, rumput-rumputan liar, atau tanaman lain yang
bercampur dengan tanaman obat pada saat pemanenan.
Tanaman obat haruslah dipanen pada kondisi yang
terbaik, harus menghindari embun hujan atau kelembaban
yang tinggi. Bila pemanenan memerlukan kondisi yang
kering, tanaman yang dipanen haruslah diangkut secepatnya
ke dalam fasilitas pengeringan di dalam ruangan untuk
44. 38 Nurul Qomariah
mempercepat pengeringan untuk mencegah kemungkinan
efek yang merusak yang disebabkan oleh karena peningkatan
level kelembaban yang dapat meningkatkan fermentasi dari
jasad renik dan jamur.
Alat pemotong, pemanen dan mesin-mesin lainnya
haruslah dijaga tetap bersih untuk mengurangi kerusakan dan
kontaminasi dari tanah dan material lainnya. Mesin haruslah
disimpan ditempat yang tidak terkontaminasi dan kering
atau fasilitas yang bebas dari serangga, tikus, burung dan
hama lainnya, dan tidak dapat dilalui oleh ternak dan hewan
lainnya. Kontak dengan tanah haruslah dihindarkan untuk
menghindari perluasan kemungkinan adanya perkemangan
jasada renik pada material tanaman obat. Tanaman obat yang
dipanen haruslah diangkut dalam keadaan bersih dan kondisi
kering dan harus dimasukan ke dalam keranjang yang bersih,
kantong kering, trailer, gerobak atau container yang lain
dan dibawa ke titik penjemputan untuk dibawa ke fasilitas
pemrosesan berikutnya.
Semua kontainer yang digunakan pada pemanenan
haruslah dijaga tetap bersih dan bebas dari kontaminan yang
berasal dari tanaman yang dipanen sebelumnya atau material
asing lainya. Jika container sedang tidak digunakan maka
haruslah tetap dijaga dalam kondisi kering dalam area yang
terlindung dari serangga, tikus, burung dan hama lainnya, dan
juga tidak bisa dilalui oleh ternak atau hewan lainnya.
Pada dasarnya tujuan penanganan dan pengelolaan saat
panen adalah sebagai berikut :
a. Untuk memperoleh bahan baku yang memenuhi
standar mutu.
b.Menghindariterbuangnyahasilpanensecarapercuma
45. 39Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
serta mengurangi kerusakan hasil panen.
c. Agar semua hasil panen dapat dimanfaatkan sesuai
harapan.
Pengambilan simplisia atau bagian tanaman yang
berkhasiat obat dari tanamannya hendaknya dilakukan
secara manual (dengan tangan), tidak perlu menggunakan
mesin, terutama agar persyaratan-persyaratan simplisia yang
dikehendaki dapat terpenuhi. (Kartasapoetra, 1996)
Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan
kualitas bahan baku. Faktor yang paling berperan dalam
tahapan itu adalah masa panen. Berdasarkan garis besar
pedoman panen, pengambilan bahan baku tanaman dilakukan
sebagai berikut :
a. Biji: pengambilan biji dapat dilakukan pada saat
mulai mengeringnya buah atau sebelum semuanya
pecah.
b. Buah: pengambilan buah tergantung tujuan dan
pemanfaatan kandungan aktifnya. Panen buah bisa
dilakukan saat menjelang masak (misalnya Piper
nigrum), setelah benar-benar masak (misalnya adas),
atau dengan cara melihat perubahan warna/bentuk buah
yang bersangkutan (misalnya jeruk, papaya)
c. Bunga: pemanenan bunga dapat dilakukan pada saat
menjelang penyerbukan, saat bunga masih kuncup
(sepertipadamelati),atausaatbungasudahmulaimekar
(misalnya mawar), tergantung dari tujuan pemanfaatan
kandungan aktifnya.
d. Daun atau herba: panen daun dilakukan pada saat
prosesfotosintesisberlangsungmaksimal,yangditandai
dengan saat-saat tanaman mulai berbunga atau buah
mulai masak. Pengambilan pucuk daun dianjurkan
46. 40 Nurul Qomariah
pada saat warna pucuk daun berubah menjadi daun
tua.
e.Kulitbatang:pemanenankulitbatanghanyadilakukan
pada tanaman yang sudah cukup umur. Saat panen yang
paling baik adalah awal musim kemarau.
f. Umbi lapis: panen umbi dilakukan pada saat akhir
pertumbuhan
g. Rimpang: panen rimpang dilakukan pada saat awal
musim kemarau.
h. Akar: panen akar dilakukan pada saat prses
pertumbuhan berhenti atau tanaman sudah cukup umur.
Panen yang dilakukan terhadap akar umumnya akan
mematikan tanaman yang bersangkutan.
3. Penanganan Pasca Panen
Adapun tujuan pengelolaan pascapanen tanaman obat
dapat dirangkum sebagai berikut:
a. Mencegah kerugian karena perlakuan prapanen yang
tidak tepat.
b. Menghindari kerusakan akibat waktu dan cara panen
yang tidak tepat.
c. Mengurangi kerusakan pada saat pengumpulan,
pengemasan, dan pengangkutan saatpendistribusian
hasil panen.
d. Menghindari kerusakan karena teknologi pascapanen
yang kurang tepat.
e. Menekan penyusutan kuantitatif dan kualitatif
hasil.
f. Terjaminnya suplai bahan baku produksi tanaman
obat meskipun tidak pada musimnya.
g. Pengolahan limbah yang dapat memberikan nilai
tambah bagi produsen simplisia, contoh sisa-sisa
47. 41Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
hasil pengolahan simplisia untuk pembuatan pupuk
kompos.
h. Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber daya
alam dan menjamin kelestariannya.
Kegiatan pengelolaan pascapanen tanaman obat
menunjukkan suatu sistem yang kompleks serta melibatkan
banyak faktor, baik teknis, sosial budaya, dan ekonomi.
Melihat hubungan yang saling berkait dan kompleks tersebut
maka diperlukan peran pemerintah danswasta secara aktif
dalam membantu meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang pengelolaan tanaman obat.
Penanganan pasca panen dapat dibagi menjadi berikut
(Gunawan & Mulyani, 2004:
a. Sortasi basah: pemilahan hasil panen ketika tanaman
masih segar.
b. Pencucian: untuk membersihkan kotoran yang
melekat, terutama untuk bahan-bahan yang berasal dari
dalamtanahdanbahanyangtercemarpestisida.
c. Pengubahan bentuk: untuk memperluas permukaan
bahan baku, meliputi beberapa perlakuan seperti
perajangan, pengupasan, pemiprilan (pada jagung),
pemotongan dan penyerutan.
d. Pengeringan
e. Sortasi kering: bahan dipilih setelah
dikeringkan
f. Pengepakan dan penyimpanan
D. Pengolahan Raw Material menjadi Herbal terstandar
(Penerapan GMP)
Penerapan Good Manufacturing Practice (GMP) dalam
proses pengolahan raw material menjadi bahan baku dasar
48. 42 Nurul Qomariah
herbal merupakan hal yang sangat penting untuk menjaga
kualitas produk jadi suatu herbal sehingga jumlah kandungan
zat aktif tidak terganggu dan khasiat dari herbal tersebut dapat
terjada. Jenis-jenis bahan dasar herbal dapat berupa simplisia,
ekstrak herbal, dan Minyak Atsiri.
1. Simplisia
Simplisia adalah bahan alam yang belum mengalami
perubahanapapunkecualipengeringan.Penanganansimplisia
harus memenuhi persyaratan bahan dan cara penanganan atau
penyimpanan bahan, pengolahan dan cara pengemasan serta
penyimpanan simplisia.
Sumber simplisia tanaman obat dapat berupa tumbuhan
liar atau tanaman hasil budidaya (kultivasi). Tumbuhan
liar umumnya kurang baik dijadikan sumber simplisia
dibandingkan dengan tanaman budidaya karena (Goeswin,
2007):
a. Usia atau bagian tumbuhan yang diproses tidak tepat,
seringsangatberbeda,sehinggamempengaruhikandungan
senyawa aktif.
b. Jenis/spesies tumbuhan yang dipanen bila kurang
diperhatikan secara seksama maka simplisia yang
diperoleh tidak seragam. Apalagi jika yang memanen
orang awam, maka bentuk yang mirip kemungkinan akan
sulit dibedakan.
c. Tempat tumbuh yang berbeda (kualitas tanah, kadar
air, sinar matahari dan sebagainya) dapat mempengaruhi
kandungan senyawa aktifnya.
1.1 Penanganan Simplisia
Simplisia-simplisia yang telah diambil/dipetik/
49. 43Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
dipungut pada umumnya harus segera dikeringkan sampai
derajat kering tertentu (90% sampai 95%), dengan demikian
akan mudah dihaluskan (kecuali bahan-bahan yang akan
disuling diambil minyaknya). Pengeringan dapat dilakukan
langsung dibawah teriknya sinar matahari, diangin-anginkan
atau dipanaskan pada suhu tertentu dalam ruang pengeringan
60o
C, buah panili sebelum dikeringkan harus mendapat
pengolahan terlebih dahulu dan sebagainya.
Simplisia yang sudah dikeringkan, lalu ditempatkan
dalam satu wadah tersendiri agar tidak saling bercampur
satu sama lain. Faktor-faktor pada waktu pengepakan
dan penyimpanan simplisia seperti cahaya, oksigen atau
sirkulasi udara, reaksi kimia antara senyawa aktif dan wadah,
penyerapan air, proses dehidrasi serta pengotoran dan atau
pencemaran oleh serangga, kapan, dan sebagainya dapat
mempengaruhi keadaan simplisia. Pada gudang-gudang
industry jamu, wadah simplisia yang umum dipakai adalah
karung goni, plastic,petikayu, karton, kalengdan aluminium.
Bahan cair disimpan dalam botol kaca dan atau guci porselen,
sementara untuk bahan beraroma digunakan peti kayu yang
dilapisi timah atau kertas timah.
Penangananpembuatansimplisiamulaidaripemanenan
sampai pasca panen sudah dijelaskan di atas. Di bawah ini
akan dijelaskan mengenai penanganan pengolahan tanaman
obat sesudah dipanen sampai dibentuk simplisia. Prosesnya
adalah sebagai berikut :
a. Penyortiran (Sortir Basah)
Penyortiran basah dilakukan setelah selesai panen
dengan tujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau
bahan-bahan asing, bahan yang tua dengan yang muda atau
50. 44 Nurul Qomariah
bahan yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Bahan
nabati yang baik memiliki kandungan campuran bahan
organik asing tidak lebih dari 2%. Proses penyortiran pertama
bertujuan untuk memisahkan bahan yang busuk atau bahan
yang muda dan yang tua serta untuk mengurangi jumlah
pengotor yang ikut terbawa dalam bahan.
b. Pencucian
Pencucian bertujuan menghilangkan kotoran-kotoran
dan mengurangi mikriba-mikroba yang melekat pada bahan.
Pencucian harus segera dilakukan setelah panen karena dapat
mempengaruhi mutu bahan. Pencucian menggunakan air
bersih seperti air dari mata air, sumur atau PAM. Penggunaan
air kotor menyebabkan jumlah mikroba pada bahan tidak
akan berkurang bahkan akan bertambah. Pada saat pencucian
perhatikan air cucian dan air bilasannya, jika masih terlihat
kotor ulangi pencucian/pembilasan sekali atau dua kali lagi.
Perlu diperhatikan bahwa pencucian harus dilakukan dalam
waktu yang sesingkat mungkin untuk menghindari larutnya
atauterbuangnyazatyangtekandungdalambahan.Pencucian
bahandapatdilakukandenganbeberapacaraantaralain:
1) Perendaman Bertingkat
Perendaman biasanya dilakukan pada bahan yang
tidak banyak mengandung kotoran seperti daun, bunga, buah
dan lain-lain. Proses perendaman dilakukan beberapa kali
pada wadah dan air yang berbeda, pada rendaman pertama
air cuciannya mengandung kotoran paling banyak. Saat
prendaman kotoran-kotoran yang melekat kuat pada bahan
dapat dihilngkan langsung dengan tangan. Metode ini akan
menghematpenggunaanair,namunsangatmudahmelarutkan
zat-zat yang terkandung dalam bahan.
51. 45Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
2) Penyemprotan
Penyemprotan biasanya dilakukan pada bahan yang
kotorannya banyak melekat pada bahan seperti rimpang,
akar, umbi, dan lain-lain. Proses penyemprotan dilakukan
dengan menggunakan air yang bertekanan tinggi. Untuk lebih
meyakinkan kebersihannya, kotoran yang melekat kuat pada
bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan. Proses ini
biasanya menggunakan air yang cukup banyak, namun dapat
mengurangi resiko hilang atau larutnya kandungan dalam
bahan.
3) Penyikatan (manual maupun otomatis)
Pencucian dengan menyikat dapat dilakukan terhadap
jenis bahan yang keras/tidak lunak dan kotorannya melekat
sangat kuat. Pencucian ini memakai alat bantu sikat yang
digunakan bentuknya bisa bermacam-macam, dalam hal ini
perlu diperhatikan kerbersihan dari sikat yang digunakan.
Penyikatan dilakukan terhadap bahan secara perlahan dan
teratur agar tidak merusak bahannya. Pembilasan dilakukan
pada bahan yang sudah disikat. Metode pencucian ini dapat
menghasilkan bahan yanga lebih bersih dibandingkan dengan
metode pencucian lainnya, namun meningkatkan resiko
kerusakan bahan, sehingga merangsang pertumbuhan bakteri
atau mikroorganisme.
c. Penirisan/Pengeringan
Setelah pencucian, bahan langsung ditiriskan di rak-
rak pengering. Khusus untuk bahan rimpang penjemuran
dilakukan selama 4 – 6 hari. Selesai pengeringan dilakuakn
kembali penyortiran apabila bahan langsung digunakan
dalam bentuk segar sesuai dengan permintaan. Contohnya
untuk rimpang jahe, perlu dilakukan penyortiran sesuai
52. 46 Nurul Qomariah
standar perdagangan, karena mutau bahan menentukan harga
jual. Berdasarkan standar perdagangan, mutu rimpang jahe
segar dikategorikan sebagai berikut :
MutuI:Bobot250gr/rimpang,kulittidakterkelupas,tidak
mengandung benda asing dan tidak berjamur.
Mutu II: Bobot 150 – 249 gr/rimpang, kulit tidak
mengandung benda asing dan tidak berjamur.
Mutu III: Bobot sesuai hasil analisis, kulit yang
terkelupas maksimum 10%, benda asing maksimum
3%, kapang maksimum 10%.
d. Perajangan
Perajangan pada bahan dilakukan untuk mempermudah
proses selanjutnya seperti pengeringan, pengemasan,
penyulingan minyak atsiri dan penyimpanannya. Perajangan
biasa hanya dilakukan pada bahan yang ukurannya agak
besar dan tidak lunak sperti akar, rimpang, batang, buah dan
lain-lain. Ukuran perajangan tergantung dari bahan yang
digunakan dan berpengaruh terhadap kualitas simplisia yang
dihasilkan. Perajangan terlalu tipis dapat mengurangi zat
aktif yang terkandung dalam bahan. Sedangkan jika terlalu
tebal, maka pengurangan kadar air dalam bahan agak sulit
dan memerlukan waktu yang lama dalam penjemuran dan
kemungkinan besar bahan mudah ditumbuhi jamur.
Ketebalan perajangan untuk rimpang temulawak
adalah sebesar 7 – 8 mm, jahe, kunyit dan kencur 3 – 5 mm.
Perajangan bahan dapat dilakukan secara manual dengan
pisau yang tajam dan terbuat dari steinlees ataupun dengan
mesin pemotong/perajang. Bentuk irisan split atau slice
tergantung tujuan pemakaian. Untuk tujuan mendapatkan
minyak atsiri yang tinggi bentuk irisan sebaiknya membujur
53. 47Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
(split) dan jika ingin bahan lebih cepat kering bentuk irisan
sebaiknya melintang (slice).
e. Pengeringan
Pengeringan merupakan suatu cara pengawetan atau
pengolahan pada bahan dengan cara mengurangi kadar air,
sehingga proses pembusukan dapat terhambat. Dengan
demikian dapat dihasilkan simplisia terstandar, tidak mudah
rusak dan tahan disimpan dalam waktu yang lama. Dalam
proses ini, kadar air dan reaksi-reaksi zat aktif dalam bahan
akan berkurang, sehingga suhu dan waktu pengeringan harus
diperhatikan. Suhu pengeringan tergantung dari bahan yang
akan dikeringkan. Pada umumnya suhu pengeringan antara
40-60o
C dana hasil yang baik dari proses pengeringan adalah
simplisia dengan kadar air 10%. Demikian juga dengan
waktu pengeringan pada tiap bahan berbeda tergantung
dari bahan yang dikeringkan seperti rimpang, daun, kayu
atau bunga. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses
pengeringan adalah kebersihan, (khususnya pengeringan
dengan menggunakan sinar matahari), kelembaban udara,
dan tebal bahan (tidak saling menumpuk). Pengeringan dapat
dilakukan dengan cara tradisional dengan menggunakan sinar
matahari atau dengan cara modern dengan menggunakan alat
pengering seperti oven, rak pengering, blower, atau dengan
fresh dryer. Pengeringan hasil rajangan dari temu-temuan
dapat dilakukan dengan sinar matahari, oven, bolwer dan
fresh dryer pada suhu 30-50o
C. Pengeringan pada suhu terlalu
tinggi dapat merusak komponen aktif, sehingga mutunya
dapat menurun.
Pengeringandapatmenyebabkan perubahan-perubahan
hidrolisa enzimatis, pencokelatan, fermentasi dan oksidasi.
54. 48 Nurul Qomariah
Ciri-ciri pengeringan sudah berakhir apabila daun ataupun
temu-temuan sudah dapat dipatahkan dengan mudah. Pada
umumnya bahan (simplisia) yang sudah kering memiliki
kadarair8–10%.Denganjumlahkadarairtersebutkerusakan
bahan dapat ditekan baik dalam pengolahan maupun waktu
penyimpanan,
f. Penyortiran (Sortir Kering)
Penyortiran dilakukan bertujuan untuk memisahkan
benda-bendaasingyangterdapatpadasimplisia,misalnyaakar-
akar, pasir, kotoran unggas atau benda asing lainnya. Proses
penyrotiran merupakan tahap akhir dari pembuatan simplisia
kering sebelum dilakukan pengemasan, penyimpanan, atau
pengolahan lebih lanjut. Setelah penyortiran, simplisia
ditimbang untuk mengetahui rendeman hasil dari proses
pasca panen yang dilakukan.
g. Pengemasan
Pengemasandapatdilakukanpadasimplisiayangsudah
dikeringkan. Jenis kemasan yang digunakan dapat berupa
plastik, kertas maupun karung goni. Persyaratan kemasan
yaitu dapat menjamin mutu produk yang dikemas, mudah
dipakai, tidak mempersulit penanganan, dapat melindungi
isi pada saat pengankutan, tidak beracun dan tidak bereaksi
dengan isi dan kalau boleh mempunyai bentuk dan rupa yang
menarik.
Berikan label yang jelas pada setiap kemasan tersebut
yang isinya menuliskan nama bahan, bagian dari tanaman
bahan yang digunakan, tanggal pengemasan, nomer kode
produksi, nama dan alamat penghasil, berat bersihm dan
metode penyimpanan.
55. 49Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
h. Penyimpanan
Penyimpanan simplisia dapat dilakukan di ruang biasa
padasuhukamar,ataupundiruanganberAC(airconditioner).
Ruang penyimpanan haruslah bersih, udaranya cukup kering,
dan berventilasi udara. Ventilasi harus cukup baik karena
hama menyukai udara yang lembab dan panas. Sebelum
penyimpanan ada hal-hal utama yang harus diperthatikan
yaitu :
a. Gudang harus terpisah dari tempat penyimpanan
bahan lainnya ataupun penyimpanan alat dan dipelihara
dengan baik.
b. Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran
atau kemungkinan masuk air hujan.
d. Suhu gudang tidak melebih 30o
C.
e. Kelembaban udara sebaiknya diusahakan serendah
mungkin (65o
C) untuk mencegah terjadinya penyerapan
air. Kelembaban udara yang tinggi dapat memacu
pertumbuhan mikroorganisme sehingga menurunkan
mutubahandalambentuksegarmaupunkering.
f. Masuknya sinar matahari langsung menyinari
simplisia harus dicegah.
g. Masuknya hewan, serangga maupun tikus yang
sering memakan simplisia yang disimpan harus
dicegah.
1.2 Pemeriksaan Mutu
Pemeriksaan mutu simplisia :
1. Simplisia harus memenuhi persyaratan umum edisi
terakhir dari buku resmi yang dikeluarkan Departemen
Kesehatan RI seperti Farmakope Herbal Indonesia dan
Materia Medika Indonesia. Jika tidak tercantum, maka
56. 50 Nurul Qomariah
harus memenuhi persyaratan sesuai monografinya.
2. Tersedia contoh sebagai simplisia pembanding yang
setiap periode tertentu harus diperbaharui.
3.Harusdilakukanpemeriksaanmutufisismeliputi:
a. Kurang kering atau mengandung air
b. Termakan serangga atau hewan lain
c. Ada tidaknya pertumbuhan kepang, dan
d. Perubahan warna atau perubahan bau
4. Dilakukan pemeriksaan lengkap berupa :
a. Pemeriksaan organoleptik: meliputi pemeriksaan
warna, bau, rasa
b. Pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik
c. Pemeriksaan fisika dan kimiawi
d.Uji biologi,penerapanangkakuman,pencemarandan
percobaan terhadap binatang
Untuk mendapatkan kualitas tanaman obat yang
terbaik, maka perlu dilakukan hal berikut :
a. Sumber bahan baku jelas dengan waktu dan cara panen
yang tepat.
b. Penyediaan dan pengerjaan bahan meliputi sortasi,
pembersihan, pengubahan bentuk, pengeringan,
pengepakan dan penyimpanan dilakukan sesuai dangan
standar prosedur baku.
c. Pengawetan dan penyimpanan dilakukan dengan tepat
agar tidak tercampur dengan bahan lainnya serta dijaga
dari pencemaran yang dapat terjadi.
2. Ekstrak
Berdasarkan buku Farmakope Indonesia Edisi 4,
dikatakanbahwaekstrakadalahsediaankentalyangdiperoleh
dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati
57. 51Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan
massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian
rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Sebagian
besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku
secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan
secara destilasi dengan cara pengurangan tekanan, agar bahan
sesedikit mungkin terkena panas (Departemen Kesehatan RI,
2000).
Ekstrak cair adalah sediaan cair simpllisia nabati yang
mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet
atau sebagai pelarut dan pengawet. Jika tidak dinyatakan lain
padamasing-masingmonografi,tiapmLekstrakmengandung
bahan aktif dari 1 g simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak
cair yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan
dan disaring atau bagian yang bening diendap-tuangkan
(dekantasi). Beningan yang diperoleh memenuhi persyaratan
Farmakope. Ekstrak cair dapat dibuat dari ekstrak yang sesuai
(Departemen Kesehatan RI, 2000)
2.1. Ekstraksi
Ektrak tanaman obat yang dibuat dari simplisia nabati
dapat dipandang sebagai bahan awal, bahan antara atau bahan
produkjadi.Ekstraksiadalahpenyarianzat-zatberkhasiatatau
zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa
jenis ikan termasuk biota laut. Zat-zat aktif terdapat di dalam
sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda demikian pula
ketebalannya, sehingga diperlukan metode ekstraksi dengan
pelarut tertentu dalam mengekstraksinya.
Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik
58. 52 Nurul Qomariah
komponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi
ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen
zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam
pelarut.
2.1.1 Jenis-Jenis Ekstraksi
Jenisekstraksibahanalamyangseringdilakukanadalah
ekstraksi secara panas dengan cara refluks dan penyulingan
uap air dan ekstraksi secara dingin dengan cara maserasi,
perkolasi dan alat soxhlet.
a. Maserasi
Maserasi dilakukan dengan cara memasukkan 10
bagian simplisia dengan derajat yang cocok ke dalam bejana,
kemudian dituangi dengan penyari 75 bagian, ditutup dan
dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya sambil diaduk
sekali-kali setiap hari lalu diperas dan ampasnya dimaserasi
kembali dengan cairan penyari. Penyarian diakhiri setelah
pelarut tidak berwarna lagi, lalu dipindahkan ke dalam bejana
tertutup, dibiarkan pada tempat yang tidak bercahaya, setelah
dua hari lalu endapan dipisahkan.
Keuntungan menggunakan ekstraksi dengan metode
ini adalah peralatannya sederhana. Kerugiannya waktu yang
diperlukan untuk mengekstraksi sampel cukup lama, solvent
yang digunakan lebih banyak, dan metode ekstraksi ini tidak
dapat digunakan untuk bahan-bahan yang mempunyai tekstur
keras, contohnya adalah benzoin, tiraks dan lilin.
b. Perkolasi
Perkolasi dilakukan dengan cara dibasahkan 10 bagian
simplisia dengan derajat halus yang cocok, menggunakan
59. 53Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
2,5 bagian sampai 5 bagian cairan penyari dimasukkan
dalam bejana tertutup sekurang-kurangnya 3 jam. Massa
dipindahkan sedikit demi sedikit ke dalam perkolator,
ditambahkan cairan penyari. Perkolator ditutup dibiarkan
selama 24 jam, kemudian kran dibuka dengan kecepatan
1 ml permenit, sehingga simplisia tetap terendam. Filtrat
dipindahkan ke dalam bejana, ditutup dan dibiarkan selama 2
hari pada tempat terlindung dari cahaya.
Keuntungan ekstraksi dengan menggunakan metode
perkolasi adalah tidak memerlukan langkah tambahan
karena sampel padat telah terpisah dari ekstrak. Sedangkan
kerugiannya adalah kontak antara sampel padat tidak merata
atau terbatas apabila dibandingkan dengan metode refluks,
dan pelarut akan menjadi dingin selama proses perkolasi
sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien.
c. Refluks
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya adalah
ekstraksi berkesinambungan. Bahan yang akan diekstraksi
direndam dengan cairan penyari dalam labu alas bulat yang
dilengkapi dengan alat pendingin tegak, lalu dipanaskan
sampai mendidih. Cairan penyari akan menguap, uap
tersebut akan diembunkan dengan pendingin tegak dan akan
kembali menyari zat aktif dalam simplisia tersebut, demikian
seterusnya. Ekstraksi ini biasanya dilakukan 3 kali dan setiap
kali diekstraksi selama 4 jam.
Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk
mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur
kasar dan tahan pemanasan langsung. Kerugiannya adalah
membutuhkan volume total pelarut yang besar dan sejumlah
60. 54 Nurul Qomariah
manipulasi dari operator.
d. Soxhletasi
Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya ekstraksi
secara berkesinambungan. Cairan penyari dipanaskan sampai
mendidih. Uap penyari akan naik melalui pipa samping,
kemudian diembunkan lagi oleh pendingin tegak. Cairan
penyari turun untuk menyari zat aktif dalam simplisia.
Selanjutnya bila cairan penyari mencapai sifon, maka seluruh
cairan akan turun ke labu alas bulat dan terjadi proses
sirkulasi. Demikian seterusnya sampai zat aktif yang terdapat
dalam simplisia tersari seluruhnya yang ditandai jernihnya
cairan yang lewat pada tabung sifon.
Keuntungan menggunakan metode ini adalah dapat
digunakan untuk sampel dengan tekstur ang lunak dan
tidak tahan terhadap pemanasan secara langsung, hanya
menggunakan pelarut yang lebih sedikit, suhu pemanasan
dan waktu pemanasannya dapat diatur. Sedangkan
kerugiannya adalah ekstrak yang terkumpul di baian bawah
wadah dipanaskan terus menerus karena pelarut didaur
ulang. Proses ini dapat menyebabkan reaksi peruraian oleh
panas, jumlah senyawa yang diekstraksi akan melampaui
tingkat kelaruttannya dalam pelarut tertentu, sehingga dapat
megendap dalam wadah dan dibutuhkan volume pelarut yang
lebih banyak untuk melarutkannya, untuk skala besar, pelarut
yang digunakan adalah pelarut dengan titik didih yang tidak
terlalu tinggi, contohnya methanol dan air.
e. Penyulingan dengan Destilasi Uap
Ekstraksi dengan menggunakan metode penyulingan
uap ini digunakan untuk mendapatkan tanaman obat yang
61. 55Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
mengandung minyak atsiri yang mudah menguap, seperti
minyak essesntial dari tanaman. Prinsipnya adalah Proses
pemisahan komponen-komponen campuran dari dua atau
lebih cairan, berdasarkan perbedaan tekanan uap masing-
masing komponen.
Prisnsip kerjanya adalah sebagai berikut :
a. Ketel uap dan penyulingan terpisah.
b. Ketel uap yang berisi air dipanaskan dan uapnya
dilairkan ke ketel penyulingan yang berisi bahan
baku
c. Partikel minyak terbawa uap dan dialirkan dalam
pendingin kemudian dipisahkan.
Keuntungan dari destilasi uap ini adalah kualitas
minyak yg dihasilkan paling baik. Kerugiannya adalah perlu
biaya besar karena setidaknya butuh dua ketel dan umumnya
dilakukan oleh pabrikan yang besar.
2.1.2 Proses Ekstraksi
Proses pembuatan ekstrak dimulai dari menghaluskan
simplisia kasar menjadi serbuk, kemudian dicampur dengan
pelarut.Setelahdipisahkan,kemudiandipekatkandanterakhir
dikeringkan.
a. Pembuatan Serbuk Simplisia
Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan
pembuatan serbuk dari simplisia kering dengan peralatan
tertentusampaiderajatkehaluasntertentutanpamenyebabkan
kerusakan kandungan kimia (BPOM, 2006).
b. Cairan Pelarut
Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah
pelarut yang baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang
62. 56 Nurul Qomariah
berkhasiat atau yang aktif, dengan demikian senyawa tersebut
dapat terpisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan
lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar
senyawa kandungan yang diinginkan. Faktor utama untuk
pertimbangan pada pemilahan cairan penyari adalah
berdasarkan selektivitas cairan, kemudahan bekerja dan
proses dengan cairan, ekonomis dan ramah lingkungan serta
aman digunakan (Departemen Kesehatan RI, 2000).
Sampai saat ini berlaku aturan bahwa pelarut
yang diperbolehkan adalah air dan alcohol (etanol) serta
campurannya. Jenis pelarut lain seperti metanl (alcohol
turunanya), heksana (hidrokarbon, aliphatic), toluene
(hidrokarbon aromatic), kloroform (dan segolongannya),
aseton, umumnya digunakan sebagai pelarut untuk tahap
separasi dan tahap pemurnian (fraksinasi). Khususnya
methanol, dihindari penggunaannya karena sifatnya
yang toksik akut dan kronik (Departemen Kesehatan RI,
2000).
c. Separasi dan Pemurnian
Bertujuan untuk menghilangkan (memisahkan)
senyawa yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa
mempengaruhi senyawa kandungan yang dikehendaki,
sehingga diperoleh ekstrak yang lebih murni (Departemen
Kesehatan RI, 2000).
d. Pemekatan/Penguapan (Vaporasi dan Evaporasi)
Pemekatan berarti peningkatan jumlah partial solute
(senyawa terlarut) secara penguapan pelarut tanpa sampai
menjadi kondisi kering, ekstrak hanya menjadi kental/pekat
(Departemen Kesehatan RI, 2000). Untuk meningkatan
63. 57Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
kecepatan penguapan diaplikasikan system vakum tanpa
menyebabkan gangguan pada material sensitive panas
(Goeswin, 2007).
e. Pengeringan
Pengeringan berarti menghilangkan pelarut dari
bahan sehingga menghasilkan serbuk, masa kering-rapuh,
tergantung proses, tergantung proses dan peralatan yang
digunakan (Departemen Kesehatan RI, 2000). Ada beberapa
alat yang dapat digunakan (Goeswin, 2007):
a) Pengeringan baki (tray dryer)
Ini merupakan pengering yang paling sederhana
dan murah, berupa lemari yang didalamnya dapat disusun
seperangkat baki yang mengandung / menyimpan ekstrak
yang akan dikeringkan. Udara dipanaskan dengan uap /
pemanas elektrik pada temperature terkendali, dan ditiupkan
di atas permukaan baki. Setelah beberapa waktu, baki
dikeluarkan dari lemari. Bahan didinginkan dan dipisahkan,
lalu diserbukkan menjadi serbuk halus.
b) Pengeringan vakum (vacuum dryer)
Ekstrak dipanaskan dengan uap bersuhu rendah.
Ekstrak mengalami subjek vakum sehingga penguapan
efektif, sekalipun pada suhu rendah. Pada akhir proses,
material menjadi kering, lalu dikeluarkan dari alat, kemudian
diserbukkan menjadi serbuk halus.
c) Pengeringan semprot (spray dryer)
Peralatan ini paling sesuai untuk pengeringan ekstrak
yang secara esensial akan menghasilkan produk mengalir
bebas dan nonhigroskopis. Pengering jenis ini merupakan
systempengeringankontinu,efisientermel,danmenghasilkan
produk dalam lingkungan bersih tanpa ada penanganan
64. 58 Nurul Qomariah
manusia secara manual.
f. Rendemen
Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang
diperoleh dengan simplisia awal (Departemen Kesehatan RI,
2000).
2.2. Standarisasi Simplisia dan Herbal
Produk herbal dan simplisia selain cara pengolahannya
yang terstandar produk akhir dari Simplisia atau herbal harus
jugamemenuhisstandarmutuyangsudahditetapkan.Dengan
standarisasi mutu ini maka produk herbal dan simplisia dapat
bersaing di perdagangan nasional maupun internasional dan
dapat menjadikan produk yang mempunyai khasiat yang
sesuai dengan tanaman yang sudah dibuat simplisia ataupun
herbal terstandar.
1. Standarisasi Simplisia
Simplisia sebagai bahan baku harus memenuhi 3
parameter mutu umum (nonspesifik) suatu bahan yaitu
kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian, aturan penstabilan
(wadah, penyimpanan, distribusi) Simplisia sebagai bahan
dan produk siap pakai harus memenuhi trilogi Quality-Safety-
Efficacy Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia
yang berkontribusi terhadap respon biologis, harus memiliki
spesifikasi kimia yaitu komposisi (jenis dan kadar) senyawa
kandungan (Depkes RI, 1985).
Kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan
dalam proses standardisasi suatu simplisia. Parameter
standardisasi simplisia meliputi parameter non spesifik dan
spesifik. Parameter nonspesifik lebih terkait dengan faktor
lingkungan dalam pembuatan simplisia sedangkan parameter
65. 59Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
spesifik terkait langsung dengan senyawa yang ada di
dalam tanaman. Penjelasan lebih lanjut mengenai parameter
standardisasi simplisia sebagai berikut:
a. Kebenaran simplisia
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan dengan cara
organoleptik, makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan
organoleptik dan makroskopik dilakukan dengan
menggunakan indera manusia dengan memeriksa kemurnian
dan mutu simplisia dengan mengamati bentuk dan ciri-ciri
luar serta warna dan bau simplisia. Sebaiknya pemeriksaan
mutu organoleptik dilanjutkan dengan mengamati ciri-
ciri anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian
simplisia.
b. Parameter non spesifik
Parameter non spesifik meliputi uji terkait dengan
pencemaran yang disebabkan oleh pestisida, jamur, aflatoxin,
logam berat, penetapan kadar abu, kadar air, kadar minyak
atsiri, penetapan susut pengeringan.
c. Parameter spesifik
Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas
kimiadarisimplisia.Ujikandungankimiasimplisiadigunakan
untukmenetapkankandungansenyawatertentudarisimplisia.
Biasanya dilkukan dengan analisis kromatografi lapis tipis
(Depkes RI, 1985).
2. Standarisasi Ektraks
Ekstrak terstandar berarti konsistensi kandungan
senyawa aktif dari setiap batch yang diproduksi dapat
dipertahankan, dan juga dapat mempertahankan pemekatan
kandungan senyawa aktif pada ekstrak sehingga dapat
66. 60 Nurul Qomariah
mengurangi secara signifikan volume permakaian per dosis,
sementaradosisyangdiinginkanterpenuhi,sertaekstrakyang
diketahui kadar senyawa aktifnya ini dapat dipergunakan
sebagai bahan pembuatan formula lain secara mudah seperti
sediaan cair , kapsul, tablet, dan lain-lain.
a. Parameter Non Spesifik
1) Susut Pengeringan
Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat
setelah pengeringan pada temperatur 105o
C selama 30 menit
atau sampai konstan, yang dinyatakan dalam persen. Dalam
hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap/
atsiri dan sisa pelarut organik) identik dengan kadar air, yaitu
kandungan air karena berada di atmosfer/lingkungan udara
terbuka (Depkes RI, 2000).
2) Bobot Jenis
Parameter bobot jenis ekstrak merupakan parameter
yang mengindikasikan spesifikasi ekstrak uji. Parameter ini
penting, karena bobot jenis ekstrak tergantung pada jumlah
serta jenis komponen atau zat yang larut didalamnya (Depkes
RI, 2000).
3) Kadar air
Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung
zat atau banyaknya air yang diserap dengan tujuan untuk
memberikan batasan minimal atau rentang tentang besarnya
kandungan air dalam bahan (Depkes RI, 2000).
4) Kadar abu
Parameterkadarabumerupakanpernyataandarijumlah
abu fisiologik bila simplisia dipijar hingga seluruh unsur
organik hilang. Abu fisiologik adalah abu yang diperoleh dari
67. 61Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
sisa pemijaran (Depkes RI, 2000).
b. Parameter Spesifik
1) Identitas
Identitas ekstrak dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
Deskripsi tata nama:
Nama Ekstrak (generik, dagang, paten)
Nama latin tumbuhan (sistematika botani)
Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun,
buah,)
Nama Indonesia tumbuhan
Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya
senyawa tertentu yang menjadi petunjuk spesifik dengan
metode tertentu. Parameter identitas ekstrak mempunyai
tujuantertentuuntukmemberikanidentitasobyektifdarinama
dan spesifik dari senyawa identitas (Depkes RI, 2000).
2) Organoleptik
Parameter oranoleptik digunakan untuk
mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa menggunakan
panca indera dengan tujuan pengenalan awal yang sederhana
dan seobyektif mungkin (Depkes RI, 2000).
3) Kadar sari
Parameter kadar sari digunakan untuk mengetahui
jumlah kandungan senyawa kimia dalam sari simplisia.
Parameter kadar sari ditetapkan sebagai parameter uji bahan
baku obat tradisional karena jumlah kandungan senyawa
kimia dalam sari simplisia akan berkaitan erat dengan
reproduksibilitasnya dalam aktivitas farmakodinamik
simplisia tersebut (Depkes RI,1995).
68. 62 Nurul Qomariah
4) Pola kromatogram
Pola kromatogram mempunyai tujuan untuk
memberikan gambaran awal komponen kandungan kimia
berdasarkan pola kromatogram kemudian dibandingkan
dengan data baku yang ditetapkan terlebih dahulu (Depkes
RI, 2000).
2.3 Parameter Uji Ekstrak
Parameter uji ekstrak dapat dibedakan atas parameter
spesifik dan parameter non spesifik. Disamping parameter uji
ekstrak, juga ada uji kandungan kimia ekstak. Uji kandungan
kimia ekstrak dapat menggunakan pola kromatogram, kadar
total golongan kandungan kimia, dan kadar kandungan kimia
tertentu (Departemen Kesehatan RI, 2000).
Parameter spesifik adalah untuk melihat indentitas
ekstrak, organoleptik, senyawa terlarut dalam pelarut
tertentu. Parameter non spesifik terdiri atas parameter yang
mempunyai batasan berbeda pada setiap ekstrak seperti kadar
air, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, ataupun sama
seperti sisa pelarut organic, residu pestisida untuk fosfor dan
klor organic, cemaran logam berat dan cemaran mikroba
(Departemen Kesehatan RI, 2000). Batasan pada parameter
non spesifik tersebut adalah (BPOM, 2006):
a. Sisa pelarut organic yaitu tidak boleh dari 1,0%.
b. Residu pestisida untuk fosfor dan klor organic harus
kurang dari 5 µg/kg.
c. Cemaran logam berat : Pb harus kurang dari 10 mg/kg,
Cd harus kurang dari 0,3 mg/kg, dan As harus kurang dari
5 µg/kg.
d. Cemaran mikroba : angka lempeng total harus kurang
69. 63Formulasi Teknologi Sediaan Obat Tradisional
dari 104
kol/g, angka kapang/khamir harus kurang dari
103
kol/g, MPN koliform harus negative, dan mikroba
pathogen harus negatif.
2.4 Uji Keamanan
Keharusan adanya data uji farmakologi, uji toksisitas
dan uji klinis mulai diberlakukan dengan keluarnya UU No.
23 tahun 1992 tentang Kesehatan, agar obat tradisional lebih
mampu bersaing dengan obat modern dan secara medic lebih
dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya.
Uji toksisitas diperlukan untuk menilai keamanan suatu
obat maupun bahan yang digunakan sebagai suplemen atau
makanan. Berdasarkan lama paparan dan dosis diketahui ada
3 tingkatan uji toksisitas, yaitu akut, sub kronik dan kronik.
Uji toksisitas akut digunakan untuk menilai sifat toksik suatu
bahanujidenganpemberiansuatubahansampeldosistunggal
dalam waktu singkat (akut), biasanya 24 jam. Uji toksisitas
sub-kronik dilakukan dengan pemberian suatu bahan sampel
dengan dosis berulang selama jangka waktu kurang dari 3
bulan. Uji toksisitas kronik dilakukkan seperti sub kronik
tetapi dengan waktu lebih dari 3 bulan. Uji toksisitas sub
kronik dan kronik tetap diperlukan walaupun diketahui bahan
uji memiliki kadar toksisitas rendah. Hal ini bertujuan untuk
mengantisipasi kemungkinan adanya efek toksik terhadap
organ tubuh jika digunakan dalam waktu lama.
2.5 Proses Pembuatan Sediaan
Pembuatan sediaan obat herbal memiliki tahapan
seperti halnya obat konvensional meliputi desain formula,
praformulasi, formulasi dan evaluasi. Industri herbal dan
industrykosmetikharusmemilikisertifikasiyangmenyatakan
bahwa mereka dapat menghasilkan sebuah produk yang
70. 64 Nurul Qomariah
terjamin keamanan, khasiat dan kualitasnya.
Prosedur dan formula pembuatan, termasuk jumlah
eksipien yang digunakan harus diuraikan secara rinci.
Spesifikasi produk jadi harus dijelaskan. Metode identifikasi
dan jika memungkinkan penetapan konsentrasi secara
kuantitatifbahantanamandalamprodukjadiharusdipaparkan.
Jika identifikasi zat aktif utama tidak memungkinkan, cukup
dengan mengidentifikasi bahan atau campuran bahan yang
khas (misalnya karateristik fingerprint dengan kromatografi
inframerah) untuk memastikan keseragaman mutu produk.
Produk jadi harus memenuhi persyaratann umum untuk
bentuk sediaan tertentu (Hanif, 2007).
Desain formulasi obat herbal, sama seperti desain
formulasi obat konvensional, meliputi 3 (tiga) komponen
utama yang harus ada yaitu zat aktif, eksipien utama dan
eksipien pendukung serta komponen tambahan yaitu labeling
dan pengemasan. Zat aktif yang digunakan, dapat dalam
bentuk ekstrak kering, ekstrak kental, ekstrak cair, simplisia
kering dan simplisia basah. Eksipien utama mencakup
bahan pengisi, pengikat, penghancur, lubrikan (pelincir),
antiadherentdanglidan.Eksipienpendukungsepertipewarna,
pengawet, antioksidan, chelating agent.
Tahap preformulasi meliputi penyusunan formula,
persiapan produksi, persiapan evaluasi, persiapan pengemas
dan persiapan label. Pada tahap preformulasi dilakukan
pengkajian untuk mengumpulkan data-data dasar tentang
karakteristik fisika dan kimia obat yang dibuat menjadi
bentuk sediaan farmasi tersebut.
Bentuksediaanobatherbaldibagimenjadi3(tiga)yaitu