Berikut adalah data yang bisa kami temukan mengenai kerajaan bercorak Hindu Buddha di Nusantara yang berdiri pada abad ke 7M. Kerajaan Mataram Kuno atau disebut Medang Kamulan.
Semoga bisa membantu ^^
4. o Berdiri pada sekitar abad 7M
o Disebut juga Kerajaan Medang Kamulan
o Terbagi atas 2 dinasti yang hidup saling
berdampingan :
I. Dinasti Syailendra (Utara)
II. Dinasti Sanjaya (Selatan)
5.
6. Pendiri Kerajaan Mataram Kuno di Jawa
Tengah
Raja Sanna dikalahkan oleh Purbasora dari
Kerajaan Galuh sehingga, beliau memindahkan
kerajaan kedaerah disekitar Gunung Merapi
Sumber : Prasasti Canggal dan Carita
Parahyangan
7. Bergelar : Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya
Merupakan keponakan Raja Sanna, beliau
menentramkan kembali keadaan kacau di Jawa
setelah wafatnya Raja Sanna
Adalah pendiri Dinasti Sanjaya
Berhasil menakhlukkan daerah Jawa Barat,
Jawa Timur, Bali, dan Sriwijaya
Prasasti Mantyasih menyebutkan bahwa Raja
Sanjaya adalah raja pertama Mataram Kuno
Sumber : Carita Parahyangan, Prasasti Canggal,
Prasasti Mantyasih
8. Bergelar : Sri Maharaja Rakai Panangkaran
Dyah Pancapana
Dijuluki sebagai :Sailendrawangsatilaka
Ia berhasil merebut takhta Medang dan
mengalahkan Wangsa Sanjaya
Hal tersebut dibuktikan dari perbedaan gelar
antara Rakai Panangkaran (Sri Maharaja)
dengan Sanjaya (Sri Ratu)
Sumber : Prasasti Mantyasih
9. Bergelar : Sri Maharaja Rakai Panunggalan
Berhasil mengekspansi wilayah hingga ke daratan
Semenanjung Malaya dan Indochina
Dipuji sebagai Wairiwarawiramardana (Prasasti
Kelurak), Wirawairimathana (Prasasti Nalanda), dan
Sarwwarimadawimathana (Prasasti Ligor B)
Menurut teori Slamet Muljana, Dharanindra sebagai
raja Jawa telah berhasil menaklukkan Kerajaan
Sriwijaya
Prasasti Ligor B ditulis oleh beliau sebagai pertanda
bahwa Wangsa Sailendra telah berkuasa atas
Sriwijaya. Prasasti ini berisi puji-pujian untuk
dirinya sebagai penjelmaan Wisnu.
10. Bergelar : Sri Maharaja Samarotungga, Sri
Maharaja Rakai Warak
Dikenal juga sebagai Samaragrawira (Prasasti
Nalanda)
Lebih mengedepankan perkembangan agama
dibandingkan ekspasi wilayah
Menikahi Dewi Tara dan memiliki anak
bernama Pramowardhani dan Balaputradewa
Sumber : Prasasti Kayumwungan / Prasasti
Karangtengah
11. o Bergelar : Sri Maharaja Rakai Pikatan Mpu
Manuku, Sang Jatiningrat
o Menikahi Pramowardhani, dan berhasil
mempersatukan kedua Dinasti Syailendra –
Sanjaya
o Memiliki anak bernama Rakai Kayuwangi
o Sumber : Prasasti Argapura, Prasasti Mantyasih,
Prasasti Munduan, Prasasti Kayumwungan,
Prasasti Tulang Air, Prasasti Telahap, Prasasti
Wantil
12. Bergelar : Sri Maharaja Rakai Kayuwangi Dyah
Lokapala Sri Sayyawasanottunggadewa
Pada akhir pemerintahan Rakai Pikatan, terjadi
pemberontakan oleh Rakai Walaing Mpu
Kumbhayoni yang bermarkas di timbunan batu
di atas bukit Ratu Baka
Pemberontakan tersebut berhasil ditumpas oleh
Rakai Kayuwangi Dyah Lokapala alias Sang
Walaputra, sehingga ia mendapat dukungan
rakyat untuk naik takhta menggantikan
ayahnya
Sumber : Prasasti Wantil, Prasasti Mantyasih,
Prasasti Wuatan Tija
13. Bergelar : Sri Maharaja Rakai Watuhumalang
Hubungan Rakai Watuhumalang dengan raja
sebelumnya belum terpastikan dengan jelas
Prasasti Panunggalan (19 November 896)
menyebut adanya tokoh bernama Sang
Watuhumalang Mpu Teguh, namun tidak
bergelar Maharaja, melainkan hanya
bergelar haji (raja bawahan)
Tidak dapat dipastikan apakah Mpu Teguh
identik dengan Rakai Watuhumalang
Sumber : Prasasti Mantyasih, Prasasti
Panunggalan
14. Bergelar : Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah
Balitung Sri Dharmodaya Mahasambu
Wilayah kekuasaan mencakup Jawa Tengah,
Jawa Timur, dan Bali
Nenek beliau ialah selir dari Rakai Pikatan,
istrinya merupakan cucu dari Rakai Pikatan
Diperkirakan naik takhta karena menikahi putri
dari Rakai Watuhumalang
Pengangkatan Dyah Balitung sebagai raja
melahirkan rasa cemburu di hati Mpu Daksa,
yaitu putra Rakai Watuhumalang
15. Dyah Balitung berhasil naik takhta
menggantikan Rakai Watuhumalang
diperkirakan karena kepahlawanannya
menaklukkan Rakai Gurunwangi
Mungkin Rakai Gurunwangi yang masih
dendam kemudian bersekutu dengan Mpu Daksa
yang masih keponakannya (Rakai Gurunwangi
dan Daksa masing-masing adalah anak dan cucu
Rakai Pikatan).
Sejarawan Boechari yakin bahwa pemerintahan
Dyah Balitung berakhir akibat pemberontakan
Mpu Daksa.
Sumber : Prasasti Mantyasih
16. Bergelar : Sri Maharaja Daksottama Bahubajra
Pratipaksaksaya Uttunggawijaya
Merupakan cucu dari selir Rakai Pikatan
Merebut takhta melalui pemberontakan
terhadap Dyah Balitung
Sumber : Prasasti Telahap, Prasasti Plaosan,
Prasasti Ritihang
17. Bergelar : Sri Maharaja Rakai Layang Dyah
Tulodong Sri Sajjana Sanmatanuraga Uttunggadewa
Merupakan suami dari Rakryan Layang, putri Mpu
Daksa
Sejarawan Boechari berpendapat bahwa Dyah
Wawa telah melakukan kudeta merebut
takhta Kerajaan Medang dengan cara menyingkirkan
Dyah Tulodong dan Mpu Ketuwijaya
Ada dugaan, kudeta ini dibantu oleh Mpu
Sindok yang semula menjabat sebagai Rakai Halu,
dan kemudian naik pangkat menjadi Rakai Hino.
Sumber : Prasasti Lintakan
18. Bergelar : Sri Maharaja Rakai Sumba Dyah
Wawa Sri Wijayalokanamottungga
Adalah raja terakhir dari Kerajaan Medang di
Jawa Tengah
Dalam prasasti Wulakan, Dyah Wawa mengaku
sebagai anak dari Rakryan Landhayan
Sumber : Prasasti Wulakan, Prasasti Sangguran
(Minto)
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33. Bencana alam, meletusnya Gunung Merapi
Krisis politik tahun 927-929 M
Faktor lemahnya ekonomi Jawa Tengah
1. Daerahnya kurang subur, jarang terdapat sungai
besar
2. Tidak terdapatnya pelabuhan strategis, sebagai
sumber devisa perdangangan
34.
35. Berdiri sejak abad ke 9M
Merupakan kelanjutan dari Kerajaan Mataram
Kuno di Jawa Tengah yang berpindah ke Jawa
Timur
Membentuk dinasti baru, yaitu Dinasti Isyana
yang bercorak Buddha
Perpindahan daerah menuju Timur diduga
karena di Jawa Timur dan pantai selatan Bali
merupakan jalur yang strategis untuk
perdagangan
Dikatakan juga bahwa kepindahan menuju
Timur dikarenakan menghindari Sriwijaya
36.
37. Bergelar : Sri Maharaja Rakai Hino Sri Isana
Wikramadharmottunggadewa
Mpu Sindok memimpin penduduk Medang yang
selamat pindah ke Jawa Timur
Ia membangun ibu kota baru di daerah
Tamwlang (Prasasti Turyan). Kemudian istana
dipindahkan ke Watugaluh (Prasasti
Anjukladang)
Menghasilkan kitab suci pertama umat Buddha :
Sang Hyang Kamahayanikan karangan Sri
Sambhara Suryawarana
38. Prasasti Turyan
Prasasti Linggasutan
Prasasti Gulung-Gulung
Prasasti Cunggrang
Prasasti Jru-Jru
Prasasti Waharu
Prasasti Sumbut
Prasasti Wulig
Prasasti Anjukladang
39. Adalah putri dari Mpu Sindok
Suaminya adalah Sri Lokapala merupakan
seorang bangsawan dari pulau Bali
Peninggalan sejarah Sri Lokapala berupa
prasasti Gedangan
Tidak diketahui dengan pasti kapan
pemerintahan Sri Lokapala dan Sri Isyana
Tunggawijaya berakhir
Menurut prasasti Pucangan, yang menjadi raja
selanjutnya adalah putra mereka yang
bernama Sri Makuthawangsawardhana
40. Jalannya pemerintahan Makutawangsawardhana
tidak diketahui dengan pasti. Namanya hanya
ditemukan dalam prasasti Pucangan sebagai
kakek Airlangga
Prasasti Pucangan juga menyebut
Makutawangsawardhana memiliki putri
bernama Mahendradatta
Teori yang berkembang ialah,
Makutawangsawardhana memerintah sampai tahun
991, dan digantikan oleh putranya yang bernama
Dharmawangsa. Sedangkan putrinya yang bernama
Mahendradatta menikah dengan
raja Bali bernama Udayana dan kemudian
melahirkan Airlangga
41. Selama memerintah, ia berusaha meningkatkan
kesejahteraan pertanian dan perdagangan
Namun usaha untuk meningkatkan perdagangan
mengalami kesulitan.
Pada tahun 1003 M, Dharmawangsa mengirimkan
tentaranya untuk merebut pusat perdagangan di
Selat Malaka dari kekuasaan Sriwijaya
Sriwijaya membalas melalui serangan kerajaan Wura
Wuri (kerajaan bawahan atau vassal Sriwijaya)
Akibat serangan tersebut Kerajaan Medang
mengalami kehancuran yang menewaskan
Dharmawangsa
Kejadian ini disebut dengan Pralaya.
42. Bergelar : Sri Maharaja Rakai Halu Sri
Dharmawangsa Airlangga
Anantawikramottunggadewa
Dalam prasasti Calcuta dan Puncangan
disebutkan bahwa Raja Airlangga masih
termasuk keturunan Raja Mpu Sindok dari
pihak ibunya, Mahendradata
Di usia 16, ia dinikahkan dengan putri dari Raja
Dharmawangsa
Namun, saat pernikahannya terjadilah pralaya
Airlangga berhasil meloloskan diri bersama
pengikut setianya, Narottama
43. Di tengah hutan Airlangga hidup sebagai
pertapa
Selama 3 tahun (1016 – 1019), Airlangga
digembleng baik lahir maupun batin di hutan
Wonogiri
Kemudian, atas tuntutan dari rakyatnya, pada
tahun 1019 Airlangga bersedia dinobatkan
menjadi raja untuk meneruskan tradisi Dinasti
Isyana
Dikenal sebagai raja yang adil dan tegas. Dalam
menentukan hukuman, Airlangga selalu
meminta pendapat para Brahmana
44. Secara berturut-turut Air Langga berhasil
menaklukan raja-raja vassal Sriwijaya seperti :
1. Raja Bisaprabhawa, 1029 M
2. Raja Adhamapanuda, 1031 M
3. Raja Wura Wuri, 1032
4. Raja Wijayawarman dari Wengker, 1035 M
Setelah berhasil memulihkan kewibawaan
kerajaan, Air Langga memindahkan ibukota
kerajaan Medang ke Patakan
Tahun 1030, Airlangga membuat seni sastra
berupa Kakawin Arjunawiwaha karangan Mpu
Bharada
45. Di penghujung hayatnya, Airlangga
mencalonkan putrinya Sanggramawijaya sebagai
penerus takhta, namun putrinya menolak dan
memilih untuk menjadi petapa
Atas saran Mpu Bharada, Airlangga membagi
kerajaan untuk kedua putranya
Jenggala (Singhasari) dengan ibukota Kahuripan
Panjalu (Kediri) dengan ibukota Daha
Airlangga kemudian menarik diri dari takhta
dan pergi bertapa dengan nama Resi Gentayu
Beliau wafat 1049 M, dimakamkan di Candi
Belahan
46. Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036
Membangun bendungan Waringin Sapta tahun
1037 untuk mencegah banjir musiman.
Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang
letaknya di muara Kali Brantas
Membangun jalan-jalan yang menghubungkan
daerah pesisir ke pusat kerajaan
Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun
1041
Editor's Notes
http://id.wikipedia.org/wiki/Wangsa_Sailendra
(Permata Wangsa Syailendra) Slamet Muljana berpendapat, Rakai Panangkaran bukan putra Sanjaya. Dalam daftar para raja versi prasasti Mantyasih tertulis nama Sanjaya bergelar Sang Ratu , sedangkan Rakai Panangkaran bergelar Sri Maharaja Perubahan gelar ini membuktikan terjadinya pergantian dinasti yang berkuasa di Kerajaan Medang. Jadi, Rakai Panangkaran adalah raja dari Wangsa Sailendra yang berhasil merebut takhta Medang serta mengalahkan Wangsa Sanjaya. Menurut Slamet Muljana, Rakai Panangkaran tidak mungkin berstatus sebagai bawahan Wangsa Sailendra karena dalam prasasti Kalasan ia dipuji sebagai Sailendrawangsatilaka (permata Wangsa Sailendra).
Wairiwarawiramardana : "penumpas musuh-musuh perwira“ | prasasti ligor B dimungkinkan lanjutan dri ligor A yang ditulis setelah sriwijaya jath ke tangan dinasti syailendra | Memprakarsai berdirinya Candi Borobudur Daerah Ligor kemudian dijadikannya sebagai pangkalan militer untuk menyerang Campa tahun 787 dan juga Kamboja.
Speninggal beliau : kerajaan dibagi 2 , Sriwijaya unntuk Balaputradewa, Jawa tengah untuk Rakai Pikatan Isi prasasti : si tulisan pada bagian berbahasa Sanskerta adalah tentang seorang raja bernama Samaratungga. Anaknya bernama Pramodawardhani mendirikan bangunan suci Jinalaya serta bangunan bernama Wenuwana (Sansekerta: Venuvana , yang berarti "hutan bambu") untuk menempatkan abu jenazah 'raja mega', sebutan untuk Dewa Indra. Mungkin yang dimaksud adalah raja Indra atau Dharanindra dari keluarga Sailendra.
Menurut prasasti Wantil (Siwagerha) tanggal 12 November 856, Dyah Lokapala naik takhta menggantikan ayahnya Wuatan Tija = penghargaan kepada kepala daerah Wuatan Tija atas menyelamatkan putra dari Rakai Kayuwangi yang diculik oleh Rakryan Landhayan yang mengaku sebagai keturunan pendiri kerajaan ( Sanjaya ). sejarawan Buchari menjumpai pada situs bukit Ratu Baka. Adapun makna istilah walaputra adalah “putra bungsu”, yaitu julukan untuk Dyah Lokapala yang berhasil menumpas musuh ayahnya tersebut.
Pada tahun 896 ia masih menjadi raja bawahan, sedangkan pada tahun 899 (prasasti Telahap) yang menjadi raja sudah bernama Dyah Balitung.
Ritihang : daksa njuk kado ke permaisuri
Lintakan = tulodong raja Rakryan Mapatih Hino bernama Mpu Ketuwijaya yang juga bergelar Sri Ketudhara Manimantaprabha Prabhusakti, sedangkan yang menjabat Rakryan Halu adalah Mpu Sindok.
Peninggalan sejarah Dyah Wawa berupa prasasti Sangguran tanggal 2 Agustus 928 tentang penetapan desa Sangguran sebagai sima swatantra (daerah bebas pajak) agar penduduknya ikut serta merawat bangunan suci di daerah Kajurugusalyan.
Mpu Sindok = Hindu Siwa
prasasti Gedangan berisi tentang anugerah desa Bungur Lor dan desa Asana kepada para pendeta Buddha di Bodhinimba
Karena perdagangan di kawasan perairan jawa dan Sumatera masih dikuasai Kerajaan Sriwijaya