Kerajaan Kalingga didirikan pada tahun 732 M di Jawa Tengah dengan Sanjaya sebagai raja pertamanya. Kerajaan ini bercorak Hindu dan berpusat di daerah Jepara sekarang. Kalingga awalnya dipimpin oleh Ratu Sima pada tahun 674-675 M dengan pemerintahan yang ketat dan disiplin. Kerajaan ini mempunyai hasil bumi seperti kulit penyu, emas, perak, dan menganut agama Buddha aliran Hinayana.
1. KERAJAAN KALINGGA
Disusun oleh :
1. Alivia Hanum (3)
2. Durrotun Nafisah (8)
3. Enjang Puspita Sari (10)
4. Lilik Ermiyati (15)
5. Shabrina Nur Husna (30)
6. Siti Nur Khotimah (31)
2. Kalingga adalah sebuah kerajaan
bercorak hindu di jawa tengah, yang
pusatnya berada di daerah kabupaten
Jepara sekarang.
3. AWAL BERDIRINYA
Rakyat Ho-ling diperintah oleh Ratu Sima (Simo).
Putri Maharani Shima, Parwati, menikah dengan
putera mahkota Kerajaan Galuh yang bernama
Mandiminyak, yang kemudian menjadi raja kedua dari
Kerajaan Galuh.
Maharani Shima memiliki cucu yang bernama Sanaha
yang menikah dengan raja ketiga dari Kerajaan Galuh,
yaitu Brantasenawa. Sanaha dan Bratasenawa
memiliki anak yang bernama Sanjaya yang kelak
menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh(723732 M).
4. Setelah Maharani Shima meninggal di tahun 732
M, Sanjaya menggantikan buyutnya dan menjadi
raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian
disebut Bumi Mataram, dan kemudian mendirikan
Dinasti/Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram
Kuno.
Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada
putranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan
Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban.
Kemudian Raja Sanjaya menikahi Sudiwara puteri
Dewasinga, Raja Kalingga Selatan atau Bumi
Sambara, dan memiliki putra yaitu Rakai
Panangkaran.
5. PERKEMBANGAN KERAJAAN
KALINGGA
Tentang Ratu Shimo (pemerintahan)
Pada 674-675 M (tepatnya tahun 674 M) rakyat Ho-ling memilih
dan mengangkat seorang ratu bernama Si-mo. Konon ratu ini
memerintah dengan sangat kerasnya, namun bijaksana sehingga
Ho-ling menjadi negara yang aman.
Pemerintahan Ratu Si-mo ditandai oleh terlaksananya
pemerintahan dengan segala disiplin tinggi. Peraturan
ditegakkan dengan sebenar-benarnya. Ada sebuah kisah yang
menceritakan tentang ketat dan disiplinnya pemerintahan di
Kerajaan Ho-ling. Ada seorang raja yang bermaksud untuk
menyerang Ho-ling. Dia terlebih dulu mencoba mengamati
situasi Kerajaan Ho-ling dengan cara meletakkan pundi-pundi
uang emas di tengah jalan.
6. Konon warga Ho-ling terkenal dengan
kejujurannya, bahkan barang-barang yang terjatuh
tidak ada yang berani untuk mengambilnya. Raja
tersebut bernama Ta-shih. Selama 3 tahun barang
tersebut aman di jalan dan secara tidak sengaja putra
mahkota menginjak barang tersebut. Maka ratu
memerintahkan untuk menghukum mati putra
mahkota, tetapi para menteri mohon ampun padanya
dan keputusan diubah dengan memotong
kakinya, karena kakinya yang bersalah. Tak berhenti
sampai di situ saja, para menteri juga memohon
ampun lagi sehingga hanya jari-jari kakinya saja yang
dipotong. Mengetahui hal itu, raja Ta-shih
mengurungkan niatnya utnuk menyerang Kerajaan Holing.
7. Menurut catatan kronik tersebut, penduduk
Ho-ling biasa makan tanpa menggunakan
sendok atau cupit, melainkan dengan jari-jari
tangannya saja, dan gemar minum semacam
tuak yang mereka buat dari getah bunga pohon
kelapa (aren). Ibukota Kerajaan Ho-ling
dikelilingi pagar dari kayu. Raja mendiami istana
yang bertingkat dua yang beratapkan daun
palma. Raja duduk di atas bangku yang terbuat
dari gading, memergunakan juga tikar yang
terbuat dari kulit bambu.
Dicatat pula bahwa Ho-ling mempunyai sebuah
bukit yang disebut Lang-pi-ya, yang sering
dikunjungi raja untuk melihat laut (Proyek
Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah,
1978:50).
8. Mata pencaharian
Kerajaan Ho-ling mempunyai hasil
bumiberupa kulit penyu, emas dan
perak, cula badak dan gading. Ada sebuah
gua yang selalu mengeluarkan air garam
yang disebut sebagai bledug. Penduduk
menghasilkan garam dengan
memanfaatkan sumber air garam yang
disebut sebagai bledug tersebut.
9. Keagamaan
Salah satu sumber yang berbicara tentang keagamaan
Kerajaan Ho-ling adalah sumber Cina yang berasal dari
catatan perjalanan I-tsing, seorang pendeta agama Budha
dari Cina dan kronik Dinasti Sung. Dikatakan bahwa pada
664-667 M, pendeta Budha Cina bernama Hwu-ning
dengan pembantunya Yun-ki datang ke Ho-ling. Di sana
kedua pendeta tersebut bersama-sama dengan Joh-na pot’o-lo menerjemahkan Kitab Budha bagian Nirwana.
Terjemahan inilah yang dibawa pulang ke Cina. Menurut Itsing, Kitab suci Budha yang diterjemahkan tersebut
sangat berbeda dengan kitab Suci Budha Mahayana.
10. Menurut catatan Dinasti Sung yang memerintah
setelah Dinasti T’ang, terbukti bahwa terjemahan
yang diterjemahkan Hwu-Ning dengan Yun-ki
bersama dengan Njnanabhdra itu adalah kitab
Nirwana bagian akhir yang menceritakan tentang
pembakaran jenazah sang Budha, dengan sisa tulang
yang tidak habis terbakar dikumpulkan untuk
dijadikan relik suci.
Dengan demikian jelas bahwa Ho-ling tidak
menganut agama Budha aliran Mahayana, tetapi
menganut agama Budha Hinayana aliran
Mulasarastiwada. Kronik Dinasti Sung juga
menyebutkan bahwa yang memimpin dan
mentahbiskan Yun-ki menjadi pendeta Budha adalah
Njnanabhadra. (Marwati & Nugroho, 1984:51).
11. SEBAB RUNTUHNYA KERAJAAN KALINGGA
Perkembangan kerajaan ho – ling selanjutnya
tidak diketahui dengan jelas. Kemungkinan
dipindahkan ke Jawa Timur. Ada satu berita
dari China yang mengatakan bahwa ibukota
kerajaan ho-ling dipindahkan ke Jawa Timur
oleh Ki-Yen mungkin seorang rakryan, tapi
sebab-sebab kepindahan tidak diketahui. Di
Malang, Jawa Timur di desa Dinoyo ditemukan
sebuah prasasti berupa angka tahun 760 M
yang isinya mengenai pembuatan sebuah arca
Agastya.