1. Oleh :
Sentot Baskoro, MM, MH
0811 85 75 86
Aspek Hukum dalam Bisnis
Bahan Pengajaran di GICI Business School
Sesi 12: Hak Atas Kekayaan Intelektual
Sesi 13: Perlindungan Konsumen
2. Hak Kekayaan intelektual
Manusia dengan
Ide dan Kekayaan
Intelektualnya
Karya Cipta/Invensi
berupa produk dan
atau proses
Hak Kekayaan
Intelektual
Hak atas Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif yang
diberikan suatu hukum atau peraturan kepada seseorang atau
sekelompok orang karena kemampuan intelektualnya dalam
karya ciptaannya atau invensinya.
3. Mengapa kemampuan intelektual?
Karya-karya di bidang ilmu pengetahuan,
seni, sastera, ataupun teknologi memang
dilahirkan oleh manusia melalui
kemampuan intelektualnya, melalui daya
rasa, cipta maupun karsa, dengan
pengorbanan tenaga, waktu dan biaya
4. HaKI dan Sistem Hukum Indonesia
Hak Kebendaan Buku II BW
Menurut Pasal 499 BW :
Benda adalah tiap-tiap barang dan tiap-
tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak
milik
5. Obyek Pengaturan HaKI
1. Hak Cipta Ilmu pengetahuan, seni dan sastera;
2. Paten Penemuan di bidang TEKNOLOGI;
3. Merek Karya-karya berupa tanda (tulisan huruf atau kata,
atau gambar, atau warna, atau kombinasi di antaranya) untuk
membedakan dengan produk (barang atau jasa) yang sejenis;
4. Rahasia Dagang Informasi yang tidak diketahui oleh
umum di bidang Teknologi dan/atau bisnis;
5. Desain Industri Karya-karya berupa produk yang dapat
berulang kali digunakan untuk memproduksi barang;
6. Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu Produk dlm bentuk
jadi atau ½ jadi serta dibentuk secara terpadu di dlm sebuah
semi konduktor utk menghasilkan fungsi elektronik
6. Dasar Hukum HAKI di
Indonesia
HAKI
Hak Cipta
Desain
Industri
Desain
Tata Letak
Sirkuit
terpadu
Rahasia
Dagang
Paten
Merek
Indikasi
Geografis
Dasar Hukum HKI di Indonesia
• Undang-undang Nomor
7/1994 tentang Pengesahan
Agreement Establishing the
World Trade Organization
(WTO)
•Undang-undang Nomor
28/2014 tentang Hak Cipta
• Undang-undang Nomor
15/2001 tentang Merek
• Undang-undang Nomor
14/2001 tentang Hak Paten
• Undang-undang Nomor
30/2000 tentang Rahasia
Dagang
• Undang-undang Nomor
31/2000 tentang Desain
Industri
• Undang-undang Nomor
32/2000 tentang DTLST
7. Pengaturan HaKI di tingkat Internasional
Konvensi di bidang Hak Cipta
1. Konvensi Bern 1886 (International Convention for the
Protection of Literary and Artistic Work) Konvensi
Induk
2. Konvensi Roma 1961 (International Convention
Protection for Performers, Producers of Phonograms
and Broadcasting Organizations)
3. Konvensi Roma 1961 (Convention for the Protection
of Phonograms Against Unauthorized Duplication of
Their Phonograms)
4. Konvensi Multilateral bagi Penghindaran Pajak
Berganda atas Royalti Hak Cipta tahun 1979
5. Traktat Jenewa mengenai “International Recording of
Scientific Discoveries”, tahun 1978
8. Ruang Lingkup Hak Cipta
Ide dasar sistem Hak Cipta adalah untuk
melindungi wujud hasil karya yang lahir
karena kemampuan intelektual manusia
yang merupakan endapan perasaannya
Ilmu Pengetahuan, Seni dan Sastera
9. Ciri-ciri Hak Cipta
Hak Cipta bersifat ABSOLUT/MUTLAK,
dilindungi haknya selama Pencipta hidup
bahkan sampai beberapa tahun
setelah Pencipta meninggal dunia
(Periksa Pasal 29 UU No. 19 Tahun 2002)
Diperbaharui dengan UU no. 28 tahun 2014
10. Moral Rights dan Economics Rights
Termasuk pelanggaran Hak Moral, antara lain :
1. Meniadakan atau tidak menyebutkan nama
pencipta lagu ketika lagu dipublikasikan;
2. Mencantumkan namanya sebagai pencipta lagu
padahal dia bukan pencipta lagu tersebut;
3. Mengganti atau merubah judul lagu, dan/atau
4. Mengubah isi lagu (satu atau lebih dari unsur
lagu yang terdiri dari melodi, lirik, aransemen
dan notasi).
11. Pelanggaran Hak Ekonomi Pencipta Lagu
Perbuatan tanpa izin mengumumkan Ciptaan lagu:
menyanyikan dan mempertunjukkan lagu di depan umum;
memperdengarkan lagu kepada umum;
menyiarkan lagu kepada umum;
mengedarkan lagu kepada umum;
Perbuatan tanpa izin memperbanyak Ciptaan lagu :
merekam lagu (dengan maksud diproduksi);
menggandakan atau memproduksi lagu secara mekanik atau
secara tertulis/cetak;
mengadaptasi atau mengalihwujudkan lagu;
mengaransemen lagu, dan
menerjemahkan lagu;
12. Sejarah Paten
1. Octrooiwet 1910 Stb. 1910 No. 33, mulai berlaku 1
juli 1912;
2. Pengumuman Menteri Kehakiman RI tanggal 12
Agustus 1953 No. J.S. 5/41/4 B.N. 55, upaya yang
bersifat sementara;
3. Pengumuman Menteri Kehakiman RI tanggal 29
Desember 1953 No. J.G. 1/2/17.B.N.53-91, untuk
menampung permintaan Paten dari luar negeri;
4. Undang-undang No. 6 Tahun 1989;
5. Undang-undang No. 13 Tahun 1997.
13. Prinsip-prinsip dalam UU Paten
1. Paten diberikan Negara atas dasar Permintaan;
2. Paten diberikan untuk satu penemuan;
3. Penemuan harus Baru, Mengandung Langkah
Inventif, Dapat Diterapkan dalam Industri;
4. Lingkup penemuan yang dapat diberi Paten;
5. Jangka waktu Paten;
6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban.
7. Keseimbangan antara Hak dan Kepentingan
Negara;
14. Prosedur Pendaftaran Paten
1. Surat permintaan untuk mendapatkan paten;
2. Deskripsi tentang penemuan,yaitu penjelasan
tertulis mengenai cara melaksanakan suatu
penemuan sehingga dapat dimengerti oleh
seseorang yang ahli di bidang penemuan
tersebut;
3. Satu atau lebih klaim yang terkandung dalam
penemuan. Klaim adalah uraian tertulis
mengenai inti penemuan atau bagian tertentu
dari suatu penemuan yang dimintakan
perlindungan hukum dalam bentuk paten;
4. Satu atau lebih gambar yang disebut deskripsi
yang diperlukan untuk memperjelas;
5. Abstraksi tentang penemuan, yaitu uraian singkat
mengenai suatu penemuan yang merupakan
ringkasan
15. Konsultan Paten
Dalam hal permintaan Paten dari luar
negeri, penggunaan Konsultan Paten
sifatnya wajib, sedangkan permintaan
Paten dari dalam negeri penggunaan
Konsultan Paten bersifat “fakultatif”.
Undang-undang Paten hanya
menentukan bahwa permintaan Paten
“dapat” diajukan melalui Konsultan
Paten
16. Pengalihan Paten
Dasar Hukum Pasal 66
Undang-undang Paten
Pengalihan tersebut baik untuk
seluruhnya atau sebagian dapat
berlangsung karena pewarisan, hibah,
wasiat, perjanjian, ataupun karena
sebab-sebab lain yang dibenarkan
oleh Undang-undang
17. Sejarah Merek
1. Undang-undang Nomor 21 Tahun
1961
2. Undang-undang Nomor 19 Tahun
1992
3. Undang-undang Nomor 14 Tahun
1997
18. Syarat-syarat Merek
Dasar Hukum Pasal 5
Undang-undang Merek
Merek tidak dapat didaftar apabila :
1. Bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, moralitas agama,
kesusilaan atau ketertiban umum;
2. Tidak memiliki daya pembeda;
3. Telah menjadi milik umum;
4. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan
barang atau jasa yang dimohonkan
pendaftarannya.
19. Penolakan Pendaftaran
Merek
1. Mempunyai persamaan pada pokoknya
atau keseluruhannya dengan Merek milik
pihak lain yang sudah terdaftar lebih
dahulu untuk barang dan/atau jasa yang
sejenis;
2. Mempunyai persamaan pada pokoknya
atau keseluruhannya dengan Merek yang
sudah terkenal milik pihak lain untuk
barang dan/atau jasa sejenis;
3. Mempunyai persamaan pada pokoknya
atau keseluruhannya dengan indikasi-
geografis yang sudah terkenal.
22. Penyelesaian Sengketa
Pemilik Merek terdaftar dapat
mengajukan gugatan ke Pengadilan
Niaga, berupa :
1. Ganti rugi dan/atau
2. Penghentian semua perbuatan yang
berkaitan dengan penggunaan
Merek tersebut
23. Rahasia Dagang
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-
undang Nomor 30 Tahun 2000
“Rahasia dagang adalah informasi yang tidak
diketahui oleh umum di bidang teknologi
dan/atau bisnis, mempunyai nilai ekonomis
karena berguna dalam kegiatan usaha
dan dijaga kerahasiaannya oleh
pemilik rahasa dagang”
24. Ruang Lingkup Rahasia
Dagang
1. Metode produksi;
2. Metode pengolahan;
3. Metode penjualan;
4. Informasi lain di bidang teknologi
dan/atau bisnis yang memiliki nilai
ekonomis dan tidak diketahui oleh
masyarakat umum.
25. Hak & Kewajiban
Pemilik Rahasia Dagang
Menurut ketentuan Pasal 4 Undang-undang Nomor
30 Tahun 2000, Kewenangan atau Hak yang
dimiliki oleh pemilik Rahasia Dagang terhadap
rahasia dagangnya untuk :
1. Menggunakan sendiri rahasia dagang yang
dimilikinya;
2. Memberikan lisensi kepada atau melarang pihak
lain untuk menggunakan rahasia dagang untuk
mengungkapkan rahasia dagang itu kepada
pihak ketiga untuk kepentingan yang bersifat
komersial.
26. Pengalihan Hak & Lisensi
Rahasia Dagang
Rahasia Dagang dapat beralih karena :
a. pewarisan;
b. hibah;
c. Wasiat;
d. Perjanjian tertulis;
e. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh
undang-undang.
27. Indonesia & WTO
harus melaksanakan kewajiban
mengaplikasikan ketentuan WTO
dalam peraturan perundang-undangan
nasionalnya
berkaitan dengan TRIPS (agreement
on trade related aspects of intellectual
property rights) salah satunya
penegakan hukum di bidang HAKI
28. • Hornby:
“ Konsumen (consumer) adalah seseorang yang membeli
barang atau menggunakan jasa”
“Seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang
tertentu atau menggunakan jasa tertentu”
“Sesuatu atau Seseorang yang menggunakan suatu
persediaan atau sejumlah barang”
“Setiap orang yang menggunakan barang atau jasa”
• Black’s Law Dictionary:
“One who consumers, individuals who purchase, use, maintain
and dispose of product and services” artinya:
“seseorang yang mengkonsumsi, individu yang membeli,
menggunakan, memelihara dan menggunakan/ menghabis
dari produk dan jasa”
Pengertian Konsumen
29. Konsumen yang menggunakan barang/
jasa untuk keperluan komersial
(intermediate consumer, intermediate
buyer, derived buyer, consumer of industrial
market)
Konsumen yang menggunakan barang/
jasa untuk keperluan diri sendiri/ keluarga/
non komersial ( Ultimate consumer,
Ultimate buyer, end user, final consumer,
consumer of the consumer market)
Jenis Konsumen
30. • Di dalam realitas bisnis tidak jarang dibedakan antara:
• Consumer (Konsumen) dan Customer (pelanggan).
• Konsumen adalah semua orang atau masyarakat termasuk
pelanggan.
• Pelanggan adalah konsumen yang telah mengkonsumsi suatu
produk yang diproduksi oleh produsen tertentu.
• Konsumen akhir dengan konsumen antara:
• Konsumen akhir adalah konsumen yang mengkonsumsi secara
langsung produk yang diperolehnya, sedangkan:
• Konsumen antara adalah konsumen yang memperoleh produk
untuk memproduksi produk lainnya, mis:
• membeli kain untuk langsung digunakan adalah konsumen akhir.
• membeli kain untuk dibuat busana dan dijual kembali adalah
konsumen antara.
Pengertian Konsumen
31. Kemanfaatan penerapan tahapan konsumen:
o agar dengan mudah mencari akar permasalahan
dan mencari jalan penyelesaiannya.
o penyusunan perundang-undangan yang
melindungi konsumen.
◦ Tahap Pra transaksi konsumen.
◦ Tahap transaksi konsumen.
◦ Tahap purna transaksi konsumen.
Tahap Tahap Transaksi Konsumen
32. 1. Tahap Pra transaksi konsumen
◦ Konsumen mencari informasi atas barang dan jasa.
◦ Informasi yang benar dan bertanggungjawab.
◦ Putusan pilihan konsumen yang benar atas barang dan jasa
yang dibutuhkan sangat bergantung atas kebenaran dan
bertanggungjawabnya informasi yang disediakan oleh
pihak-pihak yang berkaitan dengan barang dan jasa
konsumen.
◦ Informasi dapat berupa:
Label/etiket pada produk.
Kegiatan marketing berupa pamflet, brosur, selebaran,
Kegiatan peluncuran ptoduk;
Iklan dan hal lainnya yang serupa.
Tahap Pra Transaksi Konsumen
33. Label/etiket pada produk
harus memuat semua informasi pokok tentang produk
tersebut sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan yang berlaku, ditempelkan atau
dimasukan dalam kemasan
Iklan
peran iklan sangat berpengaruh terhadap konsumen, baik
menyesatkan atau memberi perlindungan. Iklan yang baik
dapat memberikan pertimbangan putusan bagi konsumen,
sedangkan yang menyesatkan dapat menimbulkan kerugian
bagi konsumen.
Perlu dibinanya kode etik priklanan. Regulasi periklanan
adalah Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia
(TKTCPI) yang dijalankan oleh Komisi Tata Krama dan Tata
Cara Periklanan
Tahap PraTransaksi Konsumen
34. 2. Tahap transaksi konsumen
◦ Transaksi konsumen sudah terjadi.
◦ Permasalahan banyak terjadi untuk transaksi di luar tunai
(cash), misalnya: kredit, beli sewa dsb.
◦ Masalah banyak diakibatkan dengan menggunakan
perjanjian baku, di mana orang tidak meneliti terlebih
dahulu atas syarat-syarat baku yang disodorkan oleh
penjual.
◦ Perjanjian ini dikenal dengan kontrak standar (standard
contract) atau syarat-syarat umum (algemene
voorwaarden)
◦ Konsumen harus menerima perjanjian baku yang
disodorkan untuk transaksi tersebut (“take it or leave it).
Tahap Transaksi Konsumen
35. ◦ Penerapan syarat-syarat baku yang bersifat negatif ( hak
menuntut gantirugi, pengalihan tanggungjawab) dinilai
mergikan posisi konsumen.
◦ Penggunaan metode pemasaran produk (desain, jaringan
distribusi, iklan untuk mengingat produk tertentu, sistem direct
selling dsb)
◦ Diperlukan adanya persaingan usaha yang jujur (fair
competition), khususnya terhadap penjualan yang
menggunakan cara dengan embel-embel hadiah dsb.
◦ Kasus-kasus banyak terjadi yang berkaitan dengan barang
yang dijual dengan cara kredit, perumahan di kawasan real
estate dsb.
Tahap Tahap Transaksi Konsumen
36. Tahap purna transaksi konsumen
◦ telah terjadi transaksi dan pelaksanaannya telah diselenggarakan.
◦ Terdapat kepuasan atau kekecewaan dari konsumen.
Masalah hukum dan ekonomi terjadi:
◦ bila barang/jasa yang telah digunakan konsumen tidak memenuhi
harapannya sebagaimana yang diiklankan.
◦ bila barang/jasa tidak sesuai dengan mutu produk, baik sesuai
standard yang berlaku maupun klaim pengusaha ybs.
◦ Layanan purna jual tidak cocok tentang jaminan mutu produk
(guarantee) maupun penyediaan suku cadangnya.
Sengketa terhadap masalah ini diatasi dengan cara:
◦ melalui penyelesaian damai.
◦ Melalui lembaga atau instansi yang berwenang.
Tahap Purna Transaksi Konsumen
37. Tanggung jawab produsen di bidang goods (barang) dan bukan
jasa, karena pertanggungjawaban jasa telah khusus yaitu
Proffesional liability yang bersandar pada contractual liability.
Dalam product liability dikenal dua caveat yaitu Caveat Emptor
(konsumen berhati-hati) dan Caveat Venditor (produsen berhati-
hati)
pertanggung jawaban produk ini merupakan tanggungjawab
produsen kalau produknya menimbulkan kerugian dan
merupakan tanggungjawab perdata.
Untuk melindungi konsumen terdapat dua ketentuan yaitu
hukum publik dan hukum perdata, di mana dalam hukum
perdata terdiri dari hukum perjanjian dan hukum tentang
perbuatan melawan hukum.
Hukum perjanjian didalamnya terdapat tanggungjawab atas
dasar kontrak (contractual liability) sedangkan hukum tentang
perbuatan melawan hukum atas dasar Tortius liability
(Tanggungjawab atas dasar perbuatan melawan hukum
Pertanggung-jawaban Produk
38. Pasal 1365 KUHPerdata berbunyi:
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian
tersebut.”
bukan mendasarkan kontraktual atau perjanjian tetapi
perbuatan melawan hukum, karena dalam bisnis jarang
sekali hubungan produsen langsung ke konsumen (lihat
model pemasaran 2).
Bila melihat bahwa produsen yang bertanggungjawab , maka
kita menggugatnya tidak dengan wanprestasi, karena tidak
ada hubungan kontraktual (Privity of contract, yaitu hubungan
yang langsung dengan konsumen). Jadi bila tidak ada
hubungan tersebut maka menggugatnya harus berdasarkan
perbuatan melawan hukum.
Fault and No Fault Liability
39. ◦ Isi Pasal 1365 KUHPerdata bila dikaji:
Perbuatan melawan hukum.
Kesalahan.
Kerugian
Hubungan Kausal (sebab akibat)
◦ membuktikan kesalahan adalah upaya yang paling sulit.
Bagaimana agar beban konsumen diperingan?.
◦ Oleh karena itu unsur kesalahan yang tadinya dibebankan
kepada konsumen dialihkan atau dibebankan kepada produsen
yang harus membuktikan bahwa dia tidak bersalah. Ketiga
unsur lainnya tetap berada pada konsumen.
Ini yang disebut rezim baru yaitu No fault liability di mana
dalam product liability penggugat/konsumen tidak perlu
membuktikan kesalahan produsen, melainkan produsen yang
harus membuktikan bahwa dia tidak bersalah.
Fault and No Fault Liability
40. Kesimpulan:
◦ Fault: Penggugat membuktikan.
◦ No fault liability: Penggugat tidak perlu membuktikan.
Strict liability disebut pula No Fault Liability.
Di Indonesia terdapat Vicaroius liability, yaitu perbuatan
melawan hukum yang berada dalam tanggungjawab majikan
terhadap pekerjaan buruhnya (Pasal 1367 KUHPerdata).
◦ Building Owner Liability: pemilik gedung.
◦ Pete’s master Liability: pemilik binatang peliharaan yang
bertanggungjawab.
Fault and No Fault Liability
41. Perkembangan/munculnya Prinsip No Fault Liability.
Proses terjadinya menimbulkan polemik dalam hukum,
khususnya terhadap prinsip “Presumption innocence”, di mana
harus dibuktikan terlebih dahulu di pengadilan baru dapat
dikatakan bersalah.
◦ Awal mulanya terdapat prinsip RES IPSA LOQUITUR (the things
speak for itself), artinya fakta telah bicara sendiri, tidak perlu
dibuktikan lagi. Hal ini sangat berpengaruh dalam perkembangan no
fault liability. Misal: sungai telah tercemar (berbusa) dari industri
tersebut.
◦ Muncul kasus-kasus yang PRIMA FACIE CASE (nyata-nyata tidak
perlu diperdebatkan lagi, kejadian telah berbicara sendiri). Misal
makan biskuit langsung mati, fakta telah membuktikannya.
Prinsip No Fault Liability dipelopori para advokasi/ praktisi
konsumen.
Fault and No Fault Liability
42. Kepentingan Fisik konsumen:
◦ “kepentingan badani konsumen yang berhubungan dengan
keamanan dan keselamatan tubuh dan/ atau jiwa mereka dalam
penggunaan barang atau jasa konsumen. Dalam setiap
perolehan barang atau jasa konsumen, barang atau jasa tersebut
harus memenuhi kebutuhan hidup dari konsumen tersebut dan
memberikan manfaat baginya (tubuh dan jiwanya)”.
Kepentingan sosial ekonomi konsumen:
◦ “Setiap konsumen dapat memperoleh hasil optimal dengan
penggunaan sumber-sumber ekonomi mereka dalam
mendapatkan barang atau jasa kebutuhan hidup mereka. Untuk
keperluan itu, tentu saja konsumen harus mendapatkan informasi
yang benar dan bertanggungjawab tentang produk konsumen
tersebut, yaitu informasi yang informatif tentang segala sesuatu
kebutuhan hidup yang diperlukan.
kepentingan perlindungan hukum:
Kepentingan-kepentingan Konsumen
43. kepentingan perlindungan hukum:
Sampai saat ini masih merupakan
◦ hambatan bagi konsumen atas perarutan yang diterbitkan bukan
tujuan utamanya mengatur dan atau melindungi konsumen.
◦ Kriteria konsumen dan apa kategori kepentingan konsumen.
◦ Perilaku dari pelaku bisnis yang canggih, sehingga terhadap
perbuatan tersebut undang-undang tidak dapat menjangkaunya.
◦ Hukum acara yang ada tidak dapat secara mudah dimanfaatkan
oleh konsumen yang dirugikan dalam hubungannya dengan
penyedia barang dan/atau jasa.
Kepentingan-kepentingan Konsumen
44. Beberapa Praktek Niaga Yang Merugikan Konsumen:
Iklan pancingan (bait and switch ad)
◦ iklan pancingan adalah iklan yang sebenarnya tidak berniat untuk
menjual produk yang ditawarkan tetapi lebih ditujukan pada
menarik konsumen ke tempat usaha tersebut. Setelah mereka
datang ditawarkan produk lainnya, karena produk tersebut sudah
habis.
◦ Contoh: analogi iklan: Air Asia dsb.
iklan-klan yang menyesatkan ( mock up ad).
◦ Iklan jenis ini mengesankan keampuhan suatu barang dengan
cara mendomontrasikannya secara berlebihan dan mengarah
menyesatkan. Umumnya menggunakan media televisi.
◦ Contoh: iklan pencukur (shave cream).
Kunjungan penjual dan kiriman langsung
Praktek Niaga yg Merugikan Konsumen
45. Beberapa Praktek Niaga Yang Merugikan Konsumen:
Kunjungan penjual dan kiriman langsung
◦ dilakukan dengan kunjungan penjual (salesman calls) yang selain
menawarkan juga menjual produk tersebut.
◦ Praktek niaga kiriman langsung menimbulkan 2 (dua) masalah
yaitu:
Apakah ia merupakan bagian dari perjanjian antara pengusaha dan
konsumen atau tidak;
siapa yang dibebani kewajiban mengembalikan produk konsumen yang
dikirim langsung, apabila tidak terjadi kesepakatan untuk mengadakan
hubungan hukum mengenai produk itu.
Praktek Niaga yg Merugikan Konsumen
46. Konstruksi hukum:
Perjanjian
Perbuatan melawan hukum (Pasal 1365 KUHPerdata)
Perbandingan:
Australia: Trade Practises Act 1974/1977
Unsolicited Goods and Services Act 1971
◦ Kesimpulan dari 2 (dua) undang-undang di atas, bahwa
pengiriman barang atau jasa yang tidak dipesan atau diminta oleh
konsumen baik secara tertulis atau lisan merupakan perbuatan
melawan hukum.
◦ Akibatnya tidak dapat meminta pembayaran atas barang
tersebut.
Praktek Niaga yg Merugikan Konsumen
47. Digabungkan dengan Hukum
Persaingan dengan nama Antitrust
and Consumers Protection.
Unfair competition – selalu
berpengaruh kepada konsumen.
47
Hukum Konsumen
48. Pelaku usaha mengangkat konsumen,
sekaligus melindungi rakyat yakni
dengan cara meningkatkan kualitas
barangnya dengan harga yang tetap
terjangkau.
Perlindungan hukum perdata, pidana,
dan administrasi negara (perlindungan
yang lebih bersifat tidak langsung,
preventif, proaktif).
48
Prinsip-prinsip Hukum
Perlindungan Konsumen
49. Let the buyer beware (caveat emptor)
◦ Pelaku usaha dan konsumen seimbang sehingga tidak
perlu perlindungan.
The due care theory
◦ Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melakukan
prinsip kehati-hatian dalam memasyarakatkan produk
(barang/ jasa).
The privity of contract
◦ Pelaku usaha mempunyai kewajiban untuk melindungi
konsumen, tetapi hal itu baru dapat dilakukan apabila di
antara mereka terjalin suatu hubungan kontraktual.
Prinsip kontrak bukan merupakan syarat
◦ Kontrak bukan merupakan syarat untuk menetapkan
eksistensi suatu hubungan hukum.
49
Kedudukan Konsumen
50. Bab I Ketentuan Umum
Bab II Asas dan Tujuan
Bab III Hak dan Kewajiban
Bab IV Perbuatan yang Dilarang bagi Pelaku Usaha
Bab V Ketentuan Pencantuman Klausua Baku
Bab VI Tanggung Jawab Pelaku Usaha
Bab VII Pembinaan dan Pengawasan
Bab VIII Badan Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat
Bab IX Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya
Masyarakat
Bab X Penyelesaian Sengketa
Bab XI Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Bab XII Penyidikan
Bab XIII Sanksi
Bab XIV Ketentuan Peralihan
Bab XV Ketentuan Penutup
50
UU Perlindungan Konsumen
Anatomi (15 bab, 65 pasal)
51. “Setiap orang pemakai barang
dan/atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri
sendiri, keluarga, orang lain maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan”.
51
UUPK - Konsumen
52. “Setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang
berbentuk badan hukum maupun bukan badan
hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-
sama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.
Produsen pabrikan, rekanan, agen, distributor,
serta jaringan-jaringan yang melaksanakan fungsi
pendistribusian dan pemasaran barang dan/atau
jasa kepada masyarakat luas selaku pemakai
dan/atau penggunaan barang dan/atau jasa.
52
UUPK - Pelaku usaha
53. • Hak konsumen
–Pasal 4
• 9 butir
• Kewajiban konsumen
–Pasal 5
• Hak pelaku usaha
–Pasal 6
• Kewajiban pelaku usaha
–Pasal 7
53
UUPK - Hak & Kewajiban
54. Penerapan asas beban pembuktian terbalik dalam
hukum pidana – Pembuktian terhadap
ada/tidaknya unsur kesalahan dalam kasus
pidana, merupakan beban dan tanggung jawab
pelaku usaha (Pasal 22 UUPK).
◦ Isu HAM pelaku usaha dalam posisi pihak yang
bersalah >< presumption of innocence.
◦ Dinilai fair bagi konsumen karena pelaku uaha
mempunyai akses yang lebih besar atas produk
dan proses dari barang dan/atau jasa yang
dihasilkan.
54
UUPK – Beban Pembuktian
55. Definisi barang
“Setiap benda, baik berwujud maupun tidak berwujud,
baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan
maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat
diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau
dimanfaatkan oleh konsumen”.
Di Eropa
Dikecualikan:
Agricultural product (apabila produk hasil pertanian
langsung dikonsumsi, tidak termasuk dalam product
liability karena tidak mengalami proses awal),
Hunting product (sda),
Fishery product (sda).
55
UUPK - Barang
56. Jasa: “Setiap layanan yang berbentuk
pekerjaan atau prestasi yang
disediakan bagi masyarakat untuk
dimanfaatkan oleh konsumen”.
Hal-hal Baru
Pertanggungjawaban pidana korporasi
Hak gugat lembaga konsumen
Gugatan kepentingan kelompok
Beban pembuktian terbalik
56
UUPK - Jasa
57. • Subjek tindak pidana dalam UUPK
adalah pelaku usaha
• Penjelasan Pasal 1 angka 3: Pelaku
usaha
–Perusahaan,
–Korporasi,
–BUMN,
–Koperasi,
–Importir,
–Pedagang,
57
UUPK
Pertanggungjawaban Pidana Korporasi
58. LK a.n. konsumen dapat mengajukan
gugatan atas pelanggaran yang
dilakukan pelaku usaha yang
merugikan kepentingan konsumen
(Pasal 46 ayat (1) huruf c).
LK mempunyai hak gugat (legal
standing to sue) kepada pelaku
usaha, lepas ada atau tidak ada surat
kuasa dari konsumen yang dirugikan.
58
UUPK
Hak Gugat Lembaga Konsumen
59. Terhadap sengketa konsumen yang melibatkan
konsumen dalam jumlah besar/massal, padahal inti
persoalan menyangkut hal yang sama, konsumen
dapat mengajukan gugatan kepentingan kelompok
(class action) kepada pelaku usaha (Pasal 46 ayat
(1) huruf b).
Gugatan kepada pelaku usaha cukup diwakili
beberapa konsumen dan apabila gugatan
dimenangkan dan telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, konsumen lain yang tidak ikut
menggugat dapat langsung menuntut ganti rugi
berdasarkan putusan pengadilan tersebut.
59
UUPK
Gugatan Kepentingan Kelompok
60. • Pasal 123 HIR (Hukum Acara
Perdata)
–Untuk mengajukan gugatan ganti rugi,
korban harus membuat surat kuasa
khusus kepada pengacara untuk
selanjutnya mengajukan gugatan perdata
ke PN setempat.
–Apabila korban ratusan, surat kuasa
khusus tersebut sulit.
–Hanya korban yang menggugat yang
akan memperoleh ganti rugi apabila
60
Class Action
61. • Gugatan perwakilan kelompok.
• Sifat massal.
• Untuk kasus yang sama, cukup
diwakili beberapa korban menuntut
secara perdata ke pengadilan.
• Untuk putusan yang mempunyai
kekuatan hukum tetap pihak korban
dimenangkan, korban lain yang tidak
mengajukan gugatan dapat meminta
ganti rugi tanpa harus mengajukan 61
Class Action
62. Biasanya apabila menggugat,
konsumen harus membuktikan bahwa
produsen melakukan kesalahan yang
menimbulkan kerugian di pihak
konsumen.
◦ Dari perspektif konsumen akan lebih adil
apabila beban pembuktian ada pada
produsen: produsen harus membuktikan
bahwa produsen telah melakukan proses
produksi sesuai dengan prosedur yang
ada.
62
UUPK
Beban Pembuktian Terbalik
63. Contoh: kasus biskuit beracun
◦ Apabila konsumen yang harus
membuktikan, konsumen kesulitan karena
awam tentang proses produksi makanan
ybs – secara teknis bukanlah hal yang
mudah/sederhana.
63
UUPK
Beban pembuktian terbalik
64. • Small Claim Court
–semacam peradilan kilat dengan hakim
tunggal, tanpa harus menggunakan
pengacara, biaya ringan, tidak ada upaya
banding.
–Untuk sengketa konsumen dengan nilai
nomial sangat kecil – menghindari biaya
mahal dan prosedur rumit.
–Memberikan akses konsumen untuk
menggugat produsen, walaupun nilai
nominal kasus kecil.
• Class Action 64
Reformasi terhadap Hukum Acara
Perdata
65. Perbuatan yang dilarang bagi pelaku
usaha (Bab IV UUPK),
Ketentuan pencantuman klausula
baku (Bab V UUPK).
65
UUPK
Norma-norma Perlindungan Konsumen
66. Kegiatan produksi dan/atau perdagangan barang
dan/atau jasa (Pasal 8 ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) UUPK),
Kegiatan penawaran, promosi, dan periklanan
barang dan/atau jasa (Pasal 9 ayat (1), ayat (2),
dan ayat (3), Pasal 10, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1)
dan ayat (2), Pasal 15, Pasal 16, serta Pasal 17
ayat (1) dan ayat (2) UUPK),
Kegiatan transaksi penjualan barang dan/atau jasa
(Pasal 11, Pasal 14, serta Pasal 18 ayat (1), ayat
(2), dan ayat (4) UUPK),
Kegiatan pascatransaksi penjualan barang
dan/atau jasa (Pasal 25 ayat (1) dan ayat (2)
UUPK). 66
Norma-norma itu disebut sebagai kegiatan-
kegiatan pelaku usaha dan secara
keseluruhan
67. Iklan menyesatkan,
Keamanan pangan,
Product liability,
Unfair contract,
Standard contract,
Penjualan,
Iklan perumahan,
Redress mechanism, dan
lain-lain.
67
Beberapa substansi
68. Kecelakaan transportasi (KA, pesawat
udara, bus),
Keracunan makanan,
Penjualan perumahan fiktif,
Likuidasi 16 bank bermasalah,
Pemungutan dana stiker Sea Games,
Pemadaman listrik oleh PT PLN, dan
lain-lain.
68
Kasus-kasus Perlindungan
Konsumen
69. Terganggunya proses belajar mengajar karena
konflik internal sekolah/universitas.
Praktik bisnis tidak sehat dengan menjadikan
siswa sebagai objek bisnis.
Siswa harus menerima beban pelajaran di luar
kemampuan siswa.
Trik-trik pemasaran sekolah/universitas dalam
bentuk iklan/brosur, belum tampil sebagai
sumber informasi yang utuh, namun lebih
berbau persuasif bahkan manipulatif.
Pelajaran di sekolah tidak mencukupi.
69
Perlindungan Konsumen Jasa
Pendidikan
70. PT Telkom
◦ Tanggap terhadap keluhan pelanggan.
“Hari ini mengadu, hari ini beres”.
◦ Ada inisiatif untuk menggelar Forum Temu
Pelanggan (5 Juli 1997, Bentara Budaya
Jakarta).
◦ Belum ada standar mekanisme
penyelesaian pengaduan konsumen.
◦ Sistem pengaduan masalah yang dialami
konsumen.
70
Perlindungan Konsumen Jasa
Telekomunikasi
71. 2 arah secara bersama
◦ Arus bawah
Adanya lembaga konsumen yang:
Kuat
Tersosialisasi secara merata dalam masyarakat
Secara representatif dapat menampung dan
memperjuangkan aspirasi konsumen
◦ Arus atas
Adanya departemen/bagian dalam struktur kekuasaan
yang secara khusus mengurusi masalah perlindungan
konsumen
Semakin tinggi posisi lembaga, makin kuat power yang
dimiliki untuk melindungi konsumen
71
Perlindungan Konsumen yang
Efektif
72. Tergantung pada
Lembaga konsumen (Bergantung pada
kondisi perkembangan hukum):
◦ Apabila secara substansial hak-hak konsumen
belum diakomodasi dalam hukum positif,
kontribusi: mendorong legalisasi UUPK
◦ Apabila sudah ada UUPK, kontribusi:
mengawasi implementasi dan law enforcement
UUPK di lapangan
Kepedulian pemerintah
◦ Melalui institusi yang dibentuk untuk melindungi
konsumen 72
Perlindungan Konsumen yang
Efektif
73. Tiga pendekatan dalam upaya perlindungan
konsumen
Pendekatan sektoral: hak-hak konsumen
diakomodasi dalam UU sektoral, e.g. UU
Pangan
Pendekatan holistik: ada UU khusus
mengatur perlindungan konsumen dan
menjadi payung UU sektoral yang
berdimensi konsumen
Pendekatan gabungan: selain ada UUPK,
dipertegas lagi dalam UU sektoral
73
Perlindungan Konsumen yang
Efektif
74. Rakyat juga bertanggung jawab untuk
efektivitas perlindungan konsumen
Globalisasi
◦ Dumping barang dan jasa yang under
quality – kesejahteraan rakyat lebih sulit
diwujudkan
74
Peran Serta Masyarakat