2. Kampus ITB, khususnya Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB, patut berbangga hati
karena memiliki seorang seniman senior yang karyanya telah melanglang ke belahan dunia lain.
Nama besar Prof. Setiawan Sabana hingga saat ini dikenal sebagai seniman grafis asal Indonesia
yang notabenenya adalah Guru Besar FSRD ITB untuk Program Studi Seni Rupa. Prof. Setiawan
telah sering menyelenggaran pameran tunggal dan kelompok untuk karya yang dituangkannya
melalui media kertas, beberapa diantaranya diselenggarakan langsung di Amerika, Jepang,
Jerman, dan Turki.
Baru-baru ini, Prof. Setiawan menyelenggarakan pameran tunggalnya di Galeri
Soemardja ITB dalam rangka menelisik perjalanan kiprah seninya. Pameran tunggal bertajuk
"Diagnosa: Telisik Kiprah Seni Setiawan Sabana" pada November lalu telah menjadi saksi bisu
penginventarisasian kiprah Prof. Setiawan sejak menekuni seni grafis hingga peralihannya pada
seni rupa kertas. Selain itu, pameran yang didapuk sebagai titik awal tradisi pameran tunggal bagi
setiap dosen seni rupa tersebut didesain khusus untuk menggambarkan sosok Prof. Setiawan
dalam sebuah profil kehidupan.
3. Seni grafis adalah salah satu cabang seni rupa dua dimensi yang proses pembuatan
karyanya menggunakan teknik cetak, biasanya seni grafis dibuat dengan media kertas. Semenjak
kelulusannya dari Jurusan Seni Grafis, FSRD ITB pada tahun 1977, Prof. Setiawan dikenal sebagai
penggrafis asal Indonesia. Pada saat itu, seni grafis masih kurang diminati oleh seniman atau
pengamat karya, namun hal ini menjadi tantangan Setiawan untuk menumbuhkan rasa cinta
pengamat karya seni terhadap seni grafis.
Untuk mendalami teknik penggrafisannya, Prof. Setiawan kembali melanjutkan
pendidikan pasca sarjananya di Nothern Illinois University, Amerika Serikat dengan mengambil
bidang yang sama dengan program sarjananya. Pendidikan tersebut turut didukung oleh
keberhasilan Prof. Setiawan meraih penghargaan sebagai penerima program beasiswa bergengsi
dunia, yaitu The Fulbright Scholarship pada tahun 1981. Tidak tanggung-taggung, kesempatannya
untuk berkuliah di Amerika membawa Prof. Setiawan mengadakan pameran tunggal di Gallery
200 Visual Art Building, Nothern Illinois University pada tahun 1982.
4. Selepas dari pendidikannya di Amerika, Prof. Setiawan berhasil mendapatkan medali
perak pada ajang Seoul International Art Exhibition yang diselenggarakan oleh Pan Asia
Association, Korea Selatan pada 1984. Tahun berikutnya, Prof. Setiawan kembali menggambil
posisi sebagai peraih medali emas pada ajang yang sama. Kemahirannya di bidang seni grafis pun
mengundang The Japan Foundation untuk memberikan kesempatan kepada Prof. Setiawan dalam
melakukan penelitian tentang seni kontemporari grafis Jepang selama empat bulan pada tahun
1989 dalam rangka memenuhi keilmuan seni rupa di Jepang. Selain meneliti di Jepang, Prof.
Setiawan turut menyelenggarakan sebuah pameran tunggal di Natsuhiko Gallery, Tokyo tahun
1990 dan di Oda Gallery, Hiroshima tahun 1991.
Dapat dikatakan bahwa tahun 1990an merupakan tahun tersibuk bagi Prof. Setiawan.
Bagaimana tidak, karya beliau berhasil dipertontonkan secara internasional melalui pameran
tunggal dan kelompok. Hampir di setiap tahun di 1990an, Prof. Setiawan dengan bangganya
mempersembahkan karyanya untuk dunia melalui pameran tersebut. Beberapa diantaranya
adalah pameran "International Print Exhibition"di Bangladesh pada 1994, "Modernities and
Memories" di Venice Biennale, Italia tahun 1997, dan "The Thirteen Asian International Art
Exhibition" di The National Gallery, Malaysia tahun 1998.
5. Memasuki tahun milenium, Prof. Setiawan kembali melengkapi gelarnya dengan
mengikuti pendidikan strata tiga di ITB dan lulus sebagai doktor bidang Seni Rupa pada tahun
2002. Kiprahnya di dunia seni berhasil membawa Prof. Setiawan untuk mendapatkan penghargaan
Satyalancana Karya Satya XX Tahun dari Presiden Republik Indonesia pada tahun 2006. Selain itu,
Prof. Setiawan juga meraih the Special Contribution Award of Asian Art Exhibition for outstanding
contributions of the 22nd Asian Intrnasional Art Exhibition tahun 2007.
Pria kelahiran 10 Mei 1951 tersebut memaparkan bahwa dirinya tidak akan lelah untuk
mencari dan berbagi. Dalam sebuah tulisan, Prof. Setiawan memaparkan moto hidupnya yang
bersontak: "Kalau mau jadi besar, maka besarkanlah orang lain". Maksudya, Prof. Setiawan yakin
bahwa seseorang akan lebih dikenal karena ilmu yang diberikannya kepada orang lain. "Jangan
pelit membagi ilmu karena takut menjadi saingan," tutur Guru Besar yang memiliki hobi bermain
tenis meja tersebut.