Implementasi sektor pariwisata di tingkat pemerintah pusat menghadapi tantangan koordinasi antar lembaga karena berbagai kementerian terkait memiliki peran dalam pengelolaan pariwisata. Diperlukan strategi koordinasi yang baik antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dalam pengembangan pariwisata berkelanjutan.
1. Implementasi Sektor Pariwisata pada Level
Pemerintah Pusat
Disusun untuk memenuhi tugas dalam mengikuti perkuliahan Perencanaan Perencanaan
Pariwisataa kelas B
Oleh :
Kelompok 7
1. Eka Tri Wahyuni 115030613111002
2. Dhimas Wisnu 115030607111015
3. Yoseph Koopertino Ba’I 115030607111006
PROGRAM STUDI PERENCANAAN PEMBANGUNAN
JURUSAN ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
November 2014
2. 1. Pentingnya Implementasi Dan Kesulitan-Kesulitan Dalam Mengimplementasi
Perencanaan Pariwisata
Tantangan birokrasi yang ekstensif lintastingkat pemerintahan yang berbeda menimbulkan
persoalan kerjasama antarorganisasi serta efisiensi, dan bagaimana membagi tanggungjawab
secara jelas dan dalam implementasi kegiatannya. Untuk negara sebesar Indonesia dengan
keberagamannya, berbagai lembaga sub-nasional memainkan peran yang penting dalam
pelaksanaan kebijakan secara efektif. Bukan hanya luasan geografisnya yang jadi masalah,
melainkan juga konteks khusus regional dan lokal memerlukan perhatian. Karakteristik
wilayah berbeda-beda, tidak hanya secara alami tetapi juga sosio-ekonomi dan budaya,
dengan berbagai norma dan nilaiyang harus diakomodasi.
Kementeran Pariwisata dan Ekonomi Kreatif memegang posisi sentral dalam pengembangan
kebijakan pembangunan kepariwisataan pada tingkat nasional, pariwisata juga dipengaruhi
oleh berbagai unit fungsional pemerintah lainnya, kementerian, dan berbagai lembaga lain.
Kementerian Kehutanan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian
Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pemuda dan Olahraga, dan Kementerian Perlindungan
Lingkungan Hidup menangani berbagai isu kebijakan dan pengelolaan pariwisata dalam
wilayah tanggungjawabnya masing-masing.
Pemerintah telah membentuk beberapa unit khusus untuk mengurus pariwisata seperti BTDC
(Bali Tourism Development Cooperation)di bawah Kementerian Badan Usaha Milik Negara
dan Direktorat Pariwisata Alam di Kementerian Kehutanan. Hal ini tidak hanya menyulitkan
kohesivitas peran pemerintah secara menyeluruh,bahkan juga dapat mengarah kepada
pertentangan kepentingan antara para pemangku kepentingan yang berbeda. Konsekuensinya
dapat berbentuk kesenjangan, tumpang-tindih atau bahkan perbedaan arah kegiatan oleh
berbagai lembaga yang berbeda. Di bawah ini dicoba memetakan peraturan dan regulasi yang
ada dikelompokkan sedemikian rupa supaya diperoleh pemahaman yang lebih jelas tentang
siapa yang berbuat apa.
a. Dalam kebijakan, peraturan dan regulasi mengenai penataan ruang, pariwisata
diperlakukan sebagai aktivitas pengguna lahan yang harus diintegrasikan ke dalam
rencana tataruang baik di daerah perkotaan maupun di perdesaan. Terdapat beberapa
dokumen hukum terkait dengan kebijakan tata ruang, seperti misalnya Rencana Tata
3. Ruang Nasional, Rencana Tata Ruang Provinsi dan Kabupaten. Rencana yang sudah
disahkan menjadi Undang-undang di tingkat Nasional (Undang-undang no 26 tahun
2007) dan regulasi di tingkat provinsi/kabupaten (Peraturan Daerah/Perda. Banyak
Kementerian yang berbeda mempunyai kewenangan terhadap bagian tertentu dari
“ruang nasional”, tempat kegiatan pariwisata mungkin diselenggarakan. Kementerian
Kehutanan memegang kewenangan terhadap Taman Nasional, Taman Hutan Raya,
Suaka Margasatwa dan Cagar Alam, semuanya berada dalam status kawasan lindung.
Kementerian Kelautan dan Perikanan mempunyai kewenangan di laut dan samudra,
tempat pariwisata berbasis kelautan berada, termasuk berbagai tempat untuk olahraga
menyelam, memancing atau olahraga air lainnya. Aktivitas pariwisata ini mungkin
konflik dengan banyak aktivitas lainnya, seperti misalnya transportasi dan usaha
perikanan komersial. Masih ada bentuk lain “kewenangan” melalui aktivitas sektoral,
seperti misalnya otoritas dari Kementerian Pertanian terhadap pengembangan
produktivitas pertanian, untuk pasokan makanan dan juga untuk komoditi ekspor.
Agrowisata berada di daerah atau ruang pertanian, atau mengambil sebagian ruang
yang dialokasikan untuk pertanian. Kementerian Percepatan Pembangunan Daerah
Tertinggal mungkin juga mempunyai kebijakan di beberapa provinsi tertentu, yang
mempunyai potensi pariwisata, seperti kasus Nusa Tenggara Timur yang dikenal
dunia melalui Komodo-nya.
b. Sejumlah kebijakan terkait dengan industri pariwisata mungkindikeluarkan oleh
kementerian yang berbeda. Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang
berwewenang atas industri transportasi milik pemerintah (kapal udara, kapal laut,
kereta api), dan akomodasi. BTDC (Bali Tourism Development Corporation) juga
ditempatkan di bawah kementerian ini. Kementerian lain yang secara langsung dan
tidak langsung terkait dengan pembangunan industri terkait pariwisata adalah:
Kementerian Industri, Badan Koordinasi Penanaman Modal Nasional (dan
Daerah).dan Kementerian Perdagangan bisa juga mempunyai pengaruh terhadap
pariwisata terkait dengan perdagangan.
c. Pendidikan dan Pelatihan Kepariwisataan: paling sedikit terdapat tiga kementerian
yang terlibat dalam pembangunan sumberdaya insani: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dengan Pendidikan Tinggi
Pariwisata di Bandung, Bali, Medan dan Makassar. Lembaga pendidikan ini dulunya
4. merupakan Pusat Pelatihan (in house training) yang kemudian dikembangkan dan
menerima jumlah mahasiswa untuk berbagai program, melayani kebutuhan industri
dan juga sektor publik. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mempunyai
kewenangan mengawasi dan mengendalikan pelatihan pengembangan tenaga kerja,
termasuk dalam bidang pariwisata.
d. Selain itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak adalah
kementerian yang mengkoordinasikan kesetaraan jender, akan memainkan peran
penting dalam penyediaan bantuan teknis dalam memajukan kesetaraan jender dalam
pendidikan dan pelatihan.
e. Dampak Pariwisata – pariwisata bisa menimbulkan dampak lingkungan yang diatur
melalui Undang-undang No. 32 – 2009 tentang Perlindungan terhadap Lingkungan.
Kementerian Lingkungan bertugas membuat kebijakan mengenai keberlanjutan
lingkungan. Penjabaran undang-undang menjadi peraturan – antara lain peraturan
pemerintah mengenai analisis dampak lingkungan, yang menjadi persyaratan untuk
proyek/konstruksi/aktivitas skala besar –karenakemungkinannya akan berdampak
penting dalam arti jumlah orang yang akan terkena.
f. Koordinasi Pariwisata – Pariwisata dan Industri Kreatif diharapkan menjadi
pembangkit ekonomi utama yang menyebabkan pariwisata berada dibawah
Koordinasi Menko Perekonomian dan juga diharapkan memainkan peran penting
dalam memperbaiki kesejahteraan komunitas dengan kemungkinan adanya dampak
sosial yang tidak diinginkan, yang dikoordinasikan melalui Menko Kesejahteraan
Rakyat.
Dengan kebijakan desentralisasi, didukung oleh Undang-Undang Otonomi Daerah, peran
pemerintah pusat telah bergeser menjadi lebih sebagai pengarah melalui kerangka
kebijakan, koordinasi dan pengendalian selain pemberdayaan. Karena itu peran
administrasi sub-nasional akan menjadi lebih penting. Situasi telah menciptakan suatu
kondisi yang memerlukan koordinasi dan pemahaman tingkat tinggi. Kesenjangan dan
tumpang tindih terjadi karena dalam kenyataannya kepemimpinan yang kuat
koordinasinya dan komitmennya masih langka.
Koordinasi telah menjadi isu, ketika pemerintah setempat, meskipun tidak “punya bekal”
untuk memimpin pembangunan pariwisata, tetapi menggunakan haknya untuk mengelola
5. teritori mereka sendiri. Persepektif yang berbeda dengan pemerintah provinsi dan bahkan
pemerintah nasional mungkin terjadi dan pengendalian pembangunan masih tetap
merupakan isu yang perlu mendapat perhatian penuh.
Pada tingkat provinsi, tanggung-jawab koordinasi pariwisata antar Kabupaten/Kota masih
lemah dan telah memburuk sejak era otonomi daerah diberlakukan. Tanggung-jawab
beralih ke pemerintah daerah, akan tetapi mereka seringkali tidak siap menjalankan
perannya dan tetap masih mengharapkan pengarahan dari pemerintah pusat. Pada umumnya,
dapat ditunjukkan bahwa kelemahan utama administrasi kepariwisataan di Indonesia terletak
pada kurangnya koordinasi/sinergi dalam dan antar tingkat pemerintahan dan ketersediaan
sumberdaya agar tanggung-jawab di antara mitra berjalan secara efisien dan efektif.
2. Peran Pemangku Kepentingan dalam Implementasi Sektor Pariwisata
Dalam pengelolaan pariwisata diperlukan keterlibatan semua pemangku kepentingan
di bidang pariwisata untuk mengintegasikan kerangka pengelolaan pariwisata.Pemanngku
kepentingan yang dimaksud adalah staf dari industry pariwasata, konsumen, investor, dan
developer pemerhati dan penggiat warisan dan pelestari budaya, pemerintah, dan pelaku
ekonomi local dan nasional.Pemangku kepentingan diatas memiliki harapan dan nilai
yang berbeda yang perlu dikelola sedemikian rupa agar diadopsi dan terwakili dalam
perencanaan, pengembangan, dan operasionalisasinya.Pengelolaan pariwisata harus
memperhatikan prinsip-prinsip berikut:
a. Pembangunan dan pengembangan pariwisata haruslah didasarkan pada kearifan lokal
dan special local sense yang merefleksikan keunikan peninggalan budaya dan
keunikan lingkungan.
b. Preservasi, proteksi dan peningkatan kualitas sumberdaya yang menjadi basis
pengembangan kawasan pariwisata.
c. Pengembangan atar aksi wisata tambahan yang mengakar pada khasanah budayalokal.
d. Pelayanan kepada wisatawan yang berbasis keunikan budaya dan lingkungan lokal.
e. Memberikan dukungan dan legitimasi pada pembangunan dan pengembangan
pariwisata jika terbukti memberikan manfaat positif, tetapi sebaliknya mengendalikan
dan/atau menghentikan aktivitas menghentikan pariwisata tersebut jika melampaui
ambang batas (carrying capacity) lingkungan alam atau akseptabilitas social
walaupun di sisi lain mampu meningkatkan kepadatan masyarakat.
6. Untuk mencapai tujuan pariwisata yang berkelanjutan baik secara ekonomi,sosial-budaya
maupun lingkungan yang efektif, pengelola wajib melakukan manajemen
sumberdaya yang efektif. Manajemen sumberdaya ditujukan untuk menjamin
perlindungan terhadap ekosistem dan mencegah degradasi kualitas lingkungan.
3. Strategi Implementasi Pembangunan Pariwisata Berkelanjutan
Dengan perubahan pola pikir, seperangkat indikator baru, perubahan perilaku pemangku
kepentingan, pengelolaan strategis dan mekanisme pengendalian, serta dilengkapi dengan
panduan yang dibuat khusus, (masih) perlu diterapkan seperangkat strategi lain untuk
pelaksanaannya.
Kerangka Strategis pembangunan pariwisata berkelanjutan terdiri atas empat strategi kunci:
1: Mengubah PolaPikir Semua Pemnagku Kepentingan
2: Mengembangkan, Menyesuaikan dan Memberlakukan Indikator Pariwisata Berkelanjutan.
3: Membiasakan Diri dengan Polapikir Baru dalam Pekerjaan Layak yang Ramah
Lingkungan dan Pariwisata Berkelanjutan.
4: Memperkenalkan Mekanisme Pengendalian dan Penegakannya.
Sepuluh strategiImplementasi yang terkait dengan dengan dimensi kebijakan baru adalah
sebagai berikut:
a. Mengarusutamakan dan Memromosikan Pekerjaan Layak yang Ramah Lingkungan
melalui Pariwisata Berkelanjutan.
b. Memrioritaskan Pengurangan Kemiskinan dalam Pariwisata
c. Memperkuat Peluang untuk Lapangan Kerja bagi Pemuda dalam Sektor Pariwisata
dan Pariwisata bagi Pemuda.
d. Menunjang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam
Memerangi Permasalahan Jender dan Perlindungan Anak
e. Mengimplementasikan Sistem AturanSukarela/StandarPariwisata Berkelanjutan
f. Menempatkan Pendidikan, Pelatihan dan PenelitianKepariwisataan, sebagai Prioritas
dalam Agenda Pendidikan dan Penelitian Nasional.
g. Mengidentifikasi Mitra Setempat yang Potensial dan Berkomitmen
h. Melakukan Pemasaran yang Selektif dan Kreatif.
i. Menerapkan Pendekatan Berkelanjutan dan Perencanaan Pariwisata.
j. Membentuk Badan Koordinasi Tunggal untuk Pembangunan Pariwisata.