Siwa-Tattwa merujuk pada azas-azas atau inti sari kebenaran yang sejati mengenai Tuhan. Tuhan dibedakan menjadi tiga yaitu Paramasiwa (Tuhan yang suci dan tidak terpengaruh oleh apapun), Sadasiwa (Tuhan yang mulai mempunyai sifat akibat pengaruh Māyā), dan Siwatma (Tuhan yang paling dipengaruhi Māyā sehingga kesadarannya mulai terpengaruh lupa).
4. Siwa-
TattwaSiwa-Tattwa adalah sebuah
compositum yang dapat diartikan azas-
azas atau inti sari kebenaran yang sejati
daripada Dewa atau Tuhan, filsafat ke
Tuhanan atau "Widdhi-Tatwa". Atas
dasar filsafat itu, ada atau tidak dan
banyaknya atau sedikitnya pengaruh
5. atau Tuhan dalam keadaan
Saguna/mahakuasa) dan Śiwatma
(Māyā sira-Tatwa/Jiwatma atau
Tuhan dalam pengaruhnya Māyā
yang menjadi sumber –
hidup/Jiwatma bagi segala
makhluk). Adapun penggolongan
seperti tersebut di atas, bukanlah
mengandung arti polytheistic,
karena inti pokoknya adalah tetap
tunggal, namun digolongkan
menjadi tiga sedemikian itu ialah
karena didasarkan atas sifat, fungsi
dan aktivitas tertentu, sebagai
akibat yang ditimbulkan oleh ada
tidaknya atau banyak sedikitnya
6. Pengertian Siwa Tattwa
Siwa-Tattwa berasal dari kata Siwa dan
Tattwa. Siwa adalah istilah Sansekerta, yang
dalam bentuk ajectivnya berarti mulia (gracious)
dan dalam bentuk noun-masculinnya bermakna
Dewa atau Tuhan (God). Sedangkan kata
Tattwa sebagai noun-masculine (kata benda
jenis laki-laki) yang mengandung maksud azas-
azas atau inti sari kebenaran sejati
(essence/principle trurth).
7. Jadi istilah Siwa-Tattwa adalah sebuah
compositum atau kata majemuk yang dapat diartikan
azas-azas atau inti sari kebenaran yang sejati daripada
Dewa atau Tuhan, filsafat ke Tuhanan atau "Widdhi-
Tatwa" (Surada, 2004:237).
Atas dasar filsafat itu, ada atau tidak dan
banyaknya atau sedikitnya pengaruh unsur Māyā
(Acetana/Prakrti/Pradana) itu terhadap Purusa
(cetana/Siwa), maka ia dapat digolongkan menjadi tiga
dan disebut Tri-Purusa, yaitu Paramasiwa (Nirguna-
Brahma atau Tuhan dalam keadaan Nirguna/suci-murni),
Sadasiwa (Saguna-Brahma atau Tuhan dalam keadaan
Saguna/mahakuasa) dan Śiwatma (Māyā sira-
Tatwa/Jiwatma atau Tuhan dalam pengaruhnya Māyā
yang menjadi sumber – hidup/Jiwatma bagi segala
8. Parama Siwa
Tattwa
Paramasiwa adalah
Cetana/Purusa atau
kejiwan/keadaran yang
tertinggi (Tuhan), suci -
murni, belum sama sekali
kena pengaruh Māyā
(Acetana/Prakrti/pradana),
tenang tentram, tanpa
aktivitas, kekal-abadi, tiada
berawal tiada berakhir, ada
dimana-mana, maha tahu,
tiada pernah lupa, maka dari
9. Sadasiwa -
TattwaJika Cetana (consciusness) atau Tuhan
Paramasiwa (Nirguna Brahman) itu mulai mengambil
atau kena imbas dari Acetana (Unconsciousness) atau
Māyā maka Dia mulai mempunyai sifat, fungsi dan
aktivitas. Dalam keadaan begini beliau bergelar
Sadasiwa atau Saguna Brahma.
Oleh karena demikian, maka Sadasiwa sering pula
digelari Saguna Brahman yaitu Tuhan serba-guna
atau Siwa Sawyaparah yaitu Parama Siwa yang telah
bersenyawa dengan sakti atau hukum kemaha-
kuasaanNya sehingga ia dapat menentukan dan
10. Siwatma adalah Cetana/purusa
atau unsur kejiwaan
(kesadaran/esciousness) yang
lebih banyak dipengaruhi Māyā
atau Acetana/Prakerti/Pradhana
un-consciousness), jika
dibandingkan dengan Sadasiwa.
Kesadaran-Nya telah mulai kena
pengaruh lupa (awidya). Pada
dasasiwa, unsur Māyā yang
mempengaruhi-Nya itu hanya
berupa sifat maha-kuasaan-Nya
Śiwātma
Tattwa
11. KESIMPULAN
Sadasiwa-Tattwa adalah Cetana atau
Tuhan Paramasiwa (Nirguna Brahman)
itu mulai mengambil atau kena imbas
dari Māyā, maka Dia mulai mempunyai
sifat, fungsi dan aktivitas.
Siwa-Tattwa adalah sebuah
compositum yang dapat diartikan
azas-azas atau inti sari kebenaran
yang sejati daripada Dewa atau
Tuhan, filsafat ke Tuhanan atau
"Widdhi-Tatwa"
Siwatma Tattwa adalah Cetana/purusa
atau unsur kejiwaan yang lebih banyak
dipengaruhi Māyā, jika dibandingkan
dengan Sadasiwa. Kesadaran-Nya telah
mulai kena pengaruh lupa (awidya). Pada
Sadasiwa, unsur Māyā yang
mempengaruhi-Nya itu hanya berupa
sifat maha-kuasaan-Nya saja, sedangkan
unsur kesadaran-Nya masih tetap dapat
menguasai dan mengenalikan unsur
Māyā itu, sedangkan pada Siwatma, sifat
kemakuasaan itu sudah berkurang dan
mulai cenderung terpengaruh oleh unsur
materi (Māyā). Oleh karena itu, maka
Paramasiwa adalah Cetana/Purusa
atau kejiwan/keadaran yang tertinggi
(Tuhan), suci-murni, belum sama
sekali kena pengaruh Māyā, tenang
tentram, tanpa aktivitas, kekal-abadi,
tiada berawal tiada berakhir, ada
dimana-mana, maha tahu, tiada
pernah lupa, maka dari itu beliau diberi
gelar 'Nirguna-Brahma.
0
1
0
2
0
3
0
4
START