Dokumen tersebut membahas tentang cedera saraf tepi traumatik, meliputi anatomi saraf perifer, klasifikasi, patofisiologi, pemeriksaan, dan pengelolaan cedera saraf perifer. Cedera saraf tepi dapat terjadi akibat trauma langsung atau tidak langsung pada saraf dan dapat menyebabkan gangguan motorik, sensorik, atau otonom. Pengobatan tergantung pada lokasi dan tingkat keparahan cedera.
2. PENDAHULUAN
Cedera saraf tepi adalah kondisi umum dengan berbagai kelompok gejala tergantung pada tingkat
keparahan dan saraf yang terlibat
Meskipun banyak pengetahuan mengenai mekanisme cedera dan regenerasi, pengobatan yang dapat
diandalkan untuk menjamin pemulihan fungsional secara penuh masih langka
Cedera saraf tepi adalah komplikasi berat cedera ekstremitas traumatika, karena pemulihan aktifitas
tendon dan otot serta perbaikan sensibilitas adalah penting untuk ekstremitas yang berfungsi
Prinsip pengelolaan awal ekstremitas adalah luka yang bersih, penyelarasan struktur, dan pencegahan
deformitas; namun makin luas dan berat cedera yang terjadi, makin panjang waktu yang diperlukan
untuk mencapai homeostasis pada jaringan.
Penelitian klinis pada cedera saraf perifer traumatika memperlihatkan variasi karena pemulihan fungsi
yang berguna sangat tergantung pada respons total ekstremitas terhadap cedera dibanding regenerasi
saraf yang cedera.
3. ANATOMI SARAF PERIFER
Sistem saraf tepi terdiri dari tiga jenis sel: sel saraf, sel glial, dan sel stroma.
Saraf tepi menyampaikan sinyal antara medulla spinalis dan seluruh tubuh.
Sel Schwann menyelubungi saraf dalam lapisan mielin dan memberikan dukungan trofik melalui pelepasan
neurotrof penting seperti Nerve Growth Factor (NGF)
Mielin meningkatkan kecepatan konduksi dengan membatasi tempat perpindahan ion di sepanjang akson
ke nodus Ranvier, menghasilkan perambatan potensial aksi yang lebih cepat
Serabut yang paling banyak bermielin adalah neuron motorik besar (Tipe Aα), diikuti oleh gelendong otot
aferen (Tipe Aβ)
Neuron tak bermielin (Tipe C), seperti neuron sensorik yang terlibat dalam transmisi rasa sakit dan suhu
serta simpatis postganglionik adalah yang paling lambat
4.
5. KLASIFIKASI
1. Traumatika / Non Traumatika
2. A. Diskontinu
B. Kontinuitas utuh :
a. Kompresi kronis karena jeratan struktur
b. Kompresi pada sindroma kompartemen
c. Kompresi oleh tumor sekitar
d. Kompresi akut mekanis
e. Regangan / kompresi daerah fraktura
f. Injeksi pada serabut saraf, dll.
10. Cedera Saraf Perifer
Tajam, Laserasi, Regang, Kontusi,
Kompresi-iskemia, Listrik, Iatrogenik, dll.
Cedera terbuka
Laserasi/transeksi
Cedera Tertutup
Kontinuitas (+)
Eksplorasi
Akut/Subakut
Ujung Saraf
Kasar dan
Kontusi
Ujung Saraf
Terpotong
Tajam
Reparasi
Tunda(end-
end; tandur
auto)
Reparasi(end
-end)
Penilaian
Cedera
Tidak ada bukti
regenerasi
Ada bukti
regenerasi
Tingkat Non
Proksimal
Pemeriksaan
Penunjang
Tingkat Proksimal
11. Tidak Ada Bukti Regenerasi
Dari
Pemeriksaan tsb.
:
Kontusi Fokal(diikuti 2-3
bulan)
Lesi Panjang(diikuti 4-5
bulan)
Eksplorasi
NAP Intra
Operasi
Tak Ada
Respons
Ada Respons
Neurolisis
(ekst/int)/reparas
i split
Reseksi dan
Reparasi(end-
end / tandur
autolog)
12. DARI PEMERIKSAAN TSB. :
Terdapat Bukti Regenerasi
Teruskan Tindakan Konservatif dan Terapi Fisik
13. DARI PEMERIKSAAN TSB. :
Tingkat Non Proksimal
Teruskan Pemantauan Mencari Bukti Adanya Regenerasi
14. DARI PEMERIKSAAN TSB. :
Tingkat Proksimal
Cedera Mungkin Tidak Bisa Direparasi
Kemungkinan Tindakan Neurotisasi