1. enin, 16 April 2012
Apa itu Bank Sampah? Dan apa manfaatnya?
APA ITU BANK SAMPAH?
Bank Sampah merupakan konsep pengumpulan sampah kering dan dipilah serta memiliki
manajemen layaknya perbankan tapi yang ditabung bukan uang melainkan sampah. Warga yang
menabung yang juga disebut nasabah memiliki buku tabungan dan dapat meminjam uang yang
nantinya dikembalikan dengan sampah seharga uang yang dipinjam.Sampah yang ditabung
ditimbang dan dihargai dengan sejumlah uang nantinya akan dijual di pabrik yang sudah bekerja
sama. Sedangkan plastik kemasan dibeli ibu-ibu PKK setempat untuk didaur ulang menjadi
barang-barang kerajinan.
TUJUAN DAN MANFAAT BANK SAMPAH.
Tujuan dibangunnya bank sampah sebenarnya bukan bank sampah itu sendiri. Bank sampah
adalah strategi untuk membangun kepedulian masyarakat agar dapat ‘berkawan’ dengan sampah
untuk mendapatkan manfaat ekonomi langsung dari sampah. Jadi, bank sampah tidak dapat
berdiri sendiri melainkan harus diintegrasikan dengan gerakan 4R sehingga manfaat langsung
yang dirasakan tidak hanya ekonomi, namun pembangunan lingkungan yang bersih, hijau dan
sehat.
Bank sampah juga dapat dijadikan solusi untuk mencapai pemukiman yang bersih dan nyaman
bagi warganya. Dengan pola ini maka warga selain menjadi disiplin dalam mengelola sampah
juga mendapatkan tambahan pemasukan dari sampah-sampah yang mereka kumpulkan.
Tampaknya pemikiran seperti itu pula yang ditangkap oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
September lalu instansi pemerintah ini menargetkan membangun bank sampah di 250 kota di
seluruh Indonesia. Menteri Negara Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya mengatakan sampah
sudah menjadi ancaman yang serius, bila tidak dikelola dengan baik. Bukan tidak mungkin
beberapa tahun mendatang sekitar 250 juta rakyat Indonesia akan hidup bersama tumpukan
sampah di lingkungannya.
BAGAIMANAKAH PROSES DAN CARA KERJANYA?
2. Sama seperti di bank-bank penyimpanan uang, para nasabah dalam hal ini masyarakat bisa
langsung datang ke bank untuk menyetor. Bukan uang yang di setor, namun sampah yang
mereka setorkan. Sampah tersebut di timbang dan di catat di buku rekening oleh petugas bank
sampah. Dalam bank sampah, ada yang di sebut dengan tabungan sampah.
Hal ini adalah cara untuk menyulap sampah menjadi uang sekaligus menjaga kebersihan
lingkungan dari sampah khususnya plastik sekaligus bisa dimanfaatkan kembali (reuse).
Biasanya akan di manfaatkan kembali dalam berbagai bentuk seperti tas, dompet, tempat tisu,
dan lain-lain. Syarat sampah yang dapat di tabung adalah yang rapi dalam hal pemotongan.
Maksudnya adalah ketika ingin membuka kemasannya, menggunakan alat dan rapi dalam
pemotongannya. Kemudian sudah di bersihkan atau di cuci.
Yang terakhir, harus menyetorkan minimal 1 kg. Ada dua bentuk tabungan di bank sampah.
Yang pertama yaitu tabungan rupiah di mana tabungan ini di khususkan untuk masyarakat
perorangan. Dengan membawa sampah kemudian di tukar dengan sejumlah uang dalam bentuk
tabungan.
Beberapa contoh kemasan plastik yang dapat di tukar yaitu menurut kualitas plastiknya. Kualitas
ke 1 yaitu plastik yang sedikit lebar dan tebal (karung beras, detergen, pewangi pakaian, dan
pembersih lantai). Kualitas ke 2 yaitu plastik dari minuman instan dan ukurannya agak kecil
(kopi instan, suplemen, minuman anak-anak, dan lain-lain). Kualitas ke 3 yaitu plastik mie
instan. Kemudian kualitas ke 4 yaitu botol plastik air mineral. Yang paling rendah yaitu kualitas
0 adalah bungkus plastik yang sudah sobek atau tidak rapi dalam membuka kemasannya. Karena
akan susah untuk di gunakan kembali dalam berbagai bentuk seperti tas, dompet, tempat tisu,
dan lain-lain. Untuk kualitas yang terakhir, harus di setor dalam bentuk guntingan kecil-kecil (di
cacah).
Bicara soal sampah: kecenderungannya adalah kita tidak terlalu memikirkan apakah sampah yang kita hasilkan itu organik atau
non-organik. Kitamungkin juga tidak terlalu peduli ke mana larinya sampah itu. Sementara kenyataannya:di Indonesia, sampah
rumahtangga kita akan bercampur dengan sampah jutaan rumahtangga lainnya, hingga terbentuklah gunung-gunung sampah yang
tak semestinyadi tempat pembuangan akhir (TPA) berbagai kota.
3. Bicara soal pengelolaan sampah yang ideal, para pakar akan mengatakan bahwa tanggungjawabnya bukanlah milik pemerintah
kota semata, tetapimilik bersama.
Jumlah penduduk terus meningkat, begitu pula polakonsumsi. Volume sampah pun kian meluap di berbagai TPA.
Lantas apa yang bisa dilakukan? Saat ini di Indonesia, Bank Dunia tengah mengkaji berbagai cara untuk memperbaiki sistem
pengelolaan sampah. Salah satu pilihannyaadalah memperbanyak jumlah bank sampah. Belum lama ini sayabersama tim
proyek pengelolaan sampah Bank Dunia mengunjungi bank sampah di beberapa kotauntuk belajar lebih banyak tentang cara
kerjanya.
Apayang dimaksud dengan ‘bank sampah’? Bank sampah sudah ada di berbagai kelurahan di seluruh tanah air, antara lain di
Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Di sinilah sampah rumahtangga dipilah ke dua kelompok:
sampah organik dan sampah non-organik. Sampah organik diolah menjadi kompos, sementara sampah non-organik kemudian
dipilah lebih lanjut ke tiga sub-kelompok: plastik, kertas, sertabotol dan logam.
Sebagian besar rumahtangga ramah lingkungan di Indonesia menyimpan tiga tong sampah atau kantong sampah besar. Begitu
ketiga tong sampah tersebut sudah penuh, isinyalalu bisa “ditabung” di sebuah bank sampah. Seperti halnya sebuah bank
komersil, kita bisa membuka rekening di sebuah bank sampah. Secara berkala, kita bisa mengisi tabungan kita dengan sampah
non-organik yang ditimbang dan diberi nilai moneter, sesuai harga yang sudah ditentukan oleh para pengepul. Nilai moneter ini
ditabung, dan sama halnya sebuah bank komersil, isi tabungan tersebut bisa ditarik sewaktu-waktu. Dimanapun tempatnya,
prinsip-prinsip dasar bank sampah tetap sama: untuk menyimpan sampah, untuk menabung, untuk menghasilkan uang, untuk
mengubah perilaku dan menjaga kebersihan.
Prinsip-prinsip kebersihan dan pengelolaan sampah ramah lingkungan diterapkan sejak dini di sebuah sekolah menengah atas di
Manado, Sulawesi Utara. Para siswaSMA 7 mulai menerapkan pola hidup ramah lingkungan di lingkungan sekolahnya sejak
tahun 2007, dengan membuat kompos dari sampah organik dari kantinnya. Beberapa tahun kemudian, sebuah bank sampah resmi
didirikan di SMA 7 dan para siswamulai menyadari untungnya menyimpan botoldan bungkus makanan plastik. Hasil tabungan
mereka di bank sampah diakui sejumlah siswa cukup membantu untuk membayar kebutuhan-kebutuhan sekolah. Kementerian
Lingkungan Hidup Republik Indonesia pun memberi penghargaan khusus bagi SMA 7 karena dianggap sangat berprestasidalam
menerapkan jiwa ramah lingkungan di kalangan siswanya.
Di kota Balikpapan, seorang mantan anggota DPRD mendirikan sebuah bank sampah yang lebih konvensional. “’Sampah adalah
teman kita. Sampah adalah uang. Itu yang selalu saya tekankan pada warga,” ujar Sobirin, pendiri bank sampah di kelurahan
4. Gunung Samarinda. Sejak pertama berdiri tahun 2010 lalu, sampah non-organik yang terkumpuldi bank sampah Sobirin bisa
mencapai 2-3 ton per bulan.
“Dibank sampah ini, tiap rumahtangga rata-rata menabung sekitar 50 ribu rupiah per bulan. Lama kelamaan, jumlah yang
terkumpullumayan membantu buat membaya keperluan rumah tangga dan sekolah,” tambah Sobirin.
Tentunyabank sampah Sobirin takkan sukses tanpapartisipasisejumlah relawan. Selain ketiga relawan yang menangani
operasional harian bank sampah, Sobirin juga didukung relawan di 29 titik pengumpulan sampah. Salah satunya, Ibu Mimin,
bahkan membuat teroboson sendiri: sampah non-organik yang dikumpulkan di rumahnya bisa ditukar dengan sembako yang
tesedia di warung miliknya.
“Tiap minggu sayaselalu mengingatkan ibu-ibu lain saat pertemuan PKK bahwa merea bisa menukar sampah menjadi sembako,
sesuai dengan berat sampah non-organik yang mereka setor,” kata Ibu Mimin.
Sementara di Sukunan – sebuah desa kecil di kabupaten Sleman, DIY – Iswanto, seorang pakar pengelolaan sampah
memperkenalkan konsep ‘bank sampah shodaqoh’, dimana warga bersedekah kepada komunitasnya dengan penghasilan yang
diperoleh dari penjualan sampah non-organik. Sekitar 230 dari 300 rumah tangga di Desa Sukunan ikut terlibat dalam program
shodaqoh sampah
ini, dan mengumpulkan sekitar 2 ton sampah non-organik per bulan. Hasil penjualan sampah yang terkumpul kemudian
digunakan untuk keperluan komunitas – sepertitaman bermain contohnya – yang ditentukan langsung oleh warga setempat.
Telusuri Desa Sukunan dan kita takkan melihat sampah berserakan di jalan atau mencium aroma sampah terbakar. Menurut
Iswanto, ”Warga disini sudah terlalu malu untuk bakar sampah di pekarangan rumah – tetangga-tetangga mereka sendiri yang
bakal menegur.”
Bank sampah juga bisa ditemukan di berbagai negara lain selain Indonesia. Kami di Indonesia sangat tertarik untuk belajar
tentang pengalaman mengelola bank sampah di negara-negara lain.