Dokumen tersebut merupakan panduan pelayanan sedasi moderat dan dalam di Rumah Sakit Ibu dan Anak Fatma Bojonegoro. Panduan ini menjelaskan tentang definisi sedasi, ruang lingkup, tata laksana termasuk kualifikasi pelaksana, penggunaan obat, dan dokumentasi yang harus dilakukan. Tujuan panduan ini adalah untuk menjamin keselamatan pasien selama prosedur sedasi.
Supplier Genteng Atap Rumah Modern Kirim ke Malang
Panduan sedasi rsia fatma
1. iii
PANDUAN
PELAYANAN SEDASI MODERAT DAN DALAM
TAHUN 2018
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK FATMA BOJONEGORO
Jl. Lettu Suyitno 02 Bojonegoro, Telp. (0353) 571576
Fax : (0353) 2893347, Email : rsiafatma_bjn@yahoo.com
Twitter : @rsiafatma bjn Web : www.rsiafatma-bjn.blogspot.co.id
2. iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT dimana telah memberikan serta melimpahkan Rahmad
serta Hidayah-Nya sehingga Panduan Pelayanan Sedasi Moderat dan Dalam terbaru Rumah
Sakit Muhammadiyah Kalitidu telah selesai.
Panduan ini adalah revisi dari panduan sebelumnya dimana panduan ini menjadi
penyempurna dari Panduan sebelumnya, dalam panduan ini dijabarkan semua tentang
Panduan Pelayanan Sedasi Moderat dan Dalam secara global serta pengelolaan yang ada di
Rumah Sakit Ibu dan Anak Fatma Bojonegoro.
Diharapkan panduan ini dapat menjadi pegangan bagi Rumah Sakit Ibu dan Anak Fatma
Bojonegoro khususnya untuk pelayanan pasien guna tercapainya visi dan misi serta tujuan
Rumah Sakit Ibu dan Anak Fatma Bojonegoro.
Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terciptanya Panduan ini untuk
semua panitia, tak lupa juga ucapan terima kasih kepada direktur dan jajaranya serta teman
teman dari unit lain sehingga Panduan ini bisa tercipta dan selesai, kritik dan saran yang
membangun serta bermanfaat selalu kita terima guna tercapai perbaikan dimasa yang akan
datang.
Penyusun,
DAFTAR ISI
3. v
SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR ................................................................................ i
KATA PENGANTAR ....................................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................................... iv
BAB I DEFINISI.............................................................................................................. 1
1.1. PENGERTIAN............................................................................................. 1
1.2. TUJUAN....................................................................................................... 1
BAB II RUANG LINGKUP.............................................................................................. 3
BAB III TATA LAKSANA................................................................................................ 3
3.1. Pelaksana Sedasi................................................................................
3.2. Kualifikasi dan Ketrampilan.................................................................... 3
3.3. Kontraindikasi ......................................................................................... 4
3.4. Penggunaan Obat .................................................................................. 5
3.5. Pemulihan dan Reversal........................................................................ 6
3.6. Pemberian Pedriatri Berdasarkan Perkembangan Biologis .................. 7
3.7. Frekuensi dan Monitoring ...................................................................... 7
3.8. Kunjungan Pra Anestesi dan Pra Sedasi............................................... 8
3.9. Pemeriksaan Fisik.................................................................................. 9
3.10. Pemeriksaan Laboratorium .................................................................... 11
3.11. Perencanaan Anestesi ........................................................................... 12
3.12. Program Mutu dan Keselamatan Pasien..............................................
3.13. Menentukan Prognosis .......................................................................... 13
3.14. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran........................................................... 13
3.15. Informed Consent................................................................................... 14
3.16. Peralatan..............................................................................................
3.17. Asasmen Pra sedasi ..............................................................................
3.18. Kriteria Pemulihan.................................................................................. 14
BAB IV DOKUMENTASI................................................................................................. 16
BAB I
DEFINISI
4. vi
1.1. Pengertian
Sedasi adalah anestesi dimana obat diberikan untuk menenangkan pasien dalam
suatu periode yang dapat membuat pasien cemas, tidak nyaman, atau gelisah. Sering
kali diberikan kepada pasien segera sebelum pembedahan atau selama prosedur medis
tidak nyaman. Sedasi menggunakan obat-obatan sedatif.
Sedasi adalah tehnik dimana satu atau lebih obat yang digunakan untuk menekan
sistem saraf pusat dari pasien sehingga mengurangi kesadaran pasien untuk
lingkungannya.
Sedasi adalah penggunaan obat untuk menghasilkan keadaan depresion dari
system saraf pusat sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan. Selama
tindakan, kontak verbal dengan pasien harus tetap terjaga. Berdasarkan definisi ini,
maka setiap kehilangan kesadaran yang berhubungan dengan teknik yang dilakukan
dapat didefinisikan sebagai anestesi umum. Selama sedasi, diharapkan pasien dapat
dipertahankan jalan napas dan refleks protektif. Telah disarankan suatu konsep ‘sedasi
dalam’, akan tetapi definisi terhadap hal ini belum jelas.
Kesemua pelayanan ini diberikan atau di instruksikan oleh anestesiologis.
American Society of Abestheisologists (ASA) mendukung konsep pelayanan
rawat jalan untuk pembedahan dan anestesi. Anestesiologis diharapkan memegang
peranan sebagai dokter perioperatif di semua rumah sakit, fasilitas pembedahan rawat
jalan, dan berpartisipasi dalam akreditasi rumah sakit sebagau salah satu sarana untuk
menstandarisasi dan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Panduan ini di aplikasikan untuk semua layanan, termasuk petugas yang terlibat
dalam tata kelola rawat jalan anestesi ini adalah panduan minimal yang dapat
dikembangkan kapanpun dengan berdasarkan pada pertimbangan / kebijakan petugas
anestesi yang terlibat.
1.2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Sebagai acuan untuk pemberian sedasi untuk pasien yang akan menjalani prosedur
di IGD, kedokteran gigi, Kamar Bersalin.
b. Tujuan Khusus
Ada beberapa tujuan dari pada sedasi :
1) Keselamatan pasien
2) Meminimalkan rasa sakit dan kecemasan terkait dengan prosedur
3) Meminimalkan gerakan pasien selama prosedur
4) Memaksimalkan kemungkinan keberhasilan dari prosedur dan pasien kembali
sadar secepat mungkin
BAB II
RUANG LINGKUP
5. vii
Ruang lingkup dalam Pelayanan Moderat / Dalam, meliputi
1. IGD
2. kedokteran gigi
3. Kamar Bersalin
BAB III
TATA LAKSANA
6. viii
3.1. Pelaksana Sedasi
a. Dokter anestesi adalah dokter yang bertanggung jawab dalam pelayanan anestesi
serta sedasi. Dokter anestesi harus dapat di hubungi 24 jam, siap sedia melakukan
tindakan anestesi kepada pasien yang membutuhkannya dan menerima telepon atau
konsultasi dari para medis lainnya availabilitas sepanjang waktu selama penanganan
dan fase pemulihan pasien hingga pasien di perbolehkan pulang dari rumah sakit,
pelayanan anestesi di rumah sakit ibu dan anak fatma bojonegoro hanya di lakukan
oleh dokter spesialis anestesi.
b. Pelayanan anestesi ringan / lokal di luar kamar operasi di lakukan oleh dokter umum,
dokter gigi, dokter spesialis obstetri dan gynekologi dalam rangka pelayananan
kesehatan yang mengutamakan mutu dan keselamatan pasien.
c. Perawat IBS yang di tunjuk dokter anestesi untuk menjadi personel dan petugas yang
membantu pelayanan anestesi berupa pengisian askep anestesi dan mendampingi
pasien selama pemulihan di ruang pulih sadar.
d. Pelayanan anestesi dilaksanakan secara seragam di seluruh rumah sakit ibu dan
anak fatma bojonegoro dan berada di bawah tanggung jawab dokter anestesi untuk
meningkatkan pelayanan yang adekuat, reguler, dan nyaman untuk emmenuhi
kebutuhan pasien.
3.2. Kualifikasi dan Ketrampilan
Semua pengguna sedasi harus mempunyai :
a. Staf trainer dan asisten khusus. Termasuk staf medis dan dental staf, perawat dan
personil operasi lain dalam Instalasi ini, yang semuanya harus terlatih dalam
aspek teoritis dan klinis tentang sedasi dan masing-masing mengerti jelas tentang
peran serta mereka.
b. Orang yang melakukan prosedur didefinisikan sebagai “operator” dan orang yang
terlatih secara terpisah mengelola sedasi dan merawat selama prosedur disebut
Anestesiologi. Dokter anestesi bertanggung jawab atas pelayanan sedasi modera
dan dalam yang di laksanakan di seluruh Rumah Sakit Ibu dan Anak Fatma, harus
berkompeten dan berwenang dalam hal :
1) Teknik dan berbagai macam sedasi
2) Farmokologi obat sedasi dan penggunaan zat reversal
3) Memonitor pasien
4) Bertindak jika ada komplikasi
c. Dalam pemantauan selama pemberian sedasi, orang yang bertanggung jawab harus
berkompeten dalam hal :
1) Memonitor yang diperlukan
2) Bertindak jika ada komplikasi
3) Penggunaan zat reversal
4) Memahami kriteria pemulihan pasien
d. Sistem pengorganisasian perawatan pasien termasuk :
7. ix
1) Penilaian pra operasi, informasi pra dan pasca operasi
2) Protokol
3) Pemberian informed
e. Tersedianya monitoring dan peralatan yang terawat. Monitoring minimal meliputi
tingkat kesadaran, nyeri, frekuensi dan pola pernapasan, denyut nadi. Jika
menggunakan sedasi IV, pengunaan oksimetri nadi merupakan prosedur standar
dan pada banyak prosedur lainnya monitoring tekanan darah, elektrokardiogram dan
suhu semakin sering digunakan.
f. Fasilitas
g. Pelatihan basic life support, dan idealnya ada pelatihan Advanced life
h. Pelatihan keterampilan resusitasi
i. Staf dilatih untuk membantu dalam pengelolaan darurat
j. Rekam medis.
k. Contoh prosedur yang dapat di lakukan dengan sedasi
Prosedur yang dapat dilakukan dengan sedasi :
Ektraksi gigi
Penjahitan minor
Pengangkatan jahitan
Dressings seperti luka bakar
Indikasi untuk sedasi prosedural dapat bervariasi dari pasien ke pasien berdasarkan
tingkat kecemasan dan rasa sakit yang terkait dengan prosedur. Perawatan individual
penting ketika menentukan apakah pasien membutuhkan sedasi prosedural. Pasien
mungkin perlu obat anti kecemasan, obat nyeri, imobilisasi.
Tingkatan sedasi dari ringan sampai dalam :
a. Sedasi Minimal (anxiolysis).
Dalam keadaan ini pasien dapat merespon perintah verbal dan mungkin memiliki
beberapa gangguan kognitif, tetapi tidak ada efek pada status.
b. Sedasi Moderat.
Ada depresi kesadaran, tetapi pasien dalam keadaan ini dapat merespons dengan
tepat perintah verbal, baik sendiri atau bersama dengan stimulasi taktil cahaya.
Pasien mampu mempertahankan jalan nafas secara independen, ventilasi yang
cukup dan fungsi jantung biasanya terpengaruh oleh obat .
c. Sedasi Dalam.
Pasien pada kondisi ini tidak mudah terbangun, tetapi merespon dengan sengaja
(tidak hanya menarik) setelah stimulasi berulang atau menyakitkan. Pasien mungkin
memerlukan bantuan menjaga jalan nafas dan ventilasi yang cukup, tetapi status
kardiovaskuler normal dipertahankan selama dilakukan tindakan anestesi.
8. x
TINGKATAN
SEDASI RINGAN /
MINIMAL
(ANXIOLYSIS )
SEDASI
SEDANG
SEDASI
BERAT/DALAM
ANESTESI
UMUM
RESPONS
Respons normal
terhadap stimulasi
verbal
Merespons
terhadap
stimulus
sentuhan
Merespon setelah
diberikan stimulus
berulang / stimulus
nyeri
Tidak sadar,
meskipun
dengan
stimulus
nyeri
JALAN NAPAS Tidak terpengaruh
Tidak perlu
intervensi
Mungkin perlu
intervensi
Sering
memerlukan
intervensi
VENTILASI
SPONTAN
Tidak terpengaruh Adekuat
Dapat tidak
adekuat
Sering tidak
adekuat
FUNGSI
KARDIOVASKULER
Tidak terpengaruh
Biasanya dapat
dipertahankan
dengan baik
Biasanya dapat
dipertahankan
dengan baik
Dapat
terganggu
3.3. Kontraindikasi
Kontraindikasi untuk sedasi :
a. Pasien menolak / keluarga
b. Bayi kecil dengan prosedur tidak menyakitkan, misalnya komputer tomografi,
biasanya dapat dengan pemberian makanan dan menjaga tetap hangat sehingga
bayinya bisa tidur selama prosedur.
c. Bayi exprematur <56 minggu dari usia konsepsional, karena berisiko terjadinya
depresi pernapasan serta sedasi
d. Gangguan perilaku
e. Diketahuinya ada masalah pada jalan napas, misalnya obstructive sleep apnoea,
abnormalitas
f. Adanya penyakit pernapasan yang secara signifikan memerlukan terapi
g. Adanya ketidakstabilan jantung
h. Adanya penyakit ginjal atau hati yang diprediksi akan menghambat bersihan obat
sedasi.
i. Berisiko secara signifikan untuk terjadinya refluks gastro-esofagus.
j. Peningkatan tekanan
k. Epilepsi berat atau tidak
l. Alergi atau kontraindikasi spesifik untuk obat-obatan sedasi atau gas (misalnya
nitrogen oksida harus dihindari jika dijumpai adanya pneumotoraks).
m. Prosedur lama
3.4. Pengguna Obat
Obat yang digunakan untuk sedasi :
9. xi
Sedasi yang efektif harus memungkinkan prosedur dilakukan dimana anak
sementara dalam keadaan mengantuk, bebas nyeri, dengan ketakutan atau kecemasan
yang minimal. Penggunaan anestesi lokal dan analgesik sederhana sangatlah penting,
dan terapi pengalihan perhatian juga sangat berguna. Orang tua sering dihadirkan,
dimana hal ini sangat membantu dalam menjaga kepercayaan anak.
Kebanyakan obat sedasi, yang diberikan dalam jumlah tertentu, dapat beresiko
menghasilkan ketidaksadaran pada anak. Hal ini dapat menyebabkan hipoksia,
hiperkapnia dan berpotensi terjadi aspirasi. Untuk itu pada penggunaan tehnik sedasi
non-anestesi, maka harus mempunyai margin of safety lebar.
Personil non-anestesi yang memberikan obat sedasi termasuk dokter (terutama
ahli radiologi, gastroenterologis dan kardiologis), perawat spesialis dan dokter gigi,
semuanya harus benar-benar terlatih untuk memberikan pelayanan yang aman dan
efektif.
Organisasi sedasi untuk anak di rumah sakit semakin berkembang pesat.
Beberapa pusat pediatrik melatih sedationists yang biasanya berasal dari perawat
spesialis (nurse-lead sedation). Namun, tanggung jawab untuk pelatihan dan
pengembangan idealnya harus terletak pada departemen anestesi dengan konsultan
yang membawahi layanan.
Pasien harus dipersiapkan seolah-olah mereka akan mengalami anestesi umum.
Mereka harus :
1. Diberitahu tentang prosedur yang akan dilakukan dan telah memberikan persetujuan
tindakan.
2. Di puasakan
3. Dilakukan pemeriksaan kesehatan umum terakhir, dan diidentifikasi faktor-faktor
risiko potensial seperti alergi atau kondisi medis
Penilaian dosis obat oral dalam bentuk kombinasi mungkin agak sulit, dimana
kemungkinan akan meningkatkan sedasi yang efektif tetapi juga berpotensi meningkatkan
kejadian efek samping
Hal ini terutama terjadi pada bayi yang kecil dan pada anak dengan kelainan
ginjal, hati atau fungsi neurologis dimana kerja obat sukar untuk diprediksi.
3.5. Pemulihan dan Reversal
Pemulihan dari sedasi haruslah cepat. Fasilitas pemulihan harus tersedia.
Gunakan rejimen obat dengan waktu kerja yang paling pendek. Namun, reversal
benzodiazepine mungkin diperlukan. Flumazenil 1- 2 mcg/kg IV sering digunakan, Sekali-
kali nalokson diperlukan untuk antagonis efek opioid persisten. Nalokson 4 mcg / kg IV
dapat diberikan.
Kotak 2. Agen sedasi oral
Obat Dosis sedasi Detail
10. xii
oral (mg/kg)
Chloral hydrate 100
Metabolit aktif = trichlorethanol
Dapat diberikan melalui rektal kadang – kadang
menimbulkan rasa malu
Triclofos 50-70 (max 1 g) Metabolit aktif = trichlorethanol
Trimeprazine 2
Dosis besar dapat meyebabkan “grey
baby syndrome”
Midazolam 0,5 – 1,0
Umum digunakan
Dosis berhubungan dengan efek samping (ataksia,
pandangan ganda, sedasi)
Dapat juga diberikan melalui nasal Dosis rektal dapat
bervariasi
Diazepam 200-500 mcg/kg Dapat diberikan melalui rectal
Ketamin 5-10
Dapat diberikan melalui nasal juga rektal Halusinasi
mungkin terjadi
Pada umumnya terjadi mual dan muntah Apnue
kemungkinan dapat terjadi
Catatan: Pada anak yang lebih besar dosis tidak boleh melebihi dosis dewasa normal.
Kotak 3. Agen sedasi intravena
Obat Dosis sedasi (mg/kg) Detail
Midazolam 0,5 – 0,2 Apnue mungkin terjadi Amnesia
Gangguan prilaku dapat terjadi
Diazepam 0,1-0,5 Diazemuls = lipid formulasi
Waktu paruh panjang, berisiko pemulihan tertunda
Fentanyl,
diazepam
0,5 mcg/kg Sering digunakan bersama propopol, Midazolam
atau ketamin dapat digunakan melalui oral
Apnea, mual & muntah dapat terjadi efek
potensiasi dengan obat sedasi lainnya.
Ketamin 0,5 – 1,0 Dapat diberikan melalui IM, oral, IV Sering
digunakan dengan benzodiazepam.
Propopol Dalam evaluasi Beresiko apnue
Beresiko menginduksi anestesi
11. xiii
p
ada bayi dan anak kecil berbeda dengan anestesia pada orang dewasa, karena mereka
bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini. Seperti pada anestesia untuk orang yang
dewasa anestesia anak kecil dan bayi khususnya harus diketahui betul sebelum dapat
melahirkan anestesia karena itu anestesia pediatri seharusnya ditangani oleh dokter
spesialis anestesiologi atau dokter yang sudah berpengalaman.
3.6. Pembagian Pediatri Berdasarkan Perkembangan Biologis
1. Orok (neonatus) usia dibawah 28 hari
2. Bayi (infant) usia 1 bulan – 1 tahun
3. Anak (child) usia 1 tahun -12 tahun
Beberapa perbedaan dengan orang dewasa adalah hal-hal yang menyangkut
masalah psikologi, anatomi, fisiologi, farmakologi dan patologi. Ada 5 perbedaan
mendasar anatomi dari airway pada anak-anak dan dewasa yaitu :
a. Pada anak-anak, kepala lebih besar, dan lidah juga lebih besar
b. Laring yang letaknya lebih anterior
c. Epiglottis yang lebih panjang
d. Leher dan trache yang lebih pendek dari pada dewasa
e. Cartilago tiroid yang terletak berdekatan dengan airway
3.7. Frekuensi dan Monitoring
Populasi usia lanjut adalah kelompok yang heterogen, dan kronologis pertambahan
usia tidak selalu paralel dengan kondisi fisiologis. Pasien yang berusia lebih tua
menunjukkan sejumlah komorbiditas, riwayat pengobatan yang banyak, dan kurangnya
cadangan fisiologis. Pasien usia lanjut lebih sensitif terhadap efek sedatif dan depresan
dari obat-obatan yang digunakan untuk sedasi dan juga mengalami peningkatan risiko
untuk efek samping aditif jika diberikan obat-obatan kombinasi. Jika episode singkat dari
hipotensi atau desaturasi mungkin tidak bermakna pada pasien muda, episode yang
sama pada pasien usia lanjut dapat mengakibatkan konsekuensi serius, seperti aritmia
dan iskemia jantung.
Kotak 4. Agen sedasi inhalasi
Obat Dosis Detail
Nitrous
Oxide
50 % N2O dalam O2,
70 % dalm O2
Memberikan analgesia Membutuhkan kerja sama
pasien Umum menimbulkan Mual Dysphoria
Isoflurane,
enflurane
1 % dalam udara Masih dalam evaluasi
12. xiv
Pemantauan klinis pada pasien usia lanjut mungkin lebih dituntut dibandingkan
pasien yang lebih muda. Selama prosedur, individu yang bertugas harus dapat
mengawasi pasien. Individu ini tidaklah melakukan prosedur melainkan harus terus
memantau respon, kerjasama, dan tanda-tanda vital pasien. Karena pasien yang
tersedasi harus responsif setiap saat, maka komunikasi dengan pasien adalah salah satu
metode pemantauan yang paling berharga.
Pertimbangan sedasi pada dewasa / orang tua :
1. Adanya beberapa komorbiditas: penyakit koroner, aritmia
2. Riwayat cedera serebrovaskular sebelumnya
3. Kesulitan memposisikan pasien
4. Nyeri kronis terutama bagian tulang belakang dan spinal
5. Prevalensi hipoksia kronis dan kebutuhan oksigen di rumah
6. Gangguan fungsi pendengaran dan visual yang mengganggu komunikasi
7. Demensia dan disfungsi kognitif 3
3.8. Kunjungan Pra Anestesi / Pra Sedasi
ANAMNESIS dapat diperoleh dengan bertanya langsung pada pasien atau melalui
keluarga pasien. Yang harus diperhatikan pada anamnesis :
a. Identifikasi pasien , misalnya : nama, umur, alamat, pekerjaan,
b. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi
penyulit dalam anesthesia, antara lain :
1) Penyakit diabetes mellitus
2) Penyakit paru kronik : asma bronchial, pneumonia,
3) Penyakit jantung dan hipertensi (seperti infark miokard, angina pectoris,
dekompensasi kordis)
4) Penyakit Hati
5) Penyakit Ginjal
6) Penyakit susunan saraf (seperti stroke, kejang, parese, plegi, dll)
7) Penyakit ganguan perdarahan (riwayat perdarahan memanjang)
c. Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin menimbulkan
intereaksi (potensiasi, sinergis, antagonis, dll) dengan obat-obat anestetik. Misalnya,
obat anti hipertensi, obat-obat antidiabetik, antibiotik golongan aminoglikosida obat
penyakit jantung (seperti digitalis, diuretika), monoamino oxidase inhibitor,
bronkodilator. Keputusan untuk melanjutkan medikasi selama periode sebelum
anestesi tergantung dari beratnya penyakit dasarnya. Biasanya obat-obatan yang
dipakai pasien tetap diteruskan tetapi mengalami perubahan dosis, diubah menjadi
preparat dengan masa kerja lebih singkat atau dihentikan untuk sementara waktu.
Akan tetapi, secara umum dikatakan bahwa medikasi dapat dilanjutkan sampai waktu
untuk dilakukan
13. xv
d. Alergi dan reaksi obat. Reaksi alergi kadang-kadang salah diartikan oleh pasien dan
kurangnya dokumentasi sehingga tidak didapatkan keterangan yang memadai.
Beratnya berkisar dari asimptomatik hingga reaksi anfilaktik yang mengancam
kehidupan, akan tetapi seringkali alergi dilaporkan hanya karena intoleransi obat-
obatan. Pada evaluasi pre operatif dicatat seluruh reaksi obat dengan penjelasan
tentang kemungkinan terjadinya respon alergi yang serius, termasuk reaksi terhadap
plester, sabun iodine dan lateks. Jika respon alergi terlihat, obat penyebab tidak
diberikan lagi tanpa tes imunologik atau diberi terapi awal dengan antihistamin, atau
kortikosteroid.
e. Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami diwaktu yang lalu, berapa kali dan
selang waktunya. Apakah pasien mengalami komplilkasi saat itu seperti kesulitan
pulih sadar, perawatan intensif pasca operasi.
f. Riwayat keluarga. Riwayat anestesi yang merugikan atau membayakan pada
keluarga yang lain sebaiknya juga dieveluasi. Wanita pada usia produktif sebaiknya
ditanyakan tentang kemungkinan mengandung. Pada kasus yang meragukan,
pemeriksaan kehamilan suatu indikasi.
g. Riwayat sosial yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi, seperti :
1) Perokok berat (diatas 20 batang perhari) dapat mempersulit induksi anestesi
karena merangasang batuk, sekresi jalan napas yang banyak, memicu
atelektasis dan pneumenia pasca bedah. Rokok sebaiknya dihentikan minimal 24
jam sebelumnya untuk menghindari adanya CO dalam darah.
2) Pecandu alcohol umumnya resisten terhadap obat- obat anestesi khususnya
golongan barbiturat. Peminum alkohol dapat menderita sirosis.
3) Meminum obat-obat penenang atau Makan minum terakhir (khusus untuk operasi
emergensi).
h. Makan minum terakhir (khusus untuk operasi emergancy)
3.9. Pemeriksan Fisik
Perhatian khusus dilakukan untuk evaluasi jalan napas, jantung, paru-paru dan
pemeriksaan neurologik. Jika ingin melaksanakan teknik anestesi regional maka perlu
dilakukan pemeriksaan extremitas dan punggung. Pemeriksaan fisik sebaiknya terdiri
dari:
a. Keadaan umum
Gelisah, takut, kesakitan, malnutrisi.
b. Tanda-tanda Vital
1) Tinggi dan berat badan perlu untuk penentuan dosis obat terapeutik dan
pengeluaran urine yang adekuat selama operasi .
2) Tekanan darah sebaiknya diukur dari kedua lengan dan tungkai (perbedaan
bermakna mungkin memberikan gambaran mengenai penyakit aorta thoracic
atau cabang-cabang besarnya).
14. xvi
3) Denyut nadi pada saat istirahat dicatat ritmenya, perfusinya (berisi) dan jumlah
denyutnya. Denyutan ini mungkin lambat pada pasien dengan pemberian beta
blok dan cepat pada pasien dengan demam, regurgitasi aorta atau sepsis.
Pasien yang cemas dan dehidrasi sering mempunyai denyut nadi yang cepat.
4) Respirasi diobservasi mengenai frekwensi pernapasannya, dalamnya dan pola
pernapasannya selama dilakukan observasi.
5) Suhu tubuh (Febris / hipotermi).
6) Visual Analog Scale (VAS). Skala untuk menilai tingkat nyeri
c. Kepala dan Leher
1) Mata : anemis, ikteric, pupil (ukuran, isokor / anisokor, reflek cahaya)
2) Hidung : polip, septum deviasi, perdarahan
3) Gigi : gigi palsu, gigi goyang, gigi menonjol, lapisan tambahan pada gigi,
kelainan ortodontik lainnya.
4) Mulut : Lidah pendek / besar, TMJ (buka mulut jari), Pergerakan (baik / kurang
baik), sikatrik, fraktur, trismus, dagu kecil
5) Tonsil : ukuran (T1-T3), hiperemis, perdarahan
6) Leher : ukuran (panjang / pendek), sikatrik, masa tumor, pergerakan leher
(mobilitas sendi servical) pada fleksi ektensi dan ritasi, TMD, trakea
(deviasi), karotik bruit, kelenjar getah bening.
7) Dalam prediksi kesulitan intubasi sering di pakai 8T yaitu: Teet, Tongue,
Temporo mandibula joint, Tonsil, Torticolis, Tiroid notch / TMD, Tumor.
d. Thorak
1) Auskultasi jantung mungkin ditemukan murmurs (bising katup), irama gallop atau
perikardial rub.
2) Paru-paru.
a) Inspeksi : Bentuk dada (Barrel chest, pigeon chest, pectus
excavatum, kifosis, skoliosis) Frekwensi (bradipnue /
takipnue) Sifat pernafasan (torakal, torako abdominal /
abdominal torako), irama pernafasan (reguler/ireguler,
cheyne stokes, biot), Sputum (purulen, pink frothy),
Kelainan lain (stridor, hoarseness / serak, sindroma
pancoas).
b) Palpasi : Premitus (normal, mengeras, melemah)
c) Auskulatasi : Bunyi nafas pokok (vesikuler, bronchial, bronkovesikuler,
amporik), bunyi nafas tambahan (ronchi kering / wheezing,
ronchi basah / rales, bunyi gesekan pleura, hippocrates
succussion)
d) Perkusi : sonor, hipersonor, pekak, redup.
e. Abdomen : Pristaltik (kesan normal / meningkat / menurun), Hati dan limpa (teraba /
tidak, batas, ukuran, per-mukaan), distensi, massa atau asites (dapat menjadi
predisposisi untuk regurgitasi).
15. xvii
f. Kateter (terpasang / tidak), urin (volume : cukup (0,5-1 cc/jam), anuria (< 20 cc/24
jam), oliguria (25 cc/jam atau 400 cc/24jam), Poliuria (> 2500 cc/24 jam), kwalitas
(BJ, sedimen), tanda tanda sumbatan saluran kemih (seperti kolik renal)
g. Muskulo Skletal – Extremitas. Edema tungkai, fraktur, gangguan neurologik /
kelemahan otot (parese, paralisis, neuropati perifer, distropi otot), perfusi ke distal
(perabaan hangat / dingin, cafilay refil time, keringat), Clubbing fingger, sianosis,
anemia, dan deformitas, infeksi kutaneus (terutama rencana canulasi vaskuler atau
blok saraf regional).
3.10. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaanlaboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan rutin dan khusus
1) Pemeriksaan laboratorium rutin :
a) Darah : Hb, lekosit, hitung jenis lekosit, golongan darah, masa pembekuan, masa
perdarahan.
b) Foto toraks : terutama untuk bedah mayor, pasien diatas 60 thn, atau sesuai
c) EKG : terutama untuk pasien berumur diatas 40 tahun atau sesuai
2) Pemeriksaan khusus, dilakukan bila ada riwayat atau indikasi, misalnya :
a) EKG pada
b) Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor
c) Fungsi hati pada pasien
d) Fungsi ginjal pada pasien
e) Analisa gas darah, elektrolit pada pasien ileus obstruksi atau bedah
f) Untuk pemeriksaan khusus yang lebih mendalam, misalnya ekokardiografi atau
kateterisasi jantung diperlukan konsulatasi dengan ahli-ahli bidang lain sehingga
persiapan dan penilaian pasien dapat dilakukan lebih
Kondisi preo
perative
Hb
Lek
osit
PT /
APT
T
PLT/BT
Elekt
rolit
BUN/Creat
Gula
darah
SGOT/Al.Ph
X–ra
y
E K G Preg T/S
P W
Operasi dengan
perdarahan
X X X
Operasi tanpa
perdarahan
Neonatus X X
Umur < 40 X
Umur40-49 X M
Umur50–64 X X
Umur > 65 X X X X + X
Peny. X X X
16. xviii
Kardiovaskul ar
Penyakit paru X X
Keganasan X X * * X
Terapi radiasi X X X
Penyakit hati X X
Terpapar hepatitis X
Penyakit ginjal X X X X
Gangguan
Perdarahan
X X
Diabetes X X X X
Merokok X X X
Kehamilan X
Pemakaian
Deuretik
X X
Pemakain digoxin X X X
Pemakaian Steroid X X
Pemakaian anti
agulan
X X X
Penyakit SSP X X X X X
Tabel berikut ini merupakan suatu petunjuk untuk menggunakan penilaian klinis dalam
membuat permintaan pemeriksaan.
3.11. Perencanaan Anestesi
Rencana anestesi diperlukan untuk menyampaikan strategi penanganan anestesi secara
umum.
Secara garis besar komponen dari rencana anestesi adalah :
a. Ringkasan tentang anamnesis pasien, dan hasil-hasil pemeriksaan fisik sehubungan
dengan penatalaksanaan anastesi, buat dalam daftar masalah, satukan bersamaan
dengan beberapa daftar masalah yang digunakan oleh dokter yang merawat.
b. Perencanaan teknik anestesi yang akan digunakan termasuk tehnik-tehnik khusus
(seperti intubasi fiberoptik, monitoring invasif).
c. Bila terjadi konversi dari tindakanlokal / regional ke GA maka akan di lakukan
pencatatan di lembar monitoring anestesi.
d. Perencanaan penanganan nyeri post operasi, keluarga atau penanggung jawab
pasien di berikan penjelasan bahwa setelah operasi pasien akan di berikan obat atau
terapi anti nyeri.
e. Tindakan post operatif khusus jika terdapat indikasi (misalnya perawatan di HCU).
17. xix
f. Jika ada indikasi buat permintaan evaluasi medik lebih lanjut.
g. Pernyataan tentang resiko-resiko yang ada, informed consent, dan pernyataan
bahwa semua pertanyaan telah disampaikan.
h. Klasifikasi status fisik dan penilaian.
3.12. PROGRAM MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
Pelayanan sedasi merupakan tindakan yang beresiko, oleh karena itu rumah sakit
muhammadiyah kalitidu menetapkan program mutu dan keselamatan pasien yang
meliputi :
a. Melaksanakan asesemen pra sedasi
b. Memonitoring status fisiologis selama sedasi
c. Memonitoring proses pemulihan sedasi
d. Mengevaluasi ulang apabila terjadi konversi dari Lokal / Regional ke GA
3.13. Menentukan Prognosis
Pada kesimpulan evaluasi pre anestesi setiap pasien ditentukan klasifikasi status
fisik menurut American Society of Anestesiologist (ASA). Hal ini merupakan ukuran umum
keadaan pasien.
Klasifikasi status fisik menurut ASA adalah sebagai berikut :
1. ASA 1 : Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik.
2. ASA 2 : Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang
selain penyakit yang akan dioperasi. Misalnya diabetes mellitus yang
terkontrol atau hipertensi ringan.
3. ASA 3 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan
dioperasi, tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya diabetes mellitus yang
tak terkontrol, asma bronkial, hipertensi tak terkontrol.
4. ASA 4 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain
penyakit yang akan dioperasi. Misalnya asma bronkial yang berat, koma
diabetikum.
5. ASA 5 : Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi
mungkin saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih
besar. Misalnya operasi pada pasien koma berat.
6. ASA 6 : Pasien yang telah dinyatakan mati otaknya yang mana organnya akan
diangkat untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi yang
membutuhkan.
7. Untuk operasi darurat, di belakang angka diberi huruf E (emergency) atau D
(darurat), mis: operasi apendiks diberi kode ASA 1 E
18. xx
3.14. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran dinilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian ini harus
dilakukan secara periodik untuk menulai apakah keadaan penderita semakin membaik
atau memburuk.
GCS terendah jumlahnya adalah 3 (koma dalam atau mati), sementara yang
tertinggi adalah 15 (sadar penuh). Dari ketiga komponen GCS tersebut motorik
merupakan komponen yang paling objektif. Dan sebaiknnya penilaian untuk satu
penderita senantiasa dilakukan oleh orang yang sama.
Untuk penderita dengan hematoma periorbita yang besar, penilaian komponen
mata harus disesuaikan dengan respon motorik, demikian pula untuk penderita yang
afasia, atau terintubasi, konponen verbalnya harus disesuaikan dengan respon motorik
dan untuk itu perlu latihan dan pengalaman yang berulang-ulang.
Sebagaimana disebutkan oleh Plum dan Postner, tingkat kesadaran tidak akan
terganggu jika cedera hanya terbatas pada satu hemisper saja, tetapi menjadi progresif
memburuk jika kedua hemisfer mulai terlibat, atau jika ada proses patologis akibat
penekanan atau cedera pada batang otak.
3.15. Informerd Consent
Informed consent adalah sebuah istilah yang sering dipakai untuk terjemahan
dari persetujuan tindakan medis. Informed consent terdiri dari dua kata yaitu inform
dan consen. Inform diartikan telah diberitahukan telah disampaikan atau telah di
informasikan dan consen yang berarti persetujuan yang diberikan oleh seseorang
untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian pengertian bebas dari informed consent
adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien kepada dokter untuk berbuat sesuatu
setelah mendapatkan penjelasan atau informasi
informed consent oleh Komalawati (1989:86) disebutkan sebagai berikut :
"Yang dimaksud dengan informed consent adalah suatu kesepakatan / persetujuan
pasien atas upaya medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya, setelah
pasien mendapatkan informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat mungkin
terjadi."
Sedangkan tata cara pelaksanaan tindakan medis yang akan dilaksanakan oleh dokter
pada pasien, lebih lanjut diatur dalam Pasal 45 UU No.29 Tahun 2009 Tentang Praktek
kedokteran yang menegaskan sebagai berikut:
1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter
atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien
diberikan penjelasan lengkap.
3) Penjelasan lengkap sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
mencakup:
a) Diagnosis dan tata cara tindakan medis.
b) Tujuan tindakan medis di lakukan
19. xxi
c) Alternatif tindakan lain dan resikonya.
d) Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e) Prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan
3.16. Peralatan
a. Alat-alat :
1) Mesin anestesi
2) Circuit / breathing anestesi
3) Ventilator anestesi
4) Monitor
b. Mesin anestesi
Gas supplies O2 dan N2O
c. Monitor
1) Blood pressure (non-invasive or invasive)
2) ECG (electrocardiograf)
3) Pulse oxymeter
4) Caphinograf
d. Ventilator anestesi
1) Menggunakan daya listrik
2) Ventilator Flowmeter (rotameter)
Measure gas flow –> FGF
Have safety systems (FGF, 25%)
3) Vaporizer
4) High flow VAP, or low flow DAP / drawover VAP
5) Temperatur compensated VAP
e. System Sirkulasi
1) One way value (inspiratory dan ekspiratory)
2) Canister with CO2 absorber (sodalyme or baralyme)
Ca(OH)2 + NaOH + KOH + Silica
Ba(OH)2 + Ca(OH)2
3) Oxygen analyzer sensor
3.17. Asesmen pra sedasi
Asesmen pra sedasi merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengetahui kondisi
pasien sebelum pemberian sedasi. Asesmen pra sedasi membantu menemukan faktor
yang dapat berpengaruh ke pasien pada saat pemberian tindakan sedasi, dan
ditemukan semua penemuan dalam pemberian sedasi di dokumentasikan hasil
monitoring selama dan sesudah pemberian sedasi kemudian dicatat dalam rekam medis
pasien.
20. xxii
3.18. Kriteria Pemulihan
a. Pengawasan medis dalam fase pemulihan dan pemulangan pasien setelah
pemberian sedasi sedang / dalam merupakan tanggung jawab yang melakukan
sedasi.
b. Ruang pemulihan harus dilengkapi sedasi sedang atau dalam harus di pantau
sampai kriteria pemulangan terpenuhi.
i. Durasi dan frekuensi pemantauan harus disesuaikan dengan masing-masing
pasien bergantung pada tingkat sedasi yang di berikan, kondisi umum pasien,
dan intervensi / prosedur yang dilakukan.
ii. Oksigensi harus dipantau sampai pasien terbebas dari resiko depresi pernafasan.
c. Tingkat kesadaran, tanda vital, dan oksigenasi (jika diindikasikan) harus dicatat
dengan rutin dan teratur.
d. Perawatan atau petugas terlatih lainnya yang bertugas memantau pasien dan
mengidentifikasi adanya komplikasi harus dapat hadir / mendampingi pasien hingga
kriteria pemulangan terpenuhi.
e. Petugas yang kompeten dalam menangani komplikasi (misalnya mempertahankan
potensi jalan nafas, memberikan ventilasi tekanan positif) harus dapat segera hadir
kapanpun diperlukan hingga kriteria pemulangan terpenuhi.
21. xxiii
BAB IV
DOKUMENTASI
Dalam pelaksanaannya sedasi didokumentasikan dalam Formulir pemakaian obat –
obatan dan tehnik yang digunakan didokumentasikan dalam lembar status sedasi.
Formulir ada dalam lampiran
22. xxiv
RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK FATMA BOJONEGORO
Jl. Lettu Suyitno 02 Bojonegoro, Telp. (0353) 571576
Fax : (0353) 2893347, Email : rsiafatma_bjn@yahoo.com
Twitter : @rsiafatma bjn Web : www.rsiafatma-bjn.blogspot.co.id
ASESMEN PRA SEDASI
Nama : Jenis Kelamin : L / P
Tgl. Lahir : Runagan / Poli :
No. RM :
Tanggal :
Tempat :
Keluhan Utama / Diagnosa : Tindakan :
PENILAIAN PRA SEDASI
BB : kg TB : cm TD : Nadi : x/menit RR :
x/menit
Suhu : ˚C SpO2 :
Jalan Nafas
Mulut Leher
Mulut Kecil Normal
Gigi Praminen Leher Pendek
Dagu Kecil Gerak Leher Terbatas
Skala Nyeri
JAM
Obat-obatan
Pernafasan
O2 L/Menit
SpO2
Skala Nyeri
Tk Kesadaran
Cara Pemberian Anestesi :
Rencana sedasi :
Ringan Sedang Berat
Resiko Pemberian Sedasi :
Riw ayat AlergiObat :
Tidak
Iya, Nama Obat : ...............................................
Puasa
Makan
IV Line Tempat :
Cairan : cc/jam
Laboratorium / Pemriksaan Penunjang tindakan
Mulai Selesei
Tk. Kesadaran : Reancana Sedasi:
MONITORING SELAMA SEDASI
JAM
200
180
160
140
120
100
80
60
40
Catatan :
Tanda Tangan Peraw at Tanda Tangan Dokter