Dokumen tersebut menjelaskan keutamaan shalat sunah sebelum shubuh berdasarkan hadis-hadis Nabi. Shalat ini sangat dianjurkan karena Rasulullah tidak pernah meninggalkannya. Dokumen juga menjelaskan cara melaksanakannya secara ringkas dan boleh dikerjakan di rumah atau masjid, serta apa yang harus dilakukan jika terlewatkan.
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Shalat sunah sebelum
1. Shalat Sunah Sebelum Shubuh
Penyusun : dr. Adika Mianoki
Di antara shalat-shalat sunnah, ada shalat sunnah yang memiliki keutamaan yang tak ternilai
harganya. Dua rakaat yang memiliki keutamaan, sampai-sampai Rasulullah shallallahu „alaihi
wa sallam tidak pernah meninggalkannya. Sebuah amalan ringan, namun sarat pahala, yang
tidak selayaknya disepelekan seorang hamba. Amalan tersebut adalah dua rakaat shalat
sunnah sebelum subuh atau disebut juga shalat sunnah fajar.
Keutamaanya
Dikisahkan dari „Aisyah radhiyallahu „anha, beliau berkata :
Nabi shallallahu „alaihi wa sallam tidaklah melakukan satu shalat sunnah pun yang lebih
beliau jaga dalam melaksanakannya melebihi dua rakaat shalat sunnah subuh.” (HR Bukhari
1093 dan Muslim 1191)
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan : “ Ketika safar (perjalanan), Nabi shallallahu
„alaihi wa sallam tetap rutin dan teratur mengerjakan shalat sunnah fajar dan shalat witir
melebihi shalat-shalat sunnah yang lainnya. Tidak dinukil dari Nabi shallallahu „alaihi wa
sallam bahwa beliau melaksankan shalat sunnah rawatib selain dua shalat tersebut selama
beliau melakukan safar (Zaadul Ma‟ad I/315)
Keutamaan shalat sunnah subuh ini secara khusus juga disebutkan oleh Nabi shallallahu
„alaihi wa sallam :
2. “Dua rakaat shalat sunnah subuh lebih baik daripada dunia dan seluruh isinya.”(HR.
Muslim725).
Lihatlah saudaraku, suatu keutamaan yang sangat agung yang merupakan karunia Allah bagi
hamba-hamba-Nya. Tidak selayaknya seorang hamba melewatkan kesempatan untuk dapat
meraihnya.
Melakukannya dengan Ringkas
Di antara petunjuk dan contoh Nabi shallallahu „alaihi wa sallam dalam melakukan dua
rakaat shalat sunnah subuh adalah dengan meringankannya dan tidak memanjangkan
bacaannya, dengan syarat tidak melanggar perkara-perkara yang wajib dalam shalat. Hal ini
ditunjukkan oleh kisah berikut :
Dari Ibnu Umar, beliau berkata bahwasanya Hafshah Ummul Mukminin telah menceritakan
kepadanya bahwa dahulu bila muadzin selesai mengumandangkan adzan untuk shalat subuh
dan telah masuk waktu subuh, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam melaksanakan shalat
sunnah dua rakaat dengan ringan sebelum melaksanakan shalat subuh.( HR Bukhari 583).
Diceritakan juga oleh ibunda „Aisyah radhiyallahu „anha :
“Dahulu Nabi shallallahu „alaihi wa sallam shalat dua rakaat ringan antara adzan dan iqamat
shalat subuh.”(HR. Bukhari 584)
„Asiyah radhiyallahu „anha juga menjelaskan ringannya shalat Nabi shallallahu „alaihi wa
sallam dengan menyatakan :
:
“Nabi shallallahu „alaihi wa sallam meringankan dua rakaat shalat sunnah subuh sebelum
shalat fardhu Subuh, sampai-sampai aku bertanya : “Apakah beliau membaca surat Al-
Fatihah?” (HR Bukhari 1095 dan Muslim 1189)
Hadits-hadits di atas menunjukkan sunnahnya memperingan shalat ketika melaksanakan
shalat sunnah subuh. Tentu saja yang dimaksud meringankan shalat di sini dengan tetap
menjaga rukun dan hal-hal yang wajib dalam shalat.
Bacaan Pada Setiap Rakaat
Terdapat beberapa hadits yang menyebutkan bacaan surat yang biasa dibaca Nabi shallallahu
„alaihi wa sallam setelah membaca surat Al Fatihah dalam shalat sunnah subuh.
Pertama. Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu „anhu yang berbunyi :
3. “Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam membaca dalam dua rakaat shalat sunnah subuh
surat Al Kafirun dan surat Al Ikhlas” (H.R Muslim 726)
Kedua. Hadits dari Ibnu „Abbas radhiyallahu „anhuma yang berbunyi :
“Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam dalam dua rakaat shalat sunnah subuh membaca
ayat (Al Baqarah 136) pada rakaat pertama dan membaca
(Ali Imran 52) pada rakaat kedua” ( HR. Muslim 727).
Ketiga.Hadits dari Ibnu „Abbas radhiyallahu „anhuma yang berbunyi,
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam dalam dua rakaat shalat sunnah subuh membaca
firman Allah (Al Baqarah 136) dan membaca
(Ali Imran 64)” (HR. Muslim 728).
Ringkasnya, ada tiga jenis variasai yang biasa dibaca Nabi shallallahu „alaihi wa sallam
dalam shalat sunnah subuh, yaitu :
Rakaat pertama membaca surat Al Kafirun dan rakaat kedua membaca surat Al Ikhlas
Rakaat pertama membaca ayat dalam surat Al Baqarah 136:
Rakaat kedua membaca ayat dalam surat Ali Imran 52 :
Rakaat pertama membaca ayat dalam surat Al Baqarah 136:
Rakaat kedua membaca ayat dalam surat Ali Imran ayat 64 :
Itulah beberapa ayat yang biasa dibaca Nabi shallallahu „alaihi wa sallam dalam shalat
sunnah subuh. Namun demikian tetap dibolehkan juga membaca selain ayat-ayat di atas.
Berbaring Sejenak Setelahnya
Terdapat beberapa hadits yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu „alaihi wa sallam biasa
berbaring di sisi tubuh sebelah kanan setelah melakukan shalat sunnah subuh. Di antaranya
adalah hadits berikut :
4. “Apabila muadzdzin telah selesai adzan untuk shalat subuh, maka Rasulullah shallallahu
„alaihi wa sallam sebelum shalat subuh, beliau shalat ringan lebih dahulu dua rakaat sesudah
terbit fajar. Setelah itu beliau berbaring pada sisi lambung kanan beliau sampai datang
muadzin kepada beliau untuk iqamat shalat subuh.” (HR Bukhari 590)
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berbaring setelah shalat sunnah subuh dalam
beberapa pendapat :
Pertama. Hukumnya sunnah secara mutlak. Ini adalah madzhab Syafi‟i dan ini adalah
pendapat Abu Musa Al „Asy‟ari, Rafi‟ bin Khadij, Anas bin Malik, dan Abu Hurairah
radhiyallahu „anhum.
Kedua. Hukumnya wajib. Ini adalah madzhab Abu Muhammad bin Hazm rahimahullah.
Bahkan beliau terlalu berlebihan dengan menjadikannya sebagai syarat sahnya shalat subuh.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata sebagaimana dinukil Imam Ibnul
Qayyim rahimahullah dalam Zaadul Ma‟ad I/319 : “ Ini adalah termasuk pendapat yang
beliau bersendiri dengan pendapat tersebut dari para imam yang lain”
Ketiga. Hukumnya makruh. Ini merupakan pendapat kebanyakan para salaf. Di anatarnya
adalah Ibnu Mas‟ud, Ibnul Musayyib, dan An Nakha‟i rahimahumullah. Al Qadhi „Iyad
rahimahullah menyebutkan ini merupakan pendapat jumhur ulama. Mereka berpendapat
bahwa tidak diketahui dari Nabi shallallahu „alaihi wa sallam bahwa beliau melakukannya di
masjid. Seandainya beliau melakukannya, tentu akan dinukil secara mutawatir.
Keempat. Hukumnya menyelisihi perkara yang lebih utama. Ini adalah pendapat Hasan Al
Bashri rahimahullah.
Kelima. Hukumnya mustahab bagi yang melakukan shalat malam agar dapat beristirahat. Ini
adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnul „Arabi dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahumallah.
Keenam. Berbaring di sini bukanlah inti yang dimaksud, namun yang dimaksud adalah
memisahkan antara shalat sunnah dan shalat wajib. Ini diriwayatkan dari pendapat Imam
Syafi‟i. Namun pendapat ini tertolak, sebab pemisahan waktu memungkinkan dilakukan
dengan selain berbaring.
Kesimpulannya, yang lebih tepat dari pendapat-pendapat di atas bahwa berbaring setelah
shalat sunnah subuh hukumnya mustahab (dianjurkan), asalkan memenuhi dua syarat :
Berbaring dilakukan di rumah dan bukan di masjid karena tidak pernah dinukil dari Nabi
shallallahu „alaihi wa sallam bahwa beliau melakukannya di dalam masjid.
Hendaknya orang yang melakukan sunnah ini, mampu untuk bangun kembali dan tidak
tertidur sehingga tidak terlambat untuk melakukan shalat subuh secara berjamaah.
Lakukanlah di Rumah
Inilah yang dicontohkan oleh Nabi shallallahu „alaihi wa sallam dalam melaksanakan shalat-
shalat sunnah.. Beliau shallallahu „alaihi wa sallam biasa melakukan shalat sunnah di rumah
5. dan memerintahkan agar rumah kita diisi dengan ibadah shalat. Rasulullah shallallahu „alaihi
wa sallam bersabda:
“Jadikanlah shalat (sunnah) kalian di rumah kalian. Janganlah jadikan rumah kalian seperti
kuburan.” (HR. Bukhari 1187)
Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda :
“Sebaik-baik shalat seseorang adalah shalat di rumahnya kecuali shalat wajib.” (HR. Bukhari
no. 731 dan Ahmad 5: 186, dengan lafazh Ahmad)
Termasuk petunjuk Nabi shallallahu „alaihi wa sallam adalah melakukan shalat sunnah di
rumah, termasuk shalat sunnah subuh. Namun, jika dikhawatirkan ketinggalan shalat
berjamaah di masjid atau terluput dari mendapatkan shaf pertama, maka diperbolehkan untuk
melaksanakannya di masjid.
Jika Terluput Melakukannya
Disyariatkan bagi yang tidak sempat melakukan shalat sunnah subuh untuk melaksanakannya
setelah selesai shalat subuh atau setelah terbit matahari. Hal tersebut berdasarkan dalil-dalil di
bawah ini.
Hadits Abu Hurairah rahidyallahu „anhu, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang belum shalat sunnah dua rakaat subuh maka hendaknya melakukannya
setelah terbit matahari”. (HR. At Tirmidzi 424, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam
Shahih Sunan At Tirmidzi: 1/133).
Hadits ini menunjukkan disyariatkan bagi orang yang belum sempat melaksanakan shalat
sunnah subuh agar meng-qadha‟-nya setelah matahari terbit.
Boleh juga dikerjakan tepat setelah selesai shalat subuh.Dalam hadits yang lain disebutkan :
Dari Qais bin Qahd radhiyallahu‟anhu, bahwasanya ia shalat shubuh bersama Rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam dan belum melakukan shalat sunnah dua rakaat qabliyah subuh.
Ketika Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam telah salam maka ia pun salam bersama
beliau, kemudian ia bangkit dan melakukan shalat dua rakaat qabliyah subuh, dan Rasulullah
shallallahu „alaihi wa sallam melihat perbuatan tersebut dan tidak mengingkarinya. (HR. At
Tirmidzi, dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi: 1/133).
6. Kesimpulannya, diperbolehkan meng-qadha dua rakaat shalat sunnah qabliyah subuh setelah
shalat subuh yang wajib. Pelaksanaannya bisa langsung setelah selesai shalat wajib atau
setelah matahari terbit.
Bersemangatlah Menjaganya
Saudaraku, bersemangatlah untuk menjaga dua rakaat ini. Amalan yang ringan, namun besar
pahalanya. Dan sebaik-baik amalan, adalah amalan yang kontinyu dalam pelaksanaannya.
Dari ‟Aisyah radhiyallahu ‟anha, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‟alaihi wa
sallam bersabda :
“Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta‟ala adalah amalan yang kontinyu, walaupun
sedikit.” (HR. Muslim 783)
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam mencela seseorang yang tidak kontinyu dalam
beramal. Dikisahkan oleh sahabat „Abdullah bin „Amr bin Al „Ash radhiyallahu „anhuma,
Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam berkata padaku :
“Wahai „Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat
malam, namun sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.” (HR. Bukhari 1152)
Semoga sajian ringkas ini bermanfaat. Semoga Allah Ta‟ala memberi taufik kepada kita
untuk senantiasa melaksanakan amalan-amalan sunnah. Wallahul musta‟an.
Catatan redaksi:
Shalat sunnah fajar sama istilahnya dengan shalat sunnah qabliyah shubuh. Sebagian orang
membedakan kedua istilah ini karena hanya salah paham. Namun yang benar keduanya itu
sama yaitu dikerjakan setelah adzan shubuh.
Sumber : Shahih Fiqh Sunnah karya Syaikh Abu Malik Kamal bin Sayyid Salim
hafidzahullah