PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
SHALAT SUNNAH
1. A. SHALAT SUNNAH MUAKAD
1. Pengertian shalat muakad
Shalat sunnah muakad adalah shalat sunnah yang dikuatkan (selalu dikerjakan
Rasulullah dan jarang ditinggalkannya).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam shalat sunnah muakad:
1) Tidak didahului adzan dan iqomah
2) Dileksanakan secara munfarid (sendirian) kecuali shalat sunnah idain
3) Dimulai dengan niat sesuai dengan jenis shalatnya
4) Dilaksanakan dengan dua rakaat salam
5) Tempat melaksanakan shalat sunnah sebaiknya berbeda dengan shalat wajib
6) Bacaan sunnah ada yang dibaca sirri (berbisik): shalat dhuha dan shalat sunnah
rawatib dan ada yang dibaca jahr (keras): shalat sunnah idain. (Ibrahim, 2008:
120)
2. Macam-macam shalat sunnah muakad
a) Shalat sunnah rawatib
Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang menyertai shalat fardhu baik
dikerjakan sebelum shalat fardhu ataupun sesudahnya. Yang sering disebut shalat
qobliyah (sebelum), shalat ba’diyah (sesudah). (Amir Abyan, 2008: 108)
Yang termasuk shalat sunnah rawatib
Menurut kesepakatan semua ulama
2. 1) Dua rakaat sebelum shalat subuh
Dalam sebuah hadits, diriwayatkan oleh Nabi, sebagai berikut:
.ﺮﻮﺍﻩﺍﻠﺑﺧﺍﺮﻯ ﺍﻠﻓﺠﺮ ﺮﻜﻌﺘﻰ ﺗﻌﺎﻫﺪﺍﻋﻠﻰ ﻤﻧﻪ ﺃﺸﺪ ﻓﻞ ﺍﻠﻧﻮﺍ ﻤﻥ ﺸﻴﺊ ﺺ.ﻡ.ﻋﻟﻰ ﺍﻠﻧﺑﻲ ﻳﻜﻦ ﻠﻡ ﻋﻦﻋﺎﺌﺸﻪ
Artinya: dari Aisyah r.a.. “tidak ada shalat sunnah yang dipentingkan oleh Nabi
SAW selain dua rakaat sebelum subuh (shalat fajar).” (H.R. Al-Bukhari: 1093)
2) Dua rakaat sebelum shalat dzuhur
3) Dua rakaat sesudah shalat dzuhur
4) Dua rakaat sesudah shalat maghrib
5) Dua rakaat sesudah shalat isya’ (Ibrahim, 2008: 121)
Keutamaan shalat sunnah rawatib:
a. Keutamaan shalat sunnah sebelum subuh
Dijelaskan oleh hadits sebagai berikut:
Yang artinya: “dari Aisyah r.a. dari Nabi SAW. Beliau telah bersabda, dua rakaat
sebelum fajar itu lebih baik daripada dunia dan segala isinya.” (HR. Muslim)
b. Keutamaan shalat sunnah dzuhur baik qabliyah maupun ba’diyah dan shalat
sunnah sesudah shalat maghrib dan sesudah isya’
Dijelaskan dalam hadits, yang artinya sebagai berikut:
“siapa yang shalat sehari semalam dua belas rakaat, maka dibangunlah bagimya
sebuah rumah di surga, yaitu 4 rakaat sebelum dzuhur, 2 rakaat sesudah dzuhur,
2 rakaat sesudah maghrib, 2 rakaat sesudah isya’ dan 2 rakaat sebelum subuh.”
(HR. Turmudzi). (Amir Abyan, 2008: 109)
3. b) Shalat sunnah malam
Shalat sunnah malam adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada malam hari
setelah shalat isya’ sampai terlihat fajar.
Macam-macam shalat sunnah malam
1. Shalat witir
Shalat witir adalah shalat sunnah yang dilaksanakan pada malam hari setelah
shalat isya’ hingga terbitnya fajar dengan jumlah rakaat yang ganjil, paling sedikit
satu rakaat dan paling banyak sebelas rakaat. Dan Shalat witir sebagai penutup
dari seluruh shalat malam.
Sholat witir menurut Syafi'i, Hambali dan Maliki hukumnya adalah sunnah
muakkadah sementara menurut Hanafi hukumnya wajib.
Dasar Pengambilan Khulashotul Kalam halaman 112
ِﻩ ِْﺮﻴَغ َﺪْﻨِﻋ ٌةَﺪَّكَؤُﻣ ٌتَّﻨُس َو َتَفْﻴِﻨَح ﻰِﺑﺃ َﺪْﻨِﻋ ٌتَب ِﺍج َو ِﺮْﺗِﻮﺍﻟ ُةصال
(http://pesantren.or.id)
Ø Cara pelaksanaan shalat witir
a. Tiap-tiap dua rakaat salam dan yang terakhir boleh satu atau tiga rakaat salam.
b. Shalat witir dilaksanakan tiga rakaat maka tidak tidak usah membaca tasyahud
awal
Madzhab Jumlah Keterangan
Maliki 3 rakaat dipisah dengan satu salam
Hanafi 3 rakaat Tanpa dipisah dengan salam
5. Maliki 39
Melihat penduduk Madinah melakukan shalat
tarawih 39 rakaat disertai shalat witir
hadits Aisyah 11
melihat Nabi melakukan shalat malam pada
bulan ramadhan maupun selain ramadhan
hanya sebanyak 11 rakaat
Perbedaan pendapat tentang hal initidak perlu menjadi bahan pertentangan
karena tarawih itu merupakan bagian dari shalat malam yang jumlah rakaatnya
tidak terbatas. Semua itu untuk menghidupkan malam ramadhan yang banyak
berkahnya. Jika shalat tarawih dilaksanakan empat rakaat maka tidak diselingi
dengan tasyahud awal.
c) Shalat Sunnah Idain
Kata idain berarti dua hari raya, yaitu hari raya idul fitri dan hari raya idul
adha. Shalat idain adalah shalat sunnah yang dilakukan karena datangnya hari
raya idul fitri atau idul adha. Shalat idul idul fitri di laksanakan pada tanggal 1
syawal, sedangkan shalat idul adha di laksanakan pada tanggal 10 dzulhijjah.
Shalat idain disyariatkan pada tahun pertama hijriyah.
Ø Para ulama berselisih pendapat tentang hukum shalat idul fitri dan idul adha, yaitu:
Madzhab Hukum
Hanafi
Fardhu ain dengan syarat-syarat yang ada pada shalat jum’at
tetapi jika tidak dipenuhi kewajiban tersebut maka akan
menjadi gugur.
Maliki Sunnah muakkad
Syafi’i Sunnah muakkad
6. Hambali Fardhu kifayah
Ø Waktu pelaksanaan shalat ied menurut imam madzhab, yaitu:
Madzhab Waktu shalat
Hambali Sejak naiknya matahari setombak sampai waktu zawal
Syafi’i
Sejak terbitnya matahari sampai tergelincirnya matahari
(waktu zawal)
Imamiyah
Sejak terbitnya matahari sampai tergelincirnya matahari
(waktu zawal)
Ø Tata cara shalat ied menurut madzab-madzhab, sebagai berikut:
Madzhab Tata cara
Hanafi
Niat, mengucapkan takbiratul ihram, mengucapkan takbir 3 kali
diselingi dengan diam sejenak sekadar bacaan 3 kali atau juga
boleh mengucapkanﺴﺑﺤﺎﻦﺍﷲﻮﺍﻠﺤﻤﺪﺍﷲﻮﻻﺍﻟﻪﺍﻻﺍﷲﻮﺍﷲﺍكﺑﺮ
Kemudian ﺍﻋﻮﺫﺑﺎﺍﷲﻤﻦﺍﻟﺷﻴﻄﺎﻦﺍﻟﺮجﻴﻢacabmem setelah itu membaca
alfatihah dan surat, lalu ruku’ dan sujud. Rakaat kedua,
membaca alfatihah, surat, takbir 3 kali, ruku’, sujud,
menyempurnakan shalat hingga selesai.
Syafi’i
Mengucapkan takbiratul ihram, membaca doa iftihah, kemudian
takbir tujuh kali, tiap-tiap 2 takbir di
selingi ﺴﺑﺤﺎﻦﺍﷲﻮﺍﻠﺤﻤﺪﺍﷲﻮﻻﺍﻟﻪﺍﻻﺍﷲﻮﺍﷲﺍكﺑﺮSecara perlahan,
kemudian membacaﺍﻋﻮﺫﺑﺎﺍﷲﻤﻦﺍﻟﺷﻴﻄﺎﻦﺍﻟﺮجﻴﻢ kemudian membaca
alfatihah, surat Qaf, ruku’, sujud. Rakaat kedua, membaca
7. takbir yang kemudian di tambah 5 kali takbir lagi, diantara 2
takbir diselingi
membacaﺴﺑﺤﺎﻦﺍﷲﻮﺍﻠﺤﻤﺪﺍﷲﻮﻻﺍﻟﻪﺍﻻﺍﷲﻮﺍﷲﺍكﺑﺮKemudian membaca
alfatihah dan surat iqtarobat kemudian menyempurnakan
hingga selesai.
Hambali
Membaca doa iftitah, membaca takbir 6 kali, yang diantara 2
takbir itu membaca:
ﺍﷲﺍﻜﺑﺮﻜﺑﻴﺮﺍﻮﺍﻟﺤﻤﺪﷲﻜﺛﻴﺮﺍﻮﺴﺑﺤﺎﻦﺍﷲﺑﻜﺮةﺃصﻴالﻮصﻠﻰﺍﷲﻋﻠﻰﻣﺤﻣﺩﻮﺍﻠﻪﻮﺴﻠﻢﺘﺴﻠﻴﻣﺎ
kemudian membacaﺍﻋﻮﺫﺑﺎﺍﷲﻤﻦﺍﻟﺷﻴﻄﺎﻦﺍﻟﺮجﻴﻢ dan basmalah, lalu
membaca al-fatihah dan surat al-a’la. Rakaat kedua, membaca
takbir 5 kali dan tiap-tiap dua takbir diselingi dengan ucapan
yang sama pada rakaat pertama. Kemudian membaca alfatihah
dan surat al-ghasyiyah, lalu ruku’ sampai selesai.
Maliki
Mengucapkan takbiratul ihram, takbir 6 kali, lalu membaca al-
fatihah dan surat al-a’la, ruku’, dan sujud. Bangkit Rakaat
kedua sambil membaca takbir, ditambah dengan 5 takbir
sesudahnya, lalu membaca al-fatihah dan surat as-
syamsi kemudian shala hingga selesai. (Jawad Mughniyah,
2010:126-127)
Ø Hal-hal yang di sunnahkan dalam shalat ied
a. Membaca takbir.
b. Mandi, berhias, memakai pakaian yang paling bagus, dan memakai wangi-
wangian.
8. c. Makan sebelum shalat idul fitri, sedangkan untuk idul adha makannya sesudah
pulang dari shalat ied.
d. Berangkat menuju ke tempat shalat ied dan pulangnya dengan jalan yang berbeda.
Ø Hal-hal yang di sunnahkan pada waktu shalat ied
a. Dilaksanakan secara berjamaah
b. Takbir tujuh kali setelah membaca do’a iftitah sebelum membaca surat alfatihah
pada rakaat pertama. Pada rakaat kedua takbir lima rakaat sebelum membaca surat
al-fatihah selain dari takbir pada waktu berdiri.
c. Mengangkat tangan setiap kali takbir
d. Membaca tasbih di antara beberapa takbir
e. Membaca surat Al-A’la setelah surat Al-fatihah pada rakaat pertama dan surat Al-
ghasyiyah.(Amir Abyan, 2008: 115-116 )
d) Shalat Tahiyatul Masjid
Tahiyatul masjid berarti penghormatan masjid, shalat tahiyatul masjid berarti
shalat yang dikerjakan untuk menghormati masjid. Masjid adalah tempat manusia
bersemabah sujud kepada Allah, semua kegiatan dimasjid menggunakan nama
Allah makanya masjid disebut Baitullah. Demikian mulyanya sehinnga islam
mensyariatkan shalat tahiyatul masjid, Rasulullah bersabda:
ﺍﻮﺪ ﺭﻮﺍﻩﺃﺑﻮﺪ .ﺇﺬﺍجﺎﺀﺍﺤﺪﻜﻢﺍﻠﻤﺴجﺪﻓﻠﻴصﻞﺴجﺪﺗﻳﻥﻣﻥﻗﺑﻞﺍﻥﻴجﻟﺱ
“Apabila salah seorang diantara kamu masuk masjid, hendaklah ia shalt dua
rakaat sebelum duduk. “(HR.Abu Dawud dari Abi Qatadah : 395)
Ø Tata cara dalam melakukan shalat tahiyatul masjid
9. a) Rukun shalat tahiyatul masjid sama dengan rukun shalat pada umumnya.
b) Syarat sah shalat tahiyatul masjid sama dengan shalat yang lain, ditambah satu
lagi yakni dilakukan di masjid. Tidak sah jika dilakukan diluar masjid.
c) Shalat tahiyatul masjid dilaksanakan sebanyak dua rakaat.
d) Bacaan-bacaan shalat tahiyatul masjid sama dengan shalat yang lain, hanya
niatnya saja yang berbeda. (Ibrahim, 2008: 126)
Ø Jumhur ulama berpendapat : hukum shalat dua rakaat sebelum masuk masjid
adalah mandub(sunnah) dan tidak wajib.(Abdurrahman, 2006 : 430)
B. SHALAT SUNNAH GHAIRU MUAKAD
1. Pengertian shalat sunnah ghairu muakad
Shalat sunnah ghairu muakad adalah shalat sunnah yang tidak dikuatkan
(kadang dikerjakan Rasulullah dan kadang tidak dikerjakannya)
v Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam shalat sunnah muakad:
a) Tidak didahului adzan dan iqomah
b) Dileksanakan secara munfarid (sendirian)
c) Dilaksanakan dengan dua rakaat salam
d) Tempat melaksanakan shalat sunnah sebaiknya berbeda dengan shalat wajib
e) Bacaantidak di nyaringkan
f) Memulai shalat di awali dengan niatnya masing-masing.
(Ibrahim, 2008: 128)
2. Macam-macam Shalat Sunnah Ghairu Muakad
10. a. Shalat sunnah rawatib
Ada beberapa shalat sunnah rawatib yang merupakan sunnah ghairu muakkad,
yaitu:
MADZHAB RAKAAT
Hanafi 4 rakaat sebelum dan sesudah dhuhur
dan 4 rakaat sebelum asharSyafi’i
b. Shalat Dhuha
Shalat dhuha adalah shalat yang dikerjakan pada waktu dhuha, yakni ketika
matahari terbit setinggi tombak sampai menjelang waktu dhuhur. Hukum
mengerjakan shalat dhuha adalah sunnah. Shalat dhuha memiliki keutamaan yang
besar bagi pelakunya sehingga rasulullah menganjurjkan para sahabat dan seluru
kaum muslim untuk melaksanakannya.
Ø Bilangan rakaat shalat dhuha
Shalat dhuha diikerjakan sekurang-kurangnya dua rakaat dan sebanyak-banyaknya
sebelas rakaat.
Ø Tata Cara Shalat Dhuha
Tata cara shalat dhuha sama dengan shalat lainnya. Hanya saja pada rakaat
pertama dianjurkan membaca surat Al-fatihah kemudian surat Asy-Syams
sedangkan rakaat surat Al-fatihah lalu surat ad-dhuha. Jika belum hafal boleh
menggunakan surat apa saja. (Ibrahim, 2008:130)