SlideShare a Scribd company logo
1 of 6
Download to read offline
1
PEMURNIAN ETHANOL TEKNIS MENJADI ETHANOL ABSOLUT
SECARA BATCH DAN KONTINYU DENGAN ADSORBENT
TEPUNG JAGUNG
Priyo Utomo (L2C004262) dan Ragil Priyanto (L2C004265)
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Jln. Prof. Soedarto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)7460058
Pembimbing : Luqman Buchori ,ST, MT.
Abstrak
Ethanol merupakan bahan pembentuk gasohol yaitu campuran alkohol dan bensin. Ethanol teknis tidak
memenuhi syarat sebagai bahan baku gasohol. Untuk memperoleh ethanol absolut sebagai syarat
campuran dalam gasohol maka perlu dilakukan pemurnian yang berpegang pada efisiensi energi. Metode
yang dikembangkan yaitu dehidrasi air dari ethanol dengan menggunakan adsorbent tepung jagung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu operasi, diameter dan berat adsorbent
terhadap hasil adsorpsi serta membandingkan proses adsorpsi batch dan kontinyu. Dalam penelitian ini,
variabel tetapnya adalah berat ethanol umpan (100 gr), kecepatan pengadukan (skala 7), suhu kamar(30
O
C). Variabel berubah untuk proses batch adalah diameter adsorbent (0.425 dan 1 mm) dan berat
adsorbent (10 dan 20 gram). Sedangkan variabel berubah proses kontinyu adalah diameter adsorbent
(0.425 dan 1 mm). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa semakin lama waktu adsorpsi, semakin tinggi
konsentrasi ethanol yang dihasilkan. Diameter adsorbent 0.425 mm menghasilkan konsentrasi ethanol
lebih tinggi daripada 1 mm. Berat adsorbent 20 gr menghasilkan konsentrasi ethanol lebih tinggi daripada
10 gram. Pada proses kontinyu, untuk diameter berbeda (0.425 dan 1 mm), hasil yang diperoleh memiliki
kesamaan dengan proses batch yaitu diameter adsorbent 0.425 mm menghasilkan konsentrasi ethanol lebih
tinggi daripada 1 mm. Proses batch menghasilkan konsentrasi ethanol yang lebih tinggi dibandingkan
dengan proses kontinyu.
Kata kunci: adsorbent; adsorpsi; ethanol; tepung jagung
Abstract
Ethanol is the material to produce gasohol that is mixture of alcohol and gasoline. Technical grade of
Ethanol is not require for producing gasohol. To get the absolute ethanol as mixture condition in gasohol
so the purification is needed which hold on the efficiency of energy. The developed methode is
dehydrationing water from ethanol by using adsorbent corn flour. The aims of this research for knowing
the time influence operated, diameter and the heavy of adsorbent to result adsorption and also compare the
process of adsorption batch and kontinue. The decided variables that used in this research are ethanol
feed ( 100 gr), aging (rate 7), standard temperature (30O
C). The different variable for batch is size of
adsorbent ( 0.425 and 1 mm) and weight of adsorbent ( 10 and 20 gram). For the different variable of
continuous process is size of adsorbent ( 0.425 and 1 mm). The result of research that longer time of
adsorption can increase the ethanol purity, size of adsorbent 0.425 mm get the higher purity of ethanol
than adsorbent 1 mm. Weight of adsorbent 20 gr get the higher purity of ethanol than adsorbent 10 gram.
In the continuous process for different size ( 0.425 and 1 mm) have the same with the batch process that is
size of adsorbent 0.425 mm get the higher purity of ethanol than adsorbent 1 mm. Batch process can
produce higher level concentration of ethanol than continuous process.
Key words: adsorbent; adsoption; ethanol; corn flour
1. Pendahuluan
Krisis energi yang dialami dunia khususnya Indonesia saat ini telah menjadi fenomena yang harus segera
ditanggulangi. Berdasarkan fakta tersebut, maka mau tidak mau Indonesia harus mengembangkan energi alternatif
salah satunya ethanol. Ethanol merupakan bahan pembentuk gasohol yaitu campuran alkohol dan bensin. Yang
umum digunakan dalam pemisahan dan pemurnian ethanol 96 % adalah dengan distilasi. Distilasi merupakan suatu
2
proses pemisahan yang didasarkan pada derajat penguapan (titik didih) senyawa-senyawa di dalam umpan. Ethanol
dipisahkan dari campurannya melalui dua tahap untuk mendapatkan ethanol absolute sebagai bahan baku gasohol.
Metode konvensional dengan dua tahap proses distilasi campuran ethanol-air menjadi ethanol 95,6% berat pada
konsentrasi azeotrop. Kemudian dilanjutkan dengan distilasi azeotrop dengan menambahkan pelarut sebagai
komponen ketiga yang dibolehkan untuk recovery ethanol 100% [Tanaka dan Otten (1986)]. Komponen yang
dimaksud antara lain benzen, sikloheksana, etilen glikol, pentana, dietil eter, gliserin dan bensin. Benzen atau bensin
dipakai sebagai pelarut apabila produk ethanol 100% akan digunakan sebagai bahan bakar [Widayat, (2002)].
Metode pemisahan konvensional sangat efektif tapi dengan distilasi dua tahap ini membutuhkan energi yang besar.
Proses adsorbsi untuk pengeringan ethanol dengan menggunakan adsorbent anorganik (CaO dan K2CO3)
pertama kali dijadikan sebagai literatur dan terpublikasi pada tahun 1930-an. Meskipun prosedur ini telah menjadi
standar teknik laboratorium selama 50 tahun, namun dalam perkembangannya telah ditemukan metode adsorbsi
dengan menggunakan bahan organik. Dengan demikian untuk efisiensi energi metode yang tepat digunakan dalam
pemisahan ethanol-air adalah dengan metode adsorbsi.
Adsorpsi merupakan suatu peristiwa terkontaknya pertikel padatan dan cairan pada kondisi tertentu sehingga
sebagian cairan terserap di permukaan padatan dan konsentrasi cairan yang tidak terserap tidak mengalami
perubahan (Brown, 1950). Proses adsorbsi menggunakan adsorbent biji-bijian untuk dehirasi bahan bakar alkohol
(Ladisch and Dyck 1979). Mereka telah mencoba menggunakan adsorbent organik seperti tepung jagung, gula,
celullosa, biji jagung dan sisa-sisa jagung. Dan ternyata sama baiknya dengan menggunakan adsorbent anorganik
seperti CaO, NaOH, dan CaSO. Hasilnya dari percobaan mengindikasikan bahwa selullosa, tepung jagung, dan biji
jagung memberikan hasil yang sama dengan CaO. Ini menunjukan adsorbent organik mampu menghidrasi ethanol
menjadi murni lebih dari 99% volume. Selanjutnya, dari hasil pengamatan untuk proses regenerasi adsorbent
organik kebutuhan energi jauh lebih sedikit daripada dengan CaO. Regenerasi adsorbent selullosa dibutuhkan 430
kJ/kg untuk memproduksi ethanol anhidrid, sedangkan adsorbent CaO dibutuhkan 900 kJ/kg. Proses regenerasi
adsorbent CaO dilakukan pada temperatur 160-170 0
C, sedangkan regenerasi pada adsorbent jagung pada temperatur
80-100 0
C (Ladisch, dkk, 1984, Walis and Falek, Robertson and Pavlath, 1985).
Pada penelitian ini difokuskan pada pemurnian ethanol teknis pada suhu kamar menggunakan adsorbent
tepung jagung menjadi ethanol absolute. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh waktu operasi, diameter
dan berat adsorbent terhadap hasil adsorpsi serta membandingkan proses adsorpsi batch dan kontinyu
2. Bahan dan Metode Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah ethanol teknis 93,75 % v/v, ethanol absolute dan tepung
jagung berbagai ukuran.
Peralatan yang digunakan adalah Timbangan, Stopwatch, Erlenmeyer, Gelas ukur, 1 set peralatan untuk
proses batch (Magnetic stirrer, Beaker glass ) dan 1 set untuk proses kontinyu (selang , pompa, kran, statif dan
klem).
Adapun variabel tetap untuk proses batch yang digunakan adalah berat ethanol teknis sebesar 100 gram, suhu
kamar (300
C), kecepatan pengadukan skala 7 dan waktu operasi batch 60 menit. Untuk proses kontinyu variable
tetapnya adalah berat adsorbent sebesar 10 gr dan suhu kamar (300
C). Variable berubah untuk proses batch adalah
berat adsorbent yaitu 10 dan 20 gr, diameter adsorbent 0, 425 dan 1 (mm). Variable berubah untuk proses kontinyu
yaitu diameter adsorbent 0, 425 dan 1 (mm). Rangkaian alat percobaan dapat dilihat pada gambar 1 dan 2. Respon
yang diamati adalah konsentrasi ethanol teknis hasil adsorpsi setiap selang waktu tertentu.
Percobaan dilakukan secara batch dan kontinyu. Pada proses batch, 100 gr ethanol umpan dimasukkan ke
dalam beaker glass bersamaan dengan tepung jagung dan dilakukan pengadukan dengan kecepatan tetap selama 60
menit. Untuk mengetahui konsentrasi ethanol tiap waktunya, dilakukan pengambilan 10 ml ethanol hasil adsorpsi
tiap 15 menit untuk dianalisa dengan GC. Proses kontinyu, larutan ethanol umpan dipompa menuju kolom adsorber.
Laju alir umpan disesuaikan supaya terjadi olakan didalam adsorber. Ethanol yang keluar dari adsorber dianalisa
konsentrasinya menggunakan GC tiap 10 menit.
Gambar 1 Rangkaian Alat Adsorpsi Batch: (1). Beaker glass; (2). Magnetik; (3). Pengatur
temperatur; (4). Tombol on/off; (5). Pengatur kecepatan pengadukan; (6). Magnetic stirer lengkap
1
2
6543
3
Gambar 2 Rangkaian Alat Adsorpsi Kontinyu: (1). Penampung ethanol teknis; (2). Selang;
(3). Adsorber; (4). Tepung jagung; (5). Penyangga; (6). Penampung hasil. Spesifikasi
adsorber: bahan plastik; diameter dalam 1,5 cm, tebal 0,2 cm, tinggi 21,5 cm.
3. Hasil dan Pembahasan
Hubugan Waktu Terhadap Konsentrasi Ethanol pada Diameter Adsorbent yang Berbeda pada Proses Batch
Dengan perbandingan diameter adsorbent dan berat adsorbent dibuat tetap sebesar 10 gram diperoleh grafik
sebagai berikut.
92
94
96
98
100
0 10 20 30 40 50 60 70
WAKTU (Menit)
KONSENTRASI(%v/v)
D Adsorbent = 0.425 mm
D Adsorbent = 1mm
Gambar 3. Grafik Hubungan Waktu vs Konsentrasi Ethanol pada
perbandingan Diameter Adsorbent Proses Batch
Dari Gambar 3 dapat dilihat, untuk kedua diameter. Semakin lama waktu adsorpsi maka konsentrasi ethanol
semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu operasi maka semakin lama kontak antara adsorbent
dengan larutan ethanol sehingga jumlah air yang diadsorpsi semakin banyak dan juga adsorbent belum menjadi
jenuh sehingga konsentrasi ethanol naik seiring dengan waktu yang bertambah. Diameter adsorbent 0.45 mm
menghasilkan konsentrasi alkohol tiap waktunya lebih besar daripada diameter 1 mm. Untuk berat adsorbent yang
sama, dengan diameter adsorbent yang semakin kecil menyebabkan luas permukaan adsorbent menjadi semakin
besar sehingga bidang kontak antara adsorbent dengan solute juga semakin besar. Hal ini menyebabkan semakin
besar pula solute/air yang diadsorpsi. Sehingga diameter adsorbent 0,45 mm menghasilkan ethanol dengan
konsentrasi lebih tinggi.
1 2
3
4
5
6
4
Hubugan Waktu Terhadap Konsentrasi Ethanol pada Berat Adsorbent yang Berbeda pada Proses Batch
Dengan perbandingan berat adsorbent dan diameter adsorbent dibuat tetap yaitu 0.425 mm diperoleh grafik
sebagai berikut.
92
94
96
98
100
0 10 20 30 40 50 60 70
WAKTU (Menit)
KONSENTRASI(%v/v)
Adsorbent = 10 gr
Adsorbent = 20 gr
Gambar 4. Grafik Hubungan Waktu vs Konsentrasi Ethanol pada
Perbandingan Berat Adsorbent Proses Batch
Dari Gambar 4 dapat dilihat, untuk kedua variable berat adsorbent. Semakin lama waktu adsorpsi maka
konsentrasi ethanol semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu operasi maka semakin lama
kontak antara adsorbent dengan larutan ethanol sehingga jumlah air yang diadsorpsi semakin banyak dan juga
adsorbent belum menjadi jenuh sehingga konsentrasi ethanol naik seiring dengan waktu yang bertambah. Untuk
berat adsorbent 20 gram menghasilkan konsentrasi alkohol tiap waktunya lebih besar daripada berat adsorbent 10
gram. Untuk diameter adsorbent yang sama, dengan bertambahnya jumlah adsorbent yang digunakan menyebabkan
luas permukaan adsorbent menjadi semakin besar sehingga bidang kontak antara adsorbent dengan solute juga
semakin besar. Hal ini menyebabkan semakin besar pula solute/air yang diadsorpsi. Sehingga berat adsorbent 20
gram menghasilkan ethanol dengan konsentrasi lebih tinggi
Hubugan Waktu Terhadap Konsentrasi Ethanol pada Diameter Adsorbent yang Berbeda Pada Proses
Kontinyu
Dengan perbandingan diameter adsorbent dan berat adsorbent dibuat tetap sebesar 10 gram diperoleh grafik
sebagai berikut.
94
96
98
100
0 10 20 30 40 50
WAKTU (Menit)
KONSENTRASI(%v/v)
D Adsorbent = 0.425 mm
D Adsorbent = 1mm
Gambar 5. Grafik Hubungan Waktu vs Konsentrasi Ethanol pada
Perbandingan Diameter Adsorbent Proses Kontinyu
Dari Gambar 5 dapat dilihat, untuk kedua diameter. Semakin lama waktu adsorpsi maka konsentrasi ethanol
semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu operasi maka semakin lama kontak antara adsorbent
dengan larutan ethanol sehingga jumlah air yang diadsorpsi semakin banyak dan juga adsorbent belum menjadi
jenuh sehingga konsentrasi ethanol naik seiring dengan waktu yang bertambah. Untuk diameter adsorbent 0.45 mm
5
menghasilkan konsentrasi alkohol tiap waktunya lebih besar daripada diameter 1 mm. Untuk proses kontinyu
mempunyai kesamaan dengan batch. Untuk berat adsorbent yang sama, dengan diameter adsorbent yang semakin
kecil menyebabkan luas permukaan adsorbent menjadi semakin besar sehingga bidang kontak antara adsorbent
dengan solute juga semakin besar. Hal ini menyebabkan semakin besar pula solute/air yang diadsorpsi. Sehingga
diameter adsorbent 0,45 mm menghasilkan ethanol dengan konsentrasi lebih tinggi. Akan tetapi, dengan semakin
kecilnya diameter menyebabkan pressure drop semakin besar karena semakin kecil diameter partikel menyebabkan
volume ruang kosong dalam unggun semakin kecil sehingga aliran umpan lebih terhambat.
Hubugan Waktu Terhadap Konsentrasi Ethanol pada Proses Batch Dan Kontinyu Untuk Diameter
Adsorbent = 1 mm
Dengan perbandingan proses batch dan kontinyu serta berat adsorbent dibuat tetap sebesar 10 gram diperoleh
grafik sebagai berikut.
92
94
96
98
100
0 10 20 30 40 50 60 70
WAKTU (Menit)
KONSENTRASI(%v/v)
Batch
Kontinyu
Gambar 6. Grafik Hubungan Waktu vs Konsentrasi Ethanol pada
Perbandingan Proses Batch dengan Proses Kontinyu
Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu adsorpsi maka konsentrasi ethanol semakin tinggi.
Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu operasi maka semakin lama kontak antara adsorbent dengan larutan
ethanol sehingga jumlah air yang diadsorpsi semakin banyak dan juga adsorbent belum menjadi jenuh sehingga
konsentrasi ethanol naik seiring dengan waktu yang bertambah. Pada saat t = 0, konsentrasi ethanol untuk proses
batch lebih rendah dibandingkan dengan proses kontinyu. Pada proses batch, waktu awal (t = 0) diukur pada sesaat
sebelum adsorpsi dilakukan sehingga belum ada kontak antara adsorbent dengan larutan ethanol. Sedangkan pada
proses kontinyu, waktu awal (t = 0) diukur pada saat larutan ethanol keluar pertama kali dari kolom adsorbent
sehingga sudah terjadi kontak antara larutan ethanol dengan adsorbent di dalam kolom. Untuk waktu selanjutnya,
proses batch menghasilkan konsentrasi ethanol yang lebih tinggi dibandingkan proses kontinyu. Hal ini dikarenakan
proses adsorpsi secara batch menggunakan pengaduk sehingga memungkinkan kontak antara adsorbent dengan
larutan lebih sempurna .
4. Kesimpulan
Semakin lama waktu adsorpsi maka konsentrasi ethanol hasil adsorpsi semakin besar. Semakin kecil
diameter adsorbent dengan berat yang sama maka konsentrasi ethanol hasil adsorpsi yang diperoleh makin
tinggi. Semakin besar berat adsorbent yang digunakan dengan diameter adsorbent yang sama dalam proses adsorpsi
menghasilkan ethanol dengan konsentrasi makin tinggi. Proses batch menghasilkan konsentrasi ethanol yang lebih
tinggi dibandingkan proses kontinyu.
Ucapan Terima Kasih
Kami mengucapkan terima kasih kepada PT Indofood ,Tbk sebagai penyandang dana, Bapak Luqman
Buchori ,ST, MT selaku dosen pembimbing yang memberikan arahan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan
laporan penelitian. Semua teman dan pihak yang telah memberi dukungan dan doa dalam penelitian, sehingga
makalah penelitian ini selesai.
6
Daftar Pustaka
Berry, K.E. and M.R. Ladisch, (2001), “Adsoption of Water fro Liquid-Phase Ethanol-Water Mixtures at Room
Temperature Using Starch-Based Adsorbents”, Purdu University, Indiana USA.
Brown, G.G., (1950), “Unit Operation”, John Wiley & Sons, Inc., New York.
Ladisch, M.R. and Karen Dyck, (1979), ”Dehydration of Ethanol, New Approach Gives positive Energy Balance.
Laboratory of Renewable Resources Engineering”, Purdu University, Indiana USA.
Tanaka, B. and L. Otten, (1986), “Dehydration of Aqueous Ethano”,. University of Guelph, Canada.
Widayat, (2002), “Proses Pemisahan dan Pemurnian Ethanol Hasil Fermentasi”, Teknik Kimia Universitas
Diponegoro, Semarang.

More Related Content

What's hot

ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 6 Ekstraksi bit ubi
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 6 Ekstraksi bit ubiITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 6 Ekstraksi bit ubi
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 6 Ekstraksi bit ubiFransiska Puteri
 
pembuatan bioetanol dari salak busuk
pembuatan bioetanol dari salak busukpembuatan bioetanol dari salak busuk
pembuatan bioetanol dari salak busukAnggi Dharma Roesadi
 
Analisis parameter mutu
Analisis parameter mutuAnalisis parameter mutu
Analisis parameter mutuHenggar Dianto
 
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimTik Acara 4 gravimetri
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimTik Acara 4 gravimetriITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimTik Acara 4 gravimetri
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimTik Acara 4 gravimetriFransiska Puteri
 
Teknologi pengolahan biodiesel
Teknologi pengolahan biodieselTeknologi pengolahan biodiesel
Teknologi pengolahan biodieselIbenk Hallen
 
Evaluasi Sediaan Dry Sirup Eritromicin
Evaluasi Sediaan Dry Sirup EritromicinEvaluasi Sediaan Dry Sirup Eritromicin
Evaluasi Sediaan Dry Sirup Eritromicinzipiklan
 
ITP UNS Semester 3, Satuan Operasi 2: pencampuran
ITP UNS Semester 3, Satuan Operasi 2: pencampuranITP UNS Semester 3, Satuan Operasi 2: pencampuran
ITP UNS Semester 3, Satuan Operasi 2: pencampuranFransiska Puteri
 
Laporan praktikum kimia dasar "pembuatan dan pengenceran larutan"
Laporan praktikum kimia dasar "pembuatan dan pengenceran larutan"Laporan praktikum kimia dasar "pembuatan dan pengenceran larutan"
Laporan praktikum kimia dasar "pembuatan dan pengenceran larutan"ilmanafia13
 
Laporan tetap mikum penegenceran
Laporan tetap mikum penegenceranLaporan tetap mikum penegenceran
Laporan tetap mikum penegenceranReza Fahlevi
 
Analisis kualitatif dan kuantitatif vitamin c menggunakan hplc
Analisis kualitatif dan kuantitatif vitamin c menggunakan hplcAnalisis kualitatif dan kuantitatif vitamin c menggunakan hplc
Analisis kualitatif dan kuantitatif vitamin c menggunakan hplcqlp
 
laporan kimia fisik - Penentuan berat molekul polimer
laporan kimia fisik - Penentuan berat molekul polimerlaporan kimia fisik - Penentuan berat molekul polimer
laporan kimia fisik - Penentuan berat molekul polimerqlp
 
DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPUR
DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPURDISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPUR
DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPURLinda Rosita
 

What's hot (19)

Ekstraksi cair cair
Ekstraksi cair cairEkstraksi cair cair
Ekstraksi cair cair
 
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 6 Ekstraksi bit ubi
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 6 Ekstraksi bit ubiITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 6 Ekstraksi bit ubi
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 6 Ekstraksi bit ubi
 
pembuatan bioetanol dari salak busuk
pembuatan bioetanol dari salak busukpembuatan bioetanol dari salak busuk
pembuatan bioetanol dari salak busuk
 
Analisis parameter mutu
Analisis parameter mutuAnalisis parameter mutu
Analisis parameter mutu
 
Laporan simultan pada kain kapas by benkur
Laporan simultan pada kain kapas by benkurLaporan simultan pada kain kapas by benkur
Laporan simultan pada kain kapas by benkur
 
Laporan 1 desizing cara enzim
Laporan 1 desizing cara enzimLaporan 1 desizing cara enzim
Laporan 1 desizing cara enzim
 
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimTik Acara 4 gravimetri
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimTik Acara 4 gravimetriITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimTik Acara 4 gravimetri
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimTik Acara 4 gravimetri
 
2860796.ppt
2860796.ppt2860796.ppt
2860796.ppt
 
Teknologi pengolahan biodiesel
Teknologi pengolahan biodieselTeknologi pengolahan biodiesel
Teknologi pengolahan biodiesel
 
Evaluasi Sediaan Dry Sirup Eritromicin
Evaluasi Sediaan Dry Sirup EritromicinEvaluasi Sediaan Dry Sirup Eritromicin
Evaluasi Sediaan Dry Sirup Eritromicin
 
Jurnal biodiesel
Jurnal biodieselJurnal biodiesel
Jurnal biodiesel
 
Kanji
KanjiKanji
Kanji
 
ITP UNS Semester 3, Satuan Operasi 2: pencampuran
ITP UNS Semester 3, Satuan Operasi 2: pencampuranITP UNS Semester 3, Satuan Operasi 2: pencampuran
ITP UNS Semester 3, Satuan Operasi 2: pencampuran
 
Laporan praktikum kimia dasar "pembuatan dan pengenceran larutan"
Laporan praktikum kimia dasar "pembuatan dan pengenceran larutan"Laporan praktikum kimia dasar "pembuatan dan pengenceran larutan"
Laporan praktikum kimia dasar "pembuatan dan pengenceran larutan"
 
Laporan tetap mikum penegenceran
Laporan tetap mikum penegenceranLaporan tetap mikum penegenceran
Laporan tetap mikum penegenceran
 
Analisis kualitatif dan kuantitatif vitamin c menggunakan hplc
Analisis kualitatif dan kuantitatif vitamin c menggunakan hplcAnalisis kualitatif dan kuantitatif vitamin c menggunakan hplc
Analisis kualitatif dan kuantitatif vitamin c menggunakan hplc
 
Proses persiapan penyempurnaan simultan
Proses persiapan penyempurnaan simultanProses persiapan penyempurnaan simultan
Proses persiapan penyempurnaan simultan
 
laporan kimia fisik - Penentuan berat molekul polimer
laporan kimia fisik - Penentuan berat molekul polimerlaporan kimia fisik - Penentuan berat molekul polimer
laporan kimia fisik - Penentuan berat molekul polimer
 
DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPUR
DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPURDISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPUR
DISTRIBUSI SOLUT ANTARA DUA PELARUT TAK BERCAMPUR
 

Viewers also liked

La gestione del tempo e i social network - SMAU Firenze 2016
La gestione del tempo e i social network - SMAU Firenze 2016La gestione del tempo e i social network - SMAU Firenze 2016
La gestione del tempo e i social network - SMAU Firenze 2016BrioWeb
 
BrioAcademy - 1x01 Come pensa Google?
BrioAcademy - 1x01  Come pensa Google?BrioAcademy - 1x01  Come pensa Google?
BrioAcademy - 1x01 Come pensa Google?BrioWeb
 
BrioAcademy - 1x03 - Facebook per il business
BrioAcademy - 1x03 - Facebook per il businessBrioAcademy - 1x03 - Facebook per il business
BrioAcademy - 1x03 - Facebook per il businessBrioWeb
 
Workshop Slide SMAU Torino 2016
Workshop Slide SMAU Torino 2016Workshop Slide SMAU Torino 2016
Workshop Slide SMAU Torino 2016BrioWeb
 
Speciale Numero 2 - Google e il mobile friendly
Speciale Numero 2 - Google e il mobile friendlySpeciale Numero 2 - Google e il mobile friendly
Speciale Numero 2 - Google e il mobile friendlyBrioWeb
 
Slide SMAU 2015 - La strategia della Stazione
Slide SMAU 2015 - La strategia della StazioneSlide SMAU 2015 - La strategia della Stazione
Slide SMAU 2015 - La strategia della StazioneBrioWeb
 
PHD Presentation_web
PHD Presentation_webPHD Presentation_web
PHD Presentation_webNuno Brás
 
BESS 2015 elbow review
BESS 2015 elbow reviewBESS 2015 elbow review
BESS 2015 elbow reviewAdam Watts
 
SMAU Milano 2016 - La gestione del tempo e i social network
SMAU Milano 2016 - La gestione del tempo e i social networkSMAU Milano 2016 - La gestione del tempo e i social network
SMAU Milano 2016 - La gestione del tempo e i social networkBrioWeb
 
The Challenges of Elbow Instability
The Challenges of Elbow InstabilityThe Challenges of Elbow Instability
The Challenges of Elbow InstabilityAdam Watts
 
Intra-articular Dista Radius Fracture
Intra-articular Dista Radius FractureIntra-articular Dista Radius Fracture
Intra-articular Dista Radius FractureAdam Watts
 
Essex-Lopresti Longitudinal Instability of the Forearm
Essex-Lopresti Longitudinal Instability of the ForearmEssex-Lopresti Longitudinal Instability of the Forearm
Essex-Lopresti Longitudinal Instability of the ForearmAdam Watts
 
Elbow fracture dislocations adam watts
Elbow fracture dislocations adam wattsElbow fracture dislocations adam watts
Elbow fracture dislocations adam wattsAdam Watts
 

Viewers also liked (15)

La gestione del tempo e i social network - SMAU Firenze 2016
La gestione del tempo e i social network - SMAU Firenze 2016La gestione del tempo e i social network - SMAU Firenze 2016
La gestione del tempo e i social network - SMAU Firenze 2016
 
BrioAcademy - 1x01 Come pensa Google?
BrioAcademy - 1x01  Come pensa Google?BrioAcademy - 1x01  Come pensa Google?
BrioAcademy - 1x01 Come pensa Google?
 
Second PR files
Second PR filesSecond PR files
Second PR files
 
BrioAcademy - 1x03 - Facebook per il business
BrioAcademy - 1x03 - Facebook per il businessBrioAcademy - 1x03 - Facebook per il business
BrioAcademy - 1x03 - Facebook per il business
 
Workshop Slide SMAU Torino 2016
Workshop Slide SMAU Torino 2016Workshop Slide SMAU Torino 2016
Workshop Slide SMAU Torino 2016
 
Speciale Numero 2 - Google e il mobile friendly
Speciale Numero 2 - Google e il mobile friendlySpeciale Numero 2 - Google e il mobile friendly
Speciale Numero 2 - Google e il mobile friendly
 
Slide SMAU 2015 - La strategia della Stazione
Slide SMAU 2015 - La strategia della StazioneSlide SMAU 2015 - La strategia della Stazione
Slide SMAU 2015 - La strategia della Stazione
 
PHD Presentation_web
PHD Presentation_webPHD Presentation_web
PHD Presentation_web
 
BESS 2015 elbow review
BESS 2015 elbow reviewBESS 2015 elbow review
BESS 2015 elbow review
 
SMAU Milano 2016 - La gestione del tempo e i social network
SMAU Milano 2016 - La gestione del tempo e i social networkSMAU Milano 2016 - La gestione del tempo e i social network
SMAU Milano 2016 - La gestione del tempo e i social network
 
The Challenges of Elbow Instability
The Challenges of Elbow InstabilityThe Challenges of Elbow Instability
The Challenges of Elbow Instability
 
Intra-articular Dista Radius Fracture
Intra-articular Dista Radius FractureIntra-articular Dista Radius Fracture
Intra-articular Dista Radius Fracture
 
Essex-Lopresti Longitudinal Instability of the Forearm
Essex-Lopresti Longitudinal Instability of the ForearmEssex-Lopresti Longitudinal Instability of the Forearm
Essex-Lopresti Longitudinal Instability of the Forearm
 
Elbow fracture dislocations adam watts
Elbow fracture dislocations adam wattsElbow fracture dislocations adam watts
Elbow fracture dislocations adam watts
 
Abraham Quesada Resume
Abraham Quesada ResumeAbraham Quesada Resume
Abraham Quesada Resume
 

Similar to PEMURNIAN ETHANOL

Setyopratomo
SetyopratomoSetyopratomo
Setyopratomoashari18
 
1 85-1-pb
1 85-1-pb1 85-1-pb
1 85-1-pbRsnyln
 
Acara 5 esterifikasi puji nur haji
Acara 5 esterifikasi puji nur hajiAcara 5 esterifikasi puji nur haji
Acara 5 esterifikasi puji nur hajiPuji Nur Haji
 
Review Jurnal Kimia Industri
Review Jurnal Kimia IndustriReview Jurnal Kimia Industri
Review Jurnal Kimia IndustriAnggi Indrianti
 
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 5 Esterifikasi
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 5 EsterifikasiITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 5 Esterifikasi
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 5 EsterifikasiFransiska Puteri
 
Contoh Jurnal Kimia Industri
Contoh Jurnal Kimia IndustriContoh Jurnal Kimia Industri
Contoh Jurnal Kimia Industriamaniaaa
 
Contoh Laporan Pembuatan Etil Asetat (mpd)
Contoh Laporan Pembuatan Etil Asetat (mpd)Contoh Laporan Pembuatan Etil Asetat (mpd)
Contoh Laporan Pembuatan Etil Asetat (mpd)fatmawati9625
 
Pengolahan biodiesel (1)
Pengolahan biodiesel (1)Pengolahan biodiesel (1)
Pengolahan biodiesel (1)wahyuddin S.T
 
PPT biodisel (amran fadila 2021312025P)...pptx
PPT biodisel (amran fadila 2021312025P)...pptxPPT biodisel (amran fadila 2021312025P)...pptx
PPT biodisel (amran fadila 2021312025P)...pptxamranfadila1
 
Review Jurnal Fractination of Populus tremuloides at the Pilot Plant Scale_Ke...
Review Jurnal Fractination of Populus tremuloides at the Pilot Plant Scale_Ke...Review Jurnal Fractination of Populus tremuloides at the Pilot Plant Scale_Ke...
Review Jurnal Fractination of Populus tremuloides at the Pilot Plant Scale_Ke...AriefWidjaja1
 
Pembuatan bioetanol dari singkong karet
Pembuatan bioetanol dari singkong karetPembuatan bioetanol dari singkong karet
Pembuatan bioetanol dari singkong karetrando_suhendra
 
Proposal pembangunan laboratorium tambak udang
Proposal pembangunan laboratorium tambak udangProposal pembangunan laboratorium tambak udang
Proposal pembangunan laboratorium tambak udangIrJum Jaya
 

Similar to PEMURNIAN ETHANOL (20)

Alkohol. second
Alkohol. secondAlkohol. second
Alkohol. second
 
Setyopratomo
SetyopratomoSetyopratomo
Setyopratomo
 
1 85-1-pb
1 85-1-pb1 85-1-pb
1 85-1-pb
 
Ringkasan Jurnal
Ringkasan JurnalRingkasan Jurnal
Ringkasan Jurnal
 
Acara 5 esterifikasi puji nur haji
Acara 5 esterifikasi puji nur hajiAcara 5 esterifikasi puji nur haji
Acara 5 esterifikasi puji nur haji
 
Review Jurnal Kimia Industri
Review Jurnal Kimia IndustriReview Jurnal Kimia Industri
Review Jurnal Kimia Industri
 
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 5 Esterifikasi
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 5 EsterifikasiITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 5 Esterifikasi
ITP UNS SEMESTER 2 Laporan KimOr Acara 5 Esterifikasi
 
Contoh Jurnal Kimia Industri
Contoh Jurnal Kimia IndustriContoh Jurnal Kimia Industri
Contoh Jurnal Kimia Industri
 
Contoh Laporan Pembuatan Etil Asetat (mpd)
Contoh Laporan Pembuatan Etil Asetat (mpd)Contoh Laporan Pembuatan Etil Asetat (mpd)
Contoh Laporan Pembuatan Etil Asetat (mpd)
 
1884 3673-1-sm
1884 3673-1-sm1884 3673-1-sm
1884 3673-1-sm
 
9. 082013 57-62
9. 082013 57-629. 082013 57-62
9. 082013 57-62
 
uji KLT daun kelor.pdf
uji KLT daun kelor.pdfuji KLT daun kelor.pdf
uji KLT daun kelor.pdf
 
5198 12406-1-pb
5198 12406-1-pb5198 12406-1-pb
5198 12406-1-pb
 
Pengolahan biodiesel (1)
Pengolahan biodiesel (1)Pengolahan biodiesel (1)
Pengolahan biodiesel (1)
 
PPT biodisel (amran fadila 2021312025P)...pptx
PPT biodisel (amran fadila 2021312025P)...pptxPPT biodisel (amran fadila 2021312025P)...pptx
PPT biodisel (amran fadila 2021312025P)...pptx
 
Review Jurnal Fractination of Populus tremuloides at the Pilot Plant Scale_Ke...
Review Jurnal Fractination of Populus tremuloides at the Pilot Plant Scale_Ke...Review Jurnal Fractination of Populus tremuloides at the Pilot Plant Scale_Ke...
Review Jurnal Fractination of Populus tremuloides at the Pilot Plant Scale_Ke...
 
PROPOSAL KE BALITBANG PROVINSI
PROPOSAL KE BALITBANG PROVINSIPROPOSAL KE BALITBANG PROVINSI
PROPOSAL KE BALITBANG PROVINSI
 
Pembuatan bioetanol dari singkong karet
Pembuatan bioetanol dari singkong karetPembuatan bioetanol dari singkong karet
Pembuatan bioetanol dari singkong karet
 
Proposal pembangunan laboratorium tambak udang
Proposal pembangunan laboratorium tambak udangProposal pembangunan laboratorium tambak udang
Proposal pembangunan laboratorium tambak udang
 
BEST BACTERY ENZYME
BEST BACTERY ENZYMEBEST BACTERY ENZYME
BEST BACTERY ENZYME
 

PEMURNIAN ETHANOL

  • 1. 1 PEMURNIAN ETHANOL TEKNIS MENJADI ETHANOL ABSOLUT SECARA BATCH DAN KONTINYU DENGAN ADSORBENT TEPUNG JAGUNG Priyo Utomo (L2C004262) dan Ragil Priyanto (L2C004265) Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Soedarto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)7460058 Pembimbing : Luqman Buchori ,ST, MT. Abstrak Ethanol merupakan bahan pembentuk gasohol yaitu campuran alkohol dan bensin. Ethanol teknis tidak memenuhi syarat sebagai bahan baku gasohol. Untuk memperoleh ethanol absolut sebagai syarat campuran dalam gasohol maka perlu dilakukan pemurnian yang berpegang pada efisiensi energi. Metode yang dikembangkan yaitu dehidrasi air dari ethanol dengan menggunakan adsorbent tepung jagung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu operasi, diameter dan berat adsorbent terhadap hasil adsorpsi serta membandingkan proses adsorpsi batch dan kontinyu. Dalam penelitian ini, variabel tetapnya adalah berat ethanol umpan (100 gr), kecepatan pengadukan (skala 7), suhu kamar(30 O C). Variabel berubah untuk proses batch adalah diameter adsorbent (0.425 dan 1 mm) dan berat adsorbent (10 dan 20 gram). Sedangkan variabel berubah proses kontinyu adalah diameter adsorbent (0.425 dan 1 mm). Dari hasil penelitian didapatkan bahwa semakin lama waktu adsorpsi, semakin tinggi konsentrasi ethanol yang dihasilkan. Diameter adsorbent 0.425 mm menghasilkan konsentrasi ethanol lebih tinggi daripada 1 mm. Berat adsorbent 20 gr menghasilkan konsentrasi ethanol lebih tinggi daripada 10 gram. Pada proses kontinyu, untuk diameter berbeda (0.425 dan 1 mm), hasil yang diperoleh memiliki kesamaan dengan proses batch yaitu diameter adsorbent 0.425 mm menghasilkan konsentrasi ethanol lebih tinggi daripada 1 mm. Proses batch menghasilkan konsentrasi ethanol yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses kontinyu. Kata kunci: adsorbent; adsorpsi; ethanol; tepung jagung Abstract Ethanol is the material to produce gasohol that is mixture of alcohol and gasoline. Technical grade of Ethanol is not require for producing gasohol. To get the absolute ethanol as mixture condition in gasohol so the purification is needed which hold on the efficiency of energy. The developed methode is dehydrationing water from ethanol by using adsorbent corn flour. The aims of this research for knowing the time influence operated, diameter and the heavy of adsorbent to result adsorption and also compare the process of adsorption batch and kontinue. The decided variables that used in this research are ethanol feed ( 100 gr), aging (rate 7), standard temperature (30O C). The different variable for batch is size of adsorbent ( 0.425 and 1 mm) and weight of adsorbent ( 10 and 20 gram). For the different variable of continuous process is size of adsorbent ( 0.425 and 1 mm). The result of research that longer time of adsorption can increase the ethanol purity, size of adsorbent 0.425 mm get the higher purity of ethanol than adsorbent 1 mm. Weight of adsorbent 20 gr get the higher purity of ethanol than adsorbent 10 gram. In the continuous process for different size ( 0.425 and 1 mm) have the same with the batch process that is size of adsorbent 0.425 mm get the higher purity of ethanol than adsorbent 1 mm. Batch process can produce higher level concentration of ethanol than continuous process. Key words: adsorbent; adsoption; ethanol; corn flour 1. Pendahuluan Krisis energi yang dialami dunia khususnya Indonesia saat ini telah menjadi fenomena yang harus segera ditanggulangi. Berdasarkan fakta tersebut, maka mau tidak mau Indonesia harus mengembangkan energi alternatif salah satunya ethanol. Ethanol merupakan bahan pembentuk gasohol yaitu campuran alkohol dan bensin. Yang umum digunakan dalam pemisahan dan pemurnian ethanol 96 % adalah dengan distilasi. Distilasi merupakan suatu
  • 2. 2 proses pemisahan yang didasarkan pada derajat penguapan (titik didih) senyawa-senyawa di dalam umpan. Ethanol dipisahkan dari campurannya melalui dua tahap untuk mendapatkan ethanol absolute sebagai bahan baku gasohol. Metode konvensional dengan dua tahap proses distilasi campuran ethanol-air menjadi ethanol 95,6% berat pada konsentrasi azeotrop. Kemudian dilanjutkan dengan distilasi azeotrop dengan menambahkan pelarut sebagai komponen ketiga yang dibolehkan untuk recovery ethanol 100% [Tanaka dan Otten (1986)]. Komponen yang dimaksud antara lain benzen, sikloheksana, etilen glikol, pentana, dietil eter, gliserin dan bensin. Benzen atau bensin dipakai sebagai pelarut apabila produk ethanol 100% akan digunakan sebagai bahan bakar [Widayat, (2002)]. Metode pemisahan konvensional sangat efektif tapi dengan distilasi dua tahap ini membutuhkan energi yang besar. Proses adsorbsi untuk pengeringan ethanol dengan menggunakan adsorbent anorganik (CaO dan K2CO3) pertama kali dijadikan sebagai literatur dan terpublikasi pada tahun 1930-an. Meskipun prosedur ini telah menjadi standar teknik laboratorium selama 50 tahun, namun dalam perkembangannya telah ditemukan metode adsorbsi dengan menggunakan bahan organik. Dengan demikian untuk efisiensi energi metode yang tepat digunakan dalam pemisahan ethanol-air adalah dengan metode adsorbsi. Adsorpsi merupakan suatu peristiwa terkontaknya pertikel padatan dan cairan pada kondisi tertentu sehingga sebagian cairan terserap di permukaan padatan dan konsentrasi cairan yang tidak terserap tidak mengalami perubahan (Brown, 1950). Proses adsorbsi menggunakan adsorbent biji-bijian untuk dehirasi bahan bakar alkohol (Ladisch and Dyck 1979). Mereka telah mencoba menggunakan adsorbent organik seperti tepung jagung, gula, celullosa, biji jagung dan sisa-sisa jagung. Dan ternyata sama baiknya dengan menggunakan adsorbent anorganik seperti CaO, NaOH, dan CaSO. Hasilnya dari percobaan mengindikasikan bahwa selullosa, tepung jagung, dan biji jagung memberikan hasil yang sama dengan CaO. Ini menunjukan adsorbent organik mampu menghidrasi ethanol menjadi murni lebih dari 99% volume. Selanjutnya, dari hasil pengamatan untuk proses regenerasi adsorbent organik kebutuhan energi jauh lebih sedikit daripada dengan CaO. Regenerasi adsorbent selullosa dibutuhkan 430 kJ/kg untuk memproduksi ethanol anhidrid, sedangkan adsorbent CaO dibutuhkan 900 kJ/kg. Proses regenerasi adsorbent CaO dilakukan pada temperatur 160-170 0 C, sedangkan regenerasi pada adsorbent jagung pada temperatur 80-100 0 C (Ladisch, dkk, 1984, Walis and Falek, Robertson and Pavlath, 1985). Pada penelitian ini difokuskan pada pemurnian ethanol teknis pada suhu kamar menggunakan adsorbent tepung jagung menjadi ethanol absolute. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh waktu operasi, diameter dan berat adsorbent terhadap hasil adsorpsi serta membandingkan proses adsorpsi batch dan kontinyu 2. Bahan dan Metode Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah ethanol teknis 93,75 % v/v, ethanol absolute dan tepung jagung berbagai ukuran. Peralatan yang digunakan adalah Timbangan, Stopwatch, Erlenmeyer, Gelas ukur, 1 set peralatan untuk proses batch (Magnetic stirrer, Beaker glass ) dan 1 set untuk proses kontinyu (selang , pompa, kran, statif dan klem). Adapun variabel tetap untuk proses batch yang digunakan adalah berat ethanol teknis sebesar 100 gram, suhu kamar (300 C), kecepatan pengadukan skala 7 dan waktu operasi batch 60 menit. Untuk proses kontinyu variable tetapnya adalah berat adsorbent sebesar 10 gr dan suhu kamar (300 C). Variable berubah untuk proses batch adalah berat adsorbent yaitu 10 dan 20 gr, diameter adsorbent 0, 425 dan 1 (mm). Variable berubah untuk proses kontinyu yaitu diameter adsorbent 0, 425 dan 1 (mm). Rangkaian alat percobaan dapat dilihat pada gambar 1 dan 2. Respon yang diamati adalah konsentrasi ethanol teknis hasil adsorpsi setiap selang waktu tertentu. Percobaan dilakukan secara batch dan kontinyu. Pada proses batch, 100 gr ethanol umpan dimasukkan ke dalam beaker glass bersamaan dengan tepung jagung dan dilakukan pengadukan dengan kecepatan tetap selama 60 menit. Untuk mengetahui konsentrasi ethanol tiap waktunya, dilakukan pengambilan 10 ml ethanol hasil adsorpsi tiap 15 menit untuk dianalisa dengan GC. Proses kontinyu, larutan ethanol umpan dipompa menuju kolom adsorber. Laju alir umpan disesuaikan supaya terjadi olakan didalam adsorber. Ethanol yang keluar dari adsorber dianalisa konsentrasinya menggunakan GC tiap 10 menit. Gambar 1 Rangkaian Alat Adsorpsi Batch: (1). Beaker glass; (2). Magnetik; (3). Pengatur temperatur; (4). Tombol on/off; (5). Pengatur kecepatan pengadukan; (6). Magnetic stirer lengkap 1 2 6543
  • 3. 3 Gambar 2 Rangkaian Alat Adsorpsi Kontinyu: (1). Penampung ethanol teknis; (2). Selang; (3). Adsorber; (4). Tepung jagung; (5). Penyangga; (6). Penampung hasil. Spesifikasi adsorber: bahan plastik; diameter dalam 1,5 cm, tebal 0,2 cm, tinggi 21,5 cm. 3. Hasil dan Pembahasan Hubugan Waktu Terhadap Konsentrasi Ethanol pada Diameter Adsorbent yang Berbeda pada Proses Batch Dengan perbandingan diameter adsorbent dan berat adsorbent dibuat tetap sebesar 10 gram diperoleh grafik sebagai berikut. 92 94 96 98 100 0 10 20 30 40 50 60 70 WAKTU (Menit) KONSENTRASI(%v/v) D Adsorbent = 0.425 mm D Adsorbent = 1mm Gambar 3. Grafik Hubungan Waktu vs Konsentrasi Ethanol pada perbandingan Diameter Adsorbent Proses Batch Dari Gambar 3 dapat dilihat, untuk kedua diameter. Semakin lama waktu adsorpsi maka konsentrasi ethanol semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu operasi maka semakin lama kontak antara adsorbent dengan larutan ethanol sehingga jumlah air yang diadsorpsi semakin banyak dan juga adsorbent belum menjadi jenuh sehingga konsentrasi ethanol naik seiring dengan waktu yang bertambah. Diameter adsorbent 0.45 mm menghasilkan konsentrasi alkohol tiap waktunya lebih besar daripada diameter 1 mm. Untuk berat adsorbent yang sama, dengan diameter adsorbent yang semakin kecil menyebabkan luas permukaan adsorbent menjadi semakin besar sehingga bidang kontak antara adsorbent dengan solute juga semakin besar. Hal ini menyebabkan semakin besar pula solute/air yang diadsorpsi. Sehingga diameter adsorbent 0,45 mm menghasilkan ethanol dengan konsentrasi lebih tinggi. 1 2 3 4 5 6
  • 4. 4 Hubugan Waktu Terhadap Konsentrasi Ethanol pada Berat Adsorbent yang Berbeda pada Proses Batch Dengan perbandingan berat adsorbent dan diameter adsorbent dibuat tetap yaitu 0.425 mm diperoleh grafik sebagai berikut. 92 94 96 98 100 0 10 20 30 40 50 60 70 WAKTU (Menit) KONSENTRASI(%v/v) Adsorbent = 10 gr Adsorbent = 20 gr Gambar 4. Grafik Hubungan Waktu vs Konsentrasi Ethanol pada Perbandingan Berat Adsorbent Proses Batch Dari Gambar 4 dapat dilihat, untuk kedua variable berat adsorbent. Semakin lama waktu adsorpsi maka konsentrasi ethanol semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu operasi maka semakin lama kontak antara adsorbent dengan larutan ethanol sehingga jumlah air yang diadsorpsi semakin banyak dan juga adsorbent belum menjadi jenuh sehingga konsentrasi ethanol naik seiring dengan waktu yang bertambah. Untuk berat adsorbent 20 gram menghasilkan konsentrasi alkohol tiap waktunya lebih besar daripada berat adsorbent 10 gram. Untuk diameter adsorbent yang sama, dengan bertambahnya jumlah adsorbent yang digunakan menyebabkan luas permukaan adsorbent menjadi semakin besar sehingga bidang kontak antara adsorbent dengan solute juga semakin besar. Hal ini menyebabkan semakin besar pula solute/air yang diadsorpsi. Sehingga berat adsorbent 20 gram menghasilkan ethanol dengan konsentrasi lebih tinggi Hubugan Waktu Terhadap Konsentrasi Ethanol pada Diameter Adsorbent yang Berbeda Pada Proses Kontinyu Dengan perbandingan diameter adsorbent dan berat adsorbent dibuat tetap sebesar 10 gram diperoleh grafik sebagai berikut. 94 96 98 100 0 10 20 30 40 50 WAKTU (Menit) KONSENTRASI(%v/v) D Adsorbent = 0.425 mm D Adsorbent = 1mm Gambar 5. Grafik Hubungan Waktu vs Konsentrasi Ethanol pada Perbandingan Diameter Adsorbent Proses Kontinyu Dari Gambar 5 dapat dilihat, untuk kedua diameter. Semakin lama waktu adsorpsi maka konsentrasi ethanol semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu operasi maka semakin lama kontak antara adsorbent dengan larutan ethanol sehingga jumlah air yang diadsorpsi semakin banyak dan juga adsorbent belum menjadi jenuh sehingga konsentrasi ethanol naik seiring dengan waktu yang bertambah. Untuk diameter adsorbent 0.45 mm
  • 5. 5 menghasilkan konsentrasi alkohol tiap waktunya lebih besar daripada diameter 1 mm. Untuk proses kontinyu mempunyai kesamaan dengan batch. Untuk berat adsorbent yang sama, dengan diameter adsorbent yang semakin kecil menyebabkan luas permukaan adsorbent menjadi semakin besar sehingga bidang kontak antara adsorbent dengan solute juga semakin besar. Hal ini menyebabkan semakin besar pula solute/air yang diadsorpsi. Sehingga diameter adsorbent 0,45 mm menghasilkan ethanol dengan konsentrasi lebih tinggi. Akan tetapi, dengan semakin kecilnya diameter menyebabkan pressure drop semakin besar karena semakin kecil diameter partikel menyebabkan volume ruang kosong dalam unggun semakin kecil sehingga aliran umpan lebih terhambat. Hubugan Waktu Terhadap Konsentrasi Ethanol pada Proses Batch Dan Kontinyu Untuk Diameter Adsorbent = 1 mm Dengan perbandingan proses batch dan kontinyu serta berat adsorbent dibuat tetap sebesar 10 gram diperoleh grafik sebagai berikut. 92 94 96 98 100 0 10 20 30 40 50 60 70 WAKTU (Menit) KONSENTRASI(%v/v) Batch Kontinyu Gambar 6. Grafik Hubungan Waktu vs Konsentrasi Ethanol pada Perbandingan Proses Batch dengan Proses Kontinyu Dari gambar 6 dapat dilihat bahwa semakin lama waktu adsorpsi maka konsentrasi ethanol semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena semakin lama waktu operasi maka semakin lama kontak antara adsorbent dengan larutan ethanol sehingga jumlah air yang diadsorpsi semakin banyak dan juga adsorbent belum menjadi jenuh sehingga konsentrasi ethanol naik seiring dengan waktu yang bertambah. Pada saat t = 0, konsentrasi ethanol untuk proses batch lebih rendah dibandingkan dengan proses kontinyu. Pada proses batch, waktu awal (t = 0) diukur pada sesaat sebelum adsorpsi dilakukan sehingga belum ada kontak antara adsorbent dengan larutan ethanol. Sedangkan pada proses kontinyu, waktu awal (t = 0) diukur pada saat larutan ethanol keluar pertama kali dari kolom adsorbent sehingga sudah terjadi kontak antara larutan ethanol dengan adsorbent di dalam kolom. Untuk waktu selanjutnya, proses batch menghasilkan konsentrasi ethanol yang lebih tinggi dibandingkan proses kontinyu. Hal ini dikarenakan proses adsorpsi secara batch menggunakan pengaduk sehingga memungkinkan kontak antara adsorbent dengan larutan lebih sempurna . 4. Kesimpulan Semakin lama waktu adsorpsi maka konsentrasi ethanol hasil adsorpsi semakin besar. Semakin kecil diameter adsorbent dengan berat yang sama maka konsentrasi ethanol hasil adsorpsi yang diperoleh makin tinggi. Semakin besar berat adsorbent yang digunakan dengan diameter adsorbent yang sama dalam proses adsorpsi menghasilkan ethanol dengan konsentrasi makin tinggi. Proses batch menghasilkan konsentrasi ethanol yang lebih tinggi dibandingkan proses kontinyu. Ucapan Terima Kasih Kami mengucapkan terima kasih kepada PT Indofood ,Tbk sebagai penyandang dana, Bapak Luqman Buchori ,ST, MT selaku dosen pembimbing yang memberikan arahan dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan laporan penelitian. Semua teman dan pihak yang telah memberi dukungan dan doa dalam penelitian, sehingga makalah penelitian ini selesai.
  • 6. 6 Daftar Pustaka Berry, K.E. and M.R. Ladisch, (2001), “Adsoption of Water fro Liquid-Phase Ethanol-Water Mixtures at Room Temperature Using Starch-Based Adsorbents”, Purdu University, Indiana USA. Brown, G.G., (1950), “Unit Operation”, John Wiley & Sons, Inc., New York. Ladisch, M.R. and Karen Dyck, (1979), ”Dehydration of Ethanol, New Approach Gives positive Energy Balance. Laboratory of Renewable Resources Engineering”, Purdu University, Indiana USA. Tanaka, B. and L. Otten, (1986), “Dehydration of Aqueous Ethano”,. University of Guelph, Canada. Widayat, (2002), “Proses Pemisahan dan Pemurnian Ethanol Hasil Fermentasi”, Teknik Kimia Universitas Diponegoro, Semarang.