Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Asuhan Keperawatan Pada AMI
1. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWADARURATAAN SISTEM
CARDIOVASKULER : ACUT MIOCARD INFARK / AMI / STEMI DI
RUANG ICU RSU. TIDAR MAGELANG
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KEGAWADARURATAAN SISTEM
CARDIOVASKULER : ACUT MIOCARD INFARK / AMI / STEMI
DI RUANG ICU RSU. TIDAR MAGELANG
Disusun Oleh:
Abdul Mutalib Lesnussa (G3A011118)
Rahadyan Ariyanti (G3A011098)
Winengku Suryo (G3A011116)
PROGRAM STUDI PROFESI NER’S
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2012
2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyumbatan koroner atau serangan jantung dan infark miokardium mempunyai arti
yang sama namun istilah yang disukai adalah infark miokardium, di Amerika serikat terjadi
jutaan serangan penyakit ini pertahun. Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya
jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang.
Infark miocard akut adalah nekrosis miocard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
Gejala yang sering muncul pada penderita infark miokardium biasanya nyeri dada yang
tiba – tiba dan berlangsung terus menerus, nyeri akan terasa semakin berat sampai tidak
tertahankan, rasa nyeri yang tajam dan berat, biasa menyebar kebahu dan lengan dan biasanya
lengan kiri. Dan menetap selama berjam - jam sampai beberapa hari dan tidak akan hilang
dengan istirahat maupun nitrogliserin, nyeri biasanya sering diserai napas pendek, pucat,
berkeringat dingin, pusing kepala,mual dan muntah – muntah.
Banyak penelitian menunjukkan pasien dengan infark miokardium biasanya pria, diatas
40 tahun dan mengalami aterosklerosis pada pembuluh koronernya, sering disertai hipertensi
aterial, serangan bisa terjadi juga pada pria atau wanita muda diawali 30 an atau bahkan 20-an,
wanita yang memakai kontrasepsi, pil, dan merokok mempunyai resiko sangat tinggi, namun
secara keseluruhan,angka kejadian infark miokardium pada pria lebih tinggi di banding dengan
wanita pada semua usia. Meskipun pasien biasanya pria dan berusia 40 tahun, namun semua
umur yang mengalami gejala dan tanda-tanda yang sudah disebutkan diatas perlu segera
ditangani.
B. Tujuan
Tujuan umum :
Mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan pada klien dengan penyakit
Akut Miokard Infark / AMI.
Tujuan khusus:
1. Mengetahui definisi penyakit Akut Miokard Infark.
2. Mengetahui etiologi penyakit Akut Miokard Infark
3. Mengetahui tanda dan gejalah penyakit Akut Miokard Infark.
4. Mengetahui patofisiologi penyakit Akut Miokard Infark.
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit Akut Miokard Infark .
6. Dapat melakukan asuhan keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi pada penyakit
Akut Miokard Infark.
C. Metode penulisan
Metode Penulisan Deskripti
3. Metode yang digunakan untuk meneliti masalah-masalah serta mengembangkan apa yang
kita amati dengan menggunakan pemecahan masalah.
Tehnik Pengumpulan Data:
1. Wawancara
Dalam hal ini penulis mengumpulkan data dengan melaksanakan tanya jawab
secara langsung pada pasien dan keluarga pasien untuk mendapatkan data subyektif yang dapat
mendukung diagnosa.
2. Partisipatif
Dalam hal ini penulis melakukan pengawasan dan berpartisipasi aktif dalam memberikan
asuhan keperawatan untuk memantau perkembangan dan kesehatan dengan teknik inspeksi,
palpas, perkusi, dan auskultasi dan hasilnya data bersifat subyektif.
3. Studi Kepustakan
Dalam hal ini berguna untuk mendapatkan referensi yang digunakan dan mendukung data-
data lain serta metode kepustakaan yang mendukung pelaksanaan dari studi kasus karya tulis
ilmiah.
D. Sitematika penulisan:
Untuk memberikan gambaran secara singkat tentang penyusunan karya tulis ilmiah ini
secara sistematis dapat di uraikan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Bab ini merupakan pendahuluan yang memberikan permasalahan yang akan diuraikan
yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II : Konsep Dasar
Merupakan laporan kasus pada pasien gagal jantung di ruang Sakura RSUD Tidar
Magelang sistematika mulai dari Konsep penyakit :definisi, etiologi, tanda gejalah, patofiologi,
pemeriksaan penunjang dam hasilnya, pathways dan Konsep Asuhan Keperawatan
Kegawatdaruratan meliputu pengkajian pengkajian primer dan sekunder, diagnosa keperawatan,
dan Intervensi dan Rasional
4. BAB III : Pembahasan
Merupakan pembahasan kasus pada pasien AMI, guna melihat adanya penyimpangan
antara kasus nyata dengan Konsep teori pada BAB II.
BAB IV : Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan merupakan jawaban dari tujuan laporan materi seminar yang
tertulis pada BAB I.
2. Saran merupakan input yang harus operasional yang dapat ditunjukkan kepada
instansi kesehatan setempat organisasi profesi, maupun anggota profesi institusi
BAB II
KONSEP DASAR
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian
Miokard infrak merupakan kematian jaringan miokard yang diakibatkan penurunan secara
tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen
secara tiba-tiba tanpa perfusi arteri koronaria yang cukup. (Sudiarto,2011).
Sindroma koroner akut dengan elevasi segment ST atau disebut juga STEMI (ST Elevasi
Myocard Infarction) adalah oklusi koroner akut dengan iskemia miokard berkepanjangan yang
pada akhirnya akan menyebabkan kematian miosit kardiak. Kerusakan miokard yang terjadi
tergantung pada letak dan lamanya sumbatan aliran darah, ada atau tidaknya kolateral, serta luas
wilayah miokard yang diperdarahi pembuluh darah yang tersumbat (SPM RSJP Harapan Kita,
2009). STEMI (ST Elevasi Myocard Infarction)merupakan bagian dari sindrom koroner akut
yang ditandai dengan adanya elevasi segmen ST. STEMI terjadi karena oklusi total pembuluh
darah koroner yang tiba-tiba (Fuster, 2007).
Iskemia terjadi oleh karena obstruksi, kompresi, ruptur karena trauma dan vasokonstriksi.
Obstruksi pembuluh darah dapat disebabkan oleh embolus, trombus atau plak aterosklerosis.
Kompresi secara mekanik dapat disebabkan oleh tumor, volvulus atau hernia. Ruptur karena
trauma disebabkan oleh aterosklerosis dan vaskulitis. Vaskokonstriksi pembuluh darah dapat
disebabkan obat-obatan seperti kokain (Wikipedia, 2010).
5. Infark miokard adalah perkembangan cepat dari nekrosis otot jantung yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (Fenton, 2009). Klinis sangat
mencemaskan karena sering berupa serangan mendadak umumya pada pria 35-55 tahun, tanpa
gejala pendahuluan (Santoso, 2005).
2. Etiologi
Menurut Alpert (2010), infark miokard terjadi oleh penyebab yang
heterogen, antara lain:
1. Infark miokard tipe 1
Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak
aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang
inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia,
aritmia dan hiper atau hipotensi.
2. Infark miokard tipe 2
Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan aliran
darah miokard.
3. Infark miokard tipe 3
Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini disebabkan
sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal sebelum kadar pertanda
biokimiawi sempat meningkat.
4. a. Infark miokard tipe 4a
Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard (contohnya troponin) 3 kali lebih
besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary intervention (PCI) yang
memicu terjadinya infark miokard.
b. Infark miokard tipe 4b
Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.
5. Infark miokard tipe 5
Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian
infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner. Ada empat faktor resiko
biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat
6. keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang
serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga
berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik (Santoso, 2005). Faktor- faktor tersebut
adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor
psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik (Ramrakha, 2006).
Menurut Anand (2008), wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun
lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini diperkirakan dari
berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda.
Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi
sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan estrogen (Santoso,
2005).
Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia.
Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal.
The National Cholesterol Education Program (NCEP) menemukan kolesterol LDL sebagai
faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial (CPPT)
memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark
miokard (Brown, 2006).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan
diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi
vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah,
sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses
aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan
oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia
(Brown, 2006).
Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50%. Seorang perokok
pasif mempunyai resiko terkena infark miokard.
Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan
dengan rokok (Ramrakha, 2006). Menurut Ismail (2004), penggunaan tembakau berhubungan
dengan kejadian miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan.
Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49% penyakit
jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh
7. (IMT). Overweight didefinisikan sebagai IMT > 25-30 kg/m dan obesitas dengan IMT > 30
kg/m
Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya
keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida,
penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin an diabetes
melitus tipe II (Ramrakha, 2006).
Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial, personalitas
yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko terkena
aterosklerosis (Ramrakha, 2006).
Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang rendah
serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol satu atau
dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun bila
mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan
resiko terkena penyakit (Beers, 2004).
3. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala infark miokard ( TRIAS ) adalah :
1. Nyeri :
a. Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya diatas
region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
b. Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
c. Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke
bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d. Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap
selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin
(NTG).
e. Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f. Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala
terasa melayang dan mual muntah.
g. Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang
menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (mengumpulkan pengalaman nyeri).
8. 2. Laboratorium
Pemeriksaan Enzim jantung :
a. CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan pada otot jantung meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam
12-24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam.
b. LDH/HBDH
Meningkat dalam 12-24 jam dam memakan waktu lama untuk kembali normal
c. AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali
normal dalam 3 atau 4 hari
3. EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal adanya gelombang T tinggi dan simetris.
Setelah ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian ialah adanya
gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.
Skor nyeri menurut White :
0 = tidak mengalami nyeri
1 = nyeri pada satu sisi tanpa menggangu aktifitas
2 = nyeri lebih pada satu tempat dan mengakibatkan terganggunya aktifitas,
mislnya kesulitan bangun dari tempat tidur, sulit menekuk kepala dan
lainnya.
4. Patofisiologi
Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian ruptur
dan menyumbat pembuluh darah. Penyakitaterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty
plaque di dalam dindingarteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen,
sehinggadiameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah kedistal dari
tempat penyumbatan terjadi (Ramrakha, 2006).
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitustipe II, hipertensi,
reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkandisfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan
terhadap faktor-faktor di atasmenimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-
sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja
sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya,disfungsi endotel justru
9. meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1,dan angiotensin II yang berperan dalam
migrasi dan pertumbuhan sel(Ramrakha, 2006).
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.Kemudian leukosit
bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag.Di sini makrofag berperan sebagai
pembersih dan bekerja mengeliminasikolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan
kolesterol LDLteroksidasi disebut sel busa (foam cell). Faktor pertumbuhan dan
trombositmenyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima
dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateromamatur. Lapisan
fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan
trombosit ke tepian ateroma yang kasarmenyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau
ruptur mendadak lapisanfibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi
arteri(Price, 2006).
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian
tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaanobstruksi, menurunkan aliran darah
koroner, dan menyebabkan manifestasiklinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh
terhadap kuantitasiskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab
itu,obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya (Selwyn,
2005).
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringanmiokard menurun dan
dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi
yang buruk ke subendokard jantungmenyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan
cepat iskemiayang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan
dengankegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi (Selwyn, 2005).
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme,fungsi dan struktur sel.
Miokard normal memetabolisme asam lemak danglukosa menjadi karbon dioksida dan air.
Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah
menjadi asamlaktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membransel.
Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ danambilan Na+ oleh
monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbanganantara suplai dan kebutuhan oksigen
menentukan apakah kerusakan miokardyang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20
menit). Iskemia yangireversibel berakhir pada infark miokard (Selwyn, 2005).
10. Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arterikoroner, maka terjadi
infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).Perkembangan perlahan dari stenosis koroner
tidak menimbulkan STEMIkarena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh
darahkolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbatcepat
(Antman, 2005). Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen STyang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi danruptur plak ateroma
menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhanoksigen. Pada Non STEMI, trombus yang
terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner (Kalim, 2001)
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial(nontransmural). Infark miokard
transmural disebabkan oleh oklusi arterikoroner yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa jam
hingga minimal 6-8 jam.Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu
yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian miokarddan terdiri
dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda(Selwyn, 2005).
5. Pemeriksaan Penunjang dan Hasil
a. EKG
Untuk mengetahui fungsi jantung : T. Inverted, ST depresi, Q. patologis
b. Enzim Jantung.
CPKMB, LDH, AST
c. Elektrolit.
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, missal
hipokalemi, hiperkalemi
d. Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA berhubungan dengan
proses inflamasi
e. Kecepatan sedimentasi
Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.
f. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau kronis
g. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
h. Kolesterol atau Trigliserida serum
11. i. Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.
j. Foto dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma
ventrikuler.
k. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding ventrikuler dan
konfigurasi atau fungsi katup.
l. Pemeriksaan pencitraan nuklir
Talium : mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal lokasi atau luasnya
IMA
Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik
m. Pencitraan darah jantung (MUGA)
Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional dan fraksi
ejeksi (aliran darah)
n. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan sehubungan
dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi). Prosedur
tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau
emergensi.
o. Digital subtraksion angiografi (PSA)
Teknik yang digunakan untuk menggambarkan
p. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)
Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventrikel, lesivaskuler,
pembentukan plak, area nekrosis atau infark dan bekuan darah.
q. Tes stress olah raga
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering dilakukan sehubungan dengan
pencitraan talium pada fase penyembuhan.
B. KONSEP ASUHAN KEGAWATDARURATAN
1. Pengkajian Primer
a. Airways
12. Sumbatan atau penumpukan secret
Wheezing atau krekles
b. Breathing
Sesak dengan aktifitas ringan atau istirahat
RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal
Ronchi, krekles
Ekspansi dada tidak penuh
Penggunaan otot bantu nafas
c. Circulation
Nadi lemah , tidak teratur
Takikardi
TD meningkat / menurun
Edema
Gelisah
Akral dingin
Kulit pucat, sianosis
Output urine menurun
2. Pengkajian Sekunder
a. Pemeriksaan fisik
1. Aktifitas
Gejala : Kelemahan, Kelelahan, Tidak dapat tidur, Pola hidup menetap, Jadwal olah raga tidak
teratur
Tanda :
Takikardi
Dispnea pada istirahat atau aktifitas
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah,
diabetes mellitus.
Tanda :
Tekanan darah, Dapat normal / naik / turun, Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk
atau berdiri
13. Nadi: Dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian
kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
Bunyi jantung: Bunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau
penurunan konraktilits atau komplain ventrikel
Murmur: Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
Friksi ; dicurigai Perikarditis
Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin ada dengan
gagal jantung atau ventrikel
Warna :Pucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
3. Integritas ego
Tanda : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang,
focus pada diri sendiri, koma nyeri
Gejala : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah
dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga
4. Eliminasi
Tanda : normal, bunyi usus menurun.
5. Makanan atau cairan
Tanda : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat badan
Gejala : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
6. Hygiene
Gejala atau tanda : lesulitan melakukan tugas perawatan
7. Neurosensori
Tanda : perubahan mental, kelemahan
Gejala : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
8. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala :
Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak
hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral)
14. Lokasi: Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang,
wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
Kualitas: “Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat
Intensitas : Biasanya 10(pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah
dialami.
Catatan : nyeri mungkin tidak ada pada pasien pasca operasi, diabetes mellitus , hipertensi, lansia
9. Pernafasan:
Tanda :
peningkatan frekuensi pernafasan
nafas sesak / kuat
pucat, sianosis
bunyi nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
Gejala :
dispnea tanpa atau dengan kerja
dispnea nocturnal
batuk dengan atau tanpa produksi sputum
riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
10. Interkasi social
Tanda :
Kesulitan istirahat dengan tenang
Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut )
Menarik diri
Gejala :
Stress
Kesulitan koping dengan stressor yang ada missal : penyakit, perawatan di RS
b. Data penunjang lain dan Laboratorium
Tes laboratorium yang sering dilakukan diuraikan pada tabel berikut:
Jenis
Pemeriksaan
Interpretasi Hasil
15. EKG
Laboratorium:
Enzim/Isoenzim
Jantung
Radiologi
Ekokardiografi
Radioisotop
Masa setelah serangan:
Beberapa jam: variasi normal, perubahan tidak khas sampai adanya Q
patologis dan elevasi segmen ST
Sehari/kurang seminggu: inversi gelombang T dan elvasi ST
berkurang
Seminggu/beberapa bulan: gelombang Q menetap
Setahun: pada 10% kasus dapat kembali normal.
Peningkatan kadar enzim (kreatin-fosfokinase atau aspartat amino
transferase/SGOT, laktat dehidrogenase/-HBDH) atau isoenzim (CPK-
MB)merupakan indikator spesifik IMA.
Tidak banyak membantu diagnosis IMA tetapi berguna untuk
mendeteksi adanya bendungan paru (gagal jantung), kadang dapat
ditemukan kardiomegali.
Dapat tampak kontraksi asinergi di daerah yang rusak dan penebalan
sistolik dinding jantung yang menurun. Dapat mendeteksi daerah dan
luasnya kerusakan miokard, adanya penyulit seperti anerisma
ventrikel, trombus, ruptur muskulus papilaris atau korda tendinea,
ruptur septum, tamponade akibat ruptur jantung, pseudoaneurisma
jantung.
Berguna bila hasil pemeriksaan lain masih meragukan adanya IMA.
3. Diagnosa Keperawatan Utama
1.Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
2.Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
3.Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi;
ancaman kematian.
4.(Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik
jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard,
kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
5.(Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
16. 6.(Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan
natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
7.Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah
interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan
status kesehatan yang akan datang.
4. Intervensi dan Rasional
1.Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi,
intensitas, durasi), catat setiap respon
verbal/non verbal, perubahan hemo-
dinamik
2. Berikan lingkungan yang tenang dan
tunjukkan perhatian yang tulus kepada
klien.
3. Bantu melakukan teknik relaksasi
(napas dalam/perlahan, distraksi,
visualisasi, bimbingan imajinasi)
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai
indikasi:
- Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-
Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)
- Beta-Bloker seperti atenolol
(Tenormin), pindolol (Visken),
propanolol (Inderal)
- Analgetik seperti morfin, meperidin
(Demerol)
- Penyekat saluran kalsium seperti
Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil
dalam variasi respon verbal non verbal yang juga
bersifat individual sehingga perlu digambarkan
secara rinci untuk menetukan intervensi yang tepat.
Menurunkan rangsang eksternal yang dapat
memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri
dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh
terhadap nyeri.
Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi
koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan
perfusi miokard.
Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek
hambatan rangsang simpatis.(Kontra-indikasi:
kontraksi miokard yang buruk)
Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk
menurunkan nyeri hebat pada fase akut atau nyeri
berulang yang tak dapat dihilangkan dengan
nitrogliserin.
Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat
meningkatkan sirkulasi koroner dan kolateral,
menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen
17. verapamil (Calan), diltiazem
(Prokardia).
miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai
antiaritmia.
2.Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau HR, irama, dan perubahan TD
sebelum, selama dan sesudah aktivitas
sesuai indikasi.
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
3. Anjurkan klien untuk menghindari
peningkatan tekanan abdominal.
4. Batasi pengunjung sesuai dengan
keadaan klinis klien.
5. Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan
klien dan jelaskan pola peningkatan
aktivitas bertahap.
6. Kolaborasi pelaksanaan program
rehabilitasi pasca serangan IMA.
Menentukan respon klien terhadap
aktivitas.
Menurunkan kerja miokard/konsumsi
oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
Manuver Valsava seperti menahan napas,
menunduk, batuk keras dan mengedan
dapat mengakibatkan bradikardia,
penurunan curah jantung yang kemudian
disusul dengan takikardia dan
peningkatan tekanan darah.
Keterlibatan dalam pembicaraan panjang
dapat melelahkan klien tetapi kunjungan
orang penting dalam suasana tenang
bersifat terapeutik.
Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai
dengan kemampuan kerja jantung.
Menggalang kerjasama tim kesehatan
dalam proses penyembuhan klien.
3.Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi;
ancaman kematian.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau respon verbal dan non verbal
yang menunjukkan kecemasan klien.
Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan
secara langsung tetapi kecemasan dapat
dinilai dari perilaku verbal dan non verbal
yang dapat menunjukkan adanya
18. 2. Dorong klien untuk mengekspresikan
perasaan marah, cemas/takut terhadap
situasi krisis yang dialaminya.
3. Orientasikan klien dan orang terdekat
terhadap prosedur rutin dan aktivitas
yang diharapkan.
4. Kolaborasi pemberian agen terapeutik
anti cemas/sedativa sesuai indikasi
(Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-
mane, Lorazepam/Ativan).
kegelisahan, kemarahan, penolakan dan
sebagainya.
Respon klien terhadap situasi IMA
bervariasi, dapat berupa cemas/takut
terhadap ancaman kematian, cemas
terhadap ancaman kehilangan pekerjaan,
perubahan peran sosial dan sebagainya.
Informasi yang tepat tentang situasi yang
dihadapi klien dapat menurunkan
kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan
sekitar dan membantu klien mengantisipasi
dan menerima situasi yang terjadi.
Meningkatkan relaksasi dan menurunkan
kecemasan.
4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik
jantung; penurunan preload/peningkatan tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard,
kerusakan struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam
keadaan baring, duduk dan berdiri (bila
memungkinkan)
Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari
disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokard
dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi
juga banyak terjadi yang mungkin
berhubungan dengan nyeri, cemas,
peningkatan katekolamin dan atau masalah
vaskuler sebelumnya. Hipotensi ortostatik
berhubungan dengan komplikasi GJK.
19. 2. Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya
murmur.
3. Auskultasi bunyi napas.
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan
mudah dikunyah.
5. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai
kebutuhan klien
6. Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok
sesuai indikasi.
7. Bantu pemasangan/pertahankan paten-si
pacu jantung bila digunakan.
Penurunanan curah jantung ditunjukkan
oleh denyut nadi yang lemah dan HR yang
meningkat.
S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi
mitral, peningkatan kerja ventrikel kiri
yang disertai infark yang berat. S4
mungkin berhubungan dengan iskemia
miokardia, kekakuan ventrikel dan
hipertensi. Murmur menunjukkan
gangguan aliran darah normal dalam
jantung seperti pada kelainan katup,
kerusakan septum atau vibrasi otot papilar.
Krekels menunjukkan kongesti paru yang
mungkin terjadi karena penurunan fungsi
miokard.
Makan dalam volume yang besar dapat
meningkatkan kerja miokard dan memicu
rangsang vagal yang mengakibatkan
terjadinya bradikardia.
Meningkatkan suplai oksigen untuk
kebutuhan miokard dan menurunkan
iskemia.
Jalur IV yang paten penting untuk
pemberian obat darurat bila terjadi
disritmia atau nyeri dada berulang.
Pacu jantung mungkin merupakan tindakan
dukungan sementara selama fase akut atau
mungkin diperlukan secara permanen pada
infark luas/kerusakan sistem konduksi.
20. 5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Pantau perubahan kesadaran/keadaan
mental yang tiba-tiba seperti bingung,
letargi, gelisah, syok.
2. Pantau tanda-tanda sianosis, kulit
dingin/lembab dan catat kekuatan nadi
perifer.
3. Pantau fungsi pernapasan (frekuensi,
kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi
napas)
4. Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia,
penurunan bising usus, mual-muntah,
distensi abdomen dan konstipasi)
5. Pantau asupan caiaran dan haluaran
urine, catat berat jenis.
6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium
(gas darah, BUN, kretinin, elektrolit)
7. Kolaborasi pemberian agen terapeutik
yang diperlukan:
- Hepari / Natrium Warfarin (Couma-din)
Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh
curah jantung di samping kadar elektrolit
dan variasi asam basa, hipoksia atau
emboli sistemik.
Penurunan curah jantung menyebabkan
vasokonstriksi sistemik yang dibuktikan
oleh penurunan perfusi perifer (kulit) dan
penurunan denyut nadi.
Kegagalan pompa jantung dapat
menimbulkan distres pernapasan. Di
samping itu dispnea tiba-tiba atau berlanjut
menunjukkan komplokasi tromboemboli
paru.
Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat
menimbulkan disfungsi gastrointestinal
Asupan cairan yang tidak adekuat dapat
menurunkan volume sirkulasi yang
berdampak negatif terhadap perfusi dan
fungsi ginjal dan organ lainnya. BJ urine
merupakan indikator status hidrsi dan
fungsi ginjal.
Penting sebagai indikator perfusi/fungsi
organ.
Heparin dosis rendah mungkin diberikan
mungkin diberikan secara profilaksis pada
klien yang berisiko tinggi seperti fibrilasi
atrial, kegemukan, anerisma ventrikel atau
riwayat tromboplebitis. Coumadin
21. - Simetidin (Tagamet), Ranitidin (Zantac),
Antasida.
- Trombolitik (t-PA, Streptokinase)
merupakan antikoagulan jangka panjang.
Menurunkan/menetralkan asam lambung,
mencegah ketidaknyamanan akibat iritasi
gaster khususnya karena adanya penurunan
sirkulasi mukosa.
Pada infark luas atau IM baru, trombolitik
merupakan pilihan utama (dalam 6 jam
pertama serangan IMA) untuk
memecahkan bekuan dan memperbaiki
perfusi miokard.
6. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal; peningkatan
natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Auskultasi bunyi napas terhadap adanya
krekels.
2. Pantau adanya DVJ dan edema anasarka
3. Hitung keseimbangan cairan dan timbang
berat badan setiap hari bila tidak
kontraindikasi.
4. Pertahankan asupan cairan total 2000
ml/24 jam dalam batas toleransi
kardiovaskuler.
5. Kolaborasi pemberian diet rendah
natrium.
Indikasi terjadinya edema paru sekunder
akibat dekompensasi jantung.
Dicurigai adanya GJK atau kelebihan
volume cairan (overhidrasi)
Penurunan curah jantung mengakibatkan
gangguan perfusi ginjal, retensi natrium/air
dan penurunan haluaran urine.
Keseimbangan cairan positif yang
ditunjang gejala lain (peningkatan BB yang
tiba-tiba) menunjukkan kelebihan volume
cairan/gagal jantung.
Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang
dewasa tetapi tetap disesuaikan dengan
adanya dekompensasi jantung.
Natrium mengakibatkan retensi cairan
sehingga harus dibatasi.
22. 6. Kolaborasi pemberian diuretik sesuia
indikasi (Furosemid/Lasix, Hidralazin/
Apresoline, Spironlakton/ Hidronolak-
ton/Aldactone)
7. Pantau kadar kalium sesuai indikasi.
Diuretik mungkin diperlukan untuk
mengoreksi kelebihan volume cairan.
Hipokalemia dapat terjadi pada terapi
diuretik yang juga meningkatkan
pengeluaran kalium.
8. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang terpajan atau salah
interpretasi terhadap informasi tentang fungsi jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan
status kesehatan yang akan datang.
INTERVENSI KEPERAWATAN RASIONAL
1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang
terdekat dan kemampuan/kesiapan
belajar klien.
2. Berikan informasi dalam berbagai variasi
proses pembelajaran. (Tanya jawab,
leaflet instruksi ringkas, aktivitas
kelompok)
3. Berikan penekanan penjelasan tentang
faktor risiko, pembatasan diet/aktivitas,
obat dan gejala yang memerlukan
perhatian cepat/darurat.
4. Peringatkan untuk menghindari aktivitas
isometrik, manuver Valsava dan aktivitas
yang memerlukan tangan diposisikan di
atas kepala.
5. Jelaskan program peningkatan aktivitas
bertahap (Contoh: duduk, berdiri, jalan,
Proses pembelajaran sangat dipengaruhi
oleh kesiapan fisik dan mental klien.
Meningkatkan penyerapan materi
pembelajaran.
Memberikan informasi terlalu luas tidak
lebih bermanfaat daripada penjelasan
ringkas dengan penekanan pada hal-hal
penting yang signifikan bagi kesehatan
klien.
Aktivitas ini sangat meningkatkan beban
kerja miokard dan meningkatkan
kebutuhan oksigen serta dapat merugikan
kontraktilitas yang dapat memicu serangan
ulang.
Meningkatkan aktivitas secara bertahap
meningkatkan kekuatan dan mencegah
aktivitas yang berlebihan. Di samping itu
23. kerja ringan, kerja sedang) juga dapat meningkatkan sirkulasi kolateral
dan memungkinkan kembalinya pola hidup
normal.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan hari rabu, tanggal 4-5 april 2012
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Umur : 64 tahun
Pendidikan : Tamat SD/sederajad
Pekerjaan : buruh
Status : Kawin
Alamat : keringan Rt 3/1, magelang
No Register : 12 03 27 99
Diagnosa Medis : AMI / STEMI
Penanggung jawab :
Nama : Tn P
Umur :-
Pendidikan : Tamat SLTP / sederajad
Pekerjaan : Buruh
hubungan dengan klien : suami klien
B. RIWAYAT KESEHATAN
24. 1. Keluhan Utama
Nyeri dada kiri
2. Riwayat Penyakit Sekarang
3 jam sebelum masuk RS, klien tiba – tiba merasakan nyeri dada kiri dan nyeri ulu hati, lalu
oleh keluarganya klien dibawa ke UGD RSUD TIDAR.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien mengatakan pernah di okname di Sumah Sakit dank klien tidak mempenyai riwayat
penyakit menular seperti DM, Hepatitis,Asma dan lain-lain .
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit DM, TBC, jantung
C. PENGKAJIAN PRIMER
1. Airway
Jalan nafas bersih, tidak ada sumbatan jalan nafas, tidak ada sekret
2. Breathing
RR 24 x/menit, irama teratur, dalam, suara nafas vesikuler, tidak ada tarikan otot intercosta,
tidak ada nafas cuping hidung, tidak ada wheezing maupun ronkhi, reflek batuk ada, terpasang
O2 3 Liter / menit dengan nasal kanul
3. Sirkulasi
Tekanan darah 166/95 mmHg, nadi 97 x/menit, teratur, kuat, suhu 36,4 0 C, akral hangat, tidak
gelisah, tidak ada sianosis, kulit tidak pucat, capillary refill < 3 detik, terdapat nyeri dada kiri dan
nyeri ulu hati, nyeri menetap, seperti ditusuk-tusuk.
D. PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Keadaan umum
Klien tampak lemah
2. Kesadaran
Kompos mentis, GCS 15 ( E4M6V5 )
3. Tanda-tanda vital
TD : 156 / 90 mmHg
HR : 96 x / menit
25. RR : 24 x / menit
Suhu : 36,2 oC
SaO2 : 100%
4. BB : 50 kg TB : 155 cm
5. Kepala
Bentuk mesochepal, rambut hitam dan ada sedikit uban, lurus, tidak mudah dicabut, kulit kepala
bersih, tidak ada ketombe
6. Mata
Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, diameter kurang lebih 3mm, reflek
cahaya mata kanan dan kiri positif, penglihatan baik
7. Telinga
Simetris antara telinga kanan dan telinga kiri, tidak ada discharge, tidak ada serumen,
pendengaran baik
8. Hidung
Tidak terdapat secret, bersih, tidak hiperemis, tidak ada septum deviasi, terpasang O2 3 Liter /
menit dengan nasal kanul.
9. Leher
Tidak ada kaku kuduk, tidak ada pembesaran kelenjar limpha dan tiroid, tidak ada peningkatan
JVP, JVP = R – 2 cmH2O
10. Dada
Paru - paru
I : Bentuk simetris, gerakan dada simetris, tidak ada tarikan otot intercosta
Pa : Stem fremitus kanan = kiri
Pe : Sonor seluruh lapang paru
Au : Suara dasar vesikuler, tidak ada wheezing maupun ronkhi
Jantung
I : Ictus cordis tidak tampak
Pa : terdapat pembesaran jantung (Cardiomegali)
Pe : Pekak, konfigurasi jantung dalam batas normal
Au : Bj S1-S2 murni, tidak ada gallop, bising maupun murmur
Abdomen
26. I : Datar
Au : Bising usus (+), 20 x/menit
Pa : tidak ada pembesaran hepar dan lien
Pe : Timpani
11. Ekstremitas
Ekstremitas atas dan bawah tidak ada edema, tidak ada sianosis, akral hangat, tonus otot baik,
nilai kekuatan otot 5, pergerakan terbatas, terpasang infus RL 20 tetes / menit dan dopamine (
0.75 ml / jam ) di tangan kiri.
12. Genitalia
Bersih, tidak ada hemoroid.
E. KEBUTUHAN SEHARI – HARI
1. Makanan dan cairan
Klien selama dirawat di ICU makan dengan diit cair 1700 kkal, selalu menghabikan 1 porsi
makanan yang dihidangkan sesuai diitnya. Saat ini klien sudah tidak mual, tidak muntah, tidak
ada anoreksia. Minum 3 –4 gelas / hari, terpasang infus RL 20 tetes / menit dan dopamine (
0.75 ml / jam ).
2. Eliminasi
Pola BAB di rumah maupun di ICU tidak ada perubahan, BAB setiap hari, konsistensi lembek.
Pola BAK di rumah maupun di ICU tidak ada perubahan, 4 – 5 kali / hari.
3. Kenyamanan
Terdapat nyeri dada sebelah kiri dan nyeri ulu hati. Nyeri bertambah berat bila melakukan
aktifitas, skala nyeri 6.
4. Oksigenasi
Tidak ada dispnea, wheezing maupun ronkhi, terpasang O2 3 L / m dengan nasal kanul.
27. F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG tanggal 28 april 2012
Hasil : ST elevasi dan Q patologis
2. Laboratorium darah
a. Tanggal 28 april 2012
Pemeriksaan Hasil Satuan Harga Normal
WBC 14.53 uL 4.8-10.8
RBC 36,7 uL M: 4.7-6.1, F: 4.2-5.4
HGB 4,17 g/dL M: 14-18, F:12-16
HCT 29,6 % M: 42-52, F: 37-47
MCV 88,9 fL 79.0-99.0
MCH 33,1 Pg 27.0-31.0
MCHC 14,1 g/dL 150-450
PLT 276 uL 11.5-14.5
RDW-DV 107 fL 35-47
PDW 29 fL 9.0-13.0
MPV 1,13 Fl 7.2-11.1
P-LCR 138 % 15.0-25.0
b. Tanggal 28 maret 2012
Kimia Klinik Profile Lemak
CK-MB : 97* Kolestrol total : 154
Gula Darah Trigeserida : 92
GDS : 76 Fungsi Liver
Fungsi Ginjal AST (SGOT) :446*
Ureum : 24 ALT (SGPT) 188*:
Kratinin : 1.35
Elektrolit
Natrium (Na) : 134*
28. Kalium (K) : 4.5
Klorida (Cl) : 97
c. Pemeriksaan tanggal 4 april 2012
Elektrolit
Natrium (Na) : 132*
kalium (K) : 3.2*
Klorida (Cl) : 93*
d. Pemeriksaan Radiologi 28 april 2012
Kesan : Cardiomegali dengan tanda –tanda oedema pulmonal.
e. Terapi
Terapi obat tanggal 4 april 2012
Aspelet : 1x1 Methioson : 3x1
KSR : 4x1 Laxadin : 3x1c
Vaclon :1x1 Clopomin : drip 0.9 6mcg.
Diqosin : 1x1 Azp : 3x5mg
terapi obat tanggal 5 april 2012
Aspilet : 1x1 Diazepam : 2x1
KSR : 4x1 Diqoxin : 1x1
Vaclon : 1x1 Methioson : 3x1
Laxadin : 3x1 Cairan Infus RL 20 x/menit
ANALISA DATA
No Data Fokus Etiologi Problem
1. Ds:
Klien mengeluh nyeri
dada kiri seperti ditekan
dan nyeri ulu hati dengan
skala nyeri 6 (rentang 0–
10 )
Do:
Iskemia otot jantung Nyeri
29. - Ekspresi wajah tegang
- Klien tampak meringis
kesakitan menahan sakit
- TD : 146 / 95 mmHg
- Nadi : 97 x/menit
2. Ds :
Klien mengatakan
badannya terasa lemes
dan mudah capek
Do:
- EKG : ST elevasi dan Q
patologis
- Klien tampak lemah
- TD : 146 / 95 mmHg
- Nadi : 97 x/menit
- Cardiomegali
Penurunan kontraktilitas
miokard
Penurunan curah
jantung
3. Ds:
Klien mengatakan dada
kiri terasa sakit dan
badannya terasa lemah
Do:
- Klien tampak lemah
- TD : 146 / 95 mmHg
- Nadi : 97 x/menit
- ADL dibantu keluarga
dan perawat
Ketidakseimbangan
antara suplai oksigen
miokard dan kebutuhan
tubuh
Intoleransi aktifitas
2. Diagnosa
Definisi diagnosa keperawatan
30. The North American Nursing Diagnosis Association (NANDA, 1992) mendefinisikan
diagnosa keperawatan semacam keputusan klinik yang mencakup klien, keluarga, dan respon
komunitas terhadap sesuatu yan berpotensi sebagai masalah kesehatan dalam proses kehidupan.
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah sebagai berikut :
1. Nyeri berhubungan dengan iskemia otot jantung
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai oksigen miokard dan
kebutuhan tubuh
3. Resiko tinggi Penurunan curah jantung berhubungan dengan penurunan kontraktilitas dan
pembesaran jantung atau penurunan COP
PERENCANAAN
NO
DP
TUJUAN –KRITERIA
HASIL
INTERVENSI
1. Nyeri hilang / berkurang
setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24
jam dengan kriteria hasil :
- Pasien mengatakan nyeri
hilang / berkurang
- Ekspresi wajah rilex
- Skala nyeri 0-3
- TTV dalam batas normal :
TD : 120/ 80 mmHg
Nadi : 60 – 100 x/menit
RR : 16 – 24 x/menit
Suhu : 36-37 oC
- Pertahankan tirah baring dan posisi yang nyaman
- Kaji tingkat nyeri klien ( kwalitas, durasi, skala )
- Ajarkan tehnik relaksasi dengan tarik nafas panjang
dan mengeluarkannya pelan-pelan melalui mulut
- Monitor TTV tiap jam
- Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman dengan
membatasi pengunjung
- Kolaborasi medis untuk pemberian analgetik
- Kolaborasi pemberian )ksigen
2. Klien mampu
mendemonstrasikan
- catat frekuensi, irama jantung, perubahan tekanan
darah, sebelum, selama dan sesudah aktifitas
31. peningkatan toleransi aktifitas
setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 2 x 24 jam
dengan kriteria hasil :
-TTV dalam batas normal
TD : 120/ 80 mmHg
Nadi : 60 – 100 x/menit
RR : 16 – 24 x/menit
Suhu : 36-37 oC
- akral hangat
- melaporkan tidak adanya nyeri
dada / nyeri dada terkontrol
- batasi aktifitas saat nyeri
- berikan aktifitas senggang yang tidak berat
- anjurkan klien menghindari tekanan abdomen (
mengejan ) saat defekasi
- kaji ulang tanda/ gejala yang menunjukkan tidak
toleransi terhadap aktifitas
- evaluasi EKG setiap hari
- kolaborasi : rujuk ke program rehabilitasi jantung
3. Tidak terjadi penurunan curah
jantung setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 2
x 24 jam dengan kriteria hasil :
- EKG : NSR
- TD : 120/ 80 mmHg
- Nadi : 60 – 100 x/menit
- RR : 16 – 24 x/menit
- Urin : 0,5 – 1 cc/ jam
- Tidak ada sianosis
- Akral hangat
- Kaji ulang TTV tiap jam
- Kaji ulang adanya sianosis, akral dingin
- Anjurkan klien untuk istirahat
- Batasi aktifitas klien
- Berikan makanan sesuai diitnya
- Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
- Kolaborasi pemberian oksigen
CATATAN KEPERAWATAN
NO
DX
TGL
/JAM
IMPLEMENTASI-RESPON EVALUASI TTD
1 4/4/2012
8.00
- Memonitor TTV
Respon :
TD : 146/95 mmHg
Jam 13.30
S : Klien mengatakan
nyeri berkurang dengan
32. 8.05
8.10
8.15
8.20
8.30
10.00
HR : 97 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 36,4 oC
- Mempertahankan tirah baring
Respon :
- Mengajarkan tehnik relaksasi dengan tarik
nafas panjang dan mengeluarkannya pelan-
pelan melalui mulut
Respon : klien mampu melakukan tehnik
relaksasai dengan benar
- Mempertahankan O2 nasal kanul 3
Liter/menit
Respon : Aliran oksigen lancar
- Mengkaji adanya nyeri
Respon : Nyeri dada kiri dengan skala
nyeri 5
- Memberikan obat diazepam 5 mg
Respon : obat diminum klien setelah
makan
- Menciptakan suasana tenang
Respon : pengunjung bergantian dan
tidak berkunjung saat klien istirahat / tidur
skala nyeri 4
O :
- Ekspresi wajah rileks
- Klien tidak merintih
kesakitan
- TD : 148/90 mmHg
- N : 88 x/menit
A: masalah teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi
- Observasi TTV tiap
jam
- Ajarkan tehnik
relaksasi
- Berikan obat sesuai
indikasi
2 4/4/2012
8.50
8.55
- Menganjurkan klien unutk membatasi
aktifitas dan melakukan aktifitas sesuai
kemampuan
Respon : klien kooperatif dan bersedia
memenuhi anjuran perawat
- Menciptakan suasana yang tenag dengan
membatasi pengunjung
Respon : keluarga dapat memenuhi
anjuran dari perawat
jam 13.30 :
S : klien mengatakan lemes
badannya berkurang
O :
- Klien tampak lebih
segar
- Klien bedrest
- Terpasang O2 3 L/m
- Terpasang infus RL di
33. 9.00
9.05
9.10
12.00
- Menganjurkan klien untuk menghindari
mengejan saat BAB
Respon : klien dapat memahami saran
dari perawat
- Memberikan laxadin 1 sendok teh
Respon : obat telah diminum klien
- Membantu klien BAK dengan urinal diatas
tempat tidur
Respon : klien BAK dengan urinal diatas
tempat tidur, urin 100 cc, warna kuning
transparan
- Membantu klien makan di atas tempat
tidur ( menyuapi )
Respon : klien menghabiskan 1 porsi
makanan yang disediakan sesuai diitnya
- memberikan obat aspilet, vacloh, digoxin,
dopamine masuk melalui IV perbolus 0.96
mcg/dl 50cc
tangan kiri
- TD 148/90 mmHg
- Nadi 88 x / menit
A: Masalah teratasi
sebagian
P: Lanjutkan intervensi
- Bantu klien dalam
AKS
- Monitor TTV tiap jam
3 4/4/2012
8.30
9.00
9.15
- Mengkaji adanya sianosis, akral dingin
Respon : tidak ada sianosis, akral hangat
- Memonitor TTV
Respon :
TD : 150/124 mmHg
HR : 92 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,3 oC
- Menganjurkan klien untuk banyak
istirahat
Respon : klien dapat memahami saran dari
perawat
- Memberikan klien makanan sesuai diitnya
Jam 13.30
S :
klien mengatakan
lemes badannya
berkurang
O :
- Klien tampak lebih
segar
- Klien bedrest
- EKG : ST elevasi, Q
patologis
- TD : 148/90 mmHg
- N : 88 x/menit
34. 12.00
12.05
Respon : klien makan 1 porsi makanan
yang dihidangkan sesuai diitnya
- Memberikan obat, Diazepam 5 mg,
- Sesak nafas berkurang
- RR 24x/mnt
- Nafas cepat dan
dangkal, irama teratur
- TD 140 / 90 mmHg
- Nadi 120x/menit
A : masalah teratasi
sebagian
P : lanjutkan intervensi
: observasi TTV tiap
jam
1 5/4/2012
07.00
07.05
07.10
07.15
08.00
- Mengkaji adanya nyeri
Respon : Nyeri dada kiri dengan skala
nyeri 5
- Mengajarkan tehnik relaksasi dengan tarik
nafas panjang dan mengeluarkannya pelan-
pelan melalui mulut
Respon : klien mampu melakukan tehnik
relaksasai dengan benar
- Mempertahankan O2 nasal kanul 3
Liter/menit
Respon : Aliran oksigen lancar
- Mempertahankan tirah baring
Respon : klien bedrest
- Memonitor TTV
Respon :
TD : 130/90 mmHg
HR : 84 x /menit
RR : 18 x /menit
Suhu : 36,1 oC
- Memberikan Diazepam 1 c
Jam 13.30
S: Klien mengatakan
sudah tidak nyeri lagi
O :
- Ekspresi wajah rileks
- Klien tidak merintih
kesakitan
- TD: 120/80 mmHg
- N : 80 x /menit
A: masalah teratasi
P: Pertahankan intervensi
- Observasi TTV tiap
jam
- Ajarkan tehnik
relaksasi
- Berikan obat sesuai
indikasi
35. 08.15
10.00
Respon : obat diminum klien setelah
makan
- Menciptakan suasana tenang
Respon : pengunjung bergantian dan
tidak berkunjung saat klien istirahat / tidur
2 5/4/2012
8.00
8.15
8.30
12.00
- Memonitor TTV
Respon :
TD : 130/90 mmHg
HR : 84 x/menit
RR : 18 x/menit
Suhu : 36,3 oC
- Mengkaji adanya sianosis, akral dingin
Respon : tidak ada sianosis, akral hangat
- Memberikan klien makanan sesuai diitnya
- Respon : klien makan 1 porsi makanan
yang dihidangkan sesuai diitnya
- Memberikan obat Aspilet, Diazepam 5
mg, KSR, Vacloh, Digoxin, methioson,
Respon : obat telah diminum klien
- Menganjurkan klien untuk banyak
istirahat
Respon : klien dapat memahami saran dari
perawat
Jam 13.30
S: klien mengatakan
badannya sudah tidak
lemes lagi
O :
- Klien tampak segar
- Klien bedrest
- EKG : ST elevasi, Q
patologis
- TD : 120/80 mmHg
- N : 80 x/menit
A : masalah teratasi
Tidak terjadi penurunan
curah jantung
P: pertahankan intervensi :
- observasi TTV tiap jam
3 5/4/2012
07.00
8.00
- Menganjurkan klien untuk menghindari
mengejan saat BAB
Respon : klien dapat memahami saran
dari perawat
- Membantu klien BAK dengan urinal diatas
tempat tidur
jam 13.30 :
S: klien mengatakan
badannya tidak lemas
lagi
O :
- Klien tampak segar
36. 9.00
9.15
10.00
Respon : klien BAK dengan urinal diatas
tempat tidur, urin 100 cc, warna kuning
transparan
- Membantu klien makan di atas tempat
tidur (menyuapi)
Respon : klien menghabiskan 1 porsi
makanan yang disediakan sesuai diitnya
- Pemberian obat laxadin 1c
Respon : obat masuk per oral
- Menciptakan suasana yang tenang dengan
membatasi pengunjung
Respon : keluarga dapat memenuhi
anjuran dari perawat
- Klien bedrest
- Terpasang O2 3 L/m
- Terpasang infus RL di
tangan kiri
- TD 120/80 mmHg
- Nadi 80 x / menit
A: Masalah teratasi
P: Pertahankan intervensi
- Bantu klien dalam
AKS
- Monitor TTV tiap jam
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Miokard infrak merupakan kematian jaringan miokard yang diakibatkan penurunan
secara tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau terjadinya peningkatan kebutuhan
oksigen secara tiba-tiba tanpa perfusi arteri koronaria yang cukup.
Gejala yang sering muncul pada penderita infark miokardium biasanya Nyeri dada yang
tiba – tiba dan berlangsung terus menerus, nyeri akan terasa semakin berat sampai tidak
tertahankan, rasa nyeri yang tajam dan berat, biasa menyebar kebahu dan lengan dan biasanya
lengan kiri. Dan menetap selama berjam - jam sampai beberapa hari dan tidak akan hilang
dengan istirahat maupun nitrogliserin, nyeri biasanya sering diserai napas pendek, pucat,
berkeringat dingin, pusing kepala,mual dan muntah – muntah, dan kebanyakan dari penderita
AMI/STEMI akan mengalami kematian.
B. Saran
Semoga apa yang kelompok sajikan dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan
sebagai masukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang lebih baik bagi pasien. Kelompok
sadar bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna sehingga kelompok berharap
37. agar makalah ini menjadi motivasi bagi teman-teman untuk membuat makalah yang lebih baik
sehingga menambah wawasan bagi semua. Kelompok juga berharap agar aplikasi perawatan
pasien dengan Akut Limb Iskemi dapat di laksanakan sesuai dengan tata laksana dalam
perawatan pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi pada Praktik Klinis. Edisi 9
. Jakarta: EGC
Elliott M. Antman,Eugene Braunwald. (2005). Acute MyocardialInfarction;Harrison’s Principles
of Medicine 15th edition, page 1-17
Lily Ismudiati Rilantono, dkk. (2004). Buku Ajar Kardiologi;Fakultas Kedokteran. Hal 173-181
. Jakarta: Universitas Indonesia
Lumanau J. (2004). Hiperhomosisteinemia. Meditek . Jakarta: FK
(ST ELEVASI MIOCARDIAK INFARK)
INFARK MIOKARD
1. Definisi
Infark miokard adalah kematian jaringan miokard yang diakibatkan oleh kerusakan aliran darah
koroner moikard (Carpenito, 2001).
Hudak & Gallo, 1994, infark miokard adalah akibat dari penyakit arteri koroner (PAK) dengan
kerusakan jaringan yang menyertai dan nekrosis.
Infark miokard adalah kematian jaringan otot jantung yang ditandai adanya sakit dada yang khas:
lama sakitnya lebih dari 30 menit, tidak hilang dengan istirahat atau pemberian anti angina (
PKJPDN Harapan Kita, 2001).
2. Etiologi
Ketidakadekuatan aliran darah akibat dari penyempitan, sumbatan, arteri koronaria akibat
terjadinya aterosklerosis, atau penurunan aliran darah akibat syok atau perdarahan
Faktor resiko menurut Framingham:
Hiperkolesterolemia : > 275 mg/dl
Merokok sigaret : > 20/hari
Kegemukan : > 120 % dari BB ideal
Hipertensi : > 160/90 mmHg
Gayahidup monoton
Faktor-faktor lain yang dapat memungkinkan berkembangnya PAK adalah sbb :
Riwayat penyakit jantung keluarga
Kepribadian tipe A (sangat ambisius, pandangan kompetitif, serba cepat)
Diabetes militus atau ters toleransi glukosa abnormal
Jenis kelamin pria
38. Menggunakan kontrasepsi oral
Menopause
Diet kolesterol tinggi dan lemak tinggi
3. Tanda dan gejala
Secara khas nyeri dirasakan di daerah perikardial sering dirasakan sebagai suatu desakan,
diperas, ditekan, dicekik, dan nyeri seperti terbakar, rasanya tajam dan menekan atau sangat
nyeri, nyeri terus menerus, dan dangkal.
Nyeri dapat melebar ke belakang strenum sampai dada kiri, lengan kiri, leher, rahang, atau bahu
kiri.
4. Patofisiologi
Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 – 45 menit akan menyebabkan kerusakan seluler yang
irreversibel dan kematian otot atau nekrosis. Bagian miokardium yang mengelami infark atau
nekrosis akan berhenti berkontraksi secara permanen. Jaringan yang mengalami infark dikelilingi
oleh suatu daerah iskemik yang berpotensi dapat hidup. Bila pinggir daerah infark mengalami
nekrosis maka besar dearah infark akan bertambah besar, sedangkan perbaikan iskemia akan
memperkecil daerah nekrosis.
Infark miokardium biasanya menyerang daerah ventrikel kiri. Infark trasmural mengenai seluruh
tebal dinding yang bersangkutan, sedangkan infark subendokardial terbatas pada separuh bagian
dalam miokardium. Daerah lain yang biasanya terserang infark adalah bagian inferoir, lateral,
posterior, dan septum, infark luas yang melibatkan bagian besar ventrikel dinyatakan sesuai
dengan lokasi infark yaitu anteroseptal, anterolateral, inferolateral. Infark dinding ventrikel
kanan juga ditemukan pada sekitar seperempat kasus infark dinding posterior kiri, pada kondisi
ini disebut sebagai infark biventrikuler.
Otot yang mengalami infark akan mengalami serangkaian perubahan selama berlangsungnya
proses penyembuhan, mula-mula otot yang mengalami infark tampak memar dan sianotik akibat
terputusnya alioran darah regional kemudian dalam jangka waktu 24 jam akan timbul edema pda
sel-sel, respon peradangan disertai infiltrasi leukosit. Enzim-enzim jantung akan terlepas dari sel-
sel ini, menjelang hari kedua atau ketiga mulai terjadi proses degradasi ringan dan pembuangan
semua serabut nekrotik. Selama fase ini dinding nekrotik relatif tipis, kira-kira pada minggu
ketiga mulai terbentuk jaringan parut. Lambat laun jaringan penyambung fibrosa menggantikan
otot yang nekrosis dan mengalami penebalan yang progresif. Pada minggu keenam parut sudah
terbentuk dengan jelas.
Akibat yang terjadi karena infark miokardiun adalah daya kontraksi menurun, gerakan dinding
abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel, pengurangan curah sekuncup,
pengurangan fraksi ejeksi, peningkatan volume akhir sistolok dan akhir diastolik ventrikel serta
peningkatan akhir diastolik ventrikel kiri.
Derajat gangguan fungsional akibat infark tergantung dari :
Ukuran infark : infark yang melebihi 40 % miokardium berkaitan dengan insiden syok
kardiogenik tinggi.
Lokasi infark : lokasi di dinding anterior lebih besar kemungkinannya mengurangi fungsi
mekanik dibandingkan dengan kerusakan dinding inferior.
Fungsi miokardium yang terlibat : infark tua akan membahayakan fungsi miokardium sisanya.
Sirkulasi kolateral : baik melalui anastomosis arteria yang sudah ada atau melalui saluran yang
baru terbentuk, dapat berkembang sebagai respon terhadap iskemia yang kronik dan hipoperfusi
regional guna memperbaiki aliran darah yang menuju ke miokardium terancam.
39. Mekanisme kompensasi dari kardiovaskular : mekanisme ini bekerja untuk mempertahankan
curah jantung dan perfusi perifer.
Kompensasi terhadap infark adalah sebagai berikut :
Peningkatan frekuensi jantung dan daya kontraksi.
Vasokonstriksi umum.
Retensi natrium dan air.
Dilatasi ventrikel.
Hipertropi ventrikel.
5. Pemeriksaan diagnostik
a. Elektrokardiografi
Pada EKG 12 lead, jaringan iskemik tetapi masih berfungsi akan menmghasilkan perubahan
gelombang T, menyebabkan inervasi saat aliran listrik diarahkan menjauh dari jaringan iskemik,
lebih serius lagi, jaringan iskemik akan mengubah segmen ST menyebabkan depresi ST.
Pada infark, miokard yang mati tidak mengkonduksi listrik dan gagal untuk repolarisasi secara
normal, mengakibatkan elevasi segmen ST. Saat nekrosis terbentuk, dengan penyembuhan cincin
iskemik disekitar area nekrotik, gelombang Q terbentuk. Area nekrotik adalah jaringan parut
yang tak aktif secara elektrikal, tetapi zona nekrotik akan menggambarkan perubahan gelombang
T saat iskemik terjasi lagi. Pada awal infark miokard, elevasi ST disertai dengan gelombang T
tinggi. Selama berjam-jam atau berhari-hari berikutnya, gelombang T membalik. Sesuai dengan
umur infark miokard, gelombang Q menetap dan segmen ST kembali normal.
Perubahan elektrokardiogram speifik pada infark moikard transmural akut :
Daerah infark Perubahan EKG
Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan resiprokal
(depresi ST) pada lead II, III, aVF.
Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan resiprokal
(depresi ST) V1 – V6, I, aVL.
Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6.
Posterior Perubahan resiprokal (depresi ST) pada II, III, aVF, terutama
gelombang R pada V1 – V2.
Ventrikel kanan Perubahan gambaran dinding inferior
b. Enzim-enzim jantung
Pemeriksaan seri enzim-enzi9m jantung diperoleh dari gambaran contoh darah tiap 8 jam selama
1 sampai 2 hari. Ketika terjadi cedera jaringan maka banyak protein terlepas dari bagian dalam
sel otot jantung ke dalam sirkulasi, enzim-enzim yang harus diobservasi adalah kreatinkinase
(CK), laktat dehidrogenase (LDH) dan transaminase oksaloasetat glutamik serum (SGOT)
c. Vektokardiografi
Pengukuran noninvasif aksis listrik untuk kecepatan dan arah konduksi dan gangguan seperti
hipertropi ventrikel kanan dan ventrikel jantung serta blok jantung.
d. Angiografi
Ters diagnostik invasif dengan memasukan katerterisasi jantung yang memungkinkan visualisasi
langsung terhadap arteri koroner besar dan pengukuran langsung terhadap ventrikel kiri.
e. Skintigrafi talium
Memungkinkan untuk imaging miokard setelah injeksi talium-201, suatu “cold spot” terjadi pada
gambaran yang menunjukan area iskemia.
6. Pengobatan
40. Obat anti koagulasi
Trombolitik
7. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Nyeri akut b/d agen injuri fisik
Intoleransi aktifitas b/d insufisiensi O2
Cemas b/d ancaman kematian
PK : Trombosis vena dalam
PK : Syok kardiogenik
PK : Gagal jantung kongestif
PK : IM kambuhan
PK : Disritmia
Sumber Pustaka
Bulecheck, 1996, Nursing Intervention Classification (NIC), Mosby-Year Book, USA
Carpenito, 1999, Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa keperawatan dan
masalah kolaboratif, EGC, Jakarta
Ignatavicius D. Donna & Workman L.M, 2002, Medical Sugical Nursing: Critical Thinking for
Collaborative Care, 4th edition, W.B Saunders: Philadelphia
LeMone. Pricilla & Burke M. Karen, 1996, Medical Surgical Critical Thinking in Clien Care,
Addison Wesley Nursing: California
Luckmann & Sorensen’s, 1993, Medical Surgical Nursing, 4th ed, W.B Saunders: Philadelphia
Nanda, 2001, Nursing Diagnoses Definition dan Classification, Philadelpia
Price & Wilson, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta.
WwwI.Us.Elsevierhealth.Com, 2004, Nursing Diagnosis : A Guide to Planning Care, fifth Edition.
Anak Menang
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Infark miokard akut (IMA) merupakan salah satu diagnosis
rawat inap tersering di Negara maju. Laju mortalitas awal 30% dengan lebih dari separuh
kematian terjadi sebelum pasien mencapai Rumah sakit. Walaupun laju mortalitas menurun
sebesar 30% dalam 2 dekade terakhir, sekita 1 diantara 25 pasien yang tetap hidup pada
perawatan awal, meninggal dalam tahun pertama setelah IMA (Sudoyo, 2006). IMA dengan
elevasi ST (ST elevation myocardial infarction = STEMI) merupakan bagian dari spectrum
sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris tak stabil, IMA tanpa elevasi ST,
dan IMA dengan elevasi ST. STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya
(Sudoyo, 2006). 2.2 Etiologi STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada
lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor seperti merokok, hipertensi dan
akumulasi lipid. 2.3 Patofisiologi STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun
secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada sebelumnya.
Stenosis arteri koroner derajat tinggi yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu
STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus
arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh
41. faktor seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid. Gambar 2.3.1: Sindrom Koroner akut
(Dikutip dari Antman) Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis
mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika kondisi local atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan oklusi
arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak koroner cendeeung mengalami rupture
jika mempunyai vibrous cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI
gambaran patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi alasan
pada STEMI memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi rupture
plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang
selanjutnya akan memproduksi dan melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor local yang
poten). Selain itu aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein
IIB/IIIA. Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor, mempunyai afinitas tinggi terhadap
sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti faktor von Willebrand
(vWF) dan fdibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalent yang dapat mengikat dua
platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan silang platelet dan agregasi. Kaskade
koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue faktor pada sel endotel yang rusak. Faktor VII dan X
diaktivasi mengakibatkan konversi protombin menjadi thrombin, yang kemudian menkonversi
fibrinogen menjadi fibrin. Arteri koroner yang terlibat (culprit) kemudian akan mengalami oklusi
oleh trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga disebabkan oleh oklusi
arteri koroner yang disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas congenital, spasme koroner
dan berbagai penyakit inflamasi sistemik. Gambar 2.3.2 Pembentukan Trombus 2.4 Manifestasi
Klinis Pasien yang datang dengan keluhan nyeri dada perlu dilakukan anamnesa secara cermat
apakah nyeri dadanya berasal dari jantung atau dari luar jantung. Jika dicurigai nyeri dada yang
berasal dari jantung dibedakan apakah nyerinnya berasal dari koroner atau bukan. Perlu
dianamnesis pula apakah ada riwayat infark miokard sebelumnya serta faktor-faktor risiko antara
lain hipertensi, diabetes militus, dislipidemia, merokok, stress serta riwayat sakit jantung koroner
pada keluarga. Nyeri Dada Bila dijumpai pasien dengan nyeri dada akut perlu dipastikan secara
cepat dan tepat apakah pasien menderita IMA atau tidak. Diagnosis yang terlambat atau yang
salah dalam jangka panjang dapat menyebabkan konsekuensi yang berat. Nyeri dada tipikal
(angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA. Gejala ini merupakan petanda awal dalam
pengelolaan pasien IMA. Sifat nyeri dada angina sebagai berikut: Lokasi: substernal,
retrosternal, dan prekordial. Sifat nyeri: rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan diplintir. Penjalaran ke: biasanya ke lengan kiri, dapat
juga ke leher, rahang bawah, gigi, punggung/interskapula, perut, dan juga ke lengan kanan. Nyeri
membaik atau hilang dengan istirahat, atau obat nitrat. Faktor pencetus: latihan fisik, stress
emosi, udara dingin, dan sesudah makan. Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas,
keringat dingin, cemas dan lemas. Diagnosis banding nyeri dada STEMI antara lain perikarditis
akut, emboli paru, diseksi aorta akut, kostokondritis dan gangguan gastrointestinal, Nyeri dada
tidak selalu ditemukan pada STEMI. STEMI tanpa nyeri lebih sering dijumpai pada diabetes
militus dan usia lanjut. Sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat (gelisah). Seringkali
ekstremitas pucat disertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada substernal >30 menit dan
banyak keringat dicurigai kuat adanya STEMI. Sekitar seperempat pasien infark anterior
mempunyai manifestasi hiperaktivitas saraf simpatis (takikardi dan atau hipotensi). Tanda fisis
lain pada disfungsi fentrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung
pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan murmur midsistolik atau
late sistlik apical yang bersifat sementara karena disfungsi apparatus katup mitral dan pericardial
42. friction rub. Peningkatan suhu sampai 38°C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca
STEMI. Diagnosis IMA dengan elevasi ST ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang
khas dan gambaran EKG adanya elevasi ST ≥2mm, minimal pada 2 sandapan prekordial yang
berdampingan atau ≥1mm pada 2 sandapan ekstremitas. Pemeriksaan enzim jantung, terutama
troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis, namun keputusan memberikan terapi
revaskularisasi tak perlu menunggu hasil pemeriksaan enzim, mengingat dalam tatalaksana IMA,
prinsip utama Penatalaksanaan adalah time is muscle. Pemeriksaan EKG 12 sandapan harus
dilakukan pada semua pasien dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai STEMI.
Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan di IGD. Pemeriksaan
EKG di IGD merupakan senter dalam menentukan keputusan terapi karena bukti kuat
menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat mengidentifikasi pasien yang bermanfaat
untuk dilakukan terapi perfusi. JIka pemeriksan EKG awal tidak diagnostic untuk STEMI tetapi
pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serial dengan interval 5-10
menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara continue harus dilakukan untuk mendeteksi
potensi perkembangan elevasi segmen ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan
harus diambil untuk mendeteksi kemungkinan infark pada ventrikel kanan. Sebagian besar
pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evlolusi menjadi gelombang Q
pada EKG yang akhirnya infark miokard gelombang Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark
miokard gelombang non Q. Jika obstruksi thrombus tidak total, obstruksi bersifat sementara atau
ditemukan banyak kolateral, biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut
biasanya mengalami angina pectoris tak stabil atau non STEMI. Pada bagian pasien tanpa elevasi
ST berkembang tanpa menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya istilah
infark miokard transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya
gelombang R dan infark miokard miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan
perubahan sementara segmen ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi
gambaran patologis EKG dengan lokasi infark (mural/transmural) sehingga terminology IMA
gelombang Q dan non Q menggantikan IMA mural/nontransmural. 2.5 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sebagai bagian dalam tatalaksana pasien STEMI
namun tidak boleh menghambat implementasi terapi repefusi. Petanda (Biomarker) Kerusakan
Jantung Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB dan cardiac specific
troponin (cTn)T atau cTn1 dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda
optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini juga
akan diikuti peningkatan CKMB. Pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi
reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.
Pengingkatan nilai enzim di atas 2 kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis jantung
(infark miokard). CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak
dalam 10-24 jam dan kembali normal dala 2-4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan kardioversi
elektrik dapat meningkatkan CKMB. cTn: ada 2 jenis yaitu cTn T dab cTn I. Enzi mini
meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn
T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. 2. Pemeriksaan
enzim jantung yang lain yaitu: Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai
puncak dalam 4-8 jam. Creatinin Kinase (CK): Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normal dalam 3-4 hari. Lactic
dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24 jam bila ada infark miokard, mencapai puncak 3-6
hari dan kembali normal dalam 8-14 hari. Garis horizontal menunjukkan upper reference limit
(URL) biomarker jantung pada laboratorium kimia klinis. URL adalah nilai mempresentasikan
43. 99th percentile kelompok control tanpa STEMI. Reaksi non spesifik terhadap injuri miokard
adalah leikositosis polimorfonuklear yang dapat terjadi dalam beberapa jam setelah onset nyeri
dan menetap selama 3-7 hari. Leukosit dapat mencapai 12.000-15.000/u1. 2.6 Penatalaksanaan
Tatalaksana IMA dengan elevasi ST saat ini mengacu pada data-data dari evidence based
berdasarkan penelitian randomized clinical trial yang terus berkembnag ataupun konsesus dari
para ahli sesuai pedoman (guideline). Tujuan utama tatalaksana IMA adalah diagnosis cepat,
menghilangkan nyeri dada, penilaian dan implementasi strategi perfusi yang mungkin dilakukan,
pemberian antitrombotik dan terapi antiplatelet, pemberian obat penunjang dan tatalaksana
komplikasi IMA. Terdapat beberapa pedoman (guidelie) dalam tatalaksana IMA dengan elevasi
ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2004 dan ESC tahun 2003. Walaupun demikian perlu disesuaikan
dengan kondisi sarana/fasilitas di tempat masing-masing senter dan kemampuan ahli yang ada
(khususnya di bidang kardiologi Intervensi). Tatalaksana Awal Tatalaksana Pra Rumah Sakit
Prognosis STEMI sebagian besar tergantung adanya 2 kelompok komplikasi umum yaitu:
komplikasi elektrikal (aritmia) dan komplikasi mekanik (pump failure). Sebagian besar kematian
di luar Rumah Sakit pada STEMI disebabkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang sebagian
besar terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala. Dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam
pertama. Sehingga elemen utama tatalaksana prahospital pada pasien yang dicurigai STEMI
antara lain: Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan medis. Segera
memanggil tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi. Transportasi pasien
ke Rumah Sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang
terlatih. Melakukan terapi perfusi. Keterlambatan terbanyak yang terjadi pada penanganan pasien
biasanya bukan selama transportasi ke Rumah Sakit, namun karena lama waktu mulai onset nyeri
dada sampai keputusan pasien untuk meminta pertolongan. Hal ini bisa di tanggulangi dengan
cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga professional kesehatan mengenai pentingnya
tatalaksana dini. Pemberian fibrinolitik pra hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedic di
ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasi EKG dan tatalaksana STEMI dan kendali
komando medis online yang bertanggung jawab pada pemberian terapi. Di Indonesia saat ini
pemberian trombolitik pra hospital ini belum bisa dilakukan. Panel A: Pasien dibawa oleh EMS
setelah memanggil 9-1-1: Reperfusi pada pasien STEMI dapat dilakukan dengan terapi
farmakologis (fibrinolisis) atau pendekatan kateter (PCI primer). Implementasi strategi ini
bervariasi tergantung cara transportasi pasien dan kemampuan penerimaan rumah sakit. Sasaran
adalah waktu iskemia total 120 menit. Waktu transport ke rumah sakit bervariasi dari kasus ke
kasus lainnya, tetapi sasaran waktu iskemik total adalah 120 menit. Terdapat 3 kemungkinan:
JIka EMS mempunyai kemampuan memberikan fibrinolitik dan pasien memennuhi syarat tetapi,
fibrinolisis pra rumah sakit dapat dimulai dalam 30 menit sejak EMS tiba. Jika EMS tidak
mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke rumah sakit dan pasien dibawa ke rumah sakit yang
tak tersedia sarana PCI, hospital door-needle time harus dalam 30 menit untuk pasien yang
mempunyai indikasi fibrinolitik. Jika EMS tidak mampu memberikan fibrinolisis sebelum ke
rumah sakit dan pasien dibawa ke rumah sakit dengan sarana PCI, hospital-door-to-balloon time
harus dalam waktu 90 menit. Tatalaksana di Ruang Emergensi Tujuan tatalaksana di IGD pada
pasien yang dicurigai STEMI mencakup: mengurangi/menghilangkan nyeri dada, identifikasi
cepat pasien yang merupakan kandidat terapi perfusi segera, triase pasien risiko rendah ke
ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.
Tatalaksana Umum Oksigen Suplemen oksigen harus diberikan pada pasien dengan saturasi
oksigen arteri <90%. Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen
selama 6 jam pertama. Nitrogliserin (NTG) Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan
44. aman dengan dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan Intervensi 5 menit. Selain
mengurangi nyeri dada, NTG juga dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen miokard dengan cara dilatasi pembuluh
koroner yang terkena infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus berlangsung dapat
diberikan NGT intravena. NGT intravena juga diberikan untuk mngendalikan hipertensi atau
edema paru. Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan darah sistolik <90mmHg
atau pasien yang dicurigai menderita infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP
meningkat, paru bersih dan hipotensi). Nitrat juga harus dihindari pada pasien yang
menggunakan phosphodiesterase-5 inhibitor sildenafil dalam 24 jam sebelumnya karena dapat
memicu efek hipotensi nitrat. Mengurangi/menghilangkan nyeri dada Mengurangi atau
menghilangkan nyeri dada sangat penting, karena nyeri dikaitkan dengan aktivasi simpatis yang
menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban jantung. Morfin Morfin sangat efektif
mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesic pilihan dalam tatalaksana nyeri dada pada
STEMI. Morfin diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat diulang dengan interval 5-15 menit
sampai dosis total 20 mg. Efek samping yang perlu diwaspadai pada pemberian morfin adalah
konstriksi vena dan arteriolar melalui penurunan simpatis, sehingga terjadi pooling vena yang
akan mengurangi curah jantung dan tekanan arteri. Efek hemodinamik ini dapat diatasi dengan
elevasi tungkai pada kondisi tertentu diperlukan penambahan cairan IV dengan NaCl 0,9%.
Morfin juga dapat menyebabkan efek vagotonik yang menyebabkan bradikardia atau blok
jantung derajat tinggi, terutama pasien dengan infark posterior. Efek ini biasanya dapat diatasi
dengan pemberian atropine 0,5 mgIV. Aspirin Aspirinmerupakan tatalaksana dasar pada pasien
yang dicurigai STEMI dan efektif pada spectrum sindrom koroner akut. Inhibisi cepat
siklooksigenase trombosit yang dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan
absorbsi aspirin bukkal dengan dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya aspirin
diberikan oral dengan dosis 75-162 mg. Penyekat Beta Jika morfin tidak berhasil mengurangi
nyeri dada, pemberian penyekat beta IV, selain nitrat mungkin efektif. Regimen yang bias
adiberikan adalah metoprolol 5 mg setiap 2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi
jantung >60 menit, tekanan darah sistolik >100 mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronchi tidak
lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan
metoprolol oral dengan dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg
tiap 6 jam dan dilanjutkan 100 mg tiap 12 jam. Terapi Reperfusi Reperfusi dini akan
memeperpendek lamaoklusi koroner, meminimlakan derajat disfungsi dan dilatasi ventrikel dan
mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang menjadi pump failure atau takiaritmia
ventricular yang maligna. Sasaran terapi perfusi pada pasien STEMI adalah door-to-needle (atau
medical contact-to-needle) time untuk memulai terapi fibrinolitik dapat dicapai dalam 30 menit
atau door-to-ballon) time untuk PCI dapat dicapai dalam 90 menit. i. SELEKSI STRATEGI
REPERFUSI Beberapa hal haru dipertimbangkan dalam seleksi jenis terapi reperfusi antara lain:
Waktu onset gejala Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan predictor penting luas
infark dan outcome pasien. Efektivitas obat fibrinolisis dalam menghancurkan thrombus sangat
tergantung dengan waktu. Terapi fibrinolisis yang diberikan dalam 2 jam pertama (terutama
dalam jam pertama) terkadang menghentikan infark miokard dan secara dramatis menurunkan
angka kematian. Sebaliknya, kemampuan memperbaiki arteri yang mengalami infark menjadi
paten, kurang banyak tergantung pada lama gejala pasien yang menjalani PCI. Beberapa laporan
menunjukkan tidak ada pengaruh keterlambatan waktu terhadapa laju mortalitas jika PCI
dikerjakan setelah 2 sampai 3 jam setelah gejala. The Task Force on the Management of Acute
Myocardial Infraction of the European Society of Cardiology dan ACC/AHA merekomendasikan
45. target medical contact-to-balloon atau door-tto-balloon time dalam waktu 90 menit. Risiko
STEMI Beberapa model telah dikembangkan yang membantu dokter dalam menilai risiko
mortalitas pada pasien STEMI. JIka estimasi mortalitas dengan fibrinolisis sangat tinggi, seperti
pada pasien renjatan kardiogenik, bukti klinis menunjukkan strategi PCI lebih baik. Risiko
Perdarahan Penilaian terapi reperfusi juga melibatkan risiko perdarahan pada pasien. Jika terapii
reperfusi bersama-sama tersedia PCI dan fibrinolisis, semakin tinggi risiko perdarahan dengan
terapi fibrinolisis, semakin kuat keputusan untuk memilih PCI. Jika PCI tidak tersedia, manfaat
terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan mafaat dan risiko. Waktu yang
Dibutuhkan untuk Transport ke Laboratorium PCI Adanya fasilitas kardiologi Intervensi
merupakan penentu utama apakah PCI dapat dikerjakan. Untuk fasilitas yang dapat mengerjakan
PCI, penelitian menunjukkan PCI lebih superior dari reperfusi farmakologis. Jika composite end
point kematian, infark miokard rekuren non fatal atau strok dianalisis, superioritas PCI terutama
dalam hal penurunan laju infark miokard non fatal berkurang. Langkah-langkah Penilaian dalam
Memilih Terapi Reperfusi pada Pasien STEMI: Langkah 1: Nilai waktu dan risiko Waktu sejak
onset gejala Risiko STEMI Risiko fibrinolisis Waktu yang dibutuhkan untuk transportasi ke
laboratorium PCI yang mampu Langkah 2: Tentukan apakah firinolisis atau strategi invasif lebih
disukai. Jika presentasi kurang dari 3 jam dan tidak ada keterlambatan untuk strategi invasive,
tidak ada preferensi untuk strategi lain. Fibinolisis umumnya lebih disukai jika: Presentasi awal
<3 jam atau kurang dari onset gejala dan keterlambatan ke strategi invasive. Strategi invasive
bukan merupakan pilihan. Laboratorium kateterisasi belum tersedia Kesulitan akses vascular.
Tidak ada akses ke laboratorium PCI yang mampu. Terlambat untuk strategi invasive: -
Transport jauh - (Door-to-balloon)-(Door-to-needle) time lebih dari 1 jm - Medical contact-to-
balloon atau door-to-balloon time lebih dari 90 menit. Strategi invasive umumnya lebih disukai
jika: Laboratorium PCI yang mampu tersedia dengan backup surgical medical contact to balloon
atau door to ballon time <90 menit. (Door to ballon)-(Door to needle) time <1 jam. Risiko tinggi
STEMI - Syok kardiogenik - Klas Killip lebih atau sama dengan 3 Kontraindikasi fibrinolisis,
termasuk meningkatnya risiko perdarahan dan perdarahan intracranial. Presentasi terlambat.
Onset gejala > 3 jam yang lalu. Diagnosis STEMI tidak yakin. ii. PERCUTANEOUS
CORONARY INTERVENTION (PCI) Intervensi koroner perkutan, biasanya angioplasty dan
atau stenting tanpa didahului fibrinolisis disebut PCI primer. PCI ini efektif dalam
mengembalikan perfusi pada STEMI jika dilakukan dalam beberapa jam pertama infark miokard
akut. PCI primer lebih efektif dari fibrinolisis dalam melakukan arteri koroner yang teroklusi dan
dikaitkan dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik.
Dibandingkan trombolisis, PCI primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama
pasien <75 tahun), risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2
atau 3 jam jika bekuan lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolisis. Namun
demikian PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan
tersedianya sarana, hanya di beberapa Rumah Sakit. iii. REPERFUSI FARMAKOLOGIS
Fibinolisis Jika tidak ada kontraindikasi, terapi fibrinolisis idealnya diberikan dalam 30 menit
sejak masuk (door-to-needle time <30 menit). Tujuan utama fibrinolisis adalah restorasi cepat
patensi arteri koroner. Terdapat beberapa macam obat fibrinolitik antara lain: tissue plasminogen
activator (tPA), streptokinase, tenekteplase (TNK) dan reteplase (rPA). Semua obat ini bekerja
dengan cara memicu konversi plasminogen menjadi plasmin, yang selanjutnya melisiskan
thrombus fibrin. Terdapat 2 kelompok yaitu golongan spesifik fibrin seperti tPA dan non fibrin
seperti streptokinase. Jika dinilai secara angiografi, aliran di dalam arteri koroner yang terlibat
(culprit) digambarkan dengan skala kualitatif sederhana disebut thrombolysis in myocardial
46. infarction (TIMI) grading system: Grade 0 menunjukkan oklusi total (complete occlusion) pada
arteri yang terkena infark. Grade 1 menunjukkan penetrasi sebagian materi kontras melewati titik
obstruksi tetapi tanpa perfusi vascular distal. Grade 2 menunjukkan perfusi pembuluh yang
mengalami infark ke bagian distal tetapi dengan aliran yang melambat dibandingkan arteri
normal. Grade 3 menunjukkan perfusi penuh pembuluh yang mengalami infark dengan aliran
normal. Target terapi reperfusi adalah aliran TIMI grade 3, karena perfusi penuh pada arteri
koroner yang terkena infark menunjukkan hasil yang lebih baik dalam membatasi luasnya infark,
mempertahankan fungsi ventrikel kiri dan menurunkan laju mortalitas jangka pendek dan jangka
panjang. Terapi fibrinolitik dapat menurunkan risiko relative kematian di rumah sakit sampai
50% jika diberikan dalam jam pertama onset gejala STEMI, dan manfaat ini dipertahankan
sampai 10 tahun. Setiap hitungna menit dan pasien yang mendapat terapi dalam 1-3 Jm onset
gejala akan mendapat manfaat yang terbaik. Walaupun laju mortalitas lebih sedang, terapi masih
tetap bermanfaat pada banyak pasien 3-6 jam setelah onset infark, dan beberapa manfaat
nampaknya masih ada samapi 12 jam terutama jika nyeri dada masih ada dan segmen ST masih
tetap elevasi pada sadapan EKG yang belum menunjukkkan gelombang Q yang baru. Jika
dibandingkan dengan PCI pada STEMI (PCI primer), fibrinolisis secara umum merupakan
strategi reperfusi yang lebih disukai pada pasien pada jam pertama gejala, jika perhatian pada
masalah logistic seperti transportasi pasien ke pusat PCI yang baik, atau ada antisipasi
keterlambatan sekurang-kurangnya 1 jam antara waktu trombolisis dapat dimulai dibandingkan
implementasi PCI. tPA dan activator plasminogen spesifik fibrin lain seperti rPA dan TNK lebih
efektif daripada streptokinase dalam mengembalikan perfusi penuh, aliran koroner TIMI grade 3
dan memperbaiki survival sedikit lebih baik. iv. OBAT FIBRINOLITIK Streptokinase (SK)
Merupakan fibrinolitik non spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan dengan SK tidak boleh
diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibody. Reaksi alergi tidak jarang
ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan insiden perdarahan intracranial yang
rendah, manfaat pertama diperlihatkanpada GISSI-1 trial. Tissue Plasminogen Activator (tPA,
alteplase) GUSTO-1 trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar 15% pada pasien
yang mendapat tPA dibandingkan SK. Namun tPA harganya lebih mahal daripada SK dan risiko
perdarahan intracranial sedikit lebih tinggi. Reteplase (Retevase) INJECT trial menunjukkan
efikasi dan keamanan sebvanding SK dan sebanding tPA pada GUSTO III trial, dengan dosis
bolus lebih mudah karena waktu paruh yang lebih panjang. Tenekteplase (TNKase) Keuntungan
mencakup memperbaiki spesifisitas fibrin dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator
inhibitor (PAI-1). LAporan awal dari TIMI 10B menunjukkan tenekteplase mempunyai laju
TIMI 3 flow dan komplikasi perdarahanyang sama dibandingkan tPA. Indikasi Terapi
Fibrinolitik: Klas I Jika tidak ada kontraindikasi terapi fibrinolitik harus dilakukan pada pasien
STEMI dengan onset gejala <12 jam dan elevasi ST>0,1 mV pada sekurang-kurangnya 2
sadapan ekstremitas. Jika tidak ada kontaindikasi, terapi fibrinolitik harus diberikan pada pasien
STEMI dengan onset gejala <12 jam dan LBBB baru atau diduga baru. Klas II a Jika tidak
terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik pada pasien STEMI
dengan onset gejala <12 jam dan EKG 12 sadapan konsisten dengan infark miokard posterior.
Jika tidak terdapat kontraindikasi, dipertimbangkan pemberian terapi fibrinolitik pada pasien
dengan gejala STEMI mulai dari <12 jam sampai 24 jam yang mengalami gejala iskemik yang
terus berlanjaut dan elevasi ST 0,1 mV pada sekurang-kurangnya 2 sadapan prekordial yang
berdampingan atau sekurang-kurangnya 2 sandapan ekstremitas. Trombolitik dianggap berhasil
jika terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan elevasi ST >50% dalam 90 menit pemberian
trombolitik. Trombolitik tidak menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga jika pasien pasca
47. CABG dating dengan IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah percutaneous coronary
intervention (PCI). C. Tatalaksana di Rumah Sakit ICCU Aktivitas. Pasien harus istirahat dalam
12 jam pertama. Diet. Karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard, pasien
harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam pertama. Diet mencakup
lemak <30% kalori total dan kandungan kolesterol <300 mg/hari. Menu harus diperkaya dengan
makanan yang kaya serat kalium, magnesium dan rendah natrium. Bowels. Istirahat di tempat
tidur dan efek penggunaan narkotik untuk menghilangkan nyeri sering mengakibatkan
konstipasi. Dianjurkan penggunaan kursi komod di amping tempat tidur, diet tinggi serat dan
penggunaan pencahar ringna secara rutin seperti dioctyl sodium sulfosuksinat (200 mg/hari).
Sedasi. Pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan periode inaktivitas
dengan penenang. Diazepam 5 mg, oksazepam 15-30 mg atau lorazepam 0,5-2 mg, diberikan 3
atau 4 kali sehari biasanya efektif. i. TERAPI FARMAKOLOGIS Antitrombotik Penggunaan
terapi antilatetlet dan antitrombin selama fase awal STEMI berdasarkan bukti klinis dan
laboratories bahwa thrombosis mempunyai peran penting dalam pathogenesis. Tujuan primer
pengobatan adalah untuk mementapkan dan memepertahankan potensi arteri kororner yang
terkait infark. Tujuan sekunder adalah menurunkan tendensi pasien menjadi thrombosis. Aspirin
merupakan antiplatelet standar pada STEMI dapat dilihat pada Antiplatelets Trialists
Collaboration. Data dari hampir 20.000 pasien dengan infark miokard yang berasal dari 15
randomised trial dikumpulkan dan menunjukkan penurunan relative laju mortalitas sebesar 27%
dari 14,2% pada kelompok control dibandingkan 10,4% pada pasien yang mendapat antiplatelet.
PAda penelitian ISIS-2 pemberian aspirin menurunkan mortalitas vascular sebesar 23% dan
infark nonfatal sebesar 49%. Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk mencegah
komplikasi thrombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI. Penelitian ADMIRAL
membandingkan abciximab dan stenting dengan placebo dan stenting. Hasilnya menunjukkan
penurunan kematian, reinfark atau revaskularisasi segera dan 20 hari dan 6 bulan pada kelompok
abciximab dan stent. Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah
infractionated heparin. Pemberian UFHIV segera sebagai tambahan terapi regimen aspirin dan
obat trombolitik spesifik fibrin relative (tPA, rPA atau TNK) membantu trombolisis dan
memantapkan serta mempertahankanpatensi arteri yang terkait infark. Dosis yang direkomendasi
adlah bolus 60U/kg (maksimum 4000U) dilanjutkan infuse inisial 12U/kg perjam (maksimum
1000 U/jam). Activated partial thromboplastin time selama terapi pemeliharaan harus mencapai
1,5-2 kali. Antikoagulan alternative pada pasien STEMI adalah low molecular weight heparin
(LMWH). Pada penelitian ASSENT-3 enoksaparin dengan tenekteplase dosis penuh
memperbaiki mortalitas reinfark di Rumah Sakit dan iskemik refrakter di Rumah Sakit. Pasien
dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung kongestif, riwayat emboli,
thrombus mural pada ekokardiografi 2 dimensi atau fibrilasi atrial merupakan risiko tinggi
tromboemboli paru terapeutik penuh (UFH atau LMWH) selama dirawat, dilanjutkan sekurang-
kurangnya 3 bulan. Penyekat Beta Manfaat penyekat beta pada pasien STEMI dapat dibagi
menjadi: yang terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka
panjang jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Pemberian penyekat beta
akut IV memperbaiki hubungan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri,
mengurangi luasnnya infark dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang serius.
Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien termasuk yang
mendapat terapi inhibitor ACE. Kecuali pada pasien dengan kontraindikasi (pasien dengan gagl
jantung atau fungsi sistolik kiri sangat menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik atau riwayat
asma). Inhibitor ACE Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan manfaat terhadap
48. mortalitas bertambah dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Penelitian SAVE, AIRE,
dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE yang jelas. Manfaat maksimal tampak pada
pasien dengan risiko tinggi (pasien usia lanjut atau infark anterior, riwayat infark sebelumnya,
dan atau fungsi ventrikel kiri menurun global). Namun bukti menunjukkan manfaat jangka
pendek terjadi jika inhibitor ACE diberikan pada semua pasien dengan haemodinamik stabil
pada STEMI pasien dengan tekanan darah sistolik >100 mmHg. Mekanisme yang
mengakibatkan mekanisme remodeling ventrikel pasca infark berulang juga leibh rendah pada
pasien yang mnedapat inhibitor ACE menahun pasca infark. Inhibitor ACE harus diberikan
dalam 2 jam pertama pasien STEMI. Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas
pada pasien dengan bukti klinis gagal jantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging
menunjukkan penurunan fungsi ventrikel kiri secara global atau terdapat abnormalitas gerakan
dinding global atau pasien hipertensif. Penelitian klkinis dalam tatalaksana pasien gagal jantung
termasuk data dari penelitian klinis pada pasien STEMI menunjukkan bahwa angiotensin
receptor blockers (ARB) mungkin bermanfaat pada pasien dengan fungsi ventrikel kiri menurun
atau gagal jantung klinis yang tak toleran terhadapa ACE inhibitor. 2.7 Algoritma STEMI Klien
merasakan nyeri dada akibat iskemia Lakukan penanganan : Monitor ABCs klien, persiapkan
untuk melakukan CPR dan defibrilasi Beri oksigen, aspirin, nitrogliserin, dan morfin jika
diperlukan Jika tersedia lakukan perekaman EKG lead 12. Jika ada elevasi ST : - segera hubungi
rumah sakit terdekat - mulai untuk memeriksa fibrilasi Rujuk klien ke rumah sakit Lakukan
pemeriksaan ED (<10menit) Periksa tanda-tanda vital. Evaluasi saturasi oksigen Pasang IV line
Lakukan pemeriksaan EKG lead 12 Evaluasi Lakukan pemeriksaan fibrilasi Lakukan
pemeriksaan elektrolit dan koagulasi Lakukan foto thoraks Lakukan perawatan ED : Beri
oksigen 4L/min, pertahankan saturasi >90% Aspirin 160-325 mg (jika tidak diberikan oleh EMS)
Nitrogliserin subligual, spray, IV Morfin IV jika nyeri tidak hilang dengan nitrogliserin 2.8
Komplikasi STEMI Disfungsi Ventrikular Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami serial
perubahan dalam bentuk, ukuran dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan non
infark. Proses ini disebut remodeling ventricular dan umumnya mendahuluai berkembangnya
gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan atau tahun pasca infark. SEgera setetlah infark
ventrikel kiri mengalami dilatasi. Secara akut, hasil ini berasala dari ekspansi infark al: slippage
serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan dalam zona nekrotik.
Selanjutnya terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan penipisan yang
disproporsional dan elongasi zona infark. Pembesaran ruang jantung secara keseluruhan yang
terjadi dikaitkan ukuran dan lokasi infark, dengan dilatasi terbesar pasca infark pada apeks
ventrikel kiri yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih sering terjadi gagal
jantung dan prognosis lebih buruk Progresivitas dilatasi dan knsekuensi klinisnya dapat dihambat
dengan terapi inhi bitot ACE dan vasodilator lain. PAda pasien dengan fraksi ejeksi <40%, tanpa
melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitore ACE harus diberikan. Gangguan Hemodinamik
Gagal pemompaan (pump failure) merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada
STEMI. Perluasan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa
dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang tersering
dijumpai adalah ronki basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan
rontgen sering dijumpai kongesti paru. c. Komplikasi Mekanik Ruptur muskulus papilaris,
rupture septum ventrikel, rupture dinding vebtrikel. Penatalaksanaan: operasi. 2.8 Prognosis
Kelangsungan hidup kedua pasien STEMI dan NSTEMI selama enam bulan setelah serangan
jantung hampir tidak berbeda. Hasil jangka panjang yang ditingkatkan dengan kepatuhan hati-
hati terhadap terapi medis lanjutan, dan ini penting bahwa semua pasien yang menderita
49. serangan jantung secara teratur dan terus malakukan terapi jangka panjang dengan obat-obatan
seperti: ASPIRIN® clopidrogel statin (cholesterol lowering) drugs beta blockers (obat-obat yang
memperlambat denyut jantung dan melindungi otot jantung) ACE inhibitors (obat yang
meningkatkan fungsi miokard dan aliran darah) Kerusakan pada otot jantung tidak selalu
bermanifestasi sebagai rasa sakit dada yang khas, biasanya berhubungan dengan serangan
jantung. Bahkan jika penampilan karakteristik EKG ST elevasi tidak dilihat, serangan jantung
mengakibatkan kerusakan otot jantung, sehingga cara terbaik untuk menangani serangan jantung
adalah untuk mencegah mereka. Tabel 2.7.1: Risk Score untuk Infark Miokard dengan Elevasi
ST (STEMI) Faktor Risiko (Bobot) Skor Risiko/Mortalitas 30 hari(%) Usia 65-74 tahun (2 poin)
0 (0,8) Usia > 75 tahun (3 poin) 1 (1,6) Diabetes mellitus/hipertensi atau angina (1 poin) 2 (2,2)
Tekanan darah sistolik < 100 mmHg (3 poin) 3 (4,4) Frekuensi jantung > 100 mmHg (2 poin) 4
(7,3) Klasifikasi Killip II-IV (2 poin) 5 (12,4) Berat < 67 kg (1 poin) 6 (16,1) Elevasi ST anterior
atau LBBB (1 poin) 7 (23,4) Waktu ke perfusi > 4 jam (1 poin) 8 (26,8) Skor risiko = total poin (
0-14 ) >8 (35,9) BAB III ASUHAN KEPERAWATAN 3.1 Pengkajian Data Demografi/
identitas Nama : Tn. H Umur : 53 Tahun Alamat: Perak 73 Surabaya Keluhan Utama Rasa
tertimpa beban berat pada dada kiri. Riwayat Penyakit Sekarang Tn. H datang ke RS dengan
keluhan nyeri dada juga dirasakan sangat nyeri seperti rasa terbakar dan ditindih benda berat.
Keluhan dirasakan menjalar ke lengan kiri tetapi keluhan agak berkurang jika OS istirahat. paru
Vesikuler +/+, jantung : Bunyi SI-S2 reguler, cardiomegali (-), bising sistolik (-), dari
pemeriksaan penunjang EKG didapatkan ST elevasi : V1 – V5 , ST depresed : II, III, AVF, V6
Riwayat Penyakit Keluarga Ibu memiliki penyakit riwayat penyakit hipertensi. Keadaan Umum
Suhu : 36,5ºC Nadi : 88x/menit Tekanan Darah: 120/80 mmHg RR : 30x/menit Breathing Gejala
: napas pendek Pemeriksaan fisik : Tanda : dispnea, inspirasi mengi, takipnea, pernapasan
dangkal. Blood Gejala : penyakit jantung congenital Tanda : takikardia, disritmia, edema. Brain
Gejala : nyeri pada dada anterior (sedang sampai berat/tajam) diperberat oleh inspirasi Tanda :
Gelisah Bowel Normal Bladder Normal Bone Gejala: kelelahan, kelemahan. Tanda : takikardia,
penurunan tekanan darah, dispnea dengan aktivitas Terapi Terapi yang diberikan untuk pasien ini
berupa O2 3 – 4 liter/menit, posisi ½ duduk, diit jantung I, infus D 5% Lini 16 tetes/menit,
Captopril 3 x 6.25 mg (ACE inhibitor), Aspilet 2 x 80 mg (anti platelet), ranitidin 2 x 150 mg
(antagonis reseptor H2), Inj, ISDN diberikan secara sub lingual bila dada terasa nyeri
(Vasodilator). 3.2 Analisa Data Data Etiologi Masalah Keperawatan DS: Klien mengeluh nyeri
pada bagian anterior, diperberat oleh inspirasi, gerakan menelan. DO: Gelisah, pucat
Vaskularisasi terganggu i Aliran darah ke arteri koronari terganggu i Iskemia i As Laktat i Nyeri
akut Nyeri akut DS: Disritmia DO: riwayat penyakit jantung konginetal Kontraktilitas jantung
menurun i Gagal jantung i Penurunan CO Penurunan Cardiac Output DS: Pasien mengeluh
lemah karena hipoksia DO: Pasien terlihat lemah dan pucat karena O2 jaringan menurun.
Rupture dalam pembuluh darah i Obstruksi pembuluh darah i Aliran darah ke jaringan terganggu
i Perubahan perfusi jaringan Perubahan perfusi jaringan DS: Klien mengeluh sesak, nafas
pendek. DO: dispnea, inspirasi mengi, takipnea, pernapasan dangkal. Perubahan perfusi jaringan
O2 dalam darah menurun i Kongesti pulmonalis i Sesak nafas i Ketidakefektifan pola nafas Pola
nafas tidak efektif DS: Pasien mengeluh lemah DO:Pasien terlihat lemah karena hipoksia
Perubahan perfusi jarigan i O2 dalam darah menurun i Hipoksia i Kelemahan i Intoleransi
aktivitas Intoleransi aktivitas 3.3Diagnosa dan Intervensi Nyeri akut berhubungan dengan
iskemia jaringan miokardium. Kriteria hasil: Mengidentifikasi metode yang dapat
menghilangkan nyeri,melaporkan nyeri hilang atau terkontrol. Intervensi : Intervensi Rasional
Kolaboratif Berikan obat-obatan sesuai indikasi: Agen non steroid, mis: indometasin(indocin);,