7 Indikator Analisis Teknikal Saham Yang Paling Populer.pptx
Sengketa Bank Syariah
1. Makalah
SENGKETA
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Perbankan Syariah
Dosen Pengampu:
Bakhrul Huda, M.E.I
Disusun oleh Kelompok 12:
1. Devi Erlina Anjeli (G04219020)
2. Dwi Athaya Devina (G04219022)
EKONOMI SYARIAH (B)
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2020
2. 2
Kata Pengantar
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Sengketa”
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang sengketa ini dapat memberikan
manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.
Surabaya, 21 Februari 2020
penyusun
3. 3
Daftar Isi
Kata Pengantar.................................................................................................................2
Daftar isi..........................................................................................................................3
Bab 1 Pendahuluan...........................................................................................................4
A. Latar Belakang.....................................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................5
C. Tujuan..................................................................................................................5
Bab 2 Pembahasan...........................................................................................................6
A. Pentingnya Badan Arbitrase ................................................................................6
B. Landasan Hukum Badan Penyelesaian Sengketa ................................................8
C. Praktek Penyelesaian Sengketa Nasabah dan Bank Syariah................................9
Bab 3 Penutup ................................................................................................................14
A. Kesimpulan...........................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15
4. 4
Bab 1
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Kebutuhan masyarakat muslim Indonesia akan adanya bank yang beroperasi sesuai
dengan nilai-nilai dan prinsip ekonomi islam, secara yuridis baru mulai diatur dalam
undang undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan. Dalam undang-undang tersebut,
eksistensi bank islam atau perbankan syariah belum dinyatakan secara eksplisit, melainkan
baru disebutkan dengan istilah “bank berdasarkan prinsip bagi hasil.” Pasal 6 maupun
pasal 13 UU tersebut yang menyatakan adanya bank berdasarkan prinsip bagi hasil
terkesan hanya berupa sisipan, belum begitu tampak adanya kesungguhan untuk mengatur
beroperasinya bank islam di Indonesia.
Upaya terus dilakukan berbagai pihak untuk melengkapi aturan hukum beroperasinya
bank syariah yang ternyata menghasilkan UU No. 21 Tahun 2008 tentang perbankan
syariah pada tanggal 16 Juli 2008. Dengan adanya undang-undang tersebut, semakin
baiklah keberadaan bank syariah di indonesia sebagai lembaga perantara keuangan yang
dalam aktivitasnya menerapkan sistem secara optimal, konkrit, dan seutuhnya.
Seperti yang kita tahu, prinsip syariah yang menjadi landasan bank syariah bukan
hanya sebagai landasan ideologis saja, tetapi juga menjadi landasan operasionalnya.
Berkaitan dengan hal tersebut, bagi bank syariah menjalankan aktivitasnya tidak hanya
kegiatan usahanya atau produknya saja yang harus sesuai dengan prinsip syariah tetapi
juga meliputi hubungan hukum yang tercipta dan akibat hukum yang timbul.
Ada berbagai permasalahan yang potensial timbul dalam praktek perbankan syariah
antara bank dengan nasabah. Kemungkinan-kemungkinan sengketa biasanya berupa
komplain karena ketidaksesuaian antara realitas dengan penawarannya, tidak sesuai dengan
aturan main yang diperjanjikan, layanan dan alur birokrasi yang tidak masuk dalam draft
akad, serta komplain terhadap lambatnya proses kerja. Pada awalnya yang menjadi kendala
hukum bagi penyelesaian sengketa perbankan syariah adalah hendak dibawa kemana
penyelesaiannya, karena Pengadilan Negeri tidak menggunakan syariah sebagai landasan
5. 5
hukum bagi penyelesaian perkara, sedangkan wewenang Pengadilan saat itu menurut
UU No. 7 Tahun 1989 hanya terbatas mengadili perkara perkawinan, kewarisan, wasiat,
hibah, wakaf, dan shadaqoh. Hal inilah yang melatar belakangi lahirnya UU No. 50 Tahun
2009 tentang perubahan kedua atas UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang
menetapkan kewenangan lembaga Peradilan Agama unutuk memeriksa, mengadili, dan
menyelesaikan perkara-perkara di bidang Ekonomi Syariah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pentingnya badan arbitrase islam?
2. Apa landasan hukum badan penyelesaian sengketa?
3. Bagaimana praktek penyelesaian sengketa nasabah dan bank syariah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana pentingnya badan arbitrase islam.
2. Untuk mengetahui landasan hukum badan penyelesaian sengketa.
3. Untuk mengetahui bagaimana praktek penyelesaian sengketa nasabah dan bank
syariah.
6. 6
Bab 2
Pembahasan
A. Pentingnya Badan Arbitrase Islam
1. Sejarah Arbitrase Islam
Sebelum Nabi Muhammad SAW diangkat menjadi Rasul, ia diutus oleh masyarakat
Mekkah sebagai juru damai perselisihan. Pada mulanya, Nabi Muhammad bertindak
sebagai hakim tunggal. Beliau memberikan wewenang kepada para sahabat, salah satunya
adalah Abu Syurayh. Ia diberi kepercayaan oleh Nabi Muhammad untuk menjadi hakim
dalam menyelesaikan sengketa dikalangan sahabat.
Pada zaman Bani Abas perkembangan pengadilan sejalan dengan perkembangan
kemajuan peradaban dan budaya. Kemajuan ini diikuti oleh munculnya berbagai aliran
dalam ilmu undang-undang. Hukum ditetapkan wujudnya oleh pengadilan pada kasus-
kasus tertentu. Saat itulah dibentuk lembaga pengadilan “Qadhi Al-Qudhat” seperti
Mahkamah Agung pada masa sekarang.
Meskipun dalam periode saat ini tidak terlihat jelas perkembangan arbitrase, tetapi
lembaga ini masih tetap ada untuk menyelesaikan masalah persengketaan dikalangan
masyarakat yang sesuai dengan Al-Qur’an. Namun, dalam perkara-perkara muamalt, peran
lembaga arbitase tidak begitu dilihat, karena kedudukan pengadilan yang dianggap lebih
mampu untuk menyelesaikannya.
2. Pengertian Arbitrase
Istilah arbitrase berasal dari Bahasa latin, yaitu dari kata arbitrateyang berarti
kekuasaan untuk menyelesaikan suatu perkara menurut kebijaksanaan. Arbitrase
merupakan salah satu dari berbagai metode yang dapat digunakan dalam penyelesaian
sengketa.
a. Menurut Imam Mazhab1
Arbitrase menurut para pakar hukum islam dari 4 mazhab mempunyai beberapa
pengertian, sebagai berikut:
1 DRS.A. Rahmat Rosyadi,M.H, ArbitrasedalamPerspektif hukum Islamdan Hukum positif, (Bandung: PT.
CITRA ADITYA BAKTI), 2002, hal 67-68.
7. 7
Kelompok Hanafiah, mereka berpendapat bahwa arbitrase adalah memisahkan
persengketaan atau memutuskan suatu pertikaian atau menetapkan hukum
antara manusia dengan yang hak dan atau ucapan yang mengikat yang keluar
dari yang mempunyai kekuasaan secara umum.
Kelompok Malikiyah, berpendapat bahwa arbitrase adalah hakikat qadla yaitu
pemberitaan terhadap hukum syar’i menurut jalur yang pasti (mengikat) atau
sifat hukum yang mewajibkan bagi pelaksanaan hukum islam untuk
mewujudkan kaum muslimin yang secara umum.
Kelompok Syafi’iyah, berpendapat bahwa arbitrase adalah memisahkan
pertikaian antara pihak yang bertikai atau lebih dengan hukum Allah Swt, atau
menyatakan hukum syara’ terhadap suatu peristiwa yang wajib
melaksanakannya.
Kelompok Hambaliah, berpendapat bahwa arbitrase adalah penjelasan dan
kewajibannya serta penyelesaian persengketaan antara para pihak.
b. Menurut para ahli
H. Priyatna Abdurrasyid, berpendapat bahwa arbitrase ialah sebuah proses
pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan secara yudisial oleh beberapa pihak
yang bersengketa satu sama.
R. Soebekti, berpendapat arbitrase yakni suatu penyelesaian sengketa oleh
seorang hakim berdasarkan persetujuan bahwa para pihak akan menaati
keputusan yang diberikan oleh hakim.
Harahap, berpendapat bahwa arbitrase merupakan salah satu ikatan kesepakatan
diantara para pihak dan hanya diselesaikan oleh badan arbitrase tanpa
melibatkan badan peradilan.
Sudargo Gautama, berpendapat bahwa arbitase adalah suatu upaya yang
dilkukan pihak-pihak yang bertikai dalam penyelesaian sengketa dengan nilai
positif dan tidak menyebabkan kerugian
Dengan demikian dari beberapa pengertian tersebut dapat kesimpulan, bahwa
arbitrase adalah suatu cara penyelesaian sengketa para pihak yang dilakukan oleh wasit
diluar lembaga peradilan berdasarkan kesepakatan, baik sebelum atau sudah terjadinya
sengketa.
8. 8
3. Tujuan Arbitrase
Arbitrase syariah atau tahkim berkepentingan menyelesaikan perselisihan antara dua
pihak yang terlibat dalam sebuah perjanjian kerja sama. Perbedaannya terletak pada tata
cara dan landasan hukum yang menjadi acuan proses arbitrase tersebut, yakni syariat
Islam.
Seperti diketahui bersama, transaksi ekonomi berbasis syariah berbeda dengan
transaksi ekonomi konvensional. Salah satu yang paling mencolok terkait larangan riba.
Berdirinya Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) pada tahun 1993 tidak lepas
dari pendapat para pemuka agama Islam mengenai perlunya lembaga arbitrase yang
bekerja sesuai prinsip ekonomi syariah. Terlebih lagi, kesadaran masyarakat untuk
melakukan aktivitas perekonomian dan keuangan syariah juga semakin meningkat.
Dengan demikian, segala praktik bisnis yang berlandaskan hukum Islam, bisa
diselesaikan pula dengan dasar hukum serupa. Seiring waktu, perubahan status lembaga
arbitrase syariah ini dirasa perlu. Akhirnya, pada tahun 2003, nama BAMUI berganti
menjadi Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) dan berstatus sebagai
perangkat organisasi MUI
B. Landasan Hukum Badan Penyelesaian Sengketa
Terbentuknya Lembaga BPSK maka penyelesaian sengketa konsumen dapat
dilakukan secara cepat,mudah dan murah. Cepat karena penyelesaian sengketa melalui
BPSK harus sudah diputus dalam tenggang waktu 21 hari kerja, dan tidak dimungkinkan
banding yang dapat memperlama proses penyelesaian perkara, hal ini diatur dalam Pasal
54 ayat (3) dan Pasal 55 UUPK dengan konsep dasar putusan BPSK bersifat final dan
mengikat. Mudah karena prosedur administrasi dan proses pengambilan putusan yang
sangat sederhana dan dapat dilakukan sendiri oleh para pihak tanpa diperlukan kuasa
hukum. Murah karena biaya persidangan yang dibebankan sangat ringan dapat terjangkau
oleh konsumen.
BPSK pertama kali diresmikan pada tahun 2001, yaitu dengan Keputusan Presiden
Nomor 90 Tahun 2001 tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
pada Pemerintah Kota Medan, Kota Palembang, Kota Jakrta Pusat, Kota Jakarta Barat,
Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surabaya, Kota Malang, dan Kota
Makassar. Selanjutnya, dalam Keputusan Presiden No. 108 Tahun 2004 dibentuk lagi
9. 9
BPSK di tujuh kota dan tujuh kabupaten berikutnya, yaitu di Kota Kupang, Kota
Samarinda, Kota Sukabumi, Kota Bogor, Kota Kediri, Kota Mataram, Kota Palangkaraya,
dan pada Kabupaten Kupang, Kabupaten Belitung, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten
Bulungan, Kabupaten Serang, Kabupaten Ogan Komering Ulu, dan Kabupaten Joneponto.
Pada tanggal 12 Juli 2005, pemerintah dengan Keputusan Presiden No. 18 Tahun 2005
membentuk BPSK di Kota Padang, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Bandung, dan
Kabupaten Tangerang. Terakhir Pemerintah membentuk BPSK sebagaimana tertuang
dalam Keputusan Presiden Nomor 23 Tahun 2006. Keputusan Presiden ini membentuk
BPSK di Kota Pekalongan, Prepare, Pekanbaru, Denpasar, Batam, Kabupaten Aceh Utara,
dan Kabupaten Serdang Bedagai. Sehingga sampai saat ini baru terdapat 42 daerah yang
memiliki BPSK dari seluruh Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia, padahal UUPK sudah
ada sejak 10 tahun yang lalu.2
Menurut ketentuan Pasal 90 Keppers No. 9 Tahun 2001, biaya pelaksanaan tugas
BPSK dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah. (APBD). Sebagai upaya untuk memudahkan konsumen
menjangkau BPSK, maka dalam keputusan presiden tersebut, tidak dicantumkan
pembatasan wilayah yurisdiksi BPSK, sehingga konsumen dapat mengadukan masalahnya
pada BPSK mana saja yang dikehendakinya.
C. Praktek Penyelesaian Sengketa Nasabah dan Bank Syariah
Penyelesaian sengketa antara nasabah dan perbankan syariah diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia nomor 9/19/PBI/2007 pada pasal 4. Menyatakan bahwa penyelesaian
sengketa antara bank dan nasabah dapat dilakukan melalui musyawarah, kemudian jika
tidak dapat terpenuhi maka diselesaikan melalui mediasi. Terakhir, jika melalui mediasi
juga belum selesai maka diselesaikan melalui arbitrase syariah atau melalui lembaga
peradilan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1. Penyelesaian Sengketa Melalui Basyarnas (Non Litigasi)
2 Radu Sembiring(Direktur Perlindungan Konsumen), Pemda Enggan Bentuk BPSK, Departemen
Perdagangan Republik Indonesia,www.duniabisnis.mom,diakses tanggal 19 Juni 2009
10. 10
Orang islam telah mengenal arbritase dan melaksanakannya sebagai pranata
sosial dari awal kehadiran islam. Arbitrase sebagai khazanah fiqhiyah kini
dijadikan sebuah lembaga hukum yang bernama Badan Arbitrase Syariah Nasional
(Basyarnas) yang didirikan oleh MUI.
Seiring berkembangnya zaman dan perkembangan di bidang perbankan
memungkinkan munculnya sengketa-sengketa baru. Oleh karena itu Basyarnas
menjadi satu-satunya badan yang menetapkan, memilih dan menerapkan hukum
islam pada sengketa ekonomi syariah (perbankan syariah) yang harus diketahui
oleh masyarakat terutama pembisnis yang bergerak atas dasar prinsip-prinsip
syariah.
Namun disisi lain, harus diingat selain Basyarnas ada lembaga litigasi yang
juga berwenang menyelesaikan permasalahan sengketa perbankan syariah yaitu
pengadilan agama. Jika terjadi dualisme sebenarnya sudah diatur di dalam Pasal 3
Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa bahwa Pengadilan Agama dalam hal sengketa perbankan syariah tidak
berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian
arbitrase.
Dalam UU No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok
kekuasaan kehakiman pasal 3 ayat (1) dijelaskan tentang kedudukan Basyarnas
bahwa “Penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian melalui
arbitrase tetap diperbolehkan,akan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai
kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk eksekusi dari
pengadilan”. Dari penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa kedudukan basyarnas
dibawah pengadilan agama yang tanpa adanya izin dalam pengambilan keputusan
yang dilakukan oleh basyarnas, maka penyelesaian sengketa belum dianggap
selesai.
Selain kedudukan, Basyarnas juga memiliki kewenangan sebagai lembaga
permanen yang didirikan oleh MUI yaitu menyelesaikan kemungkinan terjadinya
sengketa muamalat yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri, keuangan,
dan jasa. Disamping itu badan ini dapat memberikan suatu rekomendasi atau
pendapat hukum, yaitu pendapat yang mengikat tanpa adanya sesuatu persoalan
tertentu yang berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian. Sesuai dengan dalil di
bawah:
11. 11
1. Q.s Al-Maidah: 49
dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan
Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu
terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah
diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan
Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan
mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya
kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.
2. Q.s Al-Hujurat: 9
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu
damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain,
hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah
Allah. Kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan
hendaklah kamu berlaku adil sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil
2. Penyelesaian Sengketa Melalui Alternatif lain
Selain penyelesaian melalui dalam abritase ada penyelesaian alternatif lain
yang cara penyelesaiannya dibantu oleh seorang mediator. Diatur dalam pasal 6 UU
No. 30 Tahun 1999 yang membahas tentang Arbitrase dan Alternatif penyelesaian
sengketa yang menjelaskan tentang sistem penyelesaian sengketa. Sengketa atau
perbedaan pendapat dalam bidang perdata islam dapat diselesaikan melalui
Alternatif penyelesaian yang dilakukan dengan iktikad dan mengesampingkan
penyelesaian secara litigasi.
12. 12
Secara terminologi, cara alternatif ini dikenal dengan Ash-shulhu, yang
berarti memutuskan pertengkaran dan perselisihan. Dalam pengertian syariat Ash-
shulhu adalah suatu jenis akad (perjanjian) untuk mengakhiri perlawanan
(sengketa) antara dua orang yang bersengketa.
Apabila sengketa tersebut belum bisa terselesaikan, maka berdasarkan
kesepakatan tertulis para pihak yang bersengketa dapat diselesaikan melalui
bantuan seorang penasehat ahli atau melalui seorang mediator. Apabila para pihak
tersebut dalam waktu 14 hari dengan bantuan penasehat ahli maupun melalui
seorang mediator tidak berhasil juga mencapai kata sepakat atau mediator tidak
berhasil mempertemukan kedua belah pihak, maka para pihak dapat menghubungi
Lembaga Alternatif penyelesaian sengketa untuk menunjuk seorang mediator.3
Setelah menunjuk mediator oleh lembaga Alternatif penyelesaian sengketa
dalamwaktu paling lama 7 hari usaha mediasi harus sudah dapat dimulai4.Usaha
penyelesaian sengketa dengan mediator menomor satukan kerahasiaan, dalam
waktu paling lama 30 hari harus mencapai kesepakatan dan pernyataan tertulis dan
ditanda tangani oleh kedua belah pihak. Hal ini adalah hasil final yang mengikat
para pihak yang bersangkutan untuk melaksanakan iktikad baik serta wajib
didaftarkan di pengadilan dalamwaktu 30 hari sejak penandatanganan.
Kecenderungan mengenai pemilihan alterntif penyelesaian lain
dalammenyelesaikan sengketa dikarenakan alasan, sebagai berikut:
a) Adanya rasa keraguan pada sistem pengadilan dan pada saat yang sama
kurang dipahaminyakeuntungan atau kelebihan sistem arbitrase dibanding
pengadilan.
b) Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga Arbitrase mulai menurun
disebabkan banyaknya klausul-klausul arbitrase yang tidak berdiri sendiri,
melainkan mengikuti klausul kemungkinan pengajuan sengketa ke
pengadilan jika putusan arbitrase-nya tidak berhasil diselesaikan.
3 Zubairi Hasan,UndangUndang Perbankan Syariah,Titik Temu Hokum IslamDan Hokum Nasional,(PTraja
Grafindo persada,Jakarta),h.225.
4 Warkum Sumitro, Asas-asasperbankan Islam& Lembaga-lembaga terkait (BAMUI, Takaful dan Pasar
Modal syariah di Indonesia),(Jakarta:RajaGrafindo Persada),2004,h.167.
13. 13
3. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan (Litigasi)
Apabila jalur arbitrase tidak berhasil menyelesaikan perselisihan, maka
lembaga peradilan adalah jalan terakhir sebagai pemutus perkara tersebut. Hakim
harus memperhatikan rujukan yang berasal dari arbiter yang sebelumnya telah
menangani kasus tersebut sebagai bahan pertimbangan dan untuk menghindari
lamanya proses penyelesaian. Dengan diamandemen-nya Undang-Undang No. 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama oleh UU No. 3 Tahun 2006 tentang
perubahan UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama, maka perdebatan
mengenai siapa yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa perbankan syari’ah
sudah terjawab.5
Sengketa dibidang ekonomi syari’ah yang menjadi kewenangan Pengadilan
Agama adalah :
a) Sengketa dibidang Ekonomi Syari’ah antara lembaga keuangan dan
lembaga pembiayaan syari’ah dengan nasabahnya.
b) Sengketa dibidang Ekonomi Syariah antara sesama lembaga keuangan dan
lembaga pembiayaan syari’ah.
c) Sengketa dibidang Ekonomi Syariah antara orang-orang yang beragama
Islam yangmana akad perjanjiannya disebut dengan jelas bahwa kegiatan
usaha yang dilakukan adalah berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Selain dalam hal di atas, pasal 9 UU No. 3 Tahun 2006 juga mengatur
tentang kompetensi absolute (kewenangan mutlak) peradilan agama. Oleh karena
itu, pihak-pihak yang melakukan perjanjian berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah
tidak dapat melakukan pilihan hukum untuk diadili di pengadilan yang lain. Dalam
pasal tersebut yang berbunyi “Pengadilan agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikanperkara ditingkat pertama antara orang-
orang yang beragama islam dibidang:
a. Perkawinan
b. Waris
c. Wasiat
d. Hibah
5 Abdul Manan,Beberapa masalah Hukum dalamPraktek Ekonomi Syari’ah,Makalah diklatCalon Hakim
Angkatan ke-2 di Banten, 2007,hal.8.
14. 14
e. Wakaf
f. Zakat
g. Infak
h. Sedekah
i. Ekonomi Syari’ah
yang dimaksud dengan ekonomi syari’ah adalah perbuatan atau kegiatan usaha
yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara lain meliputi: bank syariah,
lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, re-asuransi syariah, reksa dana
syariah, obligasi syariah, sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah,
dana pensiun lembaga syariah, dan bisnis syariah.6
6 Zubairi Hasan,UndangUndang Perbankan Syariah,Titik Temu Hokum IslamDan Hokum Nasional,(PTraja
Grafindo persada,Jakarta),h. 226.
15. 15
Bab 3
Penutup
A. Kesimpulan
Arbitrase berasal dari Bahasa latin, yaitu dari kata arbitrateyang berarti
kekuasaan untuk menyelesaikan suatu perkara menurut kebijaksanaan. Arbitrase
merupakan salah satu dari berbagai metode yang dapat digunakan dalam
penyelesaian sengketa.
Arbitrase syariah atau tahkim memiliki tujuan untuk menyelesaikan
perselisihan antara dua pihak yang terlibat dalam sebuah perjanjian kerja sama
yang didasarkan pada ketentuan syariah.
Penyelesaian Sengketa dapat diselesaikan dengan beberapa cara diantanya
melalui Basyarnas, melalui perundingan yang dibantu oleh para ahli atau modiator
dan melalui pengadilan Agama.
16. 16
Daftar Pustaka
DRS.A. Rahmat Rosyadi,M.H, Arbitrase dalam Perspektif hukum Islam dan Hukum
positif, (Bandung : PT. CITRA ADITYA BAKTI), Tahun 2002
Yusuf Shofie,” Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan
konsumen Teori dan Praktek Penegakan Hukum” Bandung, Citra Aditya
Bakti,Tahun 2003
Radu Sembiring (Direktur Perlindungan Konsumen), Pemda Enggan Bentuk BPSK,
Departemen Perdagangan Republik Indonesia, www.duniabisnis.mom, diakses
tanggal 20 Februari 2020
Zubairi Hasan, Undang Undang Perbankan Syariah, Titik Temu Hokum Islam Dan Hokum
Nasional, (PT raja Grafindo persada, Jakarta)
Faturrahman Djamil, Penyelesaian Pembiayaan Bermasalah di Bank Syariah
(Jakarta:Sinar Grafika), 2012
Republik Indonesia, Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, Pasal 3
Warkum Sumitro, Asas-asas perbankan Islam & Lembaga-lembaga terkait (BAMUI,
Takaful dan Pasar Modal syariah di Indonesia), (Jakarta: Raja Grafindo Persada),
2004
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah (Terjmah jilid 13), Bandung: PT. Al-Ma’arif), 1997
Abdul Manan, Beberapa masalah Hukum dalam Praktek Ekonomi Syari’ah, Makalah diklat
CalonHakim Angkatan ke-2 di Banten, 2007
Zubairi Hasan, Undang Undang Perbankan Syariah, Titik Temu Hokum Islam Dan Hokum
Nasional,(PT raja Grafindo persada, Jakarta),