MAKALAH KELOMPOK 7 ADMINISTRASI LAYANAN KHUSUS.pdf
ISU RELEVANSI DALAM SOSIOLOGI PENDIDIKAN
1. ISU RELEVANSI DALAM SOSIOLOGI
PENDIDIKAN
Oleh :
DADANG DJOKO KARYANTO
NIM. P3A116008
PROGRAM DOKTOR KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2016
2. 1.1 Latar Belakang
Isu-isu yang berkaitan dengan pendidikan nasional dan globalisasi mendorong
kita untuk melakukan identifikasi dan mencari titik-titik simetris sehingga bisa
mempertemukan dua hal yang tampaknya paradoksial, yaitu pendidikan
Indonesia yang berimplikasi nasional dan global. Dampak globalisasi memaksa
banyak negara meninjau kembali wawasan dan pemahaman mereka terhadap
konsep bangsa, tidak saja karena faktor batas-batas teritorial geografis, tetapi
juga aspek ketahanan kultural serta pilar-pilar utama lainnya yang menopang
eksistensi mereka sebagai nation state yang tidak memiliki imunitas absolut
terhadap globalisasi. Peningkatan mutu lulusan SMK yang siap kerja tentunya
tidak leps dari managemen pendidikan yang di terapkan di suatu SMK terkait,
Oleh karena itu saya mempunyai beberapa pandangan terkait dengan mata
kuliah yang saya ambil beberapa waktu lalu yaitu mata kuliah managemen
pendidikan. Beberapa analisis mengenai managemen pendidikan terkait
dengan program yang akhirnya menghasilkan input mutu lulusan yang
kompeten.
PENDAHULUA
N
3. 1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka kami dapat
menarik beberapa permasalahan, seperti:
1. Bagaimana tingkat keterserapan lulusan smk di bidang industri?
2. Faktor apa saja penyebab rendahnya mutu lulusan smk?
3. Bagaimana penerapan managemen pendidikan dan mutu lulusan smk
yang berkompeten?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui tingkat keterserapan lulusan smk di bidang industri.
2. Untuk mengetahui faktor apa saja penyebab rendahnya mutu lulusan smk.
3. Untuk mengetahui bagaimana penerapan managemen pendidikan dan
mutu lulusan smk yang berkompeten.
4. 1.4 Batasan Penulisan
Adapun batasan dari penulisan ini makalah ini antara lain:
1. Membahas tentang perkembangan tingkat keterserapan lulusan smk pada
bidang industri sekarang ini.
2. Membahas tentang penerapan managemen pendidikan dan mutu lulusan
sk yang kompeten sekarang ini.
5. 2.1 Tingkat Keterserapan Lulusan Smk di Bidang Industri
Sinergi antara dunia pendidikan dengan dunia industri serta
stakeholders di masyarakat sangat dibutuhkan. Pengetahuan dan
keterampilan yang dikembangkan di sekolah perlu disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat. Dengan harapan pendidikan dapat
meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik dari sisi pengetahuan
maupun penyelesaian masalah kontektual yang dihadapi sehari-hari.
Selama ini pembelajaran belum bisa memenuhi semua tuntutan
masyarakat, terutama bidang keterampilan hidup sesuai kondisi lokal
hidup siswa. Materi pembelajaran sering tidak sejalan dengan
perkembangan dan kebutuhan masyarakat. Konsekwensinya, setelah
lulus sekolah siswa tidak bisa langsung menerapkan teori yang
didapatkan dari sekolah.
PEMBAHASAN
6. Tingkat keterserapan lulusan SMK di bidang industri
Dari beberapa sumber menginformasikan bahwaJumlah lulusan SMK
yang menganggur mencapai 813.776 jiwa atau 11,24 % dari jumlah
total pengangguran terbuka diindonesia sampai agustus 2014 yakni
7,24 juta jiwa
Kebijakan pemerintah membuat proporsi SMK : SMA dengan
komposisi 30% : 70%.
Rupert Evans ( 1978 ) pendidikan kejuruan adalah bagian dari sistem
pendidikan yang mempersiapkan seseorang agar lebih mampu
bekerja pada suatu kelompok pekerjaan.
Belum adanya link and matc antara pendidikan kejuruan dengan
permintaan industri menyebabkan lulusan SMK adalah yang paling
banyak menganggur.
7. TUJUAN PENDIDIKAN KEJURUAN
Memenuhi kebutuhan masyarakat akan tenaga kerja
Meningkatkan pilihan pendidikan bagi setiap individu
Mendorong motivasi untuk belajar terus
8. 2.2 Faktor Penyebab Rendahnya Mutu Lulusan SMK
1. Guru Kurang pengalaman praktik di industri
2. Sekolah kekurangan fasilitas praktek
3. Jumlah siswa yang melebihi kapasitas
4. Terbatasnya tempat praktek di industry
5. Iklim pembelajaran di sekolah kurang berorientasi kerja
2.3 Managemen Pendidikan dan Mutu Lulusan SMK yang Kompeten
Peningkatan mutu lulusan SMK yang siap kerja tentunya tidak lepas dari
managemen pendidikan yang di terapkan di suatu SMK terkait. Beberapa
analisis mengenai managemen pendidikan terkait dengan program yang
akhirnya menghasilkan input mutu lulusan yang kompeten.semua itu tidak
lepas dari profesionalisme dari berbagai elemen di dalam lingkungan
pendidikan, termasuk guru, staff, dan system yang berjalan dalam kancah
arena pendidikan tersebut.
9. Di dalam meningkatkan mutu lulusan, maka dilakukan usaha untuk menjalin
hubungan kerjasama dengan industri – industri yang terkait. Hal ini dilakukan untuk
memacu motivasi siswa dalam meraih ambisi dan prestasinya untuk siap terjun di
dunia kerja. Dalam hal ini kepala sekolah melakukan managemen untuk
mewujudkan hal ini. Dengan di bantu staf – staf terkait,misal membentuk staf khusus
untuk menangani hal ini,yaitu staf yang berfungsi untuk mengkoordinasi dengan
industri – industri untuk melancarkan hubungan kerja sama ini.
Langkah – langkah yang dapat dilaknsanakan diantaranya :
1. Meningkatkan managemen sekolah tentang pelaksanaan praktek industri (
magang ).
2. Menjalin hubungan yang lebih erat dengan dunia usaha
3. Melaksanakan komitmen yang tinggi untuk selalu berorientasi ke dunia kerja
4. Memanagemen pengeluaran rutin sebagai biaya pendidikan pada pendidikan
kejuruan yang menunjang kegiatan pembelajaran
10. 2.4 Kualitas Tenaga Kerja Indonesia
Lebih dari 40% pekerja berpendidikan SD bila dilihat
dari angka putus sekolah secara garis besar semakin
berkurang pada setiap tahun ajaran baru. Namun,
jumlah siswa sekolah dasar yang tidak melanjutkan
pendidikan ke tingkat sekolah menengah pertama,
serta yang putus sekolah di bangku sekolah dasar,
masih relatif tinggi, yaitu 1.014.079 orang. Kondisi ini
jelas akan berdampak sangat buruk terhadap mutu
angkatan kerja di masa depan.
Angka tersebut diambil dari Ikhtisar Data Pendidikan
Dasar 2015/2016 yang diterbitkan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan. Berdasarkan data ini,
sebanyak 946.013 siswa (dari 4.381.997 siswa lulus
SD) tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang SMP.
Adapun sebanyak 25.885.053 peserta didikSD)
mengalami putus sekolah di bangku SD.
11. Jumlah itu diperparah dengan akumulasi siswa yang hanya berijazah SD dari tahun-
tahun ajaran sebelumnya, yaitu 1.422.932 orang pada 2012/2013, 1.426.926 siswa
(2013/2014), dan 1.170.135 siswa (2014/2015). Jika ditambahkan semuanya,
jumlahnya 5.034.072 orang, mendekati populasi di Singapura yang diperkirakan
berjumlah 5.610.000 jiwa. Situasi buruk itu dipengaruhi dengan fakta bahwa
sekarang, 42,9% rakyat Indonesia hanya berpendidikan SD, 1/3 dari penduduk
Indonesia, yaitu 76 juta orang, hanya berpendidikan maksimal SMP sederajat, ini
jelas sangat membahayakan bagi mutu dan kapasitas angkatan kerja bangsa.
Karier dan Pendapatan
Dari sisi kehidupan bermasyarakat dan bernegara, kondisi banyaknya warga yang
hanya berpendidikan SD juga menimbulkan masalah. Seseorang yang tidak
memiliki daya kritis dan kemampuan berpikir analitis akan sukar untuk memahami
aturan yang ada serta mengikutinya. Ketertiban dan kenyamanan hidup
bermasyarakat dapat menjadi terganggu.
Survei Sosial Ekonomi Nasional 2014 menunjukkan porsi terbesar alasan putus
sekolah ialah ketiadaan biaya (40,4%). Masalah ini dialami kalangan miskin kota
hingga di desa-desa terpencil.
12. Namun dalam kurun lima tahun terakhir, ada tanda-tanda kemajuan. Sebagian
gambaran, pada tahun 2010, hanya 74,8% anak dari kalangan 20% penduduk
Indonesia termiskin masuk SMP. Pada tahun 2015, persentase itu bertambah, yakni
sebanyak 90,8% anak dari kalangan 20% termiskin duduk dibangku SMP.
Peringkat Indonesia Turun
Forum Ekonomi Dunia (WEF) belum lama ini merilis laporan Indeks Daya Saing
Global (GCI) 2016-2017. WEF menempatkan GCI Indonesia di peringkat ke-41 (dari
138 negara), turun empat tingkat dari periode 2015-2016 yang berada di posisi ke-
37 (dari 140 negara). GCI Malaysia dan Thailand lebih baik, yakni berada di peringat
ke-25 dan ke-34. Kedua negara tersebut juga mengalami penurunan jumlah
peringkat. Pada periode sebelumnya, Malaysia berada di posisi ke-18, sedangkan
Thailand diurutan ke-32.
Pemeringkatan GCI disusun berdasarkan 12 pilar. Penurunan peringkat daya saing
Indonesia merupakan kontribusi dari peringkat pilar kesehatan dan pendidikan dasar
yang rendah. Pada pilar ini, WEF menempatkan Indonesia di urutan ke-100, turun
20 peringkat dari periode lalu.
13. Pilar efisiensi pasar ketenagakerjaan Indonesia juga rendah, yakni posisi ke-108,
meskipun, menurut WEF, pencapaian itu naik tujuh peringkat dibandingkan periode
2015-2016.
Analisis Indonesia Labour Institute, Rekson Silaban berpendapat, produktivitas
tenaga kerja Indonesia belum banyak berubah dengan struktur angkatan kerja
masih didominasi lulusan SMP ke bawah.
Data Badan Pusat Statistik yang dikutip Kompas per Februari 2016 menunjukkan,
ada 120,64 juta penduduk Indonesia berusia di atas 15 tahun yang bekerja. Dari
jumlah itu, penduduk yang hanya tamat SD sebanyak 32,47 juta orang (27%) dan
pendidikan tertinggi SMP sebanyak 21,48 juta orang (17,8%). Adapun jumlah
warga yang tidak tamat SD sebanyak 15,65 juta orang (13%) dan tidak pernah
bersekolah sebanyak 4,3 juta orang (3,6 persen).
14. Di bukanya peluang mengisi guru produktif untuk
pendidikan kejuruan
Ada sebanyak 15.000 guru SMK dan SMA diberi kesempatan untuk mengisi
kekurangan guru produktif di SMK.
Para guru bid studi ilmu murni ini di persiaplan untuk menjadi guru produktif di
SMK dengan keahlian yang spesifik mencakup pertanian,
kemaritiman,ekonomi kreatif.
Pada tahun 2019 ,pemerintah menargetkan dapat memenuhi kebutuhan guru
produktif di SMK sekitar 91.000 guru.
Bahkan kementerian riset teknologi dan pendidikan tinggi bertanggung jawab
untuk menyediakan programnya, dengan cara alih fungsi ,para guru akan
dialih fungsikan menjadi guru produktif diberi sertifikat profesi ke dua atau
tambahan.
Guru yang bersedia di persilakan menndaftar secara daring yang di buka
pada tanggal 8 – 22 oktober.dengan cara di tes secara daring untuk
mengetahui kemampuan dan potensi keahlian yang sesuai.
15. Untuk guru adaptif SMK, seperti matematika,fisika,biologi,bahasa inggris, yang
dialih fungsikan sebanyak 5.700 orang, terbanyak dari SMA, berjumalah 9.300
0rang.
Praktisi SMK,Priyanto mengatakan pengalihfungsian guru menjadi guru
produktif tidak terlalu bermanfaat dan menghabiskan anggaran , sebab guru
produktif selain kompoten mengajar juga perlu matang dalam memahami
perkembangan industri lewat magang.