1. KEJANG DEMAM
Sarwonoberau
Senin, 25 Juli 2011
Kejang demam
A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Istilah kejang demam digunakan untuk bangkitan kejang yg timbul akibat kenaikan suhu
tubuh. “Kejang demam ialah bangkitan kejang yg C) yang disebabkan oleh terjadi pada
kenaikan suhu tubuh (suhu rektal 38 suatu proses ekstrakranium (Hasan, 1995).
Banyak pernyataan yang dikemukakan mengenai kejang demam, salah satu diantaranya
adalah : “Kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak, biasanya terjadi pada
umur 3 bulan sampai 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti
adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam
dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dapat
dibedakan dengan epilepsi, yaitu ditandai dengan kejang berulang tanpa demam (Mansjoer,
2000).
2. Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan
Seperti yang dikemukakan Syaifuddin (1997), bahwa system saraf terdiri dari system saraf
pusat (sentral nervous system) yang terdiri dari cerebellum, medulla oblongata dan pons
(batang otak) serta medulla spinalis (sumsum tulang belakang), system saraf tepi (peripheral
nervous system) yang terdiri dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan semua cabang dari
medulla spinalis, system saraf gaib (autonomic nervous system) yang terdiri dari sympatis
(sistem saraf simpatis) dan parasymphatis (sistem saraf parasimpatis).
Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus oleh selaput otak
yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi struktur saraf terutama terhadap
resiko benturan atau guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid
dan piamater.
Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari :
a. Cerebrum (otak besar)
Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior rongga tengkorak di
mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan cavum cranialis media.
Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla cerebri. Fungsi dari
cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat sensorik, pusat pendengaran / auditorik,
pusat penglihatan / visual, pusat pengecap dan pembau serta pusat pemikiran.
Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia alba sehingga tidak
berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di dalam daerah medulla cerebri. Pada setiap
hemisfer cerebri inilah yang disebut sebagai ganglia basalis.
Yang termasuk pada ganglia basalis ini adalah :
1) Thalamus
Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls pembau yang langsung
sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus terutama penting untuk integrasi semua impuls
sensorik. Thalamus juga merupakan pusat panas dan rasa nyeri.
2. 2) Hypothalamus
Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus terdiri dari beberapa
nukleus yang masing-masing mempunyai kegiatan fisiologi yang berbeda. Hypothalamus
merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi alat demam seperti mengatur metabolisme,
alat genital, tidur dan bangun, suhu tubuh, rasa lapar dan haus, saraf otonom dan sebagainya.
Bila terjadi gangguan pada tubuh, maka akan terjadi perubahan-perubahan. Seperti pada
kasus kejang demam, hypothalamus berperan penting dalam proses tersebut karena fungsinya
yang mengatur keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya proses-proses patologik
ekstrakranium.
3) Formation Reticularis
Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak (superior dan pons varoli)
ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas cortex cerebri di mana pada daerah formatio
reticularis ini terjadi stimulasi / rangsangan dan penekanan impuls yang akan dikirim ke
cortex cerebri.
b. Serebellum
Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa cranial posterior.
Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusat koordinasi
kontraksi otot rangka.
System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf yang langsung keluar dari otak atau batang
otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus cranialis ada 12 pasang :
1) N. I : Nervus Olfaktorius
2) N. II : Nervus Optikus
3) N. III : Nervus Okulamotorius
4) N. IV : Nervus Troklearis
5) N. V : Nervus Trigeminus
6) N. VI : Nervus Abducen
7) N. VII : Nervus Fasialis
8) N. VIII : Nervus Akustikus
9) N. IX : Nervus Glossofaringeus
10) N. X : Nervus Vagus
11) N. XI : Nervus Accesorius
12) N. XII : Nervus Hipoglosus.
System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan system saraf otonom
dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent. Menurut fungsinya system saraf
otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai serat pre dan post ganglionik yaitu system
simpatis dan parasimpatis.
Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :
1) Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal dan seterusnya
2) Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebut trunkus symphatis
3) Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion kolateral.
System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu :
Serabut saraf yang dicabagkan dari medulla spinalis:
1. Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batang otak
2. Serabut saraf yang dicabangkan dari medulla spinalis.
3. Etiologi
Penyebab Febrile Convulsion hingga kini belum diketahui dengan Pasti, demam sering
disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan
infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu tinbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang
demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer, 2000).
Kejang dapat terjadi pada setiap orang yang mengalami hipoksemia (penurunan oksigen
3. dalam darah) berat, hipoglikemia, asodemia, alkalemia, dehidrasi, intoksikasi air, atau demam
tinggi. Kejang yang disebabkan oleh gangguan metabolik bersifat reversibel apabila stimulus
pencetusnya dihilangkan (Corwin, 2001).
4. Patofisiologi
Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium
dan ion lain, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi natrium menurun sedangkan di luar
sel neuron terjadi keadaan sebaliknya.
Dengan perbedaan jenis konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka terdapat perbedaan
potensial yang disebut potensial membran dan ini dapat dirubah dengan adanya :
a. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
b. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya
c. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui
membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya
sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda, tergantung dari tinggi rendahnya
ambang kejang tersebut. Pada anak dengan ambang kejang rendah, C, sedang pada ambang
kejang tinggi kejang dapat terjadi pada suhu 38 C atau lebih. Untuk lebih jelas dapat
dilihat baru terjadi pada suhu 40 pada bagan di bawah ini :
Kejang demam
Inflamasi
Infeksi
Peningkatan suhu tubuh
Metabolisme basal meningkat
Kebutuhan O2 meningkat
Glukosa ke otak menurun
Perubahan konsentrasi dan jenis ion
di dalam dan di luar sel
Difusi ion Na+ dan K+
Kejang
Durasi pendek Durasi lama
Sembuh Apnea
O2 menurun
Kebutuhan O2 meningkat
4. Hipoxemia
Aktivitas otot meningkat
Hipoxia
Permeabilitas meningkat
Edema otak
Kerusakan sel neuron otak
Epilepsi
5. Tanda dan Gejala
Secara teoritis pada klien dengan Kejang Demam didapatkan data-data antara lain klien
kurang selera makan (anoreksia), klien tampak gelisah, badan klien panas dan berkeringat,
mukosa bibir kering (Ngastiyah, 1997).
6. Komplikasi
Pada penderita kejang demam yang mengalami kejang lama biasanya terjadi hemiparesis.
Kelumpuhannya sesuai dengan kejang fokal yang terjadi. Mula – mula kelumpuhan bersifat
flasid, tetapi setelah 2 minggu timbul spastisitas.
Kejang demam yang berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak
sehingga terjadi epilepsy.
Ada beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada klien dengan kejang demam :
a. Pneumonia aspirasi
b. Asfiksia
c. Retardasi mental
7. Penatalaksanaan / Pengobatan
Ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu :
a. Memberantas kejang secepat mungkin
Bila penderita datang dalam keadaan status convulsion, obat pilihan utama adalah diazepam
secara intravena. Apabila diazepam tidak tersedia dapat diberikan fenobarbital secara
intramuskulus.
b. Pengobatan Penunjang
Semua pakaian yang ketat dibuka. Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi
isi lambung, usahakan jalan nafas bebas agar oksigen terjamin, penghisapan lendir secara
teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen. Tanda – tanda vital diobservasi
secara ketat, cairan intravena diberikan dengan monitoring.
c. Pengobatan di rumah
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumah. Pengobatan ini dibagi atas 2
golongan yaitu :
1) Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari diberikan obat campuran anti
konvulsan dan anti piretik yang harus diberikan pada anak bila menderita demam lagi
2) Profilaksis jangka panjang
Gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis terapeutik yang stabil dan cukup di dalam darah
5. penderita untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari.
d. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun epilepsy yang diprovokasi oleh
demam, biasanya infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan untuk mengumpulkan data serta menganalisa data sehingga
dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan klien (Gaffar, 1997). Dalam upaya
pengumpulan data sebagai langkah awal dari proses keperawatan penulis melakukan
pengkajian, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegiatan yang dilakukan dalam
pengkajian adalah pengumpulan data dan merumuskan prioritas masalah. Sedangkan tujuan
dari pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan data–data, mengelompokkan dan
menganalisa data sehingga ditemukan diagnosa keperawatan (Gaffar, 1997).
Tahapan pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai
dengan kebutuhan individu. Oleh karena itu pengkajian yang akurat dan lengkap sesuai
dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa
keperawatan sesuai dengan respon individu sebagaimana yang ditentukan dalam standar
praktek keperawatan dari American Nursing Association.
Pengkajian keperawatan data dasar yang komprehensif adalah kumpulan data yang berisikan
mengenai status kesehatan klien untuk mengelola kesehatan terhadap dirinya sendiri dan hasil
konsultasi dari medis (terapis) atau profesi kesehatan lainnya (Taylor, Lilis Le Mone, 1997).
Berdasarkan sumber data, data dibedakan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari klien, yaitu data tersebut
diperoleh dari klien yang sadar maupun klien tidak sadar sehingga tidak dapat berkomunikasi
misalnya data tentang kebersihan diri atau data tentang kesadaran. Data sekunder adalah data
yang diperoleh selain dari klien, seperti dari perawat, dokter, catatan perawat, serta dari
pemeriksaan seperti pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan diagnostik lainnya, dari
keluarga atau dari kerabat dekat.
Secara umum ada beberapa cara pengumpulan data dengan observasi, konsultasi, validasi
data, anamnesa, pemeriksaan fisik, observasi adalah pengumpulan data melalui hasil
pengamatan (melihat, meraba atau mendengarkan) tentang kondisi klien dalam kerangka
asuhan keperawatan.
Konsultasi adalah seorang spesialis diminta untuk mengidentifikasikan cara–cara untuk
pengobatan dan penanganan penyakit klien.
Anamnesa atau wawancara adalah cara pengumpulan data melalui inspeksi, palpasi, perkusi
dan auskultasi.
Inspeksi adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien, seperti inspeksi
kesimetrisan pergerakan dinding dada, penggunaan otot bantu pernafasan, inspeksi adanya
lesi pada kulit dan sebagainya.
Perkusi adalah pemeriksaan fisik dengan cara mengetukkan jari tengah kejari tengah yang
lainnya untuk normal atau tidaknya suatu organ tubuh.
Palpasi adalah jenis pemeriksaan fisik dengan cara meraba klien seperti lokasi pada rongga
abdomen untuk mengetahui lokasi nyeri atau untuk mengetahui adanya massa.
Auskultasi adalah cara pemeriksaan fisik dengan menggunakan stetoskop, misalnya
auskultasi dinding abdomen untuk mengetahui bising usus, mendengarkan suara paru – paru,
bunyi jantung.
Adapun pengkajian untuk mengumpulkan data–data yang akurat terhadap Kejang Demam
yaitu dimulai dengan anamnesa kepada klien dan
keluarga kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik.
6. Hal – hal yang perlu dikaji antara lain :
a. Identitas pasien dan keluarga
1) Nama Pasien (initial), umur, jenis kelamin,agama, suku bangsa dan alamat
2) Nama Ayah (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan bangsa
3) Nama Ibu (initial), umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku dan bangsa.
b. Kesehatan fisik
1) Pola nutrisi
Tidak ada nafsu makan (anoreksia), mual dan bahkan dapat disertai muntah. Perlu dikaji pola
nutrisi sebelum sakit, porsi makan sehari – hari, jam makan, pemberian makan oleh siapa,
frekuensi makan, nafsu makan, serta alergi terhadap makanan.
2) Pola eliminasi
3) Pola tidur
Yang perlu dikaji meliputi jam tidur, waktu tidur dan lamanya tidur serta kebiasaan sebelum
tidur
4) Pola hygiene tubuh
Mengkaji mengenai kebiasaan mandi, cuci rambut, potong kuku dan rambut
5) Pola aktifitas
Anak tampak lemah, gelisah atau cengeng.
c. Riwayat kesehatan yang lalu
1) Riwayat prenatal
Dikaji mengenai kehamilan ke berapa, tempat pemeriksaan kehamilan, keluhan ibu saat
hamil, kelainan kehamilan dan obat – obatan yang diminum saat hamil.
2) Riwayat kelahiran
Kelahiran spontan atau dengan bantuan – bantuan, aterm atau premature. Perlu juga
ditanyakan berat badan lahir, panjang badan, ditolong oleh siapa dan melahirkan di mana.
3) Riwayat yang berhubungan dengan hospitalisasi
Pernahkah dirawat di rumah sakit, berapa kali, sakit apa, pernahkah menderita penyakit yang
gawat.
Riwayat kesehatan dalam keluarga perlu dikaji kemungkinan ada keluarga yang pernah
menderita kejang.
4) Tumbuh kembang
Mengkaji mengenai pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan tingkat usia, baik
perkembangan emosi dan sosial.
5) Imunisasi
Yang perlu dikaji adalah jenis imunisasi dan umur pemberiannya. Apakah imunisasi lengkap,
jika belum apa alasannya.
d. Riwayat penyakit sekarang
1) Awal serangan : Sejak timbul demam, apakah kejang timbul setelah 24 jam pertama
setelah demam
2) Keluhan utama : Timbul kejang (tonik, klonik, tonik klonik), suhu badan meningkat
3) Pengobatan : Pada saat kejang segera diberi obat anti konvulsan dan apabila pasien berada
di rumah, tiindakan apa yang dilakukan untuk mengatasi kejang.
4) Riwayat sosial ekonomi keluarga
Pendapatan keluarga setiap bulan, hubungan sosial antara anggota keluarga dan masyarakat
sekitarnya.
5) Riwayat psikologis
7. Reaksi pasien terhadap penyakit, kecemasan pasien dan orang tua sehubungan dengan
penyakit dan hospitalisasi.
e. Pemeriksaan fisik
1) Pengukuran pertumbuhan : Berat badan, tinggi badan, lingkar kepala
C, nadi cepat, 2) Pengukuran fisiologis : Suhu biasanya di atas 38 pernafasan (mungkin
dyspnea nafas pendek, nafas cepat, sianosis)
3) Keadaan umum : Pasien tampak lemah, malaise
4) Kulit : Turgor kulit dan kebersihan kulit
5) Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala dan warna rambut serta kebersihannya
6) Mata : Konjungtiva, sklera pucat / tidak, pupil dan palpebra
7) Telinga : Kotor / tidak, mungkin ditemukan adanya Otitis Media Akut / Kronis
8) Hidung umumnya tidak ada kelainan
9) Mulut dan tenggorokan : Bisa dijumpai adanya tonsillitis
10) Dada : Simetris / tidak, pergerakan dada
11) Paru – paru : Bronchitis kemungkinan ditemukan
12) Jantung : Umumnya normal
13) Abdomen : Mual – mual dan muntah
14) Genetalia dan anus : Ada kelainan / tidak
15) Ekstremitas : Ada kelainan / tidak.
Setelah selesai mengumpulkan data maka selanjutnya data tersebut dikelompokkan.
Pengelompokan data dapat dibagi atas data dasar dan data khusus (Carpenito, 1997). Data
dasar terdiri dari data fisiologis, data psikologis, data sosial dan spiritual. Sedangkan data
khusus adalah data yang bersifat khusus, misalnya pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
rontgen dan sebagainya.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan
aktual atau rester / resti (Gaffar, 1997). Pada tahap diagnosa keperawatan penulis akan
menganalisa data yang diperoleh dari hasil pengkajian dan mengidentifikasi masalah
keperawatan, baik yang dapat dicegah, dapat dikurangi maupun yang dapat ditanggulangi
dengan tindakan keperawatan.
Diagnosa keperawatan dibagi sesuai dengan masalah kesehatan klien yaitu :
a. Aktual, yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan masalah yang nyata saat ini dengan
data klinis yang ditemukan.
b. Rester, yaitu diagnosa keperawatan yang menjelaskan bahwa masalah kesehatan yang
nyata yang akan terjadi jika tidak dilakukan intervensi keperawatan, saat ini masalah belum
ada tetapi etiologi sudah ada.
c. Possible, yaitu diagnosa keperawatan yang timbul akibat adanya tambahan masalah
Komponen – komponen berikut ini menandai tiga bagian pernyataan perubahan keperawatan
a. Diagnosa keperawatan, merupakan pernyataan yang menggambarkan perubahan status
kesehatan klien. Perubahan–perubahan menyebabkan masalah dan perubahan yang tidak
menguntungkan pada kemampuan klien untuk berfungsi. Diagnosa keperawatan adalah frase
atau pernyataan yang ringkas, diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk membuat
kriteria hasil asuhan keperawatan dan menentukan intervensi – intervensi yang diperlukan
untuk mencapai kriteria hasil.
b. Etiologi, pernyataan etiologi mencerminkan penyebab masalah klien yang menimbulkan
perubahan–perubahan pada status kesehatan klien. Penyebab tersebut dapat berhubungan
dengan tingkah laku klien, patofisiologi, psikososial, perubahan–perubahan situasional pada
gaya hidup, usia perkembangan, faktor budaya dan lingkungan. Diagnosa keperawatan dapat
diterapkan untuk semua area keperawatan, seperti medikal bedah, kesehatan ibu dan anak,
pediatrik, kesehatan komunitas.
8. Batasan karakteristik, merupakan kelompok petunjuk klinis yang menggambarkan tingkah
laku, tanda dan gejala yang menggambarkan diagnosa keperawatan. Batasan karakteristik
diperoleh selama tahap pengkajian, memberikan bukti bahwa ada masalah kesehatan gejala
(data subjektif) adalah perubahan yang dirasakan oleh klien dan diekspresikan secara verbal
kepada perawat. Tanda (data objektif) adalah perubahan yang diamati pada status kesehatan
klien. Identifikasi minimal tiga tanda dan gejala sebagai bukti yang cukup untuk mendukung
pemilihan diagnosa keperawatan .
Adapun masalah keperawatan pada klien dengan kasus Febrile Convulsion menurut
Ngastiyah (19997) adalah :
a. Resiko tinggi terhadap kerusakan sel otak berhubungan dengan kejang
b. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme rata-rata, proses infeksi
c. Resiko terjadi bahaya / komplikasi berhubungan dengan aktifitas kejang
d. Gangguan rasa aman dan nyaman berhubungan dengan tindakan invasif, prosedur tindakan
e. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurangnya informasi.
Menurut Doenges (2000), diagnosa keperawatan pada Febrile Convulsion adalah :
a. Resiko terhadap henti nafas berhubungan dengan perubahan kesadaran, kehilangan
koordinasi otot besar dan kecil
b. Ketidakefektifan pola pernafasan / bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, hypersekresi trakeobronkial
c. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme basal rata-rata, proses infeksi
d. Kurang pengetahuan keluarga mengenai kondisi, dan aturan pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi.
Sedangkan menurut Carpenito (1990), diagnosa keperawatan yang terdapat pada kasus
Febrile Convulsion adalah :
a. Resiko tinggi tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan relaksasi lidah,
sekunder terhadap gangguan inversi otot
b. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme rata-rata, proses infeksi.
3. Perencanaan
Perencanaan merupakan tahap yang paling penting yang dibuat setelah merumuskan diagnosa
keperawatan. Tujuan perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah
masalah keperawatan klien, sehingga tercapai kondisi kesehatan klien yang optimal (Gaffar,
1997).
Pada tahap perencanaan setelah memprioritaskan masalah keperawatn, penulis menetapkan
tujuan dan kriteria tindakan yang dapat mencegah, mengurangi dan menanggulangi masalah
kesehatan yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan klien saat ini serta menuliskan
tujuan yang ditetapkan harus nyata, dapat diukur dan mempunyai batasan waktu pencapaian.
Adapun komponen tahap perencanaan adalah :
Membuat prioritas urutan diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan diurutkan dengan prioritas tinggi, sedang, ringan masalah dengan
prioritas tinggi mencerminkan situasi yang mengancam hidup (misalnya bersihan jalan
nafas). Masalah dengan prioritas rendah tidak berhubungan secara langsung dengan keadaan
sakit atau prognosis yang spesifik (misalnya masalah keuangan). Masalah dengan prioritas
tingi membutuhkan perhatian yang cepat dibandingkan dengan prioritas rendah.
Hirarki kebutuhan Maslow (1968) membantu perawat untuk memprioritaskan urutan
diagnosa keperawatan, kerangka hirarki ini termasuk kebutuhan fisiologis dan psikologis.
Lima tingkatan hirarki ini adalah fisikologis, keselamatan dan keamanan, mencintai dan
memiliki, harga diri dan aktualisasi diri.
Adapun rencana tindakan pada kasus Febrile Convulsion menurut Doenges (2002), yaitu :
1. Diagnosa keperawatan I
Resiko tinggi terhadap henti nafas berhubungan dengan perubahan kesadaran, kehilangan
9. koordinasi otot besar dan kecil
Tujuan dan kriteria hasil :
Henti nafas dan trauma tidak terjadi dengan kriteria :
Menunjukkan efektifitas pernafasan selama kejang dan sesudahnya
Tidak terdapat tanda injuri, perlukaan di seluruh organ tubuh
Rencana Tindakan :
1.1 Gali bersama-sama keluarga berbagai stimulasi yang dapat menjadi pencetus kejang
Rasional : Mengetahui dan dapat menanggulangi sedini mungkin komplikasi yang dapat
terjadi
1.2 Pertahankan bantalan lunak pada penghalang tempat tidur yang terpasang dengan posisi
tempat tidur rendah
Rasional : mengurangi trauma saat kejang selama berada di tempat tidur
1.3 Gunakan termometer dengan bahan metal atau dapatkan suhu melalui lubang telinga jika
perlu
Rasional : mengurangi resiko klien menggigit dan cedera mulut
1.4 Tinggallah bersama klien dan keluarga dalam waktu beberapa lama / setelah kejang
Rasional : Meningkatkan rasa aman keluarga, mengobservasi gejala lanjut
1.5 Masukkan jalan nafas buatan yang terbuat dari plastik. Miringkan kepala ke salah satu sisi
dan lakukan suction pada jalan nafas sesuia indikasi
Rasional : Memfasilitasi ekspansi dada maksimal, drainage sekret, dan memfasilitasi saat
melakukan suction
1.6 Atur kepala, tempatkan di atas daerah yang empuk (lunak) atau bantu meletakkan pada
lantai jika keluar dari tempat tidur
Rasional : Menurunkan resiko cedera
2. Diagnosa keperawatan II
Ketidakefektifan pola pernafasan / bersihan jalan nafas berhubungan dengan gangguan
neuromuskuler, hypersekresi trakeobronkial
Tujuan dan kriteria hasil :
Pola nafas efektif yang ditunjukkan dengan frekuensi nafas dalam batas normal, jalan nafas
bersih
Rencana Tindakan :
2.1 Kosongkan mulut klien dari benda / zat makanan
Rasional : menurunkan resiko aspirasi
2.2 Letakkan klien pada posisi miring, permukaan datar, miringkan kepala, selama serangan
kejang
Rasional : Meningkatkan aliran (drainage), sekret, mencegah lidah jatuh, dan menyumbat
jalan nafas
2.3 Tanggalkan pakaian pada daerah leher, dada, dan abdomen
Rasional : Memfasilitasi usaha bernafas dan ekspansi dada
2.4 Masukkan spatel lidah/jalan nafas buatan atau golongan benda lunak sesuai dengan
indikasi
Rasional : Mencegah tergigitnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan suction
2.5 Melakukan pengisapan (suction) sesuai indikasi
Rasional : Menurunkan resiko aspirasi dan asfiksia
3. Diagnosa keperawatan III
Hipertermia berhubungan dengan peningkatan metabolisme basal rata-rata, proses infeksi
Tujuan dan kriteria hasil :
Suhu tubuh dalam batas normal, yang ditunjukkan dengan mendemontrasikan suhu dalam
batas normal, bebas dari kedinginan, tidak mengalami komplikasi yang berhubungan
Rencana Tindakan :
10. 3.1 Pantau suhu tubuh
Rasional : Suhu 38,9-41,1 menunjukkan adanya proses infeksius akut. Pola demam dapat
membantu dalam diagnosis
3.2 Pantau suhu lingkungan, batasi / tambahkan penggunaan seprai di tempat tidur sesuai
indikasi
Rasional : Suhu ruangan / jumlah selimut harus dirubah untuk mempertahankan suhu
mendekati normal
3.3 Berikan kompres hangat
Rasional : Membantu menurunkan demam dengan efek vasodilatasi air hangat melalui proses
evaporase
3.4 Kolaborasi : Berikan antipiretik
Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentranya pada hipotalamus
meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan
meningkatkan autodekstruksi sel-sel yang terinfeksi.
4 Diagnosa keperawatan IV
Kurang pengetahuan (kurang belajar) mengenai kondisi, dan aturan pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi, kesalahan persepsi
Tujuan dan kriteria hasil :
Mengungkapkan pemahaman tentang gangguan berbagai rangsang yang dapat menyebabkan
aktifitas kejang, dengan kriteria :
Keluarga dapat mengemukakan kondisi dan pengobatan secara sederhana.
Rencana Tindakan :
4.1 Jelaskan kembali mengenai patofisiologi / prognosis penyakit
Rasional : Memberikan kesempatan mengklarifikasi kesalahan persepsi dan keadaan penyakit
yang ada sesuai dengan yang ditangani
4.2 Tinjau kembali obat-obat yang didapat
Rasional : Tidak ada pemahaman terhadap obat-obatan yang dapat merupakan penyebab
kecemasan keluarga
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah intervensi yang dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan
validasi, penugasan ketrampilan interpersonal, intelektual dan teknikal (Gaffar, 1997, 49).
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien vulnus scissum untuk memenuhi antara lain :
mencegah infeksi, meningkatkan penyembuhan luka, meningkatkan kondisi kesehatan dan
koping individu dan keluarga serta mencegah komplikasi cedera selanjutnya.
Tahap pelaksanaan merupakan bentuk tindakan untuk direncanakan sebelumnya dan
disesuaikan dengan situasi secara cermat dan efisien. Dalam melaksanakan tindakan
keperawatan penulis menyesuaikan dengan kondisi yang sesuai dengan kebutuhan klien saat
itu, tidak semata – mata berdasarkan prioritas masalah yang direncanakan sebelumnya serta
disesuaikan dengan waktu pelaksanaan tindakan. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan
penulis juga melaksanakan tindakan observasi dan pengumpulan data untuk melihat
perkembangan klien selanjutnya.
Komponen tahapan dalam menyusun implementasi :
a. Tindakan keperawatan mandiri dilakukan tanpa perintah dokter, tindakan keperawatan
mandiri ini ditetapkan dengan standar praktik American Nursing Association (1973),
undang–undang praktik perawat negara bagian dan kebijakan institusi perawat kesehatan.
b. Tindakan keperawatan kolaboratif, diimplementasikan bila perawat bekerja dengan
anggota tim perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang
bertujuan untuk mengatasi masalah – masalah klien.
c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respons klien terhadap tindakan keperawatan,
11. dokumentasi merupakan pernyataan dari kejadian atau aktifitas yang otentik dengan
mempertahankan catatan – catatan yang tertulis. Dokumentasi merupakan wahana untuk
komunikasi dari salah satu profesional ke profesional lainnya tentang status klien.
Dokumentasi klien memberikan bukti tindakan keperawatan mandiri dan kolaboratif yang
diimplementasikan oleh perawat.
5. Evaluasi
Merupakan fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan
yang diberikan (Gaffar, 1997). Evaluasi asuhan keperawatan adalah tahap akhir proses
keperawatan yang bertujuan untuk menilai hasil akhir dari keseluruhan tindakan keperawatan
yang dilakukan.
Hasil akhir yang diinginkan dari perawatan pasien Kejang Demam meliputi pola pernafasan
kembali efektif, suhu tubuh kembali normal, anak menunjukkan rasa nymannya secara verbal
maupun non verbal, kebutuhan cairan terpenuhi seimbang, tidak terjadi injury selama dan
sesudah kejang dan pengatahuan orang tua bertambah.
Evaluasi ini bersifat formatif, yaitu evaluasi yang dilakukan secara terus menerus untuk
menilai hasil tindakan yang dilakukan disebut juga evaluasi tujuan jangka pendek. Dapat pula
bersifat sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan sekaligus pada akhir dari semua tindakan yang
pencapaian tujuan jangka panjang.
Komponen tahapan evaluasi :
a. Pencapaian kriteria hasil
Pencapaian dengan target tunggal merupakan meteran untuk pengukuran. Bila kriteria hasil
telah dicapai, kata “ Sudah Teratasi “ dan datanya ditulis di rencana asuhan keperawatan. Jika
kriteria hasil belum tercapai, perawat mengkaji kembali klien dan merevisi rencana asuhan
keperawatan.
b. Keefektifan tahap – tahap proses keperawatan
Faktor – faktor yang mempengaruhi pencapaian kriteria hasil dapat terjadi di seluruh proses
keperawatan.
1) Kesenjangan informasi yang terjadi dalam pengkajian tahap satu.
2) Diagnosa keperawatan yang salah diidentifikasi pada tahap dua
3) Instruksi perawatan tidak selaras dengan kriteria hasil pada tahap tiga
4) Kegagalan mengimplementasikan rencana asuhan keperawatan tahap empat.
5) Kegagalan mengevaluasi kemajuan klien pada tahap ke lima.
12. DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk (2000), Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta
Doenges, Marillyn E, dkk (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa
Keperawatan, EGC, Jakarta
Doenges, Marillyn E, et all (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC, Jakarta
Gaffar, La Ode Jumadi (1997), Pengantar Keperawatan Profesional, EGC, Jakarta
Hasan, Dr. Rusepno (1995), Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta
Ngastiyah (1997), Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Pusponegoro, Titut S., dkk (2000) Perinatologi, EGC, Jakarta
Saifuddin (1997), Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, EGC, Jakarta
Susan Martin, dkk (1998), Standar Perawatan Pasien, Proses Keperawatan, Diagnosa dan
Evaluasi, Edisi 5, EGC, Jakarta
Sylvia A. Price, dkk (1995), Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4, EGC, Jakarta
Diposkan oleh sarwono di 13.12 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Link ke posting ini
Label: keperawatan
Reaksi:
Minggu, 24 Juli 2011
HACK TSEL FLASH YANG KEHABISAN QUOTA
Dulunya saya memakai Modem Flexi dengan paket sekolah hanya Rp.30.000,- ,awalnya
13. cepet tapi lama-lama jadi ngesot jalannya…(wadooh gmn y?),Nah…Pas lagi liat Televisi,ada
iklan telkomsel flash. . .katanya si UNlimited.
Saya cari saja infonya di internet,bener si unlimited tapi di batesin kecepatanya,jadi
sistemnya kek gini
diibaratkan
paket unlimited = mobil
dan kapasitas(yang 300MB,500MB,dll ) = itu NOS-nya
jadi jika NOS nya habis ,mobilnya tetp jalan tapi lebih pelan.pokoknya gitu lah ^^
untuk cek paket infonya silahkan ke http://www.telkomsel.com/product/telkomsel-flash/661-
Paket-Telkomsel-Flash.html
nah,kembali ya( sedikit intermezzzoOo ^^)
selanjutnya , saya mencoba telkomselflash ,perdananya kira-kira Rp.65.000,-.
Saya gunakan HP NOKIA sebagai modem,dengan menggunakan software NOKiA Pc
Suite(cari aja di google)
dan alhamdulillah koneksi lancar + ngebut . . . .
tetapi tadi malem di malem ke 3 ,koneksinya jadi Lola alias lama (saya berfikir mungkin
hanya lagi perbaikan)
Pas Pagi tadi saya coba! masih lama juga,saya cek UL Info ,Ternyata benar 0 kb….NOS nya
habis!! T.T
saya mulai Searching di google dengan koneksi yang kehabisan bensin untuk mempercepat
koneksi Telkomsel Flash yang telah habis kuotanya,alhasil saya dapat nice info dari sebuah
blog ,gini caranya:
Ubah settingan modem anda
Config Filename : im2
Dial Number : *99#
Username : indosatm2
Pasword : prabayar
APN : indosatm2
DNS pilih yang otomatis
PDP Tipe pake yang IP jangan CHAP
Loh kok Indosat kan Telkomsel??saya pertama juga kaget + kaga percaya ,Tetapi setelah di
coba !!
Behhhh…….Ngacirrr………….^^
Selamat BerUtak-Utik!
Diposkan oleh sarwono di 20.43 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Link ke posting ini
Label: internet
Reaksi:
MEMPERCEPAT IDM
tadi ane searching2 di Forum sebelah , ternyata ada trit “Cara setting IDM biar Bikin ngacir-
cir”. nah buat kalian agan2 yang menggunakan download manager IDM, kadang belum
benar-benar merasakan manfaat dari SW tsb, karena belum disetting dengan benar. Jika
sudah diseting, IDM akan berfungsi optimal, meskipun kita gonta-ganti tipe koneksi (wive-
LAN, WIFI, Dial-up, dll).
Nah bagemana caranya biar agan2 bisa merasakan manfaat ilmu yang ane dapet hingga bikin
downloadan nte yang biasanya sejam berubah jadi 15 menit , jadi bisa hemat waktu gan !!
hhee
nih contohnya :
14. Pertannyaanya , Bagaiamana caranya Membuat IDM Download 3x Lebih Cepat alias
Ngaciiir ?
Gini caranya:
1. klik IDM di try icon
2. klik Option
3. Pada Connection/ Speed, pilih Other, dan pada Default Max conn.number pilih 16
4. Tutup IDM
5. Klik Start kemudian run dan tuliskan “regedit” tanpa petik , kemudian klik ok , Jalankan
Regedit>HKey_Current_User>Software>Download Manager> (lihat jendela kanan)
Connection Speed>double click>pilih decimal> isi dengan 9999999999999>OK
6. tutup regedit (close )
7. Coba ntuk DL….winking
Catatan:
Kecepatan Download dipengaruhi juga oleh kondisi jaringan yg ada..
Diposkan oleh sarwono di 20.37 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Link ke posting ini
Label: internet
Reaksi:
Laporan pendahuluan Askep pasien dengan gastroenteritis
A. Konsep Dasar Gastroenteritis
1. Definisi
Gastroenteritis (diare) merupakan suatu keadaan dimana frekuensi buang air besar lebih dari
4 kali dan pada bayi lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau
atau dapat pula bercampur lendir dan darah, atau lendir saja (Ngastiyah, 1997).
3. Etiologi
Penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor infeksi:
1) Bakteri; enteropathogenic escherichia coli, salmonella, shigella, yersinis enterocolitica,
campylobacter.
2) Virus; enterovirus-echoviruses, adenovirus, human retrovirus seperti agent rota virus,
astrovirus.
15. 3) Jamur; candida enteritis.
4) Parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, srongyloides), protozoa (entamoebahystolityca,
giardialamblia).
5) Infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan, seperti otitis media akut (OMA),
tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat
pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.
b. Faktor malabsorbsi
1) Malobsorbsi karbohidrat : disakarida (intolerensi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (intoleransi glukosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan
tersering intoleransi laktosa,
2) Malabsrobsi lemak.
3) Malabsorbsi protein.
c. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
d. Faktor fsikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang lebih besar).
4. Patofisiologi
Menurunnya pemasukan/ hilangnya cairan akibat muntah, diare, demam, hiperpentilasi
Tiba-tiba dengan cepat cairan ekstraseluler hilang
Ketidak seimbangan elektrolit
Hilangnya cairan dalam intra seluler
Disfungsi seluler
Syok hipovolemik
Kematian
5. Tanda dan Gejala
a. cengeng
b. gelisah
c. suhu tubuh biasanya meningkat
d. nafsu makan berkurang atau tidak ada
e. diare, tinja cair, mungkin disertai lendir atau darah
f. muntah
g. dehidrasi
6. Komplikasi
a. Dehidrasi
Menurut banyaknya cairan yang hilang, Ashwill and Droske (1997) membagi dehidrasi atas:
1. Dehidrasi ringan; berat badan menurun 3%-5%, dengan volume cairan yang hilang kurang
dari 50 ml/kg.
2. Dehidrasi sedang; berat badan menurun 6%-9%, dengan volume cairan yang hilang 50-90
16. ml/kg.
3. Dehidrasi berat; berat badan menurun lebih dari 10%, dengan volume cairan yang hilang
sama dengan atau lebih dari 100 ml/kg.
Menurut tonisitas darah, dehidrasi dapat dibagi atas:
1) Dehidrasi isotonik, bila kadar Na dalam plasma antara 131-150 mEq/L.
2) Dehidrasi hipotonik, bila kadar Na plasma kurang dari 131 mEq/L.
3) Dehidrasi hipertonik, bila kadar Na plasma lebih dari 150 mEq/L
b. Syok hipovolemik
c. Hipokalemia (dengan gejala meteorismus, hipotoni otot, lemah, bradikardi, perubahan
elektrokardiogram).
d. Hipokalsemia
e. Hiponatremia
f. Hipoglikemia
g. Intoleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili
mukosa usus halus.
h. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
i. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.
j. Asidosis.
7. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan tinja
1) Makroskopis dan mikroskopis.
2) Biakan kuman untuk mencari kuman penyebab.
3) Tes resistensi terhadap berbagai antibiotik.
4) pH dan kadar gula jika diduga ada sugar intolerance.
b. Pemeriksaan darah
1) Darah lengkap
Darah perifer lengkap, analisa gas darahdan elektrolit (terutama Na, Ca, K dan P serum pada
diare yang disertai kejang), anemia (hipokronik, kadang-kadang nikrosiotik) dan dapat terjadi
karena mal nutrisi/malabsrobsi tekana fungsi sumsum tulang (proses imflemasi kronis),
peningkatan sel-sel darah putih.
2) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin darah untuk mengetahui faal ginjal.
c. Pemeriksaan elektrolit tubuh.
Terutama kadar natrium, kalium, kalsium, bikarbonat terutama pada penderita diare yang
mengalami muntah-muntah, pernapaan cepat dan dalam, kelemahan otot-otot, ilius paralitik.
d. Duodenal intubation untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif
terutama pada diare kronik.
8. Pengobatan
Dalam garis besarnya pengobatan diare dibagi dalam:
a. Pengobatan kausal
Pada penderita diare antibiotik hanya boleh diberikan kalau:
17. 1) Ditemukan bakteri patogen pada pemeriksaan mikroskopik dan/atau biakan.
2) Pada pemeriksaan makroskopik dan/atau mikroskopik ditemukan darah pada tinja.
3) Secara klinis terdapat tanda-tanda yang menyokong adanya infeksi enteral.
4) Di daerah endemik kolera.
5) Pada neonatus jika diduga terjadi infeksi nasokomial.
b. Pengobatan simptomatik
1) Obat-obat anti diare.
2) Adsorbent.
3) Antiemetik.
4) Antipiretik.
c. Pengobatan cairan
Ada 2 jenis cairan, yaitu:
1) Cairan rehidrasi oral (CRO)
Ada beberapa macam cairan rehidrasi oral:
a) Cairan rehidrasi oral dengan formula lengkap mengandung NaCl, KCl, NaHCO3 dan
glukosa penggantinya, yang dikenal dengan nama oralit.
b) Cairan rehidrasi oral yang tidak mengandung keempat komponen di atas, misalnya larutan
gula-garam (LGG), larutan tepung beras-garam, air tajin, air kelapa, dan lain-lain caiaran
yang tersedia di rumah, disebut CRO tidak lengkap.
2) Cairan rehidrasi parenteral (CRP)
Sebagai hasil rekomendasi Seminar Rehidrasi Nasional ke I s/d IV dan pertemuan ilmiah
penelitian diare, Litbangkes (1982) digunakan cairan Ringer Laktat sebagai cairan rehidrasi
parenteral tunggal untuk digunakan di Indonesia, dan cairan inilah yang sekarang terdapat di
puskesmas-puskesmas dan di rumah-rumah sakit di Indonesia. Pada diare dengna penyakit
penyerta (KKP< jantung, ginjal) cairan yang dianjurkan adalah Half Strength Darrow
Glukose yaitu cairan Hartmann setengah dosis di dalam 2,5 % glukosa atau cairan Darrow
setengah dosis di dalam glukosa 2,5%, karena keduanya mengandung natrium, kalium,
klorida, laktat (basa), dan glukosa.
Kebutuhan cairan dapat dihitung sebagai berikut:
a) 24 jam pertama:
(1) Dehidrasi ringan; 180 ml/kg (sekitar 3 ¼ fl. oz per lb) per hari.
(2) Dehidrasi sedang; 220 ml per kg (sekitar 4 fl. oz per lb) per hari
(3) Dehidrasi berat; 260 ml per kg (sekitar 4 ¾ fl. oz per lb) per hari
b) Hari-hari berikutnya:
Kebutuhan normal sehari-hari adalah 140 ml per kg (sekitar 2,5 fl. oz per lb), ditambah
dengan penggantian pengeluaran cairan, yang dihitung secara kasar lewat buang air besar
atau lewat muntahnya. Semua cairan yang diberikan dalam berbagai cara diatas harus dicatat
dan dijumlahkan sertiap hari.
d. Pengobatan diuretik
1) Untuk anak kurang dari 1 tahun dengan BB kurang dari 7 kg
Jenis makanan:
a) Susu (ASI/ susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tak jenuh
misalnya; LLM, almiron.
b) Makanan setengah padat (bubur susu) atau makanan padat (nasi tim) bila anak tidak mau
minum susu karena di rumah sudah biasa diberi makanan padat
c) Susu khusus yaitu susu yang tidak mengandung laktosa atau susu dengan asam lemak
berantai sedang/tidak jenuh, sesuai dengan kelainan yang ditemukan.
2) Untuk anak diatas 1 tahun dengan BB lebih dari 7 kg
18. Jenis makanan: makanan padat atau makanan cair/susu sesuai dengan kebiasaan makan di
rumah.
e. Obat-obatan
Prinsif pengobatan diare ialah menggantikan yang hilang melalui tin ja dengan atau tanpa
muntah, dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula,
air tajin, tepung beras dan sebagainya).
B. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gastroenteritis
1. Pengkajian
Adapun langkah-langkah dalam pengkajian adalah sebagai berikut:
a. Pengumpulan data
1) Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, suku bangsa, agama,
pendidikan, pekerjaan dan nama ortu.
2) Keluhan utama klien
Biasanya mengeluh berak-berak encer dengan atau tanpa adanya lendir dan darah sebanyak
lebih dari 3 kali sehari, berwarna kehijau-hijauan dan berbau amis. Biasanya disertai muntah,
tidak napsu makan dan mungkin ada demam ringan atau demam tinggi pada anak-anak yang
menderita infeksi usus (Ngastiyah 1997).
3) Riwayat penyakit sekarang
a) Lamanya keluhan : masing-masing orang berbeda tergantung pada tingkat dehidrasi, status
gizi, keadaan sosial ekinomi, hygiene dan sanitasi (Jellife, 1994)
b) Akibat timbul keluhan : anak menjadi rewel dan menjadi gelisah, badan menjadi lemah
dan beraktifitas bermain kurang (Ngastiyah, 1997).
c) Faktor memperberat : ibu menghentikan pemberian makanan, anak tidak mau makan dan
minum, tidak ada pemberian cairan tambahan (larutan oralitr atau larutan gula garam).
4) Riwayat penyakit dahulu
Dalam pengkajian ini perlu ditanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah diderita oleh
anak maupun keluarga dalam hal ini orang tua. Apakah dalam keluarga pernah mempunyai
riwayat penyakit keturunan atau pernah menderita penyakit kronis sehingga harus dirawat di
rumah sakit.
5) Riwayat kehamilan dan kelahiran
Disini hal-hal yang ditanyakan meliputi keadaan ibu saat hamil, gizi, usia kehamilan dan
obat-obatan. Hal tersebut juga mencakup kesehatan anak sebelum lahir, saat lahir, dan
keadaan anak setelah lahir.
6) Tumbuh kembang
Dalam pengkajian ini yang perlu ditanyakan adalah hal-hal yang berhubungan dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan usia anak sekarang yang meliputi
motorik kasar, motorik halus, perkembangan kognitif atau bahasa dan personal sosial atau
kemandirian.
7) Imunisasi
Dalam pengkajian ini yang ditanyakan kepada orang tua adalah apakah anak mendapatkan
imunisasi secara lengkap sesuai dengan usianya dan jadual pemberian serta efek samping dari
pemberian imunisasi seperti panas, alergi, dan sebagainya.
8) Psikososial
Dalam pengkajian ini yang ditanyakan meliputi tugas perkembangan sosial anak, kemampuan
19. beradaptasi selama sakit, mekanisme koping yang digunakan oleh anak dan keluarga. Respon
emosional keluarga dan penyesuaian keluarga terhadap stress mencakup juga harapan-
harapan keluarga terhadap kesembuhan penyakit anak.
9) Kesehatan fisik
Beberapa hal yang perlu ditanyakan meliputi pola nutrisi seperti frekuensi makan, jenis
makanan, makanan yang disukai atau tidak disukai dan keinginan untuk makan dan minum.
Pola eliminasi seperti frekuensi buang air besar dan buamg air kecil di rumah dan di rumah
sakit. Selain itu ditanyakan tentang konsistensi , warna dan bau dari objek eliminasi.
Kebiasaan tidur seperti tidur siang, malam, kebiasaan sebelum dan sesudah tidur. Pola
aktivitas juga ditanyakan baik di rumah maupun di sekolah, juga bagaimana pola hygiene
tubuh seperti mandi, keramas, gosok gigi dan ganti baju.
10) Kesehatan mental
Dalam hal ini ditanyakan mengenai pola interaksi anak, pola kognitif anak, pola emosi anak
saat dirawat, pola psikologi keluarga serta kopingnya dan pengetahuan keluarga dalam
mengenali penyakit anaknya.
11) Kesehatan sosial dan spiritual
Dalam pengkajian ini yang perlu ditanyakan meliputi pola kultural atau norma yang berlaku
dalam keluarga dan pola rekreasi serta keadaan lingkungan rumah. Mengenai pola spiritual
yang ditanyakan mengenai pola ibadah apakah klien sudah bisa beribadah dan nilai-nilai
spiritual yang sudah ditanamkan oleh keluarga.
b. Pemeriksaan fisik
a) Aktifitas/istirahat
Gejala : gangguan pola tidur, misalnya : insomnia dini hari, kelemahan , perasaan hiper dan
atau ansietas.
Tanda : periode hiperaktifasi, latihan keras terus menerus.
b) Sirkulasi
Gejala : perasaan dingin meskipun pada ruangan hangat.
Tanda : tekanan darah rendah, bradikardi, distritmia.
c) Integritas Ego
Gejala : ketidak berdayaan putus asa
Tanda :status emosi depresi, menolak , marah, ansietas.
d) Eliminasi
Gejala : Diare, nyeri abdomen tidak jelas dan distres, kembung, penggunaan laktatif atau
diuretik
e) Makanan/cairan
Gejala lapar terus menerus atau menyangkal lapar nafsu makan normal atau meningkat
(kadang menghilang sampai gangguan lanjut.)
f) Hygene
Tanda : rambut rontok, kuku kotor dan rapuh, tanda erosi email gigi, kondisi gusi buruk.
g) Neurosensori
Tanda : efek depresi, perubahan mental (apatis, bingung, gangguan memori) karena mal
nutrisi/kelaparan.
h) Nyeri/ketidaknyamanan
Gejal : sakit kepala
i) Keamanan
Tanda : peningkatan suhu tubuh, berulangnya proses infeksi, eksim atau masalah kulit lain.
j) Interaksi sosial
20. Gejala : merasa tidak berdaya
2) Pemeriksaan penunjang
Pada gastroenteritis biasanya dilakukan pemeriksaan tinja untuk mengetahui jenis kuman
penyebab, pemeriksaan elektrolit, BUN, creatinin dan glukosa serta perlu diketahui adanya
riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan.
c. Analisa data
Data subyektif yaitu data yang didapat dari ungkapan atau keluhan klien dalam hal ini anak
dan ortu sedangkan data obyektif yaitu data yang didapat dari suatu pengamatan, observasi,
pengukuran dan hasil pemeriksaan. Data-data tersebut dikelompokkan berdasarkan
peranannya untuk menunjang suatu masalah, dimana masalah tersebut berfokus pada klien
dan respon klien.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan pernyataan yang menjelaskan status atau masalah
kesehatan potensial atau aktual (Gaffar, 1999: 61). Diagnosa keperawatan berfungsi sebagai
alat untuk menggambarkan masalah klien yang dapat ditangani oleh perawat (Doenges, 2000:
46).
Diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang sering ditemukan pada pasien diare, yaitu :
a. Menurut Lynda Juall Carpenito ( 1999 ), halaman 188-191
1). Resiko tinggi terhadap defisit cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder terhadap
muntah dan diare.
2). Perubahan rasa nyaman berhubungan dengan kram abdomen, diare dan muntah sekunder
terhadap dilatasi sekunder dan hiperperistaltik.
3). Resiko tinggi terhadap inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan
dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pembatasan diit dan tanda-tanda serta gejala
komplikasi.
b. Menurut Tucker et all ( 1999 ), halaman 958-960
1). Diare yang berhubungan dengan iritasi usus, proses infeksi atau mal absorbsi usus.
2). Kekurangan volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan mentoleransi cairan
peroral tanpa muntah dan diare.
3). Perubahan integritas kulit yang berhubungan dengan seringnya defekasi sehingga iritasi
pada daerah anal dan bokong.
4). Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi mengenai kebutuhan
perawatan di rumah dan prosedur yang diikuti jika diare berulang.
3. Perencanaan
Perencanaan adalah gambaran atau tindakan yang akan dilakukan untuk memecahkan
masalah keperawatan yang dihadapi klien (Depkes RI, 1998). Perencanaan merupakan tahap
ketiga dari proses keperawatan dimana tujuan/ hasil ditentukan dan intervensi dipilih. Sedang
rencana perawatan adalah bukti tertulis dari tahap dua dan tiga proses keperawatan yang
mengidentifikasi masalah atau kebutuhan klien, tujuan/ hasil perawatan, dan intervensi untuk
mencapai hasil yang diharapkan dan menangani masalah atau kebutuhan klien (Marilynn E.
Doenges, 1999). Adapun rencana keperawatan yang sesuai dengan penyakit gastroenteritis
adalah sebagai berikut :
Dx. 1. Diare b/d mal absorbsi usus
Tujuan :
Diare teratasi
Kriteria hasil :
21. Orangtua mengatakan frekuensi BAB kurang dengan konsistensi tidak encer.
Rencana Keperawatan :
a. Kaji dan observasi defekasi, karateristik, jumlah dan factor pencetus.
b. Identifikasi makanan dan cairan yang mencetuskan diare.
c. Mulai berikan pemasukan cairan peroral secara bertahap, hindari minuman dingin.
d. Jelaskan manfaat istirahat adekuat.
e. Observasi demam, letargi,takikardi.
f. Kolaborasi dalam pemberian antikolinergik dan antibiotic.
Rasional :
a. Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya diare.
b. Untuk menghindari iritasi dan meningkatkan istirahat usus.
c. Memberikan istirahat kolon dengan menurunkan/ menghilangkan rangsangan makanan/
cairan.
d. Istirahat menurunkan mobilisasi usus, juga menurunkan laju metabolisme bila terjadi
infeksi.
e. Untuk menentukan intervensi yang tepat untuk dilakukan.
f. Anti kolinergik untuk menurunkan peristaltic usus, antibiotic mengobati infeksi supurati
lokal.
Dx. 2. Kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake dan output tidak seimbang.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil :
Berat badan dalam batas normal sesuai dengan tinggi dan umur klien, porsi makan
dihabiskan.
Rencana Tindakan :
a. Kaji status nutrisi klien serta intake dan outputnya.
b. Timbang BB setiap hari.
c. Observasi dan catat respon terhadap diit yang diberikan.
d. Sesudah dehidrasi, anjurkan untuk tetap memberi ASI.
e. Berikan lingkungan yang menyenangkan selama makan.
f. Anjurkan untuk memberikan makanan sedikit tetapi sering.
Rasional :
a. Sebagai perbandingan dalam menentukan perubahan nutrisi klien selama sakit.
b. Untuk mengetahui perkembangan nutrisi klien selama sakit.
c. Untuk menilai toleransi klien terhadap diit yang diberikan.
d. Pemberian ASI dapat membantu dalam mempercepat proses penyembuhan.
e. Nafsu makan terangsang pada situasi yang rileks dan menyenangkan.
f. Pemberian makan sedikit tapi sering tidak akan menekan gastric sehingga mengurangi
perasaan mual dan muntah.
Dx. 3. Resiko terjadi defisit volume cairan b/d kehilangan cairan berlebihan melalui diare dan
muntah.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan volume cairan tubuh dalam batas normal.
Kriteria hasil :
Berat badan normal, mukosa bibir lembab, keluaran urin normal 10-20 ml/ jam dan turgor
kulit normal.
Rencana tindakan :
a. Kaji masukan dan haluaran tiap delapan jam.
b. Ukur tanda-tanda vital tiap 1-2 jam.
c. Timbang BB tiap hari.
22. d. Beri makanan dalam porsi kecil tapi sering.
e. Beri anti diare sesuai program.
Rasional :
a. Untuk mengetahui keefektifan terapi.
b. Untuk mengetahui hipotensi dan peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi.
c. Untuk mengetahui perkembangan nutrisi setiap hari.
d. Pemberian makanan cair sedikit demi sedikit tidak akan menekan gastric sehingga
mengurangi perasaan mual dan muntah.
e. Agen dari diare mengurangi jumlah cairan feses.
4. Intervensi
Intervensi atau tindakan keperawatan dibagi menjadi dua, yaitu tindakan mandiri (dilakukan
perawat) dan tindakan kolaboratif (dilakukan oleh pemberi perawatan lainnya). Contoh dari
kedua tindakan yang dilakukan secara professional berbeda ini adalah :
Tindakan mandiri : membatasi jumlah pengunjung, merapikan tempat tidur pasien,
menimbang berat badan anak, menganjurkan ibu untuk tetap memberikan ASI pada anaknya
yang sakit diare.
Tindakan kolaboratif : memberikan obat anti diare seperti yang dipesankan.
5. Evaluasi
Merupakan langkah akhir dari proses keperawatan dan tolak ukur dari hasil yang telah
dicapai . Sebagai proses akhir berarti evaluasi merupakan umpan balik bagi perawat akan
berhasil atau tidaknya tujuan atau mungkin bahkan timbul masalah baru yang sama sekali tak
terduga.
Diposkan oleh sarwono di 19.57 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Link ke posting ini
Label: keperawatan
Reaksi:
DIABETES MELITUS (DM)
A. Konsep dasar
1. Pengertian
Diabetes Melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik
akibat gangguan hormonal yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata,
ginjal, saraf, dan pembuluh darah, di sertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan
dengan mikroskop elektron ( Mansjoer Arif dkk, 1999 ).
Diabetes Melitus adalah masalah yang mengancam hidup (kasus darurat) yang disebabkan
oleh defisiensi insulin (Doenges M. E, 2000).Menurut WHO, Diabetes Melitus adalah
keadaan hyperglikemia kronis yang disebabkan oleh faktor lingkungan dan keturunan secara
bersama-sama, tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.
Sedangkan menurut Prince, A. S, 1999 : Diabets Melitus adalah gangguan metabolisme yang
secara klinis dan genetik termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi
karbohidrat.
Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa Diabetes Melitus adalah
23. suatu penyakit yang disebabkan oleh faktor lingkungan atau herediter, yang menyebabkan
gangguan metabolik berupa defisiensi insulin akibat gangguan hormonal sehingga
menimbulkan gangguan pada organ-organ tubuh yang lain, seperti pada: mata, ginjal, saraf
dan pembuluh darah.
2. Klasifikasi Diabetes Melitus
Klasifikasi Diabetes Melitus terdiri atas :
a. Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) termasuk dalam tipe satu di mana insulin
tidak lagi diproduksi pankreas.
b. Non Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) termasuk dalam tipe dua dimana
pankreas masih dapat memproduksi insulin.
c. Gestational Diabetes Melitus pada golongan ini hanya terjadi pada ibu hamil.
d. Gangguan toleransi glukosa.
e. Malnutrisi Related Diabetes Melitus.
3. Anatomi dan Fisiologi Pankreas
Pankreas adalah kelenjar majemuk bertandan , strukturnya sangat mirip dengan kelenjar
ludah, panjangnya kurang lebih 15 cm, mulai dari duodenum sampai limpa, terletak
melintang dibagian atas abdomen dibelakang gaster didalam ruang retroperitonial dan terdiri
dari tiga bagian, yaitu :
a. Kepala pankreas, yang paling lebar, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan didalam
lekukan duodenum.
b. Badan pankreas, merupakan bagian utama pada organ tersebut dan letaknya dibelakang
lambung dan didepan vertebra lumbalis pertama.
c. Ekor pankreas, adalah bagian yang runcing disebelah kiri dan menyentuh limpa.
Jaringan pankreas terdiri atas lobula daripada sel sekretori yang tersusun mengitari saluran-
saluran halus. Saluran ini mulai dari persambungan saluran kecil dari lobula yang terletak
didalam ekor pankreas dan berjalan melalui badannya dari kiri ke kanan. Saluran kecil itu
menerima saluran dari lobula lain dan kemudian bersatu.
Pankreas merupakan kelenjar ganda yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian eksokrine dan
endokrine. Dimana eksokrine dilaksanakan oleh sel sekretori lobula yang membentuk cairan
getah pankreas dan yang berisi enzim dan elektrolit untuk pencernaan sebanyak 1500 sampai
2500 ml sehari dengan pH 8 sampai 8,3. Cairan ini dikeluarkan akibat rangsangan dari
hormon sekretin dan pankreoenzimin. Sedangkan endokrine terdapat di alveoli pankreas
berupa massa pulau kecil yang tersebar diseluruh pangkreas dan disebut Pulau Lengerhans .
Setiap pulau berdiameter 75 sampai 150 mikron yang terdiri sel Beta 75 %, sel Alfa 20 %, sel
Delta 5 % dan beberapa sel C. Sel Alfa menghasilkan glukagon dan sel Beta merupakan
sumber insulin sedangkan sel delta mengeluarkan somatostatin, gastrin dan polipeptida
pankreas.
4. Etiologi
Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) atau Diabetes tergantung insulin disebabkan
oleh destruksi sel beta pulau langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi
insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk merangsang
pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh sel
hati. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi
defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama bahan perangsang sekresi
insulin lain. Berarti sel beta pankreas mengalami desensitisasi terhadap glukosa (Mansjoer. A
dkk, 1999).
24. 5. Patofisiologi
Keadaan tubuh yang sehat makanan seperti karbohidrat, lemak, protein, dan vitamin serta air
dalam saluran cerna dipecah menjadi polisakarida, glukosa menjadi monosakarida, mengalir
dalam pembuluh darah vena porta sehingga terjadi rangsang sel beta pankreas untuk
mengeluarkan insulin. Monosakarida disimpan diotot dan hati sebagai dalam glikogen,
sisanya beredar dalam pembuluh darah dan dikontrol oleh insulin.
Jika glukosa berkurang maka terjadi pemecahan glikogen yang disebabkan oleh reaksi
glikogenolisis. Sedangkan bila kadar glukosa berlebihan maka disimpan dalam bentuk
glikogen, reaksi ini disebut glikogenesis.
Pada penderita Diabetes Melitus terjadi pengeluaran glukosa yang berlebihan di liver melalui
glikogenolisis dan glikoneogenesis serta oleh tidak adekuatnya penggunaan glukosa oleh
otot-otot skeletal, jaringan adiposa dan hati. Trigliserida ditransformasi dari sel-sel menuju
kehati dirubah menjadi keton yang digunakan oleh otot.
Pada IDDM sekresi insulin sangat sedikit atau tidak ada sama sekali, sedangkan pada
NIDDM terdapat ketidak sesuaian Glukosa Sinsing Mekanism oleh sel beta pankreas.
Demikian pula pada obesitas, ada penurunan jumlah reseptor insulin pada membran sel otot
dan sel lemak. Pada obesitas di ekskresikan sejumlah besar insulin, tapi tidak efektif
penggunaannya karena berkurangnya jumlah reseptor insulin. Saat glukosa darah meningkat
tubulus renal tak mampu mereabsorsi seluruh glukosa saat glumerolus filtrasi sehingga tidak
terjadi glukosuria. Glukosa darah yang tinggi menyebabkan osmotik diuresis karena gula
bersifat mengikat air. Air, sodium, clorida, photasium dan phospat menjadi hilang keluar
bersama urin, sehingga klien menjadi haus. Bila insulin defisiensi atau tidak ada, glukosa
tidak dapat masuk kedalam sel dan menyebabkan sel dalam keadaan lapar, tetapi di pihak lain
glukosa meningkat dalam tubuh. Jika sel tidak dapat memakai glukosa sebagai bahan
bakar,maka alternatif yang digunakan yaitu dengan memecah asam lemak, keton bodies
dalam jumlah terbatas. Keton bodies ini berhasil digunakan oleh sel sebagai energi
BAGAN PATOFISILOGI
Sel ß Sel α
Sel Beta Sel Alpha
Peningkatan Insulin Peningkatan Glukagon
Peningkatan penyerapan dan Penurunan penyerapan Penurunan pengeluaran Peningkatan
pengeluaran
asimilasi asam amino oleh sel glukosa oleh sel glukosa oleh hati glukosa oleh hati
Hiperglikemia Hipoglikemia Hiperglikemia
Defisiensi glukosa intra sel
Polifagia Glukosuria Mekanisme filtrasi
Ginjal stres
Diuresis osmotik Kebocoran protein
darah dalam urine
Poliuria Peningkatan tekanan pembuluh
25. darah ginjal
Dehidrasi
Nefropati
Polidipsia
6. Manifestasi klinis
Tanda dan gejala yang biasa terjadi pada Diabetes Melitus adalah dengan adanya gejala khas
berupa klien banyak makan (polifagia), banyak kencing (poliuria), banyak minum
(polidipsia), paralysis, parastesisa. Kadar glukosa dalam darah yang tinggi menyebabkan
klien banyak mengeluarkan urin (poliuria), tubuh akan memerlukan lebih banyak air untuk
mengimbangi jumlah besar cairan yang keluar sebagai urine, oleh karena itu klien merasa
haus. Tanda-tanda lain badan terasa lemas dan berat badan menurun, gejala lain yang
mungkin dikeluhkan oleh klien Diabetes Melitus adalah kesemutan, gatal, mata kabur dan
impotensi pada pria serta pruritus vulva pada wanita.
7. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penyaringan perlu dilakukan pada kelompok dengan resiko tinggi untuk
Diabetes Mellitus, yaitu kelompok usia dewasa tua (> 40 tahun), obesitas, hipertensi, riwayat
keluarga diabetes mellitus, riwayat kehamilan dengan berat badan lahir > 4.000 gr, riwayat
Diabetes Melitus pada kehamilan dan dislipidemia.
Pemeriksaan penyaringan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa sewaktu, kadar gula
darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) standar.
Untuk pemeriksaan penyaringan ulangan tiap tahun bagi pasien berusia > 45 tahun tanpa
faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan tiap tiga tahun
8. Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada klien dengan Diabetes Melitus:
a. Akut : Koma hipoglikemia, ketoasidosis, koma hiperosmolar nonketotik.
b. Kronik : Makroangiopati, Mikroangiopati, Neuropati, Nefropati, Retinopati, kaki diebetik.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Diabetes Melitus dalam jangka pendek bertujuan untuk menghilangkan
keluhan atau gejala Diabetes Melitus. Sedangkan tujuan jangka panjang adalah untuk
mencegah komplikasi. Tujuan tersebut dilaksanakan dengan cara menormalkan kadar glukosa
darah, lipid, dan insulin. Lebih penting pula mengajarkan agar pasien mampu mandiri dan
hidup normal dengan Diabetes Melitusnya.
a. Terapi diet, klien Diabetes Melitus dianjurkan dengan diet tinggi serat dengan prinsip
jumlah kalori yang tepat, gula dan produk gula dilarang, diit sesuai pola hidup, tinggi serat,
cukup vitamin dan mineral.
b. Terapi latihan, dianjurkan latihan jasmani teratur, 3 – 4 kali setiap minggu selama setengah
jam yang sifatnya sesuai CRIPE (Continous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance
training). Latihan yang dapat dijadikan pilihan adalah jalan kaki, joging, lari, renang,
bersepeda dan mendayung. Hal yang perlu diperhatikan jangan memulai olah raga sebelum
makan, memakai sepatu yang pas, selalu didampingi oleh orang yang tahu mengatasi
serangan hipoglikemia, harus selalu membawa permen, membawa tanda pengenal sebagai
penderita Diabetes Melitus, selalu memeriksa kaki secara cermat setelah olah raga.
c. Terapi insulin, diberikan sebagai bantuan bila klien telah melakukan pengaturan makan dan
olah raga tetapi belum berhasil.
10 . Manajemen Diet
a. Diet berisi kalori, protein dan vitamin serta mineral yang adekuat 30 kal/kgBB.
b. Dapat ditambah 35-40 kal/kgBB untuk aktifitas yang meningkat.
c. Dapat dikurangi 15 – 25 kal/kg BB untuk pasien gemuk / kurang
26. beraktifitas.
d. Tinggi serat.
B. Asuhan Keperawatan .
Proses keperawatan merupakan masalah yang dinamis dalam usaha memperbaiki atau
merawat pasien ke tarap yang optimal melalui mutu pendekatan yang sistemaits untuk
mengenal masalah dan membantu pasien dalam mengatasi masalahnya.
Dalam proses keperawatan terdiri dari lima tahap, yaitu :
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Perencanaan
4. Pelaksanaan/Implementasi
5. Evaluasi
Di dalam melaksanakan proses keperawatan, perawat harus mempunyai keterampilan khusus
agar didapatkan suatu keperawatan yang sempurna, yaitu
1. Keterampilan intelektual
2. Keterampilan tekhnik
3. Keterampilan interpersonal
Konsep Teoritis Asuhan Keperawatan Pada Klien Diabetes Melitus
1. Pengkajian
Adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat
diketahui kebutuhan perawatan pasien tersebut.
Menurut Marilyn. E. Doenges (2000), data dasar pengkajian pasien dengan Diabetes Melitus,
yang perlu dikaji adalah :
a. Aktifitas/Istirahat
Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak atau berjalan, keram otot, tonus otot menurun, gangguan
tidur atau istirahat.
Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istirahat atau dengan aktifitas, letargi atau
disorieantasi, koma.
b. Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat hipertensi, infark miokar akut, klaudikasi, kebas, kesemutan pada
ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama.
Tanda : Takikardia, perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi yang menurun atau
tak ada, disritmia, krekels, kulit panas, kering, kemerahan, bola mata cekung.
c. Integritas ego
Gejala : Stres, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang berhubungan dengan
kondisi.
Tanda : Ansietas, peka rangsang.
d. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuria ), nokturia. Rasa nyeri / terbakar, kesulitan
berkemih ( infeksi ), ISK baru / berulang, nyeri tekan abdomen, diare.
Tanda : Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi oliguri/anuria jika
terjadi hipovolemia berat, urine berkabut, bau busuk infeksi ), abdomen keras, adanya
ansietas, bising usus lemah dan menurun, hiperaktif ( diare ).
e. Makanan / cairan
Gejala : Hilang napsu makan, mual, muntah, tidak mengikuti diet, peningkatan masukan
glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih dari periode beberapa hari / minggu, haus,
penggunaan diuretik ( tiazid ).
Tanda : Kulit kering / bersisik, turgor jelek, kekakuan / distensi abdomen, muntah,
pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolic dengan peningkatan gula darah ), bau
halitosis/manis, bau buah ( napas aseton ).
27. f. Neurosensori
Gejala : Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan,kebas kelemahan pada otot, parestesia,
gangguan penglihatan.
Tanda : Disorientasi, mengantuk, letargi, stupor / koma ( tahap lanjut ), gangguan memori ,
reflek tendon menurun, kejang.
g. Nyeri / keamanan
Gejala : Abdomen yang tegang / nyeri ( sedang/berat ).
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
h. Pernapasan
Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen ( tergantung
adanya infeksi/tidak ).
Tanda : Lapar udara, batuk dengan / tanpa sputum purulen ( infeksi ), frekuensi pernapasan.
i. Keamanan
Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi / ulserasi, menurunnya kekuatan umum / rentang
gerak, parestesia / paralysis otot termasuk otot-otot pernapasan ( jika kadar kalium menurun
dengan cukup tajam ).
j. Seksualitas
Gejala : Rabas vagina ( cendrung infeksi ), masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme
pada wanita.
k. Penyuluhan / pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga, DM, penyakit jantung, stroke, hipertensi, penyembuhan yang
lambat, penggunaan obat seperti steroid, diuretik /tiazid , dilantin dan fenobarbital (dapat
meningkatkan kadar glukosa darah).
Pertimbangan : DRG menunjukkan rerata lama di rawat 5 sampai 9 hari.
Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan diet,pengobatan,
perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan dibuat setelah data-data terkumpul dan di analisis.
Adapun diagnosa keperawatan yang mungkin timbul pada pasien Diabetes Melitus, adalah :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare, muntah, masukan dibatasi, mual,
kacau mental.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin, anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penururnan fungsi leukosit, perubahan dari sirkulasi,
d. Perubahan sensori-perseptual (uraikan) berhubungan dengan perubahan kimia endogen,
ketidakseimbangan glukosa atau elektrolit.
e. Kelelahan berhubungan dengan penurunan fungsi metabolik insufisiensi insulin.
f. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit yang tidak dapat diobati, ketergantungan
dengan orang lain.
g. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang mengingat kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal
sumber infomasi.
3. Perencanaan
Adapun perencanaan keperawatan pada pasien Diabetes Melitus berdasarkan diagnosa
keperawatan yang muncul, adalah :
a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare, muntah, masukan dibatasi, mual,
kacau mental.
Hasil yang diharapkan : Tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba turgor kulit dan
28. pengisisan baik, haluaran urin tepat secara individu, kadar elektrolit dalam batas normal.
Rencana tindakan :
1) Pantau tanda-tanda vital dan catat adanya perubahan TD.
2) Pantau pola pernafasan seperti adanya pernafasan kussmaul atau pernafasan berbau keton.
3) Pantau frekuensi pernafasan, penggunaan otot bantu nafas, adanya sianosis.
4) Pantau suhu, warna kulit dan kelembaban
5) Ukur berat badan tiap hari.
6) Observasi nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit, dan membran mukosa.
7) Pertahankan pemberian cairan paling sedikit 2500 ml/hari.
8) Beri lingkungan nyaman.
9) Kolaborasi dalam pemberian cairan sesuai dengan indikasi
Rasionalisasi :
1) Hipovolemia dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardia, perkiraan berat ringan
hipovolemia dapat dibuat ketika tekanan darah sistolik klien turun lebih dari 10 mmhg dari
posisi baring keposisi duduk/berdiri.
2) Paru-paru mengeluarkan asam karbonat melalui pernapasan yang menghasilkan
kompensasi alkalosis respiratoris terhadap ketoasidosis, pernapasan yang berbau aseton
berhubungan pemecahan asam aseto-asetat dan harus berkurang bila ketosis harus terkoreksi.
3) Koreksi hiperglikemia dan asidosis akan menyebabkan pola dan frekuensi pernapasan
mendekati normal, tetapi peningkatan kerja pernapasan dangkal, cepat serta muncul sianosis.
4) Demam, menggigil dan diaforesis merupakan hal umum terjadi pada proses infeksi,
demam dengan kulit yang kemerahan, kering mungkin sebagai cerminan dari dehidrasi.
5) Memberikan hasil pengkajian yang terbaik dari status cairan yang sedang berlangsung dan
selanjutnya dalam memberikan cairan pengganti.
6) Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang adekuat.
7) Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi.
8) Menghindari pemanasan yang berlebihan terhadap klien lebih lanjut akan dapat
menimbulkan kehilangan cairan.
9) Tipe dan jumlah dari cairan tergantung pada derajat kekurangan cairan dan respons secara
individual.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan ketidakcukupan insulin,
anoreksia, mual, lambung penuh, nyeri abdomen, perubahan kesadaran.
Hasil yang diharapkan : Mencerna jumlah kalori yang tepat, menujukkan tingkat energi yang
biasanya, berat badan stabil.
Rencana tindakan :
1) Timbang berat badan sesuai dengan indikasi.
2) Tentukan program diet dan pola makan pasien.
3) Auskultasi bising usus,catat adanya nyeri abdomen kembung, mual,pertahankan keadaan
puasa sesuai dengan indikasi.
4) Beri makanan cair yang mengandung nutrien dan elektrolit identifiasi makanan yang
disukai.
5) Observassi tanda-tanda hipoglikimia.
6) Kolaborasi dalam pemeriksaan gula darah dengan menggunakan “finger stick”.
7) Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti glukosa darah.
Rasionalisasi :
1) Mengkaji pemasukan makanan yang adekuat termasuk absorbsi dan utilisasinya.
2) Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan terapiutik.
3) Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat menurunkan
motilitas/fungsi lambung yang akan mempengaruhi pilihan intervensi.
4) Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika klien sadar dan fungsi gastrointestinal
29. baik.
5) Metabolisme karbohidrat mulai terjadi dan gula darah akan berkurang dan sementara tetap
diberikan insulin maka hipoglikemia dapat terjadi, jika klien dalam keadaan koma
hipoglikemia mungkin terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran, secara
potensial dapat mengancam kehidupan yang harus dikaji dan ditangani secara cepat melalui
tindakan protokol yang direncanakan.
6) Analisa ditempat tidur terhadap gula darah lebih akurat dari pada memantau gula darah
dalam urine yang tidak cukup akurat untuk mendeteksi fluktuasi kadar gula darah dan dapat
dipengaruhi oleh ambang ginjal klien secara individual atau adanya retensi urine/gagal ginjal.
7) Gula darah akan menurun perlahan dengan penggunaan cairan dan terapi insulin
terkontrol, dengan pemberian insulin dosis optimal glukosa kemudian dapat masuk kedalam
sel dan digunakan untuk sumber kalori, hal ini terjadi sehingga kadar aseton akan menurun
dan asidosis dapat dikoreksi.
c. Resiko tinggi terhadap infeksi (sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi,
penururnan fungsi leukosit, perubahan dari sirkulasi.
Hasil yang diharapkan : Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah / menurunkan risiko,
mendemonstrasikan tehnik, perubahan gaya hidup untuk mencegah terjadinya infeksi.
Rencana tindakan :
1) Observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, seperti demam, kemerahan, adanya pes
pada luka, sputum purulen, urin warna keruh atau berkabut.
2) Tingkatkan upaya pencegahan dengan melakukan cuci tangan yang baik pada semua orang
yang berhubungan dengan pasien
3) Pertahankan tehnik aseptik pada prosedur invasif berikan perawatan kulit dengan teratur
dan jaga kulit agar tetap kering.
4) Pasang kateter dan lakukan perawatan perineal dengan baik.
5) Berikan posisi semifowler
6) Anjurkan untuk makan dan minum adekuat
7) Kolaborasi untuk pemberian obat antibiotik yang sesuai.
Rasionalisasi :
1) Klien mungkin masuk dengan infeksi yang biasanya telah mencetuskan keadaan
ketoasidosis atau dapat mengalami infeksi nasokomial.
2) Mencegah timbulnya infeksi silang.
3) Kadar glukosa yang tinggi dalam darah akan menjadi media
terbaik bagi pertumbuhan kuman.
4) Mengurangi resiko terjadinya ISK, klien koma mungkin memiliki resiko yang khusus jika
terjadi retensi urine pada saat awal dirawat.
5) Memberikan kemudahan bagi paru untuk berkembang,
menurunkan resiko terjadinya aspirasi.
6) Menurunkan kemungkinan terjadinya infeksi, meningkatkan aliran urine untuk mencegah
urine yang statis dan membantu dalam mempertahankan pH urine yang menurnkan
pertumbuhan bakteri dan pengeluaran organisme dari system organ tersebut.
7) Penangan awal dapat membantu mencegah timbulnya sepsis.
e. Perubahan sensori-perseptual (uraikan) berhubungan dengan perubahan kimia endogen,
ketidakseimbangan glukosa atau elektrolit.
Hasil yang diharapkan : Mempertahankan tingkat mental biasanya, mengenali dan
mengkompensasi adanya kerusakan sensori
Rencana tindakan :
1. Pantau tanda-tanda vital dan status mental.
2. Orientasikan kembali sesuai dengan kebutuhan pada pasien misal : orang, tempat dan
waktu.
30. 3. Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu istirahat klien.
4. Pelihara aktifitas rutin klien sekonsisten mungkin dan motivasi untuk melakukan kegiatan
sehari-hari sesuai kemampuannya.
5. Lindungi pasien dari cedera ketika tingkat kesadaran pasien terganggu.
6. Evaluasi lapang pandang penglihatan sesuai dengan indikasi.
7. Selidiki adanya keluhan paraestesia, nyeri atau kehilangan sensori pada kaki.
8. Beri tempat tidur yang lembut.
9. Bantu pasien dalam perubahan posisi.
10. Kolaborasi dalam pemberian terapi sesuai dengan indikasi.
11. Pantau nilai laboratorium seperti nilai glukosa darah dan HB.
Rasionalisai :
1) Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal seperti suhu yang meningkat dapat
mempengaruhi fungsi mental.
2) Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mepertahankan kontak dengan realitas.
3) Meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih dan dapat memperbaiki daya pikir.
4) Membantu memelihara klien tetap berhubungan dengan realitas dan mempertahankan
orientasi pada lingkungan.
5) Disorientasi merupakan awal dari kemungkinan cedera terutama malam hari dan perlu
pencegahan sesuai indikasi.
6) Oedema/lepasnya retina, hemoragik, katarak, paralysis otot ekstraokuler sementara
mengganggu penglihatan yang memerlukan terapi korektif.
7) Neuropati perifer dapat mengakibatkan rasa tidak nyaman yang berat, kehilangan sensasi
sentuhan/distorsi yang mempunyai resiko tinggi terhadap kerusakan kulit dan gangguan
keseimbangan.
8) Meningkatkan rasa nyaman dan menurunkan kemungkinan kerusakan kulit karena panas.
9) Meningkatkan keamanan klien terutama ketika rasa keseimbangan dipengaruhi.
10) Gangguan dalam proses piker/potensial terhadap aktifitas kejang biasanya hilang bila
keadaan hiperosmolaritas teratasi.
11) Ketidakseimbangan nilai laboratorium dapat menurunkan fungsi mental.
f. Kelelahan berhubungan dengan penurunan fungsi metabolik insufisiensi insulin
Hasil yang diharapkan : Mengungkapkan peningkatan tingkat energi, menunjukkan perbaikan
kemampuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan.
Rencana tindakan :
1) Diskusikan dengan pasien kebutuhan akan aktivitas dan buat jadwal perencanaan dengan
pasien dan identifikasi aktivitas yang menunjukkan kelelahan.
2) Beri aktivitas alternatif dengan periode aktivitas yang cukup.
3) Pantau nadi, pernafasan, dan tekanan darah sebelum dan sesudah aktivitas.
4) Diskusikan cara menghemat kalori selama mandi, berpindah tempat dan sebagainya.
5) Tingkatkan partisipasi pasien dalam melakukan aktivitas sesuai dengan yang dapat
ditoleransi.
Rasionalisasi :
1) Pendidikan dapat memberikan motivasi untuk meningkatkan tingkat aktifitas meskipun
klien mungkin sangat lemah.
2) Mencegah kelelahan yang berlebihan.
3) Mengindikasikan tingkat aktifitas yang dapat ditoleransi secar fisiologis.
4) Klien akan dapat melakukan lebih banyak kegiatan dengan penurunan kebutuhan akan
energi pada setiap kegiatan.
5) Meningkatkan kepercayaan diri/harga diri yang positif sesuai tingkat aktifitas yang dapat
ditoleransi klien.
31. g. Ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit yang tidak dapat diobati, ketergantungan
dengan orang lain.
Hasil yang diharapkan : Mengakui perasaan putus asa, mengidentifikasi cara-cara sehat untuk
menghadapi perasaan, membantu dalam merencanakan perawatan sendiri dan secara mandiri
mengambil tanggung jawab untuk aktivitas perawatan diri.
Rencana tindakan :
1) Anjurkan pasien atau keluarga untuk mengekspresikan perasaannya tentang perawatan dan
penyakitnya secara keseluruhan.
2) Observasi bagaimana pasien telah menangani masalahnya di masa lalu.
3) Berikan kesempatan pada keluarga untuk mengekspresikan perhatiannya dan diskusikan
cara mereka dapat membantu sepenuhnya terhadap klien.
4) Tentukan tujuan/harapan dari pasien atau keluarga.
5) Anjurkan pasien untuk membuat keputusan sehubungan dengan perawatannya.
6) Berikan dukungan pada pasien untuk berperan serta dalam merawat diri sendiri dan beri
umpan balik positif sesuai dengan usaha yang dilakukannya.
Rasionalisasi :
a. Mengidentifikasi area perhatiannya dan memudahkan cara pemecahan masalah.
b. Pengetahuan gaya individu membantu untuk menentukan kebutuhan terhadap tujuan
penanganan.
c. Meningkatkan perasaan terlibat dan memberikan kesempatan keluarga untuk memecahkan
masalah untuk membantu mencegah terulangnya penyakit pada klien lagi.
d. Harapan yang tidak realistis atau adanya tekanan dari orang lain atau diri sendiri dapat
mengakibatkan perasaan frustasi/kehilangan kontrol diri dan mungkin mengganggu
kemampuan koping.
e. Mengkomunikasikan pada klien bahwa beberapa pengendalian dapat dilatih pada saat
perawatan dilakukan.
f. Meningkatkan perasaan kontrol terhadap situasi.
h. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan kurang mengingat kesalahan interpretasi informasi, tidak mengenal
sumber infomasi.
Hasil yang diharapkan : Mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, mengidentifikasi
hubungan, tanda dan gejala dengan proses penyakit, dengan benar melakukan prosedur yang
perlu dan menjelaskan rasional tindakan, melakukan perubahan gaya hidup dan berpartisipasi
dalam program pengobatan.
Rencana tindakan :
1. Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan dan selalu ada untuk pasien.
2. Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan.
3. Pilih strategi belajar seperti teknik demonstrasi dan membiarkan pasien
mendemonstrasikan ulang.
4. Diskusikan topik-topik yang utama.
5. Diskusikan cara pemeriksaan gula darah.
6. Diskusikan tentang rencana diet.
7. Tinjau kembali pemberian insulin oleh klien dan perawatan terhadap peralatan yang
digunakan.
8. Tekankan pentingnya pemeriksaan gula darah setiap hari, waktu dan dosis obat.
9. Diskusikan factor-faktor yang memegang peranan dalam kontrol DM.
10. Buat jadual latihan/aktifitas secara teratur.
11. Anjurkan untuk tidak menggunakan obat-obat yang dijual bebas tanpa konsultasi dengan
tenaga kesehatan.
32. 12. Lihat kembali tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi secara medis.
13. Demonstrasikan teknik penanganan stress seperti teknik napas dalam.
Rasionalisasi :
1) Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum klien bersedia mengambil
bagian dalam proses keperawatan.
2) Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerja sama klien dengan prinsip
yang dipelajari.
3) Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi meningkatkan penyerapan
pada individu yang belajar.
4) Memberikan pengetahuan dasar dimana klien dapat membuat pertimbangan dalam
memilih gaya hidup.
5) Pemeriksaan gula darah oleh diri sendiri 4 kali setiap hari atau lebih memungkinkan
fleksibilitas dalam perawatan diri.
6) Pentingnya kontrol diet akan membantu klien dalam merencanakan makan dan mentaati
program.
7) Mengidentifikasikan pemahaman dan kebenaran dari prosedur atau masalah yang potensial
dapat terjadi sehingga solusi alternatif dapat ditentukan untuk pemberian insulin tersebut.
8) Membantu dalam menciptakan gambaran nyata dari keadaan klien untuk melakukan
kontrol penyakitnya dengan lebih baik.
9) Informasi ini penting untuk meningkatkan pengendalian terhadap DM dan dapat sangat
menurunkan berulangnya kejadian ketoasidosis.
10) Waktu latihan tidak boleh bersamaan waktunya dengan kerja puncak insulin, makanan
harus diberikan sebelum atau selama latihan sesuai dengan kebutuhan dan rotasi injeksi harus
menghindari kelompok otot yang akan digunakan aktifitas.
11) Produktifitas mungkin mengandung gula atau berinteraksi dengan obat-obat yang
diresepkan.
12) Intervensi segeral dapat mencegah perkembangan komplikasi yang lebih serius atau
komplikasi yang mengancam.
13) Meningkatkan relaksasi dan pengendalian terhadap respon stress yang dapat membantu
untuk membatasi peristiwa ketidakseimbangan glukosa/insulin.
4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah penerapan tindakan-tindakan perawatan yang telah direncanakan. Pada
tahap pelaksanaan yang dilakukan adalah melaksanakan tindakan keperawatan yang telah
direncanakan. Prioritas tindakan keperawatan yang akan dilakukan adalah: memperbaiki
keseimbangan cairan dan elektrolit serta asam basa, memperbaiki metabolisme abnormal,
mengidentifikasi atau membantu penanganan terhadap penyebab atau penyakit yang
mendasar, dan mencegah komplikasi. Setelah semua tindakan dilaksanakan maka akan
dilanjutkan dengan pendokumentasian semua tindakan yang telah dilakukan beserta hasil-
hasilnya.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah menilai keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan klien.
Evaluasi merupakan indikator keberhasilan dalam proses keperawatan. Evaluasi berdasarkan
yaitu :
a. Volume cairan terpenuhi atau hidrasi adekuat.
b. Kebutuhan pemenuhan nutrisi terpenuhi dari kebutuhan tubuh.
c. Tidak terjadi infeksi ( sepsis ).
d. Tidak terjadi perubahan pada sensori – perseptual.
e. Kelelahan pada klien dapat teratasi.
f. Klien dapat mandiri dalam kebutuhan rutinitas / ketidakberdayaan tidak terjadi.
33. g. Klien dan keluarga dapat mengetahui tentang penyakit, prognosis, dan pengobatan klien
selama dirawat.
Diposkan oleh sarwono di 19.56 Tidak ada komentar:
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Link ke posting ini
Label: keperawatan
Reaksi:
Askep dengue Haemorhagic fever( DHF)
A. Konsep Dasar Penyakit
1. Pengertian
Dengue Haemorhagic Fever ( DHF ) / Demam Berdarah Dengue adalah suatu
penyakit yang disebabkan oleh virus dengue yang tergolong arbovirus dan masuk ke dalam
tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti yang betina. (Suriadi : 2001).
Demam dengue adalah penyakit yang terdapat pada anak-anak dan dewasa dengan
gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama
terinfeksi virus ( Arif Mansjur : 2001).
Menurut Ngastiyah (1997) demam dengue adalah infeksi akut yang disebabkan oleh
arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes
albocpictus dan Aedes aegypti ).
Dari Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI ( 1997 ) dan Ngastiyah ( 1997 ), WHO
pada tahun 1975 membagi derajat penyakit DHF dalam empat derajat yaitu :
Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat manifestasi perdarahan ( uji tourniket
positif ).
Derajat II : Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain pada hidung (
epistaksis ).
Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi darah dengan adanya nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun ( kurang dari 20 mmHg ) / hipotensi disertai kulit dingin dan lembab serta anak
gelisah.
Derajat IV : Renjatan berat dengan nadi tak teraba dan tekanan darah yang tidak dapat dikur, akral
dingin dan anak akan mengalami syok.
2. Etiologi
Penyakit DHF disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti.
Virus ini termasuk dalam kelompok arbovirus golongan B. Hingga sekarang telah dapat
diisolasi empat serotif virus dengue di Indonesia, yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.
34. Namun yang paling banyak menyebebkan demam berdarah adalah dengue tipe DEN-2 dan
DEN-3. Di Indonesia dikenal dua jenis nyamuk aedes, yaitu :
a. Aedes aegypti
1) Paling sering ditemukan
2) Nyamuk yang hidup di daerah tropis, terutama hidup dan berkembang biak di dalam rumah,
yaitu di tempat penampungan air jernih / tempat penampungan air di sekitar rumah.
3) Nyamuk ini berbintik-bintik putih.
4) Biasanya menggigit pada pagi hari dan sore hari.
5) Jarak terbang 100 meter.
b. Aedes Albopictus
1) Tempat habitatnya di tempat air jernih, biasanya di sekitar rumah/pohon-pohon yang dapat
tertampung air hujan bersih, yaitu pohon pisang dan tanaman pandan.
2) Mengigit pada waktu siang hari.
3) Berwarna hitam.
4) Jarak terbang 50 meter.
3. Anatomi dan Fisiologi Trombosit dan Pembekuan
Trombosit atau platelet bukan merupakan sel, melainkan pecahan glanular sel, berbentuk
piringan dan tidak berinti. Trombosit adalah bagian terkecil dari unsur selular sumsum tulang
dan sangat penting peranannya dalam hemostatis dan pembekuan. Trombosit berdiameter 1–4
m dan berumur kira–kira 10 hari. Kira–kira sepertiga berada dalam limpa sebadai suku
cadang dan sisanya berada dalam sirkulasi, berjumlah antara 150.000 dan 400.000/mm3.
Hemostatis dan pembekuan adalah serangkaian kompleks reaksi yang mengakibatkan
pengendalian perdarahan melalui pembentukkan bekuan trombosit dan fibrin pada tempat
cedera.
Pembekuan diawali oleh cedera vaskular dalam keadaan homeostasis. Vasokonstriksi adalah
respon langsung terhadap cedera, yang diikuti oleh adhesi trombosit pada kolagen dinding
pembuluh darah yang terkena cedera. ADP ( adenosin difosfat ) dilepaskan oleh trombosit,
yang menyebabkan mereka mengalami agregasi. Sejumlah kecil trombin juga merangsang
agregasi trombosittrombosit, yang berguna untuk mempercepat reaksi. Faktor III trombosit,
dari membran trombosit, juga mempercepat pembekuan plasma. Dengan cara ini,
terbentuklah sumbat trombosit, yang kemudian segera diperkuat oleh protein filamentosa
yang dikenal sebagai fibrin. Pembentukkan fibrin berlangsung bila faktor Xa, dibantu oleh
tosfolipid dari trombosit yang sudah diaktifkan memecahkan protrombin, membentuk
35. trombin. Selanjutnya trombin memecahkan fibrinogen membentuk fibrin. ( Sejumlah kecil
trombin nampaknya dicadangkan untuk memperbesar agregasi trombosit ). Fibrin ini, yang
mula–mula merupakan jeli yang dapat larut, distabilkan oleh faktor XIIIa dan mengalami
polimerasi menjadi jalinan fibrin yang kuat, trombosit, dan menjerat sel–sel darah. Untaian
fibrin kemudian memendek ( retraksi bekuan ), mendekatkan pinggir–pinggir dinding
pembuluh dinding pembuluh yang cedera dan menutup daerah tersebut. ( Anderson, 1995 ).
( Richard Walker, 2000, Under The Microscope, Heart–Clotting & Healing)
Gambar ini menunjukkan proses pembekuan dimana benang fibrin sudah mulai terbentuk
sehingga menjerat sel darah merah dan membuat sumbatan pada pembuluh darah yang
terluka sehingga perdarahan berhenti.
4. Patofisiologi
Virus dengue akan masuk ke dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti
dan kemudian akan bereaksi dengan antibodi, sehingga terbentuklah kompleks virus antibodi
dan di dalam sirkulasi akan mengaktivasi sistem komplemen. Akibat aktivasi ini akan
mengakibatkan lepasnya histamin yang merupakan mediator kuat sebagai faktor meningginya
permeabilitas dinding pembuluh darah dan akan menyebabkan hilangnya plasma melalui
endotel dinding itu. Terjadi trombositopenia yang akan menurunkan fungsi trombosit dan
faktor koagulasi ( protrombin dan fibrinogen ) dan menyebabkan terjadinya perdarahan hebat,
terutama perdarahan salauran gastrointestinal. Yang menentukan beratnya penyakit adalah
meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya
hipotensi, trombositopenia, dan diatesis hemoragik yang akan mengakibatkan terjadinya
renjatan secara akut. Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma
melalui endotel dinding pembuluh darah. Dengan hilangnya plasma, anak mengalami
hipovolemik dan apabila tidak diatasi bisa terjadi anoksia jaringan, asidosis metabolik dan
kematian.
Infeksi Dengue
36. Demam Manifestasi perdarahan Hepatomegali Trombositopenia
Anoreksia
Muntah
Dehidrasi Permeabilitas kapiler
Hemokonsentrasi
Kehilangan plasma
Hipoproteinemia
Efusi Pleura
Hipovolemik Asites
Syok
Anoksia
Perdarahan Asidosis
Gastrointestinal
Kematian
5. Tanda dan gejala
Akibat masuknya virus dengue ke dalam tubuh, akan mengakibatkan :
a. Demam tinggi selama 2 –7 hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 380 – 400 celcius
atau lebih ( tanpa sebab yang jelas ).
37. b. Tampak bintik-bintik merah pada kulit seperti bekas gigitan nyamuk, disebabkan pecahnya
pembuluh darah kapiler di kulit, untuk membedakan antara gigitan nyamuk biasa dengan
nyamuk Aedes aegypti adalah dengan merenggangkan pada daerah kulit tampak bintik merah
dan bila hilang berarti bukan tanda DHF.
c. Nyeri ulu hati terjadi karena adanya perdarahan pada lambung, nyeri otot, nyeri tulang dan
sendi, dan nyeri pada daerah abdomen.
d. Adanya tanda-tanda perdarahan, yang terjadi perdarahan adalah pada daerah di bawah kulit (
petekhie/ekimosis ), perdarahan pada hidung ( epistaksis ) , perdarahan pada gusi, berak darah
/ batuk darah ( melena / hematemesis ).
e. Pembesaran hepar ( sudah dapat diraba sejak permulaan sakit anak), pembengkakan sekitar
mata, dan sakit kepala.
f. Syok yang ditandai nadi lemah / cepat, disertai tekanan darah yang menurun ( diastolik turun
menjadi 20 mmHg dan sistolik menjadi 80 mmHg atau kurang ), capillary refill lebih dari
dua detik.
g. Kulit teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari tangan dan jari kaki, serta
timbul sianosis di sekitar mulut.
h. Mual, muntah, tidak ada napsu makan , diare, dan konstipasi.
i. Anak semula rewel, cengeng dan gelisah lambat laun kesadarannya menurun menjadi sopor
dan akhirnya koma.
6. Pemeriksaan penunjang
a. Darah Lengkap Tiap 6 – 8 Jam Sekali
1) Terjadi trombositopenia ( 100.000/mm3 ) dan hemokonsentrasi (hematokrit meningkat 20 %
atau lebih).
2) Haemoglobin meningkat 20 %.
3) Hasil pemeriksaan darah menunjukkan hipoprotemia.
b. Rontgen Thoraks
Untuk mengetahui adanya efusi pleura.
c. Uji Serologi
Yaitu serum diambil pada masa akut dan pada masa penyembuhan ( 1 – 4 minggu setelah
gejala awal penyakit ) dengan mengambil darah vena sebanyak 2 – 4 ml dan pengambilan
darah ini dilakukan minimal empat kali.
d. Test Tourniquet
38. Cara uji tourniquet adalah dengan memasang manset tensimeter pada lengan atas dan pompa
sampai air raksa mencapai pertengahan tekanan sistolik dan diastolik, biarkan selama 10 – 15
menit. Pada pemeriksaan terdapat > 20 petekhie pada daerah lengan bawah dengan diameter
2,8 cm, maka dinyatakan anak positif DHF.
Kriteria : ( + ) jumlah petekhie ≥ 20
( - ) jumlah petekhie 10 – 20
( ± ) jumlah petekhie ≤ 10
7. Penatalaksanaan
Bila anak diduga atau sudah didiagnosa medis DHF, maka hal yang harus dilakukan adalah :
a. Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul akibat demam tinggi, anoreksia, muntah. Beri
minum banyak, 50 ml/kg BB dalam 4 – 6 jam pertama berupa air teh dengan gula, sirup,
susu/ASI, sari buah, atau oralit. Setelah dehidrasi dapat diatasi, berikan cairan 80 – 100 ml/kg
BB dalam 24 jam berikutnya.
b. Hiperpireksia dapat diatasi dengan memberi kompres air hangat atau dingin dan bila perlu
berikan antipiretik untuk mengatasi demam dengan dosis 10 – 15 mg/kg BB.
c. Pemberian cairan intravena pada anak tanpa renjatan dilakukan bila anak terus menerus
muntah, sehingga tidak mungkin diberi makanan peroral atau didapatkan nilai hematokrit
yang terus meningkat ( > 40 vol % ). Jumlah cairan yang diberikan tergantung dari derajat
dehidrasi dan kehilangan elektrolit, dianjurkan cairan glukosa 5 % dalam 1/3 larutan NaCl
0,9 % dengan jumlah tetesan 16 ×/ menit. Bila timbul tanda-tanda syok, segera berikan
cairan campuran antara NaCL 0,9 % : Glukosa 10 % ( 1: 3 ) dengan jumlah tetesan 20 ml/kg
BB/jam. Apabila syok mulai teratasi, jumlah cairan dikurangi menjadi 10 ml/kg BB/jam.
8. Komplikasi
Bila penanganan anak dengan DHF ini lambat, maka akan terjadi berbagai komplikasi, yaitu :
a. Efusi Pleura
Disebabkan adanya kebocoran plasma akibat meningkatnya permeabilitas membran,
sehingga cairan akan masuk ke dalam pleura.
b. Perdarahan Pada Lambung
Terjadi akibat anak mengalami mual dan muntah serta kurangnya nafsu makan pada anak,
sehingga akan meningkatkan produksi asam lambung. Bila ini terus berlangsung, maka asam
lambung akan mengiritasi lambung dan mengakibatkan perdarahan.
c. Pembesaran Pada Hati, Limpa, dan Kelenjar Getah Bening
39. Terjadi akibat bocornya plasma yang mengandung cairan, dan mengisi bagian rongga tubuh.
Cairan akan menekan dinding dari organ tersebut, sehingga organ akan mengalami
pembesaran.
d. Hipovolemik
Terjadi akibat meningkatnya nilai hematokrit bersamaan dengan hilangnya plasma melalui
dinding pembuluh darah.
9. Pencegahan
Pencegahan yang dapat dilakukan saat ini adalah dengan memutus rantai penularan dengan
memberantas penular maupun jentiknya. Penggunaan vaksin untuk mencegah DHF masih
dalam taraf penelitian, sedangkan obat yang efektif terhadap virus belum ada.
Cara pencegahannya ada dua, yaitu :
a. Memberantas nyamuk dewasa
Caranya dengan diberi pengasapan ( fogging ) menggunakan bahan insektisida. Pengasapan
ini sangat efektif dan cepat memutuskan rantai penularan, karena nyamuk akan segera mati
bila kontak dengan partikel-partikel insektisida.
b. Memberantas jentik
Caranya dengan meniadakan perindukannya, sehingga nyamuk tidak berkesempatan untuk
berkembang biak. Cara ini dikenal dengan pemberantasan sarang nyamuk ( PSN ). Aedes
aegypti diketahui berkembang biak di air bersih tergenang yang tidak berhubungan langsung
dengan tanah.
Pemberantasan sarang nyamuk yang dilakukan dengan :
1) Membersihkan ( menguras ) tempat penyimpanan air, seperti bak mandi / WC, drum, dan
lain-lain sekurang-kurangnya seminggu sekali, karena perkembangbiakan dari telur sampai
menjadi nyamuk adalah 7 – 10 hari.
2) Menutup rapat tempat penyimpanan / penampungan air ( misalnya tempayan, drum, dll )
agar nyamuk tidak dapat masuk dan bertelur.
3) Membersihkan pekarangan rumah/halaman, kemudian mengubur / membakar / membuang
barang bekas yang dapat digenangi air (seperti kaleng, botol, ban bekas,tempurung, dl).
4) Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung secara berkala.
5) Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk abate
kedalam genangan air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk abate kedalam
genangan air untuk membunuh jentik-jentik nyamuk, ulangi hal ini setiap 2 – 3 bulan sekali
atau peliharalah ikan ditempat itu.
40. B. Asuhan Keperawatan
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan terhadap klien anak dengan DHF, perawat
memandang klien sebagai individu yang utuh yang terdiri dari bio, psiko, sosial, dan spiritual,
yang mempunyai kebutuhan sesuai tingkat pertumbuhan dan perkembangannya.
Menurut Tailor C., Lilis C., Lemone P., 1989 ( dari La Ode Jumadi Gaffar, 1997 ) proses
keperawatan adalah metode sistematik dimana secara langsung perawat bersama klien secara
bersama menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan keperawatan,
membuat perencanaan dan rencana implementasi, serta mengevaluasi hasil asuhan
keperawatan.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar bagi seorang perawat dalam melakukan
pendekatan secara sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisa, sehingga dapat
diketahui kebutuhan klien tersebut. Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan
membantu menentukan status kesehatan dan pola pertahanan klien serta memudahkan dalam
perumusan diagnosa keperawatan. ( Doenges : 2000 ).
Tujuan dari pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan secara sistematis,
mengelompokkan, dan mengatur data yang dikumpulkan dan menganalisa data sehingga
ditemukan diagnosa keperawatan. ( La Ode Jumadi Gaffar, 1997 ).
Tahap pengkajian pada anak dengan DHF terdiri dari :
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi yang sistemik tentang klien
termasuk kekuatan dan kelemahan klien dengan cara wawancara, observasi, dan pemeriksaan
fisik. Data dikumpulkan dari keluarga, orang terdekat, masyarakat, grafik, dan rekam medik.
1) Identitas klien dan keluarga
a) Nama pasien, umur, tanggal lahir, jenis kelamin, agama.
b) Nama Ayah, umur, agama, pekerjaan, pendidikan, kultur, alamat.
c) Nama ibu, umur,agama, pekerjaan, pendidikan, kultur, alamat.
d) Tanggal anak masuk rumah sakit, diagnosa medis, dan sumber informasi yang diperoleh.
2) Riwayat kesehatan
a) Riwayat keperawatan anak ( Suriadi : 2001 )
(1) Keluhan utama anak masuk rumah sakit biasanya adalah badan panas, disertai mimisan, berak
encer atau kadang-kadang disertai berak darah, susah tidur, rewel, nafsu makan menurun,
sakit kepala, nyeri otot, tulang sendi, abdomen, dan ulu hati, pembengkakan sekitar mata,
pembesaran hati, limpa, dan kelenjar getah bening.