2. SEJARAH PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TRANSPORTASI
DI INDONESIA
Transportasi atau pengangkutan adalah perpindahan manusia atau barang dari
tempat satu ke tempat lainnya, dari tempat asal ke tempat tujuan yang diangkut
oleh hewan ataupun wahana yg digerakkan dan dibuat oleh manusia. Yang
mana terdapat pergerakan dari tempat asal ke tempat tujuan, terdapat 4 rute
transportasi yang dapat dilalui yaitu jalur darat, jalur darat dengan rel, jalur
udara dan jalur laut. Seperti yang kita ketahui Indonesia adalah negara yang
kaya akan sumber daya alam di mana lautan terbentang luas di antara pulau
pulau dan daratan pulau pulau terbentang luas pula di antara laut laut
indonesia. Dengan kondisi geografis tersebut maka raykat Indonesia
membutuhkan 4 jalur tersebut untuk dapat menuju ketempat yang akan di tuju.
3. KONSEP TANGGUNG JAWAB HUKUM TRANSPORTASI
TERKAIT DENGAN BARANG DAN ORANG
Secara etimologis, transportasi berasal dari bahasa latin, yaitu transportare,
trans berarti seberang atau sebelah lain; dan por-tare berarti mengangkut atau
membawa. Dengan demikian, transportasi berarti mengangkut atau membawa
sesuatu ke sebelah lain atau dari suatu tempat ke tempat lainnya. Hal ini berarti
bahwa transportasi merupakan jasa yang diberikan, guna menolong orang atau
barang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lain lainnya. Sehingga
transportasi dapat didefenisikan sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau
membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya,
dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau
mesin.
4. TANGGUNG JAWAB DALAM PENGANGKUTAN UDARA
MENURUT UU NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG
PENERBANGAN
Prinsip-prinsip Umum
1. A. Prinsip “presumption of liability”
Berdasarkan prinsip ini pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas kerugian
yang timbul dari pengangkutan yang diselenggarakannya. Balk itu kerugian yang diderita oleh
penumpang, karena penumpang luka atau tewas, atau bagasinya rusak, hilang atau terlambat
datang, maupun kerugian pengirim barang atas barang kirimannya. Tetapi jika pengangkut dapat
membuktikan bahwa dia tidak bersalah, maka dia dibebaskan dari tanggung jawab membayar
ganti kerugian itu. Yang dimaksud dengan “tidak bersalah” adalah tidak melakukan
kelalaian, telah berupaya melakukan tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian, atau
peristiwa yang menimbulkan kerugian itu, tidak bisa dihindari. Beban pembuktian ada pada
pihak pengangkut, bukan pada pihak yang dirugikan.
5. 2. Prinsip “limitation of liability”
Menurut prinsip ini tanggung jawab pengangkut dibatasi sampai suatu
jumlah tertentu. Prinsip ini merupakan imbangan bagi prinsip “presumption
of liability”. Hal ini mendorong pengangkut menyelesaikan tuntutan ganti
rugi dengan jalan damai. Untuk mencapai tujuan itu limit tanggung jawab
ganti rugi tidak boleh terlalu rendah dan tidak boleh terlalu tinggi.
3. Prinsip “absolute liability”
Berdasarkan prinsip ini pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap
kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa
keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak
mengenal beban pembuktian, unsur kesalahan tak perlu dipersoalkan. Jadi
pengangkut bukan lagi dianggap bertanggung jawab, tetapi adalah selalu
bertanggungjawab tanpa ada kemungkinan membebaskan diri. Kecuali dalam
satu hal, yaitu kalau yang dirugikan bersalah atau turut bersalah dalam
timbulnya kerugian pada dirinya.
6. PRINSIP DAN TANGGUNGJAWAB PENGANGKUTAN
DALAM DARAT TERKAIT BARANG DAN ORANG
Pengangkutan darat atau pengangkutan jalan diselenggarakan oleh perusahaan
pengangkutan umum yang menyediakan jasa pengangkutan umum yang
menyediakan jasa pengangkutan orang dan/atau barang dengan kendaraan
umum di jalan dan telah mendapatkan izin usaha dan izin operasi dari
pemerintah. Contoh dari pengangkutan darat ini yaitu seperti bus, truk, dan lain
sebagainya. Pengaturan mengenai pengangkutan darat atau pengangkutan jalan
ini terdapat di dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan. Pasal 191 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan menyatakan : “Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab
atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan
dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan”.
7. PIHAK PIHAK DALAM PENGANGKUTAN
1. Pengirim
KUHD maupun KUHPerdata tidak mengatur definisi pengirim secara umum. “pengirim adalah
pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan barang dan atas dasar itu
berhak memperoleh pelayanan pengangkutan dari pengangkut. Pengirim adalah orang yang
mengirim, orang yang menyampaikan. Pengirim dapat berstatus sebagai pemilik barang sendiri
atau orang lain yang bertindak atas nama pemilik barang. Selain itu pengirim dapat juga
berstatus sebagai penjual dalam perjanjian jual beli yang berkewajiban menyerahkan barang
melalui jasa pengangkutan. Pengirim dapat juga berstatus sebgagai manusia pribadi, perusahaan
perseorangan atau sebagai perusahaan badan hukum atau bukan badan hukum. Berdasarkan
uraian diatas, dapat disimpulkan pengirim adalah pemilik barang yang memberikan kuasa
kepada ekspeditur untuk menyelenggarakan urusan pengiriman barang dan bertindak sebagai
pemegang dokumen angkutan serta membayar biaya pengiriman kepada ekspeditur.
8. 2. Perusahaan pengirim barang
Perusahaan pengirim barang adalah pengusaha yang menjalankan perusahaan persekutuan badan
hukum dalam bidang usaha ekspedisi muatan barang”. Sebagai perwakilan dari pengirim atau
penerima barang, ekspeditur mengurus berbagai macam dokumen yang diperlukan guna
memasukkan atau mengeluarkan barang.
3. Penerima barang
Penerima barang adalah pihak yang dituju oleh pengirim barang, dapat berbentuk perusahaan
maupun perorangan yang telah mengadakan perjanjian jual beli atau kepentingan lainnya. Dalam
KUHD tidak terdapat definisi secara umum mengenai penerima barang. Penerima barang adalah
pihak yang tidak mengikatkan diri pada pengangkut, tetapi dapat saja telah mengadakan perjanjian
dengan pengirim barang. Penerima adalah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
- Perusahaan atau perorangan yang memperoleh hak dari pengirim barang;
- Dibuktikan dengan penguasaan dokumen angkutan;
- Membayar atau tanpa membayar biaya angkuatan.
9. PRINSIP DAN TANGGUNGJAWAB PARA PIHAK DALAM
PENGANGKUTAN BARANG MELALUI LAUT
Kelancaran dan keselamatan kapal merupakan hal sangat penting untuk
diperhatikan, dalam UU Pelayaran diatur mengenai nahkoda merupakan
seorang pimpinan yang berada diatas kapal yang mewakili wewenang penegak
hukum dan bertanggung jawab atas keselematan, keamanan dan ketertiban
kapal, pelayaran, maupun terhadap barang muatan. Seorang nahkoda juga wajib
memenuhi persyaratan dalam proses kepelatihan, pendidikan dan dinyatakan
sehat. Nahkoda juga berhak melakukan tindakan yang perlu dilakukan untuk
melakukan penyelematan yaitu dengan tindakan penyimpangan rute yang telah
ditetapkan serta tindakan-tindakan lainnya yang diperlukan. Pada waktu
perjalanan pelayaran berlangsung, nahkoda wajib berada di atas kapal kecuali
dalam keadaan yang memaksa atau darurat yang bisa menjadi dan berakibat
mengancam jiwa dan keselamatannya.
10. Sebagai pihak yang mengusahakan pengangkutan laut dengan menggunakan
kapal sebagai alat angkutannya, pengangkut dibebani dengan tanggung jawab
tertentu terhadap barang-barang muatan yang diserahkan dari pengirim untuk
diangkut. Tanggung jawab pengangkut menurut KUHD diatur dalam:
1. Pasal 468KUHD
Harus diangkutnya mulai saat diterimanya hingga saat diserahkannya barang
tersebut”.
Ayat 1 : “Persetujuan pengangkutan untuk menjaga keselamatan barang yang,
Ayat 2 (a) : “Pengangkut wajib mengganti kerugian pengirim, apabila barang
yang diangkutnya tidak diserahkan atau rusak”. Ayat 2 (b). “tetapi pengangkut
tidak berkewajiban mengganti kerugian pengirim, bila tidak dapat diserahkan
atau rusaknya barang itu disebabkan karena:
1. Suatu malapetaka yang tidak dapat dihindari terjadinya.
2. sifat, keadaan atau cacat dari barang itu sendiri.
3. suatu kelalaian atau kesalahan si pengirim sendiri.
11. Ayat 3 : “Pengangkut juga bertanggung jawab kepada :
1. segala perbuatan mereka yang dipekerjakan bagi kepentingan pengangkut itu.
2. sifat, keadaan atau cacat dari barang itu sendiri.
3. segala barang (alat-alat) yang dipakainya untuk menyelenggarakan pengangkutan itu.
Tanggung jawab pengangkut sebagai Debitur diatur dalam Pasal 1236 dan Pasal 1246 KUH Perdata yaitu :
a. Pasal 1236 KUH Perdata
“Debitur wajib memberi ganti rugi, kerugian dan bunga kepada kreditur bila ia menjadikan dirinya tidak mampu untuk
menyerahkan
barang itu atau tidak merawatnya sebaik-baiknya untuk menyelamatkannya.”
b. Pasal 1246 KUH Perdata
“Biaya, ganti rugi dan bunga, yang boleh dituntut kreditur, terdiri atas kerugian yang telah dideritannya dan keuntungan
yang sedianya dapat diperolehnya, tanpa mengurangi pengecualinya dan perubahan yang disebut dibawah ini.” Tanggung
jawab pengirim pada umumnya Pengirim (shipper) bertanggung jawab memberikan data yang selengkap lengkapnya dan
sebenar-benarnya mengenai barang yang akan dimuat tersebut disamping beranggung jawab untuk membayar biaya
pengangkutan tersebut.