1. 1
Penyerapan Beras Bulan Mei 2015
baru tercapai 25%
Oleh : bejo pamungkas bagus
bejo.pamungkas.bagus@gmail.com
omoditas beras merupakan
kebijakan yang mempunyai 2
kepentingan negara yaitu
faktor politis dan strategis. Hal tersebut
merupakan cerminan bahwa pentingnya
menjaga stok ketahanan pangan suatu
negara mendapat porsi tersendiri bagi
pemerintah dalam mengambil kebijakan ketahanan pangan. Kebijakan ketahanan pangan
mempunyai 2 faktor penting yaitu dalam menjaga
produsen (dalam hal ini petani) dan konsumen (dalam hal
ini masyarakat). Penentuan HPP tahun 2015 sebesar Rp.
7.300 /kg sebagai cerminan harga yang wajar dari sisi
produsen dan konsumen. Kewajaran yang dimaksud
tersebut diharapkan pihak petani mendapat porsi margin
yang cukup untuk keberlangsungan usaha taninya dan
dari segi konsumen yaitu masyarakat mampu menjaga daya beli mengingat beras
merupakan kebutuhan pokok (pengeluaran yang musti) dikeluarkan oleh setiap rumah
tangga di Indonesia.
Sampai pada bulan ke 5 yaitu Mei 2015 kemampuan Perum Bulog yang ditugaskan oleh
Pemerintah dengan aturan yang jelas berupa HPP hanya mampu menyerap 25% dari hasil
panen. Mengapa hal ini sangat ‘diributkan!’ padahal dalam 1 tahun itu ada 12 bulan!
berarti masih ada 7 bulan lagi!
K
Target pengadaan beras
secara nasional tahun
2015 sebesar 2.750 juta
ton
2. 2
Menteri Pertanian RI mengemukakan bahwa peak season dalam
siklus panen atau sering disebut Musim Panen Rendeng
(Penghujan) 2014/2015 jatuh pada bulan Maret dan April 2015
sehingga dengan oversupply berlebih (secara hukum ekonomi)
harga akan jatuh pada saat itulah Perum Bulog bisa
mendapatkan harga ‘diskon’, bahkan harga dipasaran bisa
dibawah HPP karena para pengusaha beras / penggiling padi
sudah tidak mampu menyerap karena oversupply, diharapkan
pula petani bisa menjual ke pihak Bulog disinilah letak Perum
Bulog sebagai Stabilitator Harga
Selain efek harga HPP juga
yang tidak kalah penting HPP itu mensyarakatkan kadar
air 25% untuk GKP, kadar air 14% untuk GKG, beras
serta butir patah 20% dan menir 2% untuk beras.
Kadar air sangat penting bagi produk pertanian!
Dikarenakan beras akan disimpan dalam waktu yang
cukup dan harus didistribusikan ke seluruh indonesia
sebagai pemerataan stock
Sehingga Perum Bulog tidak
serta merta memandang harga HPP sebagai faktor utama tetapi
juga syarat mutu beras akan selektif mengingat bila terjadi turun
mutu pada beras akan merugikan sebuah perusahaan! Siapakah
yang mau menanggung efek kerugian triliunan! Direktur
Perusahaan atau kah Pemerintah! Tentu dalam hal ini adalah
tanggung jawab perusahaan yaitu Perum Bulog walaupun
pemegang saham Perum Bulog adalah Pemerintah
Puncak panen raya
tahun 2015 jatuh pada
bulan maret – april 2015
dari hasil realisasi
musim tanam oktober
2014 – maret 2015.
Pada 6 bulan pertama,
Bulog diharapkan
berkesempatan
menyerap beras petani
minimal 65%
GKP gabah kering
panen yaitu gabah yang
dihasilkan oleh petani
sebelum dilakukan
penjemuran.
GKG gabah kering giling
yaitu gabah setelah
penjemuran yang siap
digiling
Kadar air yang tinggi
akan menimbulkan efek
merusak karena terjadi
susut, berdebu,
serangan hama
3. 3
Cerminan penyerapan yang rendah menimbulkan opini yang beragam, mulai
ketidakmampuan Perum Bulog menyerap gabah/beras, pembubaran, dan isu mengenai
impor beras (yang terkadang menjadi bahan isu para anggota politisi sebagai ajang
simpati dan kritikan kepada Pemerintah) akan semakin ramai dikarenakan statement
Presiden Jokowi yang tidak ingin ada impor beras untuk tahun 2015.
Menurut Sutarso Alimoeso, Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha
Beras Indonesia (Perpadi) sekaligus mantan Dirut Bulog, keputusan untuk impor beras
atau tidak dicerminkan dari:
Bahwa impor itu bukan ditentukan dari berapa banyak yang dibeli Bulog tapi
pada faktor produksi beras cukup atau tidak. “Sutarto mengatakan, meski Bulog
tak punya stok yang besar, namun bila produksi beras cukup, maka adanya risiko
lonjakan harga beras tak perlu dikhawatirkan. Secara umum,
penguasaan beras Bulog sebesar 7%-10% dari total seluruh
beras yang diproduksi dan beredar di masyarakat, sudah
sangat cukup sebagai pengendali harga”
Pemerintah perlu mengimpor atau tidak, didasarkan
pada stok beras yang dimiliki pemerintah
Soal perkembangan harga, apakah ada kenaikan yang
tak wajar terhadap komoditas politis dan strategis ini.
“Seharusnya bila pemerintah tak ingin jadi gejolak, harus
mampu meredam terjadinya gejolak. Caranya pemerintah
harus punya stok, membeli dari produksi,” katanya
Uraian diatas dapat kita lihat secara jernih dan berimbang tentang penyerapan beras dan
fungsi Perum Bulog sebagai Stabilitator Harga dan impor beras
Disadur dan diolah dari:
http://kalbartimes.com/2015/05/08/penyerapan-beras-petani-baru-25/
Secara umum,
penguasaan beras bulog
sebesar 7%-10% dari
total seluruh beras yang
diproduksi dan beredar
di masyarakat, sudah
sangat cukup sebagai
pengendali harga