2. KUP adalah singkatan yang biasa dipakai untuk Ketentuan Umum
dan Tata Cara Perpajakan. Undang-Undang KUP memuat
ketentuan umum dan tata cara perpajakan yang pada prinsipnya
berlaku bagi undang-undang pajakk materiil, kecuali dalam
undang-undang pajak yang bersangkutan telah mengatur sendiri
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakannya.
UU KUP telah mengalami tiga kali perubahan sejak diundangkan
pertama kali dengan UU Nomor 6 Tahun 1983 yang berlaku mulai
1 Januari 1984. Perubahan pertama dilakukan dengan UU Nomor
9 Tahun 1994 yang berlaku mulai 1 Januari 1995. Perubahan
kedua dilakukan dengan UU Nomor 16 Tahun 2000 yang mulai
berlaku tanggal 1 Januari 2001. Dan perubahan terakhir adalah
dengan UU Nomor 28 Tahun 2007 yang mulai berlaku tanggal 1
Januri 2008.
4. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang
oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang. (Pasal 1 UU Nomor 28 Tahun
2007/ UU KUP)
6. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi
pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Dalam Pasal 2 angka 1 UU KUP disebutkan bahwa, “Setiap
wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan
objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan
kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak”.
8. Persyaratan subjektif dalam peraturan
perpajakan, yaitu:
Orang pribadi sebagai subjek pajak dalam negeri, dimulai pada saat orang
pribadi tersebut dilahirkan, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
Badan, dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia.
Orang pribadi atau badan sebagai subjek pajak luar negeri yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, dimulai
pada saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Orang pribadi atau badan sebagai subjek pajak luar negeri yang dapat menerima
atau memperoleh penghasilan di Indonesia bukan dari menjalan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, dimulai pada saat
orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperolah penghasilan dari
Indonesia.
Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak,
dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi tersebut.
10. Persyaratan objektif berdasarkan UU
PPh dapat dibedakan sebagai berikut:
Sebagai pemikul beban pajak, yaitu bagi badan atau orang
pribadi yang memperoleh atau menerima penghasilan yang
dikenai PPh berdasarkan UU PPh, yang terdiri dari Pajak
Penghasilan Badan dan Pajak Penghasilan Orang Pribadi.
Sebagai pemungut atau pemotong pajak, terdiri dari
pemungutan atau pemotongan PPh Pasal 21, PPh Pasal 22,
PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat (2) dan PPh
Pasal 15.
12. Self Assessment adalah sistem pemungutan pajak yang
memberikan kepercayaan kepada masyarakat wajib
pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar,
dan melaporkan sendiri pajak yang terutang.
Adapun prinsip self assessment dalam UU KUP sebagai
berikut (Pasal 12 UU KUP) :
Setiap wajib pajak membayar pajak yang terutang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan
tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak.
Jumlah pajak yang terutang menurut Surat Pemberitahuan yang
disampaikan oleh wajib pajak adalah jumlah pajak yang terutang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan bukti jumlah pajak
yang terutang menurut Surat Pemberitahuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak
menetapkan jumlah pajak yang terutang.
14. Wajib pajak orang pribadi adalah wajib
pajak yang:
menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas
yang dimaksud dengan pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang
dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian
khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang
tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
tidak menjalankan usaha atau tidak melakukan pekerjaan
bebas namun jumlah penghasilannya sampai dengan suatu
bulan yang disetahunkan telah melebihi Penghasilan Kena
Pajak (PTKP). Exp : Pegawai tetap
16. Wajib pajak badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal
yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha
maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan
terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan
usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan
nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi,
dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak
investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
18. PTKP adalah batas penghasilan wajib pajak
orang pribadi yang tidak dikenakan pajak.
Rp24.300.000 untuk diri wajib pajak orang pribadi;
Rp2.025.000,00 tambahan untuk wajib pajak yang kawin;
Rp24.300.000,00 tambahan untuk seorang isteri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami
sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (1) UU PPh.
Rp2.025.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus
serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya,
paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.
20. NPWP adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib
pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
(Pasal 1 angka 6 UU KUP).
NPWP diberikan kepada wajib pajak orang pribadi atau
badan yang berdasarkan UU Pajak Penghasilan (PPh) dikenai
kewajiban perpajakan baik kewajiban perpajakan atas dirinya
sendiri ataupun kewajiban memungut atau memotong PPh
pihak lain (withholding tax).
22. NPWP terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan)
digit pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 (enam)
digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan.
26. Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP)
di dalam daerah pabean dan/atau melakukan
ekspor BKP Berwujud, ekspor JKP, dan/atau
eskpor BKP Tidak Berwujud diwajibkan:
Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak;
Memungut pajak yang terutang;
Menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang masih
harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar daripada
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan
Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang, dan;
Melaporkan penghitungan pajak.
27. Kewajiban di atas tidak berlaku untuk pengusaha kecil yang
batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Pengusaha
kecil adalah pengusaha yang selama satu tahun buku
melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP dengan jumlah
peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto tidak lebih dari
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
28. Adakah sanksi yang diberikan
kepada wajib pajak bila tidak
mendaftarkan diri dan melaporkan
usahanya?
29. Ya, ada! Pasal 39 ayat (1) huruf a dan b UU KUP menyatakan
bahwa, “setiap orang yang dengan sengaja: (a) tidak mendaftarkan
diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP, (b) menyalahgunakan atau menggunakan
tanpa hak NPWP atau PKP sehingga dapat menimbulkan kerugian
pada pendapatan negara, dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda
paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar.”
Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali
sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di
bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak
selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
31. Ya bisa. Penghapusan NPWP adalah tindakan menghapuskan NPWP dari
tata usaha Kantor Pelayanan Pajak. Penghapusan ini hanya ditujukan
untuk kepentingan tata usaha perpajakan dan tidak menghilangkan
kewajiban perpajakan yang harus dilakukan wajib pajak yang
bersangkutan.
Secara materiil, penghapusan NPWP dilakukan dalam hal: (KepDirjen
Pajak Nomor Kep-161/PJ/2001 tanggal 21 Februari 2001)
1. Wajib pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan.
2. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
3. Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai subjek pajak sudah selesai
dibagi.
4. Wajib pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Bentuk usaha tetap yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai bentuk
usaha tetap.
6. Wajib pajak orang pribadi lainnya selain yang dimaksud dalam huruf a dan b yang
tidak memenuhi syarat lagi sebagai wajib pajak.