Intellectual Discourse Business in Islamic Perspective - Mej Dr Mohd Adib Abd...
Sejarah mbah tiran depok
1. SEJARAH PENYEBARAN AGAMA ISLAM DI KAMPUNG CIPAYUNG
Kampung Cipayung pada awalnya adalah sebuah perkampungan kuno dengan hutan belantara
yang dikelilingi oleh area persawahan, terletak di desa Sukmajaya, kecamatan Cimanggis
kewedanaan Cibinong, karasidenan Buitenzorg (Bogor) jauh sebelum perang kemerdekaan, di
kampung tersebut singgah seorang perajurit Mataram dan sekaligus penyebar agama Islam dari
Cirebon bernama Mbah Tiran, sedangkan isterinya bernama Nyai Putih berasal dari Banten.
Mbah Tiran bersama Muhammad (pengawalnya), turut serta dalam pasukan Mataram melawan
VOC di Batavia pada masa pemerintahan Sultan Agung. Karena mengalami kegagalan dalam
penyerbuan ke Batavia, Mbah Tiran pantang untuk pulang kembali ke Mataram, akhirnya
menetaplah di sebuah perkampungan yang bernama Cipayung untuk menyebarkan agama Islam
yang pada waktu itu mayoritas masih memeluk agama hindu, meskipun ada juga yang sudah
beragama Islam namun pengaruh agama Hindu masih kental.
Mbah Tiran merupakan sosok ulama prajurit yang turut serta memahamkan Islam di sekitar luar
Batavia, disamping masih banyak ulama-ulama prajurit Mataram lainnya yang tersebar di
sekitar Batavia seperti; Kanjeng Ratu Pembayun leluhur di Kebayunan, salah satu putrid
Panembahan Senopati Mataram (1580), Kanjeng Raden Santriyuda (Wali Mahmudin, Putra
Sultan Agung Mataram, 1629) di Tapos, Buyut Riin (Raden Reksekbuwono,1682), Tumenggung
Surotani di Sukatani di Sukatani, Tumenggung Uposonto, Mbah Raden Wujud Beji di Beji,
Raden Sungging di Pondok Terong, Raden Sukmajaya(Wali Hasan), asal usul nama Sukmajaya
di Cikumpa dan masih banyak lagi prajurit maupun punggawa kerajaan Mataram, Banten
maupun Cirebon yang berada di pesisir Batavia, yang turut serta menyiarkan agama Islam.
Sepeninggalnya Mbah Tiran, penyebaran agama dilanjutkan oleh H. Japat yang merupakan
menantu dari Mbah Tiran, dan pemindahan bangunan masjidpun terjadi yang pada awalnya di
tanah milik Mbah Tiran dipindah ke tanah milik H. Japat, masjid tersebut bernama Masjid Nurul
Mu’min dan penyebaran agama semakin meluas. Namun dari anak keturunan H.Japat tidak ada
yang menekuni ilmu agama akan tetapi lebih kepada pemerintahan sehingga dakwah mulai
tersendat. Tersendatnya dakwah Islam bukan berarti kehidupan beragama di kampung Cipayung
itu mati melainkan semakin meluas sampai kepada kampung-kampung disekitarnya seperti
kampung Sidamukti, Cikumpa, Parung Serab, Bojong, Bojong Lio, Sugutamu, dan Cisalak,
karena kampung Cipayung tidak lagi menjadi sentral penyebaran agama. Sedangkan di Cipayung
dilanjutkan oleh Mu’alim H. Ma’un yang merupakan cucu Mbah Tiran dari anak yang bernama
Nyai Sunning, yang mengajarkan ilmu agama dan juga mengajarkan al-Quran, selain itu pada
tahun 1930-an semakin banyak ulama-ulama yang berdatangan ke kampung Cipayung baik yang
menetap maupun hanya singgah di kampung itu, antara lain Guru H. Karim dari Tebet
membidangi ilmu tauhid dan fiqih, Guru H. Muslim dari Cipete membidangi ilmu tauhid, politik
dan kemiliteran karena beliau adalah seorang pergerakan dari Laskar Hizbullah underbow dari
Partai Masyumi, Guru H. Juhdi dari Sukabumi membidangi ilmu pendidikan, Mu’alim Dekhir
(Abdul Khair) membidangi sastra dan tasawuf dan, Mu’alim Syafi’i dari Cibinong lebih kepada
tasawuf dan hikmah. Pemahaman masyarakat tentang agama di Kampung Cipayung semakin
kuat.
2. Pada era kemerdekaan tahun 1945 para pemuda Islam dari kampung tersebut banyak yang ikut
berjuang mempertahankan kemerdekaan seperti halnya ikut dalam kesatuan Laskar Hizbullah
antaralain, M.Ilyas bin Sailan, Amin bin Ma’un, Saman bin Nian, Naman bin Rasim, Abdulloh
bin Yunus dll. ada juga yang menjadi anggota TKR, Laskar Rakyat dan bahkan ada juga yang
ikut kesatuan Barisan Bambu Runcing yang pada akhirnya berhadap-hadapan dengan Laskar
Pemuda Depok pimpinan Tole Iskandar dalam aksi gedoran di Depok.
Ketika keadaan sudah normal kembali dan meskipun kekuatan kaum Komunis mulai meracuni
pemuda kampung Cipayung, kehidupan beragama juga semakin kuat karena dikampung tersebut
dimotori oleh para pejuang dari kesatuan Laskar hizbullah seperti Mu’alim H. M.Ilyas disamping
sebagai ulama juga sebagai kepala desa Sukmajaya, sedangkan sekdesnya Muhidin dari Barisan
Bambu Runcing yang selalu tidak sepaham dengan kadesnya, Mu’alim H.Amin (1918-2004)
sebagai ulama juga menjabat sebagai Pamong Desa (ulu-ulu) desa serta tokoh masyarakat yang
merupakan cicit dari Mbah Tiran, dan H. Zakariya juga seorang ulama dan tokoh masyarakat.
Ketiga tokoh agama tersebut melanjutkan dakwah Islam di Kampung Cipayung sampai generasi
selanjutnya yaitu Ust. H. Rohili, kini beliau juga sudah wafat dan belum ada penggantinya
sekaliber keulamaan para pendahulu di kampung Cipayung ini.
Kampung Cipayung berada di sebelah timur Depok yang sekarang berlokasi di Kelurahan
Abadijaya, Kecamatan Sukmajaya dan juga bertetanggaan dengan Kampung Cikumpa, Bojong,
Bojong Lio, Sidamukti, Sugutamu yang dahulu ada juga nama lain dari Sugutamu yaitu
Cironyok atau sering juga dikenal dengan nama Teronyok, ada juga kampung yang hilang
tergusur oleh pengembagan perumnas yaitu kampung Bonjol . Sekarang kampung Cipayung
diapit oleh perumnas Depok dua Tengah dan Depok dua Timur yang dahulunya area persawahan
begitu luas dan dibelah oleh tiga jalan raya kota yaitu Jl. Proklamasi, Jl. Merdeka dan Jl. Tole
Iskandar, sebelah selatan Jl. Tole Iskandar yang berbatasan dengan Sidamukti dan Cikumpa lebih
terkenal dengan nama Kampung Cipayung Jembatan.
Karena perkembangan zaman begitu pesat, kini Cipayung tidak lagi disebut kampung atau
perkampungan tetapi diganti istilahnya dengan nama lingkungan, tidak ada lagi hutan, tidak ada
lagi persawahan yang ada hanyalah pemukiman penduduk yang begitu padat dan pertambahan
penduduk itu karena urban dari berbagai macam suku dan daerah yang ada di Indonesia. Begitu
juga dengan perkembangan tempat ibadah yang pada awalnya hanya terdapat sebuah masjid
yaitu Masjid Nurul Mu’min kini sudah semakin banyak karena sesuai dengan perkembangan
penduduk yang begitu pesat diantaranya Masjid Al-Barokah di Cipayung Jembatan, Masjid
Daarut Taqwa, Masjid Nurul Iman, Masjid Al-Awami, dan Masjid Daarul Iman disamping itu
juga banyak mushalla-mushalla tersebar di pemukiman penduduk.
*Kisah diceritakan secara turun-temurun kepada keluarga keturunan Mbah Tiran yang sampai
kepada penulis.