SlideShare a Scribd company logo
1 of 14
Download to read offline
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri
sehingga ia harus berinteraksi dengan orang lain untuk memenuhi segala
kebutuhannya tersebut. Dalam hubungan interaksi tersebut ada yang
menimbulkan akibat hukum yaitu dengan timbulnya suatu hak dan kewajiban
dari masing masing pihak. Hubungan yang menimbulkan hak dan kewajiban
disebut sebagai hubungan hukum.
Di dalam suatu hubungan hukum terkadang terjadi dimana salah satu
pihak tidak menjalankan kewajibannya kepada pihak yang lain sehingga pihak
yang lain merasakan dirugikan. Dengan adanya kejadian tersebut maka telah
diatur dalam hukum perdata materiil. Dan cara penyelesaian lewat pengadilan
tersebut diatur dalam hukum perdata formil yaitu hukum acara perdata.1
Dalam proses pemeriksaan perkara perdata di pengadilan negeri
terdapat beberapa acara pemeriksaan dimuka hakim, diantaranya pengajuan
gugatan oleh penggugat, kemudian pada sidang-sidang selanjutnya dilanjutkan
dengan pembacaan gugatan oleh penggugat, pengajuan jawaban tergugat,
replik, duplik, pembuktian, kesimpulan sampai dengan putusan hakim dan
menjalankan putusan tersebut.
Penyelesaian sengketa hukum melalui prosedur umum dilakukan dalam
tiga tahap, yaitu, tahap pendahuluan, tahap penentuan dan tahap pelaksanaan.
Tahap pendahuluan dimulai dari diajukannya gugatan sampai dengan
disidangkannya perkara. Selanjutnya tahap penentuan yaitu dimulai dari jawab
menjawab sampai dengan dijatuhkannya putusan oleh hakim. Setelah putusan
mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), kecuali
diputus dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun
1
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Citra Aditya Bakti,
Bandung 1990), hal : 16
2
diajukan upaya hukum melawan putusan (uitvoerbaar bij vooraad). Setelah itu
barulah sampai pada tahap yang terakhir yaitu tahap pelaksanaan.2
Dalam tahap putusan, suatu sengketa perdata itu diajukan oleh pihak
yang bersangkutan ke pengadilan untuk mendapatkan pemecahan atau
penyelesaian. Pemeriksaan perkara memang diakhiri dengan putusan, akan
tetapi dengan dijatuhkannya putusan saja belum tentu persoalannya akan
selesai begitu saja tetapi putusan tersebut harus dapat dilaksanakan atau
dijalankan. Suatu putusan pengadilan tidak ada artinya apabila tidak
dilaksanakan, oleh karena itu putusan hakim mempunyai kekuatan hukum
eksekutorial yaitu kekuatan untuk dilaksanakan apa yang menjadi ketetapan
dalam putusan itu secara paksa dengan bantuan alat-alat negara.3
2
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, (Liberty, Yogyakarta, 1993), hal : 5
3
Muhammad Abdul Kadir, Op.cit. hal: 173
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
Setelah pemeriksaan surat, pemeriksaan saksi, dang pengangkatan
sumpah, hakim memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang
bersengketa, yaitu pihak penggugat dan tegugat, untuk mengajukan
kesimpulan.
Kesimpulan merupakan hasil-hasil yang diperoleh para pihak selama
persidangan berlangsung sebagai pernyataan terakhir (kesimpulan akhir) dan
pihak penggugat dan tergugat. Kesimpulan, bagi majelis hakim yang
memeriksa dan memutuskan perkara, akan lebih mudah dalam memahami
pokok perkara dalam mengambil putusan akhir.
Kesimpulan bukanlah merupakan sesuatu yang wajib. Hal ini lahir dari
kebiasaan dan tidak ada ketentuan yang mengaturnya. Semua pihak dapat
mengajukan kesimpulan. Pada dasarnya, substansi kesimpulan merupakan
penegasan terhadap dalil-dalil yang diajukan oleh masing-masing pihak. Tentu
dapat menguntungkan para pihak dan juga dapat merugikan para pihak
lainnya.4
B. Musyawarah Majelis Hakim
Musyawarah hakim (pertimbangan hakim) merupakan salah aspek
terpenting dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang
mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum.
Pertimbangan hakim harus disikapi dengan teliti , baik, dan cermat karena
apabila pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan cermat, maka putusan hakim
yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh
Pengadilan Tinggi/ Mahkamah Agung.5
4
Dr. Djamanat Samosir, Hukum Acara Perdata,cet II,(Bandung, Nuansa Aulia2012),
hal: 268.
5
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V, (Yogyakarta,
Pustaka Pelajar), 2004, hal : 140
4
Pada hakikatnya musyawarah hakim hendaknya memuat tentang hal- hal
sebagai berikut:
a. Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil-dalil yang
tidak disangkal
b. Adanya analisis secara yuridis terhadap putusan segala aspek
menyangkut semua fakta/ hal-hal yang terbukti dalam
persidangan.
c. Adanya semua bagian dari petitum Penggugat harus
dipertimbangkan/ diadili secara satu demi satu sehingga hakim
dapat menarik kesimpulan tentang terbukti/tidaknya dan dapat
dikabulkan/tidaknya tuntutan tersebut dalam amar putusan.6
Dasar hakim dalam menjatuhkan putusan pengadilan perlu didasarkan
kepada fakta dan hasil pembuktian yang saling berkaitan sehingga didapatkan
hasil pembuktian yang maksimal dan seimbang dalam tataran fakta dan
praktek.
Pokok kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang Dasar 1945
Bab IX Pasal 24 dan Pasal 25 serta di dalam Undang-undang Nomor 48 tahun
2009. Undang-undang Dasar 1945 menjamin adanya sesuatu kekuasaan
kehakiman yang bebas. Dalam penjelasan Pasal 24 ayat 1 dan penjelasan Pasal
1 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009, yaitu kekuasaan kehakiman adalah
kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila dan Undang-undang
Negara Republik Indonesia tahun 1945 demi terselenggaranya Negara
Hukum Republik Indonesia.7
Kebebasan hakim perlu pula dipaparkan posisi hakim yang tidak
memihak (impartial jugde) Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009. Istilah
tidak memihak di sini haruslah tidak harfiah, karena dalam menjatuhkan
putusannya hakim harus memihak yang benar. Dalam hal ini tidak diartikan
tidak berat sebelah dalam pertimbangan dan penilaiannya. Lebih tapatnya
6
Ibid, hal : 141
7
Ibid, hal : 142
5
perumusan UU No. 48 Tahun 2009 Pasal 5 ayat (1): “Pengadilan mengadili
menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”.8
Seorang hakim diwajibkan untuk menegakkan hukum dan keadilan
dengan tidak memihak. Hakim dalam memberi suatu keadilan harus menelaah
terlebih dahulu tentang kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya
kemudian memberi penilaian terhadap peristiwa tersebut dan
menghubungkannya dengan hukum yang berlaku. Setelah itu hakim baru
dapat menjatuhkan putusan terhadap peristiwa tersebut.
Seorang hakim dalam menemukan hukumnya diperbolehkan untuk
bercermin pada yurisprudensil dan pendapat para ahli hukum terkenal
(doktrin). Hakim dalam memberikan putusan tidak hanya berdasarkan pada
nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, hal ini dijelaskan dalam
Pasal 28 ayat (1) UU No. 40 tahun 2009 yaitu: “Hakim wajib menggali,
mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”.9
C. Putusan Hakim
a. Pengertian Putusan
Eksistensi putusan hakim atau lazim disebut dengan istilah “putusan
pengadilan” sangat diperlukan untuk menyelesaikan perkara perdata. Apabila
ditinjaudari visi hakim yang memutus perkara maka putusan hakim merupakan
“mahkota” sekaligus “puncak” pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran,
penguasaan hukum dan fakta, etika serta moral dari hakim yang bersangkutan.
Jika kita bertitik tolak pada ketentuan-ketentuan pasal 184 HIR, Pasal
195 RBg, Pasal 30 RO., Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun
1970, Undang-undang No. 4 Tahun 2004, tidak ditemukan pengertian atau
batasan terhadap “putusan hakim”. Ketentuan-ketentuan tersebut di atas hanya
menentukan hal-hal yang harus ada dan dimuat dalam putusan hakim.10
8
Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta, Rineka Cipta, 1996), hal: 95
9
Ibid, hal : 96
10
Laila M. Rasyid, Herinawati, Modul Pengantar Hukum Acara Perdata, (Unimal
Press, Sulawesi, 2015) Hal. 96-97
6
Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.,11
putusan hakim adalah
suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi
wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri
atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Bukan
hanya yang diucapkan saja yang disebut putusan, melainkan juga pernyataan
yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh hakim di
persidangan.
Menurut Riduan Syahrani, S.H.,12
bahwa putusan pengadilan adalah
“Pernyataan hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk
umum untuk menyelesaikan atau mengakhiri perkara perdata”.
Sedangkan menurut Dr. Djamanat Samosir, S.H., M.H., putusan hakim
atau putusan pengadilan adalah pernyataan hakim karena jabatannya yang
diucapkan di persidangan yang terbuka untuk umum dalam bentuk tertulis
sebagai hasil dari pemeriksaan perkara perdata yang dimaksudkan mengakhiri
perkara.
Berdasarkan rumusan tersebut, putusan hakim pada hakekatnya adalah:
a) Merupakan pernyataan hakim karena jabatannya.
b) Putusan yang diucapkan dalam persidangan perkara perdata yang
terbuka untuk umum.
c) Putusan hakim tersebut bertujuan menyelesaikan atau mengakhiri
suatu perkara
d) Putusan yang dijatuhkan setelah melalui proses dan prosedural hukum
acara perdata pada umumnya.
e) Putusan dibuat dalam bentuk tertulis
Adapun Lilik Mulyadi13
yang meninjau dari visi dan teoretis, memberi
balasan bahwa putusan hakim adalah putusan yang diucapkan oleh hakim
karena jabatannya dalam persidangan perkara perdata yang terbuka untuk
umum yang setelah melalui proses dan prosedural hukum acara perdata pada
11
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Kelima, (Liberty,
Yogyakarta, 1999) Hal. 149
12
Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Umum, (Pustaka
Kartini, Jakarta), 1988 Hal. 83
13
Lilik Muyadi, Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktik Peradilan
Indonesia, (Sumur, Bandung, 1999), hal. 205
7
umumnya dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan menyelesaikan atau
mengakhiri suatu perkara.
Setiap putusan pengadilan dituangkan dalam bentuk tertulis dan
ditandatangani oleh Ketua Hakim, Hakim Anggota dan Panitera. apa yang
diucapkan oleh hakim di persidangan harus benar-benar sama dengan yang
tertulis. Tetapi sebelum membacakan putusan itu, harus benar-benar sama
dengan yang tertulis. Tetapi sebelum membacakan putusan itu, hakim sudah
mempersiapkan konsepnya terlebih dahulu, paling tidak satu (1) minggu
sebelum diucapkan di persidangan,untuk menghindari adanya perbedaan isi
putusan yang diucapkan dengan yang tertulis (SEMA No. 5/159, tgl 20 April
dan No. 1 Tahun 1962, tgl 7 Maret 1962).
Menjatuhkan putusan selain dinantikan oleh pihak-pihak yang
berperkara, keputusan yang diucapkan oleh hakim di persidangan itu
memberikan akibat hukum bagi pihak-pihak berperkara dan bagi pihak lain
terutama pihak masyarakat. Agar putusan hakim dapat diterima oleh pihak-
pihak lain harus dapat meyakinkan dengan alasan-alasan atau pertimbangan
bahwa putusan itu tepat dan benar. Pihak-pihak yang dimaksudkan tersebut
adalah:
a) Para pihak, yaitu pihak yang berperkara (Penggugat dan Tergugat).
b) Masyarakat
c) Pengadilan Banding, putusan hakin (PN) dapat diterima pengadilan
banding.
d) Ilmu Pengetahuan, setiap putusan diucapkan dalam sidang terbuka
untuk umum menjadi objek ilmu pengetahuan hukum untuk dianalisis,
disistematisir dan diberi komentar.
b. Sistematika dan Isi Putusan Hakim
Sistematika atau formulasi adalah menyangkut bagaimana bentuk dan
isi putusan disusun atau dirumuskan sehingga memenuhi syarat-syarat
perundang-undangan. HIR tidak mengatur sistematika suatu putusan hakim.
8
Undang-undang hanya menyebut apa yang harus dimuat dalam putusan
sebagaimana digariskan dalam Pasal 183, Pasal 184, dan Pasal 187 HIR/Pasal
194, Pasal 195, dan Pasal 198 RBg, Pasal 25 UU No. 4 Tahun 2004, Pasal 61
Rv, dan Pasal 27 RO. Oleh karena itu, sistematika putusan tumbuh dan
berkembang dalam kebiasaan praktik. Selain itu, putusan hakim harus dibuat
secara tertulis dan ditandatangani sebagai dokumen resmi.
Sudikno Mertokusuma mengatakan suatu putusan terdiri dari 4
bagian:14
1) Kepala putusan
2) Identitas para pihak
3) Pertimbangan (konsideran) yang memuat tentang duduk perkara dan
tentang hukumnya, dan
4) Amar/diktum
K. Wantjik Saleh15
mengatakan putusan PN harus memuat:
1) Nama dan alamat para pihak yang berperkara
2) Ringkasan gugatan dan jawab gugat secara jelas
3) Pertimbangan tentang pembuktian
4) Dasar dan alasan hukum
5) Amar putusan dan tentang ongkos perkara
6) Tentang hadir dan tidak hadir para pihak ketika putusan diucapkan.
Di dalam praktik, menurut Lilik Muliady16
, sstematika putusan hakim
secara rinci sebagai berikut:
1) Kepala Putusan
2) Nomor Register Peserta
3) Nama Pengadilan
14
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Kelima, (Liberty,
Yogyakarta, 1999) Hal. 152
15
K. Wantjik Saleh, Hukum Acara Perdata RBG/HIR, (Ghalia Indonesia, Jakarta Timur,
1981) Hal. 121
16
Lilik Muyadi, Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktik Peradilan Indonesia
,(Sumur, Bandung), 1999
9
4) Identitas para Pihak
5) Tentang duduknya perkara
6) Tentang hukumnya
7) Amar Putusan (Diktum)
8) Tanggal Musyawarah/ diputuskan perkara dan pernyataan diucapkan
dalam persidangan terbuka untuk umum
9) Keterangan tentang hadir/ tidak hadir pihak-pihak pada putusan
dijatuhkan
10) Nama, tanda tangan Majelis Hakim, Panitera Pengganti yang
bersidang, materai rincian biaya perkara dan catatan panitera
pengganti.
c. Asas-Asas Hukum Putusan Hakim17
Putusan hakim yang baik sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan,
terutama untuk memenuhi kebutuhan teoretis dan kebutuhan praktis.
Memenuhi kebutuhan teoretis mempunyai arti bahwa menilik isinya, suatu
putusan harus dapat dipertanggungjawabkan dari sudut ilmu hukum (juridis
vrantwoord), bahkan tidak jarang melalui putusannya ini hakim
dapatmembentuk atau menemukan hukum baru. Adapun memenuhi kebutuhan
praktis maksudnya adalah bahwa dengan putusan hakim itu diharapkan dapat
menyelesaikan persoalan/sengketa hukum yang ada dan sejauh mungkin dapat
diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan khususnya dan masyarakat
umumnya karena putusan itu dirasakan adil, benar, dan berdasarkan hukum18
Agar suatu putusan tidak mengandung cacat hukum maka putusan itu
harus dilandasi atau didasarkan asas atau prinsip hukum sebagai pedoman,
yang dijelaskan dalam Pasal 178 HIR/ Pasal 189 RBg, Pasal 50 UU No. 48
Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Asas atau prinsip tersebut adalah:
17
Djamanat Samosir, Hukum Acara Perdata Tahap-Tahap Penyelesaian Perkara
Perdata, (Nuansa Aulia, Bandung 2002) Hal. 273-275
18
Ateng Afandi dan Wahyu Afandi, Tentang Melaksanakan Putusan Hakim Perdata,
(Alumni, Bandung 1983) Hal. 10
10
1) Putusan hakim harus memuat alasan yang jelas dan rinci.
2) Hakim wajib mengadili seluruh bagian gugatan yang diajukan.
3) Putusan hakim diucapkan di muka umum.
d. Kekuatan Putusan Hakim
Putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan tetap, dapat di lihat
dari dua segi, yaitu:
Pertama, segi positif:
1) Telah ditentukan hubungan hukum anatara kedua belah pihak dan
hukum yang menguasai hubungan tersebut
2) Dihindarkan pembuatan perkara terus menerus dan segala akibatnya
3) Apabila dalam suatu perkara terdapat atau menyangkut bidang perdata
atau pidana, maka ada dua keemungkinan, yaitu:
a. Putusan perkara pidana mempengaruhi pemeriksaan perkara
perdata
b. Putusan perkara perdata mempengaruhi pemeriksaan perkara
pidana.
Kedua, segi negatif: dapat dilihat dari putusan hakim akan menutup
kemungkinan untuk membetulkan keadilan, jikalau terdapat suatu putusan
yang membutuhkan perbaikan.
Ada 3 macam kekuatan putusan hakim, sebagai berikut:
1) Kekuatan Mengikat (Bindende Kracht)
2) Kekuatan Pembuktian (Bewijzende Kracht)
3) Kekuatan Eksekutorial (Executoriale Kracht)
e. Jenis- jenis Putusan Hakim
Secara umum putusan pengadilan diatur dalam Pasal 15 HIR, Pasal 196
RBG, dan Pasal 46-68 Rv. Tanpa mengurangi ketentuan lain, seperti Pasal 10
HIR, Pasal 191 RBG yang mengatur putusan provisi maka berdasarkan pasal-
pasal yang disebutkan, dapat dikemukakan berbagai segi putusan pengadilan
yang dijatuhkan hakim.
11
1. Dari aspek ketidak hadiran para pihak
Untuk mengantisipasi tindakan keingkaran yang demikian, undang-
memberi kewenangan kepada hakim untuk menjatuhkan putusan, sebagai
ganjaran atas tindakan tersebut.
Sehubungan dengan itu berdasarkan faktor keingkaran menghadiri
persidangan tanpa alasan yang sah, undang -undang memeprkenalakan bentuk-
bentuk putusan yang dapat dijatuhkan hakim.
1) Putusan gugatan gugur
2) Putusan verstek
2. Putusan ditinjau dari sifatnya
Ditinjau dari segi sifatnya, yang terpenting di antaranya sebagai berikut:
1) Putusan deklarator
2) Putusan constitutief
3) Putusan condemnator
3. Putusan ditinjau pada saat penjatuhannya
Ditinjau dari segi saat putusan dijatuhkan, dikenal beberapa jenis putusan
yang dapat diklasifikasi sebagai berikut:
1) Putusan sela
2) Putusan akhir
menurut golongannya, suatu putusan pengadilan dikenal dua macam
pengolongan putusan yakni :
1) Putusan Sela ( Putusan interlokutoir)
Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang
diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan
pemeriksaan perkara. Dalam hukum acara dikenal macam putusan sela yaitu :
a) Putusan Preparatuir, putusan persiapan mengenai jalannya
pemeriksaan untuk melancarkan segala sesuatu guna mengadakan
putusan akhir
12
b) Putusan Interlocutoir, putusan yang isinya memerintahkan
pembuktian karena putusan ini menyangkut pembuktian maka
putusan ini akan mempengaruhi putusan akhir
c) Putusan Incidental, putusan yang berhubungan dengan insiden
yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa.
d) Putusan provisi, putusan yang menjawab tuntutan/ gugatan
provisional yaitu permintaan pihak yang berperkara agar diadakan
tindakan pendahulu guna kepentingan salah satu pihak sebelum
putusan akhir dijatuhkan.
2) Putusan Akhir
Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri perkara pada tingkat
pemeriksaan pengadilan, meliputi pengadilan tingkat pertama, pengadilan
tinggi dan MA. Macam-macam putusan akhir adalah :
a) Putusan Declaratoir, putusan yang sifatnya hanya menerangkan,
menegaskan suatu keadaan hukum semata, misalnya menerangkan
bahwa A adalah ahli waris dari B dan C.
b) Putusan Constitutif, putusan yang sifatnya meniadakan suatu
keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang
baru, misalnya putusan yang menyatakan seseorang jatuh pailit.
c) Putusan Condemnatoir, putusan yang berisi penghukuman,
misalnya pihak tergugat dihukum untuk menyerahkan sebidang
tanah berikut bangunan yang ada diatasnya untuk membayar
hutangnya.
13
BAB IV
PENUTUP
Putusan hakim adalah pernyataan hakim yang diucapkan pada sidang
pengadilan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan atau mengakhiri
perkara perdata. Setiap putusan pengadilan tertuang dalam bentuk tertulis, yang
harus ditandatangani oleh hakim ketua sidang dan hakim-hakim anggota yang ikut
serta memeriksa dan memutuskan perkara serta panitera pengganti yang ikut
bersidang (Pasal 25 ayat (2) UU No.4/2004). Menurut Prof. Dr. Sudikno
Mertokusumo, S.H., Putusan hakim adalah : “suatu pernyataan yang oleh hakim,
sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan
mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak”
Putusan hakim atau yang lazim disebut dengan istilah putusan pengadilan
adalah merupakan sesuatu yang sangat diinginkan oleh para pihak yang
berperkara guna menyelesaikan sengketa yang dihadapi, dengan putusan hakim
akan mendapatkan kepastian hukum dan keadilan dalam perkara yang mereka
hadapi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, suatu putusan hakim
merupakan suat pernyataan yang dibuat secara tertulis oleh hakim sebagai pejabat
Negara yang diberi wewenang untuk itu yang diucapkan dimuka persidangan
sesuai dengan perundangan yang ada yang menjadi hukum bagi para pihak yang
mengandung perintah kepada suatu pihak supaya melakukan suatu perbuatan atau
supaya jangan melakukan suatu perbuatan yang harus ditaati.
14
DAFTAR PUSTAKA
Andi, Hamzah KUHP dan KUHAP, (Jakarta, Rineka Cipta, 1996)
Dewi,Gemala, Hukum Acara Perdata Pengadilan Agama di Indonesia,
(Jakarta: Kencana, 2005)
Harahap M. Yahya, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006)
M.Yahya,Harahap, Hukum Acara Perdata.
Makaro,Moh. Taufik, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata,( Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2004
Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata, (Yogyakarta: Liberty
Yogyakarta,
Mono Heni, Praktek Berperkara Perdata, (Malang, Banyu Media, 2007)
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Acara Perdata Indonesia.
Mukti, Arto Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V
(Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004).
Rasaid, M.Nur, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005).
Roihan A, Rasyid Hukum Acara Peradilan Agama, ( Jakarta : RajaGrafindo
Persada 2003 )
Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW).
Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika,
2011).
Wulan, Susanto Retno dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara
Perdata dalam
Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia.
Zuhriah, Erfaniah Peradilan Agama di Indonesia, (Malang: Uin-Malang
Pres 2008).

More Related Content

What's hot

Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptxAmandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptxNaomiPoppyMoore
 
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...Idik Saeful Bahri
 
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
Hukum acara perdata - Upaya hukum (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Upaya hukum (Idik Saeful Bahri)Hukum acara perdata - Upaya hukum (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Upaya hukum (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
Hukum acara perdata - Konsep dasar tuntutan hak (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Konsep dasar tuntutan hak (Idik Saeful Bahri)Hukum acara perdata - Konsep dasar tuntutan hak (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Konsep dasar tuntutan hak (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...Idik Saeful Bahri
 
Prosedur penyelesaian sengketa melalui arbitrase
Prosedur penyelesaian sengketa melalui arbitraseProsedur penyelesaian sengketa melalui arbitrase
Prosedur penyelesaian sengketa melalui arbitraseettykogoyo
 
Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan Agama
Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan AgamaPembuktian dalam Hukum Acara Peradilan Agama
Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan AgamaDaniel_Alfaruqi
 
Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2villa kuta indah
 
Yurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalYurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalNuelnuel11
 
Bahan Kuliah - hukum-acara
Bahan Kuliah - hukum-acaraBahan Kuliah - hukum-acara
Bahan Kuliah - hukum-acaraFakhrul Rozi
 
Hukum Perjanjian Tukar Menukar
Hukum Perjanjian Tukar MenukarHukum Perjanjian Tukar Menukar
Hukum Perjanjian Tukar MenukarEvi Rohmatul Aini
 
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Idik Saeful Bahri
 
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Idik Saeful Bahri
 
Asas Legalitas dan Retroaktif dalam HPI
Asas Legalitas dan Retroaktif dalam HPIAsas Legalitas dan Retroaktif dalam HPI
Asas Legalitas dan Retroaktif dalam HPIswirawan
 

What's hot (20)

Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptxAmandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
Amandemen dan Modifikasi Perjanjian Internasional.pptx
 
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
Hukum perdata internasional - Kualifikasi dalam hukum perdata internasional (...
 
Hukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptxHukum Acara Perdata.pptx
Hukum Acara Perdata.pptx
 
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (Idik Saeful Bahri)
 
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARAHUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA
 
Perbandingan Hukum Pidana
Perbandingan Hukum PidanaPerbandingan Hukum Pidana
Perbandingan Hukum Pidana
 
Hukum acara perdata - Upaya hukum (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Upaya hukum (Idik Saeful Bahri)Hukum acara perdata - Upaya hukum (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Upaya hukum (Idik Saeful Bahri)
 
Hukum acara perdata - Konsep dasar tuntutan hak (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Konsep dasar tuntutan hak (Idik Saeful Bahri)Hukum acara perdata - Konsep dasar tuntutan hak (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Konsep dasar tuntutan hak (Idik Saeful Bahri)
 
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
Hukum perdata internasional - Asas-asas hukum perdata internasional tentang h...
 
Prosedur penyelesaian sengketa melalui arbitrase
Prosedur penyelesaian sengketa melalui arbitraseProsedur penyelesaian sengketa melalui arbitrase
Prosedur penyelesaian sengketa melalui arbitrase
 
Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan Agama
Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan AgamaPembuktian dalam Hukum Acara Peradilan Agama
Pembuktian dalam Hukum Acara Peradilan Agama
 
Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2Hukum perdata internasional 2
Hukum perdata internasional 2
 
Yurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasionalYurisdiksi negara dalama hukum internasional
Yurisdiksi negara dalama hukum internasional
 
praktik peradilan perdata
praktik peradilan perdatapraktik peradilan perdata
praktik peradilan perdata
 
Bahan Kuliah - hukum-acara
Bahan Kuliah - hukum-acaraBahan Kuliah - hukum-acara
Bahan Kuliah - hukum-acara
 
Hukum Perjanjian Tukar Menukar
Hukum Perjanjian Tukar MenukarHukum Perjanjian Tukar Menukar
Hukum Perjanjian Tukar Menukar
 
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
Hukum perdata internasional - Sejarah perkembangan hukum perdata internasiona...
 
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
Hukum perdata internasional - Menentukan titik taut dalam hukum perdata inter...
 
Asas Asas Hukum Pidana
Asas Asas Hukum PidanaAsas Asas Hukum Pidana
Asas Asas Hukum Pidana
 
Asas Legalitas dan Retroaktif dalam HPI
Asas Legalitas dan Retroaktif dalam HPIAsas Legalitas dan Retroaktif dalam HPI
Asas Legalitas dan Retroaktif dalam HPI
 

Similar to putusan hakim

Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara PidanaHukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara PidanaAgung Vixon
 
Hukum Acara Perdata
Hukum Acara PerdataHukum Acara Perdata
Hukum Acara Perdatazahraayu24
 
Hukum Acara Perdata
Hukum Acara PerdataHukum Acara Perdata
Hukum Acara Perdatazahraayu24
 
Hukumacaraperdata 120110132115-phpapp01
Hukumacaraperdata 120110132115-phpapp01Hukumacaraperdata 120110132115-phpapp01
Hukumacaraperdata 120110132115-phpapp01pebrianazril6478
 
Makalah fiqih Peradilan dalam Islam Kelas XI
Makalah fiqih Peradilan dalam Islam Kelas XIMakalah fiqih Peradilan dalam Islam Kelas XI
Makalah fiqih Peradilan dalam Islam Kelas XIEmirSyarif
 
Putusan Pengadilan
Putusan PengadilanPutusan Pengadilan
Putusan Pengadilanntii_meiian
 
2, hbl, Leni anggraeni, Hapzi Ali, Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Resol...
2, hbl, Leni anggraeni, Hapzi Ali, Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Resol...2, hbl, Leni anggraeni, Hapzi Ali, Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Resol...
2, hbl, Leni anggraeni, Hapzi Ali, Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Resol...lenianggr
 
Putusan
Putusan Putusan
Putusan epylian
 
Etika Profesi Hakim
Etika Profesi Hakim Etika Profesi Hakim
Etika Profesi Hakim FazarSodik
 
Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)Idik Saeful Bahri
 
162430228-Strategi-Pidana.ppt
162430228-Strategi-Pidana.ppt162430228-Strategi-Pidana.ppt
162430228-Strategi-Pidana.pptSuryoHilal4
 

Similar to putusan hakim (20)

Hukum Acara Perdata
Hukum Acara PerdataHukum Acara Perdata
Hukum Acara Perdata
 
Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara PidanaHukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana
Hukum Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana
 
Hukum Acara Perdata
Hukum Acara PerdataHukum Acara Perdata
Hukum Acara Perdata
 
Hukum Acara Perdata
Hukum Acara PerdataHukum Acara Perdata
Hukum Acara Perdata
 
Arbitrase _done.pptx
Arbitrase _done.pptxArbitrase _done.pptx
Arbitrase _done.pptx
 
Hukum acara perdata
Hukum acara perdataHukum acara perdata
Hukum acara perdata
 
Hukumacaraperdata 120110132115-phpapp01
Hukumacaraperdata 120110132115-phpapp01Hukumacaraperdata 120110132115-phpapp01
Hukumacaraperdata 120110132115-phpapp01
 
A
AA
A
 
Makalah fiqih Peradilan dalam Islam Kelas XI
Makalah fiqih Peradilan dalam Islam Kelas XIMakalah fiqih Peradilan dalam Islam Kelas XI
Makalah fiqih Peradilan dalam Islam Kelas XI
 
Putusan Pengadilan
Putusan PengadilanPutusan Pengadilan
Putusan Pengadilan
 
2, hbl, Leni anggraeni, Hapzi Ali, Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Resol...
2, hbl, Leni anggraeni, Hapzi Ali, Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Resol...2, hbl, Leni anggraeni, Hapzi Ali, Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Resol...
2, hbl, Leni anggraeni, Hapzi Ali, Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Resol...
 
Putusan
Putusan Putusan
Putusan
 
Putusan
Putusan Putusan
Putusan
 
Putusan
Putusan Putusan
Putusan
 
Adr1
Adr1Adr1
Adr1
 
Etika Profesi Hakim
Etika Profesi Hakim Etika Profesi Hakim
Etika Profesi Hakim
 
Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)
Hukum acara perdata - Putusan hakim (Idik Saeful Bahri)
 
162430228-Strategi-Pidana.ppt
162430228-Strategi-Pidana.ppt162430228-Strategi-Pidana.ppt
162430228-Strategi-Pidana.ppt
 
Banjir
BanjirBanjir
Banjir
 
KEBUNTUAN DARI PENDEKATAN LEGALITAS FORMAL MENUJU PENDEKATAN INTERDISIPLINER
KEBUNTUAN DARI PENDEKATAN LEGALITAS FORMAL MENUJU PENDEKATAN INTERDISIPLINERKEBUNTUAN DARI PENDEKATAN LEGALITAS FORMAL MENUJU PENDEKATAN INTERDISIPLINER
KEBUNTUAN DARI PENDEKATAN LEGALITAS FORMAL MENUJU PENDEKATAN INTERDISIPLINER
 

Recently uploaded

PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptxPPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptxmuhammadrezza14
 
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usahamateri hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usahayunitahatmayantihafi
 
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapan
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapanPotensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapan
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapanDIVISIPENCEGAHAN
 
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forumpilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forumekahariansyah96
 
interpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxinterpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxekahariansyah96
 
materi hukum perbankan di Indonesia untuk perguruan tinggi
materi hukum perbankan di Indonesia  untuk perguruan tinggimateri hukum perbankan di Indonesia  untuk perguruan tinggi
materi hukum perbankan di Indonesia untuk perguruan tinggissuser8b8170
 
aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niaga
aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niagaaspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niaga
aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niagaastrinovianti699
 

Recently uploaded (7)

PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptxPPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
PPT-UEU-Manajemen-Logistik-Pelayanan-Kesehatan-Pertemuan-5.pptx
 
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usahamateri hukum bisnis hukum persaingan usaha
materi hukum bisnis hukum persaingan usaha
 
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapan
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapanPotensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapan
Potensi Pelanggaran pemilu 2024 kesiapan
 
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forumpilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
pilihan hukum dan perjanjian internasional dan pilihan forum
 
interpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptxinterpretasi literal and purposive .pptx
interpretasi literal and purposive .pptx
 
materi hukum perbankan di Indonesia untuk perguruan tinggi
materi hukum perbankan di Indonesia  untuk perguruan tinggimateri hukum perbankan di Indonesia  untuk perguruan tinggi
materi hukum perbankan di Indonesia untuk perguruan tinggi
 
aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niaga
aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niagaaspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niaga
aspek hukum ttg kepailitan, pkpu, pengadilan niaga
 

putusan hakim

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya sendiri sehingga ia harus berinteraksi dengan orang lain untuk memenuhi segala kebutuhannya tersebut. Dalam hubungan interaksi tersebut ada yang menimbulkan akibat hukum yaitu dengan timbulnya suatu hak dan kewajiban dari masing masing pihak. Hubungan yang menimbulkan hak dan kewajiban disebut sebagai hubungan hukum. Di dalam suatu hubungan hukum terkadang terjadi dimana salah satu pihak tidak menjalankan kewajibannya kepada pihak yang lain sehingga pihak yang lain merasakan dirugikan. Dengan adanya kejadian tersebut maka telah diatur dalam hukum perdata materiil. Dan cara penyelesaian lewat pengadilan tersebut diatur dalam hukum perdata formil yaitu hukum acara perdata.1 Dalam proses pemeriksaan perkara perdata di pengadilan negeri terdapat beberapa acara pemeriksaan dimuka hakim, diantaranya pengajuan gugatan oleh penggugat, kemudian pada sidang-sidang selanjutnya dilanjutkan dengan pembacaan gugatan oleh penggugat, pengajuan jawaban tergugat, replik, duplik, pembuktian, kesimpulan sampai dengan putusan hakim dan menjalankan putusan tersebut. Penyelesaian sengketa hukum melalui prosedur umum dilakukan dalam tiga tahap, yaitu, tahap pendahuluan, tahap penentuan dan tahap pelaksanaan. Tahap pendahuluan dimulai dari diajukannya gugatan sampai dengan disidangkannya perkara. Selanjutnya tahap penentuan yaitu dimulai dari jawab menjawab sampai dengan dijatuhkannya putusan oleh hakim. Setelah putusan mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde), kecuali diputus dengan ketentuan dapat dilaksanakan terlebih dahulu walaupun 1 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Citra Aditya Bakti, Bandung 1990), hal : 16
  • 2. 2 diajukan upaya hukum melawan putusan (uitvoerbaar bij vooraad). Setelah itu barulah sampai pada tahap yang terakhir yaitu tahap pelaksanaan.2 Dalam tahap putusan, suatu sengketa perdata itu diajukan oleh pihak yang bersangkutan ke pengadilan untuk mendapatkan pemecahan atau penyelesaian. Pemeriksaan perkara memang diakhiri dengan putusan, akan tetapi dengan dijatuhkannya putusan saja belum tentu persoalannya akan selesai begitu saja tetapi putusan tersebut harus dapat dilaksanakan atau dijalankan. Suatu putusan pengadilan tidak ada artinya apabila tidak dilaksanakan, oleh karena itu putusan hakim mempunyai kekuatan hukum eksekutorial yaitu kekuatan untuk dilaksanakan apa yang menjadi ketetapan dalam putusan itu secara paksa dengan bantuan alat-alat negara.3 2 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, (Liberty, Yogyakarta, 1993), hal : 5 3 Muhammad Abdul Kadir, Op.cit. hal: 173
  • 3. 3 BAB II PEMBAHASAN A. Kesimpulan Setelah pemeriksaan surat, pemeriksaan saksi, dang pengangkatan sumpah, hakim memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang bersengketa, yaitu pihak penggugat dan tegugat, untuk mengajukan kesimpulan. Kesimpulan merupakan hasil-hasil yang diperoleh para pihak selama persidangan berlangsung sebagai pernyataan terakhir (kesimpulan akhir) dan pihak penggugat dan tergugat. Kesimpulan, bagi majelis hakim yang memeriksa dan memutuskan perkara, akan lebih mudah dalam memahami pokok perkara dalam mengambil putusan akhir. Kesimpulan bukanlah merupakan sesuatu yang wajib. Hal ini lahir dari kebiasaan dan tidak ada ketentuan yang mengaturnya. Semua pihak dapat mengajukan kesimpulan. Pada dasarnya, substansi kesimpulan merupakan penegasan terhadap dalil-dalil yang diajukan oleh masing-masing pihak. Tentu dapat menguntungkan para pihak dan juga dapat merugikan para pihak lainnya.4 B. Musyawarah Majelis Hakim Musyawarah hakim (pertimbangan hakim) merupakan salah aspek terpenting dalam menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum. Pertimbangan hakim harus disikapi dengan teliti , baik, dan cermat karena apabila pertimbangan hakim tidak teliti, baik, dan cermat, maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi/ Mahkamah Agung.5 4 Dr. Djamanat Samosir, Hukum Acara Perdata,cet II,(Bandung, Nuansa Aulia2012), hal: 268. 5 Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar), 2004, hal : 140
  • 4. 4 Pada hakikatnya musyawarah hakim hendaknya memuat tentang hal- hal sebagai berikut: a. Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil-dalil yang tidak disangkal b. Adanya analisis secara yuridis terhadap putusan segala aspek menyangkut semua fakta/ hal-hal yang terbukti dalam persidangan. c. Adanya semua bagian dari petitum Penggugat harus dipertimbangkan/ diadili secara satu demi satu sehingga hakim dapat menarik kesimpulan tentang terbukti/tidaknya dan dapat dikabulkan/tidaknya tuntutan tersebut dalam amar putusan.6 Dasar hakim dalam menjatuhkan putusan pengadilan perlu didasarkan kepada fakta dan hasil pembuktian yang saling berkaitan sehingga didapatkan hasil pembuktian yang maksimal dan seimbang dalam tataran fakta dan praktek. Pokok kekuasaan kehakiman diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 Bab IX Pasal 24 dan Pasal 25 serta di dalam Undang-undang Nomor 48 tahun 2009. Undang-undang Dasar 1945 menjamin adanya sesuatu kekuasaan kehakiman yang bebas. Dalam penjelasan Pasal 24 ayat 1 dan penjelasan Pasal 1 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009, yaitu kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila dan Undang-undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.7 Kebebasan hakim perlu pula dipaparkan posisi hakim yang tidak memihak (impartial jugde) Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009. Istilah tidak memihak di sini haruslah tidak harfiah, karena dalam menjatuhkan putusannya hakim harus memihak yang benar. Dalam hal ini tidak diartikan tidak berat sebelah dalam pertimbangan dan penilaiannya. Lebih tapatnya 6 Ibid, hal : 141 7 Ibid, hal : 142
  • 5. 5 perumusan UU No. 48 Tahun 2009 Pasal 5 ayat (1): “Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang”.8 Seorang hakim diwajibkan untuk menegakkan hukum dan keadilan dengan tidak memihak. Hakim dalam memberi suatu keadilan harus menelaah terlebih dahulu tentang kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya kemudian memberi penilaian terhadap peristiwa tersebut dan menghubungkannya dengan hukum yang berlaku. Setelah itu hakim baru dapat menjatuhkan putusan terhadap peristiwa tersebut. Seorang hakim dalam menemukan hukumnya diperbolehkan untuk bercermin pada yurisprudensil dan pendapat para ahli hukum terkenal (doktrin). Hakim dalam memberikan putusan tidak hanya berdasarkan pada nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat, hal ini dijelaskan dalam Pasal 28 ayat (1) UU No. 40 tahun 2009 yaitu: “Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”.9 C. Putusan Hakim a. Pengertian Putusan Eksistensi putusan hakim atau lazim disebut dengan istilah “putusan pengadilan” sangat diperlukan untuk menyelesaikan perkara perdata. Apabila ditinjaudari visi hakim yang memutus perkara maka putusan hakim merupakan “mahkota” sekaligus “puncak” pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran, penguasaan hukum dan fakta, etika serta moral dari hakim yang bersangkutan. Jika kita bertitik tolak pada ketentuan-ketentuan pasal 184 HIR, Pasal 195 RBg, Pasal 30 RO., Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, Undang-undang No. 4 Tahun 2004, tidak ditemukan pengertian atau batasan terhadap “putusan hakim”. Ketentuan-ketentuan tersebut di atas hanya menentukan hal-hal yang harus ada dan dimuat dalam putusan hakim.10 8 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta, Rineka Cipta, 1996), hal: 95 9 Ibid, hal : 96 10 Laila M. Rasyid, Herinawati, Modul Pengantar Hukum Acara Perdata, (Unimal Press, Sulawesi, 2015) Hal. 96-97
  • 6. 6 Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.,11 putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak. Bukan hanya yang diucapkan saja yang disebut putusan, melainkan juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh hakim di persidangan. Menurut Riduan Syahrani, S.H.,12 bahwa putusan pengadilan adalah “Pernyataan hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan atau mengakhiri perkara perdata”. Sedangkan menurut Dr. Djamanat Samosir, S.H., M.H., putusan hakim atau putusan pengadilan adalah pernyataan hakim karena jabatannya yang diucapkan di persidangan yang terbuka untuk umum dalam bentuk tertulis sebagai hasil dari pemeriksaan perkara perdata yang dimaksudkan mengakhiri perkara. Berdasarkan rumusan tersebut, putusan hakim pada hakekatnya adalah: a) Merupakan pernyataan hakim karena jabatannya. b) Putusan yang diucapkan dalam persidangan perkara perdata yang terbuka untuk umum. c) Putusan hakim tersebut bertujuan menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara d) Putusan yang dijatuhkan setelah melalui proses dan prosedural hukum acara perdata pada umumnya. e) Putusan dibuat dalam bentuk tertulis Adapun Lilik Mulyadi13 yang meninjau dari visi dan teoretis, memberi balasan bahwa putusan hakim adalah putusan yang diucapkan oleh hakim karena jabatannya dalam persidangan perkara perdata yang terbuka untuk umum yang setelah melalui proses dan prosedural hukum acara perdata pada 11 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Kelima, (Liberty, Yogyakarta, 1999) Hal. 149 12 Riduan Syahrani, Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Umum, (Pustaka Kartini, Jakarta), 1988 Hal. 83 13 Lilik Muyadi, Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktik Peradilan Indonesia, (Sumur, Bandung, 1999), hal. 205
  • 7. 7 umumnya dibuat dalam bentuk tertulis dengan tujuan menyelesaikan atau mengakhiri suatu perkara. Setiap putusan pengadilan dituangkan dalam bentuk tertulis dan ditandatangani oleh Ketua Hakim, Hakim Anggota dan Panitera. apa yang diucapkan oleh hakim di persidangan harus benar-benar sama dengan yang tertulis. Tetapi sebelum membacakan putusan itu, harus benar-benar sama dengan yang tertulis. Tetapi sebelum membacakan putusan itu, hakim sudah mempersiapkan konsepnya terlebih dahulu, paling tidak satu (1) minggu sebelum diucapkan di persidangan,untuk menghindari adanya perbedaan isi putusan yang diucapkan dengan yang tertulis (SEMA No. 5/159, tgl 20 April dan No. 1 Tahun 1962, tgl 7 Maret 1962). Menjatuhkan putusan selain dinantikan oleh pihak-pihak yang berperkara, keputusan yang diucapkan oleh hakim di persidangan itu memberikan akibat hukum bagi pihak-pihak berperkara dan bagi pihak lain terutama pihak masyarakat. Agar putusan hakim dapat diterima oleh pihak- pihak lain harus dapat meyakinkan dengan alasan-alasan atau pertimbangan bahwa putusan itu tepat dan benar. Pihak-pihak yang dimaksudkan tersebut adalah: a) Para pihak, yaitu pihak yang berperkara (Penggugat dan Tergugat). b) Masyarakat c) Pengadilan Banding, putusan hakin (PN) dapat diterima pengadilan banding. d) Ilmu Pengetahuan, setiap putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum menjadi objek ilmu pengetahuan hukum untuk dianalisis, disistematisir dan diberi komentar. b. Sistematika dan Isi Putusan Hakim Sistematika atau formulasi adalah menyangkut bagaimana bentuk dan isi putusan disusun atau dirumuskan sehingga memenuhi syarat-syarat perundang-undangan. HIR tidak mengatur sistematika suatu putusan hakim.
  • 8. 8 Undang-undang hanya menyebut apa yang harus dimuat dalam putusan sebagaimana digariskan dalam Pasal 183, Pasal 184, dan Pasal 187 HIR/Pasal 194, Pasal 195, dan Pasal 198 RBg, Pasal 25 UU No. 4 Tahun 2004, Pasal 61 Rv, dan Pasal 27 RO. Oleh karena itu, sistematika putusan tumbuh dan berkembang dalam kebiasaan praktik. Selain itu, putusan hakim harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani sebagai dokumen resmi. Sudikno Mertokusuma mengatakan suatu putusan terdiri dari 4 bagian:14 1) Kepala putusan 2) Identitas para pihak 3) Pertimbangan (konsideran) yang memuat tentang duduk perkara dan tentang hukumnya, dan 4) Amar/diktum K. Wantjik Saleh15 mengatakan putusan PN harus memuat: 1) Nama dan alamat para pihak yang berperkara 2) Ringkasan gugatan dan jawab gugat secara jelas 3) Pertimbangan tentang pembuktian 4) Dasar dan alasan hukum 5) Amar putusan dan tentang ongkos perkara 6) Tentang hadir dan tidak hadir para pihak ketika putusan diucapkan. Di dalam praktik, menurut Lilik Muliady16 , sstematika putusan hakim secara rinci sebagai berikut: 1) Kepala Putusan 2) Nomor Register Peserta 3) Nama Pengadilan 14 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Edisi Kelima, (Liberty, Yogyakarta, 1999) Hal. 152 15 K. Wantjik Saleh, Hukum Acara Perdata RBG/HIR, (Ghalia Indonesia, Jakarta Timur, 1981) Hal. 121 16 Lilik Muyadi, Hukum Acara Perdata Menurut Teori dan Praktik Peradilan Indonesia ,(Sumur, Bandung), 1999
  • 9. 9 4) Identitas para Pihak 5) Tentang duduknya perkara 6) Tentang hukumnya 7) Amar Putusan (Diktum) 8) Tanggal Musyawarah/ diputuskan perkara dan pernyataan diucapkan dalam persidangan terbuka untuk umum 9) Keterangan tentang hadir/ tidak hadir pihak-pihak pada putusan dijatuhkan 10) Nama, tanda tangan Majelis Hakim, Panitera Pengganti yang bersidang, materai rincian biaya perkara dan catatan panitera pengganti. c. Asas-Asas Hukum Putusan Hakim17 Putusan hakim yang baik sekurang-kurangnya memenuhi persyaratan, terutama untuk memenuhi kebutuhan teoretis dan kebutuhan praktis. Memenuhi kebutuhan teoretis mempunyai arti bahwa menilik isinya, suatu putusan harus dapat dipertanggungjawabkan dari sudut ilmu hukum (juridis vrantwoord), bahkan tidak jarang melalui putusannya ini hakim dapatmembentuk atau menemukan hukum baru. Adapun memenuhi kebutuhan praktis maksudnya adalah bahwa dengan putusan hakim itu diharapkan dapat menyelesaikan persoalan/sengketa hukum yang ada dan sejauh mungkin dapat diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan khususnya dan masyarakat umumnya karena putusan itu dirasakan adil, benar, dan berdasarkan hukum18 Agar suatu putusan tidak mengandung cacat hukum maka putusan itu harus dilandasi atau didasarkan asas atau prinsip hukum sebagai pedoman, yang dijelaskan dalam Pasal 178 HIR/ Pasal 189 RBg, Pasal 50 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. Asas atau prinsip tersebut adalah: 17 Djamanat Samosir, Hukum Acara Perdata Tahap-Tahap Penyelesaian Perkara Perdata, (Nuansa Aulia, Bandung 2002) Hal. 273-275 18 Ateng Afandi dan Wahyu Afandi, Tentang Melaksanakan Putusan Hakim Perdata, (Alumni, Bandung 1983) Hal. 10
  • 10. 10 1) Putusan hakim harus memuat alasan yang jelas dan rinci. 2) Hakim wajib mengadili seluruh bagian gugatan yang diajukan. 3) Putusan hakim diucapkan di muka umum. d. Kekuatan Putusan Hakim Putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan tetap, dapat di lihat dari dua segi, yaitu: Pertama, segi positif: 1) Telah ditentukan hubungan hukum anatara kedua belah pihak dan hukum yang menguasai hubungan tersebut 2) Dihindarkan pembuatan perkara terus menerus dan segala akibatnya 3) Apabila dalam suatu perkara terdapat atau menyangkut bidang perdata atau pidana, maka ada dua keemungkinan, yaitu: a. Putusan perkara pidana mempengaruhi pemeriksaan perkara perdata b. Putusan perkara perdata mempengaruhi pemeriksaan perkara pidana. Kedua, segi negatif: dapat dilihat dari putusan hakim akan menutup kemungkinan untuk membetulkan keadilan, jikalau terdapat suatu putusan yang membutuhkan perbaikan. Ada 3 macam kekuatan putusan hakim, sebagai berikut: 1) Kekuatan Mengikat (Bindende Kracht) 2) Kekuatan Pembuktian (Bewijzende Kracht) 3) Kekuatan Eksekutorial (Executoriale Kracht) e. Jenis- jenis Putusan Hakim Secara umum putusan pengadilan diatur dalam Pasal 15 HIR, Pasal 196 RBG, dan Pasal 46-68 Rv. Tanpa mengurangi ketentuan lain, seperti Pasal 10 HIR, Pasal 191 RBG yang mengatur putusan provisi maka berdasarkan pasal- pasal yang disebutkan, dapat dikemukakan berbagai segi putusan pengadilan yang dijatuhkan hakim.
  • 11. 11 1. Dari aspek ketidak hadiran para pihak Untuk mengantisipasi tindakan keingkaran yang demikian, undang- memberi kewenangan kepada hakim untuk menjatuhkan putusan, sebagai ganjaran atas tindakan tersebut. Sehubungan dengan itu berdasarkan faktor keingkaran menghadiri persidangan tanpa alasan yang sah, undang -undang memeprkenalakan bentuk- bentuk putusan yang dapat dijatuhkan hakim. 1) Putusan gugatan gugur 2) Putusan verstek 2. Putusan ditinjau dari sifatnya Ditinjau dari segi sifatnya, yang terpenting di antaranya sebagai berikut: 1) Putusan deklarator 2) Putusan constitutief 3) Putusan condemnator 3. Putusan ditinjau pada saat penjatuhannya Ditinjau dari segi saat putusan dijatuhkan, dikenal beberapa jenis putusan yang dapat diklasifikasi sebagai berikut: 1) Putusan sela 2) Putusan akhir menurut golongannya, suatu putusan pengadilan dikenal dua macam pengolongan putusan yakni : 1) Putusan Sela ( Putusan interlokutoir) Putusan sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara. Dalam hukum acara dikenal macam putusan sela yaitu : a) Putusan Preparatuir, putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan untuk melancarkan segala sesuatu guna mengadakan putusan akhir
  • 12. 12 b) Putusan Interlocutoir, putusan yang isinya memerintahkan pembuktian karena putusan ini menyangkut pembuktian maka putusan ini akan mempengaruhi putusan akhir c) Putusan Incidental, putusan yang berhubungan dengan insiden yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa. d) Putusan provisi, putusan yang menjawab tuntutan/ gugatan provisional yaitu permintaan pihak yang berperkara agar diadakan tindakan pendahulu guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan. 2) Putusan Akhir Putusan akhir adalah putusan yang mengakhiri perkara pada tingkat pemeriksaan pengadilan, meliputi pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi dan MA. Macam-macam putusan akhir adalah : a) Putusan Declaratoir, putusan yang sifatnya hanya menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata, misalnya menerangkan bahwa A adalah ahli waris dari B dan C. b) Putusan Constitutif, putusan yang sifatnya meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru, misalnya putusan yang menyatakan seseorang jatuh pailit. c) Putusan Condemnatoir, putusan yang berisi penghukuman, misalnya pihak tergugat dihukum untuk menyerahkan sebidang tanah berikut bangunan yang ada diatasnya untuk membayar hutangnya.
  • 13. 13 BAB IV PENUTUP Putusan hakim adalah pernyataan hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan atau mengakhiri perkara perdata. Setiap putusan pengadilan tertuang dalam bentuk tertulis, yang harus ditandatangani oleh hakim ketua sidang dan hakim-hakim anggota yang ikut serta memeriksa dan memutuskan perkara serta panitera pengganti yang ikut bersidang (Pasal 25 ayat (2) UU No.4/2004). Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., Putusan hakim adalah : “suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak” Putusan hakim atau yang lazim disebut dengan istilah putusan pengadilan adalah merupakan sesuatu yang sangat diinginkan oleh para pihak yang berperkara guna menyelesaikan sengketa yang dihadapi, dengan putusan hakim akan mendapatkan kepastian hukum dan keadilan dalam perkara yang mereka hadapi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, suatu putusan hakim merupakan suat pernyataan yang dibuat secara tertulis oleh hakim sebagai pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu yang diucapkan dimuka persidangan sesuai dengan perundangan yang ada yang menjadi hukum bagi para pihak yang mengandung perintah kepada suatu pihak supaya melakukan suatu perbuatan atau supaya jangan melakukan suatu perbuatan yang harus ditaati.
  • 14. 14 DAFTAR PUSTAKA Andi, Hamzah KUHP dan KUHAP, (Jakarta, Rineka Cipta, 1996) Dewi,Gemala, Hukum Acara Perdata Pengadilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2005) Harahap M. Yahya, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006) M.Yahya,Harahap, Hukum Acara Perdata. Makaro,Moh. Taufik, Pokok-Pokok Hukum Acara Perdata,( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004 Mertokusumo, Sudikno, Hukum Acara Perdata, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, Mono Heni, Praktek Berperkara Perdata, (Malang, Banyu Media, 2007) Muhammad, Abdulkadir, Hukum Acara Perdata Indonesia. Mukti, Arto Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, cet V (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2004). Rasaid, M.Nur, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005). Roihan A, Rasyid Hukum Acara Peradilan Agama, ( Jakarta : RajaGrafindo Persada 2003 ) Salim, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Sarwono, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktik, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011). Wulan, Susanto Retno dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Zainuddin, Hukum Perdata Islam di Indonesia. Zuhriah, Erfaniah Peradilan Agama di Indonesia, (Malang: Uin-Malang Pres 2008).