Dokumen tersebut membahas tentang tiga topik utama: 1) Fungsi dan kode etik seorang purchaser dalam melakukan pembelian barang, 2) Jenis dan faktor penyebab terjadinya konflik di perusahaan, dan 3) Konflik kepentingan yang dapat muncul antara individu dan kelompok di dalam suatu organisasi.
In Doha*&QATAR^*[☎️+2773-7758-557]]@ @# Abortion pills for sale in Doha Qatar...
Be & gg, rinalto hutabarat, hapzi ali, Ethics and Conflict Interest, universitas mercu buana, 2017
1. Rinalto Hutabarat 55117110003 – BE & GG / Dosen Pengampu : Hapzi Ali, Prof. Dr. MM. CMA
Forum14
Kode Etik Seorang Purchaser
Pembelian (purchasing) adalah suatu proses pencarian sumber dan pemesanan barang atau jasa untuk
membantu fungsi prosuksi dalam kegiatan prosuksinya. Bagian yang menangani atau melakukan pembelian ini
adalah Purchasing Department (Bagian Pembelian) atau biasa juga disebut Procurement Department (Bagian
Pengadaan). Orang yang melakukan pengadaan barang disebutnya adalah Purchaser.
Fungsi pembelian ini sangat penting untuk dikelola dengan sungguh-sungguh karena ruang lingkup dari
pembelian tidak hanya sebatas bagaimana manajemen berhasil menerapkan suatu mekanisme pengadaan
barang secara tepat waktu dan sesuai dengan target harga, namun lebih jauh lagi adalah bagaimana
menetukan strategi kemitraan antar perusahaan yang efektif.
Secara sekilas fungsi pembelian terlihat sederhana namun pada kenyataannya terdapat suatu hal tertentu yang
harus diperhatikan, terutama yang berkaitan dengan karakteristik barang yang dibutuhkan dan faktor-faktor
eksternal di sekitar perusahaan.
Proses pembelian adalah tindakan-tindakan yang dilakukan secara berurutan dalam kegiatan pembelian, atau
kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan oleh bagian pembelian.
Isi pokok dari prinsip pembelian itu adalah sebagai berikut:
1. The Right Price
Salah satu dari prinsip managemen pembelian adalah the right price. The right price merupakan nilai suatu
barang yang dinyatakan dalam mata uang yang layak atau yang umum berlaku pada saat dan kondisi
pembelian dilakukan.
2. The Right Quantity
Jumlah yang tepat dapat dikatakan sebagai suatu jumlah yang benar-benar diperlukan oleh suatu perusahaan
pada suatu saat tertentu.
3. The Right Time
The right time menyangkut pengertian bahwa barang tersedia setiap kali diperlukan. Dalam hal ini
persediaan barang haruslah diperhitungkan karena jika ada persediaan barang tentunya ada biaya perawatan
barang tersebut.
4. The Right Place
The right place mengandung pengertian bahwa barang yang dibeli dikirimkan atau diserahkan pada tempat
yang dikehendaki oleh pembeli.
5. The Right Quality
2. Rinalto Hutabarat 55117110003 – BE & GG / Dosen Pengampu : Hapzi Ali, Prof. Dr. MM. CMA
The right quality adalah mutu barang yang diperlukan oleh suatu perusahaan sesuai dengan ketentuan yang
sudah dirancang yang paling menguntungkan perusahaan.
6. The Right Source
The right source mengandung pengertian bahwa barang berasal dari sumber yang tepat. Sumber dikatakan
tepat apabila memenuhi prinsip-prinsip yang lain yaitu the right price, the right quantity, the right time, the
right place, and the right quanlity.
Job Desk Purchasing Officer:
1. Membuat laporan pembelian & pengeluaran barang ( inventory,material).
2. Melakukan pengelolaan pengadaan barang melalui perencanaan secara sistematis dan terkontrol (
FIFO atau ERP/ MRP ).
3. Melakukan pemilihan atau seleksi rekanan pengadaan sesuai kriteria perusahaan.
4. Bekerjasama dengan departemen terkait untuk memastikan kelancaran operasional perusahaan.
5. Memastikan kesedian barang atau material melalui mekanisme audit atau control stock.
Kode Etik Profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah disepakati oleh suatu kelompok masyarakat
tertentu. Kode etik umumnya termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki sanksi
yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum. Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola
aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan
pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik agar profesional memberikan jasa
sebaik-baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak
profesional(Wikipedia).
Kode etik seorang Purchaser antara lain:
1. Tidak menerima uang sogokan.
2. Melakukan supplier selection secara adil dan bersih.
3. Tidak melakukan manipulasi data pembelian.
4. Melakukan cost down untuk setiap pembelian.
5. Menjaga hubungan professional saat bekerja dengan supplier.
6. Tidak bersikap subjektif saat melakukan pembelian dan pengadaan barang.
3. Rinalto Hutabarat 55117110003 – BE & GG / Dosen Pengampu : Hapzi Ali, Prof. Dr. MM. CMA
7. Tidak merugikan orang lain dan perusahaan dalam bekerja.
8. Saling menjaga sopan santun kepada sesama rekan kerja.
9. Tidak melebihi dan mengurangi jumlah pesanan dari user.
10. Mendatangkan barang sesuai dengan tanggal pengiriman yang diinginkan olehuser.
11. Tidak memberikan nomor ponsel pribadi milik atasan kepada supplier tanpa seijin atasan.
12. Menjaga rahasia perusahaan dan tidak menyebarkannya kepada pihak lain.
Daftar Pustaka :
http://varina-larasati.blogspot.co.id/2014/04/etika-profesi-seorang-purchaser.html 12.12.2017//14.31
4. Rinalto Hutabarat 55117110003 – BE & GG / Dosen Pengampu : Hapzi Ali, Prof. Dr. MM. CMA
KONFLIK DALAM PERUSAHAAN
Perusahaan manapun pasti pernah mengalami konflik internal. Mulai dari tingkat individu, kelompok, sampai
unit. .Mulai dari derajat dan lingkup konflik yang kecil sampai yang besar. Yang relatif kecil seperti masalah adu
mulut tentang pribadi antarkaryawan, sampai yang relatif besar seperti beda pandangan tentang strategi bis nis
di kalangan manajemen. Contoh lainnya dari konflik yang relatif besar yakni antara karyawan dan manajemen.
Secara kasat mata kita bisa ikuti berita sehari-hari di berbagai media. Disitu tampak konflik dalam bentuk
demonstrasi dan pemogokan. Apakah hal itu karena tuntutan besarnya kompensasi, kesejahteraan, keadilan
promosi karir, ataukah karena tuntutan hak asasi manusia karyawan.
Konflik itu sendiri merupakan proses yang dimulai bila satu pihak merasakan bahwa pihak lain telah
mempengaruhi secara negatif atau akan segera mempengaruhi secara negatif. Faktor-faktor kondisi konflik
(Robbins, Sthepen ,2003, Perilaku Organisasi):
• Harus dirasakan oleh pihak terkait
• Merupakan masalah persepsi
• Ada oposisi atau ketidakcocokan tujuan, perbedaan dalam penafsiran fakta, ketidaksepakatan pada
pengharapan perilaku
• Interaksi negatif-bersilangan
• Ada peringkat konflik dari kekerasan sampai lunak.
Menurut Baden Eunson (Conflict Management, 2007,diadaptasi), terdapat beragam jenis konflik:
• Konflik vertikal yang terjadi antara tingkat hirarki,seperti antara manajemen puncak dan manajemen
menengah, manajemen menengah dan penyelia, dan penyelia dan subordinasi. Bentuk konflik bisa berupa
bagaimana mengalokasi sumberdaya secara optimum, mendeskripsikan tujuan, pencapaian kinerja organisasi,
manajemen kompensasi dan karir.
• Konflik Horisontal, yang terjadi di antara orang-orang yang bekerja pada tingkat hirarki yang sama di dalam
perusahaan. Contoh bentuk konflik ini adalah tentang perumusan tujuan yang tidak cocok, tentang alokasi dan
efisiensi penggunaan sumberdaya, dan pemasaran.
• Konflik di antara staf lini, yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki tugas berbeda. Misalnya antara
divisi pembelian bahan baku dan divisi keuangan. Divisi pembelian mengganggap akan efektif apabila bahan
baku dibeli dalam jumlah besar dibanding sedikit-sedikit tetapi makan waktu berulang-ulang. Sementara divisi
keuangan menghendaki jumlah yang lebih kecil karena terbatasnya anggaran. Misal lainnya antara divisi
produksi dan divisi pemasaran. Divisi pemasaran membutuhkan produk yang beragam sesuai permintaan
pasar. Sementara divisi produksi hanya mampu memproduksi jumlah produksi secara terbatas karena
langkanya sumberdaya manusia yang akhli dan teknologi yang tepat.
• Konflik peran berupa kesalahpahaman tentang apa yang seharusnya dikerjakan oleh seseorang.Konflik bisa
terjadi antarkaryawan karena tidak lengkapnya uraian pekerjaan, pihak karyawan memiliki lebih dari seorang
manajer, dan sistem koordinasi yang tidak jelas.
Faktor penyebab konflik
• Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda -
beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini
dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu
sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu
perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula
yang merasa terhibur.
• Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran
dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu
konflik.
5. Rinalto Hutabarat 55117110003 – BE & GG / Dosen Pengampu : Hapzi Ali, Prof. Dr. MM. CMA
• Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam
waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda.
Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai
contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap
hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak
boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk
membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya
diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah
bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu
kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat
perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula
dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh
dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan
upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan
memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
• Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau
bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat
pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-
nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-
nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai
kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser
menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan
berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah
menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan -
perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di
masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap
mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
KONFLIK KEPENTINGAN
Organisasi dapat digambarkan, bahwa didalamnya terdapat :
1. Adanya suatu jenjang jabatan atau kedudukan yang memungkinkan semua individu terbagi dalam posisi yang
jelas.
2. Adanya pembagian kerja sesuai dengan jabatan atau posisi yang dimiliki
Jabatan ini berkaitan dengan adanya kekuasaan. Semakin tinggi jabatan seseorang dalam suatu
organisasi/suatu lembaga, maka semakin besar pula kekuasaan yang dimilikinya. Kekuasaan ini berkaitan juga
dengan kepentingan sesesorang untuk membuat suatu aturan. Aturan atau peraturan adalah suatu perjanjian
yang telah disepakati dan mengikat sekelompok orang/lembaga/organisaasi tertentu. Aturan dibuat untuk ditaati
oleh setiap anggotanya. Namun terkadang dalam pelaksanaannya tidak semua anggota menaati peraturan
tersebut. Apalagi jika yang melanggarnya adalah seseorang yang memiliki jabatan penting dalam
organisasi/lembaga itu, maka akan sulit bagi jenjang atau kedudukan yang berada dibawahnya untuk menegur
atau mengingatkannya. Dan apabila ini dibiarkan terus-menerus bisa memicu adanya suatu konflik kepentingan.
Konflik dapat terjadi antara individu dengan individu,antara individu dengan kelompok,mapun kelompok dengan
kelompok
Contoh kasus konflik kepentingan antara individu(pimpinan suatu perusahaan) dengan
kelompok(karyawan),yaitu penyalahgunaan kekuasaan untuk melakukan tindak korupsi,seperti penggunaan
asset perusahaan untuk kepentingan pribadi si petinggi perusahaan. Korupsi jelas sangat bertentangan dengan
hukum yang berlaku. Tindak korupsi akan merusak dasar kepercayaan yang justru harus diciptakan karena
akan berpengaruh besar terhadap kemajuan suatu perusahaan. Dengan adanya tindak korupsi tersebut lambat
laun perusahaan akan mengalami kerugian dan bahkan terancam bangkrut. Untuk menghindarinya,biasanya
6. Rinalto Hutabarat 55117110003 – BE & GG / Dosen Pengampu : Hapzi Ali, Prof. Dr. MM. CMA
perusahaan mengambil kebijakan dengan mengurangi/mem-PHK karyawan-karyawannya ataupun menunda
pembayaran gaji mereka. Bila hal ini tidak segera diselesaikan tentu saja akan memicu adanya konflik,
karyawan-karyawan tersebut akan melakukan mogok kerja,atau berdemonstrasi menuntut hak & kesejahteraan
mereka.
Segala tindak kejahatan dalam suatu perusahaan/organisasi harus memiliki sanksi,misalkan dalam kasus
korupsi tersebut dengan cara menurunkan pangkat jabatannya, memberhentikannya ataupun mendendanya.
Maka,dari itu kejujuran,kedisiplinan dan kepatuhan dalam melaksanakan aturan sangat diperlukan guna
perbaikan kualitas suatu perusahaan/organisasi itu sendiri. Para pimpinan dan semua anggota
perusahaan/organisasi harus mengetahui secara tegas bahwa kepatuhan terhadap peraturan adalah tanggunga
jawab mereka.
http://animo-antolog.blogspot.co.id/2011/01/konflik-kepentingan-perusahaan-dan.html / 12.12.2017//14.43