Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan perubahannya mengakibatkan beberapa perubahan struktur pemerintahan daerah dan pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota serta mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah."
1. MAKALAH OTODA TENTANG URUSAN KONKUREN
SUBSTANSI UNDANG – UNDANG PEMDA KAITANNYA DENGAN
KEWENAGAN PEMDA DI BIDANG KESEHATAN
MATA KULIAH OTONOMI DAERAH
DOSEN : DR. DORA KUSUMASTUTI, SH.MH
Nama: Pardiman, S.H
NPM : 22111009
PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS
SLAMET RIYADI 2022/2023
2. A. Pendahuluan
Kewenangan pembentukan peraturan daerah (perda) oleh pemerintah daerah merupakan ciri khas dari
penerapan prinsip otonomi daerah berdasarkan asas desentralisasi. Di Indonesia, kewenangan
pembentukan perda oleh pemerintah daerah merupakan kewenangan atribusi dari Pasal 18 ayat 6 Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 amendemen (UUD 1945 amendemen).
Kewenangan pembentukan peraturan daerah tetap harus sesuai dengan peran pemerintah daerah dalam
konteks negara kesatuan, sehingga pelaksanaannya terbatas oleh kekuasaan dari pemerintah pusat.
Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah inilah yang kerap menimbulkan permasalahan.
Bentuk dari keterikatan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, terutama dalam menjalankan
kewenangan pembentukan peraturan daerah, adalah adanya mekanisme pengawasan perda oleh
pemerintah. Sebagai negara kesatuan, fungsi pengawasan di Indonesia sudah ada dari awal kemerdekaan,
tetapi dalam konteks dan lingkup yang berbeda di antara ketentuan yang mengatur. Perbedaan itu juga
terjadi pada perubahan UU tentang pemerintahan daerah yang terakhir. Perbedaan yang dapat dikatakan
cukup mendasar, walaupun tetap berada pada lingkup otonomi daerah.
BAB I
PENDAHULUAN
1
3. BAB I
Indonesia merupakan Negara kesatuan yang berbentuk Republik seperti yang telah disebutkan
didalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa “
Negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik”.
Indonesia disebut sebagai Negara kesatuan karena terdiri dari beberapa pulau kecil dan pulau besar
yang tersebar di wilayah Indonesia dari sabang sampai merauke yang kaya dengan sumber daya
alam di dalamnya. Mengingat Indonesia terdiri dari beberapa pulau besar dan kecil yang
wilayahnya sangat besar sehingga menyebabkan Indonesia terdiri dari beberapa Provinsi yang
memiliki luas wilayah berbeda dan pemerintahan berbeda juga antara Provinsi satu dengan Provinsi
lainnya.
Di dalam menyelenggarakan pemerintahannya, pemerintah daerah diberi wewenang penuh oleh
pemerintah pusat untuk menyelenggarakan otonomi daerah. Jadi pemerintah daerah diberi
kewenangan seluasluasnya untuk mengatur urusan pemerintahan menurut Peraturan Perundang-
undangan yang berlaku.
Pengertian dari otonomi daerah di atur didalam Pasal 1 ayat 6 Undang - Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah yang bunyinya “Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan
kewajiban Daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia”
2
4. BAB I
Sebelumnya pengertian otonomi daerah diatur didalam Pasal 1 ayat 5 Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang bunyinya “Otonomi Daerah adalah hak, wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan”.
Prinsip otonomi daerah yang dijalankan oleh pemerintahan daerah tidak hanya sampai pada tingkat
Provinsi dan Kabupaten/Kota saja, tetapi diterapkan juga sampai ke tingkat Kecamatan, tingkat
Kelurahan dan tingkat Pedesaan. Hal ini bertujuan agar kewenangan atau kebijakan yang dibentuk dan
disalurkan dari pemerintah pusat dapat juga dirasakan oleh masyarakat yang berada di Desa.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah telah disempurnakan sebanyak dua kali. Penyempurnaan yang pertama
dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Adapun perubahan kedua ialah dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
3
5. BAB I
Serangkaian UU Nomor 23 Tahun 2014 beserta perubahan-perubahannya tersebut menyebutkan adanya
perubahan susunan dan kewenangan pemerintahan daerah. Seusunan pemerintahan daerah menurut UU
ini meliputi pemerintahan daerah provinsi, pemerintahan daerah kebupaten, dan DPRD.
Pemerintahan daerah terdiri atas kepala daerah dan DPRD dibantu oleh perangkat daerah. Pemerintahan
daerah provinsi terdiri atas pemerintah daerah provinsi dan DPRD provinsi. Adapun pemerintah daerah
kabupaten/kota terdiri atas pemerintah daerah kabupaten/kota dan DPRD kabupaten/kota. Dalam
implementasi Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memiliki dampak yang
akan ditimbulkan seperti perencanaan, penganggaran, perizinan dan pelayanan. 4 (empat) dampak pokok
yang menjadi akibat dari implementasi Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah.
Perencanaan pembangunan oleh Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota sangat dipengaruhi akibat adanya
kewenangan yang sebelumnya menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota
dikembalikan kepada Pemerintah Provinsi yang akan membuat berkurangnya berbagai perencanaan
pembangunan di Kabupaten/Kota. Selain itu juga, pengembalian kewenangan tersebut berdampak dalam
pengurangan penganggaran dalam hal ini terjadi penurunan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
(APBD) Kabupaten/Kota.
4
6. BAB I
Seiring berubahnya susunan pemerintahan daerah, kewenangan pemerintah daerah pun mengalami
beberapa perubahan. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014, kewenangan pemerintahan daerah
meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya sesuai dalam sistem Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
2. Pemerintah daerah melaksanakan urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan oleh
pemerintah pusat menjadi dasar pelaksanaan otonomi daerah dengan berdasar atas asas tugas
pembantuan.
3. Pemerintahan daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahan umum yang menjadi
kewenangan presiden dan pelaksanaannya dilimpahkan kepada gubernur dan bupati/wali
kota, dibiayai oleh APBN.
6
7. BAB I
B. Rumusan Masalah
1. Implementasi Pemerintah Daerah dengan Acuan Undang – Undang
nomor 23 tahun 2014 sebagaimana telah di ubah nomor 9 tahun 2015 ?.
7
8. BAB II
PEMBAHASAN
A. Implementasi Pemerintah Daerah berdasarkan Undang – Undang nomor 23 tahun 2014
sebagaimana telah diubah ke dalam Undang – Undang nomor tahun 2015.
Penerapan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menimbulkan sejumlah
implikasi terhadap penyelenggaraan pemerintahan, baik di Provinsi maupun di kabupaten/kota.
Ada tersirat melemahnya semangat otonomi daerah pada sejumlah pasal di undang-undang yang telah
diubah menjadi Undang-undang Nomor 9 Tahun 2015 itu.
Selama kurun waktu lebih dari satu dasawarsa pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia berlangsung
dinamis, ditandai dengan munculnya beragam aturan aturan baru yang memperkuat ‘kuda-kuda’ daerah
otonom, baik provinsi maupun kabupaten/kota menjalankan sistem desentralisasi. Undang-undang
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintaha Daerah yang menjadi pijakan awal yuridis formal
pelaksanaan pemerintahan daerah secara otonom memberikan eforia luar biasa di kalangan masyarakat
dan birokrasi, yang seperti berlomba ingin menunjukkan kemandirian daerahnya. Lima tahun kemudian,
para pembentuk undang-undang tampak ingin memperkuat fungsi otonomi daerah, sekaligus melakukan
terobosan politik dengan disetujuinya pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung yang
menjadi aspirasi besar publik kala itu. Terbitlah Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 sebagai
perubahan dari Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999.
8
9. BAB II
Undang-undang 34 Tahun 2004 yang menjadi dasar pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah
langsung menghasilkan produk kepala daerah yang beragam, yang amat tergantung dari bahan
baku calon kepala daerah bersangkutan.
Latar belakang politik dan kehidupan sosial juga mempengaruhi hasil Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) di sejumlah daerah. Proses pemilihan langsung ini secara sigifikan mempengaruhi
kekuatan politik kepala derah.
Tak jarang, merekaberani “pasang badan” kalaupun bertentang kebijakan dengan pemerintah
pusat. Istilah raja-raja kecil di daerah pun menyeruak mengiringi tingkah para kepala daerah hasil
pemilihan demokratis itu. Pemerintah pusat seolah kehilangan kendali atas pembangunan di
daerah yang sering tidak seiring dengan kebijakan pembangunan nasional.
Berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 memunculkan kekhawatiran akan bangkitnya
kembali sentralisasi dalam bentuk yang lain, yang terkamuflase dalam pasalpasal menyangkut
pembagian tugas pemerintahan, antarapemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
9
10. BAB II
Undang-undang ini menyebut, urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut, urusan
pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut sepenuhnya
menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, urusan pemerintahan konkuren dibagi antara Pemerintah Pusat
dan Provinsi dan Kabupaten/Kota, urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi
dasar pelaksanaan Otonomi Daerah.
Sedangkan urusan pemerintahan umum menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.
Selain itu, Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 juga mempertegas posisi dan perbedaan Gubernur dan
Walikota/Bupati. Gubernur yang dipilih melalui mekanisme pemilihan langsung, dikooptasi dengan
menempatkan sebagai wakil Pemerintah Pusat, yang berarti dikategorikan sebagai unit yang dalam
penyelenggaraan pemerintahannya bersinggungan dengan kegiatan dekonsentrasi daripada desentralisasi.
Sehingga, kewewenangan Gubernur “terkebiri” karena status gandanya yang juga sebagai wakil
pemerintah pusat. Karenanya, sulit jika menampikkan adanya upaya pelemahan otonomi daerah dalam
undang-undang ini. Untuk Banten yang kini hanya memiliki Gubernur, tanpa Wakil Gubernur, tentu
bukan perkara mudah membagi konsentrasi untuk melaksanakan tugas ini.
10
11. BAB II
Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat, mengharuskannya melakukan pembinaan dan
pengawasan terhadap penyelenggaraan tugas pembantuan di kabupaten/kota, melakukan monev
dan supervisi, melakukan evaluasi APBD dan lain-lain, serta dapat membatalkan peraturan
daerah dan memberikan persetujuan terhadap Raperda Kabupaten/Kota, serta dapat memberikan
sanksi kepada Bupati/Walikota.
Peran ganda sebagai kepala daerah otonom provinsi dan sebagai wakil Pemerintah Pusat di
daerah menjadikan kewenangannya luas dan besar. Sehingga diharapkan dapat meminimalisir
kekuasaan “Raja-Raja Kecil” yang menerapkan oligarki politik agar penyelenggaraan
pemerintahan lebih bersih, akuntabel, serta mampu memberikan pelayanan yang optimal kepada
masyarakat. Semangat dari UU No 23 Tahun 2014 ini adalah memaksimalkan peranan
pemerintah daerah yang mampu melaksanakan kewenangannya yang berorientasi pelayanan
dasar bukan kekuasaan semata
Dengan kondisi tersebut, mau tidak mau, peran serta masyakarat dalam hal pengawasan terhadap
penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis pelayanan publik.
11
12. BAB II
a. Restrukturisasi Kelembagaan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 klasifikasi urusan pemerintahan terdiri
dari 3 urusan yakni urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan
pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut adalah Urusan Pemerintahan yang
sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah
Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan umum adalah
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala pemerintahan.
12
14. BAB II
Untuk urusan konkuren atau urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan
Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dibagi menjadi urusan pemerintahan wajib dan
urusan pemerintahan pilihan.
Urusan Pemerintahan Wajib adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh
semua Daerah. Sedangkan Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang wajib
diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah.
Urusan Pemerintahan Wajib
Urusan pemerintah wajib yang diselenggaraan oleh Pemerintah Daerah terbagi menjadi Urusan
Pemerintahan yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang tidak
berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Berikut pembagian urusan wajib
14
16. BAB II
Pembagian urusan pemerintahan konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta Daerah
kabupaten/kota sebagaimana disebutkan diatas didasarkan pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan
eksternalitas, serta kepentingan strategis nasional. Berikut kriteria-kriteria urusan pemerintahan pusat,
daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota.
Kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat adalah:
1. Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;
2. Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;
3. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah provinsi atau lintas
negara;
4. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh
Pemerintah Pusat; dan/atau
5. Urusan Pemerintahan yang peranannya strategis bagi kepentingan nasional.
16
17. BAB II
Kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi
adalah:
1. Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah kabupaten/kota;
2. Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah kabupaten/kota;
3. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya lintas Daerah kabupaten/kota;
dan/atau
4. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh
Daerah Provinsi.
17
18. BAB II
Kriteria Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota adalah:
1. Urusan Pemerintahan yang lokasinya dalam Daerah kabupaten/kota;
2. Urusan Pemerintahan yang penggunanya dalam Daerah kabupaten/kota;
3. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak negatifnya hanya dalam Daerah
kabupaten/kota; dan/atau
4. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya lebih efisien apabila dilakukan oleh
Daerah kabupaten/kota.
18
19. BAB II
Urusan Pemerintahan Pilihan
Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan daerah dan pemerintah pusat dalam urusan
pilihan adalah sebagai berikut.
• Penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan, kelautan, serta energi dan sumber
daya mineral dibagi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
• Urusan Pemerintahan bidang kehutanan yang berkaitan dengan pengelolaan taman hutan raya
kabupaten/kota menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.
• Urusan pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan dengan
pengelolaan minyak dan gas bumi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.
• Urusan Pemerintahan bidang energi dan sumber daya mineral yang berkaitan dengan
pemanfaatan langsung panas bumi dalam daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan daerah
kabupaten/kota.
19
20. BAB II
Implikasi penataan undang-undang ini terjadi di segala bidang, salah satunya adalah pelayanan
terhadap masyarakat. Meski belum memiliki regulasi teknis, pengaruh terhadap sistem, tata
kelola, dan urusan pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan harus diantisipasi.
Kewajiban menyelesaikan inventarisasi personil, pendanaan, sarana dan prasarana, serta
dokumen (P3D) antar tingkatan/susunan pemerintahan sebagai akibat pengalihan urusan
pemerintah konkuren harus disegerakan.
Boleh jadi imbasnya adalah perampingan kelembagaan organisasi perangkat daerah diambil
sebagai kebijakan, bukan malah menjadi organisasi yang lebih gemuk dari sebelumnya.
Pengambilan kebijakan urusan pemerintahan konkruen yang bersifat pilihan tentu harus
disesuaikan dengan potensi dan keariffan lokal yang dimiliki daerah masing-masing.
20
21. BAB II
b. Contoh Pemerintah Daerah dalam Mengimplementasikan Peraturan Daerah
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 23 tahun 2014 yang telah diubah menjadi
Undang – Undang nomor 9 tahun 2015.
1. Kedudukan urusan tentang kesehatan, terdapat pada Pasal 12 Ayat (1) yang menjelaskan
bahwa Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi :
pendidikan, KESEHATAN, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat dan
kawasan permukiman, ketenteraman, ketertiban umum, dan pelindungan masyarakat serta sosial.
Di pasal inilah semakin menegaskan bahwa urusan kesehatan menjadi urusan wajib pemerintah
daerah.
Perbedaan yang paling mencolok pada sektor kesehatan sejak era otonomi adalah berubahnya
status kepegawaian PNS pada sektor kesehatan (Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit) dari PNS
Depkes (kala itu) menjadi PNS Daerah.
21
22. BAB II
Namun secara substansial bahwa desentralisasi urusan kesehatan ini telah menyisakan beberapa
persoalan yang menurut kami perlu untuk dikaji dan dianalisa lebih dalam, diantaranya adalah sebagai
berikut:
a. Urusan kesehatan menjadi kental dengan kepentingan politik lokal pemerintah daerah setempat.
Isu-isu tentang kesehatan selalu menjadi "dagangan" politik menjelang Pilkada dan tetap laris manis
diterima oleh masyarakat.
b. Penunjukan pimpinan lembaga yang bergerak di sektor kesehatan (Dinas Kesehatan dan RSUD)
kerap kali lebih mengedepankan pertimbangan politis ketimbang analisis kompetensi, persyaratan
minimal jabatan dan tanpa melalui proses fit and proper test. Sebelum UU Rumah Sakit berlaku,
banyak dijumpai direktur rumah sakit BUKAN seorang dokter sebagaimana terdapat seorang
Kepala Dinas Kesehatan yang berlatar pendidikan Sarjana Agama (S.Ag), hal ini terjadi karena
pemilihan lebih ke arah loyalitas ketimbang profesionalitas.
22
23. BAB II
c. Kemenkes selaku regulator bidang kesehatan sebetulnya telah banyak mengeluarkan aturan,
ketentuan, pedoman dan standarisasi dengan tujuan agar pelayanan kesehatan akan dirasakan
sama dan merata oleh masyarakat dari Sabang sampai Merauke.
Namun fakta di lapangan, banyak hal yag berbenturan dengan aturan-aturan lokal daerah seperti
Perda, Perbup dan Kepbup (PERKADA).
Fungsi pengawasan dan kontrol oleh Dinas Kesehatan masih lemah karena meskipun memiliki
instrumen yang jelas dari Kemenkes namun tetap sulit karena berbenturan dengan kepentingan
politis lokal.
23
24. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 maka :
◈ Penyelenggara Pemerintah Daerah memprioritaskan pelaksanaan Urusan Pemerintahan
Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar.
◈ Pelaksanaan Pelayanan Dasar pada urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan
Pelayanan Dasar berpedoman pada Standard Pelayanan Minimal yang ditetapkan Pemerintah
Pusat.
24
25. BAB III
Implementasi Pemerintah Daerah berdasarkan Undang – Undang nomor 23 tahun 2014
sebagaimana telah diubah ke dalam Undang – Undang nomor tahun 2015, Penerapan Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menimbulkan sejumlah implikasi
terhadap penyelenggaraan pemerintahan, baik di Provinsi maupun di kabupaten/kota.
Berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 memunculkan kekhawatiran akan bangkitnya
kembali sentralisasi dalam bentuk yang lain, yang terkamuflase dalam pasal-pasal menyangkut
pembagian tugas pemerintahan, antarapemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
Undang-undang ini menyebut, urusan pemerintahan terdiri atas urusan pemerintahan absolut,
urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan umum. Urusan pemerintahan absolut
sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, urusan pemerintahan konkuren dibagi antara
Pemerintah Pusat dan Provinsi dan Kabupaten/Kota.
25
26. BAB III
Urusan pemerintahan konkuren yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi
Daerah. Sedangkan urusan pemerintahan umum menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala
pemerintahan.
Semangat dari UU No 23 Tahun 2014 ini adalah memaksimalkan peranan pemerintah daerah
yang mampu melaksanakan kewenangannya yang berorientasi pelayanan dasar bukan kekuasaan
semata. Dengan kondisi tersebut, mau tidak mau, peran serta masyakarat dalam hal pengawasan
terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang berbasis pelayanan publik harus lebih ditingkatkan
26
27. In two or three columns
Untuk urusan konkuren atau urusan pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan
Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dibagi menjadi urusan pemerintahan wajib dan
urusan pemerintahan pilihan. Urusan Pemerintahan Wajib adalah Urusan Pemerintahan yang
wajib diselenggarakan oleh semua Daerah. Sedangkan Urusan Pemerintahan Pilihan adalah
Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang
dimiliki Daerah.
27