SlideShare a Scribd company logo
1 of 18
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Hukum dibuat untuk mengatur agar kepentingan-kepentingan yang berbeda
antara pribadi, masyarakat, dan negara dapat dijamin dan diwujudkan tanpa merugikan
pihak yang lain. Adalah tugas dari hukum pidana untuk memungkinkan
terselenggaranya kehidupan bersama antar manusia, tatkala persoalannya adalah
benturan kepentingan antara pihak yang melanggar norma dengan kepentingan
masyarakat umum. Karena itu, karakter publik dari hukum pidana justru mengemuka
dalam fakta bahwa sifat dapat dipidananya suatu perbuatan tidak akan hilang dan tetap
ada, sekalipun perbuatan tersebut terjadi seizin atau dengan persetujuan orang terhadap
siapa perbuatan tersebut ditujukan, dan juga dalam ketentuan bahwa proses penuntutan
berdiri sendiri, terlepas dari kehendak pihak yang menderita kerugian akibat perbuatan
itu. Kendati demikian, tidak berarti bahwa hukum pidana abai terhadap kepentingan
para pihak.
Berbagai teori dan praktek hukum pidana yang berlaku di Indonesia saat ini
adalah hukum pidana yang berasal dan berlaku juga di negeri Belanda. Di Indonesia
masih saja memberlakukan hukum pidana peninggalan kaum penjajah, yang teks
aslinya masih bertuliskan dalam bahasa Belanda. Sebagai negara yang merdeka dan
berdaulat, Indonesia sejak lama telah melakukan usaha-usaha untuk memperbaharui
hukumnya, termasuk usaha pembaharuan di dalam lingkup hukum pidana. Pada hukum
pidana, pembaharuan yang menyeluruh harus meliputi pembaharuan hukum pidana
2
materiil (strafrecht), hukum pidana formal atau hukum acara pidana
(strafvorderingsrecht) dan hukum pelaksanaan pidana (stravoll streckungrecht). Ketiga
bidang hukum pidana itu harus secara bersama-sama diperbarui, sebab kalau hanya
salah satu bidang saja yang diperbaharui, dan yang lain tidak, maka akan timbul
kesulitan dalam pelaksanaannya, dan tujuan dari pembaharuan hukum dalam rangka
mewujudkan suatu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional
(berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945) tersebut tidak akan tercapai
sepenuhnya. Dengan adanya arah kebijakan hukum yang jelas, maka diharapkan
tercipta suatu kondisi kehidupan masyarakat hukum yang selaras, serasi, dan seimbang
dengan adanya suatu peraturan hukum yang benar-benar mencerminkan rasa keadilan
yang hidup dalam masyarakat.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Latar belakang pidana mati dalam tindak pidana narkotika
1. Pengertian Narkotika
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pengobatan, narkotika adalah zat
yang sangat dibutuhkan. Untuk itu penggunaannya secara legal dibawah pengawasan
dokter dan apoteker. Di Indonesia sejak adanya Undang-undang Narkotika,
penggunaan resmi narkotika adalah untuk kepentingan pengobatan dan penelitian
ilmiah, penggunaan narkotika tersebut di atas diatur dalam Pasal 4 Undang-undang
Narkotika yang bunyinya: “Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan
pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan”. Menurut Ikin
A.Ghani “Istilah narkotika berasal dari kata narkon yang berasal dari bahasa Yunani,
yang artinya beku dan kaku. Dalam ilmu kedokteran juga dikenal istilah Narcose atau
Narcicis yang berarti membiuskan”. (Ghani dan Abu 1985:5)
Soerdjono Dirjosisworo mengatakan bahwa pengertian narkotika: “Zat yang
bisa menimbulkan pengaruh tertentu bagi yang menggunakannya dengan memasukkan
kedalam tubuh. Pengaruh tersebut bisa berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit,
rangsangan semangat dan halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan. Sifat-sifat
tersebut yang diketahui dan ditemukan dalam dunia medis bertujuan dimanfaatkan bagi
pengobatan dan kepentingan manusia di bidang pembedahan, menghilangkan rasa sakit
dan lain-lain.
4
Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pasal 1 ayat 1
”Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.”
Salah satu persoalan besar yang tengah dihadapi bangsa Indonesia, dan juga
bangsa-bangsa lainnya di dunia saat ini adalah seputar maraknya penyalahgunaan
narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba), yang semakin hari semakin
mengkhawatirkan. Saat ini, jutaan orang telah terjerumus ke dalam ‘lembah hitam’
narkoba, ribuan nyawa telah melayang karena jeratan ‘lingkaran setan’ bernama
narkoba, telah banyak keluarga yang hancur karenanya dan tidak sedikit pula generasi
muda yang kehilangan masa depan karena perangkap ‘makhluk’ yang disebut narkoba
ini. Kita tahu bahwa pondasi utama penyokong tegaknya bangsa ini dimulai dari
keluarga, ketika keluarga hancur, rapuh pula bangunan bangsa di negeri ini.
Pada pasal 1 angka 12 Undang-undang Narkotika, dijelaskan bahwa pecandu
adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan
ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Sementara pasal 1
angka 13 Undang-undang Narkotika, dijelaskan bahwa ketergantungan Narkotika
adalah gejala dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus menerus, toleransi
dan gejala putus Narkotika apabila penggunaan dihentikan. Sedangkan pasal 1 angka
14 Undang-undang Narkotika, dijelaskan bahwa penyalahguna adalah orang yang
menggunakan Narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter. Sebagaimana
5
yang diamanatkan dalam konsideran Undang-undang Narkotika, bahwa ketersediaan
Narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat dimaksudkan untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, namun di sisi lain mengingat dampak
yang dapat ditimbulkan dan tingkat bahaya yang ada apabila digunakan tanpa
pengawasan dokter secara tepat dan ketat maka harus dilakukan tindakan pencegahan
dan pemberantasan terhadap bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika.
Memahami pengertian penyalahguna yang diatur dalam pasal 1 angka 14
Undang-undang Narkotika, maka secara sistematis dapat diketahui tentang pengertian
penyalahgunaan Narkotika, yaitu pengunaan Narkotika tanpa sepengetahuan dan
pengawasan dokter. Pengertian tersebut, juga tersirat dari pendapat Dadang Hawari,
yang menyatakan bahwa ancaman dan bahaya pemakaian Narkotika secara terus-
menerus dan tidak terawasi dan jika tidak segera dilakukan pengobatan serta
pencegahan akan menimbulkan efek ketergantungan baik fisik maupun psikis yang
sangat kuat terhadap pemakaianya, atas dasar hal tersebut, secara sederhana dapat
disebutkan bahwa penyalahgunaan Narkotika adalah pola penggunaan Narkotika yang
patologik sehingga mengakibatkan hambatan dalam fungsi sosial. Dadang harawi
dalam (Kusno Adi 2009:19)
Hambatan fungsi sosial dapat berupa kegagalan untuk memenuhi tugasnya bagi
keluarga atas teman-temannya akibat perilaku yang tidak wajar dan ekspresi perasaan
agresif yang tidak wajar, dapat pula membawa akibat hukum karena kecelakaan lalu
lintas akibat mabuk atau tindak kriminal demi mendapatkan uang untuk membeli
Narkotika. (Romli 1983:6).
6
B. Penjatuhan Sanksi Pidana Mati Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika
1. Subyek Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.
Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika (selanjutnya
disebut UU Narkotika 2009), pada dasarnya mengklasifikasi pelaku tindak pidana
(delict) penyalahgunaan narkotika menjadi 2 (dua), yaitu : pelaku tindak pidana yang
berstatus sebagai pengguna (Pasal 116, 121 dan 127) dan bukan pengguna narkotika
(Pasal 112, 113, 114, 119 dan 129), untuk status pengguna narkotika dapat dibagi lagi
menjadi 2 (dua), yaitu pengguna untuk diberikan kepada orang lain (Pasal 116 dan 121)
dan pengguna narkotika untuk dirinya sendiri (Pasal 127). Yang dimaksud dengan
penggunaan narkotika untuk dirinya adalah penggunaan narkotika yang dilakukan oleh
seseorang tanpa melalui pengawasan dokter. Jika orang yang bersangkutan menderita
kemudian menderita ketergantungan maka ia harus menjalani rehabilitasi, baik secara
medis maupun secara sosial, dan pengobatan serta masa rehabilitasinya akan
diperhitungkan sebagai masa menjalani pidana, sedangkan, pelaku tindak pidana
narkotika yang berstatus sebagai bukan pengguna diklasifikasi lagi menjadi 4 (empat),
yaitu: pemilik (Pasal 111 dan 112), pengolah (Pasal 113), pembawa dan pengantar
(Pasal 114 dan 119), dan pengedar (Pasal 129).
Yang dimaksud sebagai pemilik adalah orang yang menanam, memelihara,
mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai dengan tanpa
7
hak dan melawan hukum. Yang dimaksud sebagai pengolah adalah orang
memproduksi, mengolah mengekstrasi, mengkonversi, merakit, atau menyediakan
narkotika dengan tanpa hak dan melawan hukum secara individual atau melakukan
secara terorganisasi. Yang di kualifikasi sebagai pembawa atau pengantar (kurir)
adalah orang yang membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika
dengan tanpa hak dan melawan hukum secara individual atau secara teroganisasi.
Sedangkan, yang dimaksud pengedar adalah orang mengimpor, pengekspor,
menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjadi pembeli, menyerahkan, menerima,
menjadi perantara dalam jual beli. Atau menukar narkotika dengan tanpa hak dan
melawan hukum secara individual maupun secara terorganisasi.
2. Macam-Macam Sanksi Dalam Undang-Undang Narkotika.
a. Pengertian Sanksi Pidana.
Sanksi pidana merupakan penjatuhan hukuman yang diberikan kepada
seseorang yang dinyatakan bersalah dalam melakukan perbuatan pidana. Jenis-jenis
pidana ini sangat bervariasi, seperti pidana mati, pidana seumur hidup, pidana penjara,
pidana kurungan dan pidana denda yang merupakan pidana pokok, dan pidana
pencabutan hak-hak tertentu, perampasan baran-barang tertentu, dan pengumuman
putusan hakim yang kesemuanya merupakan pidana tambahan. Tujuan dari sanksi
pidana menurut Bemmelen adalah untuk mempertahankan ketertiban masyarakat, dan
mempunyai tujuan kombinasi untuk menakutkan, memperbaiki dan untuk kejahatan
tertentu membinasakan. van Bemmelen dalam Mahrus Ali (2008 :137)
8
b. Jenis-Jenis Sanksi Pidana.
Secara eksplisit bentuk-bentuk sanksi pidana tercantum dalam pasal 10 KUHP.
Bentuk-bentuk sanksi pidana ini dibedakan antara pidana pokok dan pidana tambahan.
Dibawah ini adalah bentuk-bentuk pidana baik yang termasuk pidana pokok maupun
pidana tambahan yaitu:
a. Pidana Pokok
1. Pidana mati
2. Pidana Penjara
3. Pidana Kurungan
4. Pidana Tutupan
5. Pidana Denda
b. Pidana Tambahan
1. Pencabutan Hak-Hak Tertentu
2. Perampasan Barang Tertentu
3. Pengumuman Putusan Hakim
c. Teori Pemidanaan
Pemidanaan berasal dari kata “pidana yang sering diartikan pula dengan
hukuman. Jadi pemidanaan dapat pula diartikan dengan hukuman. Kalau orang
mendengar kata “hukuman”.Sudarto, mengemukakan:
Pidana tidak hanya enak dirasa pada waktu dijalani, tetapi sesudah orang yang dikenai
itu masih merasakan akibatnya yang berupa “ cap “ oleh masyarakat, bahwa ia pernah
9
berbuat “jahat”. Cap ini dalam ilmu pengetahuan disebut “stigma”. Jadi orang tersebut
mendapat stigma, dan kalau ini tidak hilang, maka ia seolah-olah dipidana seumur
hidup.” (Sudarto 1973:22).
d. Syarat-syarat pemidanaan.
Ada pendapat, seperti yang dikemukakan oleh van Feuerbach, bahwa pada
hakikatnya ancaman pidana mempunyai suatu akibat psikologis yang menghendaki
orang itu tertib, berhubung pidana itu merupakan sesuatu yang dirasakan tidak enak
bagi terpidana. Oleh karena itu, ditentukan syarat-syarat atau ukuran-ukuran
pemidanaan. Baik yang menyangkut segi perbuatan maupun yang menyangkut segi
orang atau si pelaku, pada segi perbuatan dipakai asas legalitas dan pada segi orang
dipakai asas kesalahan. (Saleh: 1968, 28)
Asas legalitas menghendaki tidak hanya adanya ketentuan-ketentuan yang pasti
tentang perbuatan yang bagaimana dapat dipidana, tetapi juga menghendaki ketentuan
atau batas yang pasti tentang pidana yang dapat dijatuhkan. Asas kesalahan
menghendaki agar hanya orang-orang yang benar-benar bersalah sajalah yang dapat
dipidana, tiada pidana tanpa kesalahan.
Dalam hal ini Sudarto, mengemukakan sebagai berikut: “syarat pertama untuk
memungkinkan adanya penjatuhan pidana ialah adanya perbuatan (manusia) yang
memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Ini adalah konsekuensi dari asa
legalitas. Rumusan delik ini penting artinya sebagai prinsip kepastian. Undang-undang
pidana sifatnya harus pasti. Di dalamnya harus dapat diketahui dengan pasti apa yang
dilarang atau apa yang diperintahkan” (Sudarto, 1973: 24)
10
e. Tujuan Pemidanaan.
Pemerintah dalam menjalankan hukum pidana senantiasa dihadapkan suatu
paradoxalitiet yang oleh Hazewinkel-Suringa dilukiskan sebagai berikut: “pemerintah
Negara harus menjamin kemerdekaan individu, menjaga supaya pribadi manusia tidak
disinggung dan tetap dihormati. Tetapi, kadang-kadang sebaliknya pemerintah Negara
menjatuhkan hukuman, dan justru menjatuhkan hukuman itu, maka pribadi manusia
tersebut oleh pemerintah Negara diserang misalnya, yang bersangkutan dipenjarahkan.
Jadi, pada pihak satu, pemerintah Negara membela dan melindungi pribadi manusia
terhadap serabgan siapapun juga, sedangkan pada pihak lain pemerintah Negara
menyearang pribadi manusia yang hendak dilindungi dan dibela itu”. (Ultercht 1967)
Biasanya teori pemidanaan dibagi dalam tiga golongan besar, dapat diuraikan sebagai
berikut:
1. Teori absolut atau teori pembalasan (retributive/vergeldings theorieen);
Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan
suatu kejahatan atau tindak pidana (quia peccatumEst). Pidana merupakan akibat
mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan
kejahatan. Muladi dan Barda Nawawi (1998: 10)
b. Teori relatif atau teori tujuan (utilitarian/doeltheorieen);
Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan
kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mampunyai tujuan
tertentu yang bermafaat. Dasar pembenar adanya pidana menurut teori ini adalah
terletak pada tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan karena orang yang membuat
11
kejahatan (quia peccatumest) melainkan supaya orang jangan melakukan kejahatan (ne
peccetur). Menurut teori ini, pemidanaan merupakan sarana untuk melindungi
kepentingan masyarakat.
c. Teori gabungan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pidana itu mempunyai tiga macam sifat, yaitu:
a) Bersifat menakut-nakuti (afschrikking).
b) Bersifat memperbaiki (verbetering/reclasering).
c) Bersifat membinasakan (onschadelijk maken).
f. Pengaturan Sanksi Pidana Mati Dalam Undang-Undang Narkotika.
Dalam Undang-Undang no. 35 tahun 2009 tentang Narkotika terdapat sanksi
pidana mati pada pasal 113, 114, 118, 119, 121, 144 yang akan penulis sebutkan
sebagai berikut:
Pasal 113
Ayat 1: Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,
mengeksor atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Ayat 2: dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau
menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk
tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau
dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan
12
pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidanapaling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 114
Ayat 1: setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk di jual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup,
atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun
dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Ayat 2: dalam hal perbuatan menawarkan untuk di jual, menjual, membeli, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan
I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi
5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram,
pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara
paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 118
Ayat 1: setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,
memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua
13
belas) tahun dan dipidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Ayat 2: dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan
Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima)
gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana
penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana
denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 119
Ayat 1: setiap orang yang tanpa hak melawan hukum menawarkan untuk di jual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana singkat 4 (empat) tahun dan paling lama
12 (dua belas) tahun dan dipidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Ayat 2: dalam hal perbuatan menawarkan untuk di jual, menjual, membeli, menjadi
perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan
I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi
5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram,
pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara
paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda
maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
14
Pasal 121
Ayat 1: setiap orang yang tanpa hak melawan hukum menggunakan Narkotika
Golongan II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk
digunakan orang lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp.
800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00
(delapan miliar rupiah).
Ayat 2: dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika
Golongan II untuk di gunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku di pidana dengan pidana
mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum pada ayat (1)
ditambah 1/3 (sepertiga).
Pasal 144
Ayat 1: setiap orang yang jangka waktu 3 (tiga) tahun melakukan pengulangan tindak
pidana sebagaimana di maksud dalam pasal 111, pasal 112, pasal 113, pasal 114, pasal
115, pasal 116, pasal 117, pasal 118, pasal 119, pasal 120, pasal 121, pasal 122, pasal
123, pasal 124, pasal 125, pasal 126, pasal 127 ayat (1), pasal 128 ayat (1), dan pasal
129, pidana maksimum ditambah dengan 1/3 (sepertiga)
15
Ayat 2: ancaman dengan tambahan 1/3 (sepertiga) sebagaimana dimaksud pada pasal
ayat (1) tidal berlaku bagi pelaku tindak pidana yang di jatuhi dengan pidana mati,
pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 20 (dua puluh) tahun.
16
Daftar Pustaka dan Footnote
Team Imparsial, Menggugat Hukuman Mati di Indonesia, Imparsial, Jakarta 2010
J.E. Sahetapy, Pidana Mati Dalam Negara Pancasila, cetakan pertama, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2007
J.E. Sahetapy, Suatu Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana
Mati Terhadap Pembunuhan Berencana, cetakan kedua, CV. Rajawali, Jakarta, 1982
C.S.T. Kansil, dan Engelien R. Palandeng, , Altje Agustin Musa, Tindak Pidana Dalam
Undang-Undang Nasional, Jala Permata Aksara, Bekasi, 2009
Sudarto, hukum pidana jilid 1A, dikeluarkan oleh Fakultas hukum Undip, Semarang,
1971
Andi Hamzah,. dan A. Sumangelipu, Pidana Mati Di Indonesia Di Masa Lalu, Kini
Dan Di Masa Depan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1993
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, dari Retribusi ke Reformasi,
Pradnya Paramita, Jakarta, 1985 Dadang Hawari, Penyalahgunaan Narkotika
dan Zat Adiktif, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1991
Romli Atmasasmita, Problem Kenakalan Anak-Anak Remaja, Armico, Bandung, 1983
17
Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana Dan Pertanggung jawaban Pidana, Centra, Jakarta,
1968
Muladi dan Barda Nawawi, Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1998
Tom Brooks, An Idealist Theory of Punishment. Social Sience Research
Network. Newcastle: Department of Politics and Newcastle Law School, 2006
J.M van Bemmelen Hukum Pidana 1 (Hukum Pidana Material Bagian Umum),
Terjemahan Hasnan, Bina Cipta, Bandung 1987 Mahrus Ali, Kejahatan
Korporasi Kajian Relevansi Sanksi Tindakan Bagi Penanggulangan
Kejahatan Korporasi, Arti Bumi Intaran, Yogyakarta, 2008
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Grafindo Persada,
Jakarta, Februari 1996
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia - Press,
Jakarta, Oktober 1984
Johny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia
Surabaya, Oktober 2005
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan Keenam, Rineka Cipta, Jakarta, 1993
18
Kusno Adi, kebijakan kriminal dalam penanggulangan tindak pidana narkotika oleh
anak, Umm Press, Malang, 2009
Dit narkoba korserse Polri, penyalagunaan dan peredaran gelap narkoba yang
dilaksanakan oleh Polri, Mabes Polri, Jakarta, 2002.
Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika beserta penjelasannya,
cetakan ke-1, Bening, Jogjakarta, 2010
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, penerbit PT Inti buku Utama, Jakarta, 1993
Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana, Asa Mandiri, Jakarta, 2005

More Related Content

What's hot

Hakikat perlindungan dan penegakan hukum
Hakikat perlindungan dan penegakan hukumHakikat perlindungan dan penegakan hukum
Hakikat perlindungan dan penegakan hukumPutri Aisyah
 
Perlindungan hukum
Perlindungan hukumPerlindungan hukum
Perlindungan hukumiwan Alit
 
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2eli priyatna laidan
 
Penjelasan kitab undang undang hukum acara pidana
Penjelasan kitab undang undang hukum acara pidanaPenjelasan kitab undang undang hukum acara pidana
Penjelasan kitab undang undang hukum acara pidanaSei Enim
 
Makalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan HukumMakalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan HukumShriie Arianti
 
Asas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para Ahli
Asas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para AhliAsas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para Ahli
Asas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para AhliIca Diennissa
 
Hakikat Penegakan Hukum, Aparat Penegakan Hukum, dan Faktor yang Memengaruhinya
Hakikat Penegakan Hukum, Aparat Penegakan Hukum, dan Faktor yang MemengaruhinyaHakikat Penegakan Hukum, Aparat Penegakan Hukum, dan Faktor yang Memengaruhinya
Hakikat Penegakan Hukum, Aparat Penegakan Hukum, dan Faktor yang MemengaruhinyaFRANKLYN_SS
 
Kasus ham mata kuliah hukum dan ham oleh dr amir
Kasus ham mata kuliah hukum dan ham oleh dr amirKasus ham mata kuliah hukum dan ham oleh dr amir
Kasus ham mata kuliah hukum dan ham oleh dr amirbaim hukum
 
Pendampingan hukum
Pendampingan hukumPendampingan hukum
Pendampingan hukum18kartika
 
Peran kejaksaan republik indonesia
Peran kejaksaan republik indonesiaPeran kejaksaan republik indonesia
Peran kejaksaan republik indonesiailham_fajar_ramadhan
 
PENEGAKAN HUKUM KASUS PEMBUNUHAN
PENEGAKAN HUKUM KASUS PEMBUNUHANPENEGAKAN HUKUM KASUS PEMBUNUHAN
PENEGAKAN HUKUM KASUS PEMBUNUHANPaul SinlaEloE
 
Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)
Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)
Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)Riskasoesilawati
 
Hukum pidana i
Hukum pidana iHukum pidana i
Hukum pidana iyahyaanto
 

What's hot (20)

Hukum pidana khusus
Hukum pidana khususHukum pidana khusus
Hukum pidana khusus
 
Hk.pidana
Hk.pidanaHk.pidana
Hk.pidana
 
Makalah pidana
Makalah pidanaMakalah pidana
Makalah pidana
 
Hakikat perlindungan dan penegakan hukum
Hakikat perlindungan dan penegakan hukumHakikat perlindungan dan penegakan hukum
Hakikat perlindungan dan penegakan hukum
 
Perlindungan hukum
Perlindungan hukumPerlindungan hukum
Perlindungan hukum
 
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
Rpp ppkn sma xi bab 5 pertemuan 2
 
Penjelasan kitab undang undang hukum acara pidana
Penjelasan kitab undang undang hukum acara pidanaPenjelasan kitab undang undang hukum acara pidana
Penjelasan kitab undang undang hukum acara pidana
 
Makalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan HukumMakalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan Hukum
 
Narkob hukum
Narkob hukumNarkob hukum
Narkob hukum
 
Asas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para Ahli
Asas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para AhliAsas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para Ahli
Asas asas Hukum Pidana & Pengertian Perbuatan Pidana menurut Para Ahli
 
Hakikat Penegakan Hukum, Aparat Penegakan Hukum, dan Faktor yang Memengaruhinya
Hakikat Penegakan Hukum, Aparat Penegakan Hukum, dan Faktor yang MemengaruhinyaHakikat Penegakan Hukum, Aparat Penegakan Hukum, dan Faktor yang Memengaruhinya
Hakikat Penegakan Hukum, Aparat Penegakan Hukum, dan Faktor yang Memengaruhinya
 
Kasus ham mata kuliah hukum dan ham oleh dr amir
Kasus ham mata kuliah hukum dan ham oleh dr amirKasus ham mata kuliah hukum dan ham oleh dr amir
Kasus ham mata kuliah hukum dan ham oleh dr amir
 
Pendampingan hukum
Pendampingan hukumPendampingan hukum
Pendampingan hukum
 
Slide hukum pidana rose
Slide hukum pidana roseSlide hukum pidana rose
Slide hukum pidana rose
 
Materi ke 11
Materi ke 11Materi ke 11
Materi ke 11
 
Penegakkan Hukum
Penegakkan HukumPenegakkan Hukum
Penegakkan Hukum
 
Peran kejaksaan republik indonesia
Peran kejaksaan republik indonesiaPeran kejaksaan republik indonesia
Peran kejaksaan republik indonesia
 
PENEGAKAN HUKUM KASUS PEMBUNUHAN
PENEGAKAN HUKUM KASUS PEMBUNUHANPENEGAKAN HUKUM KASUS PEMBUNUHAN
PENEGAKAN HUKUM KASUS PEMBUNUHAN
 
Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)
Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)
Tugas Kuliah Materi Hukum Pidana (Dosen Pak Prima)
 
Hukum pidana i
Hukum pidana iHukum pidana i
Hukum pidana i
 

Similar to Bab i

PPT KARYA TULIS ILMIAH SMA8 ABDYA.pptx
PPT KARYA TULIS ILMIAH SMA8 ABDYA.pptxPPT KARYA TULIS ILMIAH SMA8 ABDYA.pptx
PPT KARYA TULIS ILMIAH SMA8 ABDYA.pptxnennyyustika27
 
Resume upaya pemerintah dalam penegakan ham dan partisipasi masyarakat dalam ...
Resume upaya pemerintah dalam penegakan ham dan partisipasi masyarakat dalam ...Resume upaya pemerintah dalam penegakan ham dan partisipasi masyarakat dalam ...
Resume upaya pemerintah dalam penegakan ham dan partisipasi masyarakat dalam ...Naya Ti
 
Perlindungan hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotika
Perlindungan hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotikaPerlindungan hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotika
Perlindungan hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotikaDeny Ridha
 
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang NarkotikaUU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang NarkotikaINDOGANJA
 
RULE OF LAW HAM.pptx
RULE OF LAW HAM.pptxRULE OF LAW HAM.pptx
RULE OF LAW HAM.pptxAnakBaru5
 
Uu tahun 2009 no. 35 tentang narkotika
Uu tahun 2009 no. 35 tentang narkotikaUu tahun 2009 no. 35 tentang narkotika
Uu tahun 2009 no. 35 tentang narkotikaLegal Akses
 
Pancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-ppt
Pancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-pptPancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-ppt
Pancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-pptandhika perceka
 
Uu 35 thn2009 narkotika
Uu 35 thn2009 narkotikaUu 35 thn2009 narkotika
Uu 35 thn2009 narkotikaSei Enim
 
UU nomor-35-tahun-2009-tentang-narkotika-ok
UU nomor-35-tahun-2009-tentang-narkotika-okUU nomor-35-tahun-2009-tentang-narkotika-ok
UU nomor-35-tahun-2009-tentang-narkotika-okDONALD VERNANDO RARUNG
 
1. uu nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika
1. uu nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika1. uu nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika
1. uu nomor 35 tahun 2009 tentang narkotikaIr. Zakaria, M.M
 
Hak Asasi Manusia PKN kelas X SMK
Hak Asasi Manusia PKN kelas X SMKHak Asasi Manusia PKN kelas X SMK
Hak Asasi Manusia PKN kelas X SMKsahrul gunawan
 
Hukum Anti Napza.pptx
Hukum Anti Napza.pptxHukum Anti Napza.pptx
Hukum Anti Napza.pptxRiskiAnanda29
 
main hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukummain hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukumnidaulhasanah9
 
Uu35 2009
Uu35 2009Uu35 2009
Uu35 2009SAKDN
 
Hukum internasional
Hukum internasionalHukum internasional
Hukum internasionalVimo Cnc
 
INSTRUMEN MELAWAN PERDAGANGAN ORANG
INSTRUMEN MELAWAN PERDAGANGAN ORANGINSTRUMEN MELAWAN PERDAGANGAN ORANG
INSTRUMEN MELAWAN PERDAGANGAN ORANGPaul SinlaEloE
 
Pengaruh narkoba terhadap remaja-egi praginanta
Pengaruh narkoba terhadap remaja-egi praginantaPengaruh narkoba terhadap remaja-egi praginanta
Pengaruh narkoba terhadap remaja-egi praginantaEgi Praginanta
 

Similar to Bab i (20)

Kedudukan Hukum Pengguna Narkotika dalam UU RI No.35 Thn.2009
Kedudukan Hukum Pengguna Narkotika dalam UU RI No.35 Thn.2009Kedudukan Hukum Pengguna Narkotika dalam UU RI No.35 Thn.2009
Kedudukan Hukum Pengguna Narkotika dalam UU RI No.35 Thn.2009
 
PPT KARYA TULIS ILMIAH SMA8 ABDYA.pptx
PPT KARYA TULIS ILMIAH SMA8 ABDYA.pptxPPT KARYA TULIS ILMIAH SMA8 ABDYA.pptx
PPT KARYA TULIS ILMIAH SMA8 ABDYA.pptx
 
Resume upaya pemerintah dalam penegakan ham dan partisipasi masyarakat dalam ...
Resume upaya pemerintah dalam penegakan ham dan partisipasi masyarakat dalam ...Resume upaya pemerintah dalam penegakan ham dan partisipasi masyarakat dalam ...
Resume upaya pemerintah dalam penegakan ham dan partisipasi masyarakat dalam ...
 
Perlindungan hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotika
Perlindungan hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotikaPerlindungan hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotika
Perlindungan hukum terhadap korban penyalahgunaan narkotika
 
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang NarkotikaUU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
UU No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
 
RULE OF LAW HAM.pptx
RULE OF LAW HAM.pptxRULE OF LAW HAM.pptx
RULE OF LAW HAM.pptx
 
Uu tahun 2009 no. 35 tentang narkotika
Uu tahun 2009 no. 35 tentang narkotikaUu tahun 2009 no. 35 tentang narkotika
Uu tahun 2009 no. 35 tentang narkotika
 
Pancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-ppt
Pancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-pptPancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-ppt
Pancasila sebagai-sumber-dari-segala-sember-hukum-ppt
 
Uu 35 thn2009 narkotika
Uu 35 thn2009 narkotikaUu 35 thn2009 narkotika
Uu 35 thn2009 narkotika
 
UU nomor-35-tahun-2009-tentang-narkotika-ok
UU nomor-35-tahun-2009-tentang-narkotika-okUU nomor-35-tahun-2009-tentang-narkotika-ok
UU nomor-35-tahun-2009-tentang-narkotika-ok
 
1. uu nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika
1. uu nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika1. uu nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika
1. uu nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika
 
Hak Asasi Manusia PKN kelas X SMK
Hak Asasi Manusia PKN kelas X SMKHak Asasi Manusia PKN kelas X SMK
Hak Asasi Manusia PKN kelas X SMK
 
Hukum Anti Napza.pptx
Hukum Anti Napza.pptxHukum Anti Napza.pptx
Hukum Anti Napza.pptx
 
main hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukummain hakim sendiri. tugas filsafat hukum
main hakim sendiri. tugas filsafat hukum
 
Pendidikan
PendidikanPendidikan
Pendidikan
 
UU RI No.35 Thn.2009 tentang Narkotika
UU RI No.35 Thn.2009 tentang NarkotikaUU RI No.35 Thn.2009 tentang Narkotika
UU RI No.35 Thn.2009 tentang Narkotika
 
Uu35 2009
Uu35 2009Uu35 2009
Uu35 2009
 
Hukum internasional
Hukum internasionalHukum internasional
Hukum internasional
 
INSTRUMEN MELAWAN PERDAGANGAN ORANG
INSTRUMEN MELAWAN PERDAGANGAN ORANGINSTRUMEN MELAWAN PERDAGANGAN ORANG
INSTRUMEN MELAWAN PERDAGANGAN ORANG
 
Pengaruh narkoba terhadap remaja-egi praginanta
Pengaruh narkoba terhadap remaja-egi praginantaPengaruh narkoba terhadap remaja-egi praginanta
Pengaruh narkoba terhadap remaja-egi praginanta
 

Recently uploaded

Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxFeniannisa
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptJhonatanMuram
 
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxMAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxadesofyanelabqory
 
materi penkum kec. mowewe mengenai jaga desa
materi penkum kec. mowewe mengenai jaga desamateri penkum kec. mowewe mengenai jaga desa
materi penkum kec. mowewe mengenai jaga desassuser274be0
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxEkoPriadi3
 
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdffile power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdfAgungIstri3
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxFucekBoy5
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptxYudisHaqqiPrasetya
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxbinsar17
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaIndra Wardhana
 

Recently uploaded (10)

Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptxKel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
Kel.5 PPT Hukum Administrasi Negara.pptx
 
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan pptpembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
pembahasan mengenai otonomi daerah yang diuraikan dengan ppt
 
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptxMAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
MAQASHID SYARI'AH DALAM DISPENSASI NIKAH.pptx
 
materi penkum kec. mowewe mengenai jaga desa
materi penkum kec. mowewe mengenai jaga desamateri penkum kec. mowewe mengenai jaga desa
materi penkum kec. mowewe mengenai jaga desa
 
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptxPengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
Pengertian & Prinsip-Prinsip Anti Korupsi.pptx
 
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdffile power point Hukum acara PERDATA.pdf
file power point Hukum acara PERDATA.pdf
 
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptxSistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
Sistem norma hukum Bab IV dan Bab V.pptx
 
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
5E _ Kel 4 _ Merger, Akuisisi, dan Konsolidasi.pptx
 
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptxKelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
Kelompok 2 Sistem Pemerintahan Pra dan Pasca Amandemen UUD.pptx
 
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertamaLuqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
Luqman Keturunan Snouck Hurgronje dari istri pertama
 

Bab i

  • 1. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Hukum dibuat untuk mengatur agar kepentingan-kepentingan yang berbeda antara pribadi, masyarakat, dan negara dapat dijamin dan diwujudkan tanpa merugikan pihak yang lain. Adalah tugas dari hukum pidana untuk memungkinkan terselenggaranya kehidupan bersama antar manusia, tatkala persoalannya adalah benturan kepentingan antara pihak yang melanggar norma dengan kepentingan masyarakat umum. Karena itu, karakter publik dari hukum pidana justru mengemuka dalam fakta bahwa sifat dapat dipidananya suatu perbuatan tidak akan hilang dan tetap ada, sekalipun perbuatan tersebut terjadi seizin atau dengan persetujuan orang terhadap siapa perbuatan tersebut ditujukan, dan juga dalam ketentuan bahwa proses penuntutan berdiri sendiri, terlepas dari kehendak pihak yang menderita kerugian akibat perbuatan itu. Kendati demikian, tidak berarti bahwa hukum pidana abai terhadap kepentingan para pihak. Berbagai teori dan praktek hukum pidana yang berlaku di Indonesia saat ini adalah hukum pidana yang berasal dan berlaku juga di negeri Belanda. Di Indonesia masih saja memberlakukan hukum pidana peninggalan kaum penjajah, yang teks aslinya masih bertuliskan dalam bahasa Belanda. Sebagai negara yang merdeka dan berdaulat, Indonesia sejak lama telah melakukan usaha-usaha untuk memperbaharui hukumnya, termasuk usaha pembaharuan di dalam lingkup hukum pidana. Pada hukum pidana, pembaharuan yang menyeluruh harus meliputi pembaharuan hukum pidana
  • 2. 2 materiil (strafrecht), hukum pidana formal atau hukum acara pidana (strafvorderingsrecht) dan hukum pelaksanaan pidana (stravoll streckungrecht). Ketiga bidang hukum pidana itu harus secara bersama-sama diperbarui, sebab kalau hanya salah satu bidang saja yang diperbaharui, dan yang lain tidak, maka akan timbul kesulitan dalam pelaksanaannya, dan tujuan dari pembaharuan hukum dalam rangka mewujudkan suatu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional (berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945) tersebut tidak akan tercapai sepenuhnya. Dengan adanya arah kebijakan hukum yang jelas, maka diharapkan tercipta suatu kondisi kehidupan masyarakat hukum yang selaras, serasi, dan seimbang dengan adanya suatu peraturan hukum yang benar-benar mencerminkan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
  • 3. 3 BAB II PEMBAHASAN A. Latar belakang pidana mati dalam tindak pidana narkotika 1. Pengertian Narkotika Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pengobatan, narkotika adalah zat yang sangat dibutuhkan. Untuk itu penggunaannya secara legal dibawah pengawasan dokter dan apoteker. Di Indonesia sejak adanya Undang-undang Narkotika, penggunaan resmi narkotika adalah untuk kepentingan pengobatan dan penelitian ilmiah, penggunaan narkotika tersebut di atas diatur dalam Pasal 4 Undang-undang Narkotika yang bunyinya: “Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan”. Menurut Ikin A.Ghani “Istilah narkotika berasal dari kata narkon yang berasal dari bahasa Yunani, yang artinya beku dan kaku. Dalam ilmu kedokteran juga dikenal istilah Narcose atau Narcicis yang berarti membiuskan”. (Ghani dan Abu 1985:5) Soerdjono Dirjosisworo mengatakan bahwa pengertian narkotika: “Zat yang bisa menimbulkan pengaruh tertentu bagi yang menggunakannya dengan memasukkan kedalam tubuh. Pengaruh tersebut bisa berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan. Sifat-sifat tersebut yang diketahui dan ditemukan dalam dunia medis bertujuan dimanfaatkan bagi pengobatan dan kepentingan manusia di bidang pembedahan, menghilangkan rasa sakit dan lain-lain.
  • 4. 4 Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pasal 1 ayat 1 ”Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.” Salah satu persoalan besar yang tengah dihadapi bangsa Indonesia, dan juga bangsa-bangsa lainnya di dunia saat ini adalah seputar maraknya penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan berbahaya (narkoba), yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Saat ini, jutaan orang telah terjerumus ke dalam ‘lembah hitam’ narkoba, ribuan nyawa telah melayang karena jeratan ‘lingkaran setan’ bernama narkoba, telah banyak keluarga yang hancur karenanya dan tidak sedikit pula generasi muda yang kehilangan masa depan karena perangkap ‘makhluk’ yang disebut narkoba ini. Kita tahu bahwa pondasi utama penyokong tegaknya bangsa ini dimulai dari keluarga, ketika keluarga hancur, rapuh pula bangunan bangsa di negeri ini. Pada pasal 1 angka 12 Undang-undang Narkotika, dijelaskan bahwa pecandu adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Sementara pasal 1 angka 13 Undang-undang Narkotika, dijelaskan bahwa ketergantungan Narkotika adalah gejala dorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus menerus, toleransi dan gejala putus Narkotika apabila penggunaan dihentikan. Sedangkan pasal 1 angka 14 Undang-undang Narkotika, dijelaskan bahwa penyalahguna adalah orang yang menggunakan Narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter. Sebagaimana
  • 5. 5 yang diamanatkan dalam konsideran Undang-undang Narkotika, bahwa ketersediaan Narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat dimaksudkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, namun di sisi lain mengingat dampak yang dapat ditimbulkan dan tingkat bahaya yang ada apabila digunakan tanpa pengawasan dokter secara tepat dan ketat maka harus dilakukan tindakan pencegahan dan pemberantasan terhadap bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika. Memahami pengertian penyalahguna yang diatur dalam pasal 1 angka 14 Undang-undang Narkotika, maka secara sistematis dapat diketahui tentang pengertian penyalahgunaan Narkotika, yaitu pengunaan Narkotika tanpa sepengetahuan dan pengawasan dokter. Pengertian tersebut, juga tersirat dari pendapat Dadang Hawari, yang menyatakan bahwa ancaman dan bahaya pemakaian Narkotika secara terus- menerus dan tidak terawasi dan jika tidak segera dilakukan pengobatan serta pencegahan akan menimbulkan efek ketergantungan baik fisik maupun psikis yang sangat kuat terhadap pemakaianya, atas dasar hal tersebut, secara sederhana dapat disebutkan bahwa penyalahgunaan Narkotika adalah pola penggunaan Narkotika yang patologik sehingga mengakibatkan hambatan dalam fungsi sosial. Dadang harawi dalam (Kusno Adi 2009:19) Hambatan fungsi sosial dapat berupa kegagalan untuk memenuhi tugasnya bagi keluarga atas teman-temannya akibat perilaku yang tidak wajar dan ekspresi perasaan agresif yang tidak wajar, dapat pula membawa akibat hukum karena kecelakaan lalu lintas akibat mabuk atau tindak kriminal demi mendapatkan uang untuk membeli Narkotika. (Romli 1983:6).
  • 6. 6 B. Penjatuhan Sanksi Pidana Mati Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika 1. Subyek Hukum Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang narkotika (selanjutnya disebut UU Narkotika 2009), pada dasarnya mengklasifikasi pelaku tindak pidana (delict) penyalahgunaan narkotika menjadi 2 (dua), yaitu : pelaku tindak pidana yang berstatus sebagai pengguna (Pasal 116, 121 dan 127) dan bukan pengguna narkotika (Pasal 112, 113, 114, 119 dan 129), untuk status pengguna narkotika dapat dibagi lagi menjadi 2 (dua), yaitu pengguna untuk diberikan kepada orang lain (Pasal 116 dan 121) dan pengguna narkotika untuk dirinya sendiri (Pasal 127). Yang dimaksud dengan penggunaan narkotika untuk dirinya adalah penggunaan narkotika yang dilakukan oleh seseorang tanpa melalui pengawasan dokter. Jika orang yang bersangkutan menderita kemudian menderita ketergantungan maka ia harus menjalani rehabilitasi, baik secara medis maupun secara sosial, dan pengobatan serta masa rehabilitasinya akan diperhitungkan sebagai masa menjalani pidana, sedangkan, pelaku tindak pidana narkotika yang berstatus sebagai bukan pengguna diklasifikasi lagi menjadi 4 (empat), yaitu: pemilik (Pasal 111 dan 112), pengolah (Pasal 113), pembawa dan pengantar (Pasal 114 dan 119), dan pengedar (Pasal 129). Yang dimaksud sebagai pemilik adalah orang yang menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menyimpan, atau menguasai dengan tanpa
  • 7. 7 hak dan melawan hukum. Yang dimaksud sebagai pengolah adalah orang memproduksi, mengolah mengekstrasi, mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika dengan tanpa hak dan melawan hukum secara individual atau melakukan secara terorganisasi. Yang di kualifikasi sebagai pembawa atau pengantar (kurir) adalah orang yang membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika dengan tanpa hak dan melawan hukum secara individual atau secara teroganisasi. Sedangkan, yang dimaksud pengedar adalah orang mengimpor, pengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjadi pembeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli. Atau menukar narkotika dengan tanpa hak dan melawan hukum secara individual maupun secara terorganisasi. 2. Macam-Macam Sanksi Dalam Undang-Undang Narkotika. a. Pengertian Sanksi Pidana. Sanksi pidana merupakan penjatuhan hukuman yang diberikan kepada seseorang yang dinyatakan bersalah dalam melakukan perbuatan pidana. Jenis-jenis pidana ini sangat bervariasi, seperti pidana mati, pidana seumur hidup, pidana penjara, pidana kurungan dan pidana denda yang merupakan pidana pokok, dan pidana pencabutan hak-hak tertentu, perampasan baran-barang tertentu, dan pengumuman putusan hakim yang kesemuanya merupakan pidana tambahan. Tujuan dari sanksi pidana menurut Bemmelen adalah untuk mempertahankan ketertiban masyarakat, dan mempunyai tujuan kombinasi untuk menakutkan, memperbaiki dan untuk kejahatan tertentu membinasakan. van Bemmelen dalam Mahrus Ali (2008 :137)
  • 8. 8 b. Jenis-Jenis Sanksi Pidana. Secara eksplisit bentuk-bentuk sanksi pidana tercantum dalam pasal 10 KUHP. Bentuk-bentuk sanksi pidana ini dibedakan antara pidana pokok dan pidana tambahan. Dibawah ini adalah bentuk-bentuk pidana baik yang termasuk pidana pokok maupun pidana tambahan yaitu: a. Pidana Pokok 1. Pidana mati 2. Pidana Penjara 3. Pidana Kurungan 4. Pidana Tutupan 5. Pidana Denda b. Pidana Tambahan 1. Pencabutan Hak-Hak Tertentu 2. Perampasan Barang Tertentu 3. Pengumuman Putusan Hakim c. Teori Pemidanaan Pemidanaan berasal dari kata “pidana yang sering diartikan pula dengan hukuman. Jadi pemidanaan dapat pula diartikan dengan hukuman. Kalau orang mendengar kata “hukuman”.Sudarto, mengemukakan: Pidana tidak hanya enak dirasa pada waktu dijalani, tetapi sesudah orang yang dikenai itu masih merasakan akibatnya yang berupa “ cap “ oleh masyarakat, bahwa ia pernah
  • 9. 9 berbuat “jahat”. Cap ini dalam ilmu pengetahuan disebut “stigma”. Jadi orang tersebut mendapat stigma, dan kalau ini tidak hilang, maka ia seolah-olah dipidana seumur hidup.” (Sudarto 1973:22). d. Syarat-syarat pemidanaan. Ada pendapat, seperti yang dikemukakan oleh van Feuerbach, bahwa pada hakikatnya ancaman pidana mempunyai suatu akibat psikologis yang menghendaki orang itu tertib, berhubung pidana itu merupakan sesuatu yang dirasakan tidak enak bagi terpidana. Oleh karena itu, ditentukan syarat-syarat atau ukuran-ukuran pemidanaan. Baik yang menyangkut segi perbuatan maupun yang menyangkut segi orang atau si pelaku, pada segi perbuatan dipakai asas legalitas dan pada segi orang dipakai asas kesalahan. (Saleh: 1968, 28) Asas legalitas menghendaki tidak hanya adanya ketentuan-ketentuan yang pasti tentang perbuatan yang bagaimana dapat dipidana, tetapi juga menghendaki ketentuan atau batas yang pasti tentang pidana yang dapat dijatuhkan. Asas kesalahan menghendaki agar hanya orang-orang yang benar-benar bersalah sajalah yang dapat dipidana, tiada pidana tanpa kesalahan. Dalam hal ini Sudarto, mengemukakan sebagai berikut: “syarat pertama untuk memungkinkan adanya penjatuhan pidana ialah adanya perbuatan (manusia) yang memenuhi rumusan delik dalam undang-undang. Ini adalah konsekuensi dari asa legalitas. Rumusan delik ini penting artinya sebagai prinsip kepastian. Undang-undang pidana sifatnya harus pasti. Di dalamnya harus dapat diketahui dengan pasti apa yang dilarang atau apa yang diperintahkan” (Sudarto, 1973: 24)
  • 10. 10 e. Tujuan Pemidanaan. Pemerintah dalam menjalankan hukum pidana senantiasa dihadapkan suatu paradoxalitiet yang oleh Hazewinkel-Suringa dilukiskan sebagai berikut: “pemerintah Negara harus menjamin kemerdekaan individu, menjaga supaya pribadi manusia tidak disinggung dan tetap dihormati. Tetapi, kadang-kadang sebaliknya pemerintah Negara menjatuhkan hukuman, dan justru menjatuhkan hukuman itu, maka pribadi manusia tersebut oleh pemerintah Negara diserang misalnya, yang bersangkutan dipenjarahkan. Jadi, pada pihak satu, pemerintah Negara membela dan melindungi pribadi manusia terhadap serabgan siapapun juga, sedangkan pada pihak lain pemerintah Negara menyearang pribadi manusia yang hendak dilindungi dan dibela itu”. (Ultercht 1967) Biasanya teori pemidanaan dibagi dalam tiga golongan besar, dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Teori absolut atau teori pembalasan (retributive/vergeldings theorieen); Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana (quia peccatumEst). Pidana merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada orang yang melakukan kejahatan. Muladi dan Barda Nawawi (1998: 10) b. Teori relatif atau teori tujuan (utilitarian/doeltheorieen); Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mampunyai tujuan tertentu yang bermafaat. Dasar pembenar adanya pidana menurut teori ini adalah terletak pada tujuannya. Pidana dijatuhkan bukan karena orang yang membuat
  • 11. 11 kejahatan (quia peccatumest) melainkan supaya orang jangan melakukan kejahatan (ne peccetur). Menurut teori ini, pemidanaan merupakan sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. c. Teori gabungan. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pidana itu mempunyai tiga macam sifat, yaitu: a) Bersifat menakut-nakuti (afschrikking). b) Bersifat memperbaiki (verbetering/reclasering). c) Bersifat membinasakan (onschadelijk maken). f. Pengaturan Sanksi Pidana Mati Dalam Undang-Undang Narkotika. Dalam Undang-Undang no. 35 tahun 2009 tentang Narkotika terdapat sanksi pidana mati pada pasal 113, 114, 118, 119, 121, 144 yang akan penulis sebutkan sebagai berikut: Pasal 113 Ayat 1: Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengeksor atau menyalurkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Ayat 2: dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan
  • 12. 12 pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidanapaling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 114 Ayat 1: setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk di jual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Ayat 2: dalam hal perbuatan menawarkan untuk di jual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 118 Ayat 1: setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan Narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua
  • 13. 13 belas) tahun dan dipidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). Ayat 2: dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor atau menyalurkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 119 Ayat 1: setiap orang yang tanpa hak melawan hukum menawarkan untuk di jual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan II, dipidana singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan dipidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). Ayat 2: dalam hal perbuatan menawarkan untuk di jual, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, atau menerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentuk bukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).
  • 14. 14 Pasal 121 Ayat 1: setiap orang yang tanpa hak melawan hukum menggunakan Narkotika Golongan II terhadap orang lain atau memberikan Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). Ayat 2: dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain atau pemberian Narkotika Golongan II untuk di gunakan orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lain mati atau cacat permanen, pelaku di pidana dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga). Pasal 144 Ayat 1: setiap orang yang jangka waktu 3 (tiga) tahun melakukan pengulangan tindak pidana sebagaimana di maksud dalam pasal 111, pasal 112, pasal 113, pasal 114, pasal 115, pasal 116, pasal 117, pasal 118, pasal 119, pasal 120, pasal 121, pasal 122, pasal 123, pasal 124, pasal 125, pasal 126, pasal 127 ayat (1), pasal 128 ayat (1), dan pasal 129, pidana maksimum ditambah dengan 1/3 (sepertiga)
  • 15. 15 Ayat 2: ancaman dengan tambahan 1/3 (sepertiga) sebagaimana dimaksud pada pasal ayat (1) tidal berlaku bagi pelaku tindak pidana yang di jatuhi dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 20 (dua puluh) tahun.
  • 16. 16 Daftar Pustaka dan Footnote Team Imparsial, Menggugat Hukuman Mati di Indonesia, Imparsial, Jakarta 2010 J.E. Sahetapy, Pidana Mati Dalam Negara Pancasila, cetakan pertama, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007 J.E. Sahetapy, Suatu Studi Khusus Mengenai Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana, cetakan kedua, CV. Rajawali, Jakarta, 1982 C.S.T. Kansil, dan Engelien R. Palandeng, , Altje Agustin Musa, Tindak Pidana Dalam Undang-Undang Nasional, Jala Permata Aksara, Bekasi, 2009 Sudarto, hukum pidana jilid 1A, dikeluarkan oleh Fakultas hukum Undip, Semarang, 1971 Andi Hamzah,. dan A. Sumangelipu, Pidana Mati Di Indonesia Di Masa Lalu, Kini Dan Di Masa Depan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1993 Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, dari Retribusi ke Reformasi, Pradnya Paramita, Jakarta, 1985 Dadang Hawari, Penyalahgunaan Narkotika dan Zat Adiktif, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1991 Romli Atmasasmita, Problem Kenakalan Anak-Anak Remaja, Armico, Bandung, 1983
  • 17. 17 Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana Dan Pertanggung jawaban Pidana, Centra, Jakarta, 1968 Muladi dan Barda Nawawi, Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung, 1998 Tom Brooks, An Idealist Theory of Punishment. Social Sience Research Network. Newcastle: Department of Politics and Newcastle Law School, 2006 J.M van Bemmelen Hukum Pidana 1 (Hukum Pidana Material Bagian Umum), Terjemahan Hasnan, Bina Cipta, Bandung 1987 Mahrus Ali, Kejahatan Korporasi Kajian Relevansi Sanksi Tindakan Bagi Penanggulangan Kejahatan Korporasi, Arti Bumi Intaran, Yogyakarta, 2008 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Grafindo Persada, Jakarta, Februari 1996 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia - Press, Jakarta, Oktober 1984 Johny Ibrahim, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Surabaya, Oktober 2005 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan Keenam, Rineka Cipta, Jakarta, 1993
  • 18. 18 Kusno Adi, kebijakan kriminal dalam penanggulangan tindak pidana narkotika oleh anak, Umm Press, Malang, 2009 Dit narkoba korserse Polri, penyalagunaan dan peredaran gelap narkoba yang dilaksanakan oleh Polri, Mabes Polri, Jakarta, 2002. Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika beserta penjelasannya, cetakan ke-1, Bening, Jogjakarta, 2010 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970, penerbit PT Inti buku Utama, Jakarta, 1993 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, Asa Mandiri, Jakarta, 2005