SlideShare a Scribd company logo
1 of 5
1. Pengertian Narkotika dan Jenis-Jenis Narkotika

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sitensis
maupunedd semi sitensis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan
dapat menimbulkan ketergantungan.[1]

Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan
penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar
pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau
masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan
penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih
besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat
melemahkan ketahanan nasional.

Yang dimakud narkotika dalam UU No. 35/2009 adalah tanaman papever, opium mentah,
opium masak, seperti candu, jicing, jicingko, opium obat, morfina, tanaman koka, daun koka,
kokaina mentah, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, damar ganja, garam-garam atau
turunannya dari morfin dan kokaina. Bahan lain, baik alamiah, atau sitensis maupun semi
sitensis yang belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina
yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat
menimbulkan akibat ketergantungan yang merugikan, dan campuran- campuran atau sediaan-
sediaan yang mengandung garam-garam atau turunan-turunan dari morfina dan kokaina, atau
bahan-bahan lain yang alamiah atau olahan yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai
narkotika.[2]

Berdasarkan rumusan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 diatas, penulis dapat menarik
kesimpulan, bahwa tanaman atau barang ditetapkan sebagai narkoba atau bukan setelah
melalui uji klinis dan labotarium oleh Depertemen Kesehatan.

Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika membagi narkotika menjadi
tiga golongan, sesuai dengan pasal 6 ayat 1 :

   1. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan
      pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai
      potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.
   2. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan
      sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan
      pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan
      ketergantungan.
   3. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak
      digunakan dalam terapi dan/ atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta
      mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan.

   2. Sanksi-Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Narkotika (berdasarkan Undang-
      Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika)

Mengingat betapa besar bahaya penyalahgunaan Narkotika ini, maka perlu diingat beberapa
dasar hukum yang diterapkan menghadapi pelaku tindak pidana narkotika berikut ini:
1. Undang-undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP
   2. Undang-undang RI No. 7 tahun 1997 tentang Pengesahan United Nation Convention
      Against Illicit Traffic in Naarcotic Drug and Pshychotriphic Suybstances 19 88 (
      Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap narkotika dan Psikotrapika,
      1988)
   3. Undang-undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagai pengganti UU RI
      No. 22 tahun 1997.

Untuk pelaku penyalahgunaan Narkotika dapat dikenakan Undang-undang No. 35 tahun
2009 tentang Narkotika, hal ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :[3]

   1. Sebagai pengguna

Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 116 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009
tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun.

   2. Sebagai pengedar

Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 81 dan 82 Undang-undang No. 35 tahun 2009
tentang narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 + denda.

   3. Sebagai produsen

Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 113 Undang-undang No. 35 tahun 2009,
dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun/ seumur hidup/ mati + denda.

Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang
sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, pada
Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002 melalui
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 telah
merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden
Republik Indonesia untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997
tentang Narkotika.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur upaya pemberantasan
terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana
seumur hidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 juga
mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan
serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial. Namun, dalam kenyataannya tindak
pidana Narkotika di dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin
meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di
kalangan anak anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya.

Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan
banyak orang yang secara bersama – sama, bahkan merupakan satu sindikat yang
terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di
tingkat nasional maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut guna peningkatan upaya
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika perlu dilakukan pembaruan terhadap
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Hal ini juga untuk mencegah
adanya kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif
dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda
pada umumnya.

Selain itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Narkotika dan
mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika, dalam Undang-Undang ini diatur
juga mengenai Prekursor Narkotika karena Prekursor Narkotika merupakan zat atau bahan
pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika. Dalam Undang-
Undang ini dilampirkan mengenai Prekursor Narkotika dengan melakukan penggolongan
terhadap jenis-jenis Prekursor Narkotika.Selain itu, diatur pula mengenai sanksi pidana bagi
penyalahgunaan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. Untuk menimbulkan efek
jera terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor
Narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana minimum
khusus, pidana penjara 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana
mati. Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada golongan, jenis,
ukuran, dan jumlah Narkotika.

Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran
gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai penguatan kelembagaan yang
sudah ada yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada Peraturan
Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika
Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota. BNN tersebut merupakan lembaga non
struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden,
yang hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan koordinasi. Dalam Undang-Undang ini,
BNN tersebut ditingkatkan menjadi lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dan
diperkuat kewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. BNN
berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, BNN
juga mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal,
yakni BNN provinsi dan

BNN kabupaten/kota.

Untuk lebih memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai seluruh harta kekayaan atau
harta benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika dan
tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika
berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dirampas
untuk negara dan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi
medis dan sosial.

Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika yang modus operandinya semakin canggih, dalam Undang-Undang ini
juga diatur mengenai perluasan teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik
pembelian terselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan yang diawasi (controlled
delevery), serta teknik penyidikan lainnya guna melacak dan mengungkap penyalahgunaan
dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Dalam rangka mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika
dan Prekursor Narkotika yang dilakukan secara terorganisasi dan memiliki jaringan yang luas
melampaui batas negara, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai kerja sama, baik
bilateral, regional, maupun internasional.

Dalam Undang-Undang ini diatur juga peran serta masyarakat dalam usaha pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika termasuk pemberian
penghargaan bagi anggota masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan dan
pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika. Penghargaan tersebut
diberikan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya
pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan
Prekursor Narkotika.

Namun demikian, dalam tataran implementasi, sanksi yang dikenakan tidak sampai pada
kategori maksimal. Hal ini setidaknya disebabkan oleh dua hal. Pertama, kasus yang diproses
memang ringan, sehingga hakim memutuskan dengan sanksi yang ringan pula. Kedua,
tuntutan yang diajukan relatif ringan, atau bahkan pihak hakim sendiri yang tidak memiliki
ketegasan sikap. Sehingga berpengaruh terhadap putusan yang dikeluarkan

     3. Penegakan Hukum Pidana Dalam Tindak Pidana Narkotika

Berbicara mengenai penegakan hukum pidana, dapat dilihat dari cara penegakan hukum
pidana yang dikenal dengan sistem penegakan hukum atau criminal law enforcement sebagai
bagian dari criminal policy atau kebijakan penanggulangan kejahatan. Dalam
penanggulangan kejahatan dibutuhkan dua sarana yakni menggunakan penal atau sanksi
pidana, dan menggunakan sarana non penal yaitu penegakan hukum tanpa menggunakan
sanksi pidana (penal).

Penegakan hukum dengan mempunyai sasaran agar orang taat kepada hukum. Ketaatan
masyarakat terhadap hukum disebabkan tiga hal yakni:

a)    takut berbuat dosa;

b) takut karena kekuasaan dari pihak penguasa berkaitan dengan sifat hukum yang bersifat
imperatif;

c) takut karena malu berbuat jahat. Penegakan hukum dengan sarana non penal
mempunyai sasaran dan tujuan untuk kepentingan internalisasi.[4]

Keberadaan Undang-Undang Narkotika merupakan suatu upaya politik hukum pemerintah
Indonesia terhadap penanggulangan tindak pidana narkotika dan psikotropika. Dengan
demikian, diharapkan dengan dirumuskanya undang-undang tersebut dapat menanggulangi
peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, serta menjadi acuan dan
pedoman kepada pengadilan dan para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan yang
menerapkan undang-undang, khususnya hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap
kejahatan yang terjadi. Dalam penelitian ini, penulis akan mencoba meneliti tentang
kebijakan hukum pidana yang tertuang dalam Undang-Undang Psikotropika dan Undang-
Undang Narkotika serta implementasinya dalam penangulangan tindak pidana narkotika dan
psikotropika

penegakan hukum salah satunya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menghambat
berjalannya proses penegakan hukum itu sendiri. Adapun faktor-faktor tersebut, adalah
sebagai berikut:[5]
1. Faktor hukumnya sendiri, yang dalam hal ini dibatasi pada undangundang aja;
   2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membuat atau membentuk maupun
      yang menerapkan hukum;
   3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
   4. Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau
      diterapkan;
   5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang

didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut di atas
saling berkaitan, hal ini disebabkan esensi dari penegakan hukum itu sendiri serta sebagai
tolak ukur dari efektivitas penegakan hukum.

More Related Content

What's hot (7)

Sosialisasi narkoba2010
Sosialisasi narkoba2010Sosialisasi narkoba2010
Sosialisasi narkoba2010
 
Dekriminalisasi Pengguna Narkoba di Indonesia
Dekriminalisasi Pengguna Narkoba di IndonesiaDekriminalisasi Pengguna Narkoba di Indonesia
Dekriminalisasi Pengguna Narkoba di Indonesia
 
Permensos no.26 thn.2012 ttg standar rehabilitasi sosial korban penyalahgunaa...
Permensos no.26 thn.2012 ttg standar rehabilitasi sosial korban penyalahgunaa...Permensos no.26 thn.2012 ttg standar rehabilitasi sosial korban penyalahgunaa...
Permensos no.26 thn.2012 ttg standar rehabilitasi sosial korban penyalahgunaa...
 
UU RI No.35 Thn.2009 tentang Narkotika
UU RI No.35 Thn.2009 tentang NarkotikaUU RI No.35 Thn.2009 tentang Narkotika
UU RI No.35 Thn.2009 tentang Narkotika
 
Uu tahun 2009 no. 35 tentang narkotika
Uu tahun 2009 no. 35 tentang narkotikaUu tahun 2009 no. 35 tentang narkotika
Uu tahun 2009 no. 35 tentang narkotika
 
Bab i
Bab iBab i
Bab i
 
Hukum pidana khusus - Tindak pidana psikotropika dan narkotika (Idik Saeful B...
Hukum pidana khusus - Tindak pidana psikotropika dan narkotika (Idik Saeful B...Hukum pidana khusus - Tindak pidana psikotropika dan narkotika (Idik Saeful B...
Hukum pidana khusus - Tindak pidana psikotropika dan narkotika (Idik Saeful B...
 

Similar to Narkob hukum (20)

Hukum Anti Napza.pptx
Hukum Anti Napza.pptxHukum Anti Napza.pptx
Hukum Anti Napza.pptx
 
Geliska pjok
Geliska pjokGeliska pjok
Geliska pjok
 
Penyuluhan Narkoba.pptx
Penyuluhan Narkoba.pptxPenyuluhan Narkoba.pptx
Penyuluhan Narkoba.pptx
 
Uu35 2009
Uu35 2009Uu35 2009
Uu35 2009
 
Uu 35 thn2009 narkotika
Uu 35 thn2009 narkotikaUu 35 thn2009 narkotika
Uu 35 thn2009 narkotika
 
UU nomor-35-tahun-2009-tentang-narkotika-ok
UU nomor-35-tahun-2009-tentang-narkotika-okUU nomor-35-tahun-2009-tentang-narkotika-ok
UU nomor-35-tahun-2009-tentang-narkotika-ok
 
1. uu nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika
1. uu nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika1. uu nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika
1. uu nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika
 
Pengertian narkoba
Pengertian narkobaPengertian narkoba
Pengertian narkoba
 
Pengertian narkoba
Pengertian narkobaPengertian narkoba
Pengertian narkoba
 
Pengertian narkoba
Pengertian narkobaPengertian narkoba
Pengertian narkoba
 
PAPARAN PERAN SERTA MASYARAKAT ANTI NARKOBA.pptx
PAPARAN PERAN SERTA MASYARAKAT ANTI NARKOBA.pptxPAPARAN PERAN SERTA MASYARAKAT ANTI NARKOBA.pptx
PAPARAN PERAN SERTA MASYARAKAT ANTI NARKOBA.pptx
 
Narkoba,
Narkoba,Narkoba,
Narkoba,
 
Makalah narkoba2
Makalah narkoba2Makalah narkoba2
Makalah narkoba2
 
Makalah narkoba2
Makalah narkoba2Makalah narkoba2
Makalah narkoba2
 
Makalah narkoba2
Makalah narkoba2Makalah narkoba2
Makalah narkoba2
 
ebuku skrap skim lencana anti dadah
ebuku skrap skim lencana anti dadahebuku skrap skim lencana anti dadah
ebuku skrap skim lencana anti dadah
 
NAPZA PJOK. narkotika psikotropi dan zat adiktif
NAPZA PJOK. narkotika psikotropi dan zat adiktifNAPZA PJOK. narkotika psikotropi dan zat adiktif
NAPZA PJOK. narkotika psikotropi dan zat adiktif
 
Makalah bahasa narkoba
Makalah bahasa narkobaMakalah bahasa narkoba
Makalah bahasa narkoba
 
kevin.docx
kevin.docxkevin.docx
kevin.docx
 
Undang undang narkotika 2009
Undang undang narkotika 2009Undang undang narkotika 2009
Undang undang narkotika 2009
 

Recently uploaded

Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5KIKI TRISNA MUKTI
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASreskosatrio1
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMmulyadia43
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxRezaWahyuni6
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxJamhuriIshak
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfDimanWr1
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxSyaimarChandra1
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxFuzaAnggriana
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdfsdn3jatiblora
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxawaldarmawan3
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxmawan5982
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfirwanabidin08
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfCloverash1
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...Kanaidi ken
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASKurniawan Dirham
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptxGiftaJewela
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKirwan461475
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BAbdiera
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDmawan5982
 

Recently uploaded (20)

Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
Materi Strategi Perubahan dibuat oleh kelompok 5
 
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPASaku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
aku-dan-kebutuhanku-Kelas 4 SD Mapel IPAS
 
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMMLaporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
Laporan Guru Piket untuk Pengisian RHK Guru Pengelolaan KInerja Guru di PMM
 
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptxMateri Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
Materi Pertemuan Materi Pertemuan 7.pptx
 
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptxBAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
BAHAN SOSIALISASI PPDB SMA-SMK NEGERI DISDIKSU TP. 2024-2025 REVISI.pptx
 
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdfAksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
Aksi nyata disiplin positif Hj. Hasnani (1).pdf
 
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptxPrakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
Prakarsa Perubahan dengan Kanvas ATAP & BAGJA.pptx
 
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptxDESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
DESAIN MEDIA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA BERBASIS DIGITAL.pptx
 
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar  mata pelajaranPPKn 2024.pdf
2 KISI-KISI Ujian Sekolah Dasar mata pelajaranPPKn 2024.pdf
 
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptxKONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
KONSEP KEBUTUHAN AKTIVITAS DAN LATIHAN.pptx
 
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docxTugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
Tugas 1 pembaruan dlm pembelajaran jawaban tugas tuton 1.docx
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdfREFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
REFLEKSI MANDIRI_Prakarsa Perubahan BAGJA Modul 1.3.pdf
 
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdfKelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
Kelompok 1_Karakteristik negara jepang.pdf
 
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...PELAKSANAAN  + Link2 Materi TRAINING "Effective  SUPERVISORY &  LEADERSHIP Sk...
PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
 
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATASMATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
MATERI EKOSISTEM UNTUK SEKOLAH MENENGAH ATAS
 
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
421783639-ppt-overdosis-dan-keracunan-pptx.pptx
 
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAKDEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
DEMONSTRASI KONTEKSTUAL MODUL 1.3 PENDIDIKAN GURU PENGGERAK
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase BModul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 4 Fase B
 
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SDtugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
tugas 1 tutorial online anak berkebutuhan khusus di SD
 

Narkob hukum

  • 1. 1. Pengertian Narkotika dan Jenis-Jenis Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sitensis maupunedd semi sitensis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.[1] Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jika disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar pengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi perseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akan lebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya akan dapat melemahkan ketahanan nasional. Yang dimakud narkotika dalam UU No. 35/2009 adalah tanaman papever, opium mentah, opium masak, seperti candu, jicing, jicingko, opium obat, morfina, tanaman koka, daun koka, kokaina mentah, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, damar ganja, garam-garam atau turunannya dari morfin dan kokaina. Bahan lain, baik alamiah, atau sitensis maupun semi sitensis yang belum disebutkan yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika, apabila penyalahgunaannya dapat menimbulkan akibat ketergantungan yang merugikan, dan campuran- campuran atau sediaan- sediaan yang mengandung garam-garam atau turunan-turunan dari morfina dan kokaina, atau bahan-bahan lain yang alamiah atau olahan yang ditetapkan mentri kesehatan sebagai narkotika.[2] Berdasarkan rumusan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 diatas, penulis dapat menarik kesimpulan, bahwa tanaman atau barang ditetapkan sebagai narkoba atau bukan setelah melalui uji klinis dan labotarium oleh Depertemen Kesehatan. Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika membagi narkotika menjadi tiga golongan, sesuai dengan pasal 6 ayat 1 : 1. Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. 2. Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/ atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. 3. Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/ atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. 2. Sanksi-Sanksi Pidana Terhadap Tindak Pidana Narkotika (berdasarkan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika) Mengingat betapa besar bahaya penyalahgunaan Narkotika ini, maka perlu diingat beberapa dasar hukum yang diterapkan menghadapi pelaku tindak pidana narkotika berikut ini:
  • 2. 1. Undang-undang RI No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP 2. Undang-undang RI No. 7 tahun 1997 tentang Pengesahan United Nation Convention Against Illicit Traffic in Naarcotic Drug and Pshychotriphic Suybstances 19 88 ( Konvensi PBB tentang Pemberantasan Peredaran Gelap narkotika dan Psikotrapika, 1988) 3. Undang-undang RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika sebagai pengganti UU RI No. 22 tahun 1997. Untuk pelaku penyalahgunaan Narkotika dapat dikenakan Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, hal ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut :[3] 1. Sebagai pengguna Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 116 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun. 2. Sebagai pengedar Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 81 dan 82 Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika, dengan ancaman hukuman paling lama 15 + denda. 3. Sebagai produsen Dikenakan ketentuan pidana berdasarkan pasal 113 Undang-undang No. 35 tahun 2009, dengan ancaman hukuman paling lama 15 tahun/ seumur hidup/ mati + denda. Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika yang sangat merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002 melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor VI/MPR/2002 telah merekomendasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesia untuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika mengatur upaya pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotika melalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumur hidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 juga mengatur mengenai pemanfaatan Narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta mengatur tentang rehabilitasi medis dan sosial. Namun, dalam kenyataannya tindak pidana Narkotika di dalam masyarakat menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya. Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan, melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama – sama, bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringan yang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik di tingkat nasional maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut guna peningkatan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika perlu dilakukan pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika. Hal ini juga untuk mencegah adanya kecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatif maupun kualitatif
  • 3. dengan korban yang meluas, terutama di kalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya. Selain itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Narkotika dan mencegah serta memberantas peredaran gelap Narkotika, dalam Undang-Undang ini diatur juga mengenai Prekursor Narkotika karena Prekursor Narkotika merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika. Dalam Undang- Undang ini dilampirkan mengenai Prekursor Narkotika dengan melakukan penggolongan terhadap jenis-jenis Prekursor Narkotika.Selain itu, diatur pula mengenai sanksi pidana bagi penyalahgunaan Prekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika. Untuk menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi pidana, baik dalam bentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 (dua puluh) tahun, pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati. Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika. Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, diatur mengenai penguatan kelembagaan yang sudah ada yaitu Badan Narkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota. BNN tersebut merupakan lembaga non struktural yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden, yang hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukan koordinasi. Dalam Undang-Undang ini, BNN tersebut ditingkatkan menjadi lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dan diperkuat kewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. BNN berkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yakni BNN provinsi dan BNN kabupaten/kota. Untuk lebih memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai seluruh harta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucian uang dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dirampas untuk negara dan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dan sosial. Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang modus operandinya semakin canggih, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai perluasan teknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik pembelian terselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan yang diawasi (controlled delevery), serta teknik penyidikan lainnya guna melacak dan mengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Dalam rangka mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan secara terorganisasi dan memiliki jaringan yang luas melampaui batas negara, dalam Undang-Undang ini diatur mengenai kerja sama, baik
  • 4. bilateral, regional, maupun internasional. Dalam Undang-Undang ini diatur juga peran serta masyarakat dalam usaha pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika termasuk pemberian penghargaan bagi anggota masyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika. Penghargaan tersebut diberikan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Namun demikian, dalam tataran implementasi, sanksi yang dikenakan tidak sampai pada kategori maksimal. Hal ini setidaknya disebabkan oleh dua hal. Pertama, kasus yang diproses memang ringan, sehingga hakim memutuskan dengan sanksi yang ringan pula. Kedua, tuntutan yang diajukan relatif ringan, atau bahkan pihak hakim sendiri yang tidak memiliki ketegasan sikap. Sehingga berpengaruh terhadap putusan yang dikeluarkan 3. Penegakan Hukum Pidana Dalam Tindak Pidana Narkotika Berbicara mengenai penegakan hukum pidana, dapat dilihat dari cara penegakan hukum pidana yang dikenal dengan sistem penegakan hukum atau criminal law enforcement sebagai bagian dari criminal policy atau kebijakan penanggulangan kejahatan. Dalam penanggulangan kejahatan dibutuhkan dua sarana yakni menggunakan penal atau sanksi pidana, dan menggunakan sarana non penal yaitu penegakan hukum tanpa menggunakan sanksi pidana (penal). Penegakan hukum dengan mempunyai sasaran agar orang taat kepada hukum. Ketaatan masyarakat terhadap hukum disebabkan tiga hal yakni: a) takut berbuat dosa; b) takut karena kekuasaan dari pihak penguasa berkaitan dengan sifat hukum yang bersifat imperatif; c) takut karena malu berbuat jahat. Penegakan hukum dengan sarana non penal mempunyai sasaran dan tujuan untuk kepentingan internalisasi.[4] Keberadaan Undang-Undang Narkotika merupakan suatu upaya politik hukum pemerintah Indonesia terhadap penanggulangan tindak pidana narkotika dan psikotropika. Dengan demikian, diharapkan dengan dirumuskanya undang-undang tersebut dapat menanggulangi peredaran gelap dan penyalahgunaan narkotika dan psikotropika, serta menjadi acuan dan pedoman kepada pengadilan dan para penyelenggara atau pelaksana putusan pengadilan yang menerapkan undang-undang, khususnya hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap kejahatan yang terjadi. Dalam penelitian ini, penulis akan mencoba meneliti tentang kebijakan hukum pidana yang tertuang dalam Undang-Undang Psikotropika dan Undang- Undang Narkotika serta implementasinya dalam penangulangan tindak pidana narkotika dan psikotropika penegakan hukum salah satunya dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menghambat berjalannya proses penegakan hukum itu sendiri. Adapun faktor-faktor tersebut, adalah sebagai berikut:[5]
  • 5. 1. Faktor hukumnya sendiri, yang dalam hal ini dibatasi pada undangundang aja; 2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membuat atau membentuk maupun yang menerapkan hukum; 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum; 4. Faktor masyarakat, yakni faktor lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan; 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut di atas saling berkaitan, hal ini disebabkan esensi dari penegakan hukum itu sendiri serta sebagai tolak ukur dari efektivitas penegakan hukum.