PELAKSANAAN + Link2 Materi TRAINING "Effective SUPERVISORY & LEADERSHIP Sk...
Manajemen Pendidikan Agama di Keluarga
1. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akhir-akhir ini, manajemen sebagai ilmu begitu popular sehingga
banyak kajian yang difokuskan pada manjemen baik berupa pelatihan,
seminar, kuliah, maupun pembukaan program studi manajemen meliputi
manajemen ekonomi, manajemen sumberdaya manusia, manajemen
pendidikan, dan sebagainya. Dalam perkembangan selanjutnya, manajemen
telah di implementasikan dalam berbagai persoalan yang bersifat batiniyah,
seperti manajemen qalbu.
Awal mulanya, tema manajemen hanya popular dalam dunia
perusahaan atau bisnis. Kemudian tema ini digunakan dalam profesi lainnya,
termasuk oleh pendidikan dengan beberapa modifikasi dan spesifikasi tertentu
lantaran terdapat perbedaan objek. Dalam pandangan ajaran Islam, segala
sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib, dan teratur. Proses-
prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara
asal-asalan (Didin dan Hendri, 2003:1). Mulai dari urusan terkecil seperti
mengatur urusan Rumah Tangga sampai dengan urusan terbesar seperti
mengatur urusan sebuah negara semua itu diperlukan pengaturan yang baik,
tepat dan terarah dalam bingkai sebuah manajemen agar tujuan yang hendak
dicapai bisa diraih dan bisa selesai secara efisien dan efektif.
Pendidikan Agama Islam dengan berbagai jalur, jenjang, dan bentuk
yang ada seperti pada jalur pendidikan formal ada jenjang pendidikan dasar
yang berbentuk Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs),
jenjang pendidikan menengah ada yang berbentuk Madrasah Alyah (MA) dan
Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), dan pada jenjang pendidikan tinggi
terdapat begitu banyak Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) dengan
berbagai bentuknya ada yang berbentuk Akademi, Sekolah Tinggi, Institut,
dan Universitas. Pada jalur pendidikan non formal seperti Kelompok Bermain,
1
2. Taman Penitipan Anak (TPA), Majelis Ta’lim, Pesantren dan Madrasah
Diniyah. Jalur Pendidikan Informal seperti pendidikan yang diselenggarakan
di dalam kelurarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Kesemuanya itu perlu pengelolaan atau manajemen yang sebaik-baiknya,
sebab jika tidak bukan hanya gambaran negatif tentang pendidikan Islam yang
ada pada masyarakat akan tetap melekat dan sulit dihilangkan bahkan
mungkin Pendidikan Islam yang hak itu akan hancur oleh kebathilan yang
dikelola dan tersusun rapi yang berada di sekelilingnya, sebagaimana
dikemukakan Ali bin Abi Thalib :”kebenaran yang tidak terorganisir dengan
rapi akan dihancurkan oleh kebathilan yang tersusun rapi”.
2
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. Pentingnya Fungsi Manajemen dalam Pendidikan Agama di Keluarga
Pada pokoknya manajemen itu merupakan penyelesaian tujuan yang
telah ditentukan terlebih dahulu melalui usaha-usaha orang lain. Hal ini
sebagaimana dikemukan oleh S.P. Siagian (1979:3) bahwa manajemen adalah
kemampuan atau keterampilan untuk memperoleh suatu hasil dalam rangka
pencapaian tujuan melelui kegiatan-kegiatan orang lain. Jadi dengan
demikian, manajemen merupakan suatu proses usaha kerjasama untuk
mencapai apa yang menjadi tujuannya, dengan cara menggerakkan
kemampuan orang yang ada di dalamnya menyangkut segi-segi atau bidang
yang sangat luas. Ia memasuki segenap bidang lapangan kehidupan manusia
termasuk diantaranya adalah pendidikan agama di keluarga. 1
Pendidikan adalah upaya mengembangkan, mendorong, serta
mengajak manusia lebih maju dengan berlandaskan nilai-nilai yang tinggi dan
kehidupan yang mulia sehingga terbentuk pribadi yang lebih sempurna baik
yang berkenaan dengan aka, perasaan, maupun pikiran (Fadlil Al-Jamaly,
1986:3). Dari definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa dalam
pendidikan itu adanya proses perubahan, karena pada dasarnya pendidikan
adalah proses perubaha potensi-potensi manusia menjadi optimal. Hal ini
sebagaimana dikemukakan oleh Oemar Muhammad Al-Toumy (1979:339)
bahwa pendidikan merupakan proses mengubah tingkah laku individu pada
kehidupan pribadi masyarakat dan alam sekitarnya dengan cara pengajaran
sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi diantara profesi-profesi asasi dalam
masyarakat.
Adapun tujuan pendidikan dalam hal ini tujuan pendidikan agama di
keluarga adalah jelas yakni mendidik anak dalam suasana keagamaan agar
taqwa pada Allah swt, berbudi pekerti luhur, disiplin, bekerja keras, tanggung
1
Mahdi Bin Ibrahim, Amanah Dalam Manajemen, Pustaka Al Kautsar, Jakarta, 1997
3
4. jawab, mandiri, cerdas, terampil serta sehat jasmani dan rohani. Atas dasar itu
berarti tujuan pendidikan agama di keluarga adalah pembinaan prilaku
kehidupan beragama pada anak. Pelaksanaan pendidikan agama pada anak di
keluarga menjadi penting terutama guna menanamkan nilai-nilai dasar agama
dalam rangka pengembangan sumber daya manusia. Dalam kaitan ini Ahmad
Tafsir (1992:159) mengatakan bahwa pembangunan sumber daya manusia
termasuk pembinaan anak erat kaitannya dengan penumbuhan nilai-nilai
agama pada Tuhan Yang Maha Esa.
Setiap orang tua berkeinginan mempunyai anak yang berkepribadian
baik. Atau setiap orang tua bercita-cita mempunyai anak yang saleh yang
senantiasa membawa harum nama orang tuanya, karena anak yang baik
merupakan kebanggaan orang tua, baik buruknya kelakuan mempengaruhi
nama baik orang tuanya. Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama
bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak-anak mula-mula
menerima pendidikan. Dengan demikian bentuk pertama dari pendidikan
terdapat dalam kehidupan keluarga. Pada umumnya pendidikan dalam
keluarga itu bukan berpangkal tolak dari kesadaran dan pengertian yang lahir
dari pengetahuan mendidik, melainkan karena sifat kodrati suasana dan
strukturnya memberikan kemungkinan alami membangun situasi pendidikan.
Situasi pendidikan itu terwujud berkat adanya pergaulan dan hubungan silang
mempengaruhi secara timbale balik antar orang tua dan anak.
Orang tua memegang peranan yang penting dan amat berpengaruh atas
pendidikan anaknya. Sejak seorang anak lahi, ibunyalah yang selalu ada
disampingnya. Oleh karena itu ia meniru perangai ibunya, ibu merupakan
orang yang pertama dikenal anak, yang mula-mula menjadi temannya.
Apapun yang dilakukan ibu dapat dimanfaatkan sebagai sarana edukatif.
Pengaruh ayah terhadap anaknya besar pula, dimata anaknya ia seorang yang
tinggi dan terpadu diantara orang-orang yang dikenalnya, ayah merupakan
penolong utama lebih-lebih sebagai tulang punggung penghidupan bagi
keluarganya.
4
5. Hal ini menunjukkan ciri-ciri dari watak rasa tanggung jawab setiap
orang tua atas penghidupan anak-anak mereka untuk masa kini dan masa
mendatang. Karenanya tidaklah diragukan bahwa tanggung jawab pendidikan
secara mendasar terpikul pada orang tua, hal itu adalah merupakan fitrah yang
telah dikodratkan oleh Allah pada setiap orang tua sekaligus merupakan
amanah yang dibebankan pada mereka.
Mengingat pentingnya pendidikan keluarga yang demikian, maka
Islam memandang keluarga bukan hanya sebagai persekutuan terkecil,
melainkan lebih dari itu yakni sebagai lembaga hidup manusia yang
memberikan peluang pada para anggotanya untuk hidup celaka dan bahagia di
dunia dan akhirat. Pertama-tama yang diperintahkan Allah kepada Nabi saw
dalam mengajarkan agama itu mula-mula pada keluarganya, baru kemudian
pada masyarakat luas. Sebagaimana firman Allah swt dalam surat As-
Suara:214, sebagai berikut:
“Dan berikanlah peringatan kepada kerabatmu yang dekat”. (Zakiah
Daradjat, 1992:87) 2
Oleh karena itulah, pendidikan agama hendaknya ditanamkan sejak di
keluarga, sebab pendidikan di lingkungan keluarga merupakan dasar yang
menentukan untuk pendidikan selanjutnya. Sebagaimana menurut Zakiah
Daradjat, (1992:48) bahwa pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh
pendidikan, pengalaman dan latihan yang dilaluinya sejak kecil terutama
dalam keluarga.
Dalam lingkungan keluarga, interaksi pendidikan terjadi antara orang
tua sebagai pendidik dan anak sebagai peserta didik. Tetapi interaksi ini
berjalan tanpa rencana tertulis, orang tua sering tidak mempunyai rencana
yang jelas dan rinci kemana anaknya akan diarahkan, dengan cara apa mereka
akan dididik, dan apa isi pendidikannya. Orang tua umumnya mempunyai
harapan tertentu pada anaknya agar menjadi orang saleh, sehat, pandai dan
sebagainya, tetapi bagaimana rincian sifat-sifat tersebut bagi mereka tidak
2
George R Terry, Prinsip-Prinsip Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta, 2006
5
6. jelas juga mereka tidak tahu apa yang harus diberikan dan bagaimana
memberikannya agar anaknya memiliki sifat-sifat tersebut.
Interaksi pendidikan antara orang tua dan anak juga tidak disadari,
dalam kehidupan keluarga interaksi dapat terjadi setiap saat setiap kali orang
tua bertemu, berdialog, bergaul dengan anaknya pada saat itu banyak perilaku
spontan yang diberikan pada anak, sehingga kemungkinan terjadi kesalahan-
kesalahan mendidik besar sekali orang tua menjadi pendidik juga tanpa
dipersiapkan secara formal, mereka menjadi pendidik karena statusnya sebagai
orang tua, meskipun mungkin saja sebenarnya mereka belum siap untuk
melaksanakan tugas tersebut karena sifat-sifatnya yang formal, tidak
mempunyai rancangan yang konkrit.
Berdasarkan analisa di atas, dalam hal ini bagaimana usaha pendidik
agama di keluarga itu harus diselenggarakan sehingga menghantarkan anak
menjadi manusia yang berilmu dan berakhlak mulia. Maka menyelenggarakan
pendidikan agama di keluarga tidak mungkin dapat dilakukan secara asal-
asalan, tetapi perlu dilaksanakan secar professional oleh orang tua dengan
perencanaan yang matang, pengorbanan yang tepat, pelaksanaan yang efektif
serta pengawasan dan evaluasi yang berhasil guna.
Atas dasar itulah, maka makin penting arti pengelolaan atau
manajemen yang lebih teratur, lebih-lebih dalam masyarakat yang senantiasa
berkembang maju atau boleh dikatakan tidak ada suatu usaha yang tidak
mempergunakan manajemen. Pada hakekatnya manajemen adalah usaha
manusia yang paling baik dalam mencapai hidupnya, dengan manajemen itu
manusia mempergunakan waktu, tenaga, akal, dan modalnya secara paling
baik dan efektif untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan (SP. Hasibuan,
1995:90).
Disamping itu, pelaksanaan pendidikan agama di keluarga yang
mempunyai skope kegiatan begitu kompleks hanya akan dapat berjalan secara
efektif bilamana dilakukan oleh tenaga-tenaga yang secara kualitatif mampu
melaksanakan tugasnya. Dengan kata lain, proses pendidikan agama di
keluarga yang cukup luas hanya dapat berjalan dengan lancer dan berhasil
6
7. baik bilamana tersedia tenaga-tenaga palaksana yang cukup serta masing-
masing memiliki kemampuan dan keahlian yang diperlukan. Selain itu adanya
tenaga yang cukup berkemampuan tadi, barulah efektif setelah mereka (ayah
dan ibu) diorganisir dan dikombinasikan sedemikian rupa dengan faktor-faktor
lain yang diperlukan sebab bilamana tidak, maka hasil pendidikan akan
timbulnya kesimpang siuran dalam mendidik anaknya jika hanya didasarkan
pada naluri (instink) orang tua saja. Demikian pula faktor lain seperti fasilitas
dan sebagian perlu dihimpun serta diatur penggunaannya sesuai dengan
keperluan dalam rangka penerapan tujuan pendidikan agama di keluarga.
Atas analisa tersebut, jelaslah bahwa peranan manajemen dalam
pelaksana pendidikan agama di kelurga adalah sangat urgen. Dalam kaitan ini
dituntut kemampuan orang tua menerapkan fungsi-fungsi manajemen dalam
pendidikan itu. Dengan adanya manajemen tersebut diharapkan hasil dan
tujuan yang diharapkan yakni membentuk anak saleh atau manusia sempurna.
Menurut Ahmad Tafsir (1993:46) yang dimaksud manusia sempurna ialah
manusia yang sehat serta kuat jasmaninya dan hatinya penuh keimanan.
B. Penerapan Fungsi-fungsi Manajemen dalam Pendidikan Agama di
Keluarga
Sebelum menguraikan lebih jauh pada point ini, terlebih dahulu akan
menjelaskan secara singkat bahwa dari segi analisis manajemen dalam
pendidikan agama di keluarga akan terkesan sama yang meliputi pengertian,
fungsi, dan sebagainya. Sedangkan yang membedakan terletak pada materi
pendidikan, dan bagaimana cara melaksanakannya (analisis pendidikannya).
Karena hal ini yang akan menjadi titik tekan pada setiap dasar-dasar
pendidikan agama di keluarga.
1. Dasar Pendidikan Tauhid
a. Perencanaan
7
8. Perencanaan atau planning merupakan fungsi pertama dari
manajemen. Menurut S.P. Hasibuan (1995:94) Planning adalah fungsi
dasar atau fundamental manajemen karena organizing, actuating dan
controlling pun harus terlebih dahulu direncanakan. Dengan demikian
betapa pentingnya kedudukan perencanaan dalam sebuah kegiatan atau
aktivitas. Menurut Muhammad Rifa'I (1986:72) mengemukakan bahwa
perencanaan merupakan "prequisilte to actioan" artinya sebuah pra-
syarat dalam bertindak, berhasil tidaknya suatu usaha ditentukan oleh
matangnya dan lengkapnya perencanaan.
Atas dasar pengertian itu, maka setiap usaha apapun tujuannya
hanya dapat berjalan secara efektif dan efisien bilamana sebelumnya
sudah dipersiapkan dan direncanakan terlebih dahulu dengan matang.
Menurut Abdul Rosyad Saleh (1977:48) bahwa efektifitas dan efisiensi
dalam penyelenggaran pendidikan di keluarga merupakan suatu hal
yang mendapat perhatian. Penyelenggaraan pendidikan di keluarga
dikatakan berjalan secara efektif bilamana apa yang menjadi tujuan
benar-benar dapat dicapai, dan dalam mencapainya dikeluarkan
pengorbanan berupa pikiran, tenaga, biaya, waktu dan sebagainya
Dengan perencanaan, pelaksanaan pendidikan di keluarga dapat
berjalan secara lebih tearah dan teratur rapi. Hal ini bisa terjadi, sebab
dengan pemikiran secara masak mengenai tujuan apa yang akan
dicapai (tertuang tujuan pendidikan), hal-hal apa yang harus
dilaksanakan (tertuang kurikulum), dan bagaimana cara
melaksanakannya dalam rangka pendidikan agama itu, (tertuang
metode), atas dasar inilah maka kegiatan pendidikan di keluarga itu
dapat diurutkan dan diatur sedemikian rupa, tahap demi tahap yang
mengarah pada pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
Kepentingan dari perencanaan adalah untuk memudahkan
orang tua dalam melakukan pengawasan dan penilaian terhadap
jalannya pelaksanaan pendidikan baIk yang sedang berlangsung
maupun yang sudah selesai. Demikianlah proses pelaksanaan
8
9. pendidikan dikeluarga yang didasarkan pada suatu rencana yang telah
dipersiapkan secara matang akan lebih baik hasilanya bila mana
dibandingkan dengan pelaksanaan pendidikan yang dilakukan secara
sambil lalu dan sembrono.
Menurut Muhammad Rifa'i (1986:75) prinsip-prinsip dalam
perencaan meliputi:
1. Perencanaan harus merupakan proses yang kooperatif
2. Penrencaan harus didasarkan atas kebutuhan dan fakta yang riil
dan obyektif
3. Perencanaan harus fleksibel
4. Perencanaan harus mengandung unsur-unsur evaluasi
5. Perencaan harus mempunyai tujuan yang jelas
Prinsip pertama perencaan pendidikan di keluarga adalah
kooperatif. Suatu program kegiatan pendidikan di keluarga hendaknya
merupakan hasil pemikiran berasama antara ayah dan ibu sebagai
pendidik anaknya. Prinsip kedua, didasarkan pada kebutuhan dan fakta
yang riil dan objektif. Dalam hal ini rencana tidak boleh merupakan
cita-cita atau impian belaka, rencana harus dilaksanakan dan
merupakan titik tolah untuk memilih suatu usaha yang konkret. Prinsip
ketiga, harus fleksibel; maksudnya waktu penyusunan rencana harus
dipikirkan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi. Prinsip
keempat, harus mengandung unsur evaluasi; dalam hal ini ayah dan ibu
bertugas sebagai pengawas dengan tujuan agar mereka dapat mengatur
hasil pendidikan tersebut dengan senantiasa berpedoman pada rencana
dan tujuan yang hendak dicapai. Prinsip kelima, mempunyai tujuan
yang jelas dan terperinci; maksudnya orang tua tidak dapat membuat
suatu rencana jika belum ada tujuan yang jelas. Maka apa sebenarnya
yang akan dicapai orang tua tersebut dalam mendidik anaknya. Prinsip
keenam, perencanaan memerlukan kepemimpinan. Disinilah
diperlukan jiwa pemimpin dalam keluarga yakni peran ayah sebagai
9
10. pemimpin keluaga mampu menggerakkan istri dan anaknya untuk
melaksanakan pendidikan.
Menurut S.P. Hasibuan (1995:113) untuk lebih mengefisienkan
suatu perencanaan, maka orang tua harus mampu menjawab enam
pokok pertanyaan dalam suatu perencanaan, antara lain:
1. What (apa), yakni berkaitan dengan penetapan tujuan
2. Why (mengapa), berkaitan dengan alasan atau latar belakang
3. Where (dimana), yakni berkaitan dengan tempat (keluarga)
4. When (kapan), yakni berkaitan dengan waktu
5. Who (siapa), yakni berkaitan dengan orang (pendidik)
6. How (bagaimana), yakni berkaitan dengan cara (metode)
Pokok pertama dalam perencanaan adalah menetapkan tujuan
yang akan dicapai. Tujuan pendidikan tauhid di keluarga yakni agar
anak beriman dan meyakini Allah swt adalah Esa, mengetahui sifat-
sifat-Nya serta tanda-tanda kekuasaan-Nya (Nasih Ulwan, 1992:103).
Hal ini perlu ditanamkan pada anak semenjak dengan keyakinan dan
ketauhidan yang asasi dengan hakikat alamiah dan dengan segala
keyakinan menuju kebaikan. Untuk membina hal ini orang tua harus
menanamkan pada anaknya kepercayaan serta ketauhidan pada Allah
swt dengan bahasa yang dimengerti oleh anak, hal ini sebagaimana
yang diisyaratkan Imam Ghazali bahwa seorang pendidik hendaknya
dalam bicara dengan anak-anak harus sesuai dengan daya
pengertiannya (akal), jangan diberikan pada anak sesuatu yang tidal
dapat ditangkap oleh akalnya (Athiyah Al-Abrasy, 1970:12).
Pelaksanaan pendidikan tauhid bagi anak pertama-tama harus
diselenggarakan di lingkungan keluarga sebab sebagai tahap awal
pembentukkan akidah oleh kedua orang tuanya. Sebagaimana yang
diilustrasikan oleh Luqman pada anaknya dalam firman Allah swt
surat Luqman ayat 13, yaitu:
10
11. “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di
waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah
kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan
(Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (Nasih Ulwan,
1992:66)
Pada ayat di atas, ditunjukkan bahwa nilai yang paling
fundamental yang mesti ditanamkan orang tua pada anaknya adalah
tauhid (akidah). Dimana anak dibimbing untuk mengenal Tuhan-Nya
agar ia tidak berubah pada tuhan-tuhan yang semu yang bisa
menyesatkannya. Dengan demikian generasi yang terdidik dalam
lingkungan keluarga akan tumbuh generasi yang sadar akan sifat-sifat
ilahiyah yakni menyadari bahwa Allah swt Maha Esa, dan segala
materi dan benda yang ada di bumi ini hanyalah makhluk ciptaan-Nya
sebagai tanda-tanda kebesarannya.
Dalam memberikan pendidikan tauhid pada anak hendaknya
orang tua menggunakan metode atau pendekatan yang tepat sesuai
dengan fase anak agar tujuan yang ditentukan dapat tercapai dengan
baik. Menurut Ahmad Tafsir (1997:9) metode berasal dari bahasa
Latin yakni Metha artinya cara dan Hodos artinya untuk melakukan
sesuatu hal. Metode pendidikan tauhid di keluarga menyangkut
bagaimana caranya pendidikan itu harus dilaksanakan dimana tindakan
atau kegiatan pendidikah yang telah dirumuskan akan efektif bilamana
dilaksanakan dengan mempergunakan cara-cara yang tepat. Menurut
Winarno Surakhmand dalam pemilihan metode banyak hal yang harus
dipertimbangkan, antara lain:
1. Keadaan anak, dalam hal ini tingkat kecerdasannya
2. Situasi yang mencakup hal umum
3. Tijuan yang hendak dicapai
4. Alat-alat yang tersedia
5. Kemampuan pendidik
11
12. 6. Sifat bahan pelajaran (Tafsir, 1997:33)
Diantara metode (pendekatan) atau cara-cara mendidik anak
yang efektif di dalam membentuk ketauhidan anak baik secara moral,
psikologis dan sosial adalah dengan memberikan nasihat. Sebab
pendekatan sangat berperan dalam menjelaskan pada anak tentang
segala hakikat dasar tauhid. Dalam memberikan nasehat orang tua
perlu menyampaikannya dengan cara yang baik, seperti yang
ditegaskan oleh Nabi saw, yaitu:
“Barang siapa yang mengajarkan pada yang baik, maka
hendaknya ajarannya itu dilakukan dengan yang baik pula” (Nasih
Ulwan, 1992:71)
b. Pengorganisasian
Fungsi kedua menajemen setelah perencanaan adalah
pengorganisasian. Menurut Terry (1985:82) pengorganisasian adalah
proses pengelompokkan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan dan
penugasan setiap keompok pada seorang manger yang mempunyai
kekuatan. Hadari Nawawi dalam bukunya Administrasi Pendidikan
(1988:20) mengemukakan bahwa setelah perencanaan ditata
sedemikian rupa, kemudian disusun suatu organisasi pendidikan yang
meliputi organisasi personal, pembagian kerja serta struktur
keorganisasian yang kemudian menimbulkan suatu koordinasi kerja
yang baik, sehingga dalam pelaksanaan pendidikan di keluarga
terdapat suatu komunikasi aktif antara pihak yang satu dengan yang
lainnya.
Pengorganisasian tersebut mempunyai arti penting bagi proses
pendidikan di keluarga, sebab dengan pengorganisasian maka rencana
pendidikan di keluarga menjadi lebih mudah pelaksanaannya. Hal ini
disebabkan karena dengan dibagi-bagikan tindakan atau kegiatan
pendidikan di keluarga dalam tugas yang lebih terperinci akan
mencegah timbulnya kumulasi kerja yang hanya seseorang saja, ini
12
13. tentunya akan sangat memberatkan. Adanya spesialisasi ini akan
mendatangkan kemudahan bagi proses pendidikan di keluarga, sebab
setiap pekerjaan dilakukan oleh orang-orang yang mendalam akan
tugas masing-masing.
Sebagaimana dengan uraian di atas, maka langkah-langkah
terpenting dalam pengorganisasian meliputi:
1. Menggolongkan tindakan dalam kesatuan-kesatuan tertentu
2. Menentukan tugas masing-masing dalam kesatuan serta
menempatkan pelaksana untuk melakukan tugas tersebuT
3. Memberikan wewenang pada masing-masing pelaksana
4. Menentapkan jalinan hubungan (Abdul Rosyad Saleh, 1977:79)
Dengan empat langkah di atas, maka tersusunlah suatu pola
atau bentuk kerjasama dalam melaksanakan pendidikan tauhid di
keluarga dimana ayah dan ibu yang mengandung kerjasama itu
mengetahui pekerjaan apa yang harus dilaksanakan, sampai sejauh
mana wewenang masing-masing serta jalinan hubungan antara satu
dengan lainnya dalam rangka usaha kerjasama itu, hal ini akan
memudahkan orang tua dalam mengendalikan dan mengevaluasi
penyelenggaraan pendidikan tauhid di keluarga.
Dalam prakteknya, dimanapun tugas ayah memberikan
pengertian dasar tentang tauhid dengan menekankan pada aspek sifat-
sifat Allah swt, kekuasaan Allah dan sebagainya sebagaimana
diuraikan di awal. Sedangkan tugas ibu mengetahui materi yang sudah
diberikan atau bisa juga bekerjasama antara ayah dan ibu tergantung
apa materi dan kemudahan satu sama lainnya. Walaupun sifatnya
sederhana, hal ini bertujuan agar dalam pelaksanaannya terkesan
teratut tidak tumpang tindih dalam mendidik anaknya.
c. Penggerakan
Setelah rencana pendidikan di keluarga ditetapkan, begitu pula
setelah kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan itu dibagi-bagikan
pada pendidik maka tindakan berikutnya adalah penggerakkan atau
13
14. actuating. Penggerakkan sebenarnya merupakan inti manajemen hal ini
disebabkan karena fungsi perencanaan dan pengorganisasian akan
berhasil dan baik apabila sudah dilaksanakan dengan baik dan benar
sesuai dengan rencan.
Menurut Ishak Solih (1990:62) fungsi penggerakkan dalam
melaksanakan perencanaan mengenai pengembangan pendidikan ini
hendaknya memegang penciptaan dan penerusan keinginan oleh setiap
anggota kelompok kerja untuk melaksanakan kewajiban sesuai
pelaksana pengembang, sesuai dengan tugasnya masing-masing. Bagi
proses pendidikan di keluarga penggerakkan ini mempunyai arti dan
peranan yang sangat penting, sebab diantara fungsi manajemen lainnya
maka penggerakkan merupakan fungsi yang secar alangsung
berhubungan dengan manusia (pendidik).
Adanya tenaga pendidik tentulah rencana pendidikan yang
meskipun telah diformulir secara baik hanya akan di atas kerjasama
saja. Disini, fungsi penggerakkan berperan sebagai pendorong tenaga
pendidik untuk segera melaksanakan aktivitas. Menurut Terry dalam
S.P. Hasibuan (1995:176) penggerakkan adalah merupakan semua
anggota kelompok agar mau bekerjasama dan bekerja secara ikhlas
serta bergairah untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan dan
usaha-usaha penggerak.
Dari uaraian di atas, jelaslah bahwa penggerakan itu
merupakan fungsi yang sangat penting bahkan menentukan jalannya
proses pendidikan di keluarga. Dengan kata lain, penggerakkan yakni
proses dari ralitasm program yang telah ditentukan. Menurut Abdul
Rosyid Saleh (1977:112) langkah-langkah terpenting dalam
penggerakkan antara lain:
1. Pemberian motivasi
2. Pembimbingan
3. Penjalinan hubungan
4. Penyelenggaraan komunikasi
14
15. 5. Peningkatan kemampuan pendidik
Menurut Maslow (1970) bahwa motivasi adalah suatu proses
yang menentukan tingkatan kegiatan, intensitas, konstitusi serta arahan
umum dari tingkah laku manusia(Slamet, 1995:170). Dalam
pendidikan tauhid di keluarga bahwa pemberian motivasi merupakan
salah satu aktivitas yang harus dilakukan oleh pimpinan pendidikan di
keluarga dalam rangka penggerakkan pendidikan tauhid. Motivasi
dalam hal ini adalah pengabdiaan orang tua dalam mendidik tauhid
anaknya yang semata-mata demi cinta kasih kodrati sehingga dalam
suasana kemesraan inilah proses pendidkan tauhid akan berlangsung
dengan baik.
Dalam hal ini, Abdurahman An-Nahlawi
(1989:197( berpendapat bahwa keluarga yang kedua tiangnya adalah
ayah dan ibu memikul tanggung jawab kasih saying dan kecintaan
pada anak-anak karena itu semua azas pertumbuhan dan
perkembangan psikis serta sosial yang kokoh lurus bagi mereka. Jadi
dengan demikian pemberian motivasi dalam melakukan pendidika
tauhid di keluarga merupakan hal terpenting yang harus dilakukan oleh
orang tua. Motivasi terpenting adalah ibadah pada Allah swt dan
kewajiban sebagai pendidik bagi anaknya.
Pembimbingan dalam pendidikan di keluarga juga diperlukan
guna untuk pencapaian sasaran pendidikan tauhid. Hal ini bisa
dilakukan oleh ayah sebagai pimpinan pendidikan dan sekaligus kepala
keluarga dapat memberikan perintah, arahan serta petunjuk lainnya
pada istri yang bersifat mempengaruhi dan menetapkan arah tindakan
mereka. Atas dasar itu maka usaha-usaha pendidikan tauhid akan
berjalan dengan baik dan efektif bilamana ayah dapat memberikan
arahan yang tepat pada ibu untuk melaksanakan tugas kependidikan.
Selain itu perlu adanya kesadaran antara keduanya untuk mencapai
tujuan yang akan dicapai.
15
16. Penjalinan hubungan juga mutlak diperlukan dimana kedua
orang tua dalam melakukan tugas kependidikannya akan berjalan
lancer. Disamping itu dapat menyadari bahwa segenap aktivitas yang
dilakukan itu adalah dalam ranggak pencapaian sasaran pendidikan
tauhid. Menurut Bedjo Siswanto (1990:126) dalam melakukan
perjalinan hubungan ada tiga hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
1. Koordinasi, yakni pelaksanaan atas aktivitas secara teratur guna
memberikan jumlah, waktu dan pengarahan pelaksanaannya yang
tepat.
2. Integrasi, yakni penggabungan bagian-bagian menjadi satu
kesatuan yang bulat dan utuh
3. Sinkronisasi, yakni menyatakan berbagai aktivitas untuk
dilaksanakan secara berbarengan.
Peranan komunikasi juga penting terutama komunikasi timbal-
balik antara kedua orang tua dalam kelancaran proses pendidikan di
keluarga. Menurut Me Farland dalam Soewarno (1996:94) komunikasi
adalah proses interaksi atau hubungan saling pengertian satu sama
lainnya dengan maksud agar dapat diterima dan dimengerti diantara
sesamanya dengan jalan bisa atau tulisan. Berdasarkan uraian tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi dalam pelaksanaan
pendidikan tauhid adalah perlu dikembangkan terutama komunikasi
antar ayah dan ibu di lingkungan keluarga dalam pendidikan untuk
anaknya.
Pengembangan peningkatan kemampuan pendidik juga sangat
penting sebab dengan adanya usaha tersebut maka kesadaran,
kemampuan, keahlian, dan keterampilan orang tua selalu meningkaat
dengan harapan proses pendidikan pihak orang tua harus selalu
mengadakan penilaian terhadap kemampuan dan kecakapan sesuai
dengan tuntunan zaman. M. Arifin (1992:41) menyebutkan adanya
beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh lembaga pendidikan pada
16
17. masa depan, antara lain: 1) Politik; 2) Kebudayaan; 3) IPTEK; 4)
Ekonomi; 5) Perubahan sosial; 6) Sistem nilai
d. Pengawasan
Fungsi berikutnya dari manajemen adalah pengawasan atau
controlling. Menurut Soewarno (1996:143) pengawasan ialah suatu
proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan
pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencan,
perintah, tujuan, serta kebijakan yang telah ditentukan. Tujuan
utamanya adalah agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara
efisien, sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Dalam pelaksanaan pendidikan tauhid, fungsi pengawasan ini
menjadi penting artinya terutama dalam rangka mencapai keberhasilan
proses pendidikan tersebut. Anak yang dibiarkan tumbuh sendiri
menurut alamnya akan menjadi manusia yang hidup dengan nafsunya
dan kemungkinan besar anak itu tidak patuh terhadap pendidikan yang
telah diajarkan. Dari uraian tersebut, nampak jelas aktivitas penting
yang perlu dilakukan oleh orang tua, sebeb mereka merupakan alat
pengaman dan sekaligus dinamisator jalannya proses pendidikan.
Maksud pendidikan yang disertai pengawasan yaitu
mendampingi anak dalam upaya membentuk akidah dan moral dalam
mempersiapkan secara psikis dan sosial Islam dengan prinsipnya yang
universal dan peraturannya yang abadi mendorong orang tua selalu
mengawasi dan mengontrol anak mereka dalam setiap segi kehidupan
dan aspek kependidikan. Sebagaimana firman Allah swt dalam surat
At-Tahrim ayat 6, yaitu:
“Hai orang-orang yang beriman jagalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka” (Nasih Ulwan, 1992:129).
Dalam prakteknya, pengawasan dalam pelaksanaan pendidikan
tauhid di keluarga itu bisa dilakukan oleh kedua orang tuanya yakni
17
18. ayah dan ibu, namun bisa juga oleh ayah karena sebagai kepala
keluarga ataupun ibu yang berfungsi sebagai pengawas karena ia selalu
berada di rumah. Apabila terjadi penyimpangan, maka orang tua harus
segera mengambil tindakan perbaikan sehingga pelaksanaan
pendidikan tauhid tersebut berjalan sesuai dengan rencana atau tujuan
yang telah ditentukan.
2. Dasar-dasar Pendidikan
a. Perencanaan
Perencanaan atau planning merupakan fungsi pertama dari
manajemen. Menurut S.P. Hasibuan (1995:94) planning adalah fungsi
dasar atau fundamental manajemen karena organizing, actuating dan
controlling pun harus terlebih dahulu direncanakan. Dengan demikian
betapa pentingnya kedudukan perencanaan dalam sebuah kegiatan atau
aktivitas. Menurut Muhammad Rifa'I (1986:72) mengemukakan bahwa
perencanaan merupakan "perquisite to action" artinya sebuah pra-
syarat dalam bertindak, berhasil tidaknya tindakannya suatu usaha
ditentukan oleh matangnya dan lengkapnya perencanaan.
Atas dasar pengertian itu, maka setiap usaha apapun tujuannya
hanya dapat berjalan secara efektif dan efisien bilamana sebelumnya
sudah dipersiapkan dan direncanakan terlebih dahulu dengan matang.
Menurut Abdul Rasyad Saleh (1977:48) bahwa efektivitas dan
efesiensi dalam penyelenggaraan pendidikan di keluarga merupakan
suatu hal yang harus mendapat perhatian. Penyelenggaraan pendidikan
di keluarga dikatakan berjalan secara efektif bilamana apa yang
menjadi tujuan benar-benar dapat dicapai dan dalam mencapainya
dikeluarkan pengorbanan berupa pikiran, tenaga, waktu, biaya, dan
sebagainya.
Pendidikan akhlak berkaitan dengan pendidikan Islam, sebab
tujuan tertinggi pendidikan Islam untuk membentuk orang-orang yang
bermoral baik, sopan dalam bicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah
laku, beradab, ikhlas, jujur dan sebagainya (Antiyah Al-Abrasy,
18
19. 1970:102). Ahli-ahli pendidikan Islam sependapat bahwa tujuan
terakhir dari pendidikan ialah tujuan-tujuan moralitas, suatu akhlak
yang tinggi adalah tujuan utama dan tertinggi dari pendidikan Islam
dan bukanlah sekedar mengajarkan kepada anak-anak apa yang tidak
diketahui mereka, tapi lebih dari itu yaitu menambahkan fadilah,
membiasakan akhlak yang baik, sopan santun, sehingga terbentuk
akhlak Islamiyah. Sebagaimana yang didasarkan pada hadis Nabi saw,
yaitu:
“Sesungguhnya Aku diutus ke dunia ini untuk
menyempurnakan akhlak” (Nasih Ulwan, 1992:238).
Para filosof Islam merasakan betapa pentingnya periode anak-
anak dalam pendidikan akhlak dan membiasakan anak-anak pada
tingkah laku yang baik sejak kecilnya. Mereka ini semua sependapat
bahwa pendidikan anak-anak sejak kecil harus mendapat perhatian
penuh. Pepatah lama mengatakan "Belajar diwaktu kecil ibarat
mengukir di atas batu, belajar di waktu besar ibarat mengukir di air".
Artinya bahwa pendidikan akhlak yang tinggi, wajib dimulai di
rumah (keluarga) sejak waktu kecil dan jangan sampai dibiarkan anak-
anak tanpa pendidikan, bimbingan, petunjuk sehingga mereka terbiasa
pada akhlak yang baik kelak. Hal ini sebagaimana pendapat Imam
Ghazali dan Ibnu Sina dalam Atiyah Al-Abrasy (1970:114)
mengatakan bahwa anak-anak haruslah dibiasakan sejak waktu kecil
pada adapt kebiasaan yang terpuji sehingga menjadi kebiasaan pula
bila ia sudah besar.
Jadi apabila dikaitkan dengan pendidikan akhlak di keluarga,
maka hal yang pertama dan utama yang perlu ditanamkan oleh orang
tua pada anaknya dapat membedakan hal yang baik dan hal yang buruk
sebagai pendidikan awal dan dasar. Kerena pendidikan akhlak
membicarakan nilai suatu perbuatan menurut ajaran agama,
membicarakan sifat-sifat terpuji atau tercela menurut agama,
19
20. membiarkan berbagai hal yang langsung ikut mempengaruhi
pembentukan sifat itu pada diri anak.
b. Pengorganisasian
Fungsi kedua manajemen setelah perencanaan adalah
pengorganisasian. Menurut Terry (1985:82) pengorganisasian adalah
proses pengelompokkan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan dan
penugasan setiap kelompok pada seorang manager yang mempunyai
kekuasaan. Hadari Nawawi dalam bukunya Administrasi Pendidikan
(1988:20) mengemukakan bahwa setelah perencanaan ditata
sedemikian rupa, kemudian disusun suatu organisasi pendidikan yang
meliputi organisasi personal, pembagian kerja serta struktur
keorganisasian yang kemudian menimbulkan suatu koordinasi kerja
yang baik, sehingga dalam pelaksanaan pendidikan di keluarga
terdapat suatu komunikasi aktif antar pihak yang satu dengan yang
lainnya.
Dalam prakteknya, dimana tugas ayah memberikan serta
menjelaskan berbagai akhlak-akhlak terpuji beserta contohnya,
sedangkan tugas ibu menjelaskan akhlak tercela beserta contohnya.
Atau bisa secara bersama-sama memberikan pendidikan akhlak dengan
jalan penjelasan yang sederhana. Walaupun sifatnya sederhana hal ini
bertujuan agar dalam pelaksanaannya terkesan teratur tidak tumpang
tindih. Jadi dengan demikian pengorganisasian dapat dirumuskan
sebagai aktivitas menyusun suatu kerangka kerja yang menjadi wadah
bagi setiap kegiatan usaha pendidikan di keluarga. Dengan langkah di
atas, maka tersusunlah suatu pola untuk memudahkan dalam
memberikan pemahaman awal bagi anak.
c. Penggerakkan
Setelah rencana pendidikan di keluarga ditetapkan, begitu pula
setelah kegiatan dalam rangka pencapaian tujuan itu dibagi-bagikan
pada pendidik maka tindakan berikutnya adalah penggerakan atau
20
21. actuating. Penggerakkan sebenarnya merupakan inti manajemen hal ini
disebabkan karena fungsi perencanaan dan pengorganisasian akan
berhasil dan baik apabila sudah dilaksanakan baik dan benar sesuai
dengan rencana.
Menurut Ishak Solih (1990:62) fungsi penggerakan dalam
melaksanakan perencanaan mengenai pengembangan pendidikan ini
hendaknya memegang penciptaan dan penerusan keinginan oleh setiap
anggota kelompok kerja untuk melaksanakan kewajiban sesuai
pelaksana pengembang, sesuai dengan tugasnya masing-masing bagi
proses pendidikan di keluarga penggerakkan ini mempunyai arti dan
peranan yang sangat penting, sebab diantara fungsi manajemen lainnya
maka penggerakkan merupakan fungsi yang secara langsung
berhubungan dengan manusia (pendidik).
Adanya tenaga pendidik tentulah rencana pendidikan yang
meskipun telah diformulirkan secara baik hanya di atas kerja saja. Di
sini, fungsi penggerakkan berperan sebagi pendorong tenaga pendidik
untuk segera melaksanakan aktivitas. Menurut Terry dalam S.P.
Hasibuan (1995:176) penggerakkan adalah membuat semua anggota
kelompok agar mau bekerjasama dan bekerja secara ikhlas serta
bergairah untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan dari
usaha-usaha penggerakkan.
Pendidikan dalam hal ini adalah orang tua sebagai pendidik
pertama dan utama dalam menanamkan akhlak bagi anaknya sangatlah
penting karena fase anak adalah paling baik untuk menanamkan nilai-
nilai akhlak. Metode yang tepat dalam pendidikan ini dengan metode
keteladanan (al-uswah) yaitu proses pembentukkan anak secara
langsung memberikan tingkah laku yang baik karena aktivitas orang
tua merupakan proses pendidikan bagi anaknya secara tidak langsung,
oleh karena itulah harus dibiasakan dengan teladan yang baik dari
orang tuanya. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh HR.
Turmudzi:
21
22. “Tidak ada pemberian dari orang tua terhadap anaknya yang
lebih utama daripada pendidikan moral (akhlak) yang baik." (Nasih
Ulwan, 1992:188).
d. Pengawasan
Fungsi berikutnya dari manajemen adalah pengawasan atau
controlling. Menurut Soewarno (1996:143) pengawasan ialah suatu
proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan
pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana,
perintah, tujua serta kebijakan yang telah ditentuka. Tujuan utamanya
adalah agar pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara efisien, sesuai
dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Dalam pelaksanaan pendidikan akhlak, fungsi pengawasan ini
menjadi penting artinya terutama dalam rangka mencapai keberhasilan
proses pendidikan tersebut. Anak yang dibiarkan tumbuh sendiri
menurut alamnya akan menjadi manusia yang hidup dengan nafsunya
dan kemungkinan besar anak itu tidak patuh terhadap pendidikan yang
telah diajarkan. Dari uraian tersebut, nampak jelas bahwa pengawasan
dalam pelaksanaan pendidikan di keluarga merupakan aktivitas
penting yang perlu dilakukan oleh orang tua, sebab mereka merupakan
alat pengaman dan sekaligus dinamisator jalannya proses pendidikan.
Maksud pendidikan yang disertai pengawasan yaitu
mendatangi anak dalam upaya membentuk moral dalam
mempersiapkan secara psikis dan sosial Islam dengan prinsipnya yang
universal dan peraturannya yang abadi mendorong orang tua selalu
mengawasi dan mengontrol anak mereka dalam setiap segi kehidupan
dan aspek kependidikan. Setiap orang tua haruslah memperhatikan
masalah pendidikan akhlak dan rohani setiap waktu, dalam prakteknya
pengawasan bisa dilakukan oleh kedua orang tua, ataupun ibu yang
berfungsi sebagai pengawas sebab ia selalu berada di rumah.
22
23. 3. Dasar Pendidikan Pembiasaan
a. Perencanaan
Fungsi pertama dalam manajemen adalah perencanaan. Dalam
pandangan Manullang (1992:21) perencanaan secara sederhana adalah
penentuan serangkaian tindakan untuk mencapai suatu hasil yang
diinginkan. Suatu rencana dapat dikategorikan baik bila disusun sesuai
dengan realitas, dapat dilaksanakan tanpa adanya perubahan atau
hambatan yang berarti. Demikian pula halnya dengan pelaksanaan
pendidikan pembiasaan bagi anak dengan menanamkan pada
pembiasaan shalat, membaca qur'an dan berdo'a yang dilakukan secara
berangsur-angsur tanpa adanya unsur paksaan. Pembiasaan di atas
perlu ditanamkan secara baik pada anak guna menanamkan nilai yang
dapat mempengaruhi kebiasaan itu, baik pada jiwa anak tertanam
perilaku tanpa adanya dorongan dari orang tua, sebab dengan
pembiasaan sejak dini akan sangat baik hasilnya sehingga membentuk
pribadi yang soleh.
1) Pembiasaan shalat
Dalam kaitan ini hal yang penting adalah pembiasaan pada
anak untuk melakukan shalat, karena shalat merupakan pondasi
dalam Islam sehingga dalam hal ini, anak perlu dibiasakan untuk
melaksanakan shalat sejak dini. Sebagaimana Nabi saw selalu
menekankan akan pentingnya anak dilatih untuk shalat yaitu ketika
usia 7 tahun sehingg anak nantinya akan terbiasa sebagaimana
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Hakim, sebagai
berikut:
“Ajarilah anak-anakmu mengerjakan shalat sejak usia 7
tahun dan pukullah jika mereka enggan mengerjakan shalat katika
10 tahun" (Ulwan, 1992:62)
23
24. 2) Pembiasaan membaca qur'an
Nabi saw menyuruh para orang tua untuk membiasakan
pada anak mereka tentang mencintai Nabi saw, ahli-bainya dan
membaca qur'an. Pembiasaan membaca qur'an juga perlu
ditanamkan sejak dini dengan pemahaman yang sederhana,
misalnya pengenalan tajwid atau cara membaca qur'an.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh At-Thabrani:
“Didiklah anak-anak kalian dengan tiga hal: mencintai
Nabi, ahli bait dan membaca qur'an” (Ulwan, 1992:210)
Dalam muqqadimah-nya Ibnu Khaldun mengisyaratkan
betapa pentingnya mengajarkan qur'an pada anak-anak beliau
menjelaskan bahwa mengajarkan qur'an merupakan dasar
pengajaran, sebab hal ini merupakan salah satu syiar agama juga
dalam Ihya-nya Imam Ghazali mewasiatkan hendaknya anak
diajari qur'an, hadits dan sebagainya, hal ini tidak lain supaya
mereka fasih dan terbiasa (Ulwan, 1992:210).
3) Pembiasaan berdo'a
Orang tua hendaknya membiarkan anak untuk menerapkan
do'a-do'a yang ma'tsur dengan jalam menghapal do'a yang penting
seperti do'a makan dan sesudahnya, bangun tidur dan sesudahnya
serta bepergian (sekolah)
Pembiasaan adalah salah satu alat pendidik yang penting
sekali terutama bagi anak-anak oleh karena itu sebagai permulaan
pendidikan sehingga anak dapat menurut dan taat pada peraturan
dengan jalan pembiasaan sebagaimana Imam Ghazali mengatakan
bahwa anak adalah amanah di tangan orang tuanya, maka apabila
ia dibiasakan pada suatu yang baik maka akan tumbuh dengan baik
pula (Atiyah Al-Abrasyi, 1979:114).
24
25. b. Pengorganisasian
Setelah perencanaan, maka pengorganisasian merupakan
tahapan berikutnya dalam manajemen. Seperti yang telah dikemukakan
di awal bahwa pengorganisasian maksudnya penyusunan organisasi
personal dan pembagian kerja yang kemudian menimbulkan suatu
koordinasi kerja yang baik sehingga dalam pelaksanaannya terdapat
komunikasi aktif antara satu dengan lainnya. Jadi dengan demikian
apabila dihubungkan dengan pendidikan pembiasaan bagi anak
selayaknya yang paling berperan dalam hal ini adalah ibu sebab
seorang ibu kadang lebih dekat hubungannya dengan anak mereka,
oleh sebab itu setiap aktivitas yang berhubungan dengan materi
selayaknya menyertakan anak sehingga pembiasaan itu dapat
membekas.
Menurut Ngalim Purwanto (2000:178) langkah-langkah
penting dalam hal pembiasaan, antara lain:
1. Mulailah pembiasaan itu sejak dini, jadi sebelum anak itu
mempunyai kebiasaan lain yang berlawanan dengan hal-hal yang
akan dibiasakan
2. Pembiasaan itu hendaknya terus menerus di jalankan teratur
3. Pembiasaan yang mula-mula mekanistis itu harus menjadi
pembiasaan
Langkah di atas, merupakan tiga daripada orang tua dalam
menanamkan pembiasaan pada anak, wajarlah apabila semenjak kecil
anak masih dalam lingkungan keluarga, maka orang tua melatih diri
anak dengan perbuatan-perbuatan yang baik. Misalnya anak dibiasakan
mengerjakan shalat, membaca qur'an dan berdo'a, sebab dengan cara
ini mereka dikemudian hari akan tertanam dan terpatri sifat-sifat baik
tanpa adanya paksaan dari orang tua, sehingga pembiasaan itu akan
terus berulang jika sudah tertanam pada diri anak. Para penganut
behaviorisme juga mengutamakan pentingnya pembiasaan itu dalam
pendidikan, aliran ini menganggap bahwa dasar atau keturunan itu
25
26. tidak ada hasil pendidikan, pendidikan banyak ditentukan oleh
pengaruh yang diterima dari luar dalam hal ini yakni kedua orang
tuanya.
c. Penggerakkan
Setelah rencana pendidikan ditetapkan, begitu pula tugas dalam
rangka pencapaian tujuan itu dibagikan maka tindakan berikutnya
adalah penggerakkan atau actuating. Bagi proses pendidikan di
keluarga penggerakkan itu mempunyai arti dan peranan yang sangat
penting sebab diantara fungsi manajemen lainnya. Maka penggerakkan
merupakan realisasi program dari suatu aktivitas dan rencana yang
telah ditentukan.
Menurut Nasih Ulwan (1992:60) adapun system Islam dalam
membentuk pribadi anak adalah besandarkan pada dua dasar pokok,
yaitu pengajaran dan latihan. Pengajaran disini ialah pendekatan aspek
teoritis dalam upaya pembentukkan anak, sedangkan latihan segi
praktek nyata dalam proses pembentukkan dan persiapannya. Periode
anak hendaknya lebih banyak mendapatkan pengajaran dan latihan
ketimbang pada usia berikutnya suatu kemestian bagi orang tua
menekankan pengajaran sejak dini untuk melakukan kebaikan seperti
materi di atas.
d. Pengawasan
Fungsi terakhir dari manajemen adalah pengawasan atau
controlling. Yang dimaksud dengan pengawasan adalah suatu proses
dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan yang
dilakukan sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau kebijakan yang
telah ditentukan (Soewarno, 1996:143)
Dalam pelaksanaan pendidikan di keluarga, fungsi pengawasan
ini menjadi penting artinya terutama dalam rangka mencapai
keberhasilan proses pendidikan. Maksud pendidikan yang disertai
pengawasan yaitu mendampingi anak dalam segala aktivitas yang
dilakukan guna membentuk pribadi anak. Mengawasinya,
26
27. mempersiapkannya dan menanyakan secara terus menerus oleh orang
tua sangat penting artinya guna mengevaluasi sejauh mana pendidikan
yang telah diajarkan itu dilaksanakan secara baik atau tidak. Demikian
pula aliran psikologi individual mengutamakan pentingnya pembiasaan
itu dalam pendidikan dan memandang kecil arti bakat dan keturunan.
Pengawasa berate mendampingi anak dalam setiap aspek
kependidikan dalam prakteknya berarti orang tua mendampingi anak
dalam hal ini:
1) Mendampingi anak dalam melaksanakan shalat atau secara
bersama-sama.
2) Mendampingi anak dalam membaca qur'an
3) Mendampingi anak dalam berdo'a
Para filosof pendidikan Islam seperti Al-Ghazali dan Ibnu Sina telah
menyuarakan supaya pembiasaan tingkah laku pada anak dilakukan sejak
kecil, sebagaimana pepatah Arab "Siapa yang membiasakan sesuatu diwaktu
kecilnya, maka diwaktu tuanya akan terbiasa". (Atiyah Al-Abrasy, 1970:112)
C. Pengertian Manajemen Pendidikan Islam
Dimock menyatakan bahwa: Manajemen adalah mengetahui kemana
yang dituju, kesukaran apa yang harus dihindari, kekuatan apa yang harus
dijalankan dan bagaimana mengemudikan kapal anda serta anggota dengan
sebaik-baiknya tanpa pemborosan waktu dalam proses pengerjaannya.
Stooner berpendapat : Manajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan penggunaan sumberdaya organisasi
lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan.
Sondang palan siagan menyatakan: Manajemen adalah keseluruhan
proses kerjasama antara dua orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas
tertentu untuk mencapai tujuan yang ditentukan sebelumnya.
Sedangkan manajemen pendidikan adalah aktivitas memadukan
sumber-sumber pendidikan agar terpusat agar terpusat dalam usaha untuk
27
28. mencapai usaha untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan
sebelumnya.
Manajemen pendidikan Islam adalah suatu proses pengelolaan
lembaga pendidikan Islam secara Islami dengan cara menyiasati sumber-
sumber belajar dan hal-hal lain yang terkait untuk mencapai tujuan pendidikan
Islam secara efektif dan efisien.
Dari segi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang
merupakan terjemahan langsung dari kata management yang berarti
pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara dalam kamus
Inggris Indonesia karangan John M. Echols dan Hasan Shadily (1995 : 372)
management berasal dari akar kata to manage yang berarti mengurus,
mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan.3
Ramayulis (2008:362) menyatakan bahwa pengertian yang sama
dengan hakikat manajemen adalah al-tadbir (pengaturan). Kata ini merupakan
derivasi dari kata dabbara (mengatur) yang banyak terdapat dalam Al Qur’a
Artinya : Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian (urusan)
itu naik kepadanya dalam satu hari yang kadarnya adalah seribu tahun
menurut perhitunganmu (As Sajdah : 05).
Dari isi kandungan ayat di atas dapatlah diketahui bahwa Allah swt
adalah pengatur alam (manager).Keteraturan alam raya ini merupakan bukti
kebesaran Allah swt dalam mengelola alam ini.Namun, karena manusia yang
diciptakan Allah SWT telah dijadaikan sebagai khalifah di bumi, maka dia
harus mengatur dan mengelola bumi dengan sebaik-baiknya sebagaimana
Allah mengatur alam raya ini.
Sementara manajemen menurut istilah adalah proses
mengkordinasikan aktifitas-aktifitas kerja sehingga dapat selesai secara
efesien dan efektif dengan dan melalui orang lain (Robbin dan Coulter,
2007:8).
3
Didin Hafidudin Dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah Dalam Prakatik, Gema
Insani, Jakarta, 2003
28
29. Dengan demikian maka yang disebut dengan manajemen pendidikan
Islam sebagaimana dinyatakan Ramayulis (2008:260) adalah proses
pemanfaatan semua sumber daya yang dimiliki (ummat Islam, lembaga
pendidikan atau lainnya) baik perangkat keras maupun lunak. Pemanfaatan
tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan orang lain secara efektif, efisien,
dan produktif untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan baik di dunia
maupun di akhirat.4
D. Prinsip-Prinsip Manajemen Pendidikan Islam
Makna definitif di atas selanjutnya memiliki implikasi-implikasi yang
saling terkait membentuk satu kesatuan sistem dalam manajemen pendidikan
Islam. Berikut ini penjabarannya.
1. Proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam.
Hal ini menghendaki adanya nilai-nilai Islam dalam proses
pengelolaan lembaga pendidikan Islam.
2. Terhadap lembaga pendidikan Islam.
Hal ini menunjukan objek dari manajemen ini yang secara khusus
diarahkan untuk menangani lembaga pendidikan Islam dengan segala
keunikannya. Maka manajemen ini bias memaparkan cara-cara
pengelolaan pesantren, madrasah, perguruan tinggi Islam dan sebagainya.
Banyak muncul pertanyaan apa perbedaan manajemen pendidikan
Islam dengan manajemen pendidikan lainnya. Misalnya adanya
manajemen pendidikan umum memang secara general sama. Artinya ada
banyak atau bahkan mayoritas kaidah-kaidah menejerial yang dapat
digunakan oleh seluruh mamajemen, namun secara spesifik terdapat
kekhususan-kekhususan yang membuuhkan penanganan yang spesial pula.
Inti manajemen dalam bidang apapun sama, hanya saja variabel yang
dihadapinya berbeda tergantung pada bidang apa manajemen tersebut
4
Sufyarman, Kapita Selekta Manajemen Pendidikan Islam ( Bandung, Alfabeta 2003)
Halaman 75
29
30. digunakan dan dikembangkan. Perbedaan variabel ini membawa
perbedaan kultur yang kemudian memunculkan perbedaan.
Gambaran tentang manajemen pendidikan Islam ini akan lebih
jelas lagi ketika aspek-aspeknya sebagai ciri yang dimilikinya dan ini
dapat membedakan secara jelas dengan manajemen pendidikan pada
umumnya.
Henry Fayol mengemukakan prinsip-prinsip manajemen yang
dibagi menjadi 14 bagian, yaitu :5
1. Divisionofwork
Merupakan sifat alamiah, yang terlihat pada setiap masyarakat.
Bila masyarakat berkembang maka bertambah pula organisasi-
organisasi baru menggantikan organisasi-organisasi lama. Tujuan
daripada pembagian kerja adalah menghasilkan pekerjaan yang lebih
banyak dan lebih baik dengan usaha yang sama.
2. Authority and Responsibility
Authority (wewenang) adalah hak memberi instruksi-instruksi
dan kekuasaan meminta kepatuhan.
Responsibility atau tanggung jawab adalah tugas dan fungsi-
fungsi yang harus dilakukan oleh seseorang pejabat dan agar dapat
dilaksanakan, authority (wewenang) harus diberikan kepadanya.
3. Discipline
Hakekat daripada kepatuhan adalah disiplin yakni melakukan
apa yang sudah disetujui bersama antara pemimpin dengan para
pekerja, baik persetujuan tertulis, lisan ataupun berupa peraturan-
peraturan atau kebiasaan-kebiasaan.
4. Unity of Command
Untuk setiap tindakan, seorang pegawai harus menerima
instruksi-instruksi dari seorang atasan saja. Bila hal ini dilanggar,
wewenang (authority) berarti dikurangi, disiplin terancam, keteraturan
5
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Rineka Cipta, 2004.
30
31. terganggu dan stabilitas mengalami cobaan, seseorang tidak akan
melaksanakan instruksi yang sifatnya dualistis.
5. Unity of Direction
Prinsip ini dapat dijabarkan sebagai : “one head and one plan
for a group of activities having the same objective”, yang merupakan
persyaratan penting untuk kesatuan tindakan, koordinasi dan kekuatan
dan memfokuskan usaha.
6. Subordination of individual interest to general interest
Dalam sebuah perusahaan kepentingan seorang pegawai tidak
boleh di atas kepentingan perusahaan, bahwa kepentingan rumah
tangga harus lebih dahulu daripada kepentingan anggota-anggotanya
dan bahwa kepentingan negara harus didahulukan dari kepentingan
warga negara dan kepentingan kelompok masyarakat.
7. Remuneration of Personnel
Gaji daripada pegawai adalah harga daripada layanan yang
diberikan dan harus adil.Tingkat gaji dipengaruhi oleh biaya hidup,
permintaan dan penawaran tenaga kerja.
Di samping itu agar pemimpin memperhatikan kesejahteraan
pegawai baik dalam pekerjaan maupun luar pekerjaan.
8. Centralization
Masalah sentralisasi atau disentralisasi adalah masalah
pembagian kekuasaan, pada suatu organisasi kecil sentralisasi dapat
diterapkan, akan tetapi pada organisasi besar harus diterapkan
disentralisasi.
9. Scalarchain
Scalar chain (rantai skalar) adalah rantai daripada atasan
bermula dari authority terakhir hingga pada tingkat terendah.
10. Order
Untuk ketertiban manusia ada formula yang harus dipegang
yaitu, suatu tempat untuk setiap orang dan setiap orang pada
tempatnya masing-masing.
31
32. 11. Equity
Untuk merangsang pegawai melaksanakan tugasnya dengan
kesungguhan dan kesetiaan, mereka harus diperlakukan dengan ramah
dan keadilan.Kombinasi dan keramahtamahan dan keadilan
menghasilkan equity.
12. Stability Of Tonure Of Personnel
Seorang pegawai membutuhkan waktu agar biasa pada suatu
pekerjaan baru dan agar berhasil dalam mengerjakannya dengan baik.
13. Initiative
Memikirkan sebuah rencana dan meyakinkan keberhasilannya
merupakan pengalaman yang memuaskan bagi seseorang.
Kesanggupan bagi berfikir ini dan kemampuan melaksanakan adalah
apa yang disebut inisiatif.
14. Ecsprit de Corps
“Persatuan adalah kekuatan”.Para pemimpin perusahaan harus
berbuat banyak untuk merealisir pembahasan itu.6
E. Aspek-Aspek Manajemen Pendidikan Islam
Manajemen pendidikan Islam memiliki objek bahasan yang cukup
kompleks. Berbagai objek bahasan tersebut dapat dijadikan bahan yang
kemudian di integrasikan untuk mewujudkan manajemen pendidikan yang
berciri khas Islam.
Istilah Islam dapat dimaknai Islam wahyu dan Islam budaya, Islam
wahyu meliputi al-qur’an dan al-hadist. Sementara itu Islam budaya meliputi
ungkapan sahabat nabi, pemahaman ulama, pemahaman cendikiawan muslim,
dan budaya umat Islam. Kata Islam yang menjadi identitas manajemen
pendidikan ini dapat dimaksudkan dapat mencakup makna keduanya, yakni
Islam wahyu dan budaya.
Oleh karena itu, pembahasan manajemen pendidikan Islam senantiasa
melibatkan wahyu dan budaya kaum muslimin ditambah kaidah-kaidah
6
Sondang P Siagian, Filsafah Administrasi, CV Masaagung, Jakarta, 1990
32
33. manajemen pendidikan secara umum. Maka pembahasan ini akan
mempertimbangkan bahan-bahan sebagai berikut:
1. Teks wahyu baik al-qur’an maupun hadist yang terkait dengan manajemen
pendidikan Islam.
2. Perkataan-perkataan (aqwal) para sahabat nabi, ulama, maupun
cendikiawan muslim yang terkait dengan manajemen pendidikan.
3. Realitas manajemen pendidikan Islam.
4. Kultur komunitas (pimpinan dan pegawai) lembaga pendidikan Islam.
5. Ketentuan kaidah-kaidah manajemen pendidikan Islam.
Bahan no 1 sampai 4 merefleksikan ciri khas Islam pada bangunan
manajemen pendidikan Islam, sedangkan bahan no 5 tambahan yang bersifat
umum untuk membantu merumuskan bangunan manajemen pendidikan Islam.
tentunya setelah diseleksi berdasaekan nilai-nilai tersebut merupakan refleksi
wahyu. Sedangkan realitas tersebut sebagai refleksi budaya.
Teks-teks wahyu seagai sandaran teologis, perkataan-perkataan para
sahabat Nabi, ulama, dan cendekiawan muslim sebagai sandaran rasional,
realitas perkembangan lembaga pendidikan Islam serta kultur lembaga
pendidikan Islam sebagai sandaran empiris, sedangkan ketentuan kaidah-
kaidah manajemen pendidikan Islam sebagai sandaran teoretis. Jadi
manajemen pendidikan Islam ini diletakkan di atas 4 sandaran yaitu sandaran
teologis, rasional, empiris, dan teoretis
Sandaran teologis menimbulkan keyakinan adanya kebenaran-
kebenaran pesan wahyu karena berasal dari tuhan, sandaran rasional
menimbulkan keyakinan kebenaran berdasarkan pertimbangan akal pikiran.
Sandaran empiris menimbulkan keyakinan adanya kebenaran berdasarkan
data-data riil dan akurat, sedangkan sandaran teoretis menimbulkan adanya
kebenaran berdasarkan akal pikiran dan data serta telah dipraktekkan berkali-
kali dalam pengelolaan pendidikan.7
7
Mesiono, Manajemen Dan Organisasi, Bandung : Citapustaka Media Perintis, 2010,
Hal 40-41
33
35. BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun tujuan pendidikan dalam hal ini tujuan pendidikan agama di
keluarga adalah jelas yakni mendidik anak dalam suasana keagamaan agar
taqwa pada Allah swt, berbudi pekerti luhur, disiplin, bekerja keras, tanggung
jawab, mandiri, cerdas, terampil serta sehat jasmani dan rohani. Atas dasar itu
berarti tujuan pendidikan agama di keluarga adalah pembinaan prilaku
kehidupan beragama pada anak. Pelaksanaan pendidikan agama pada anak di
keluarga menjadi penting terutama guna menanamkan nilai-nilai dasar agama
dalam rangka pengembangan sumber daya manusia. Dalam kaitan ini Ahmad
Tafsir (1992:159) mengatakan bahwa pembangunan sumber daya manusia
termasuk pembinaan anak erat kaitannya dengan penumbuhan nilai-nilai
agama pada Tuhan Yang Maha Esa.
Pengertian manajemen pendidikan Islam yaitu merupakan suatu proses
pengelolaan lembaga pendidikan Islam menyias-sumber belajar dan hal-hal
yang terkait untuk mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan
efisien. Pendidikan Islam diletakkan atas 4 sandaran yaitu sandar teologis,
rasional, empiris, dan teoretis. Manajemen pendidikan Islam adalah suatu
proses pengelolaan lembaga pendidikan Islam secara Islami dengan cara
menyiasati sumber-sumber belajar dan hal-hal lain yang terkait untuk
mencapai tujuan pendidikan Islam secara efektif dan efisien.
Dari segi bahasa manajemen berasal dari bahasa Inggris yang
merupakan terjemahan langsung dari kata management yang berarti
pengelolaan, ketata laksanaan, atau tata pimpinan. Sementara dalam kamus
Inggris Indonesia karangan John M. Echols dan Hasan Shadily (1995 : 372)
management berasal dari akar kata to manage yang berarti mengurus,
mengatur, melaksanakan, mengelola, dan memperlakukan. Henry Fayol
mengemukakan prinsip-prinsip manajemen yang dibagi menjadi 14 bagian,
yaitu :
35
36. 1. Division o fwork
2. Authority and Responsibility
3. Discipline
4. Unity of command
5. Unity of direction
6. Subordination of individual interest to general interest
7. Remuneration of Personnel
8. Centralization
9. Scalarchain
10. Order
11. Equity
12. Stability Of Tonure Of Personnel
13. Initiative
14. Ecsprit de Corps
36
37. DAFTAR PUSTAKA
Sufyarman, Kapita Selekta Manajemen Pendidikan Islam ( Bandung, Alfabeta
2003) Halaman 75
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Kalam Mulia, Jakarta, 2008
Sondang P Siagian, Filsafah Administrasi, CV Masaagung, Jakarta, 1990
Didin Hafidudin Dan Hendri Tanjung, Manajemen Syariah Dalam Prakatik,
Gema Insani, Jakarta, 2003.
Mahdi Bin Ibrahim, Amanah Dalam Manajemen, Pustaka Al Kautsar, Jakarta,
1997
Made Pidarta, Manajemen Pendidikan Indonesia, Rineka Cipta, 2004.
George R Terry, Prinsip-Prinsip Manajemen, Bumi Aksara, Jakarta, 2006
Robbin Dan Coulter, Manajemen (Edisi Kedelapan), PT Indeks, Jakarta, 2007
Mesiono, Manajemen Dan Organisasi, Bandung : Citapustaka Media Perintis,
2010, Hal 39
Nasrul Syakur Chaniago, Manajemen Organisasi, Bandung : Citapustaka Media
Perintis, 2011, Hal 18-19
37
38. KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah Swt. yang telah memberikan begitu
banyak limpahan nikmat sehingga di antara nikmat-Nya tersebut kami
(penulis) dapat menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah dalam rangka
nenuntut ilmu.
Shalawat beriringkan salam semoga tetap terlimpah curahkan kepada
baginda kita yang telah menuntun umatnya dari zaman jahiliah menuju zaman
ilmiah a’ni Nabi besar Muhammad Saw. juga kepada keluarganya, para
sahabatnya, tabi’in dan tabi’atnya, serta sampai kepada kita selaku umatnya
hingga hari kiamat, Amiin.
Selanjutnya makalah yang berada di hadapan pembaca merupakan uraian materi
yang ditulis mengacu kepada Manajemen Organisasi Islam, dengan dosen
pengampu Dr. A. A. Miftah, M.Ag yang telah membimbing penulis yaitu tentang
Manajemen Pendidikan Islam. yang Alhamdulillah telah selesai ditulis.
Sudah barang tentu dalam tugas ini tidak luput dari kekeliruan ataupun
kekurangan baik dalam materi maupun dalam hal ikhwal penyusunan. Untuk itu
penulis bermohon maaf dan tak lupa untuk sedia menerima berbagai masukan
yang bersifat membangun untuk penyempurnaannya.
Jambi, Februari 2017
Penulis
38
i
39. DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
ABSTRAK .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pentingnya Fungsi Manajemen dalam Pendidikan Agama di
Keluarga....................................................................................... 3
B. Penerapan Fungsi-fungsi Manajemen dalam Pendidikan
Agama di Keluarga...................................................................... 7
C. Apa Pengertian Manajemen Pendidikan Islam............................ 27
D. Bagaimana Prinsip-Prinsip Manajemen Pendidikan Islam.......... 29
E. Apa Saja Aspek-Aspek Manajemen Pendidikan Islam............... 32
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................. 35
DAFTAR PUSTAKA
39
41. MAKALAH PERBAIKAN
HAK DAN KEWAJIBAN DALAM BINGKAI
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
DOSEN PENGAMPU :
DR. A. A. MIFTAH, M.Ag
OLEH :
AFI PARNAWI
DMP. 16.154
PROGRAM DOKTOR PASCASARJANA
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS islam negeri Sulthan thaha syaifuddin
JAMBI 2017
41